THE COMMUNITY STRUCTURE OF MANGROVE VEGETATION IN RINDU LAUT OF PURNAMA VILLAGE OF DUMAI CITY BY
Nico Rahmadany 1), Aras Mulyadi 2), Afrizal Tanjung 2)
[email protected] ABSTRACT
This study was done in June 2014 in Rindu Laut coast of Purnama Village of Dumai City. The field sampling was using the method Line Transect Plot. The mangrove in the study area had 6 families with 10 species, i.e. Xylocarpus granatum, Rhizopora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera cylindrica, Ceriops tagal, Lumnitzera littorea, Avicennia marina, Sonneratia alba, Excoecaria agallocha and Nypa fruticans. The mangrove species that dominated in this area was Xylocarpus granatum and Rhizopora apiculata. Based on the diversity, density and water quality parameters indicated the condition of the mangrove in the study area of was at the medium stage. Parameters of the environment enough to support the growth and development of mangrove forests, it can be seen from the condition of aquatic and a substrate muddy bottoms. The calculation of the value of the dominance Index (C) ranged from 0.16 to 0.58, indicating no type of mangrove species dominating the study area. Keywords: mangrove, the structure of the community, diversity, Rindu Laut, Dumai
1) Student of Fisheris and Marine Science Faculty of Riau University 2) Lecture of Fisheris and Marine Science Faculty of Riau University
PENDAHULUAN Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan ciri-ciri tumbuhan yang hidup di daratan dan di laut. Selain itu hutan mangrove juga merupakan vegetasi khas daerah pesisir. Ekosistem hutan mangrove merupakan tipe ekosistem yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Sebagai sumberdaya alam hutan mangrove memiliki fungsi dan peranan yang penting dalam kehidupan manusia, baik sebagai sumber hasil hutan maupun sebagai pelindung pantai/pesisir dari serangan ombak, arus dan angin. Di samping itu hutan bakau memegang peranan unik yang tidak dapat digantikan oleh hutan maupun ekosistem lainnya yaitu sebagai mata rantai perputaran hara yang penting artinya bagi beberapa organisme aquatik. Wilayah hutan mangrove termasuk bentang alam yang sangat dinamis sebagai daerah yang merupakan pencampuran pengaruh darat dan laut serta udara. Sayangnya pemanfaatan
wilayah pesisir dan hutan mangrove sering menimbulkan masalah, seperti pemanfaatan laut di sekitarnya sebagai jalur pelayaran dapat menimbulkan ceceran minyak ke badan perairan. dan dapat memberikan pengaruh yang negatif terhadap tumbuhan dan hewan yang hidup di wilayah mangrove. Ekosistem mangrove memiliki produktivitas hayati yang tinggi. Walaupun produktivitas mangrove tinggi, namun hanya sekitar 5% yang dikonsumsi langsung hewan terstrial pemakannya. Sisanya (95%) masuk ke lingkungan perairan sebagai debris dari serasah atau gugur daun. Karena itulah mangrove mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi. Tingginya bahan organik memungkinkan sebagai tempat pemijahan (spawning ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground) berbagai biota perairan (Lugo dan Snedaker dalam Supriharyono. 2000). Pesatnya perkembangan pembangunan di daerah Rindu Laut Kelurahan Purnama Kecamatan Dumai Barat Kota Dumai seperti aktifitas pelayaran, aktifitas manusia akan berpengaruh terhadap ekosistem di dalamnya, tidak terkecuali dengan ekosistem mangrove. Hutan mangrove pada kawasan ini sebagian dimanfaatkan untuk pemukiman dan lahan pertanian. Banyaknya kerusakan mangrove yang terjadi di Dumai mengakibatkan menurunnya populasi mangrove yang terdapat di Dumai. Hal ini juga bisa terjadi di daerah Rindu Laut Kelurahan Purnama Kecamatan Dumai Barat Kota Dumai. Untuk itu, penulis melakukan penelitian.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 yang bertempat di Daerah Rindu Laut Kelurahan Purnama Kecamatan Dumai Barat Kota Dumai. Bahan dan alat yang digunakan untuk membuat transek adalah tali plastik untuk membuat transek garis (plot), meteran untuk mengukur panjang transek, meteran kain untuk mengukur diameter pohon mangrove, dan kayu pancang untuk menentukan batas plot pada transek. Kemudian untuk mengukur kualitas perairan digunakan beberapa alat seperti pH Indikator untuk mengukur pH air, soil tester untuk mengukur pH tanah, hand refraktometer untuk menghitung salinitas air, dan thermometer untuk mengukur suhu perairan (Tabel 1).
Tabel 1. Daftar alat yang akan digunakan. No. 1
2
NamaPeralatan Buku Identifikasi Mangrove (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Dumai, 2008; Noor et al. 2006) GPS
3
Meteran Tali raffia
4
-
5 6
Kamera digital Alat tulis (pena, pensil, kertas)
thermometer pH indicator hand refractometer soil tester
Fungsi Mengidentifikasi jenis pohon mangrove.
Menentukan titik koordinat stasiun pengamatan dan mengukur jarak Mengukur panjang dan diameter pohon mangrove. Menentukan plot mangrove Mengukur suhu perairan Mengukur pH perairan Mengukur salinitas perairan Mengukur pH tanah Dokumentasi Mencatat hasil pengamatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, dilakukan pada 3 (tiga) titik sampling. Daerah pengamatan dilokasi penelitian dianggap dapat mewakili kondisi hutan mangrove secara umum di daerah Rindu Laut Kelurahan Purnama Kecamatan Dumai Barat Kota Dumai dengan keberadaan mangrove yaitu : Titik Sampling 1
: Terletak dikawasan yang tidak didiami penduduk dan berjarak 100 m dari titik sampling 2.
Titik Sampling 2
: Terletak dikawasan pertengahan antara titik sampling 1 dan 3. Di area ini terdapat rumah penduduk namun tidak padat dan masih jauh dari hutan mangrove. Jarak titik sampling 2 ini berada 100 m dari titik sampling 1.
Titik Sampling 3 : Terletak dikawasan padat penduduk namun masih jauh dari hutan mangrove. Dimana kawasan ini terdapatnya rumah penduduk dan lahan pertanian seperti pohon kelapa dan sawit. Jarak titik sampling 3 ini berada 100 m dari titik sampling 2. Metode pengukuran yang digunakan untuk mengetahui kondisi mangrove adalah dengan menggunakan Metode Transek Garis dan Petak Contoh (Line Transect Plot), yaitu metode pencuplikan contoh populasi suatu ekosistem dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2004). Data jenis, jumlah tegakan dan diameter mangrove, dihitung untuk memperoleh data kerapatan, frekuensi, dominansi, luas bidang dasar dan nilai penting. Perhitungan yang dilakukan meliputi :
Nilai dari kerapatan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kerapatan (phn/ha) =
Kerapatan Relatif
=
Nilai frekuensi diperoleh dengan menghitung jumlah petak contoh yang ditempati suatu jenis dan dibagi dengan jumlah semua petak contoh yang ada. Frekuensi
=
Frekuensi Relatif
=
Basal Area adalah luas bidang atau luasan area yang ditutupi oleh batang pohon mangrove pada ketinggian 1,3 m atau pada titik setinggi dada. Basal areadihitung dengan rumus : Basal Area = π DBH2
(cm2)
4 DBH = Diameter at Breast Height (Diameter pohon pada ketinggian 1,3 m) CBH/phi (cm2) CBH = Circle Breast High (Lingkaran Pohon setinggi dada) π = 3,1428 Dominasi adalah gambaran tentang tingkat penguasaan jenis dalam petak contoh, yang dihitung dengan rumus : Dominasi (m2/ha)
=
Dominasi Relatif
=
Nilai penting digunakan untuk menghitung persentase nilai penguasaan masing-masing jenis vegetasi di suatu wilayah, dihitung dengan rumus : NP = FR+KR+DR
Dimana: FR KR DR
= Frekuensi Relatif = Kerapatan Relatif = Dominasi Relatif
Suatu spesies yang mendominasi ditentukan dengan indeks Simpson (dalam Odum, 1971) sebagai berikut :
Dimana : C = Indeks dominansi Ni = Jumlah individu setiap spesies N = Jumlah total individu Pi = Indeks dominasi (C) mendekati nol berartitidak ada mangrove yang mendominasi, dan jika nilai C mendekati 1 berarti ada jenis yang mendominasi. Untuk menentukan indeks keragaman jenis mangrove digunakan indeks keragaman (H’) Shanon and Wienner (dalam Odum, 1971) dengan rumus :
log2
atau
log2 pi
Dimana : H’ = Indeks keanekaragaman jenis Ni = Jumlah individu dalam tiap spesies N = Jumlah total individu Pi = Kriteria Penilaian : (H’) <1 maka keragaman rendah, artinya sebaran individu tidak merata (H’) 1-3 maka keragaman sedang, artinya sebaran individu sedang (H’) >3 maka keragaman tinggi, artinya sebaran individu
HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Perairan pantai purnama dumai terletak pada posisi 1034’25” LU – 1044’08” LU dan 101 29’05” BT. Keadaan topografi wilayah yang tertutup yang berhadapan dengan Pulau Rupat, Pulau Payung, Pulau Mentele, Pulau Baru, Pulau Ketam menjadikan perairan memiliki gelombang yang kecil karena terhalang oleh daratan. Daerah dengan kondisi seperti ini merupakan daerah yang sangat bagus untuk kondisi pertumbuhan mangrove. 0
Kelurahan Purnama secara umum merupakan kawasan yang sedang digiatkan pembangunan seperti industri batu bata, usaha mikro, serta kondisi perumahan penduduk menyebabkan buangan limbah serta pemakaian lahan mangrove sebagai kawasan pemukiman.. Daerah Rindu Laut merupakan salah satu daerah di Kelurahan Purnama yang memiliki kawasan hutan mangrove yang cukup bagus. Rindu Laut terletak di daerah pemukiman masyarakat yang mana daerah Rindu Laut tersebut berhadapan langsung dengan perairan Purnama. Rindu Laut terdapat sebuah organisasi masyarakat yang bernama Rindu Alam Bahari (RAB), dimana organisasi ini peduli terhadap ekosistem mangrove, dan daerah Rindu Laut merupakan kawasan area konservasi dari masyarakat tersebut. Dari hasil wawancara RT setempat, daerah Rindu Laut ini merupakan salah satu yang memiliki ekosistem mangrove yang masih terjaga kawasannya di daerah Purnama sehingga kawasan tersebut cukup memiliki berbagai spesies mangrove. 3.1.2. Jenis Vegetasi Mangrove Daerah Rindu Laut masih terdapat berbagai jenis vegetasi mangrove yang berada didalamnya. Dilihat dari substrat tanahnya yang berlumpur sehingga memungkinkan tumbuhan mangrove dikawasan ini masih dapat tumbuh dengan baik. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan diperoleh jenis vegetasi mangrove sebanyak 10 spesies (Tabel 2). Tabel 2.
Jenis Vegetasi Mangrove yang terdapat di daerah Rindu Laut Kelurahan Purnama Kelurahan Dumai Barat Kota Dumai No Family Spesies 1 Rhizoporaceae Xylocarpus granatum Rhizopora apiculata Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera cylindrica Ceriops tagal 2 Combretaceae Lumnitzera littorea 3 Avicenniaceae Avicennia marina 4 Sonneratiaceae Sonneratia alba 5 Euphorbiaceae Excoecaria agallocha 6 Arecaceae Nypa fruticans Sumber: Data Primer Dari tabel 3 dapat kita lihat bahwa daerah Rindu Laut memiliki berbagai jenis mangrove yaitu terdapat 10 spesies dari 6 famili. Ini menunjukkan bahawa di daerah ini mangrove masih dapat tumbuh dan berkembang. 3.1.3. Komposisi Jenis Vegetasi Mangrove Hasil pengamatan dari seluruh titik sampling, dapat diketahui bahwa pada masingmasing titik sampling dihuni oleh berbagai jenis mangrove yang berbeda. Namun ada juga jenis mangrove yang mendominasi pada setiap titik sampling. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel 3 berikut.
Tabel 3. Komposisi vegetasi mangrove di setiap titik sampling di daerah Rindu Laut Jenis Mangrove Stasiun X.g R.a S.a E.a B.c C.t A.m B.g L.L I + + + + + + II
+
+
III + + Sumber: Data Primer Keterangan:
+ X.g B.g C.t A.m E.m
Nf +
-
-
+
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
-
-
-
= Ditemukan = Xylocarpus granatum = Bruguiera gymnorrhiza = Ceriops tagal = Avicennia marina = Excoecaria agallocha
R.a B.c L.l S.a N.f
= Tidak ditemukan = Rhizopora apiculata = Bruguiera cylindrica = Lumnitzera littorea = Sonneratia alba = Nypa fruticans
Jenis vegetasi mangrove yang dijumpai pada semua titik sampling antara lain Xylocarpus granatum, Rhizopora apiculata dan Bruguiera cylindrica. Bruguiera gymnorrhiza, Lumnitzera littorea dan Nypa fruticans hanya dijumpai di titik sampling I, sedangkan Excoecaria agallocha, Ceriops tagal dan Avicennia marina hanya dijumpai di titik sampling III. Spesies Sonneratia alba dijumpai pada titik sampling I dan III. Terlihat spesies yang paling sedikit terdapat pada titik sampling II. 3.1.4. Struktur Komunitas Mangrove Struktur komunitas mangrove di daerah Rindu Laut sangat bervairasi. Ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan mulai dari tingkat pohon, pancang dan semai. Berdasarkan penelitian dan pengolahan data yang telah dilakukan maka diperoleh hasil struktur mangrove pada titik sampling I dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Struktur komunitas vegetasi mangrove pada Stasiun I untuk berbagai tingkat pertumbuhan. Tingkat Pohon (Trees) Jenis
Jml
X.g R.a B.g L.l S.a B.c N.f Jumlah
37 60 17 9 3 3 3 132
K (ind/ha) 411,11 666,67 188,89 100,00 33,33 33,33 33,33 1466,67
KR
F
FR
BA
D
DR
28,03 45,45 12,88 6,82 2,27 2,27 2,27 100,00
0,89 0,56 0,78 0,33 0,11 0,11 0,67 3,44
25,81 16,13 22,58 9,68 3,23 3,23 19,35 100,00
525,258 951,72 393,57 279,09 160,76 17,76
0,58 1,06 0,44 0,31 0,18 0,02
22,56 40,88 16,90 11,99 6,91 0,76
10978,2
2,59
100,00
NP (%) 76,40 102,46 52,36 28,49 12,41 6,26 21,62 300,00
Tingkat Pancang (Sapling) KR
F
FR
BA
D
DR
23 17 5
K (ind/ha) 255,56 188,89 55,56
51,11 37,78 11,11
0,78 0,56 0,33
46,67 33,33 20,00
10,2775 8,4033 3,2503
0,01 0,01 0,00
46,86 38,32 14,82
45
500,00
100,00
1,67
100,00
10978,2
0,02
100,00 300,00
Jenis
Jml
X.g R.a B.g Jumlah
NP (%) 144,64 109,43 45,93
Tingkat Semai (Seedling) Jenis
Jumlah
K (ind/ha)
KR
F
FR
NP (%)
X.g R.a S.a
6 4 6
66,67 44,44 66,67
37,50 25,00 37,50
0,78 0,56 0,33
46,67 33,33 20,00
144,64 109,43 45,93
Jumlah
16
177,78
100,00
1,67
100,00
300,00
Sumber: Data Primer Keterangan:
K F BA D
= Kerapatan (ind/ha) = Frekuensi = Basal Area = Dominasi
KR FR DR NP
= Kerapatan Relatif = Frekuensi relatif = Dominasi Relatif = Nilai penting
Berdasarkan Tabel 5, angka nilai penting (NP) paling tinggi di titik sampling I untuk tingkat pohon terdapat jenis Rhizopora apiculata yaitu sebesar 102,46 % dengan kerapatan pohon sebesar 666,67 phn/ha. Pada tingkat pancang dan semai nilai penting (NP) tertinggi terdapat pada jenis Xylocarpus granatum dengan nilai penting (NP) masing-masing sebesar 144,64 % dan kerapatan pohon masing-masing sebesar 255,56 phn/ha dan 66,67 phn/ha. Pada titik sampling II juga diperoleh struktur komunitas mangrove berdasarkan tingkat pohon, pangcang dan semai. Berikut hasil penelitian dan pengolahan data yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Struktur komunitas vegetasi mangrove pada Titik Sampling II untuk berbagai tingkat pertumbuhan. Tingkat Pohon (Trees) KR
F
FR
BA
D
DR
NP (%)
96
K (phn/ha) 1066,67
72,73
1,00
42,86
1048,88
1,17
67,04
182,63
R.a
30
333,33
22,73
0,89
38,10
469,51
0,52
30,01
90,84
B.c
6
66,67
4,55
0,44
19,05
46,15
0,05
2,95
Jumlah
132
1466,67
100,00
2,33
100,00
1564,54
1,74
100,00
26,55 300,0
Jenis
Jml
X.g
Tingkat Pancang (Sapling) KR
F
FR
BA
D
DR
15 17
K (phn/ha) 166,67 188,89
46,88 53,13
0,44 0,67
40,00 60,00
6,58171 5,26
0,01 0,01
55,56 44,44
32
355,56
100,00
1,11
100,00 11,8461
0,01
Jenis
Jml
X.g R.a Jumlah
NP (%)
142,44 157,57 100,00 300,0
Tingkat Semai (Seedling) Jenis
Jumlah
K (phn/ha)
KR
F
FR
NP (%)
R.a
4
44,44
22,22
0,44
30,77
64,10
X.g
2
22,22
11,11
0,11
7,69
20,19
S.a
4
44,44
22,22
0,22
15,38
40,38
B.g
8
88,89
44,44
0,67
46,15
Jumlah
18
200,00
100,00
1,44
100,00
157,57 282,2
Sumber: Data Primer Keterangan:
K F BA D
= Kerapatan (ind/ha) = Frekuensi = Basal Area = Dominasi
KR FR DR NP
= Kerapatan Relatif = Frekuensi relatif = Dominasi Relatif = Nilai penting
Berdasarkan Tabel 5, angka nilai penting (NP) paling tinggi di titik sampling II untuk tingkat pohon terdapat jenis Xylocarpus granatum yaitu sebesar 182,63 % dengan kerapatan pohon sebesar 1066,67 phn/ha. Pada tingkat pancang dan semai nilai penting tertinggi terdapat pada jenis Rhizopora apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza dengan nilai penting masing-masing sebesar 157,57 % dan kerapatan pohon masing-masing sebesar 188,89 phn/ha dan 22,22 phn/ha. Pada titik sampling III juga diperoleh struktur komunitas mangrove berdasarkan tingkat pohon, pancang dan semai. Berikut hasil penelitian dan pengolahan data yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 6
Tabel 6. Struktur komunitas vegetasi mangrove pada Titik Sampling III untuk berbagai tingkat pertumbuhan. Tingkat Pohon (Trees) KR
F
FR
BA
D
DR
18 22 12 6 19 7 9
K (phn/ha) 200,00 244,44 133,33 66,67 211,11 77,78 100,00
19,35 23,66 12,90 6,45 20,43 7,53 9,68
0,78 0,67 0,56 0,33 0,78
19,44 16,67 13,89 8,33 19,44 13,89 8,33
0,15 0,28 0,17 0,10 0,20 0,05 0,11
14,28 26,18 15,51 9,80 19,05
0,56 0,33
137,176 251,61 149,02 94,13 183,04 46,52 99,4265
NP (%) 55,15 64,28 43,69 25,27 55,16
4,84 10,35
27,06 29,39
93
1033,33
100,00
4,00
100,00
960,91
1,07
100,00
300,00
Jenis
Jumlah
X.g R.a S.a E.a B.c C.t A.m Jumlah
Tingkat Pancang (Sapling) KR
F
FR
BA
D
DR
NP (%)
5 15
K (phn/ha) 55,56 166,67
25,00 75,00
0,22 0,56
28,57 71,43
2,3379 7,21
0,00 0,01
24,49 75,51
78,06 221,94
20
222,22
100,00
0,78
100,00
9,5456
0,01
100,00
300,00
Jenis
Jml
X.g R.a Jumlah
Tingkat Semai (Seedling) Jenis X.g R.a B.c Jumlah
Jumlah 9 6 3 18
K (phn/ha) 100,00 66,67 33,33 200,00
KR 50,00 33,33 16,67 100,00
F 0,78 0,56 0,33 1,67
FR 46,67 33,33 20,00 100,00
NP (%) 144,64 109,43 45,93 300,00
Sumber: Data Primer Keterangan:
K F BA D
= Kerapatan (phn/ha) = Frekuensi = Basal Area = Dominasi
KR FR DR NP
= Kerapatan Relatif = Frekuensi relatif = Dominasi Relatif = Nilai penting
Berdasarkan Tabel 6, angka nilai penting (NP) paling tinggi di titik sampling III untuk tingkat pohon terdapat jenis Rhizopora apiculata yaitu sebesar 64,28 % dengan kerapatan pohon sebesar 244,44 phn/ha. Pada tingkat pancang dan semai nilai penting tertinggi terdapat pada jenis Rhizopora apiculata dan Xylocarpus granatum dengan nilai penting (NP) masingmasing sebesar 221,94 % dan 144,64 % kerapatan pohon masing-masing sebesar 166,67 phn/ha dan 100,00 phn/ha. Hasil pengamatan pada lokasi penelitian diketahui bahwa setiap titik sampling untuk tingkat srtuktur pohon yang memiliki nilai penting (NP) paling tinggi adalah jenis X.granatum 182,63 % didukung dengan kerapatan pohon sebesar 1.066,67 ind/ha, untuk kerapatan pohon terkecil adalah jenis S.alba dan B.cylindrica dengan kerapatan pohon masing sebesar 33,33 ind/ha. Pada tingkat struktur pancang yang memiliki nilai penting (NP)
paling tinggi adalah jenis R.apiculata 221,94% dengan kerapatan 166,67 ind/ha, untuk kerapatan pancang yang paling kecil dimiliki jenis B.cylindrica dengan nilai penting 45,93% dengan kerapatan 55,56 phn/ha. Pada tingkat struktur semai yang memiliki nilai penting (NP) paling tinggi adalah jenis B.gymnorrhiza dengan nilai penting 157.57% dengan kerapatan 88.89 phn/ha, untuk kerapatan semai yang paling kecil dimiliki jenis X.granatum dengan nilai penting 20.19% dengan kerapatan 22,22 phn/ha. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004 tentang kriteria baku dan pedoman penentuan kerusakan mangrove berdasarkan kerapatan pohon dapat diketahui bahwa kondisi hutan mangrove pada titik sampling I, II, dan III tergolong kriteria sedang, karena kondisi pohon yang rapat dan dengan nilai kerapatan 1.466,67 dan 1.033,33 phn/ha. 3.1.5. Indeks Keragaman (H’) Perhitungan indeks keragaman merujuk kepada Shannon-Weaver (dalam Odum, 1971) dilakukan pada setiap stasiun pengamatan. Hasil perhitungan indeks keragaman (H’) pada setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Indeks Keragaman (H’) pada setiap Titik Sampling Pengamatan Titik Sampling Indeks Keragaman(H') I 2,05 II 1,02 III 2,70 Rata-rata 1,92 Sumber: Data Primer Pada masing-masing titik sampling, hasil indeks keragaman berada pada kisaran 1,02 – 2,70. Hal ini menunjukkan bahwa titik sampling I, II dan III berada pada keragaman sedang yang artinya sebaran individu sedang. 3.1.6. Indeks Dominasi (C) Perhitungan indeks dominasi (C) dilakukan pada setiap titik sampling pengamatan. Hasil perhitungan indeks dominasi (C) pada setiap titik sampling pengamatan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Indeks Dominasi (C) pada setiap Titik Sampling Pengamatan Titik Sampling Indeks Dominasi (C) I 0,31 II 0,58 III 0,16 Rata-rata 0,35 Sumber: Data Primer Hasil perhitungan yang diperoleh mengenai indeks dominasi pada setiap titik sampling, dapat dilihat pada titik sampling II mendekati 1 yang berarti ada spesies yang
mendominasi. Sedangkan pada titik sampling I dan II angka mendekati 0 yang berarti tidak ada spesies yang mendominasi. 3.2. Pembahasan Berdasarkan jenis-jenis mangrove yang ditemukan, pada titik sampling I ditemukan 7 jenis, titik sampling II ada 3 jenis, dan pada titik sampling III ada 7 jenis. Pada titik sampling I terdiri dari Xylocarpus granatum, Rhizopora apiculata, Bruguiera cylindrica, Bruguiera gymnorrhiza, Lumnitzera littorea, Sonneratia alba dan Nypa fruticans. Hutan mangrove pada titik sampling ini terletak dikawasan yang tidak terdapat penduduk dan berjarak 100 m dari titik sampling 2. Pada titik sampling II terdiri dari Xylocarpus granatum, Rhizopora apiculata, dan Bruguiera cylindrica. Titik sampling ini terletak dikawasan pertengahan antara titik sampling 1 dan 3. Di area ini terdapat rumah penduduk namun tidak padat dan masih jauh dari hutan mangrove. Jarak titik sampling 2 ini berada 100 m dari titik sampling 1. Pada titik sampling III terdiri dari Xylocarpus granatum, Rhizopora apiculata, Bruguiera cylindrica. Excoecaria agallocha, Ceriops tagal, Avicennia marina dan Sonneratia alba. Titik sampling ini Terletak dikawasan padat penduduk namun masih jauh dari hutan mangrove. Dimana kawasan ini terdapatnya rumah penduduk dan lahan pertanian seperti pohon kelapa dan sawit. Jarak titik sampling 3 ini berada 100 m dari titik sampling 2. Tumbuhan utama yang menjadi ciri khas hutan bakau adalah Avicennia, Sonneratia, Rhizopora, Bruguiera, dan Ceriops (Khazali dalam Yanti 2007). Jenis-jenis mangrove yang ditemukan dikategorikan kedalam mangrove sejati (Noor et al., 1999). Kelompok tumbuhan tersebut adalah tumbuhan yang menentukan ciri dari hutan mangrove menurut sebaran dan merupakan yang sangat eksklusif terikat pada habitat mangrove. Komposisi mangrove yang terdapat di daerah Rindu Laut Kelurahan Purnama sedikit bervariasi pada masing-masing titik sampling. Secara keseluruhan tercatat 6 family dari 10 jenis vegetasi mangrove yang ditemui pada titik sampling pengamatan, yaitu X. granatum, R. apiculata, B. gymnorrhiza, B. cylindrica, C. tagal, L. littorea, A. marina, S. alba, E. agallocha, dan Nypa fruticans. Bila dibandingkan dengan komposisi jenis mangrove di daerah lain seperti yang terdapat di perairan sungai Mampu Kelurahan Tanjung Penyembal Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai hanya terdapat 8 jenis vegetasi mangrove yang terdapat di daerah tersebut (Ahmad, 2011). Kantor Kementerian Negara dan Lingkungan Hidup dalam Rini (2006) menjelaskan bahwa penentu tumbuh vegetasi mangrove berdasarkan faktor lingkungan dan tipe tanah yang meliputi; 1) Tipe tanah yang terdiri dari: (a) tanah keras yang berarti jauh dibelakang garis pantai, kurang dipengaruhi oleh pasang surut, ditumbuhi jenis Bruguiera sp dan Rhizophora sp, bila lebih jauh lagi dari pantai ditumbuhi X.granatum, N.fruticans dan Lumnitzera. (b) tanah lembek atau berlumpur, berarti dipengaruhi pasang surut dan ditumbuhi Avicennia dan Rhizophora, (c) tanah berpasir biasanya langsung dipinggiran pantai berarti ditumbuhi oleh Rhizophora, (d) tanah lempung ditumbuhi oleh Bruguiera, 2) Salinitas, beberapa jenis mangrove akan mati bila kadar garam rendah, sedangkan X.granatum dan Lumnitzera tidak akan subur dengan kadar garam tinggi, 3) Ketahanan terhadap arus dan ombak seperti : Bruguiera, namun ada pula yang cukup tahan yaitu Rhizophora. Tanah yang ditumbuhi oleh mangrove kaya akan bahan organik dan mempunyai nilai nitrogen yang tinggi dan tanah ini banyak mengandung unsur hara.
Hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa dari setiap stasiun penelitian memiliki jumlah dan jenis yang beragam. Pada setiap stasiun penelitian mangrove jenis Xylocarpus granatum dan Rhizopora apiculata memiliki kerapatan dan nilai penting (NP) terbesar dibandingkan jenis lainnya. Semakin tinggi nilai penting suatu spesies, maka semakin besar tingkat penguasaan pada daerah dimana spesies itu ditemukan. Penguasaan suatu jenis terhadap jenis-jenis lain ditentukan berdasarkan indeks nilai penting, volume, biomassa, presentase penutupan tajuk, luas bidang dasar dan banyaknya individu kerapatan (Soerianegara dalam Irwanto, 2006) Berdasarkan hasil analisis data indeks keragaman (H’) pada stasiun I,II, dan III dapat disimpulkan bahwa daerah Rindu Laut memiliki nilai indeks keragaman sedang (1< H’ <3), yang berarti jumlah individu seragam. Dengan kata lain, keragaman jenis mangrove pada daerah Rindu Laut ini termasuk dalam keragaman sedang, artinya sebaran individu sedang. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh With dan Dorris dalam Siagian (2005) dimana jika nilai H’ berada antara 1-3, maka penyebaran individu sedang atau dengan kata lain jumlah individu seragam. Nilai indeks dominansi pada stasiun I, II, dan III menunjukkan bahwa tidak ada spesies tertentu yang mendominasi pada masing-masing stasiun (C mendekati 0). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Simpson dalam Ahmad (2011) dimana apabila nilai C mendekati 0 maka tidak ada jenis yang mendominasi. Berdasarkan keterangan tersebut secara umum dapat diartikan bahwa ekosistem mangrove di daerah Rindu Laut dalam keadaan seimbang dan tidak ada spesies yang mendominasi. Meskipun dari hasil penelitian struktur komunitas mangrove menunjukkan keragaman yang sedang, namun di daerah Rindu Laut juga terdapat kerusakan hutan mangrove akibat abrasi. Hal ini terjadi disebabkan oleh aktifitas manusia sebelumnya yaitu menebang pohon mangrove guna membuka jalur pelayaran untuk kapal para nelayan yang berada di daerah Rindu Laut, yang dimana sebagian dari masyarakat disana berprofesi sebagai nelayan. Dari hasil keterangan wawancara dengan RT setempat, organisasi masyarakat yang berada di daerah Rindu Laut sudah melakukan kegiatan penanaman kembali bibit mangrove. Namun masih ada kendala yang dihadapi oleh masyarakat tersebut yaitu dari beberapa jenis mangrove yang ditanam, hanya sebagian yang dapat bertahan hidup. Hal ini dikarenakan kuatnya arus ombak atau gelombang yang datang ke bibir pantai dan bibit mangrove tersebut sebagian tidak dapat menahan laju arus ombak, sehingga sebagian bibit mangrove ada yang mati dan sebagian ada yang dapat bertahan hidup.
KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Kawasan Mangrove di daerah Rindu Laut Kelurahan Purnama Kecamatan Dumai Barat Kota Dumai memiliki 6 famili dengan 10 jenis vegetasi penyusun komunitas mangrove terdiri dari Xylocarpus granatum, Rhizopora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera cylindrica, Ceriops tagal, Lumnitzera littorea, Avicennia marina, Sonneratia alba, Excoecaria agallocha. Adapun spesies mangrove yang mendominasi di daerah Rindu Laut ini adalah jenis Xylocarpus granatum, Rhizopora apiculata dan Nypa fruticans. Bedasarkan penelitian dan pengukuran mengenai keanekaragaman, kerapatan dan
parameter kualitas air menunjukkan kondisi mangrove di daerah Rindu Laut masih tergolong sedang. Parameter linkungan cukup mendukung pertumbuhan dan perkembangan hutan mangrove, hal ini dapat dilihat dari kondisi perairan dan substrat dasar berlumpur. Perhitungan Nilai Indeks Dominansi (C) yang berkisar 0,16 - 0,58 menunjukkan bahwa secara keseluruhan tidak ada jenis mangrove yang mendominasi dilokasi penelitian. Kerusakan hutan mangrove di daerah Rindu Laut disebabkan oleh aktifitas manusia sebelumnya, sehingga terjadinya abrasi. Namun kerusakan ini sudah diperbaiki oleh organisasi masyarakat disana dengan ditanamnya bibit mangrove disekitar bibir pantai yang mengalami abrasi. Sehingga hutan mangrove yang berada di Rindu Laut dapat kembali terjaga kelestariannya. 4.2. Saran Peneliti menganjurkan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat penyebaran dan pertumbuhan mangrove atau yang berhubungan dengan tingkat regenerasi mangrove dikawasan hutan mangrove di daerah Rindu Laut Kelurahan Purnama Kecamatan Dumai Barat Kota Dumai. Sehingga diharapkan bisa menjadi acuan dalam melakukan pembangunan wilayah pesisir di Kota Dumai.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad. 2011. Struktur Komunitas Hutan Mangrove di Sungai Mampu Kelurahan Tanjung Panyembal Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.55 hal (tidak diterbitkan). Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove.Yogyakarta. 26 hal. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004. Tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor. Odum, E.P.1971.Fundamentals of Ecology. WB. Saunders Company. Philadelphia. 574.pp Rini. 2006. Struktur Komunitas Vegetasi Pantai di Pinggiran Sungai Mesjid Dumai. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. 50 hal (tidak diterbitkan). Siagian, M. 2005, Diklat Kuliah Ekologi Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. 77 Hal. Supriharyono. 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam diWilayah Pesisir Tropis. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yanti, J.M. 2007 Struktur Komunitas Hutan Mangrove di Pulau Tebing Tinggi Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. 64 Hal. Tidak diterbitkan.