bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Mereformasi BPN RI STT NO.1670/ SK/ DITJEN/ STT/ 1900 ISSN 1411-5522 PENERBIT Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia PEMBINA Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia PENASEHAT AHLI Para Deputi dan Inspektur Utama di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Staff Khusus BPN RI PENANGGUNG JAWAB Managam Manurung, SH, M.Kn Sekretaris Utama Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia REDAKTUR Dr. Kurnia Toha, SH, L.LM Kepala Pusat Hukum dan Humas PENYUNTING/EDITOR Drs. D.M. Panggabean, MM Kepala Bidang Hubungan Masyarakat DESAIN GRAFIS DAN FOTOGRAFI Drs. Frederik Warwer Kepala Sub Bidang Pengumpulan Informasi, Media Center dan Hubungan Antar Lembaga Bambang Sugiarto, SH Kepala Sub Bidang Penerangan dan Penyuluhan Masyarakat REDAKSI Suharto, Mukhlisin DESAIN GRAFIS Arif Maulana ANGGOTA Siti Noor Rochmah, S.IP Kepala Sub Bagian Tata Usaha Pusat Hukum dan Humas Tuti Rohayati, SH Irene Pradiptasari Susetyo, S.Hum Nur Adhani, S.Sos Galang Rambu Sukmara, SH Hesty Febriarty Risdianto Prabowo, S.S.IP. ALAMAT REDAKSI Pusat Hukum dan Humas Cq. Bidang Hubungan Masyarakat Jl. Sisingamangaraja No.2, Jakarta 12110 Telp. (021) 722 9751, 739 3939, Pes. 141 Faks. (021) 722 9751
T
ak terasa perjalanan waktu telah membawa kita ke penghujung tahun 2012. Pada edisi akhir tahun ini, Majalah BhumiBhakti menurunkan laporan utama terkait dengan program reformasi birokrasi di BPN RI. Reformasi birokrasi yang dicanangkan ini untuk mendukung dan mengoptimalkan pelaksanaan fungsi dan tugas pokok lembaga ini dalam menjalankan Tupoksinya. Program-program yang dicanangkan di antaranya Sapta Tertib Pertanahan, Sapta Pembaharuan, sampai 12 perintah yang dikeluarkan Kepala BPN RI. Semua ini harus dijalankan jajaran di lingkungan BPN RI, untuk mencapai kinerja yang optimal. Seperti Sapta Tertib itu mencakup tertib administrasi, tertib anggaran, tertib perlengkapan, tertib perkantoran, tertib kepegawaian, tertib disiplin kerja, dan tertib moral. Sementara Sapta Pembaharuan mencakup pembaharuan di bidang sistem rekrutmen pegawai, pembaharuan sistem pendidikan, pembaruan di bidang kode perilaku, pembaharuan di bidang standar minimum profesi, pembaharuan di bidang jenjang karier (career path), pembaharuan di bidang sistem pengawasan. sampai pembentukan Majelis Kehormatan Kode Etik dan Profesi. Program reformasi birokrasi diharapkan bisa berjalan mulus, dengan begitu ke depan BPN RI bakal menjadi lembaga pertanahan yang kuat, profesional, modern, serta mampu menjalankan tugas yang diemban secara optimal dalam mewujudkan tanah bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Itulah sekilas gambaran terkait dengan laporan utama edisi akhir tahun ini. Selain itu, untuk memperkuat lembaga ini, pembaharuan yang sedang diupayakan adalah memperjuangkan adanya payung hukum yang mengatur keberadaan lembaga ini. Perlunya penyusunan UU BPN RI, sesungguhnya hanya merupakan salah satu program pembaharuan di bidang hukum yang terkait dengan masalah dan urusan pertanahan. Sebab, saat ini banyak UU yang terkait pertanahan sering kali pengaturannya saling tumpang tindih. Setidaknya, hasil akhir dari pelaksanaan reformasi birokrasi ini adalah tercapainya sasaran utama reformasi birokrasi. Di antaranya terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Indikatornya meningkatkan penilaian atas Indeks Persepsi Korupsi dan Opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian akan terwujud, meningkatnya kualitas pelayanan publik masyarakat di bidang pertanahan, meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Sementara, rubrik-rubik lain yang tidak kalah menarik, redaksi Majalah BhumiBhakti menyajikan laporan berbagai aktivitas dan dinamika di lingkungan BPN RI. Seperti badan ini melakukan kerja sama melakukan pensertipikatan aset negara. Setidaknya ada 717 bidang tanah miliki Kemenkeu yang sudah selesai dan 3750 bidang tanah yang belum memiliki kepastian hukum yang tersebar di kementerian dan lembaga negara. Rubrik lainnya adalah komitmen BPN memperbaiki pelayanan, mempercepat penyelesaian masalah pertanahan, pembentukan deputi pengadaan tanah, mewujudkan layanan prima, mutasi dan promosi, mewujudkan amanat UUPA, GeoKKP di Sumatera, juknis pengadaan tanah serta tulisan lain terkait dengan sertipikat gratis. Selamat membaca! Bhumibhakti adalah media penyalur kebijaksanaan dan komunikasi di bidang pertanahan. Bhumibhakti menerima naskah/ tulisan/ berita yang terkait dengan dunia pertanahan nasional. Isi tulisan dapat berupa pemikiran, pandangan dan masukan yang bermanfaat bagi penyempurnaan pelaksanaan tugas Badan Pertanahan Nasional serta masalah pertanahan pada umumnya sebagai penjabaran Undang-Undang Pokok Agraria. Tulisan yang dimuat merupakan pandangan pribadi penulis, redaksi berhak merubah tulisan tanpa merubah inti tulisan tersebut. Syarat naskah, artikel atau tulisan: naskah merupakan karya asli dan belum pernah dimuat di media cetak lain. Panjang tulisan maksimum 8 halaman kertas folio, jarak tulisan satu setengah spasi, sedapat mungkin dilengkapi foto-foto, data pendukung, daftar grafis dan foto penulis. Kritik, saran, ide yang dapat dikirim melalui e-mail:
[email protected], dan sertakan alamat dan nomor telepon anda yang dapat dihubungi dan untuk setiap tulisan/ naskah/ berita yang akan dimuat redaksi akan memberikan konfirmasinya terlebih dahulu kepada yang bersangkutan. Bhumibhakti mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu terbitnya Bhumibhakti edisi ini. Bhumibhakti dibagikan secara cuma-cuma atau tidak diperjualbelikan. Dilarang mengutip, menyadur, menyalahgunakan isi dan gambar, memperbanyak, merusak dan menyimpan dalam jumlah banyak secara pribadi tanpa sepengetahuan dan izin Bhumibhakti.
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
daftarisi
Laporan Utama 12 Pejabat BPN Harus Naik Kelas
Nasional 14 BPN Sertifikasi Aset Tanah Negara 18 Mempercepat Penyelesaian Masalah Pertanahan 22 BPN Bentuk Deputi Pengadaan Tanah 23 Tekad Layanan Prima di Hari Agraria
Hal 5
Mendesain Reformasi Birokrasi di BPN RI Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI tengah mencanangkan program reformasi birokrasi. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, ke depan lembaga pertanahan ini memerlukan payung hukum setingkat undangundang.
30 Tugas Penting Mewujudkan Amanat UUPA 32 Pembinaan Teknis GeoKKP Wilayah Sumatera
Nusantara Hal 16
34 Semaraknya Hari Agraria Nasional
Hal 24
Komitmen BPN-Ombudsman RI Perbaiki Pelayanan Pertanahan Gerbong Pelayanan Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Terus Bergerak dan Ombudsman RI terus mengintensifkan kerja sama guna meningkatkan kualitas pelayanan pertanahan. BPN RI memanfaatkan portal untuk mengoptimalkan penanganan pengaduan masyarakat.
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Badan Pertanahan Nasional (BPN) terus melakukan konsolidasi sumber daya manusia (SDM) untuk mengoptimalkan pelayanan pertanahan. Di antaranya melalui mutasi dan promosi.
35 Seminar Tanah Ulayat di Papua 36 BPN Sultra Serahkan 46.263 Sertifikat Gratis 37 Kota Bogor Bagikan 500 Sertifikat Tanah
Laporan Utama
Mendesain Reformasi Birokrasi di BPN RI B
Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI tengah mencanangkan program reformasi birokrasi. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, ke depan lembaga pertanahan ini memerlukan payung hukum setingkat undangundang.
agi Kepala BPN RI, tujuh merupakan angka keramat. Entah kelakar atau serius, itulah pengakuannya. Dan, belum setahun dilantik, mantan Jaksa Agung ini sudah menggulirkan atau mencanangkan sejumlah program mendasar dan strategis di lingkungan lembaga yang bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Laporan Utama baru lima bulan terakhir dipimpinnya. Dan, program-program yang dicanangkannya tersebut berhubungan dengan angka tujuh. Yang pertama adalah Sapta Tertib Pertanahan. Berikutnya reformasi birokrasi yang meliputi tujuh bidang. “Jadi, angka tujuh ini keramat,” ujar Kepala BPN RI sembari tersenyum saat memberikan sambutan pada acara Pembinaan Teknis Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP)/Geo-KKP di Batam, Kepulauan Riau, 31 Oktober 2012. Jika reformasi birokrasi tersebut berjalan mulus, maka ke depan BPN RI akan menjadi lembaga pertanahan yang kuat, profesional, modern, dan mampu menjalankan tugas yang diemban secara optimal untuk mewujudkan tanah bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. “Tapi perlu waktu, dan harus diteruskan oleh siapa pun yang nanti akan menggantikan saya,” katanya. Ketika dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Kepala BPN RI pada 14 Juni 2012, sejumlah pihak sempat meragukan kemampuannya. Sebab, ia seorang jaksa dengan jabatan terakhir Jaksa Agung, dan tidak memiliki latar belakang bidang pertanahan untuk memimpin BPN RI. Namun, keraguan itu terjawab dengan berbagai langkah dan terobosan yang segera digebernya. Hanya dua pekan usai dilantik, Kepala BPN RI langsung menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) di Jakarta, 1 Juli 2012. Rapimnas diikuti oleh para pejabat di lingkungan BPN RI dari seluruh Indonesia, mulai dari Sekretaris Utama, Inspektur Utama, Deputi, Kepala Biro, Direkur, Inspektur, Kepala Wilayah, hingga Kepala Kantor Pertanahan. Selain memperkenalkan diri sebagai Kepala BPN RI yang baru, ia menegaskan tugas yang diamanatkan langsung oleh Presiden. Saat pelantikan, Presiden secara langsung memberikan dua tugas khusus kepada Kepala BPN RI, yaitu menyukseskan pelaksanaan program redistribusi tanah kepada rakyat dan menyelesaikan kasus-kasus pertanahan yang memang masih menjadi masalah besar dan serius di negeri ini. Karena itu, dalam Rapimnas tersebut, Kepala BPN RI menyampaikan pidato yang bertema “Optimalisasi Pena-
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
nganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Pelaksanaan Redistribusi Tanah, dan Pelayanan Pertanahan”. Dua Belas Perintah Untuk menjalankan tugas khusus yang diemban dari Presiden, pada Rapimnas tersebut Kepala BPN RI mengeluarkan 12 perintah yang harus dijalankan oleh semua jajaran di lingkungan BPN RI di seluruh Indonesia. Pertama, maka segenap jajaran BPN diminta lebih aktif melakukan inventarisasi potensi tanah untuk didistribusikan. “Agar tanah yang telah didistribusikan tidak beralih atau dijual kepada pihak lain yang akan mengakibatkan penerima redistribusi tanah akan kembali menjadi buruh tani, maka perlu dikendalikan penggunaan pemanfaatan, penguasaan, dan pemilikan tanah yang telah diredistribusikan,” ujarnya. Kedua, kasus-kasus pertanahan perlu segera dilakukan penanganan secara terencana, cepat, tepat, dan terukur. Ketiga, agar realisasi anggaran dapat mencapai 100%, maka segenap jajaran BPN RI Harus segera mengambil langkah-langkah sebagai upaya percepatan pelaksanaan kegiatan dan merealisasikan program-program yang diusulkan. Targetnya, pada September 2012 realisasi program sudah harus mencapai paling sedikit 60%.
Keempat, harus dilakukan percepatan pendaftaran tanah baik untuk pensertipikatan tanah melalui Prona maupun untuk pendaftaran tanah yang bersumber dari swadaya masyarakat. Kelima, meningkatkan pelaksanaan program Larasita. Dalam hal program Larasita, Kepala BPN RI meminta agar (1) seluruh Kepala Kantor Wilayah melakukan pemantauan dan bimbingan yang intensif terhadap optimalisasi pelaksanaan Larasita; (2) seluruh Kepala Kantor Pertanahan melakukan optimalisasi pelaksanaan Larasita dan melaporkan secara periodik pelaksanaannya kepada Kepala BPN RI melalui Kepala Kantor Wilayah masing-masing; dan (3) Kantor pusat akan memantau dengan cermat pelaksanaan kegiatan tersebut. Keenam, program Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP) harus disempurnakan secara serempak menjadi Ge0-KKP agar mampu memantau dan menyajikan informasi setiap bidang tanah yang sudah terdaftar di BPN RI. Ketujuh, perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan manajerial dan teknis secara maksimal agar target opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2013 tercapai. Kedelapan, berkaitan dengan kebijakan pemberian hak skala besar, dan melihat perkembangan penguasaan ta-
Laporan Utama harus menjadi acuan, dan arah kebijakan prioritas pengelolaan pertanahan dilaksanakan melalui strategi (1) peningkatan jaminan kepastian hukum hak masyarakat atas tanah; (2) penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T), termasuk pengurangan tanah telantar; (3) peningkatan kinerja pelayanan pertanahan; dan (4) penataan dan penegakan hukum pertanahan serta pengurangan potensi sengketa tanah. Kepala BPN RI kemudian menegaskan programprogram strategis BPN RI tahun 2013 yang meliputi pemantapan pelaksanaan Reforma Agraria, termasuk Redistribusi Tanah; percepatan legalisasi aset tanah; penertiban tanah telantar; percepatan penanganan kasus pertanahan; dan optimalisasi pelaksanaan Larasita. nah skala besar oleh perusahaan-perusahaan besar, Kepala BPN RI meminta ada beberapa hal untuk dijadikan perhatian, yaitu (1) pemberian luas tanah skala besar harus dapat menjamin kesejahteraan masyarakat setempat, antara lain melalui pola-pola kemitraan yang adil terhadap hak-hak masyarakat atas tanah; (2) menjamin perolehan tanahnya dan adanya kepastian hukum hak-hak masyarakat atas tanah terselesaikan dengan baik; (3) permohonan hak-hak, khususnya dalam skala besar, harus dipastikan bebas dari perizinan lainnya yang tumpang tindih (seperti perkebunan, kawasan hutan, kawasan tambang, dan wilayah lainnya); (4) evaluasi dan pengawasan pelaksanaan kemitraan yang dilakukan oleh badan hukum khususnya dan masyarakat atas kepemilikan dan pemanfaatan tanahnya (antara lain pola inti-plasma); dan (5) pengendalian, penggunaan, dan pemanfaatan tanah harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan tidak menelantarkan tanahnya. Kesembilan, terkait dengan penataan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan, perlu dilakukan kajian apakah memang perlu membuat RUU Pertanahan atau cukup dengan mengamandemen Undang-Undang Pokok Pertanahan (UUPA). Selain itu, juga perlu dilakukan kajian dan revisi terhadap beberapa Peraturan Pemerintah,
seperti PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan sebagainya. Kesepuluh, perlu dilakukan peningkatan administrasi dan manajemen informasi di bidang pertanahan, sehingga informasi ini selalu siap tersedia pada saat diperlukan. Selain itu, perlu segera ditetapkan Peraturan Kepala BPN RI mengenai Keterbukaan Informasi Publik dan pembentukan pusat pelayanan masyarakat baik di Pusat, di Kantor Wilayah, maupun Kantor Pertanahan. Hal ini sejalan dengan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar BPN RI meningkatkan sistem pelayanan pengaduan masyarakat. Kesebelas, perlu dilakukan perbaikan pelayanan pertanahan baik internal maupun eksternal. Perbaikan pelayanan pertanahan internal meliputi perbaikan sistem manajemen sumber daya manusia (SDM), reward and punishment, transparansi mengenai gratifikasi, eprocurement ULP dan sistem pengaduan internal. Adapun perbaikan pelayanan pertanahan eksternal mencakup tata laksana pelayanan loket pelayanan, pemanfaatan IT, indeks kepuasan masyarakat, dan sistem pengaduan masyarakat. Keduabelas, arah dan kebijakan Pembangunan Nasional Tahun 2012
Program Dua Sapta Setelah menyampaikan keduabelas perintah tersebut, Kepala BPN RI menginstruksikan kepada seluruh jajaran BPN RI baik di pusat maupun di daerah agar mempercepat pelaksanaan program-program prioritas tahun 2012 dan merencanakan dengan baik program-program prioritas tahun 2013 serta tahun-tahun selanjutnya. Setelah itu, Kepala BPN RI mengenalkan kebijakan baru yang disebutnya sebagai Sapta Tertib Pertanahan. “Kepada seluruh jajaran BPN RI agar dapat melaksanakan tugastugas yang diemban melalui Sapta Tertib Pertanahan,” katanya. Kebijakan baru tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Kepala BPN RI Nomor 277 Tahun 2012 tentang Sapta Tertib Pertanahan. Sapta Tertib Pertanahan tersebut meliputi Tertib Administrasi, Tertib Anggaran, Tertib Perlengkapan, Tertib Perkantoran, Tertib Kepegawaian, Tertib Disiplin Kerja, dan Tertib Moral. Dengan kebijakan tersebut, menurut Kepala BPN RI, jajaran di lembaga pertanahan tersebut memiliki pedoman dan payung hukum dalam menjalankan tugas. Selain itu, dengan kebijakan tersebut diharapkan jajaran di BPN RI dapat memberikan pelayanan prima di bidang pertanahan kepada masyarakat dengan moto “Sopan, Santun, Penuh Perhatian” (SSPP). bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Laporan Utama Setelah kebijakan Sapta Tertib Pertanahan, Kepala BPN RI kemudian mencanangkan kebijakan baru yang sangat strategis, yaitu reformasi birokrasi. Seperti halnya pada Sapta Tertib Pertanahan, reformasi birokrasi yang dicanangkan Kepala BPN RI juga meliputi tujuh bidang, yang kemudian disebut Sapta Pembaharuan. Ketujuh pembaruan tersebut Sistem Rekruitmen, Sistem Pendidikan, Kode Perilaku, Standar Minimum Profesi, Pola Jenjang Karier, Sistem Pengawasan, dan Majelis Kehormatan Kode Etik dan Profesi. Dua kebijakan strategis yang masing-masing meliputi tujuh bidang tersebut oleh Kepala BPN RI kemudian ditegaskan lagi dan disosialisasikan pada berbagai kesempatan, termasuk latar belakang diambilnya kebijakan-kebijakan strategis tersebut. Perihal reformasi birokrasi sesungguhnya bukan perkara baru bagi Kepala BPN RI ini. Sebab, ketika masih menjadi Jaksa Agung, ia juga pernah menggulirkan program reformasi birokrasi di Kejaksaan Agung. Berdasarkan pengalamannya, menurut Kepala BPN RI, reformasi birokrasi sebenarnya bukan perkara remunerasi atau kenaikan gaji. “Dulu saya mengira dengan remunerasi, dengan menaikkan gaji, maka akan terjadi reformasi birokrasi. Ternyata saya salah. Sebab, reformasi birokrasi itu sejatinya menyangkut masalah perubahan mindset dan cultureset, perubahan pola pikir dan tingkah laku,” katanya. Perubahan mindset dan cultureset di lingkungan BPN RI itulah yang diinginkannya melalui pencanangan program reformasi birokrasi ini. Karena itu, reformasi dilakukan pada tujuh bidang yang kemudian disebut Sapta Pembaharuan. Yang pertama adalah pembaharuan di bidang sistem rekrutmen pegawai. Menurutnya, sistem penerimaan pegawai di BPN RI harus diperbaiki. Sistem rekrutmen harus dapat menyaring orang yang bagus, baik dari segi intelektual maupun mental. “Saya lebih baik bekerja dengan orang yang memiliki mental baik daripada pintar tapi agak culas,” demikian Kepala BPN RI memberi gambaran.
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Sistem rekrutmen ini, menurutnya, sangat penting karena akan menyaring orang-orang yang kelak akan mengendalikan BPN RI. Saat ini, jumlah pegawai BPN RI di seluruh Indonesia sekitar 20 ribu orang. Dibandingkan dengan beban pekerjaan lembaga, jumlah itu masih sangat kurang. BPN RI, menurutnya, masih memerlukan sekitar 15 ribu orang pegawai. Namun, kekurangan itu tak bisa dipenuhi sekaligus. Karena itu, direncanakan tiap tahun BPN RI akan merekrut 3000 pegawai baru sampai kebutuhan ideal pegawai terpenuhi. Mengingat kebutuhan pegawai baru masih tinggi, lanjut Kepala BPN RI, maka sistem rekrutmennya harus diperbaiki sehingga yang tersaring nantinya adalah hanya orang-orang yang pintar dan bermental bagus. Sebab, sebagus apa pun sistem dan lembaganya, jika orang-orangnya bermental buruk, maka BPN RI akan gagal mengemban tugas mulia dari negara. Kedua, pembaharuan sistem pendidikan. Sistem pendidikan bidang pertanahan, menurut Kepala BPN RI, terutama di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN), harus diperbarui dan disempurnakan. Sistem pendidikan pertanahan, menurut Kepala BPN RI, harus mampu melahirkan lulusan yang tidak hanya pandai, tapi juga mencetak pegawai yang bermoral bagus dan berintegritas tinggi. Karena itu, Kepala BPN RI menginginkan agar teori-teori yang diajarkan jangan terlalu banyak dan terlalu tinggi. Yang perlu diperbanyak justru pendidikan budi pekerti. “Dalam kurikulum, idealnya pendidikan budi pekerti 45 persen dan teorinya 55 persen,” katanya. Kalau teori yang diajarkan terlalu tinggi dan terlalu banyak, dan menomorduakan pendidikan budi pekerti, imbuhnya, sistem pendidikan tersebut hanya akan melahirkan orang-orang yang pandai, namun secara moral masih bermasalah dan integritasnya pun patut dipertanyakan. Dengan sistem rekrutmen dan sistem pendidikan yang baik, Kepala BPN RI menegaskan, maka ke depan akan lahir generasi baru ahli-ahli pertanahan yang bekerja di BPN RI dengan moral dan integritas pribadi yang bagus.
Ketiga, pembaruan di bidang kode perilaku. Kepala BPN RI telah memerintahkan kepada Inspektur Utama untuk menyusun kode perilaku. Kode perilaku ini akan menjadi acuan para pejabat dan pegawai di BPN RI dalam menjalankan tugas. Dengan demikian, nantinya akan ada standar perilaku pegawai di lingkungan BPN RI, misalnya, dalam memberikan pelayanan pertanahan kepada masyarakat. Keempat, pembaharuan di bidang standar minimum profesi. Standar ini diperlukan karena, menurut Kepala BPN RI, para pejabat pertanahan merupakan profesi, dan saat bekerja para pegawai lembaga pertanahan ini semata-mata menjalankan profesi. Dan, jika terjadi kesalahan dalam menjalankan tugas, ranahnya bukan pidana, melainkan pelanggaran kode etik profesi. Kepala BPN RI mengakui, dulu, ketika masih menjadi seorang jaksa, dirinya pernah salah dalam memposisikan kedudukan para pejabat agraria. “Dulu
Laporan Utama menilai apakah seorang pejabat agraria atau pegawai BPN RI telah melakukan pelanggaran terhadap kode etik atau tidak mematuhi standar minimum profesi dalam menjalankan tugas. Majelis Kehormatan ini pula yang kemudian memberikan rekomendasi kepada Kepala BPN RI tentang tindakan atau sanksi apa yang dapat diberikan kepada pejabat agraria atau pegawai BPN RI yang melakukan pelanggaran kode etik atau kesalahan prosedur dalam menjalankan tugas.
saya mengejar-ngejar orang BPN untuk dibawa ke pengadilan. Setelah masuk ke sini, ternyata saya salah. Mereka sedang menjalankan profesinya. Lain soal kalau kasusnya menerima suap,” ujarnya. Karena menjalankan profesi, status para pejabat atau pegawai BPN tak ubahnya seperti profesi lain seperti dokter, kriminolog, dan sebagainya. “Ketika dipanggil ke pengadilan, kedudukannya sebagai saksi ahli,” Kepala BPN RI menegaskan. Dengan adanya standar minimum profesi, ketika terjadi kesalahan, ranahnya adalah ada tidaknya pelanggaran terhadap kode etik profesi, bukan tindak pidana, misalnya dengan dakwaan pemalsuan atau memberikan keterangan palsu. Untuk mendukung pembaharuan di bidang standar profesi ini, Kepala BPN RI akan mengusahakan agar keberadaan BPN RI tidak lagi diatur melalui Keputusan Presiden (Keppres), melainkan diatur dengan undang-undang (UU) khusus tentang BPN. “Jadi, ke depan BPN itu
harus dipayungi dengan undang-undang, bukan hanya dengan Kepres, dan di situ disebutkan bahwa tugas BPN itu adalah profesi,” ujarnya. Kelima, pembaharuan di bidang jenjang karier (career path). Pola penjenjangan karier di lingkungan BPN RI akan diatur dan dibuat sedemikian rupa sehingga regenerasi dan pencapaian karier setiap pegawai berjalan mulus. Sistem baru ini juga didesain agar terjadi persaingan yang sehat di antara pegawai BPN RI dengan reward and punishment berdasarkan kinerja. Keenam, pembaharuan di bidang sistem pengawasan. Selama ini pengawasan di lingkungan BPN RI dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2009. Agar pelaksanaan pengawasan lebih efektif dan tepat sasaran, Kepala BPN RI menganggap perlu dilakukan penyempurnaan. Ketujuh, pembentukan Majelis Kehormatan Kode Etik dan Profesi. Majelis Kehormatan inilah nantinya yang akan
Berpayung UU Itulah program strategis yang dicanangkan Kepala BPN RI sejak dilantik pada Juni 2012 lalu. Dengan kebijakan strategis tersebut, ia berharap ke depan BPN RI berubah menjadi lembaga yang benar-benar modern dan profesional dan dapat berfungsi dan bekerja secara maksimal di bidang pertanahan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, ia mengingatkan bahwa untuk menuju ke sana memerlukan waktu dan proses yang panjang. “Tidak segampang membalik telapak tangan,” tandasnya. Karena itu, dari tujuh pembaharuan tersebut, menurut Kepala BPN RI, ada yang dikelompokkan menjadi program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Misalnya, pembaharuan sistem pengawasan, standar minimum profesi dan kode etik, serta pola jenjang karier dapat dikelompokkan menjadi program jangka pendek, bisa dijalankan pada tahun 2012-2013. Pembaharuan sistem rekrutmen, sistem dan kurikulum pendidikan, dan pembentukan Majelis Kehormatan Kode Etik dan Profesi dapat dikelompokkan menjadi program jangka menengah. Sedangkan, pembaharuan yang berkaitan dengan payung hukum profesi, yaitu penyusunan UU yang mengatur keberadaan lembaga ini, termasuk program jangka panjang. “Jadi, memang harus sabar,” ujarnya. Wacana penyusunan UU yang mengatur BPN, menurut Kepala BPN RI, juga sudah sempat dibicarakan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI. Kesimpulannya, baik Komisi II DPR RI maupun BPN RI sepakat bahwa lembaga pertanahan ini harus bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Laporan Utama
memiliki payung hukum setingkat UU, meskipun dengan dasar pemikiran yang berbeda. Bagi Kepala BPN RI, payung hukum setingkat UU diperlukan untuk melindungi BPN sebagai lembaga profesi bidang pertanahan. Sementara itu, bagi Komisi II DPR RI, UU tersebut diperlukan untuk memastikan bahwa bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya tetap dikuasai oleh negara. Dijelaskan Kepala BPN RI, bidang pertanahan merupakan salah satu bidang atau urusan yang tidak bisa diotonomikan atau wewenang pengaturannya oleh pusat diserahkan ke daerah, seperti urusan keamanan, luar negeri, agama, pengadilan, moneter, dan pertanahan. Bahkan, dalam menjalankan fungsinya, BPN RI menggunakan payung hukum setingkat UU. Penyusunan UU BPN RI, sesungguhnya hanya merupakan salah satu program pembaharuan di bidang hukum yang terkait dengan masalah dan urusan pertanahan yang sedang dipersiapkan. Sebab, menurutnya, saat ini banyak UU yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan masalah pertanahan yang, sayangnya, antara satu dan lainnya kadang tumpang tindih dan bertolak belakang. Saat menjadi keynote speaker dalam acara peringatan setahun wafatnya pa-
10
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
kar hukum agraria Prof Boedi Harsono pada 18 Oktober 2012, Kepala BPN RI menjelaskan soal tata hukum pertanahan secara lebih gamblang. Hukum Tanah Nasional (HTN), jelasnya, mengacu pada politik agraria yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Prinsip-prinsip yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan UUPA. Sebagai peraturan dasar, lanjut Kepala BPN RI, UUPA memerlukan peraturan-peraturan lainnya yang akan menyempurnakan dan melengkapi ketentuan-ketentuan yang telah ada. Karena itu, dalam beberapa pasal UUPA ditegaskan perlunya pengaturan lebih lanjut, baik dalam bentuk UU, PP, maupun peraturan perundangan lainnya. Saat ini, sedikitnya terdapat 14 UU yang juga mengatur masalah agraria, antara lain UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem; UU Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan
dengan Tanah; UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan; UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi; UU Nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi; UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan; UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan; UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Terkecil; UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; “Walaupun berbagai UU tersebut merupakan ketentuan lebih lanjut dari UUPA, dalam kenyataannya, semangat, konsepsi, dan asas-asas dasarnya banyak yang tidak sesuai dengan UUPA. Bahkan, banyak di antaranya yang tidak sinkron, tidak harmonis, serta tumpang tindih antara satu dengan yang lainnya. Hal ini menyebabkan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yaitu terciptanya sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sulit tercapai. Bahkan, ketentuan-ketentuan yang saling tumpang tindih tersebut menjadi salah satu penyebab meningkatnya sengketa dan konflik di bidang agraria/pertanahan,” demikian Kepala BPN RI memberi penjelasan. Karena itulah, BPN RI kini sedang giat-giatnya melakukan inventarisasi, identifikasi, sinkronisasi, dan harmonisasi peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Selain itu, juga sedang dipersiapkan rancangan peraturan perundang-undangan lainnya di bidang pertanahan sebagaimana diamanatkan UUPA. “Kami mengajak para pemangku kepentingan bidang pertanahan melakukan kajian-kajian agar amanat konstitusi bahwa bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat dapat tercapai,” ujar Kepala BPN RI. Gagasan untuk menyusun UU BPN dan harmonisasi berbagai UU yang berhubungan dengan bidang pertanahan tersebut didukung praktisi manajemen
Laporan Utama aset dan penilai (appraiser) senior Doli D Siregar. Sebagai lembaga yang diberi wewenang mengurus masalah pertanahan nasional, tugas BPN memang sangat luas dan strategis karena menyangkut aset atau kekayaan negara berupa tanah beserta isi yang terkandung di dalamnya. Karena itu, ia juga sependapat bahwa keberadaan BPN sudah selayaknya diatur oleh peraturan perundang-undangan setingkat UU. Hanya, ia menambahkan, penyusunan UU BPN tersebut juga harus disatupaketkan atau disinkronkan dengan sejumlah UU yang terkait, seperti UU Pengelolaan Aset Negara, UU Penilai, dan sebagainya. “Agar tidak lagi terjadi tumpang tindih atau tabrakan antara UU satu dengan UU lainnya,” katanya. Selain itu, lanjutnya, harmonisasi antar-UU yang berhubungan dengan masalah agraria memang sudah mendesak untuk dilakukan. “Agar seluruh aset negara, terutama yang berupa tanah dan seluruh isi yang terkandung di dalamnya, terkelola dengan baik dan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat,” ujar Doli D Siregar. Kepala BPN RI menyadari bahwa apa yang dirintisnya saat ini baru merupakan peletakan fondasi bagi penataan lembaga dan pengaturan pertanahan. Tidak mungkin dapat diselesaikan dalam
waktu dua tahun sesuai dengan masa jabatannya. Karena itu, ia berharap segenap jajaran BPN RI dan para pemangku kepentingan bidang pertanahan terus mengawal upaya yang dirintisnya saat ini. “Ini program antargenerasi. Jadi, generasi berikutnya yang harus mengawal sampai cita-cita itu tercapai. Masa, dari 20 ribu orang pegawai BPN tidak ada yang bisa mengawal dan meneruskan program ini,” ujar Kepala BPN RI. Untuk menyukseskan program reformasi tersebut, Kepala BPN RI sudah membentuk Tim Pengarah dan Tim Pelaksana Reformasi Birokrasi BPN RI. Ia berharap tim bisa bekerja cepat agar program reformasi birokrasi segera terwujud. Ketika memberikan pengarahan kepada Tim Pengarah dan Tim Pelaksana pada 30 Oktober 2012, Kepala BPN RI menegaskan bahwa, jika reformasi birokrasi ini sukses, sebagai lembaga pemerintah BPN RI akan memperoleh sejumlah manfaat, antara lain kepercayaan publik kepada BPN RI dalam melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pertanahan akan meningkat; BPN RI akan menjadi lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral semakin handal; meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja, layanan publik serta bersih
Pemotongan tumpeng oleh Kepala BPN RI didampingi oleh Ibu Hendarman Supandji pada acara Hari Agraria Nasional.
Doli D Siregar
dari praktek KKN; dan menguatnya sistem dan budaya kerja yang kondusif bagi pegawai. Selain itu, lanjut Kepala BPN RI, reformasi birokrasi juga akan memberi manfaat bagi PNS secara pribadi, antara lain akan mendapat reward atau tunjangan kinerja yang berbanding lurus dengan capaian kinerja individual; sistem budaya kerja yang kondusif, sehingga dapat meningkatkan profesionalitas, pelayanan publik, dan integritas personal; pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara menjadi lebih optimal; dan kerja, sebagai bagian dari ibadah, menjadi lebih optimal dan barokah. Sesuai dengan grand design reformasi birokrasi di BPN RI 2010-2025, ujar Kepala BPN RI, hasil akhir dari pelaksanaan reformasi birokrasi ini adalah tercapainya sasaran utama reformasi birokrasi, yaitu terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, dengan indikator penilaian meningkat adalah Indeks Persepsi Korupsi dan Opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian akan terwujud; meningkatnya kualitas pelayanan publik masyarakat di bidang pertanahan, dengan indikator penilaian adalah Indeks Kemudahan Berusaha dan Indeks Integritas Pelayanan Publik; meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, dengan berlandaskan Sapta Tertib Pertanahan, dengan indikator penilaian Indeks Efektifitas Pemerintahan dan Instansi Pemerintah yang akuntabel. q bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
11
Laporan Utama
Pejabat BPN Harus Naik Kelas Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI terus menggulirkan berbagai program pembenahan, mulai dari seragam pegawai hingga standar pelayanan.
A
da Sapta Tertib. Ada Sapta Pembaharuan. Itulah tema besar perubahan yang sedang bergulir di lingkungan BPN RI sejak Kepala BPN RI Hendarman Supandji dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 14 Juni 2012. Cakupannya sangat luas, mulai dari soal pengaturan seragam pegawai, standar pelayanan, hingga penyusunan undang-undang.
12
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Sapta Tertib Pertanahan adalah kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan pertanahan yang meliputi meliputi Tertib Administrasi, Tertib Anggaran, Tertib Perlengkapan, Tertib Perkantoran, Tertib Kepegawaian, Tertib Disiplin Kerja, dan Tertib Moral. Sementara itu, Sapta Pembaharuan merupakan program reformasi birokrasi di lingkungan BPN RI yang mencakup pembaruan Sistem
Rekruitmen, Sistem Pendidikan, Kode Perilaku, Standar Minimum Profesi, Pola Jenjang Karier, Sistem Pengawasan, dan Majelis Kehormatan Kode Etik dan Profesi. Kebijakan tersebut dibuat karena adanya kenyataan bahwa semakin lama sengketa dan konflik pertanahan masih terus terjadi. Kuncinya, menurut Kepala BPN RI, adalah the man behind the gun. Karena itulah, untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan sengketa dan konflik pertanahan dan meningkatkan kualitas pelayanan pertanahan, yang harus ditata dan dibangun lebih dulu di lingkungan BPN RI adalah manusianya,
Laporan Utama sumber daya manusia (SDM). “Karena semua akan tergantung pada orangnya,” ujarnya. Untuk perbaikan SDM, salah satu yang memperoleh perhatian Kepala BPN RI adalah penataan pola jenjang karier (career path). Dengan pola jenjang karier yang baik, regenerasi, kenaikan pangkat, atau pengisian jabatan akan mengalur dengan baik pula. Dengan demikian, akan terbangun persaingan yang sehat, dan semua ukurannya berbasis kinerja. “Jangan lagi ada pegawai yang umurnya sudah 53 tahun tapi jabatannya masih saja kepala subseksi,” kata Kepala BPN RI. Dalam pola jenjang karier yang baru, menurut Kepala BPN RI, harus ada pengelompokan umur pegawai berdasarkan eselonisasi. Katakanlah, jika pada umumnya pegawai yang baru masuk ke BPN RI usianya antara 24-25 tahun dan memasuki masa pensiun pada usia 56-60 tahun, maka rata-rata masa kerja setiap pegawai 30-35 tahun. Dalam rentang masa kerja 30-35 tahun tersebut, setiap pegawai harus bisa menapaki jenjang eselon dalam kurun waktu tertentu, mulai dari Eselon V, IV, III, II, hingga I. Misalnya, umur 25-30 kelompoknya Eselon V, umur 30-40 Eselon IV, umur 40-50 Eselon III, dan umur 50-60 Eselon II dan I. “Kalau umur 53 masih di Eselon IV, berarti ada yang salah, dan sistemnya juga harus diperbaiki,” kata Kepala BPN RI. Dengan pengelompokan tersebut, bisa dibuat asumsi bahwa jumlah karyawan untuk jabatan dengan Eselon V 20.000, Eselon IV 2.000, Eselon III ada 2.700, dan untuk Eselon II lebih kecil lagi, mungkin 125 atau 130 orang, dan Eselon I hanya beberapa. Jadi, jumlahnya akan mengerucut dalam pengelompokan eselon. Semakin tinggi eselonnya jumlahnya kian kecil. Selain dikelompokkan berdasarkan tingkatan eselon, tiap jenjang kepangkatan dan jabatan juga akan dikelompok-kelompokkan lagi ke dalam kelas. Misalnya, untuk tiap eselon ada kelas A, B, dan C. Untuk jabatan Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah), misalnya, ada Kakantah Kelas A, B, dan C. Dengan pengelompokan seperti itu,
mutasi dan promosi diharapkan bisa berjalan mulus dan mengalir dengan baik. Tidak ada lagi seorang pegawai yang selama puluhan tahun eselonnya tidak naik-naik, dan jabatannya pun tetap kepala subseksi. Selain pengelompokan dan pengelasan tersebut, aturan tentang pakaian atau seragam pegawai juga dibuat baru. Bahkan, Kepala BPN RI sudah menerbitkan Peraturan Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pakaian Dinas. Dengan pakaian dinas baru ini, diharapkan penampilan pegawai di BPN lebih rapi, necis, elegan, tidak lagi tampak kumuh. “Agar tidak lagi tampak kumuh. Saya lihat, kadang pakaian Pak RT, Pak RW, Pak Camat, atau pejabat BPN tidak ada bedanya,” ujar Kepala BPN. Model pakaian dinas yang baru ada lima bentuk, lengkap dengan tanda kepangkatan dan jabatan, tak ubahnya dengan tradisi pakaian dinas di kemiliteran. Jadi, Kepala Kantor atau Kepala Wilayah, misalnya, menggunakan tanda kepangkatan dan jabatan yang berbeda, sesuai dengan kelasnya pula. Dengan seragam baru, diharapkan juga meningkatkan semangat kerja profesional di lingkungan BPN RI. “Sebab, pakaian juga bisa menjadi kebanggaan korps kita,” Kepala BPN RI
menegaskan. Selain itu, masalah kesejahteraan pegawai juga akan ditingkatkan melalui sistem reward and punishment yang baru. Salah satunya, misalnya, untuk mutasi atau promosi yang tidak boleh lagi lebih dari lima tahun, biaya perpindahan tempat kerja harus dibebankan kepada lembaga. Termasuk untuk tempat tinggal akibat terjadinya perpindahan tempat kerja. Dengan demikian, meskipun harus mengikuti ketentuan mutasi, misalnya, kesejahteraan pegawai tetap terjamin. “Tidak boleh lagi ada Kepala Kantor Pertanahan yang masih tinggal di kontrakan. Ini bisa menurunkan martabat BPN. Harus ada tempat tinggal yang layak,” katanya. Karena itu, Kepala BPN RI juga memerintah agar dilakukan pendataan semua Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan yang belum memiliki rumah dinas. Jika belum ada akan dibangun rumah secara layak. Yang sudah namun belum layak, harus dilakukan perbaikan. Pendeknya, seluruh pejabat dan pegawai di lingkungan terjamin hak-haknya untuk hidup layak. Tujuannya, agar mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. q bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
13
Nasional
BPN Sertipikatkan Aset Tanah Negara Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menandatangani naskah kerja sama untuk pensertipikatan 717 bidang tanah milik Kemenkeu. BPN RI juga akan akan melakukan pensertipikatan aset atas 3750 bidang tanah yang belum memiliki kepastian hukum di seluruh Kementerian dan Lembaga Negara.
P
enandatanganan naskah kerja sama tersebut dilakukan oleh Kepala BPN RI Hendarman Supandji dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo di Jakarta, 2 Oktober 2012. Menteri Keuangan Agus Martowardojo menjelaskan, saat ini Kemenkeu punya 3.713 bidang tanah. Dari jumlah itu, sebanyak 717 bidang tanah belum disertipikatkan. Pensertipikatan diperlukan, menurutnya, agar penertiban barang milik negara, terutama tanah, dapat menjadi lebih tertib administrasi dan memiliki kejelasan hukum. “Untuk proses pensertipikatan ini perlu kerja sama dengan BPN RI,” ujar Menteri Keuangan. “Nota kesepahaman Kemenkeu dan BPN ini merupakan salah satu upaya dan langkah nyata pemerintah dalam rangka menyelesaikan sertipikat tanah sebagai langkah pengamanan hukum barang milik negara,” imbuhnya. Dalam kerja sama pensertipikatan ini, Kemenkeu bertugas melakukan inventarisasi, identifikasi, dan verifikasi yang kemudian dimohonkan pensertipikatan tanahnya serta menunjukkan letak dan batas bidang tanah. Selain itu, Kemenkeu juga bertugas menyiapkan dan menyampaikan dokumen yang berkaitan dengan bukti perolehan dan pernyataan penguasaan fisik tanah dan persyaratan lain bagi tanah yang belum bersertipikat. Pensertipikatan tanah milik Ke-
14
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
menkeu ini meliputi pendaftaran tanah pertama kali untuk tanah yang belum bersertipikat dan perubahan nama untuk tanah yang sudah bersertipikat menjadi nama Pemerintah Republik Indonesia cq Kemenkeu. Nota kerja sama ini berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan kesepakan antara Kemenkeu dan BPN RI. “MoU ini diteken dalam rangka pengamanan Barang Milik Negara berupa tanah milik Kemenkeu,” kata Menteri Keuangan. Kepala BPN RI Hendarman Supandji menegaskan, melalui kerja sama ini BPN RI akan memberikan prioritas pelayanan, sehingga terlaksana percepatan pengurusan hak dan penerbitan sertipikat tanah Kemenkeu. “Kesepakatan bersama ini punya makna penting dalam rangka melakukan tata kelola Barang Milik Negara dalam lingkungan Kementerian dan Lembaga, sehingga diharapkan pemerintah bisa mengelola Barang Milik Negara dengan lebih akuntabel,” kata Kepala BPN RI. Dalam kerja sama ini, BPN RI bertugas dan bertanggung jawab menyelesaikan percepatan pensertipikatan tanah Kemenkeu sesuai peraturan perundang-undangan dan menyelesaikan percepatan proses perubahan nama menjadi nama Pemerintah cq Kementerian Keuangan. Dijelaskan juga, dalam proses pensertipikatan ini, bidang tanah tersebut akan dibagi atas empat kategori, yaitu aset Barang Milik Negara yang
Kepala BPN RI Hendarman Supandji dan Menteri Keuan 2 Oktober 2012.
telah didaftarkan, aset yang belum didaftarkan, aset yang bermasalah, dan aset Barang Milik Negara yang harus dibalik nama atas nama pemerintah. “Yang belum disertipikat 717 sekian, sehingga harus di-breakdown, berapa yang sudah valid, berapa yang masih sengketa, berapa yang sebetulnya sudah bisa diberi nama untuk asetnya Kemenkeu, dan berapa yang belum terdaftar dari empat kategori itu,” ujar Kepala BPN RI. Sementara itu, menurut Kepala BPN RI, BPN RI juga berencana untuk melakukan pensertipikatan terhadap Barang Milik Negara berupa tanah bagi semua Kementerian dan Lembaga Negara. Hingga 2014, ditargetkan ada sekitar 3.750 pensertipikatan tanah dapat selesai. “3.750 itu kan untuk semua departemen, yang saya sampaikan itu untuk semua departemen. Kita membutuhkan anggaran untuk 3.000 sekian,” ujar Kepala BPN RI. Diimbuhkan, untuk anggaran penser-
Nasional
ngan Agus Martowardojo menandatangani naskah kerja sama sertifikasi aset tanah negara di Jakarta,
tipikatan sekitar 3.000 bidang tanah baru akan dibahas dengan DPR. Menurutnya, pihaknya telah mengusulkan anggaran untuk 33 provinsi dengan ada 6.000 kantor pertanahan. “Semua departemen punya aset-aset yang belum disertipikat, nanti 2013 kita targetkan 300 sekian, 2014 berapa ribu, yang akhirnya semua tanah harus disertipikatkan,” Kepala BPN RI menegaskan. Ditegaskan lagi oleh Kepala BPN RI, pensertipikatan tanah milik K/L sudah didelegasikan kepada pemerintahan daerah. Karenanya, penseripikatan bisa dilakukan kepala kantor pertanahan setempat, dan akan lebih cepat. “Dulu kan harus ke Kepala BPN, sekarang saya limpahkan ke kepala kantor daerah untuk bisa menyelesaikan, jadi biar lebih cepet,” jelas Kepala BPN RI sembari menambahkan bahwa sekitar 3.000 bidang tanah milik Kementerian dan Lembaga Negara tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Menurut Kepala BPN RI, sebenarnya sudah sejak tahun 2004 Pemerintah telah mengamanatkan kepada seluruh Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah agar mendaftarkan seluruh asetnya kepada BPN RI sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara jo Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 186/ PMK.06/2009 dan Nomor 24 Tahun 2009 tentang Pensertipikatan Barang Milik Negara Berupa Tanah. Sejalan dengan amanat UU tersebut, maka perlu seluruh Kementerian dan Lembaga untuk dapat membangun database atas aset Barang Milik Negara, sehingga diharapkan dari database dimaksud dapat dipetakan aset ke dalam 4 (empat) kategori aset Barang Milik Negara yaitu, Aset Barang Milik Negara yang telah didaftarkan (bersertipikat), yang belum didaftarkan, yang masih bermasalah (termasuk sengketa), dan
yang sudah didaftar tetapi masih perlu dibalik nama kepada/atas nama Pemerintah Republik Indonesia cq Kementerian/Lembaga. Dalam upaya percepatan pendaftaran aset Barang Milik Negara tersebut, BPN telah menerbitkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu, Peraturan tersebut, lanjut Kepala BPN RI, bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat kegiatan sertipikat aset Barang Milik Negara. Sebab, Peraturan tersebut mengatur pelimpahan kewenangan penandatanganan sertipikat kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang semula kewenangan ini menjadi tugas Kepala Badan Pertanahan Nasional RI. Ditambahkan Kepala BPN RI, upaya pensertipikatan tanah milik Kementerian dan Lembaga tersebut akan terealisasi dengan baik dan cepat apabila didukung oleh Kementerian dan Lembaga terkait. Bentuk dukungan yang dimaksud di antaranya berupa ketersediaan anggaran, kejelasan atas aspek fisik aset Barang Milik Negara, aset Barang Milik Negara terlepas dari sengketa, dan kejelasan dokumen kepemilikan aset barang milik negara yang sering kita sebut bukti Hak Atas Tanah. BPN RI, untuk tahun anggaran 2013 menargetkan kegiatan penerbitan sertipikat aset Barang Milik Negara Instansi Pusat sebanyak 232 bidang dan inisiatif baru pusat dan daerah sebanyak 20.000 bidang. Anggarannya sedang dibahas Komisi II DPR RI. “Harapan kita, kegiatan ini akan terus berlanjut dari tahun ke tahun sehingga kegiatan pensertipikatan aset Barang Milik Negara dapat diselesaikan seluruhnya. Selain itu, agar pengelolaan aset Barang Milik Negara lebih profesional, akuntabel, dan sekaligus dapat berkontribusi untuk mendapatkan nilai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) di dalam penyelenggaraan tata kelola aset Barang Milik Negara,” tutur Kepala BPN RI. q bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
15
Nasional
Kepala BPN RI Hendarman Supandji saat memberi sambutan pada acara Rapat Koordinasi dengan Ombudsman RI di Jakarta, 5 Oktober 2012.
Komitmen BPN-Ombudsman RI Perbaiki Pelayanan Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI dan Ombudsman RI terus mengintensifkan kerja sama guna meningkatkan kualitas pelayanan pertanahan. BPN RI memanfaatkan portal untuk mengoptimalkan penanganan pengaduan masyarakat.
B
PN RI kembali menggelar Rapat Koordinasi dengan Ombudsman RI di Jakarta, 5 Oktober 2012. Dalam Rapat Koordinasi ini, dari jajaran BPN RI yang hadir adalah Kepala BPN RI Hendarman Supandji, Sekretaris Utama, Inspektur Utama, dan para Deputi di lingkungan BPN RI. Dari Ombudsman RI, yang hadir adalah Ketua, Wakil Ketua, dan para anggota Ombudsman RI.
16
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Menurut Kepala BPN RI, Rapat Koordinasi dengan tema “Menjamin Hak Masyarakat untuk Memperoleh Kualitas Pelayanan Publik yang Baik di Bidang Pertanahan” ini merupakan kelanjutan dari penandatanganan nota kesepahaman antara BPN RI dengan Ombudsman RI pada 25 Juli 2011. Nota kesepahaman tersebut meliputi kerja sama percepatan penyelesaian laporan atau pengaduan masyarakat; pening-
katan kapasitas apatur penyelenggara pelayanan pertanahan, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan pertanahan. Rapat Koordinasi kali ini dikhususkan untuk menindaklanjuti kerja sama antara BPN RI dengan Ombudsman bidang percepatan penyelesaian laporan atau pengaduan masyarakat. Kerja sama ini dimaksudkan sebagai upaya peningkatan pencegahan terhadap potensi penyalahgunaan kewenangan petugas pelayanan dan pengawasan. Targetnya adalah tersedianya sarana pengaduan masyarakat dan proses pengelolaan pengaduan masyarakat secara responsif melalui portal BPN RI (www.bpn.go.id). Saat ini, ada 50 Kantor Pertanahan yang dijadikan pilot project pengaduan ma-
Nasional syarakat dan proses pengelolaan pengaduan masyarakat secara responsif melalui portal. Sampai dengan September 2012, seluruh pengaduan masyarakat sudah direspons dengan baik dan 85% telah ditindaklanjuti. “Rapat koordinasi kali ini dimaksudkan untuk mewujudkan kualitas pelayanan publik di bidang pertanahan, sehingga kedua institusi dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif,” ujar Kepala BPN RI. Diakui Kepala BPN RI, kualitas pelayanan publik di bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh BPN RI masih jauh dari harapan masyarakat. Untuk memenuhi harapan masyarakat tersebut, lanjutnya, masih diperlukan kerja keras, komitmen tinggi, dan profesionalisme dari seluruh keluarga besar BPN RI. Karena itu, Kepala BPN RI mengaku masih perlu dilakukan pembenahan dan perbaikan pada semua kantor, termasuk untuk sektor sumber daya manusianya. “Reformasi birokrasi harus secara terus menerus dilakukan dan menjadi program yang terencana serta berkesinambungan. Reformasi birokrasi pada dasarnya ditujukan untuk melakukan perubahan mindset dan cultural set. Mengubah pola pikir dan kebudayaan sebagai pejabat yang harus dilayani menjadi abdi negara dan abdi masyarakat. Dari mental yang minta dilayani menjadi pelayan masyarakat,” Kepala BPN RI menjelaskan. Terkait dengan hal tersebut, BPN RI melalui Peraturan Kepala Badan Pertanahan RI Nomor 1 Tahun 2010 telah menetapkan Standar Pelayanaan dan Pengaturan Pertanahan. Tujuan ditetapkannya peraturan ini adalah untuk mewujudkan transparansi pelayanan pertanahan yang meliputi persyaratan dan biaya yang diperlukan serta waktu penyelesaian. Dalam pemantauan kami, Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan telah berjalan semakin baik, pengaduan dan keluhan-keluhan pelayanan juga semakin berkurang. Dijelaskan Kepala BPN RI, beban kerja pelayanan pertanahan memang sangat tinggi. Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, misalnya, memiliki lebih
dari 1.000 pelayanan rutin per bulan. Karena tingginya beban tersebut, terkadang ada beberapa pelayanan yang melebihi batas waktu yang ditentukan di dalam Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan. Hal tersebut, kata Kepala BPN RI, dikarenakan antara lain adanya sistem kearsipan dan mekanisme proses yang belum didukung sepenuhnya oleh sistem komputerisasi, terbatasnya ruang penyimpanan arsip (warkah/buku tanah), dan yang paling penting adalah terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM). Dari hasil analisis jabatan yang telah dilakukan pada awal 2012, menurut Kepala BPN RI, standar minimal pegawai yang seharusnya dimiliki BPN RI untuk mendukung kinerja adalah sebanyak 35.613 orang. Sementara itu, jumlah pegawai yang ada saat ini sebanyak 20.668 orang. Dari hasil analisa beban kerja, BPN RI masih kekurangan pegawai sebanyak 14.945 orang. Kondisi seperti ini sangat mempengaruhi kinerja lembaga. “Kiranya hal ini perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak, khususnya Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB),” ujar Kepala BPN RI. Geo KKP Untuk menekan terjadinya kesalahan data base pertanahan, lanjut Kepala
BPN RI, pihaknya mengembangkan sistem Geospatial Komputerisasi Kantor Pertanahan (Geo-KKP). Dengan sistem ini, setiap bidang tanah dapat terekam dengan baik dan benar. Selain itu, GeoKKP mampu mendorong peningkatan pelayanan publik di bidang pertanahan, dan pengguna layanan pertanahan (pemohon) dapat memonitor secara langsung posisi berkas melalui layar monitor yang tersedia di ruang tunggu Kantor Pertanahan. Dengan sistem ini, pelayaanan kepada masyarakat dapat berjalan secara transparan, cepat, tidak diskriminatif, akuntabel, serta bebas pungli. Dalam rangka percepatan penanganan pengaduan masyarakat dan penyelesaian masalah-masalah pertanahan dan kasus-kasus yang strategis dan mencuat, Kepala BPN RI telah membentuk Tim 11 (Sebelas) dan Tim Ad-hoc. Tim serupa juga dibentuk pada tingkat Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan untuk penanganan pengaduan masyarakat dan penyelesaian kasus-kasus di daerah dengan pola penyelesaian yang sama. “Jadi, BPN RI akan proaktif dalam mengambil inisiatif untuk menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan berdasarkan prinsip win-win solution, tidak hanya berdasarkan hukum tertulis, tetapi lebih pada prinsip keadilan dan prinsip tanah untuk kemakmuran rakyat,” jelas Kepala BPN RI. q bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
17
Nasional
Kepala BPN RI Hendarman Supandji membuka Rakornis dengan menabuh gong di Jakarta, 22 Oktober 2012.
Mempercepat Penyelesaian Masalah Pertanahan Dua bulan menjelang tutup tahun 2012, Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI terus melakukan konsolidasi guna mengoptimal kinerja lembaga dalam pelayanan pertanahan. Serangkaian rapat koordinasi digelar untuk mencari terobosan baru.
P
ada 8-11 Oktober 2012, BPN RI menggelar Rapat Koordinasi Teknis Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah di Grand Sahid Hotel Jakarta. Selanjutnya, pada 22-24 Oktober 2012 dilaksanakan Rapat Konsultasi Teknis Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat di Hotel Grand Tropic
18
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Jakarta. Kemudian, pada 12 November 2012 dilaksanakan Rapat Konsultasi Teknis Kedeputian Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan serta Workshop Penyelesaian Konflik Pertanahan Masyarakat dengan Badan Hukum. Rapat Koordinasi Teknis Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah dibuka oleh Kepala BPN RI Hendarman
Supandji dan dihadiri oleh Direktur, Kepala Sub-Direktorat, dan Kepala Seksi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah di lingkungan BPN RI; Kepala Bidang dan Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah di Kantor Wilayah BPN Provinsi; dan para Kepala Seksi di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Dalam sambutannya, Kepala BPN RI mengatakan, Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) ini memiliki makna yang strategis. Alasannya, saat ini BPN RI sedang mewujudkan kebijakan penyelesaian konflik dan sengketa pertanahan serta melaksanakan redistribusi tanah kepada petani yang tidak memiliki tanah. Selain untuk mengevaluasi kegiatan-
Nasional kegiatan yang menjadi tanggung jawab kedeputian terkait, menurut Kepala BPN RI, Rakornis juga diadakan dalam rangka pelaksanaan realisasi anggaran. Hasil Rakornis akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan realisasi anggaran dimaksud. Karena itu, Kepala BPN RI menekankan agar para peserta Rakornis berusaha mengerti dan memahami serta melaksanakan Sapta Tertib Pertanahan secara konsisten dan konsekuen. Para pejabat di lingkungan BPN RI yang menjadi peserta Rakornis juga diminta selalu mampu menyikapi perkembangan sosial dalam kehidupan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebab, perkembangan sosial tersebut dapat memberi dampak pada tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang tepat waktu, biaya, dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Kepala BPN RI Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan serta Berkepastian Hukum terhadap hak obyek maupun subyeknya. Rakornis Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah ditutup pada hari Rabu, 10 Oktober 2012 oleh Deputi II BPN RI H Gede Ariyuda. Dalam sambutannya, Gede Ariyuda mengaku puas dengan dengan hasil rumusan kelompok peserta Rakornis. Berdasarkan hasil Rakornis, menurutnya, disimpulkan bahwa masih ada ketentuan-ketentuan yang perlu disempurnakan di bidang pengaturan Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah. Selain itu, masih diperlukan adanya ketentuan-ketentuan baru untuk pengaturan praktis. Sementara itu, Rakornis Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat yang dilaksanakan pada 22-24 Oktober 2012 juga dihadiri Kepala BPN RI Hendarman Supandji, para pejabat Eselon I sampai Eselon IV dari Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat. Dalam sambutannya, Kepala BPN RI mengatakan bahwa lembaga yang dipimpinnya saat ini sedang memfokuskan diri untuk mewujudkan kebijakan penyelesaian konflik dan sengketa pertanahan serta melaksanakan redistribusi tanah kepada
petani yang tidak memiliki tanah. Pelaksanaan Rapat Konsultasi Teknis ini, katanya, selain untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggung jawab lembaga, juga dimaknai sebagai pedoman untuk membahas permasalahan penyelesaian pertanahan dan mencarikan jalan keluarnya. Diharapkan, melalui rapat seperti ini, pelaksanaan tugas akan lebih baik dan tepat sasaran. Khusus untuk Kedeputian Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat, menurut Kepala BPN RI, ada beberapa permasalahan yang harus memperoleh perhatian khusus. Pertama, masalah pengertian tanah negara. Hingga saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dan ketidakjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan tanah negara. Ketidakjelasan ini menyebabkan timbulnya ketidakjelasan mengenai batas kewenangan dan bahkan dalam berbagai kasus menyebabkan banyaknya jajaran BPN RI yang dianggap melakukan suatu tindak pidana. Karena itu, menurut Kepala BPN RI, ke depan perlu segera disusun peraturan mengenai tanah negara, sehingga tidak ada lagi salah penafsiran atau perbedaan tafsir soal pengertian akan tanah negara. Kedua, masalah tanah telantar. Seperti diketahui, Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA) telah mengamanatkan bahwa hak atas tanah hapus karena ditelantarkan. Sementara itu, penertiban tanah telantar adalah penertiban tanah-tanah yang tidak dikelola dan dimanfaatkan oleh pemegangnya, sehingga tidak membawa manfaat bagi masyarakat dan negara. Pada sisi lain, banyak petani pekerja keras tidak memiliki tanah. Karenanya, tanah-tanah yang ditelantarkan ini kemudian dijadikan salah satu sumber yang sangat penting bagi program distribusi tanah. Nantinya, hasil penertiban tanah telantar akan distribusikan untuk rakyat miskin dan petani yang tidak punya tanah, sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal dan menciptakan kemakmuran rakyat. Menurut Kepala BPN RI, pemerintah telah menindaklanjuti ketentuan dalam UUPA mengenai tanah telantar dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar. Selain itu, BPN RI juga telah mengeluarkan peraturan pelaksanaannya berupa Peraturan Kepala BPN RI Nomor 5 Tahun 2011 dan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 9 tahun 2011. Namun, diakui Kepala BPN RI, penegakan hukum mengenai tanah telantar ini mengalami hambatan karena adanya upaya hukum yang pihak yang terambil tanahnya. Adanya upaya-upaya hukum tersebut, menurut Kepala BPN bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
19
Nasional RI, hendaknya menjadi bahan evaluasi dan pembelajaran bagi segenap jajaran BPN RI agar ke depan penegakan hukum mengenai tanah telantar ini dapat berjalan lebih baik. “Kita harus tetap bekerja keras untuk rakyat, karena itu penertiban tanah telantar harus tetap kita jalankan dengan penuh keyakinan, terencana dengan baik dan terukur,” kata Kepala BPN RI. Dilanjutkannya, dalam jangka pendek sampai Desember 2012, akan ditertibkan sebanyak 43 hak atas tanah. Untuk jangka panjang, dari bulan Januari sampai dengan Desember 2013, ditargetkan sebanyak 141 hak atas tanah yang ditertibkan. Sebagian tanah yang akan ditertibkan ini, menurutnya, menjad potensi alokasi redistribusi tanah. Karena itu, Kepala BPN RI meminta segenap jajaran BPN RI, khususnya Kedeputian IV, agar bekerja sungguh-sungguh dan cermat untuk mencapai target tersebut. Selain melakukan tugas penindakan dan penegakan terhadap tanah telantar, Kepala BPN RI juga mengingatkan perlunya upaya pencegahan tanah ditelantarkan. Menurutnya, sebagian besar tanah telantar berupa tanah dengan Hak Guna Usaha (HGU). Ke depan, tegasnya, harus pastikan bahwa HGU diberikan kepada para pengusaha yang mempunyai kemampuan baik dari segi finansial, riil, teknologi, maupun manajemen untuk mengolah tanah tersebut secara baik sehingga tidak ada lagi tanah yang diterlantarkan. Selain itu, ke depan HGU juga harus diberikan kepada pengusaha yang mau memperhatikan keadaan masyarakat yang ada di sekitar lokasi HGU tersebut melalui pola-pola kemitraan inti plasma dan bentuk kerja sama lainnya. “Kalau pengusaha yang seperti ini yang kita berikan HGU, maka niscaya tidak akan timbul sengketa/konflik pertanahan di kemudian hari,” Kepala BPN RI menandaskan. Ketiga, masalah tanah kritis. Sampai saat ini program pengelolaan tanah kritis sudah berjalan pada tahap kegiatan pengumpulan data. Dalam kaitan ini, Kepala BPN RI memerintahkan kepada jajaran Kedeputian IV agar hasil kegiatan inventarisasi data tanah kritis yang sudah dirintis sejak tahun 2008
20
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Deputi Bidang Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat BPN RI, Suwandi, memberi sambutan pada Rakornis di Jakarta, 12 November 2012.
segera ditindaklanjuti secara cermat, akurat, dan terencana di seluruh wilayah Indonesia dengan berkoordinasi dengan lembaga atau instansi terkait. Perangkat hukumnya juga perlu segera dirumuskan agar program penggunaan dan pemanfaatan tanah kritis dapat berkontribusi secara nyata dalam mewujudkan peran dan fungsi tanah untuk kesejahteraan rakyat. Keempat, masalah pensertipikatan lintas sektor. Percepatan legalisasi asset merupakan salah satu program strategis BPN RI. Dalam sisa waktu pada tahun anggaran 2012 ini, Kepala BPN RI mengingatkan seluruh jajarannya untuk mengejar target yang telah ditetapkan melalui kerja keras dan langkah-langkah koordinatif dengan instansi terkait. Kelima, masalah Sistem Kendali Mutu Program Pertanahan (SKMPP). Menurut Kepala BPN RI, program ini menjadi alat pengendali utama di dalam mendorong pelaksanaan program pertanahan agar sesuai rencana. Selain itu, SKMPP ini merupakan salah satu indikator utama bagi unsur pimpinan dalam menilai kinerja unit eselon II baik di pusat maupun di daerah. Untuk itu, Kepala BPN RI memerintahkan jaja-
rannya untuk melakukan upaya peningkatan kualitas penyajian data melalui evaluasi baik sistem aplikasi maupun sumber daya manusia sebagai pelaksana kegiatan SKMPP. Melalui Rapat Konsultasi Teknis ini pula, Kepala BPN RI meminta kepada segenap jajaran BPN RI, khususnya jajaran Kedeputian IV, agar selalu mampu menyikapi perkembangan sosial di kehidupan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Perkembangan sosial kemasyarakatan, menurutnya, berjalan sangat cepat dan memberi dampak pada tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang tepat waktu, biaya, persyaratan yang jelas dan transparan. Karena itu, menurut Kepala BPN RI, harus dilakukan perubahan baik mindset (pola pikir) maupun cultural set (budaya/kebiasaan) pada seluruh jajaran BPN RI. Pelayanan publik di BPN RI, menurutnya, harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan mengacu pada Peraturan Kepala BPN RI Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan. “Pada saat ini masyarakat menuntut kita untuk memberikan pelayanan terbaik dan prima. Kita tidak dapat lagi
Nasional
Kepala BPN RI Hendarman Supandji memberi sambutan pada Rakornis di Jakarta, 8 Oktober 2012.
bertindak sebagai penguasa, karena memang kita ini abdi rakyat dan abdi masyarakat,” ujar Kepala BPN RI. Rakornis Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan ini ditutup pada 24 Oktober 2012 oleh Deputi IV Suwandi. Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bersama dari hasil Rakornis, yaitu penyelesaian sengketa berdasarkan prinsip win-win solution, Aktivitas Panitia C, Tertib Administrasi, SKMPP, serta masalah Sumber Daya Manusia. Pada Rakornis 12 November 2012 Kedeputian Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan serta Workshop Penyelesaian Konflik Pertanahan Masyarakat dengan Badan Hukum, Kepala BPN RI berhalangan hadir. Rakornis dibuka oleh Sekretaris Utama BPN RI Managam Manurung. Namun, Kepala BPN RI memberikan sambutan tertulis yang dibacakan oleh Sekretaris Utama. Rakornis ini juga dinilai sebagai momentum yang strategis mengingat BPN
RI sedang mewujudkan kebijakan untuk penyelesaian sengketa konflik pertanahan dan melaksanakan redistribusi tanah kepada rakyat. Sama seperti Rakornis sebelumnya, tujuan Rakornis Pengaturan dan Penataan Pertanahan ini juga untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam rangka pelaksanaan realisasi anggaran fisik tahun 2012 dan melakukan pembahasan yang berkaitan dengan permasalahan, hambatan, kendala, dan mencarikan solusinya terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi), serta penyusunan bahan untuk penyempurnaan Norma Standar, Pelaksanaan, dan Mekanisme (NPSM) pada jajaran Kedeputian Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan. Sedangkan, Workshop Penyelesaian Konflik Pertanahan Masyarakat dengan Badan Hukum dimaksudkan sebagai forum untuk mencari masukan guna memperoleh suatu pola penyelesaian
sengketa/konflik pertanahan antara masyarakat dengan badan hukum; teridentifikasinya pola-pola penyelesaian sengketa/konflik pertanahan antara masyarkat dengan badan hukum; dan menyiapkan mekanisme pelaksanaan mediasi sesuai Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011. Kepala BPN RI meminta peserta Rakornis untuk memperhatikan beberapa hal. Pertama, penggunaan tanah harus sesuai dengan yang digariskan oleh konstitusi, yaitu untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kedua, pelaksanaan redistribusi tanah harus selalu taat asas, tertib administrasi, dan tertib anggaran. Ketiga, penerima manfaat adalah petani/penggarap yang benarbenar membutuhkan tanah. Keempat, memastikan bahwa para penerima manfaat tersebut tidak mengalihkan hak atas tanah yang diterimanya kepada pihak lain. Dan, kelima, memastikan bahwa obyek tanah yang diredistribusi clear and clean. q bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
21
Nasional
BPN Bentuk Deputi Pengadaan Tanah
Kepala BPN RI Hendarman Supandji saat memberi penjelasan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Jakarta, 10 September 2012.
Untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI membentuk deputi baru, yaitu Deputi Pengadaan Tanah.
H
al tersebut dikatakan Kepala BPN RI Hendarman Supandji usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI, 10 September 2012. Sesuai dengan amanat UU Nomor 2 Tahun 2012 tersebut, badan yang ditugasi melaksanakan kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum adalah BPN. Dikatakan Kepala BPN RI, mengingat pentingnya peran yang akan diemban lembaga pertanahan ini, dan kegiatan pengadaan tanah seperti dimaksud oleh UU tersebut cakupannya sangat luas, maka diperlukan divisi khusus yang bertugas menangani masalah tersebut. Karena itulah, menurutnya, BPN kemudian membentuk Deputi Pengadaan Tanah yang secara khusus akan bertugas melaksanakan kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Namun, Kepala BPN RI menambahkan, dengan dibentuknya deputi baru ini
22
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
tidak berarti struktur organisasi di BPN RI bertambah. Sebab, di saat bersamaan, ada dua deputi yang dilebur menjadi satu. Dengan demikian, jumlah deputi di lingkungan BPN RI tidak bertambah, Pembentukan deputi baru ini pun, lanjut Kepala BPN RI, sekaligus menjadi bagian dari reformasi birokrasi di lingkungan BPN RI. “Kami akan mengubah organisasi menjadi miskin struktur tapi kaya fungsi. Ini penting dalam rangka mengubah mindset dan culture set,” terang mantan Jaksa Agung tersebut. Pada kesempatan yang berbeda, Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Noor Marzuki memastikan bahwa UU tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum ini akan mulai berlaku efektif pada tahun 2013. Sebelum UU tersebut berlaku efektif, pemerintah harus lebih dulu menyiapkan tiga aturan tambahan sebagai petunjuk pelaksanaannya.
“Ada tiga aturan lagi yang sedang kami tunggu dan diamanatkan dalam Peraturan Presiden (Perpres),” kata Noor Marzuki di sela-sela sosialisasi UU Pengadaan Tanah tersebut di kantor pusat Jasa Marga, Jakarta, 27 September 2012. Yang dimaksud Noor Marzuki adalah Perpres Nomor 71 Tahun 2012 yang mengatur tata cara pengadaan tanah untuk kepentingan umum dari tahapan perencanaan, tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan, sampai dengan penyerahan hasil. Adapun tiga aturan yang diamanatkan Perpres tersebut adalah petunjuk pelaksanaan teknis yang dikeluarkan oleh Kepala BPN RI, aturan tata kelola keuangan yang dibuat oleh Menteri Keuangan, dan kelola keuangan yang dibuat oleh Menteri Dalam Negeri. Dua aturan tentang tata kelola keuangan tersebut diperlukan karena akan dijadikan dasar pembiayaan pembebasan tanah apabila menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sesuai rencana, menurut Noor Marzuki, ketiga aturan tersebut paling lambat terbit pada Desember 2012. Dengan demikian, mulai awal 2013, UU Pengadaan Tanah benar-benar bisa mulai berlaku efektif. “Suka atau tidak suka, undang-undang ini harus berjalan pada 2013. Dari BPN RI, petunjuk teknisnya sudah final,” ujarnya. Awal November 2012, petunjuk teknis yang dimaksud Noor Marzuki telah terbit, berupa Peraturan Kepala BPN RI Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah. Dalam Peraturan Kepala BPN RI ini disebutkan bahwa pelaksanaan pengadaan tanah dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN selaku ketua pelaksanaan pengadaan tanah. Dengan demikian, tinggal dua aturan lagi yang akan segera menyusul, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Keuangan yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah ini. q
Nasional
Kepala BPN Memimpin HAN ke-25 di Kantor Pusat BPN.
Tekad Layanan Prima di Hari Agraria Peringatan Hari Agraria dan Hari Tani Nasional ke52 pada 24 September 2012 menjadi momentum bagi Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI untuk melakukan instrospeksi sekaligus meneguhkan tekad pengabdian melalui peningkatan pelayanan prima demi terwujudnya tanah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
P
eringatan Hari Agraria dan Hari Tani Nasional ke-52 ini mengusung tema “Dengan Sapta Tertib Pertanahan Kita Tingkatkan Pelayanan Masyarakat”. Menurut Kepala Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat/Juru Bicara BPN RI Kurnia Toha, tema ini dipilih dengan tujuan melalui pembenahan ke dalam, BPN RI dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Pada jumpa pers yang dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Agraria dan Hari Tani Nasional tersebut, Kurnia Toha menjelaskan, setelah dilantik menjadi Kepala BPN RI pada
Juni 2012, Hendarman Supandji segera mencanangkan program Sapta Tertib Pertanahan. Sapta Tertib Pertanahan tersebut meliputi tertib administrasi, tertib anggaran, tertib perlengkapan, tertib perkantoran, tertib kepegawaian, tertib disiplin kerja, dan tertib moral. Sapta Tertib tersebut selanjutnya dijadikan dasar bagi ikhtiar BPN RI untuk melakukan reformasi birokrasi, yang intinya adalah perubahan pola pikir dan pola tindak seluruh jajaran BPN. Setelah mencanangkan Sapta Tertib Pertanahan, imbuh Kurnia Toha, Kepala BPN RI kemudian melakukan promosi dan mutasi serta pengisian 900 jabatan
struktural yang kosong. Promosi dan mutasi dilakukan terhadap 22 pejabat eselon II, 100 pejabat eselon III, dan 1.618 eselon IV. Selanjutnya, guna mempercepat penyelesaian programprogram pertanahan dibentuk tim atau satuan tugas pelayanan dan monitoring. Nantinya, Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan yang berprestasi, yang memberikan layanan terbaik pada masyarakat dengan zero complaint serta penyerapan anggaran tertinggi, akan memperoleh reward. Dan, sebaliknya, bagi yang melakukan kesalahan akan ditindak tegas sesuai dengan tingkat kesalahannya. Untuk mengoptimal dan mengefektifkan program reforma agraria, BPN RI telah merevisi dan membuat berbagai peraturan baru di bidang pertanahan, di antaranya adalah UU Nomor 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11/2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, serta berbagai Peraturan Kepala BPN. Selain itu, menurut Kurnia Toha, BPN RI juga akan melakukan harmonisasi dan sinkronisasi serta perubahan berbagai peraturan pertanahan sehingga tercipta suatu peraturan pertanahan yang komprehensif dan terunifikasi. Lebih lanjut Kepala Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat BPN RI menjelaskan, untuk mengoptimalkan dan meng-efektifkan program redistribusi tanah, kewenangan redistribusi tanah tersebut telah diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN. “Tadinya redistribusi itu ada di kantor pusat, sekarang diserahkan kepada Kantor Wilayah sehingga bisa lebih cepat dilaksanakan,” kata Kurnia. Pada tahun 2012, BPN memiliki 459 satuan kerja penertiban tanah telantar dan hasil penertiban tanah telantar tersebut akan diredistribusikan pada petani miskin, petani atau rakyat yang tak memiliki tanah. Targetnya, pada tahun 2012 sejumlah 149.000 bidang tanah yang bisa dibagikan kepada masyarakat. q bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
23
Nasional
Kepala BPN RI Hendarman Supandji saat melantik pejabat baru Eselon I dan II di Jakarta, 8 November 2012.
Gerbong Pelayanan Terus Bergerak Badan Pertanahan Nasional (BPN) terus melakukan konsolidasi sumber daya manusia (SDM) untuk mengoptimalkan pelayanan pertanahan. Di antaranya melalui mutasi dan promosi.
S
ejak dilantik pada 14 Juni 2012, Kepala BPN RI sudah tiga kali melakukan mutasi dan promosi jabatan di lingkungan BPN RI. Pelantikan pertama untuk pejabat baru tingkat Eselon II dilakukan pada 26 Juli 2012. Berikutnya, mutasi dan promosi dilakukan pada 30 Agustus 2012 untuk pejabat Eselon III dan IV. Terakhir, mutasi dan promosi dilakukan pada 8 November 2012. Pelantikan pejabat baru Eselon III dan IV pada 30 Agustus 2012 dilaksanakan di Aula Prona BPN RI. Sebanyak 122 orang dilantik oleh Sekretaris Utama Managam Manurung untuk mendapat promosi jabatan maupun mutasi jabatan. Terdapat juga beberapa nama dari Sumatera Barat, Jambi, dan Sulawesi
24
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Utara. Hal ini dikarenakan para Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi di daerah tersebut belum definitif. Kepada para pejabat yang baru dilantik, Managam Manurung mengingatkan ada beberapa catatan penting yang harus dijadikan acuan para pejabat tersebut dalam menjalankan tugas, yaitu mewujudkan indikator-indikator Sapta Tertib Pertanahan, pencapaian target Opini Wajar Tanpa Pengecualian, pelaksanaan dan monitoring rencana dari KPK, menjemput bola dalam memberikan pelayanan, memperluas dan mengembangkan pelayanan pada masyarakat, mencapai target sertipikasi tanah secara maksimal, serta mendengar dan menerima kritik yang sifatnya membangun. Sekretaris Utama juga berpesan agar para pejabat
yang dilantik menjalankan tugas dengan baik. Terakhir, pada 8 November 2012, di tempat yang sama, sebanyak 16 orang pejabat dilantik dan diambil sumpah mereka. Mereka terdiri dari 3 orang pejabat Eselon I dan 13 orang pejabat Eselon II. Yang melantik mereka adalah Kepala BPN RI Hendarman Supandji. Kepada para pejabat yang baru dilantik tersebut, Kepala BPN RI meminta dalam menjalankan tugas mereka berpegang pada Rencana Strategis (Renstra) BPN RI periode 2010-2014. Sebelumnya, saat melantik para pejabat pada 26 Juli 2012, Kepala BPN RI menegaskan bahwa mutasi dan promosi merupakan hal yang rutin di lingkungan birokrasi. Setiap pelaksanaan mutasi dan promosi adalah hal yang wajar dan patut kita syukuri. Mutasi jangan menjadi beban, sebab jabatan sebenarnya merupakan amanah. Pada bagian lain, Kepala BPN RI kembali menegaskan agar para pejabat di lingkungan BPN RI melaksanakan instruksi yang pernah disampaikan sebelumnya. Sedikitnya ada 6 instruksi yang diberikan kepada seluruh jajaran di BPN RI. Pertama, agar BPN RI pada tahun 2012 mendapat opini Wajar Tanpa Pengeculaian (WTP) dari hasil pemeriksaan BPK RI. Kedua, agar aksi tindak (action plan) yang belum ditindaklanjuti (status open) segera ditindaklanjuti. Ketiga, agar pelaksanaan redistribusi tanah untuk rakyat tahun 2012 dilaksanakan secara baik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, terutama terkait petani penerima harus benar-benar yang membutuhkan. Keempat, agar pelaksanaan penyelesaian sengketa, konflik, dan perkara pertanahan dilakukan secara cermat dengan mengutamakan penyelesaian sengketa win-win solution. Kelima, agar pelayanan pertanahan dilakukan dengan baik sesuai dengan standar operasional dan prosedur yang berlaku. Dan, keenam, agar prinsip Sapta Tertib Pertanahan yang sudah dicanangkan dilaksanakan secara baik, konsisten, dan penuh tanggung jawab. Kepala BPN RI juga mengulang arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang disampaikan dalam Sidang
Nasional Kabinet Terbatas pada 25 Juli 2012. Dalam arahannya, Presiden meminta kepada Kepala BPN RI agar, pertama, memastikan tidak ada lagi praktek suapmenyuap dalam pelayanan pertanahan. Kedua, menghindari secara cermat agar tidak ada lagi sertipikat ganda. Ketiga, agar mencermati adanya tumpang tindih kepemilikan dan penggunaan tanah sehingga tidak menimbulkan sengketa. Dan, keempat, menindaklanjuti putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inchracht). “Untuk itu saya instruksikan kepada Kepala Kantor Wilayah berikut jajarannya agar memperhatikan dengan seksama arahan dari Bapak Presiden tersebut dalam pelaksanaan tugas sehari-hari,” ujar Kepala BPN RI. q
Para pejabat baru Eselon I dan II diambil sumpahnya pada 8 November 2012.
Para Pejebat Eselon III dan Eselon IV yang Dilantik pada 30 Agustus 2012 No Nama 1 Tiru Marpaung, S.H. 2 Reiner Manurung, S.H. 3 Luki Ambarwinarti, S.E. 4 Ahmad Makmuri, S.H. 5 Ir. Atik Sumaryati 6 Ir. Agus Junaedi 7 Ir. Ali Rintop Siregar 8 Erna Sriyatmi, S.H, M.M. 9 Ir. Alim Bastian 10 Andi Prabowo, S.P. 11 Albert Muntarie, S.T, M.H. 12. Bambang Setiawan PC, S.H. 13 Timur Raya Saragih, S.H. 14 Dr. Supriyadi, S.H, M.Hum.
Jabatan Kepala Bagian Persuratan dan Kearsipan pada Biro Umum. Kepala Bidang Perundang-undangan pada Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat. Kepala SJDI Hukum pada Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat. Kepala Bagian Perencanaan dan Program Anggaran Pusat pada Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri. Kepala Sub Direktorat Pengukuran Kawasan dan Wilayah pada Direktorat Pengukuran Dasar. Kepala Sub Direktorat Terestris dan Citra Penginderaan Jauh pada Direktorat Pemetaan Dasar. Kepala Sub Direktorat Pengelolaan Tanah pada Direktorat Pengaturandan Pengadaan Tanah Pemerintah. Kepala Sub Direktorat Peralihan, Pembebanan Hak, dan PPAT pada Direktorat Pendaftaran Hak Tanah dan Guna Ruang. Kepala Sub Direktorat Pendaftaran Hak Guna Ruang dan Perairan pada Direktorat Pendaftaran Hak Tanah dan Guna Ruang. Kepala Sub Direktorat Perencanaan Penatagunaan Tanah pada Direktorat Penatagunaan Tanah. Kepala Sub Direktorat Monitoring dan Evaluasi Pemanfaatan Kawasan pada Direktorat WP3WT. Kepala Sub Direktorat Pengendalian Penerapan Kebijakan Pertanahan pada Direktorat Pengendalian Penerapan Kebijakan dan Program. Kepala Sub Direktorat Pengelolaan Tanah Kritis pada Direktorat Pengelolaan Tanah Negara, Tanah Telantar dan Tanah Kritis. Kepala Sub Direktorat Pengelolaan Tanah Negara Bekas Hak pada Direktorat Pengelolaan Tanah Negara, Tanah Terlantar dan Tanah Kritis.
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
25
Nasional
15 Dra. Dewi Nursaptini 16 Eri Yuliani P, S.H, M.Si. 17 Sarjono Agus Santoro, S.H. 18 Ir. Ari Prayoga M,M.Eng.Sc. 19 Deni Santo, S.T,M.Sc. 20 Ir. Joko Kustanto Hadibroto, M.Eng.Sc. 21 Husman, S.H, M.Kn. 22 Junaedi, S.H, M.Hum. 23 Busra Azwar, S.H, M.M. 24 Anizar, S.H. 25 Amarzan, S.H, M.M. 26 Faidillah, S.P. 27 Drs. Aminudin Siregar. 28 Nurman Anthony, A.Ptnh 29 Moh. Yanis, S.H. 30 Mujahidin Ma’ruf, S.P. 31 Afi Harnowo, S.T, M.Si. 32 A. Husni, S.Si 33 Hubaidi, A.Ptnh, M.M. 34 Hendro Robertus Motulo, S.H. 35 Silvana Elen Senduk, S.H. 36 Budiani, S.E. 37 Kartika Sari, S.H. 38 Dwi Sapti Puswanhari, S.E. 39 Wahyuni, S.H. 40 Untung Subarkah, S.Ap, M.AP. 41 Panguhutan Manurung, S.H, M.AP. 42 Aman Tendean, S.E, M.Sc. 43 Harida Br. Sitepu, B.A. 44 Natalia Wiwid Risdiyanti, S.E, M.Eng.
26
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Kepala Sub Direktorat Fasilitasi pada Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan. Kepala Sub Direktorat Kerjasama dan Pemberdayaan pada Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan. Kepala Bagian Umum Kepegawaian pada Biro Organisasi dan Kepegawaian. Kepala Tata Usaha Pimpinan pada Biro Tata Usaha Pimpinan dan Protokol. Kepala Bagian Inventarisasi Kekayaan Negara pada Biro Umum. Kepala Sub Direktorat Program dan Kendali Mutu pada Direktorat Pengukuran Dasar. Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah pada Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatera Barat. Kepala Kantor Pertanahan Kota Sawahlunto. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Agam. Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang Panjang. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sijunjung. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Limah Puluh Kota. Kepala Bagian Tata Usaha pada Kantor Wilayah BPN Provinsi Jambi. Kepala Bidang Survey Pengukuran dan Pemetaan pada Kantor Wilayah BPN Provinsi Jambi. Kepala Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan pada Kantor Wilayah BPN Provinsi Jambi. Kepala Kantor Pertanahan Kota Jambi. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sarolangun. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Kepala Bidang Pengedalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat pada Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Utara. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa. Kepala Sub Bagian Perencanaan Program dan Anggaran I pada Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri. Kepala Sub Bagian Perencanaan Program dan Anggaran II pada Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri. Kepala Sub Bagian PerencanaanProgram dan Anggaran III pada Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri. Kepala Sub Bagian Perencanaan Program dan Anggaran Wilayah I pada Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri. Kepala Sub Bagian Perencanaan Program danAnggaran Wilayah I pada Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri. Kepala Sub Bagian Kerjasama Multilateral pada Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri. Kepala Sub Bagian Kerjasama Bilateral pada Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri. Kepala Sub Bagian Pemantauan pada Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri. Kepala Sub Bagian Akuntansi dan Pelaporan II pada Biro
Nasional
45 Dra. Erna R. Antamen 46 Suwarni, S.E. 47 Anton Dwi Putra Sudibyo, S.E, M.Ak. 48 Drs. Rahmansyah Zainuddin, M.M., M.H. 49 Ade Juhari, S.Sit, S.IP, M.M 50 Deni Prasetyo, S.E, M.M. 51 Bambang Irjanto, A.Ptnh, M.M. 52 Dodi Hendriyono, S.T, M.Eng. 53 Hari Susiyanto, S.Sit 54 Ir. Utari Hardiyanti 55 Hasan Maskut Safi’i, S.Pd 56 Agus Sofiana, S.H. 57 Utami Dewi Indriati, S.Psi 58 Djaefaruddin, A.Ptnh 59 Sandra Maria Stefani Hutabarat, S.H., M.Sc. 60 Dwijo Subroto, S.Sos 61 Budi Susanto, S.H. 62 Diah Viveriani Harianti, S.H, M.H. 63 Hatta Firmansyah, S.Sit 64 Farid Hendro Adianto, S.T, M.E. 65 Uung bin Parungi, S.Sit 66 Senny Ardian, S.T, M.Eng. 67 Raden Nenny Marhaeniwati 68 Tardio, A.Ptnh 69 Taufik Rohman, S.Kom,M.T 70 Zulham, A.Ptnh
Keuangan dan Pelaksanaan Anggaran. Kepala Sub Bagian Anggaran Pengeluaran pada Biro Keuangan dan Pelaksanaan Anggaran. Kepala Sub Bagian Anggaran Penerimaan pada Biro Keuangan dan Pelaksanaan Anggaran. Kepala Sub Bagian Tata Usaha Keuangan pada Biro Keuangan dan Pelaksanaan Anggaran. Kepala Sub Bagian Perbendaharaan pada Biro Keuangan dan Pelaksanaan Anggaran. Kepala Sub Bagian Mutasi Wilayah I pada Biro Organisasi dan Kepegawaian. Kepala Sub Bagian Analisis Jabatan pada Biro Organisasi dan Kepegawaian. Kepala Sub Bagian Kelembagaan pada Biro Organisasi dan Kepegawaian. Kepala Sub Bagian Tata Laksana pada pada Biro Organisasi dan Kepegawaian. Kepala Sub Bagian Perencanaan Kebutuhan Pegawai pada Biro Organisasi dan Kepegawaian. Kepala Sub Bagian Ujian Dinas dan Ujian Jabatan pada Biro Organisasi dan Kepegawaian. Kepala Sub Bagian Karir dan Jabatan Fungsional pada Biro Organisasi dan Kepegawaian. Kepala Sub Bagian Disiplin Pegawai pada Biro Organisasi dan Kepegawaian. Kepala Sub Bagian Kesejahteraan Pegawai pada Biro Organisasi dan Kepegawaian. Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Tata Naskah pada Biro Organisasi dan Kepegawaian. Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Komite Pada Biro Tata Usaha Pimpinan dan Protokol. Kepala Sub Bagian Pengamanan Pimpinan pada Biro Tata Usaha Pimpinan dan Protokol. Kepala Sub Bagian Keamanan Dalam pada Biro Tata Usaha Pimpinan dan Protokol. Kepala Sub Bagian Protokol Pimpinan pada Biro Tata Usaha Pimpinan dan Protokol. Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kepala pada Biro Tata Usaha Pimpinan dan Protokol. Kepala Sub Bagian Tata Usaha I pada Biro Tata Usaha Pimpinan dan Protokol. Kepala Sub Bagian Tata Usaha III pada Biro Tata Usaha Pimpinan dan Protokol. Kepala Sub Bagian Tata Usaha IV pada Biro Tata Usaha Pimpinan dan Protokol. Kepala Sub Bagian Urusan Gaji pada Biro Umum. Kepala Sub Bagian Urusan Dalam pada Biro Umum. Kepala Sub Bagian Pengadaan Barang dan Jasa pada Biro Umum. Kepala Sub Bagian Penertiban Penggunaan Aset Bagian
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
27
Nasional
71 Rita Helena, A.Ptnh 72 R. Ahmad Saleh Mardhani, A.Ptnh 73 Diah Parwitasari, S.Sos 74 I Ketut Gede Ari Sucahya, S.T, M.Sc. 75 Sudharman Harja Saputra, S.T. 76 Ir. Akhmad Syaikhu 77 Retna Kusdiah, S.H. 78 Drs. Fredrik Warwer 79 Djamaluddin, S.H 80 Suryalita, A.Ptnh 81 Agustina Yessy Christiana, S.Sit, M.Eng. 82 Asril, S.Pd 83 Drs. Gestiyo Suhelmi 84 Bambang Gunawan, S.Pd 85 Agus Indra Murti, S.T, M.T 86 Taufik Efendi, S.Sit, M.Eng 87 Firman Arifyansah Singaderga,ST,M.Sc. 88 Astina, A.Ptnh 89 Iwan Setiawan, S.Sit, M.M 90 Riyadi, A.Ptnh, M.H. 91 Mohammad Irdian,S.Sit,M.T 92 Suratmin, S.H. 93 Masudah, S.H. 94 Idrus Al Idrus, A.Ptnh 95 Hot Nairing, A.Ptnh
28
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Inventarisasi Kekayaan Negara pada Biro Umum. Kepala Sub Bagian Kearsipan pada Biro Umum. Kepala Sub Bagian Penggandaan pada Biro Umum. Kepala Bagian Tata Usaha pada Pusat Data dan Informasi Pertanahan. Kepala Sub Bidang Sistem dan Standar Aplikasi pada Pusat Data dan Informasi Pertanahan. Kepala Sub Bidang Jaringan dan Aplikasi pada Pusat Data dan Informasi Pertanahan. Kepala Sub Bidang Penyusunan dan Evaluasi pada Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat. Kepala Sub Bidang Pertimbangan dan Bantuan Hukum pada Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat. Kepala Sub Bidang Pengumpulan Informasi, Media Center dan Hubungan Antar Lembaga pada Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat. Kepala Sub Bagian Tata Usaha pada Pusat Penelitian dan Pengembangan. Kepala Sub Bidang Evaluasi dan Pelaporan Kajian Pelayanan pada Pusat Penelitian dan Pengembangan. Kepala Sub Bagian Tata Usaha pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Kepala Sub Bidang Evaluasi dan Pelaporan pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Kepala Sub Bidang Analisa Kebutuhan Desain Program pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Kepala Sub Bidang Pelatihan Teknis pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Kepala Seksi Pengukuran dan Pemeliharaan Kerangka Dasar pada Direktorat Pengukuran Dasar. Kepala Seksi Wilayah Pesisir pada Direktorat Pemetaan Dasar. Kepala Seksi Wilayah Administrasi pada Direktorat Pemetaan Dasar. Kepala Seksi Inventarisasi dan Evaluasi Hak Tanah pada Direktorat Pengaturan dan Penetapan Hak Tanah. Kepala Seksi Kawasan Strategis pada Direktorat Survey Potensi Tanah. Kepala Seksi Penetapan Hak Wilayah I (Hak Milik, HGB, HGU) pada Direktorat Pengaturan dan Penetapan Hak Tanah. Kepala Seksi Penetapan Hak Wilayah II (Hak Milik, HGB, Hak Pakai) pada Direktorat Pengaturan dan Penetapan Hak Tanah. Kepala Seksi Penetapan Hak Wilayah I (HGU) pada Direktorat Pengaturan dan Penetapan Hak Tanah. Kepala Seksi Penetapan Hak Wilayah II (HGU) pada Direktorat Pengaturan dan Penetapan Hak Tanah. Kepala Seksi Inventarisasi dan Evaluasi Tanah Pemerintah pada Direktorat Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah. Kepala Seksi Penetapan Hak Pengelolaan pada Direktorat
Nasional
96 Eko Malesyanto, A.Ptnh 97 Ir. Heri Nur Cahyo 98 Destafiani, S.H, M.Kn 99 Nazirwan, S.H. 100 Hidayat, S.Sos 101 Budiyanto, S.Si 102 Sri Martini, S.Sit, M.M. 103 Daulat David Sihaloho, S.Sit, M.M. 104 Siti Aisyah, S.T, M.PP,M.T 105 Darsini, SH, M.M. 106 Rumina, S.Si, M.Eng. 107 Tentrem Prihatin,S.Sit,M.M 108 Sigit Santosa,S.Si,MAPPSC 109 Ika Arsyanti Dewi,S.P,M.M 110 Waryanta, S.Si 111 Alfiana Rosfira, S.Sos 112 Nur Azizah, S.Sit, M.M. 113 Pramosinto, S.Sit, M.T. 114 Harison Mokodompis, S.E., M.M. 115 Edy Sumarsono, A.Ptnh 116 Sumarto, S.H., M.M. 117 Seti Kuncoro, S.Sit, M.M. 118 Suwardi, S.H. 119 Drs. Subiantoro 120 Umran Rindo, A.Ptnh,M.M 121 Nazwar Usman, S.S.IP 122 Supatno, S.Sit, M.P.A.
Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah. Kepala Seksi Penetapan Hak Wilayah II pada Direktorat Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah. Kepala Seksi Pendaftaran Hak Guna Ruang Perairan pada Direktorat Pendaftaran Hak Tanah dan Guna Ruang. Kepala Seksi Peralihan dan Pembebanan Hak pada Direktorat Pendaftaran Hak Tanah dan Guna Ruang. Kepala Seksi PPAT pada Direktorat Pendaftaran Hak Tanah dan Guna Ruang. Kepala Seksi Basis Data Penatagunaan Tanah pada Direktorat Penatagunaan Tanah. Kepala Seksi Perencanaan Regional pada Direktorat Penatagunaan Tanah. Kepala Seksi Neraca Ketersediaan Penatagunaan Tanah pada Direktorat Penatagunaan Tanah. Kepala Seksi Penguasaan Tanah Objek Landreform pada Direktorat Landreform. Kepala Seksi Pembagian dan Bina Penerima Tanah pada Direktorat Landreform. Kepala Seksi Ganti Kerugian pada Direktorat Landreform. Kepala Seksi Penetapan Obyek Konsolidasi pada Direktorat Konsolidasi Tanah. Kepala Seksi Penataan Pemukiman pada Direktorat Konsolidasi Tanah. Kepala Seksi Pengolahan Tanah Sarana Prasarana dan Tanah Biaya Pembangunan pada Direktorat Konsolidasi Tanah. Kepala Seksi Kawasan Pemanfaatan Sumber Daya pada Direktorat WP3WT. Kepala Seksi Program dan Zonasi pada Direktorat WP3WT. Kepala Seksi Pengelolaan Tanah Garapan pada Direktorat Pengelolaan Tanah Negara, Tanah Telantar, dan Tanah Kritis. Kepala Seksi Penertiban Hak pada Direktorat Pengendalian Penerapan Kebijakan dan Program. Kepala Seksi Penertiban Perizinan pada Direktorat Pengendalian Penerapan Kebijakan dan Program. Kepala Seksi Program Pensertipikatan pada Direktorat Pengendalian Penerapan Kebijakan dan Program. Kepala Seksi Kerjasama Non Pemerintah pada Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan. Kepala Seksi Konflik Masyarakat Hukum Adat pada Direktorat Konflik Pertanahan. Kepala Seksi Antara Kelompok Masyarakat pada Direktorat Konflik Pertanahan. Kepala Seksi Perdata Wilayah III pada Direktorat Perkara Pertanahan. Kepala Sub Bagian Umum pada Inspektorat Utama. Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Umum pada STPN. Kepala Sub Bagian Kepegawaian pada STPN. Kepala Sub Bagian Keuangan pada STPN.
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
29
Nasional
Setahun Wafatnya Prof Boedi Harsono:
Tugas Penting Mewujudkan Amanat UUPA Kamis, 18 Oktober 2012, dilaksanakan peringatan satu tahun wafatnya Profesor Boedi Harsono, Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Trisakti (Usakti). Kegiatan memperingati setahun wafatnya Boedi Harsono dilaksanakan di Kampus A Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta. Kepala BPN RI, Hendarman Supandji, memberikan sambutan khusus.
B
oedi Harsono meninggal pada 18 Oktober 2011 dalam usia 89 tahun. Boedi Harsono dikenal sebagai salah satu pakar senior di dalam hukum agraria dan salah satu Guru Besar Hukum Agraria di Indonesia. Beliau dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Agraria Universitas Trisakti pada tanggal 27 September 1987 dengan pidato berjudul “Hukum Agraria Nasional dalam Pendidikan Hukum di Indonesia dan Pembangunan Nasional”. Sebagian besar ahli-ahli hukum pertanahan di Indonesia pernah menimba ilmu darinya. Selain itu, beliau juga tercatat sebagai penggagas kuliah Hukum Agraria sebagai mata kuliah baru dalam pendidikan hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Banyak buku tentang hukum agraria yang telah dibuat Boedi Harsono, di antaranya Hukum Agraria Indonesia (Himpunan Peraturan Hukum Tanah), Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), Agrarian Law (A Survey of the Indonesian Economic Law), Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional dalam Hubungannya dengan TAP MPR RI IX/MPR/2001. Atas kontribusinya yang sangat besar pada hukum agraria, Boedi Harsono
30
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Jasa dari Presiden Republik Indonesia. Untuk menghormati jasanya, Kepala BPN RI Hendarman Supandji memberikan keynote speak dalam acara peringatan setahun wafatnya Boedi Harsono. Menurut Kepala BPN RI, perkembangan Hukum Tanah Nasional atau Hukum Agraria di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari nama Boedi Harsono. Sebab, jasanya sangat besar, mulai dari sejak perumusan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) hingga pengenalan mata kuliah Hukum Agraria. “Berkat jasa-jasanya dalam bidang pertanahan yang tidak terhingga, Badan Pertanahan Nasional memberikan penghargaan tertinggi Citra Bumibhakti Adighuna kepada Almarhum Profesor Boedi Harsono,” kata Kepala BPN RI. Atas pencapaiannya tersebut, Boedi Harsono pun memperoleh sebutan kehormatan sebagai Bapak Hukum Agraria Nasional. Di lingkungan pemerintahan, Boedi Harsono tercatat pernah menjadi Kepala Biro Hukum pada Kementerian Pertanian dan Agraria, dan terakhir menjadi Penasihat Ahli Menteri Negara Agraria/Kepala BPN RI dan Anggota Tim Perundang-undangan di Kantor Menteri Negara Agraria/Kepala BPN RI. Selanjutnya Kepala BPN RI menjelaskan posisi strategis dan sentral UUPA
Kepala BPN memberi penghargaan kepada ahli waris
yang ikut dirintis oleh Boedi Harsono. Menurut Kepala BPN RI, Hukum Tanah Nasional dibentuk dengan mengacu pada politik agraria yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 yang menyatakan “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.” Prinsip-prinsip yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan UUPA. Sebagai peraturan dasar, menurutnya, UUPA memerlukan peraturan-peraturan lainnya yang akan menyempurnakan dan melengkapi ketentuan-ketentuan yang telah ada. “Karena itu, dalam beberapa pasal UUPA dinyatakan perlunya pengaturan lebih lanjut baik dalam bentuk undang-undang (UU), peraturan pemerintah, maupun peraturan perundangan lainnya,” ujar Kepala BPN RI. Dijelaskan Kepala BPN RI, sebagian besar pasal-pasal dalam UUPA menga-
Nasional
s Boedi.
tur mengenai pertanahan, dan hanya sebagian kecil mengatur dasar-dasar dari sektor agraria lainnya, seperti kehutanan, air dan pertambangan. Dalam perjalannya setelah lebih kurang 52 tahun sejak berlakunya UUPA, menurut Kepala BPN RI, terdapat berbagai UU yang mengatur masalah agraria, antara lain UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem; UU Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah; UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan; UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi; UU Nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi; UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan; UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan; UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Terkecil; UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Walaupun berbagai UU yang saya sebutkan tadi merupakan ketentuan lebih lanjut dari UUPA, dalam kenyataannya, semangat, konsepsi, dan asas-asas dasarnya banyak yang tidak sesuai dengan UUPA. Bahkan, banyak di antaranya yang tidak sinkron dan tidak harmonis serta tumpang tindih antara satu dengan yang lainnya. Hal ini menyebabkan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yaitu terciptanya sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sulit tercapai. Bahkan, ketentuan-ketentuan yang saling tumpang tindih tersebut menjadi salah satu penyebab meningkatnya sengketa atau konflik di bidang agraria atau pertanahan,” demikian Kepala BPN RI memberi penjelasan. Kepala BPN RI kemudian menyitir benang merah dari buku-buku karya Boedi Harsono. Dikatakan, bahwa Hukum Tanah Nasional di samping terbukti mampu memberikan dukungan pada kegiatan pembangunan di segala bidang yang memerlukan penguasaan dan penggunaan tanah, juga menunjukkan kelemahan dalam rumusan isi dan kelengkapan pengaturannya. Karena itu, penyempurnaan terhadap Hukum Tanah Nasional diperlukan, di samping karena kelemahan dari peraturan turunannya, juga dalam rangka menghadapi era globalisasi. Lebih lanjut Kepala BPN RI mengatakan, salah satu amanat Reformasi adalah penyempurnaan terhadap UUPA, seperti dirumuskan dalam TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Tap MPR ini menugaskan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)bersama Presiden Republik Indonesia untuk segera mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam serta mencabut, mengubah, dan/atau mengganti semua UU dan peraturan pelaksanaannya yang tidak sejalan dengan ketetapan ini. Karena itu, ujar Kepala BPN RI, tugas
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang diamanatkan oleh TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 dan UUPA adalah tugas yang penting dan tidak mudah. Masih banyak ketentuan-ketentuan yang diamanatkan oleh UUPA yang belum dibuat, seperti peraturan mengenai hak atas tanah adat atau hak ulayat, hak atas ruang atas dan ruang bawah tanah, perjanjianperjanjian yang berhubungan dengan tanah dan lain-lain. Begitu pula dengan ketentuan-ketentuan yang telah ada, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan peraturan lainnya yang dengan perkembangan pembangunan mungkin memerlukan pembaruan. “Pada saat ini, BPN RI juga sedang giat-giatnya melakukan inventarisasi, identifikasi, sinkronisasi, dan harmonisasi peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Selain itu, BPN RI juga sedang mempersiapkan rancangan peraturan perundang-undangan lainnya di bidang pertanahan sebagaimana diamanatkan oleh UUPA,” ujar Kepala BPN RI. Berdasarkan uraiannya, dalam rangka memperingati setahun wafatnya Boedi Harsono, Kepala BPN RI semua anak bangsa, mulai dari akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Pegiat Agraria/Pertanahan lainnya, bersama BPN RI melakukan kajian-kajian agar apa yang telah diamanatkan oleh UUD 1945 dan UUPA, yaitu bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dapat tercapai. “Sebagai murid Beliau, kita semua mempunyai tugas untuk mengamalkan dan melanjutkan perjuangan Beliau dalam rangka menyempurnakan dan mewujudkan Hukum Tanah Nasional yang sesuai dengan cita-cita seluruh rakyat Indonesia,” demikian Kepala BPN RI mengakhiri sambutannya. q bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
31
Nusantara
Pembinaan Teknis GeoKKP Wilayah Sumatera
Kepala BPN RI Hendarman Supandji membuka Pembinaan Teknis Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP)/Geo-KKP sewilayah Sumatera di Kota Batam, Kepulauan Riau, 31 Oktober 2012.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI melaksanaan kegiatan Pembinaan Teknis (Bintek) Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP)/Geo-KKP sewilayah Sumatera. Acara yang digelar di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, 31 Oktober - 1 Nopember 2012 ini bertujuan untuk meningkatkan komitmen dan kualitas pelayanan pertanahan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sistem teknologi informasi.
B
intek Geo-KKP ini dihadiri Kepala BPN RI Hendarman Supandji dan para pejabat di lingkungan BPN RI, yaitu Deputi Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan; Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah; Direktur Pengukuran Dasar; Direktur Pemetaan Dasar; Direktur Pemetaan Tematik; Direktur Survei Potensi Tanah; Direktur Pengukuran Batas Bidang Tanah dan Ruang; dan Direktur Pendaftaran Hak Tanah dan Guna Ruang. Bintek ini juga diikuti oleh para Kepala Kantor Wilayah BPN dan Kepala
32
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Kantor Pertanahan sewilayah Sumatera. Dalam sambutan pengarahannya, Kepala BPN RI Hendarman Supandji menegaskan, dalam era globalisasi, teknologi informasi memberi andil sangat besar dalam tata kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun organisasi. Kondisi ini menyebabkan hubungan komunikasi antara semua manusia di seluruh wilayah dunia tiada lagi berbatas (borderless), dan hal ini berdampak pada perubahan perilaku, sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan. Pemanfaatan teknologi informasi
dalam suatu sistem elektronik adalah penggunaan sistem komputer secara luas yang mencakup perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, serta data elektronik. Sistem ini adalah suatu sistem yang terpadu antara manusia dan mesin yang mencakup perangkat keras, perangkat lunak, prosedur standar, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang mencakup fungsi input, proses, output, penyimpanan, dan komunikasi. Kondisi tersebut, menurut Kepala BPN RI, sangat bagus dipergunakan untuk pengelolaan data pertanahan dengan menggunakan teknologi informasi. Hal tersebut merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan. Hal ini, lanjutnya, berkaitan dengan karakteristik data pertanahan itu sendiri yang bersifat multidimensi dan berhubungan dengan masalah ekonomi, politik, pertahanan, serta keamanan dan sosial budaya. Dalam kaitan tersebut, menurut Kepala BPN RI, pelayanan publik pengelolaan data pertanahan harus terintegrasi dalam suatu Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS). Sistem ini dapat mengalirkan informasi antar-seluruh unit Satuan Kerja baik di tingkat Kantor Pusat, Kantor Wilayah, maupun Kantor Pertanahan. Di samping data pertanahan yang bersifat strategis, pengelolaan data secara elektronik dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin meningkat, untuk mewujudkan good governance, yang akhirnya akan berkaitan dengan keterbukaan informasi publik, dan untuk pertukaran informasi antar instansi pemerintah serta menjadikan BPN RI sebagai satu-satunya sumber informasi pengelolaan pertanahan yang dapat memberikan informasi kepada masyarakat, pemerintah, serta dunia usaha dalam rangka pelaksanaan pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa menimbulkan masalah pertanahan.
Nusantara “Kita telah membangun dan mengembangkan infrastruktur sekaligus sistem dan aplikasi pelayanan pertanahan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Sistem ini sudah diterapkan di seluruh Kantor Pertanahan di Tanah Air, dan dikenal dengan nama Komputerisasi Kantor Pertanahan atau KKP. Jadi, ini operasionalnya sudah bagus, tinggal pelaksanaannya,” katanya. Dijelaskan Kepala BPN RI, pembangunan data pertanahan berbasis bidang tanah dalam bentuk data elektronik merupakan informasi mendasar yang dapat diperkaya dengan atribut atau tema lain. Misalnya, informasi tentang tanah telantar, peta tematik, potensi dan nilai tanah, informasi tentang konflik, sengketa, dan perkara pertanahan. Bahkan, informasi nonpertanahan tidak tertutup kemungkinan untuk diintegrasikan, sehingga akan semakin menambah keragaman informasi, misalnya data kependudukan dan lain-lain. “Pertanyaan yang sering timbul di lingkungan internal kita yang berhubungan dengan pemanfaatan data elektronik adalah permasalahan hukum yang terkait dalam hal pembuktian, informasi apa saja yang boleh diakses oleh masyarakat, serta bagaimana menjamin keamanan data elektronik tersebut,” kata Kepala BPN RI. Kepala BPN RI kemudian menyitir bahwa UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik banyak memberikan jawaban terhadap kebimbangan tersebut. Dengan prinsip one captured multi used, penggunaan data elektronik bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik, sehingga berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. “Pelayanan informasi tidak lagi mempertimbangkan keberadaan kantor secara fisik, tetapi lebih mengarah pada kemudahan untuk mengakses data di mana pun kita berada,” Kepala BPN RI menegaskan. Pada bagian lain, Kepala BPN RI juga menyitir UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya pada Pasal 4, yang menyebutkan bahwa
Kepala BPN RI Hendarman Supandji memberi sambutan pada acara Pembinaan Teknis Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP)/Geo-KKP sewilayah Sumatera di Kota Batam, Kepulauan Riau, 31 Oktober 2012.
semua pelayanan publik di antaranya harus berazas akuntabilitas dan ketepatan waktu. Dan, penggunaan data elektronik untuk memberikan informasi kepada masyarakat merupakan salah satu media yang paling tepat dan cepat serta merupakan bentuk akuntabilitas pelayanan kepada publik. Menurut Kepala BPN RI, KKP memang sudah diimplementasikan di semua Kantor Pertanahan di seluruh wilayah tanah air, namun belum mengakomodasi semua jenis pelayanan yang dilakukan Kantor Pertanahan. Pelayanan pertanahan yang sudah tersedia secara lengkap adalah pengukuran bidang tanah serta permohonan dan pendaftaran hak atas tanah. Pelayanan di loket dan sebagian pelayanan pada Kantor Bergerak (LARASITA) juga sudah di lakukan melalui KKP. Demikian juga dengan pelayanan secara sporadik maupun pelayanan yang berdasarkan anggaran APBN. “Dengan melaksanakan semua pelayanan tersebut melalui proses yang disediakan aplikasi KKP, kita akan dapat memonitor secara real time berapakah jumlah pelayanan yang dapat kita laksanakan dalam periode waktu tertentu. Ini penting, di samping untuk mengukur kemampuan sumber daya, juga dapat dipergunakan untuk mengetahui kinerja dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,” Kepala BPN RI menjelaskan.
Menurut Kepala BPN RI, sampai dengan tanggal 30 Oktober 2012, untuk data Buku Tanah elektronik se-Indonesia yang sudah terhimpun adalah 29.061.857 bidang tanah atau ± 64,9% dari jumlah bidang tanah terdaftar. Sedangkan, yang sudah terpetakan adalah 24.637.454 bidang tanah. Dari angka tersebut baru 54,22% yang linkup dengan data tekstual. Sementara itu, untuk data sewilayah Sumatera, link-up datanya lebih rendah lagi, yaitu 37% dari 29.061.857 buku tanah elektronik. Berdasarkan urutan per provinsi se-Indonesia, Kantor Wilayah BPN Provinsi Kepulauan Riau merupakan satu-satunya Kantor Wilayah di Sumatera yang masuk 2 besar dalam persentase link-up yang tertinggi. Karena itu, Kepala BPN RI mengungkapkan kebanggaannya kepada Kantor Pertanahan Kota Batam karena link-up datanya mencapai 97,42%, dan menduduki peringkat pertama untuk tingkat Kantor Pertanahan se-Indonesia. “Ya, boleh berbanggalah. Tinggal tunggu promosi saja nanti. Karena itu, dengan adanya kegiatan ini, saya harapkan semua pihak memperbarui kembali komitmen untuk selalu konsisten dan kontinu dalam melaksanakan pelayanan pertanahan kepada masyarakat dengan memanfaatkan aplikasi KKP/Geo-KKP. Dan, yang lebih penting meningkatkan kualitas data elektroniknya,” ujar Kepala BPN RI. q bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
33
Nusantara
Pertandingan Bulutangkis Gebyar Pekan Olahraga Nasional HAN, 29 Nopember 2012.
Semaraknya Hari Agraria Nasional Guna menyemarakkan peringatan Hari Agraria Nasional (HAN) yang jatuh pada 23 November 2012, Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI menyelenggarakan acara Pekan Olah Raga (POR) di lingkungan BPN RI. Pembukaan acara tersebut dilakukan oleh Kepala BPN RI Hendarman Supandji di Kantor Pusat BPN RI di Jakarta.
A
cara Pekan Olah Raga ini karyawan di lingkungan BPN Pusat, Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta, Kantor Wilayah BPN Provinsi Banten, dan Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Barat. Cabang olah raga yang dipertandingkan meliputi cabang olah raga tenis lapangan, bulu tangkis, tenis meja, bola voli, catur, dan diakhiri dengan gerak jalan bersama. Acara ini juga mengangkat tema “Dengan Sapta Tertib Pertanahan, Kita Tingkatkan Pelayanan Masyarakat”. Saat memberikan sambutan pembukaan, Kepala BPN RI menegaskan
34
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
bahwa kegiatan seperti ini seyogyianya bukan sekadar kegiatan rutin tahunan, melainkan harus dijadikan momentum yang tepat guna mengukuhkan kembali kesadaran mengenai makna dari olah raga bagi kita semua, serta sebagai pribadi serta sebagai bangsa. “Terutama kesadaran kita sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang jujur, sportif, dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap amanah yang dibebankan pada pundak kita semua dalam melayani masyarakat secepat mungkin, semurah mungkin, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan,” katanya. Melalui event olah raga seperti ini,
Kepala BPN RI juga mengajak karyawan BPN RI mulai belajar mengubah perilaku dan mindset sebagai salah satu prasyarat dalam mewujudkan semangat reformasi birokrasi yang sedang gencar-gencarnya dilakukan guna mencapai suatu tata kelola pemerintahan yang baik dengan menyelaraskan seluruh sumber daya yang dimiliki dengan berlandaskan Sapta Tertib Pertanahan menuju peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Dengan meresapi dan melaksanakan nilai-nilai yang terkandung di dalam olahraga, mulai dari nilai-nilai semangat sportivitas, kejujuran, tanggung jawab, dan kerjasama di antara kita dalam upaya mencapai target yang seoptimal mungkin mari kita wujudkan BPN yang bersih, mandiri, kredibel, dan berkelas dunia serta sesuai dengan harapan seluruh Bangsa Indonesia pada umumnya. Lebih lanjut Kepala BPN RI menjelaskan, pendidikan dan pembinaan olah raga merupakan bagian tak terpisahkan dan merupakan bagian yang sangat penting dari upaya besar kita untuk membangun karakter bangsa, termasuk karakter aparatur BPN RI. Karena itu, lanjutnya, sistem pendidikan, baik struktural maupun fungsional, harus menjadi prioritas perbaikan ke depan, termasuk perbaikan kurikulum dan bagaimana membangun moral dan bagaimana membangun profesionalisme pegawai BPN yang jelas dan terukur. Berkaitan dengan pendidikan olah raga, khususnya bagi pegawai BPN RI, menurutnya, kiranya perlu dipikirkan dan diberi wadah ataupun kesempatan yang lebih baik lagi. Tujuannya, agar ke depan jajaran BPN RI selain memiliki semangat, motivasi, dan moral yang tinggi, juga memiliki fisik dan kemampuan jasmani yang prima sehingga mampu menjawab dan menjalankan tugas yang diberikan kepadanya dengan baik, cekatan, dan bertanggung jawab. “Sehingga, saya mengharapkan pola rekrutmen pegawai tahun 2013, mutlak mampu memperhatikan kualitas dan kompetensi tinggi tapi juga memiliki fisik dan jasmani yang prima sesuai dengan standar fisik dan kebugaran BPN RI,” katanya. q
Nusantara
Seminar Tanah Ulayat di Papua
S
Bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat, Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI, Rabu, 13 November 2012, menggelar Seminar dan Workshop Penataan dan Pemberdayaan Tanah Ulayat/Adat di Tanah Papua. Seminar dilaksanakan di The Bistro, Hotel Aston Jayapura, Papua.
eminar dihadiri Kepala BPN RI yang diwakli oleh staf khusus Kepala BPN RI Ir M Rukhyat Noor MM yang didampingi Kepala Kantor Wilayah BPN RI Provinsi Papua Nicolas Wanenda, S.Si. Hadir juga Gubernur Papua yang diwakili oleh Pj. Sekretaris Daerah Provinsi Papua Drs Elia I Loupatty. Dari seminar ini terungkap bahwa permasalahan utama yang dihadapi dalam pengelolaan dan pemberdayaan tanah adat/ulayat di Tanah Papua adalah ketidakjelasan batas wilayah adat/ulayat antar suku; ketidakjelasan struktur pemilikan dan penguasaan tanah adat/ulayat; dan ketimpangan persepsi hukum adat dengan ketentuan hukum formal yang berlaku. Hal-hal itulah yang kemudian mengakibatkan pengelolaan dan pemanfaatan tanah sebagai aset ekonomi belum optimal. Seminar ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk menggali aspirasi dan masukan dari seluruh pemangku kepentingan dalam rangka merumuskan kebijakan dan program penataan dan pemberdayaan tanah adat/ulayat di Tanah Papua secara efektif dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat di Tanah Papua. q
HAN di Subang
D
alam rangka memperingati Hari Agraria Nasional (HAN) ke-52 24 September 2012, Kantor Pertanahan Kabupaten Subang, Jawa Barat, memberikan 250 sertipikat tanah kepada warga. Kepala Kantor Pertanahan Subang Juanda Syahbudin, mengatakan, pemberian sertipikat sebagai bentuk kepedulian pemerintah pusat dan daerah atas hak warga. Hingga kini, akunya, pihaknya telah menyelesaikan 250 pensertifikatan dari 2.394 bidang hak atas tanah. Diimbuhkan, pada tahun anggaran 2012, Kantor Pertanahan Subang melakukan kegiatan pensertifikatan hak atas tanah yang meliputi redistri-
busi tanah sebanyak 1500 bidang, 750 bidang merupakan Prona, 100 bidang
UKM, 24 bidang instansi pemerintah, dan 20 bidang wakaf. q
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
35
Nusantara
Gubernur Sultra, Nur Alam menyerahkan secara simbolis sertifikat tanah.
BPN Sultra Serahkan 46.263 Sertipikat Gratis Bertepatan dengan peringatan Hari Agraria Nasional ke-52, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Basional (BPN) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyerahkan 46.263 sertipikat gratis kepada warga dari beberapa program bantuan sertipikat pemerintah pusat. Penyerahan dilakukan di Kendari, Senin, 24 September 2012. Penyerahan secara simbolis dilakukan oleh Gubernur Sultra Nur Alam kepada beberapa perwakilan masyarakat kabupaten/kota di wilayah Sultra.
K
epala Kantor Wilayah BPN Sultra All Jabar mengatakan, selama dua tahun terakhir, perhatian pemerintah pusat terhadap Sultra sangat besar, terutama dalam hal pemberian bantuan sertipikat tanah. Hal ini, menurutnya, merupakan buah dari upaya
36
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Gubernur Sultra yang intens membangun komunikasi langsung dengan BPN Pusat sehingga dalam dua tahun terakhir Sultra memperoleh bantuan sertipikat di atas 46.000 persil. Dua tahun sebelumnya, kata All Jabar, bantuan pembuatan sertipikat untuk masyarakat Sultra pada beberapa program pensertipikatan baru
mencapai 15.000 persil. Meskipun begitu, Gubernur Nur Alam mengingatkan agar aparat BPN tidak ceroboh dalam memberikan kepastian hukum pada suatu wilayah. “Jangan membuat ruang terjadinya sengketa warga yang berakhir di pengadilan akibat kecerobohan melahirkan sertipikat yang tidak diteliti sedetail mungkin,” katanya. Karena itu, Nur Alam menegaskan, agar BPN jangan membiarkan masyarakat menempuh jalur hukum, karena itu harus mempelajari riwayat asal-usul tanah sebelum menerbitkan sertipikat. “Saya akui, selama ini sudah ada kemajuan kinerja dari BPN Sultra, tetapi masih banyak kritikan dari masyarakat yang harus menjadi perhatian dan menjadi evaluasi dalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat,” katanya. q
Nusantara
Kota Bogor Bagikan 500 Sertipikat Tanah
B
ertepatan dengan Hari Agraria Nasional (HAN) ke-52 Agraria, Kantor Pertanahan Kota Bogor, Jawa Barat, membagikan 500 sertipikat tanah kepada badan hukum, instansi pemerintah Kota Bogor dan pemerintah pusat, tanah wakaf, sarana peribadatan, dan pensertipikatan melalui program Larasita. Penyerahan secara simbolis dilakukan Wali Kota Bogor Diani Budiarto di Plaza Balai Kota Bogor, Senin (24/9/12). Kepala Kantor Pertanahan Kota Bogor Andi Tenri Abeng mengungkapkan, pihaknya akan terus melakukan peningkatan mutu pelayanan guna melayani masyarakat di bidang tanah. Di Kota Bogor, lanjut Andi, ada 126.000 bidang tanah yang sudah terdaftar, dengan perincian tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pengelolaan, dan satuan
rumah susun. “Namun, dari jumlah tersebut baru sekitar 60 persen yang
terpetakan, dan sisanya masih dalam perencanaan,” ujarnya. q
Proda di Bangka
K
antor Pertanahan Kabupaten Bangka juga mengurus program sertipikat gratis melalui Program Daerah (Proda) yang meliputi
177 persil. Dari jumlah itu, 100 persil untuk Usaha Kecil Menengah (UKM), 50 persil untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), dan 100 persil
untuk nelayan. “Program sertipikat gratis ini juga dibiayai pemerintah, kalau Proda itu dari dana APBD Kabupaten Bangka, sedangkan lainnya itu dari dana APBN,” ujar Kasi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah (HTPT) Kantor Pertanahan Kabupaten Bangka M Hasbi Ash, seperti dikutip Bangkapos. com, Selasa (23/10/2012). Diakuinya, semua program sertipikat tanah gratis ini harus diselesaikan sampai akhir tahun anggaran 2012 ini. Sedangkan, personil karyawan Kantor Pertanahan Bangka masih terbatas, karena itu terpaksa lembur bekerja sampai malam. “Untuk nelayan, ada jatah 100 sertipikat, yang sudah siap itu sekitar 25 sertipikat selesai, sisanya masih dalam proses,” katanya. q
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
37
Kronika
Kepala BPN RI dalam Dialog obrolan Optimis di TVRI, 6 Juli 2012.
Kunjungan Kepala BPN RI di Mesuji, 9 juli 2012.
Kunjungan Kepala BPN RI ke Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Barat, 1 Agustus 2012.
Halal bi halal bersama Kepala BPN RI di lingkungan Kantor BPN RI.
Pemberkasan Peserta Ujian PPAT, 18 September 2012.
Kepala BPN RI menghadiri Acara Wisuda STPN Program Diploma IV Pertanahan dan Diploma I Pengukuran dan Pemetaan Kadastral, Yogyakarta 27 September 2012.
38
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
Kronika
Foto Bersama Delegasi Vietnam, 8 Oktober 2012.
Kepala BPN RI meninjau Lingkungan Kantor BPN RI, 11 Oktober 2012.
Senam bersama Kepala BPN RI, 12 Oktober 2012.
Kunjungan Kepala BPN RI ke Kantor Pertanahan Kota Bandung, 21 Oktober 2012.
Kunjungan Kepala BPN RI ke Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Selatan, 21 Nopember 2012.
Rapat Dengar Pendapat BPN RI dengan Komisi II DPR RI, 28 Nopember 2012.
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
39
Nusantara
Inilah Juknis UU Pengadaan Tanah Beleid yang ditunggu-tunggu itu akhirnya datang juga. Pada 30 Oktober 2012 lalu, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI menerbitkan Peraturan Kepala BPN RI (Perkaban) Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dengan demikian, tinggal menunggu dua peraturan menteri lagi, Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum sudah bisa diimpelemtasikan. Seperti diketahui, setelah UU Pengadaan Tanah disahkan, Presiden menerbitkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Perpres ini kemudian mengamanatkan diterbitkannya peraturan teknis dari Kementerian/Lembaga terkait, yaitu BPN RI, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri. Dalam konteks ini, Perkaban diperlukan sebagai petunjuk teknis pengadaan tanah. Sedangkan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) diperlukan untuk mengatur penggunaan anggaran jika program pengadaan tanah dimaksud menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Adapun, Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) diperlukan jika program pengadaan tanah tersebut menggunakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), atau, jika program tersebut menggunakan dua sumber pendanaan, APBN dan APBD. Setelah keluarnya Perkaban tersebut, untuk mengimplementasikan UU Pengadaan Tanah tersebut tinggal menunggu PMK dan PMDM. Direncanakan, akhir Desember 2012 ini kedua peraturan tersebut sudah dapat disahkan. Dengan demikian, mulai Januari 2013, pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sudah dapat sepenuhnya menggunakan UU Nomor 2 Tahun 2012 tersebut. Berikut adalah pasal-pasal penting Perkaban Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah: BAB I PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH BAGIAN KESATU UMUM Pasal 1 (1) Pelaksanaan pengadaan tanah dilaksanakan Oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. (2) Dalam pelaksanaan pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dapat memobilisasi pegawai di lingkungan unit kerjanya. (3) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menugaskan Kepala Kantor Pertanahan sebagai Ketua Pelaksana Pengadaan tanah. Pasal 2 (1) Penugasan Kepala Kantor Pertanahan sebagai Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) dilakukan dengan mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, kondisi geografis dan sumber daya manusia. (2) Penugasan Kepala Kantor Pertanahan sebagaimana dimaksud pada
40
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
ayat (1) terhadap pengadaan tanah yang terletak dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota. (3) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional. (4) Keputusan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibuat sesuai dengan Lampiran I. (5) Keputusan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberi tembusan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Gubernur, Bupati/Walikota tempat lokasi pengadaan tanah, Instansi yang memerlukan tanah, dan Instansi yang terkait. (6) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dilaporkan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. (7) Laporan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dibuat sesuai dengan Lampiran II. Pasal 3 (1) Apabila pengadaan tanah dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1), maka susunan keanggotaan pelaksana pengadaan tanah, paling kurang: a. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai Ketua; b. Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah atau Pejabat setingkat Eselon III yang ditunjuk sebagai Anggota; c. Kepala Kantor Pertanahan setempat pada lokasi pengadaan tanah sebagai Anggota; d. Pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah provinsi paling rendah setingkat Eselon III yang membidangi urusan pertanahan atau Pejabat setingkat Eselon III yang ditunjuk sebagai Anggota; e. Pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah kabupaten/kota paling rendah setingkat Eselon III yang membidangi urusan pertanahan atau Pejabat setingkat Eselon III yang ditunjuk sebagai Anggota;
Nusantara f. Camat atau nama lain setempat pada lokasi pengadaan tanah sebagai Anggota; g. Lurah/Kepala Desa atau nama lain setempat pada lokasi pengadaan tanah sebagai Anggota; dan h. Kepala Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah atau pejabat setingkat Eselon IV yang ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap Anggota. (2) Apabila pengadaan tanah dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2), maka susunan keanggotaan pelaksana pengadaan tanah, paling kurang: a. Kepala Kantor Pertanahan sebagai Ketua; b. Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah atau Pejabat setingkat Eselon IV yang ditunjuk sebagai Anggota; c. Pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah kabupaten/kota paling rendah setingkat Eselon IV yang membidangi urusan pertanahan sebagai Anggota; d. Camat atau nama lain setempat pada lokasi pengadaan tanah sebagai Anggota; e. Lurah/Kepala Desa atau nama lain setempat pada lokasi pengadaan tanah sebagai Anggota; dan f. Kepala Sub Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah atau Pejabat yang ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap Anggota. (3) Pelaksana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibantu oleh Sekretariat Pelaksana Pengadaan Tanah. (4) Sekretariat Pelaksana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), keanggotaannya terdiri dari pejabat atau staf yang ditunjuk oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, paling banyak 4 (empat) orang. (5) Sekretariat Pelaksana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bertugas untuk menyiapkan administrasi pengadaan tanah, yang meliputi keuangan, pendokumentasian, dan surat menyurat lainnya. Pasal 4 (1) Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) atau ayat (2), menetapkan keputusan tentang susunan keanggotaan pelaksana pengadaan tanah untuk setiap kegiatan pelaksanaan pengadaan tanah dan sekretariat. (2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan Lampiran III A atau Lampiran III B. Pasal 5 Tahapan pelaksanaan pengadaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 sampai dengan Pasal 111 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum meliputi: a. penyiapan pelaksanaan; b. inventarisasi dan identifikasi; c. penetapan penilai; d. musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian; e. pemberian ganti kerugian; f. pemberian ganti kerugian dalam keadaan khusus; g. penitipan ganti kerugian; h. pelepasan objek pengadaan tanah; i. pemutusan hubungan hukum antara pihak yang berhak dengan objek pengadaan tanah; dan j. pendokumentasian peta bidang, daftar nominatif dan data administrasi
pengadaan tanah. BAGIAN KEDUA PENYIAPAN PELAKSANAAN Pasal 6 (1) Setelah Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional menerima pengajuan pelaksanaan pengadaan tanah dari Instansi yang memerlukan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional meneliti dan mempertimbangkan apakah pelaksanaan Pengadaan Tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) atau ayat (3) dan Pasal 2 ayat (1). (2) Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melakukan penyiapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Pasal 53 dan Pasal 54 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. (3) Penyiapan pelaksanaan pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam rencana kerja paling kurang: a. membuat agenda rapat pelaksanaan; b. menyiapkan administrasi yang diperlukan; c. mengajukan kebutuhan anggaran operasional pelaksanaan pengadaan tanah; d. inventarisasi dan identifikasi; e. kendala-kendala teknis yang terjadi dalam pelaksanaan; f. merumuskan strategi dan solusi terhadap hambatan dan kendala dalam pelaksanaan; g. menyiapkan langkah koordinasi ke dalam maupun ke luar di dalam pelaksanaan; h. menetapkan Penilai; i. penilaian; j. musyawarah penetapan ganti kerugian; k. pemberian/penitipan ganti kerugian; l. pelepasan objek Pengadaan Tanah dan pemutusan hubungan hukum; m. penyerahan bukti perolehan/penguasaan dari Pihak yang Berhak; n. membuat dokumen hasil pelaksanaan Pengadaan Tanah. o. penyerahan hasil Pengadaan Tanah (4) Rencana Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling kurang: a. rencana pendanaan pelaksanaan; b. rencana waktu dan penjadwalan pelaksanaan; c. rencana kebutuhan tenaga pelaksanaan; d. rencana kebutuhan bahan dan peralatan pelaksanaan; e. inventarisasi dan alternatif solusi faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan; dan f. sistem monitoring pelaksanaan. BAGIAN KELIMA MUSYAWARAH PENETAPAN GANTI KERUGIAN Pasal 25 (1) Musyawarah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
41
Nusantara tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. (2) Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara langsung untuk menetapkan bentuk Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Ganti Kerugian. (3) Bentuk Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berupa: a. uang; b. tanah pengganti; c. pemukiman kembali; d. kepemilikan saham; atau e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. (4) Dalam hal Pihak yang Berhak berhalangan hadir dalam musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pihak yang Berhak dapat memberikan kuasa kepada: a. seorang dalam hubungan darah ke atas, ke bawah atau ke samping sampai derajat kedua atau suami/istri bagi Pihak yang Berhak berstatus perorangan; b. seorang yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan anggaran dasar bagi Pihak yang Berhak berstatus badan hukum; atau c. Pihak yang Berhak lainnya. (5) Pihak yang Berhak hanya dapat memberikan kuasa kepada 1 (satu) orang penerima kuasa atas 1 (satu) atau beberapa bidang tanah yang terletak pada 1 (satu) lokasi pengadaan tanah. (6) Surat Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sesuai dengan Lampiran XIII. (7) Dalam pelaksanaan musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat Berita Acara Kesepakatan yang memuat: a. Pihak yang Berhak yang hadir atau kuasanya, yang setuju beserta bentuk ganti kerugian yang disepakati; b. Pihak yang Berhak yang hadir atau kuasanya, yang tidak setuju; dan c. Pihak yang Berhak yang tidak hadir dan tidak memberikan kuasa. (8) Berita Acara Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dibuat sesuai dengan Lampiran XIV. BAGIAN KEENAM PEMBERIAN GANTI KERUGIAN Pasal 26 (1) Pemberian Ganti Kerugian dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, penyediaan tanahnya dilakukan oleh Instansi yang memerlukan tanah atas permintaan tertulis dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. (2) Pemberian Ganti Kerugian dalam bentuk uang dilakukan melalui jasa Perbankan atau pemberian secara tunai yang disepakati antara Pihak yang Berhak dan Instansi yang memerlukan tanah. (3) Atas permintaan Ketua Pelaksana pengadaan tanah, Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuka rekening tabungan atas nama Pihak yang Berhak. (4) Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Instansi yang memerlukan tanah berdasarkan validasi
42
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. (5) Validasi Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat sesuai dengan Lampiran XV. Bagian Kedelapan Penitipan Ganti Kerugian Pasal 37 (1) Penitipan Ganti Kerugian pada pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 sampai dengan Pasal 95 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dilakukan pada pengadilan negeri di wilayah lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. (2) Penitipan Ganti Kerugian sesuai ketentuan pada Pasal 86 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dilakukan dalam hal: a. Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil musyawarah dan tidak mengajukan keberatan ke pengadilan negeri; b. Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; c. Pihak yang Berhak tidak diketahui keberadaannya; d. Dalam hal Pihak yang Berhak telah diundang secara patut tidak hadir dan tidak memberikan kuasa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; atau e. Objek Pengadaan Tanah yang akan diberikan ganti kerugian: 1. sedang menjadi objek perkara di pengadilan; 2. masih dipersengketakan kepemilikannya; 3. diletakan sita oleh pejabat yang berwenang; atau 4. menjadi jaminan di bank atau jaminan hutang lainnya. BAB II PENYERAHAN HASIL PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Pasal 46 (1) Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah membuat dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dalam rangkap 2 (dua), yaitu 1 (satu) asli dan 1 (satu) fotokopi yang dilegalisir oleh Pelaksana Pengadaan Tanah. (2) Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah menyerahkan 1 (satu) rangkap fotokopi yang dilegalisir kepada Instansi yang memerlukan tanah, sedangkan 1 (satu) rangkap yang merupakan asli untuk kelengkapan permohonan sertipikat hak atas tanah. (3) Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah menyerahkan 1 (satu) rangkap fotokopi dokumen Pengadaan Tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pelaksanaan pengadaan tanah selesai. (4) Penyerahan hasil pengadaan tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan membuat Berita Acara Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah. (5) Berita Acara Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sesuai dengan Lampiran XXXVI.
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012
43
44
bhumibhakti edisi 12 tahun 2012