6
II. 2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Laporan Keuangan Laporan keuangan berkaitan erat pada bidang akuntansi, dimana laporan
keuangan sering dipakai sebagai alat untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak yang
berkepentingan
dengan
data
keuangan
perusahaan.
Pihak-pihak
berkepentingan tersebut adalah manajemen, pemilik, kreditur, investor, penyalur, karyawan, lembaga pemerintah, dan masyarakat umum. Informasi tentang kondisi keuangan yang berguna bagi pihak berkepentingan misalnya tentang kemampuan perusahaan untuk melunasi utang-utang jangka pendek, kemampuan perusahaan dalam membayar bunga dan pokok pinjaman, serta keberhasilan perusahaan dalam meningkatkan besarnya modal sendiri. Laporan keuangan disusun dengan maksud untuk menyajikan laporan kemajuan perusahaan secara periodik. Manajemen perlu mengetahui bagaimana perkembangan keadaan investasi dalam perusahaan dan hasil-hasil yang dicapai selama jangka waktu yang diamati. Laporan kemajuan perusahaan tersebut pada hakikatnya merupakan kombinasi dari fakta-fakta yang telah dicatat (recorded facts),
kesepakatan-kesepakatan
akuntansi
(accounting
conventions),
dan
pertimbangan-pertimbangan pribadi (personal judgements). Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan dana atau aktivitas perusahaan tersebut (Munawir, 2000). Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap yang biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana) catatan (notes) dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia, 2002).
7
2.2.
Tujuan Laporan Keuangan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002), laporan keuangan sebagai
pertanggungan jawab kepada pihak ekstern (luar perusahaan) harus disusun sedemikian rupa sehingga: 1. Memenuhi keperluan untuk: a. Memberikan informasi keuangan secara kuantitatif mengenai perusahaan tertentu, guna memenuhi keperluan para pemakai dalam mengambil keputusan-keputusan ekonomi; b. Menyajikan informasi yang dapat dipercaya mengenai posisi keuangan dan perubahan kekayaan bersih perusahaan; c. Menyajikan informasi keuangan yang dapat membantu para pemakai dalam menaksir kemampuan memperoleh laba dari perusahaan; d. Menyajikan informasi lain yang diperlukan mengenai perubahan harta dan kewajiban, serta mengungkapkan informasi lain yang seusai dengan keperluan para pemakai. 2. Mencapai mutu sebagai berikut: a. Relevan; b. Jelas dan dapat dimengerti; c. Dapat diuji kebenarannya; d. Mencerminkan keadaan perusahaan menurut waktunya secara tepat; e. Dapat dibandingkan; f. Lengkap; dan g. Netral Secara umum laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi keuangan suatu perusahaan, baik pada saat tertentu maupun pada periode tertentu. Laporan keuangan juga dapat disusun secara mendadak, sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Beberapa tujuan pembuatan laporan keuangan menurut Kasmir (2008) adalah: 1. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aset (harta) yang dimiliki perusahaan pada saat ini;
8
2. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini; 3. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh pada suatu periode tertentu; 4. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu; 5. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi terhadap aset, kewajiban, dan modal perusahaan; 6. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu periode; 7. Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan; 8. Informasi keuangan lainnya. 2.3.
Jenis Laporan Keuangan
2.3.1 Neraca (Balanced Sheet) Neraca adalah suatu laporan yang sistematis tentang aset (assets), utang (liabilities), dan modal sendiri (owners’ equity) dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu. Biasanya pada saat buku ditutup yakni akhir bulan, akhir triwulan, atau akhir tahun (Jumingan, 2005). Menurut IAI (2004), suatu neraca minimal mencakup aset berwujud, aset tidak berwujud, aset keuangan, investasi yang diperlakukan menggunakan metode ekuitas, persediaan, piutang usaha dan piutang lainnya, kas dan setara kas, hutang usaha dan hutang lainnya, kewajiban yang diestimasi, kewajiban berbunga jangka panjang, hak minoritas, modal saham dan pos ekuitas lainnya. 2.3.2 Laporan Laba Rugi (Income Statement) Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan laba rugi ini tergambar jumlah pendapatan dan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh. Kemudian, juga tergambar jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu (Kasmir, 2008). Laporan laba rugi merupakan suatu laporan yang sistematis mengenai penghasilan, biaya, rugi laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama periode tertentu (Munawir, 2000). Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004), laporan laba
9
rugi minimal mencakup pendapatan, laba rugi usaha, beban pinjaman, bagian dari laba atau rugi perusahaan afiliasi dan asosiasi yang diperlukan menggunakan metode ekuitas, beban pajak, laba atau rugi dari aktivitas normal perusahaan, pos luar biasa, hak minoritas, serta laba (rugi) bersih untuk periode berjalan. 2.3.3 Laporan Arus Kas (Cash Flow) Laporan arus kas dapat memberikan informasi yang memungkinkan para pemakai untuk mengevaluasi perubahan dalam aset bersih perusahaan, struktur keuangan (termasuk likuiditas dan solvabilitas) dan kemampuan untuk mempengaruhi jumlah serta waktu arus kas dalam rangka adaptasi dengan perubahan keadaan dan peluang (Ikatan Akutan Indonesia, 2004). 2.3.4 Laporan Perubahan Modal Laporan perubahan modal merupakan laporan yang berisi jumlah dan jenis modal yang dimiliki pada saat ini. Kemudian, laporan ini juga menjelaskan perubahan modal dan sebab-sebab terjadinya perubahan modal di perusahaan. Laporan perubahan modal jarang dibuat bila tidak terjadi perubahan modal. Artinya laporan ini baru dibuat bila memang ada perubahan modal (Kasmir, 2008). Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004), laporan perubahan modal menunjukkan: 1. Laba atau rugi bersih perode yang bersangkutan, 2. Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta jumlahnya yang berdasarkan PSAK terkait diakui secara langsung dalam ekuitas, 3. Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam PSAK terkait, 4. Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik, 5. Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahan, dan 6. Rekonsiliasi antar nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.
10
2.3.5 Laporan Catatan Atas Laporan Keuangan Laporan catatan atas laporan keuangan merupakan laporan yang memberikan informasi apabila ada laporan keuangan yang memerlukan penjelasan tertentu (Kasmir, 2008). Artinya terkadang ada komponen atau nilai dalam laporan keuangan yang perlu diberi penjelasan terlebih dulu sehingga jelas. Hal ini perlu dilakukan agar pihak-pihak yang berkepentingan tidak salah dalam menafsirkannya. 2.4.
Analisis Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan meliputi penelaahan tentang hubungan dan
kecenderungan atau tren untuk mengetahui apakah keadaan keuangan, hasil usaha, dan kemajuan keuangan perusahaan memuaskan atau tidak memuaskan. Analisis dilakukan dengan mengukur hubungan antara unsur-unsur laporan keuangan dan bagaimana perubahan unsur-unsur itu dari tahun ke tahun untuk mengetahui arah perkembangannya. Terdapat beberapa metode dan teknik analisis laporan keuangan, di antara lain: 1.
Analisis perbandingan neraca, laporan laba rugi, dan laporan laba yang ditahan dengan menunjukkan: a.
Data absolut (jumlah dalam rupiah);
b.
Kenaikan dan penurunan dalam jumlah rupiah;
c.
Kenaikan dan penurunan dalam persen;
d.
Perbandingan yang dinyatakan dalam rasio;
e.
Persentase dari total
2.
Analisis perubahan modal kerja.
3.
Analisis tren dari rasio unsur-unsur neraca dan data operasi yang ada kaitannya.
4.
Analisis persentase per komponen dari neraca dan laporan laba rugi.
5.
Analisis rasio yang memperlihatkan hubungan beberapa unsur neraca.
6.
Analisis perbandingan dengan rasio industri.
7.
Analisis perubahan pendapatan netto atau analisis perubahan laba bruto.
8.
Analisis titik impas atau analisis break-even point.
11
Terdapat beberapa jenis analisis yang dapat dilakukan, yaitu analisis internal, analisis eksternal, analisis horizontal, dan analisis vertikal. Analisis internal adalah analisis yang dilakukan oleh mereka yang bisa mendapatkan informasi yang lengkap dan terperinci mengenai suatu perusahaan, seperti pihak manajemen. Analisis eksternal adalah analisis yang dilakukan oleh mereka yang tidak bisa mendapatkan informasi yang lengkap dan terperinci mengenai suatu perusahaan, seperti bank, kreditur, pemegang saham, calon pemegang saham, dan lainnya. Analisis horizontal adalah analisis perkembangan data keuangan dan data operasi perusahaan dari tahun ke tahun guna mengetahui kekuatan atau kelemahan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Analisa vertikal adalah analisis laporan keuangan yang terbatas hanya pada satu periode akuntansi saja, misalnya berupa analisis rasio. 2.5.
Analisis Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang
ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya (Kasmir, 2008). Dalam praktiknya, analisis rasio keuangan suatu perusahaan dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Rasio neraca, yaitu membandingkan angka-angka yang hanya bersumber dari neraca. 2. Rasio laporan laba rugi, yaitu membandingkan angka-angka yang hanya bersumber dari laporan laba rugi. 3. Rasio antarlaporan, yaitu membandingkan angka-angka dari dua sumber (data campuran), baik yang ada di neraca maupun di laporan laba rugi. Pada umumnya, terdapat enam jenis rasio keuangan, yaitu: 1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio) 2. Rasio Solvabilitas (Leverage Ratio) 3. Rasio Aktivitas (Activity Ratio) 4. Rasio Profitabilitas (Provitability Ratio) 5. Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio), dan 6. Rasio Penilaian (Valuation Ratio)
12
2.6.
Financial Distress Financial distress merupakan suatu kondisi yang dialami oleh perusahaan
tepat sebelum kebangkrutan, dimana perusahaan berada dalam keadaan tidak sehat. Pada kondisi financial distress, kondisi cashflow sangat minimum sehingga menyebabkan terjadinya deadweight losses. Berarti, financial distress berada antara keadaan solvent dan insolvent (Pranowo, 2010). Dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini, perusahaan dapat merancang tindakan untuk mengantisipasi yang mengarah kepada kebangkrutan. Menurut Purwanti (2005), prediksi financial distress digunakan oleh beberapa pihak, seperti: 1. Pemberi pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress, baik dalam memutuskan apakah akan memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan. 2. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga. 3. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu. 4. Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah. 5. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian suatu perusahaan. 6. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan atau kerugian paksa akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya model prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan.
13
2.7.
Perhitungan Financial Distress Perhitungan financial distress dilakukan dengan menghitung nilai debt
service coverage. Rasio debt service coverage mencerminkan kondisi perusahaan dengan melihat ketersediaan dana untuk melunasi hutang perusahaan. Suatu perusahaan dinyatakan dalam kondisi financial distress apabila nilai DSCR ≤ 1,20. Sebaliknya, perusahaan dinyatakan tidak berada dalam kondisi financial distress (non-financial distress) apabila nilai DSCR > 1,20 (Ruster, 1996) =
Dimana,
+
+ +
+
….(1)
EAT = Earning After Tax, yang terdapat pada bagian terbawah nilai profit pada suatu laporan laba rugi Depreciation = Alokasi biaya penggunaan manfaat aset tangible Amortization = Alokasi biaya penggunaan manfaat aset intangible Interest = Beban bunga hutang bank per tahun Coupon = Beban bunga obligasi perusahaan per tahun Tax = Pajak korporasi per tahun
2.8.
Penelitian Terdahulu Terdapat berbagai penelitian yang telah dilakukan yang berhubungan
dengan financial distress. Penelitian awal yang mengkaji kondisi financial distress suatu perusahaan dilakukan oleh Altman (1968). Penelitian ini mengkaji pemanfaatan
analisis
rasio
keuangan
sebagai
alat
untuk
memprediksi
kebangkrutan serta kondisi financial distress suatu perusahaan. Fungsi diskriminan yang dikembangkan oleh Altman adalah sebagai berikut: −
= 1,2
+ 1,4
+ 3,3
+ 1,0
+ 0,6
…….(4)
Altman menyatakan bahwa jika perusahaan memiliki Z-score ≥ 2,99, maka
perusahaan dikategorikan sebagai perusahaan sehat. Jika perusahaan memiliki nilai Z-score diantara 1,81 dan 2,99, maka perusahaan dikategorikan dalam kondisi financial distress. Dan perusahaan dengan Z-score < 1,81 termasuk dalam kategori bangkrut. Penelitian ini dilanjutkan oleh Altman sendiri pada tahun (2010), dimana dilakukan prediksi financial distress perusahaan dan keunikan karakteristik
−
14
kegagalan bisnis yang diuji dengan indikator yang effective dan prediksi corporate distress serta mengkaji karakteristik perusahaan akan mengalami kebangkrutan dan juga menunjukkan teknik analisa keuangan yang menunjukkan kemungkinan akan mengalami financial distress. Smith dan Liou (2007) melakukan penelitian korelasi antara rasio laporan keuangan yang tradisional dengan performansi pada sektor industri untuk perusahaan besar di United Kingdom. Penelitian ini menggunakan model prediksi kegagalan dengan Z-score untuk mengevaluasi solvency 340 perusahaan manufaktur. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat berbagai variasi yang menghubungkan antara variabel-variabel keuangan dengan terjadinya kegagalan dalam aktivitas perusahaan. Ketiga penelitian di atas menggunakan fungsi diskriminan Z-score yang dikembangkan oleh Altman untuk mengidentifikasi kondisi financial distress. Pada penelitian ini, fungsi tersebut tidak digunakan untuk mengidentifikasi kondisi
financial
distress.
Kondisi
tersebut
diidentifikasikan
dengan
menggunakan rasio keuangan DSCR. Meekaewkunchorn (2002), melakukan penelitian mengenai Interest Rate Volatilities. Gejolak tingkat bunga yang terjadi pada tahun 1998, mengakibatkan banyak perusahaan yang mengalami financial distress. Pada penelitian ini dianalisa hubungan antara interest rate dari Certificate Deposit, Treasury Yields dan tingkat bunga Libor sesudah terjadinya financial turmoil pada September 1998. Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan Multiple Regression dengan dummy variable. Fitzpatrick (2004), melakukan penelitian secara empiris terhadap dinamika financial distress. Analisa empiris financial distress yang dialami oleh public company di Amerika. Dengan membuat parsimonious model yang mengukur kondisi keuangan perusahaan melalui financial condition score (FCS) yang didasarkan tiga hal yaitu ukuran perusahaan, jumlah hutangnya dan standar deviasi dari aset perusahaan. Outecheva (2007) melakukan penelitian financial distress di tingkat perusahaan dengan menganalisa kemungkinan adanya risiko financial distress di perusahaan serta perilaku dalam menghadapi financial distress. Tiga hal yang
15
diamati pada perusahaan adalah perubahan penggunaan cost of capital, pengetahuan mengenai risiko dan perbedaan antara risiko sistematis dan asystematic, serta perilaku manajemen dalam menghadapi financial distress yang telah mendekati kebangkrutan. Perbedaan yang dilakukan oleh penelitian ini dengan kedua penelitian sebelumnya terletak pada penggunaan rasio keuangan. Fitzpatrick menggunakan ukuran perusahaan, jumlah hutang, dan standar deviasi aset perusahaan sebagai variabel independennya dan Meekaewkunchorn menganalisis hubungan interest rate dengan bunga Libor. Outecheva mengamati perubahan penggunaan cost of capital, pengetahuan mengenai risiko, dan prilaku manajemen dalam menghadapi kondisi financial distress. Penelitian ini menganalisis hubungan pengaruh antara debt service coverage dengan lima rasio keuangan, yaitu net profit margin, current ratio, return on equity, ebitda to total assets, dan return on asset. Almilia (2003) melakukan analisis rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan periode 1998-2001 yang dipublikasikan. Alat analisis yang digunakan adalah regresi logit. Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi financial distress suatu perusahaan. Salah satu jenis analisis laporan keuangan adalah analisis rasio.Variabel rasio keuangan yang paling dominan dalam menentukan financial distress suatu perusahaan adalah rasio profit margin, financial leverage, dan current ratio. Almilia (2006) membuat analisa mengenai prediksi kondisi financial distress pada perusahaan go-public dengan menggunakan analisis multinomial logit. Pada penelitian ini diulas tanda-tanda perusahaan akan mengalami atau bahkan sedang mengalami financial distress, dengan melihat laba bersih dan nilai buku ekuitas yang secara berturut-turut bernilai negatif. Penelitian dilakukan terhadap kondisi keuangan perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1998-2001. Tahun tersebut dipilih karena pada kurun waktu tersebut perusahaan di Indonesia dan Asia memiliki kesulitan likuiditas akibat pengaruh dampak Economic Crisis in Asia.
16
Sukana (2008) melakukan studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi financial distress. Sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia periode 2001 – 2005. Dalam penelitiannya, variabel profitabilitas, beban hutang, dan market risk digunakan sebagai variabel independen. Dengan menggunakan metode Pooled EGLS (Cross Sectional Weights), dinyatakan bahwa
ketiga
variabel
tersebut
signifikan dalam
mempengaruhi kemungkinan suatu perusahaan akan mengalami financial distress. Juga disimpulkan bahwa financial distress mempunyai hubungan yang signifikan dengan rasio kebangkrutan perusahaan. Pranowo (2010) melakukan penelitian dengan menggunakan data sekunder laporan keuangan perusahaan publik non financial company selama periode lima tahun (2004-2008) dari Bursa Efek Indonesia. Penelitian mengkaji analisis rasio keuangan yang dapat digunakan sebagai prediksi kondisi financial distress pada perusahaan di Indonesia, serta mengkaji faktor yang mempengaruhi perubahaan status perusaahaan dari non-financial distress menjadi financial distress. Penelitian ini menggunakan debt service coverage sebagai penentu kondisi financial distress perusahaan. Metode yang digunakan adalah metode regresi panel data dan metode regresi logistik. Dibandingkan penelitian sebelumnya, penelitian ini memiliki perbedaan dalam variabel yang digunakan dalam penelitian, baik variabel dependen maupun variabel independen. Namun dalam kasus penelitian Pranowo, variabel dependen yang menjadi penentu kondisi financial distress perusahaan sama, yaitu DSCR. Perbedaan yang paling utama dari seluruh penelitian dengan penelitian ini adalah sampel penelitian, yaitu penelitian ini berfokus pada perusahaan sektor agrikultur. Penelitian emergence financial distress juga dilakukan oleh Pranowo, namun Pranowo melakukannya dengan menggunakan metode regresi logit multinomial. Penelitian ini meneliti emergence financial distress dengan menggunakan analisis deskriptif. Ringkasan mengenai kajian penelitian terdahulu yang telah disebutkan sebelumnya, berupa relevansi dan perbedaan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Ringkasan kajian penelitian terdahulu No. Pengarang dan Alat Analisis Hasil Penelitian Tahun Penelitian 1. Altman (1968) Analisa Hasil dari penelitian Altman menghasilkan keuangan model Z-Score yang menunjukkan bahwa kondisi financial distress dan kebangkrutan dipengaruhi oleh nilai total asset, retained earning, earning before interest and tax, sales, dan equity, sebagaimana ditunjukkan oleh model Z-Score 2.
3.
Altman (2010)
Analisa Penelitian ini ditujukan untuk memprediksikan keuangan dan kondisi financial distress perusahaan dan korelasi keunikan karakteristik kegagalan bisnis, serta menunjukkan teknik analisa keuangan yang menunjukkan kemungkinan akan mengalami financial distress dengan menggunakan regresi linear. Smith dan Liou Analisis Dengan menggunakan model Z-score, (2007) Korelasi penelitian ini mengevaluasi solvency 340 perusahaan manufaktur dengan melihat korelasi antara rasio laporan keuangan dengan performansi sektor industri di United Kingdom. Terdapat berbagai variasi yang menghubungkan variabel keuangan dengan terjadinya kegagalan aktivitas perusahaan.
Relevansi
Perbedaan
financial Mengkaji mengenai Kondisi kondisi financial distress ditentukan distress. oleh nilai Z-Score, yang tidak relevan untuk digunakan pada perusahaan di Indonesia dan berupa accrual basis. Mengkaji prediksi Menggunakan kondisi financial regresi linear yang berarti hanya distress. menggunakan data time-series atau cross-section untuk dianalisis. Penggunaan model Sama-sama yang menganalisa kondisi Z-Score tidak financial distress dianggap relevan dengan dengan menggunakan rasio kondisi perusahaan pada laporan di Indonesia dan berupa accrual keuangan. basis.
17
Lanjutan Tabel 2. No. Pengarang dan Alat Analisis Tahun Penelitian 4. Fitzpatrick (2004) Analisis deskriptif dengan financial condition score (FCS) 5. Meekaewkunchorn Analisis (2002) korelasi 6.
Outtecheva (2007)
7.
Almilia (2003)
Hasil Penelitian
Relevansi
Perbedaan
Penelitian menganalisa kasus empiris financial Mengkaji distress yang dialami oleh public company di distress Amerika Serikat melalui FCS yang didasarkan ukuran perusahaan, jumlah hutang, dan standar deviasi aset perusahaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejolak tingkat bunga yang terjadi pada tahun 1998 mengakibatkan banyak perusahaan yang mengalami financial distress. Analisis Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat korelasi dan tiga hal penting yang harus diamati yang regresi berkaitan dengan kemungkinan adanya risiko financial distress, yaitu perubahan dalam penggunaan cost of capital, pengetahuan mengenai risiko, dan prilaku manajemen. Analisa Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan multinomial bahwa rasio keuangan dapat digunakan untuk logit memprediksi financial distress suatu perusahaan. Variabel rasio keuangan yang paling dominan dalam menentukan financial distress suatu perusahaan adalah rasio profit margin, financial leverage, dan current ratio.
financial Perbedaan variabel penelitian, alat analisis penelitian, serta sampel penelitian yang lebih luas. Mengkaji financial Variabel yang distress digunakan: tingkat bunga yang bukan rasio keuangan. Menganalisis Sampel berupa kemungkinan perusahaan yang terjadinya financial berada pada kondisi distress. financial distress. Mengkaji financial Variabel distress dengan analisis menggunakan rasio keuangan.
dan
alat
18
Lanjutan Tabel 2. No. Pengarang dan Alat Analisis Tahun Penelitian 8. Almilia (2006) Analisa multinomial logit
9.
Sukana (2008)
Analisis korelasi dan regresi menggunakan metode Pooled EGLS (Cross Sectional Weights)
Hasil Penelitian
Relevansi
Perbedaan
Pada penelitian ini diulas tanda-tanda Prediksi kondisi perusahaan akan mengalami atau bahkan financial distress sedang mengalami financial distress, dengan melihat laba bersih yang negatif berturut-turut dan nilai buku ekuitas yang negatif berturutturut. Dalam penelitian ini, variabel profitabilitas, Mengkaji beban hutang, dan market risk digunakan distress sebagai variabel independen. Dengan menggunakan metode Pooled EGLS (Cross Sectional Weights), dinyatakan bahwa ketiga variabel tersebut signifikan dalam mempengaruhi kemungkinan suatu perusahaan akan mengalami financial distress. Juga disimpulkan bahwa financial distress mempunyai hubungan yang signifikan dengan rasio kebangkrutan perusahaan.
Kondisi financial distress hanya ditentukan dengan melihat laba bersih dan nilai buku ekuitas yang negatif selama tiga tahun berturut-turut. financial Variabel yang digunakan lebih sedikit, alat analisis dan sampel juga berbeda.
19
Lanjutan Tabel 2. No. Pengarang dan Alat Analisis Tahun Penelitian 10. Pranowo (2010 Analisis regresi panel data dan multinomial logit.
Hasil Penelitian
Relevansi
Perbedaan
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder laporan keuangan perusahaan publik non financial company selama periode lima tahun (2004-2008) dari Bursa Efek Indonesia. Penelitian mengkaji analisis rasio keuangan yang dapat digunakan sebagai prediksi kondisi financial distress pada perusahaan di Indonesia, serta mengkaji faktor yang mempengaruhi perubahaan status perusaahaan dari nonfinancial distress menjadi financial distress. Penelitian ini menggunakan debt service coverage sebagai penentu kondisi financial distress perusahaan. Metode yang digunakan adalah metode regresi panel data dan metode regresi logistik.
Menganalisis financial distress dengan DSCR sebagai indikator serta menganalisis emergence financial distress.
Variabel yang digunakan berbeda, dimana penelitian ini menggunakan variabel yang dirasa memiliki pengaruh besar pada sektor agrikultur. Sampel penelitian ini berfokus pada seluruh perusahaan di BEI dan tidak berfokus pada sektor agrikultur saja.
20