STUDI TERHADAP KATA-KATA YANG SEMAKNA DENGAN MUSIBAH DALAM ALQURAN Abdul Rahman Rusli Tanjung Dosen Fakultas Dakwah IAIN SU Abstrak Kata-kata yang sepadan dengan kata musibah jika ditelusuri tidak membedakan sasaran yang dikenainya. Ia boleh jadi menimpa manusia yang saleh atau manusia yang biasa berbuat maksiat. Jika datang kepada manusia yang saleh, maka makna kata-kata tersebut harus dipandang sebagai penguji keimanan, tetapi jika menimpa orang yang biasa berbuat maksiat, maka harus diartikan sebagai siksaan. Kata-kata yang sepadan dengan musibah tersebut memiliki pelajaran yang positif bagi manusia. Pelajaran tersebut adalah bahwa bagi manusia yang suka melakukan kebaikan akan dibalas dengan kebaikan, dan bagi manusia yang suka melakukan kejahatan akan dibalas dengan kejahatan, baik di dunia maupun di akhirat. Inilah yang disebut dengan hukum sunnatullah. Dengan demikian, bagi yang orang yang berpikiran cerdas dan bijak akan berpikir seribu kali untuk melakukan kejahatan. Artikel ini membahas berkenaan cdengan studi terhadap kata-kata yang semakna dengan musibah dalam Alquran. Kata Kunci : studi, kata semakna, musibah, Alquran
Pendahuluan Alquran memiliki kandungan makna yang multi dimensional. Oleh karenanya, Alquran merupakan Kitab Suci yang bersifat universal, yang tidak lekang kena panas, dan tidak lapuk kena hujan. Tujuan utama diturunkannyran adalah untuk petunjuk manusia agar dalam kehidupannya selamat dan bahagia, tidak saja di dunia, juga kelak di akhirat. Berdasarkan itu, Alquran demikian penting bagi umat Islam pada khususnya, dan manusia pada umumnya, agar kehidupannya tidak sesat. Lebih khusus lagi untuk umat Islam yang dengan keyakinannya yang bulat bahwa Alquran merupakan sumber utama ajaran Islam. Berikut ini penulis mencoba untuk mengulas kata-kata yang memiliki makna yang sepadan dengan kata musibah, hal ini tujuannya untuk mengetahui apa saja istilah yang semakna dengan musibah yang disebut dalam Alquran, dan bagaimana makna kata-kata tersebut.
Pengertian Musibah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, musibah diartikan dengan; (1) kejadian (peristiwa) menyedihkan yang menimpa; (2) malapetaka; bencana.1 Dari
263 Analytica Islamica, Vol. 2, No. 2, 2013: 262- 291 pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa musibah adalah semua kejadian atau peristiwa yang menimpa manusia, baik yang bersifat ringan maupun yang berat yang sering disebut dengan berbagai bencana, seperti bencana alam, berupa banjir, kebakaran, tanah longsor, angin puting beliung, dan gempa bumi. Pada dasarnya kata Musibah adalah berasal dari bahasa Arab yang diambil dari akar kata asaba, yang artinya menimpa atau mengenai.2 Maksudnya dalam hal ini adalah semua kejadian atau peristiwa yang menimpa manusia, baik yang bersifat ringan maupun berat, juga bisa berupa kabaikan maupun keburukan.3 Adapun yang berupa penderitaan sering disebut dengan berbagai siksa berupa bencana, seperti bencana alam, banjir, kebakaran, tanah longsor, angin puting beliung dan gempa bumi. Demikian pula dapat berupa anugerah kebaikan, berupa mendapat jabatan yang tinggi, mendapat harta yang banyak. Hal itu semua, dapat dikatakan bahwa musibah diartikan sebagai ujian yang diberikan Allah swt kepada manusia, sehingga diketahuilah mana yang benar-benar beriman kepadaNya atau tidak.Kata-kata yang semakna dengan musibah di antaranya adalah „azab, „iqab, ajrun, bala‟, fitnah, jaza‟, sawab. Berikut ini akan dikemukakan satu persatu dari kata-kata dimaksud. 1. ‘Azab Istilah „azab, berikut kata jadiannya, disebutkan dalam Alquran sebanyak 373 kali yang terdiri atas 69 surat. Sebanyak 221 kata di antaranya terdapat dalam ayat-ayat makkiyah, dan selebihnya 152 kata terdapat dalam ayat-ayat madaniyyah.4 Secara umum, Alquran menggunakan kata „azab diartikan sebagai segala sesuatu yang mendatangkan rasa sakit, rasa tidak enak,dan ketidakbebasan. Terdapat yang mengatakan bahwa „azab pada dasarnya berarti menyekap dan menahan (al-habs wa al-man‟). Dengan demikian, air jernih disebut údzubat alma‟ karena ia telah ditahan dan disekap dalam bejana sampai kotorannya mengendap. Jadi, setiap yang ditahan dan disekap disebut di-„azab. Siksa disebut „azab karena orang yang disiksa, ditahan dan dicegah dari segala yang mendatangkan keenakan dan kebaikan.5 Ada juga yang mengatakan „azab berasal dari kata „azabat ash-shawth (ujung cambuk). Jadi, „azab berkaitan dengan siksaan dengan pukulan ujung cambuk yang mendatangkan rasa sakit.6 Apa pun
Studi Terhadap Kata-kata (Abdul Rahman Rusli Tanjung) 264 asal katanya, namun „azab secara umum dapat dirujukkan pada arti yang dikemukakan di atas.7 Kata „azab tidak saja digunakan untuk siksa dan hukuman di akhirat, tetapi digunakan pula untuk siksa dan hukuman di dunia. Contoh yang terakhir ini adalah siksaan atau hukuman dera terhadap pezina yang oleh Allah, dianjurkan agar disaksikan oleh sekelompok orang-orang mukmin, perhatikan Q.S.anNur/24:2,
َّ ٌي ّْللاِ إِى ْ َال َّزاًٍَِتُ َوال َّزاًًِ ف ِ اجلِذُوا ُك َّل َو ِ اح ٍذ ِه ٌْ ُه َوا ِهائَتَ َج ْل َذ ٍة َوالَ تَؤْ ُخ ْز ُك ْن بِ ِه َوا َس ْأفَتٌ فًِ ِد َّ ُِك ٌْتُ ْن ت ُْؤ ِهٌُىىَ ب ْ ٍََخ ِش َو ْل َش َه ْذ َع َزابَهُ َوا طَائِفَتٌ ِهيَ ا ْل ُو ْؤ ِهٌٍِي ِ اَّللِ َوا ْلٍَ ْى ِم ْا “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiaptiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”. Akan tetapi, penggunaan kata „azab, memang jauh lebih banyak yang berkonotasi siksaan akhirat, dan menurut Alquran, „azab akhirat itu jauh lebih dahsyat. Perhatikan Q.S.Thaha/20:127;
ش ُّذ َوأَ ْبقَى َ ََخ َش ِة أ ْ ََو َك َزلِكَ ًَ ْج ِزي َهيْ أ ُ ث َسبِّ ِه َولَ َع َز ِ اب ْا ِ س َشفَ َولَ ْن ٌُ ْؤ ِهيْ بِآٌَا Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. Juga Q.S.az-Zumar/39:26:
َّ فَؤ َ َراقَ ُه ُن ََخ َش ِة أَ ْكبَ ُش لَ ْى َكاًُىا ٌَ ْعلَ ُوىى ُ ي فًِ ا ْل َحٍَا ِة ال ُّذ ًٍَْا َولَ َع َز َ ّللاُ ا ْل ِخ ْز ِ اب ْا Maka Allah merasakan kepada mereka kehinaan pada kehidupan dunia. Dan sesungguhnya azab pada hari akhirat lebih besar kalau mereka mengetahui. Adapun kemunculan „azab adalah terkait dengan perbuatan manusia, dalam hal ini perbuatan negatif atau jahat. Kejahatan-kejahatan itulah yang menjadi penyebab munculnya „azab dan yang tebanyak adalah kufr. Lebih dari tiga puluh kali kata kufr ini muncul bersama „azab, di antaranya perhatikan Q.S.Ali Imran/3: 56:
َ فَؤ َ َّها الَّ ِزٌيَ َكفَ ُشوا فَؤُع َِّزبُ ُه ْن َع َزابًا َاص ِشٌي ِ ًَ ْش ِذٌذًا فًِ ال ُّذ ًٍَْا َو ْاَ ِخ َش ِة َو َها لَ ُه ْن ِهي
265 Analytica Islamica, Vol. 2, No. 2, 2013: 262- 291 “Adapun orang-orang yang kafir, maka akan Ku-siksa mereka dengan siksa yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong”. Selain berkenaan dengan kufr, kemunculan kata „azab juga berkenaan dengan nifaq,8 takabbur,9 zhulm10 dan lain-lainya. Semuanya itu menunjukkan bahwa Allah mengazab seseorang disebabkan oleh kejahatan yang telah dilakukan. Dia tidak akan menyiksa orang yang tidak berbuat kejahatan. Hal ini tidak berarti bertentangan dengan ayat yang menyatakan bahwa Allah akan menyiksa orang yang dikehendaki-Nya.11 Ayat-ayat tentang hal itu, tidak berarti bahwa Allah akan menyiksa siapa saja, temasuk orang-orang baik yang tidak melakukan kejahatan. Menurut az-Zamakhsyari,12 pengertian man yasya‟ pada ayat itu adalah orang-orang yang berbuat maksiat. Mereka itulah orang-orang yang pas dan tepat mendapat siksaan, dan mereka itulah yang dikehendaki Allah menerima sasaran siksaan-Nya. Demikianlah kata „azab dalam Alquran yang semakna dengan kata musibah, kendatipun tidak persis sama.
2. Iqab Istilah „iqab dalam pelbagai bentuk derivasinya terdapat dalam Alquran sebanyak 80 kali, yang tersebar dalam 32 surat. Sebanyak 46 kata di antaranya terdapat dalam ayat-ayat makkiyah, dan selebihnya, 34 kata terdapat dalam ayatayat madaniyyah.13 Kata „iqab berasal dari kata dasar „aqb yang berarti ujung tumit, yang mengikuti, yang datang kemudian, atau dari kata dasar „uqb yang berarti akhir dan kesudahan, atau akibat dari sesuatu. Pengertian ini secara umum bisa berkonotasi baik dan buruk. Akan tetapi dalam kaitannya dengan siksa digunakan kata „iqab yang berarti kesudahan dan akibat buruk dari perbuatan jahat yang dilakukan oleh seseorang. Sedangkan untuk konotasi positif, digunakan kata „aqibat yang juga seakar dengan „iqab, misalnya „aqibat al-muttaqin (akibat dan kesudahan yang baik bagi orang-orang bertakwa).14 Meskipun demikian, kata „aqibat dalam Alquran seringkali digunakan dalam konteks yang negatif. Misalnya, „aqibat al-mufsidin,15 „aqibat azzhalimin,16 „aqibat al-mukazzibin,17 dan „aqibat al-mujrimin.18 Ayat-ayat tersebut secara berturut-turut mengandung penegasan mengenai akibat-akibat buruk atau siksa yang ditimpakan kepada orang-orang yang membuat kerusakan, orang-orang
Studi Terhadap Kata-kata (Abdul Rahman Rusli Tanjung) 266
zalim, orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-rasul-Nya, dan orangorang yang berdosa. Adanya kata al-mufsidin dan yang lainnya itu bersama kata „aqibat sebagaimana disebutkan di atas, sekaligus menunjukkan bahwa kemunculan kata „iqab dalam pelbagai bentuknya (seperti „aqibat dan „uqubat) tidaklah sendirian, melainkan terkait dengan perbuatan manusia, dalam hal ini didominasi oleh perbuatan buruk. Hal ini juga menunjukkan bahwa Allah menyiksa hamba-Nya dikarenakan sesuatu sebab, dan sebab yang dimaksudkan itu adalah kejahatan. Kehadiran kata „iqab bersamaan dengan perbuatan jahat juga disebutkan dalam ayat-ayat yang lain, misalnya dihubungkan dengan kufr,19 mendustakan ayat-ayat Allah,20 mengingkari nikmat-Nya,21 dan dihubungkan dengan perbuatan menentang Allah dan Rasul. Untuk kejahatan yang disebutkan terakhir ini terdapat dalam Q.S.al-Anfal/8:13;
َّ َّْ ِ ٌَُٗ فَبُٛ َسعَٚ ََّللا َّ ك َّ اُُّٛ ُْ َشبلَََّٙٔرٌِهَ ثِؤ ة ِ َّللاَ َش ِذٌ ُذ ْاٌ ِعمَب ِ ِ َِ ْٓ ٌُ َشبلَٚ ٌَُُٗٛ َسعَٚ ََّللا (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. Selanjutnya kata „iqab juga dihubungkan dengan perintah bertakwa, perhatikan Q.S.al-Baqarah/2:196;00
َّ َّْ َا أُّٛ ٍَا ْعَٚ ََّللا َّ اُٛارَّمَٚ … ة ِ َّللاَ َش ِذٌ ُذ ْاٌ ِعمَب Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. Kejahatan yang hadir bersama „iqab pada ayat ini dalam bentuk kontra kebaikan. Maksudnya, dikarenakan ayat tersebut mengandung perintah agar bertakwa, berarti kebalikannya adalah bahwa tidak bertakwa itu dilarang. Dasar pemahaman ini sesuai dengan kaidah Ushul Fiqh yang menyatakan bahwa setiap perintah, kebalikannya adalah larangan.22 Masalah perintah yang ditinggalkan, dengan pengertian terbalik berarti larangannya yang dikerjakan, maka ancamannya adalah siksaan yang pedih (al‟iqab asy-syadid).23 Kata „aqibat ada yang digunakan dalam konteks positif, namun seringkali digunakan dalam konteks negatif. Dalam konteks yang disebutkan terakhir ini, kehadiran ‟aqibat selalu didahului oleh kata unzur atau unzuru, sebuah ungkapan yang mengandung
267 Analytica Islamica, Vol. 2, No. 2, 2013: 262- 291 ajakan untuk merenungkan sesuatu secara mendalam. Sebagai contoh terdapat dalam Q.S.al-A‟raf/7:103;
َُب فَب ْٔظُشْ َو ٍْفَ َوبَْ عَبلِجَخِٙا ثُّٛ ٍََ ٍََِئِ ِٗ فَظَٚ َْ َْٛ َعى ثِآٌَبرَِٕب اٌَِى فِشْ عُِٛ ُْ ِ٘ ثُ َُّ ثَ َع ْثَٕب ِِ ْٓ ثَ ْع ِذ ٌَْٓاٌ ُّ ْف ِغ ِذ Kemudian Kami utus Musa sesudah rasul-rasul itu dengan membawa ayat-ayat Kami kepada Fir`aun dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang membuat kerusakan. Selain kata „azab dan „iqab, siksa Allah juga ditunjukkan dengan kata ghadab, sakhat (sukht), la‟nat, intiqam, ihlak dan sebagainya. Adapun gadab dalam arti umum adalah gejolak darah dalam diri seseorang karena keinginan kuat untuk menyiksa atau membalas dendam. Akan tetapi jika disandarkan kepada Allah, gadab berarti kemurkaan terhadap hamba-Nya yang mendurhakai-Nya yang bisa diwujudkan dalam bentuk penyiksaan.24 Istilah gadab muncul dalam Alquran sebanyak 24 kali.25 Lima kali di antaranya dinisbahkan kepada manusia, khususnya kepada Nabi Musa yang menampakkan amarah besar terhadap kaumnya yang melanggar aturan-aturan Tuhan.26 Selebihnya disandarkan kepada Allah yang menunjukkan kemurkaan-Nya akibat pelanggaran berat yang mereka lakukan. Misalnya, pembunuhan,27 pelanggaran aturan-aturan Allah seperti yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi,28 kemusyrikan dan kemunafikan.29 Selanjutnya istilah yang sepadan dengan gadab adalah sukht atau sakhat. Secara bahasa, sukht berarti kebencian tehadap sesuatu dan ketidakridhaan terhadapnya.30 Kalau pelakunya adalah Tuhan, ia berarti penurunan dan penimpaan siksa terhadap hamba-Nya. Istilah ini hanya muncul empat kali dalam Alquran.31 Satu kali di antaranya dikaitkan dengan orang-orang munafik32 dan selebihnya dinisbahkan kepada Tuhan. Keempat istilah sukht itu selalu dipertentangkan dengan rida (keridaan) yang menunjukkan bahwa sukht mengandung arti kebencian tehadap sesuatu dan ketidakridhaan terhadapnya. Kebencian itu dapat meningkat menjadi kemurkaan yang mengarah pada penyiksaan. Bahkan al-Asfahani mengatakan bahwa sukht menunjukkan makna kemurkaan yang lebih hebat daripada gadab.33
Studi Terhadap Kata-kata (Abdul Rahman Rusli Tanjung) 268 Adapun kata la‟nat yang disebutkan sebanyak 41 kali dalam Alquran,34 berarti mencampakkan seseorang kepada kehinaan atau menjauhkannya dari kebaikan disertai kemurkaan. Bila Tuhan melaknat seseorang berarti Dia menutup pintu rahmat dan taufiq-Nya bagi orang tersebut (di dunia) dan Ia akan mengazabnya di akhirat kelak.35 Sebagai contoh perhatikan Q.S.al-Ahzab/33:6465;
َّ َّْ ِا َصٍشًا ِ َٔالَٚ ًٌٍِّبَٚ ََْٚب أَثَذًا الَ ٌَ ِج ُذٍِٙ) خَ بٌِ ِذٌَٓ ف46(ُ ُْ َع ِعٍشًاٌَٙ أَ َع َّذَٚ ٌََّٓللاَ ٌَ َعَٓ ْاٌ َىبفِ ِش “ Sesungguhnya Allah mela'nati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka), Mereka kekal di dalamnya selamalamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindungpun dan tidak (pula) seorang penolong”. Dalam ayat di atas, ditegaskan bahwa Allah swt melaknat orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala di mana mereka kekal di dalamnya. Dalam beberapa tempat, kata la‟nat dirangkai dengan kata gadab yang menunjukkan kemurkaan besar dan siksaan keras dari Tuhan atas hamba-hamba-Nya yang melakukan pelanggaran tertentu. Misalnya, pembunuhan berencana tanpa alasan terhadap seorang mukmin, diancam dengan hukuman neraka, kemurkaan (gadab), dan laknat dari Allah.36 Orang-orang munafik dan musyrik yang beprasangka buruk kepada Allah, juga disiapkan siksa yang besar, kemurkaan dan laknat dari Allah.37 Istilah lain yang mengandung makna siksa adalah intiqam. Intiqam yang berakar dari kata niqmat, biasanya berkonotasi hukuman atau pembalasan setimpal atas kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang. Dalam Alquran, istilah intiqam yang muncul sebanyak 13 kali,38 umumnya menunjuk siksa atau hukuman bagi orang-orang kafir di dunia akibat dosa dan kejahatan yang mereka lakukan terhadap Rasul-rasul Allah. Misalnya, hukuman terhadap Fir‟aun bersama kaumnya,39 hukuman terhadap kaum Nabi Syu‟aib,40 hukuman terhadap umat terdahulu, secara umum, yang mendustakan Rasul-rasul Allah.41 Selain istilah-istilah di atas, terdapat pula istilah ihlak (dari kata dasar halak) yang berarti pembinasaan yang ditimpakan atas kaum kafir di dunia ini. Istilah ihlak yang muncul sebanyak 68 kali dalam Alquran,42 pada umumnya menunjuk pembinasaan dan penghancuran terhadap umat atau generasi terdahulu
269 Analytica Islamica, Vol. 2, No. 2, 2013: 262- 291 akibat kekafiran dan kezaliman mereka.43 Kata yang sepadan dengan ihlak dan juga berkonotasi sama dalah tadmir (dari kata dumur). Istilah ini muncul 10 kali dalam Alquran44 dan semuanya berkonotasi penghancuran dan pembinasaan umat-umat yang ingkar dan membangkang kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya.45 Baik istilah ihlak maupun tadmir, penggunaan keduanya dalam Alquran senantiasa merujuk kepada pembinasaan dan penghancuran orang-orang kafir secara kelompok dan bukan sebagai individu. Demikianlah istilah-istilah Alquran yang mengandung pada dirinya makna siksa. Di antara istilah tersebut, istilah azab-lah yang paling umum dan paling dominan karena meliputi seluruh bentuk siksa, di dunia dan di akhirat, baik untuk individu maupun terhadap kelompok. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa semua yang mendatangkan sakit, rasa tidak enak, penderitaan, ketidakbebasan, ketidaknyamanan hidup, dan semacamnya, dapat disebut „azab. Sedangkan istilah-istilah lainnya menunjuk segi-segi tertentu dari siksa tersebut. Istilah „iqab menunjuk siksa sebagai akibat atau kesudahan buruk dari perbuatan jahat yang dilakukan seseorang. Intiqam menunjuk siksa sebagai hukuman dan balasan setimpal atas perbuatan jahat yang dilakukan seseorang di dunia. Gadab dan sukht mengandung makna bahwa siksa terjadi karena kemurkaan Tuhan terhadap-Nya yang melakukan kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran berat. La‟nat menunjuk siksa dari segi tertutupnya kesempatan bagi seseorang untuk memperoleh rahmat dan taufik Allah di dunia ini, dan tersedianya bagi orang tersebut azab di akhirat. Sedangkan ihlak dan tadmir berkonotasi siksa di dunia dalam bentuk penghancuran dan pembinasaan terhadap kelompok masyarakat. Selain menunjukkan segi-segi tertentu, istilah-istilah yang beragam itu juga menunjukkan bahwa siksa Allah dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Penekanan Alquran terhadap hal ini, antara lain, dimaksudkan sebagai pendidikan, sekaligus sebagai upaya preventif agar manusia tetap berada di atas jalan yang benar dan tidak menyimpang dari aturan-aturan Ilahi. Informasi Alquran mengenai umat-umat dahulu kala yag dihancurkan Allah karena kekafiran, kefasikan, kezaliman dan berbagai kejahatan moral lainnya, adalah dimaksudkan untuk disimak, dipelajari dan dijadikan sebagai peringatan oleh umat-umat kemudian. Dalam kaitan inilah, siksa Allah tidak hanya terjadi di akhirat kelak, melainkan juga sewaktu-waktu dapat terjdi di dunia ini.
Studi Terhadap Kata-kata (Abdul Rahman Rusli Tanjung) 270
3. Ajr Kata ajr disebutkan dalam Alquran dengan berbagai bentuknya sebanyak 108 kali yang tersebar dalam 39 surat, dan sebanyak 54 kata terdapat dalam ayatayat makkiyah dan 54 kata dalam ayat-ayat madaniyyah.46 Bila ditinjau dari segi bahasa, kata ajr dapat berarti “balasan”, “imbalan baik”, “pahala”, “nama baik‟, dan „mas kawin”. Pada umumnya kata ajr digunakan untuk menggambarkan balasan baik di akhirat kelak. Ada juga beberapa kata ajr yang digunakan Alquran untuk menggambarkan balasan duniawi. Contohnya adalah sebagai berikut. Q.S.al-Ankabut/29:27;
َُِّٗٔاَٚ َءارَ ٍَْٕبُٖ أَجْ َشُٖ فًِ اٌ ُّذ ٍَْٔبَٚ َبة َ ْحب َ ْاٌ ِىزَٚ َحَّٛ ُ َج َع ٍَْٕب فًِ ُرسِّ ٌَّزِ ِٗ إٌُّجَٚ ةٛ َ ٌَُ ْعمَٚ ق َ َ٘ ْجَٕب ٌَُٗ اِعَٚ َٚ ٍَٓفًِ ْاَ ِخ َش ِح ٌَ َِّٓ اٌصَّبٌِ ِح “Dan kami anugrahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Ya'qub, dan kami jadikan kenabian dan Al Kitab pada keturunannya, dan kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan Sesungguhnya dia di akhirat, benar-benar termasuk orang-orang yang saleh”. Juga dalam Q.S.al-A‟raf/7:113;
ٍَِٓا اِ َّْ ٌََٕب ألَجْ شًا اِ ْْ ُوَّٕب َٔحْ ُٓ ْاٌغَبٌِجٌُْٛ َْ لَبَٛ َجب َء اٌغ ََّح َشحُ فِشْ عَٚ Dan beberapa ahli sihir itu datang kepada Fir'aun mengatakan: "(Apakah) Sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang?" Kendatipun balasan dalam bentuk ajr akan diberikan sewaktu masih di dunia, namun ajr yang terbaik adalah apa yang akan diterima di akhirat kelak, perhatikan firman Allah dalam Q.S.Yusuf/12:57;
“Dan Sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa”. Dalam firman-Nya yang lain juga ditergaskan Q.S.an-Nahl/16:41;
َّ ًِا فَُٚبجش اُْٛٔ َوبٌَٛ َألَجْ ُش ْاَ ِخ َش ِح أَ ْوجَ ُشَٚ ًُ ُْ فًِ اٌ ُّذ ٍَْٔب َح َغَٕخََّٕٙئِّٛ َا ٌَُٕجُّٛ ٍَُِّللاِ ِِ ْٓ ثَ ْع ِذ َِب ظ َ ٘ ٌَٓاٌَّ ِزَٚ َُّْٛ ٌٍََ ْع “Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya,
pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. dan Sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui,
271 Analytica Islamica, Vol. 2, No. 2, 2013: 262- 291 Adapun balasan baik di akhirat yag tergambar dari kata ajr tidak selalu seimbang dengan amal perbuatan seseorang. Dengan kata lain, balasan atau imbalan ukhrawi selalu lebih besar dibanding perbuatan manusia. Alquran mengisyaratkan kelebihan tersebut, antara lain, dalam firman Allah pada Q.S.anNahl/16: 97;
ِٓ ُ ُْ أَجْ َشُ٘ ُْ ثِؤَحْ َغٌٌََََّٕٕٙجْ ِضَٚ ً ُِ ْئ ِِ ٌٓ فٍََُٕحْ ٍٍََُِّٕٗ َحٍَبحً غٍَِّجَخَٛ َُ٘ٚ ْ أُ ْٔثَىَٚصبٌِحًب ِِ ْٓ َر َو ٍش أ َ ًَ ِّ َِ ْٓ َع ٍََُّْٛ ا ٌَ ْعَُِٛٔب َوب Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. Juga ditegaskan dalam Q.S. Fushilat/41:8;
ٍْ ُّْٕٛ َِ ُ ُْ أَجْ ٌش َغ ٍْ ُشٌَٙ د ِ ا اٌصَّبٌِ َحبٍُِّٛ َعَٚ إَُِٛ اِ َّْ اٌَّ ِزٌَٓ َءا “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya". Imbalan (ajr) yang dijanjikan Allah bagi mereka yang beriman dan beramal saleh dijelaskan-Nya sebagai gayr mamnun, tiada putus-putusnya. Pahala Allah yang tiada putus-putusnya ini sesungguhnya tidaklah sebanding dengan amal saleh yang dilakukan seorang hamba yang dibatasi oleh faktor waktu selama di dunia. Perhatikan penegasan Alquran dalam Q.S. Az-Zumar/39:10;
َّ ُأَسْ ضَٚ ٌا فًِ َ٘ ِز ِٖ اٌ ُّذ ٍَْٔب َح َغَٕخُٕٛا َسثَّ ُى ُْ ٌٍَِّ ِزٌَٓ أَحْ َغُٛا ارَّمَُِٕٛ لًُْ ٌَب ِعجَب ِد اٌَّ ِزٌَٓ َءا ٌاع َعخ ِ َٚ َِّللا ة ٍ َْ أَجْ َشُ٘ ُْ ثِ َغٍ ِْش ِح َغبُٚفَّى اٌصَّبثِشَُٛ ٌ أَِّ َّب Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu". orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. Demikianlah makna ajr untuk kehidupan di akhirat. Ajr dalam kehidupan dunia ini pun tidak selalu seimbang. Misalnya, maskawin, yang juga dinamai oleh Allah sebagai ajr.47 Maskawin pada hakikatnya tidak sama nilainya dengan hubungan suami-isteri itu, tidak sama nilainya dengan kesetiaan istri dan
Studi Terhadap Kata-kata (Abdul Rahman Rusli Tanjung) 272
pengorbanannya kepada suami, namun Alquran menamakan maskawin tersebut sebagai ajr atau imbalan. Kata ajr yang muncul dalam Alquran selalu berkaitan dengan perbuatan manusia dalam hal-hal yang baik atau mengenai kebaikan. Terdapat banyak pernyataan bahwa Allah swt tidak akan menyia-nyiakan ajr atau pahala atau balasan dari amal baik yang telah dilakukan, perhatikan, misalnya, Q.S.Ali Imran/3:171;
َّ َّْ َأَٚ ًٍ ْفَعَٚ َِّللا َّ َِِٓ َْ ثِِٕ ْع َّ ٍخٌَُٚ ْغزَج ِْشش ٍَِِِٕٓ عٍ ُع أَجْ َش ْاٌ ُّ ْئ ِ ٌُ ََّللاَ ال Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman. Q.S.al-A‟raf/7:170;
َّ ٌا اُِٛ أَلَبَٚ ة ٍَٓعٍ ُع أَجْ َش ْاٌ ُّصْ ٍِ ِح ِ ُٔ َصالَحَ أَِّب ال ِ َْ ثِ ْبٌ ِىزَبٛاٌَّ ِزٌَٓ ٌُ َّ ِّغ ُىَٚ Dan orang-orang yang berpegang teguh dengan Al Kitab (Taurat) serta mendirikan shalat, (akan diberi pahala) Karena Sesungguhnya kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengadakan perbaikan. Q.S.at-Taubah/9:120;
َّ يُٛ اُٛالَ ٌَشْ َغجَٚ َِّللا ِ ُ ُْ َِِٓ ْاألَ ْع َشاٌَٙ ْٛ َِ ْٓ َحَٚ َِب َوبَْ ِألَ ْ٘ ًِ ْاٌ َّ ِذٌَٕ ِخ ِ ا ع َْٓ َسعُٛة أَ ْْ ٌَزَخَ ٍَّف َّ ًٍ َُْٛالَ ٌَََئَٚ َِّللا َ َّ الَ َِ ْخَٚ ٌَصت َ ٔ َالَٚ ٌ ُ ُْ ظَ َّؤُٙصٍج ِ ٌُ َُ ُْ الََّٙٔ ُْ ع َْٓ َٔ ْف ِغ ِٗ َرٌِهَ ثِؤِٙ ثِؤ َ ْٔفُ ِغ ِ ِصخٌ فًِ َعج َّ َّْ ِصبٌِ ٌح ا ُعٍ ُع أَجْ َش َ ًٌ َّ ُ ُْ ثِ ِٗ َعٌَٙ ت َ ِ َٔ ٍْالً اِالَّ ُوزٍّٚ َْ ِِ ْٓ َع ُذٌُٛالَ ٌََٕبَٚ بس َ َّْ ِغئًب ٌَ ِغٍظُ ْاٌ ُىفَِٛ ِ ٌ ََّللاَ ال ٍَِْٕٓاٌ ُّحْ ِغ Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik, Q.S.al-Kahfi/18:30;
ًعٍ ُع أَجْ َش َِ ْٓ أَحْ َغَٓ َع َّال ِ ُٔ َد أَِّب ال ِ ا اٌصَّبٌِ َحبٍُِّٛ َعَٚ إَُِٛ اِ َّْ اٌَّ ِزٌَٓ َءا
273 Analytica Islamica, Vol. 2, No. 2, 2013: 262- 291 Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik. Penegasan dalam ayat-ayat tersebut di atas, merupakan janji Allah swt yang pasti akan membalas setiap kebaikan yang dilakukan. Allah swt tidak akan menyia-nyiakan setiap kebaikan. Tidak kurang dari tujuh kali pernyataan tersebut dikemukakan dalam Alquran dengan kata la yudi‟ dan la nudi‟ yang menisbahkan kata ajr kepada al-mu‟minin,48 al-muslihin,49 dan man ahsana „amala50 masingmasing satu kali, serta al-muhsinin sebanyak empat kali.51 Dengan demikian, adanya ajr dari Allah swt itu tidak terlepas dari peran perbuatan baik manusia. Berbagai kebaikan yang hadir bersama ajr, selain kebaikan yang disebutkan terdahulu, ada lagi kebaikan lainnya, seperti takwa dan sabar,52 berjuang di jalan Allah,53 serta selalu berzikir kepada Allah.54 Kendatipun ajr terkait erat dengan amal baik yang telah diperbuat, namun sumber ajr itu sendiri pada hakikatnya adalah berasal dari Allah swt., perhatikan Q.S. Saba‟/34:47;
َّ ي اِالَّ َعٍَى ٍ ٌذِٙ َعٍَى ُوًِّ َش ًْ ٍء َشَٛ َُ٘ٚ َِّللا َ ٌَ ُى ُْ اِ ْْ أَجْ ِشَُٛ َٙلًُْ َِب َعؤ َ ٌْزُ ُى ُْ ِِ ْٓ أَجْ ٍش ف Katakanlah: "upah apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu". 4. Bala’ Kata bala, dengan derivasinya dalam Alquran disebutkan sebanyak 60 kali.
55
Bala, diartikan dengan menguji atau mencoba,
56
kata ini sangat identik
dengan kata musibah. Al-Ragib al-Asfahani mengemukakan bahwa kata bala‟, memiliki makna menguji atau mencoba; bila menelaah Alquran, terkadang Allah menguji dengan kemudahan agar hamba-Nya bersyukur dan terkadang Dia menguji dengan kesulitan agar hamba-Nya bersabar.57 Salah satu ayat yang berkenaan dengan ujian kesulitan/keburukan dan kebaikan adalah terdapat dalam Q.S.al-Anbiya‟/ :35:
َُْٛاٌَِ ٍَْٕب رُشْ َجعَٚ ً ْاٌ َخٍ ِْش فِ ْزَٕخَٚ ِّ ُو ُْ ثِبٌ َّششٍَُٛٔ ْجَٚ د ِ َّْٛ ٌظ َرائِمَخُ ْا ٍ ُوًُّ َٔ ْف
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.
Studi Terhadap Kata-kata (Abdul Rahman Rusli Tanjung) 274
Adapun cobaan atau ujian tersebut diberikan agar dapat dilihat siapa di antara
hamba-Nya
yang paling baik
amal
perbuatannya,
sebagaimana
digambarkan dalam Q.S.al-Kahfi/18:7;
ًُ ُْ أَحْ َغ ُٓ َع َّالٌَُُّٙ٘ ُْ أَٛ ٍَُب ٌَِٕ ْجٌَٙ ًض ِصٌَٕخ ِ ْأَِّب َج َع ٍَْٕب َِب َعٍَى ْاألَس Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. Bala‟ memiliki makna berkonotasi positif maupun negatif. Maksudnya, berkonotasi negatif mempunyai kandungan makna yang merusak atau menyengsarakan orang yang menerimanya. Adapun yang berkonotasi yang positif adalah memiliki makna kemenangan. Untuk jelasnya perhatikan uraian berikut ini. Bala‟ yang memiliki makna berkonotasi negatif, contohnya dalam Q.S. alA‟raf/7:141 :
ُْ َْ ِٔ َغب َء ُوٍُٛ ٌَْ ْغزَحَٚ ُْ َْ أَ ْثَٕب َء ُوٍُِّٛة ٌُمَز ِ َء ْاٌ َع َزاَُٛٔ ُى ُْ عُِٛ ُْٛ َْ ٌَغَٛاي فِشْ ع ِ اِ ْر أَ ْٔ َج ٍَْٕب ُو ُْ ِِ ْٓ َءَٚ ٌُ ٍفًِ َرٌِ ُى ُْ ثَالَ ٌء ِِ ْٓ َسثِّ ُى ُْ َع ِظَٚ Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir`aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanitawanitamu. Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari Tuhanmu". Ayat di atas memberikan gambaran
betapa kejamnya kejahatan yang
dilakukan oleh Fir‟aun dan pengikutnya kepada Bani Israil. Bayi-bayi lelaki mereka dibunuhi hanya karena Fir‟aun memperoleh informasi dari ahli nujumnya bahwa kekuasaannya kelak akan jatuh oleh seorang lelaki yang lahir dari Bani Israil. Maka Allah menggunakan kata bala-un min rabbikum „azhim – cobaan yang besar dari Tuhanmu. Artinya, Allah ingin menjelaskan bahwa kejahatan yang dilakukan Fir‟aun itu benar-benar keji dan menyengsarakan Bani Israil. Akan tetapi, sekaligus Allah menginformasikan agar Bani Israil bersabar, karena Allah swt selalu meliputi seluruh kejadian, istilahasuk peristiwa yang menyengsarakan mereka itu, sehingga hal ini boleh dikatakan hikmahnya adalah Allah memiliki rencana tertentu bagi hamba-Nya tentunya untuk kebaikan hambaNya.
275 Analytica Islamica, Vol. 2, No. 2, 2013: 262- 291 Makna bala‟ yang berkonotasi ujian yang berat juga tampak pada Q.S.ashShaffat/37:104-107, yakni ketika Allah swt menguji Nabi Ibrahim untuk mengorbankan anaknya, Ismail. Ujian itu sedemikian berat bagi Ibrahim disebut sebagai bala‟, bala‟ ul mubin, perhatikan ayat berikut ini.
ْاٌجَالَ ُءَُٛ ٌَٙ اِ َّْ َ٘ َزا# ٍَِٕٓص َّذ ْلذَ اٌشُّ ْإٌَب أَِّب َو َزٌِهَ َٔجْ ِضي ْاٌ ُّحْ ِغ َ لَ ْذ# ُُ ٍِ٘ َٔب َد ٌَْٕبُٖ أَ ْْ ٌَباِث َْشاَٚ ُ ِْاٌ ُّج ٍٍُ َظ ِ ْح ع ٍ فَ َذ ٌَْٕبُٖ ثِ ِزثَٚ # ٍٓ Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Q.S.ash-Shaffat/37:104-107 Selanjutnya, bala‟ yang memiliki makna berkonotasi positif, hal ini tampak pada Q.S.al-Anfal/8:17:
َّ َّٓ ٌَ ِىَٚ َ َِب َس ٍَِْذَ اِ ْر َس ٍَِْذَٚ ُْ ٍَََُّٙللاَ لَز َّ َّٓ ٌَ ِىَٚ ُْ ٍُُُ٘ٛفٍََ ُْ رَ ْمز ٌٍُِ ْجٍِ ًَ ْاٌ ُّ ْئ ٍَِِِٕٓ ِِ ُْٕٗ ثَالَ ًءَٚ َّللاَ َس َِى َّ َّْ َِح َغًٕب ا ٌُ ٍٍَِّللاَ َع ٍِّ ٌع َع Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mu'min, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Konotasi positif itu juga ditunjukkan Q.S.ad-Dukhan/44:33, ketika Allah swt menceritakan kemenangan Nabi Musa dan Bani Israil terhadap Fir‟aun. Allah swt menyatakan bahwa kepada Bani Israil itu telah diberikan kenikmatan berupa berbagai mukjizat untuk mengalahkan Fir‟aun, perhatikan ayat berikut ini.
ٌ ِد َِب فٍِ ِٗ ثَالَ ٌء ُِج ٍٓ ِ َءارَ ٍَْٕبُ٘ ُْ َِِٓ ْاٌََبَٚ Dan Kami telah memberikan kepada mereka di antara tanda-tanda kekuasaan (Kami) sesuatu yang di dalamnya terdapat ni`mat yang nyata. Dari uraian tersebut dapatlah dikatakan bahwa kata bala‟ identik dengan kata musibah, yakni dengan pengertian ujian atau cobaan bagi manusia. Dengan adanya cobaan atau ujian, terutama berkenaan dengan keburukan dan kebaikan
Studi Terhadap Kata-kata (Abdul Rahman Rusli Tanjung) 276
maka akan terseleksi mana hamba-Nya yang memiliki kualitas kesabaran dan kesyukurannya kepada Allah swt dan mana yang tidak.
5. Fitnah Kata fitnah, terambil dari kata fatana ) (فتيyang pada mulanya berarti membakar, dalam kamus-kamus bahasa, penggunaan kata tersebut antara lain dicontohkan dengan seorang pandai emas membakar emas. Pembakaran dimaksudkan untuk membersihkan dan mengetahui kadarnya. Dari sini pengetian kata tersebut kemudian berkembang sehingga secara umum diartikan sebagai “menguji”.58 Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, dikemukakan fitnah adalah
“perkataan yang bemaksud menjelekkan orang, seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang.”59 Dengan kata lain, yang sudah sangat popular dipahami masyarakat bahwa fitnah adalah “membawa berita bohong”, atau “menisbahkan berita bohong kepada orang.” Bila merujuk pada pengertian fitnah dalam Alquran, maka bisa dikatakan masyarakat keliru dalam mengutip perkataan ) (والفتٌت اشذ هي القتلdan ) (والفتٌت اكبش هي القتلyang masing-masing berasal dari Q.S.al-Baqarah/2:191 dan 217, dalam konteks pemberitaan bohong.60 Dalam Alquran diinformasikan bahwa fitnah (ujian) yang dihadapi manusia beraneka ragam, yang ini dapat dilihat dalam Q.S.al-Anbiya‟/21:35:
َُْٛاٌَِ ٍَْٕب رُشْ َجعَٚ ً ْاٌ َخٍ ِْش فِ ْزَٕخَٚ ِّ ُو ُْ ثِبٌ َّششٍَُٛٔ ْجَٚ د ِ َّْٛ ٌظ َرائِمَخُ ْا ٍ ُوًُّ َٔ ْف Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan Hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. Kata fitnah dalam Alquran mengandung banyak arti, antara lain: a. Membakar, seperti dalam Q.S.az-Zariyat/51:13;
ََُْٕٛبس ٌُ ْفز ِ ٌَّْٕ ََ ُ٘ ُْ َعٍَى اٌَٛ (hari pembalasan itu) ialah pada hari ketika mereka diazab di atas api neraka. b. Menyiksa, seperti dalam Q.S.al-Buruj/85 :10;
ٌك ِ ْاٌ ُّ ْئ َِِٕبَٚ ٍَِِِٕٓ ا ْاٌ ُّ ْئَُٕٛاِ َّْ اٌَّ ِزٌَٓ فَز ِ ُ ُْ َع َزاةُ ْاٌ َح ِشٌََٙٚ َُ ََُّٕٙ ُْ َع َزاةُ َجٍََٙا فُٛثُٛد ثُ َُّ ٌَ ُْ ٌَز
277 Analytica Islamica, Vol. 2, No. 2, 2013: 262- 291 Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orangorang yang mukmin laki-laki dan perempuan Kemudian mereka tidak bertaubat, Maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar. c. Cobaan, seperti dalam Q.S.al-Anfal/8:28;
َّ َّْ َأَٚ ٌْ َال ُد ُو ُْ فِ ْزَٕخَٚأَٚ ُْ اٌُ ُىَٛ ِْ َا أََّٔ َّب أُّٛ ٍَا ْعَٚ ٌُ ٍَّللاَ ِع ْٕ َذُٖ أَجْ ٌش َع ِظ Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. d. Kesesatan (penyimpangan) dari kebenaran, seperti dalam Q.S.alMaidah/5:49;
َّ ْط َِب أَ ْٔض ََي َّ ُ ُْ ثِ َّب أَ ْٔضَ َيٍَْٕٙ َأَ ِْ احْ ُى ُْ ثَٚ َُّللا ِ نَ ع َْٓ ثَعُِٕٛاحْ َزسْ ُ٘ ُْ أَ ْْ ٌَ ْفزَٚ ُْ ُ٘ا َءَٛ ْ٘ َالَ رَزَّجِ ْع أَٚ َُّللا َّ ْ ا فَب ْعٍَ ُْ أََّٔ َّب ٌ ُِشٌ ُذٌَََّٛٛ اٌَِ ٍْهَ فَب ِ ْْ ر َُْٛبط ٌَفَب ِعم ِ ٌ ْْ ََّللاُ أ ِ ٌَّٕاِ َّْ َوثٍِ ًشا َِِٓ اَٚ ُْ ِٙ ِثُْٛٔط ُر ِ ُ ُْ ثِجَعَُٙصٍج Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang Telah diturunkan Allah), Maka Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Pada Q.S.al-Anfal/8:28, dijelaskan bahwa harta benda duniawi, anak-anak, dan segala yang dimiliki manusia sebenarnya diberikan Allah swt kepada manusia sebagai “alat uji” untuk mengetahui apakah manusia tersebut terjebak oleh dunia ataukah lebih menyiapkan bekal untuk akhirat. Kata fitnah di sini bermakna cobaan atau ujian. Ada nuansa tersendiri, cobaan dan ujian itu diberikan yakni dalam konotasi yang baik. Hal ini, berupa anugerah kekayaan, anak-anak, kekuasaan dan sebagainya. Karena itu hati-hatilah. Banyak orang terjebak pada urusan dunia dan lupa mempersiapkan kehidupan akhirat. Allah mengingatkan, karena pada umumnya manusia, cenderung lupa jika memperoleh “ujian enak”, yakni berupa kenikmatan. Ayat yang lain memberikan konotasi yang sedikit berbeda, yaitu ketika manusia terlepas dari suatu bahaya. Biasanya, jika sedang dalam keadaan kritis
Studi Terhadap Kata-kata (Abdul Rahman Rusli Tanjung) 278
dan bahaya, manusia berdoa meminta tolong kepada Allah swt. Akan tetapi setelah terlepas, manusia menepuk dada sendiri sambil mengatakan bahwa yang terjadi itu adalah karena usahanya sendiri. Allah mengingatkan dengan menggunakan kata “fitnah”, bahwa Allah ingin menguji apakah manusia itu menjadi sombong dan bangga diri atau tidak. Padahal, manusia ketika menderita atau terkena bahaya kesulitan ia meminta tolong, nah setelah ditolong oleh Allah, malah mengatakan itu karena usahanya sendiri, perhatikan Q.S.az-Zumar/39:49;
ٌرٍِزُُٗ َعٍَى ِع ٍْ ٍُ ثًَْ ِ٘ ًَ فِ ْزَٕخُٚبي أَِّ َّب أ َ َ ٌَْٕبُٖ ِٔ ْع َّخً َِِّٕب لَّٛ فَب ِ َرا َِظَّ ْا ِإل ْٔ َغبَْ ظُشٌّ َدعَبَٔب ثُ َُّ اِ َرا َخ َُّْٛ ٌٍََ ِى َّٓ أَ ْوثَ َشُ٘ ُْ الَ ٌَ ْعَٚ Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya ni`mat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi ni`mat itu hanyalah karena kepintaranku". Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui. Penggunaan kata fitnah dalam kaitannya dengan bencana terlihat pada ayat berikut ini, ketika Nabi Musa berdoa kepada Allah, sehubungan dengan bencana yang menimpa kaumnya pada waktu itu. Nabi Musa digambarkan sempat gelisah karena Allah menurunkan bencana gempa bumi, lalu ia berdoa kepada Allah swt agar tidak membinasakan umatnya karena gempa tersebut, perhatikan Q.S.alA‟raf/7:155;
ْ َٚ ُْ َُْٙ ِش ْئذَ أَ ٍَْ٘ ْىزٌَٛ ِّبي َسة َ َُ ُُ اٌشَّجْ فَخُ لْٙ َُِٗ َع ْج ِعٍَٓ َس ُجالً ٌِ ٍِّمَبرَِٕب فٍََ َّّب أَخَ َز ْرَٛ َعى لُِٛ َبس َ اخز ْٓ َِ ِذيْٙ َرَٚ َب َِ ْٓ رَ َشب ُءِٙعًُّ ث َ ٌِاَٚ ًُ ِِ ْٓ لَ ْج ِ َُب ُء َِِّٕب اِ ْْ ِ٘ ًَ اِالَّ فِ ْزَٕزُهَ رٍَِٙ ُىَٕب ثِ َّب فَ َع ًَ اٌ ُّغفْٙ َُّبي أَر ٌَٓأَ ْٔذَ خَ ٍْ ُش ْاٌغَبفِ ِشَٚ اسْ َح َّْٕبَٚ ٌٍَُِّٕب فَب ْغفِشْ ٌََٕبَٚ َرَ َشب ُء أَ ْٔذ Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memo honkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata: "Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah Yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya". Ayat di atas memberikan gambaran kepada manusia hubungan antara bencana, perbuatan “kurang akal”, cobaan, dan taubat. Bahwa bencana yang datang itu ternyata disebabkan oleh perbuatan maksiat yang tak menggunakan
279 Analytica Islamica, Vol. 2, No. 2, 2013: 262- 291 akal secara baik. Kemudian Allah menurunkan bencana sebagai cobaan untuk mengingatkan bahwa perbuatan maksiat itu mengundang masalah. Jika tidak digubris, bencana bakal datang lebih besar dan bakal menghancurkan. Nabi Musa mengajak umatnya untuk bertaubat kepada Allah. Pemahaman itu menjadi semakin jelas dengan ayat berikut ini (Q.S.alJin/71:17). Bahwa Allah memberikan cobaan untuk mengingatkan, jika mereka tetap berpaling alias tidak menggubris, Allah akan memberikan azab yang amat berat, perhatikan ayat berikut ini :
ص َع ًذا َ ْشضْ ع َْٓ ِر ْو ِش َسثِّ ِٗ ٌَ ْغٍُ ْىُٗ َع َزاثًب ِ َِ ْٓ ٌُعَٚ ِٗ ٍُِ ُْ فٌََِِٕٕٙ ْفز Untuk Kami beri cobaan kepada mereka padanya. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang amat berat. Jadi, kata fitnah dalam konteks ini bermakna menguji sikap manusia. Jika tidak menghiraukan akan diteruskan azabnya itu. Jika bertaubat akan dihentikan, juga bermakna menguji keimanan dan keislaman manusia. Memilih dunia ataukah memilih akhirat, memilih Allah atau selain-Nya. Bila ditelaah pengertian fitnah yang berdasarkan ayat-ayat Alquran di atas, jelas memiliki makna yang identik dengan makna musibah, yang pada umumnya fitnah diartikan sebagai ujian atau cobaan bagi manusia. 6. Jaza’ Kata jaza‟ dengan berbagai akar katanya disebutkan dalam Alquran sebanyak 118 kali, tersebar dalam 47 surat.61 Sebanyak 84 kata di antaranya berada dalam ayat-ayat makkiyah dan selebihnya 34 kata dalam ayat-ayat madaniyyah.62 Jaza‟ memiliki makna “balasan:, “imbalan” atau “ganjaran.”63 Makna balasan yang terkandung dalam kata jaza‟ bukan sekedar balasan, melainkan balasan yang setimpal )(الوكافؤة على الشئ جزاء به.64 Jadi, hakikat makna jaza‟ adalah balasan yang setimpal. Mengenai pengertian balasan yang setimpal, al-Raghib al-Ashfahani merumuskannya: 65
.اْ ششا فششٚ اٌجضاء ِبفٍٗ ِٓ اٌّمبثٍخ اْ خٍشا فخٍشٚ
Jaza‟ adalah balasan yang setimpal (yaitu) jika (perbuatannya) baik, maka balasannya pun baik, dan jika (perbuatannya) jahat maka balasannya jahat pula.
Studi Terhadap Kata-kata (Abdul Rahman Rusli Tanjung) 280
Defenisi yang dikemukakan oleh Al-Ashfahani di atas, tampaknya menekankan kriteria balasan pada dua unsur. Pertama, adanya wujud balasan, artinya setiap perbuatan – baik atau jahat- mesti ada balasannya. Jika suatu perbuatan tidak dibalas, maka hal itu jelas tidak setimpal. Kedua, kebaikan hanya dibalas dengan kebaikan dan kejahatan hanya dibalas dengan kejahatan. Jika kebaikan dibalas dengan kejahatan, atau sebaliknya, kejahatan dibalas dengan kebaikan, maka hal itu jelas tidak setimpal. Balasan setimpal yang terkandung dalam kata jaza‟ tidak difokuskan pada kuantitas balasan. Boleh jadi balasan yag diberikan lebih besar dari perbuatan yang dilakukan, misalnya balasan bagi orangorang yang sabar, sebagaimana terdapat Q.S.al-Mu‟minun/23:111:
َُْٚ ُْ ُ٘ ُُ ْاٌفَبئِ ُضََّٙٔا أُٚصجَش َ ْ ََ ثِ َّبٌٍَُٛ ُُ ْاُٙأًِِّ َجضَ ٌْز Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, Karena kesabaran mereka; Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang menang." Makna balasan yang terdapat dalam kata jaza‟ masih umum; dapat berarti balasan baik dan bisa pula berarti balasan buruk sesuai dengan konteks (siyaq alkalam) suatu ayat yang ditandai oleh adanya qarinah (indikator). Jika tidak ada qarinah maka makna yang dipakai untuk jaza‟ adalah pembalasan secara umum dan netral serta belum dapat diketahui baik atau buruknya. Misalnya firman Allah swt dalam Q.S.Thur/52:16:
ٍََُّْٛ ْ َْ َِب ُو ْٕزُ ُْ رَ ْعٚا ٌء َعٍَ ٍْ ُى ُْ أَِّ َّب رُجْ َضَٛ ا َعُْٚ الَ رَصْ جِشَٚا أُْٚ َ٘ب فَبصْ جِشٍَٛ ْاص Masukklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); Maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu; kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. Kata ( َ )ت ُْجز َْوىpada ayat tersebut di atas belum dapat diketahui keadaan balasannya baik atau buruk bila tidak dilihat terlebih dahulu konteks ayat tersebut secara sempurna. Jadi, bila konteks suatu ayat mengarah pada yang baik berarti itulah indikatornya bahwa jaza‟ di situ mengandung makna balasan baik. Kata jaza‟ yang terulang sebanyak 118 kali dalam berbagai bentuknya itu, hampir seluruhnya merujuk secara langsung kepada arti pembalasan. Hanya lima kata jaza‟ yang maknanya tidak secara langsung menunjuk pada pembalasan, yaitu:
281 Analytica Islamica, Vol. 2, No. 2, 2013: 262- 291
Kata yajzi dan jaz dalam Q.S.Luqman/31:33 yang diartikan sebagai “menolong”66 dan tajzi dalam Q.S.al-Baqarah/2:48 dan 123, masingmasing berarti “membela” dan “menggantikan.”67
Kata al-jizyat dalam Q.S.at-Taubat/9:29 yang berarti “pajak kepala”.68 Kendatipun ada beberapa kata yang tidak secara langsung menunjuk
kepada makna pembalasan, namun makna-makna tersebut masih berhubungan dan dapat dirujukkan dengan arti pembalasan. Misalnya kata al-jizyat yang terdapat dalam Q.S.at-Taubat/9:29. al-Jizyat m,erupakan pajak kepala yang diberikan oleh Ahlul Kitab sebagai imbalan atas pembebasan mereka dari kewajiban mempertahankan Negara; atau imbalan atas jaminan keamanan dan perlindungan mereka serta berbagai hak sipil sebagai warga negara yang sejajar dengan kaum Muslimin.69 Di sini jelas sekali hubungannya dengan makna pembalasan. Pada umumnya, pelaku pembalasan pada ayat-ayat yang menyebut istilah jaza‟ dinisbahkan kepada Allah. Ada beberapa ayat yang pelakunya dinisbahkan kepada manusia semata, misalnya Q.S.al-Qasas/28:25, ayat ini menceritakan pertemuan Nabi Musa dengan putri Nabi Syu‟aib yang sedang berupaya memberi minum ternak gembalaan mereka. Kedua putrinya itu mengalami kesulitan pada saat mengambil air dari dalam sumur karena harus berdesakan dengan penggembala lain pada umumnya laki-laki. Melihat keadaan itu Nabi Musa merasa kasihan lalu menolong mereka. Kejadian ini mereka ceritakan kepada ayah mereka, Nabi Syu‟aib. Ia meminta putrinya agar mengajak Nabi Musa mampir ke rumah. Salah seorang dari putri tersebut dengan agak malu-malu mendekati Nabi Musa dan mengatakan bahwa ayah mereka mengajak mampir dan akan memberikan sesuatu sebagai ucapan terima kasih.70 Pesan Nabi Syu‟aib yang disampaikan putrinya itu digambarkan dalam Alquran surat al-Qasas/28:25;
ْ ٌَفَ َجب َء ْرُٗ اِحْ ذَاُ٘ َّب رَ ّْ ِشً َعٍَى ا ْعزِحْ ٍَب ٍء لَب نَ ٌٍَِجْ ِضٌَهَ أَجْ َش َِب َعمٍَْذَ ٌََٕب فٍََ َّّبٛذ اِ َّْ أَثًِ ٌَ ْذ ُع ْ بي الَ ر ٍَِّٓ ٌِْ َِ اٌظَّبَْٛ دَ َِِٓ ْاٌمَٛخَف َٔ َج َ َص ل َ ص َ َلَصَّ َعٍَ ٍْ ِٗ ْاٌمَٚ َُٖجب َء Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan
Studi Terhadap Kata-kata (Abdul Rahman Rusli Tanjung) 282
kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: "Janganlah kamu takut. kamu Telah selamat dari orang-orang yang zalim itu". Pada ayat di atas, jelas bahwa pelaku pembalasan yang terdapat pada ayat ( َ )لٍَِ ْج ِزٌَكdi atas dinisbahkan kepada manusia, dalam hal ini adalah Nabi Syu‟aib.71 Selain berkaitan dengan kebaikan, jaza‟ juga berkaitan dengan kejahatan. Berbagai kejahatan yang berkaitan dengan jaza‟ antara lain Alquran menggunakan kata bagi. Berkaitan dengan bagi, dalam Alquran dikemukakan bahwa Allah telah membuat aturan untuk orang-orang Yahudi mengenai binatang yang haram dimakan. Larangan tersebut ternyata tidak dipatuhi sehingga akhirnya Allah menghukum mereka, sebagaimana ditegaskan dalam Q.S.al-An‟am/6:146;
ُ َّب اِالَّ َِبَِٙ ُٛ ُْ ُشحِٙ ٍْ ٍَ ْاٌ َغٕ َُِ َح َّش َِْٕب َعَٚ َِِٓ ْاٌجَمَ ِشَٚ ا َح َّش َِْٕب ُو ًَّ ِري ظُفُ ٍشٚ َعٍَى اٌَّ ِزٌَٓ َ٘ب ُدَٚ ْ اخزٍََػَ ثِ َع ْ ْ َِبَٚاٌَب أَٛ ْاٌ َحِٚ َ ُسُ٘ َّب أُُٛٙذ ظ ْ ٍََّ َح َُْٛصب ِدل َ ٌَ أَِّبَٚ ُْ ِٙ ٍِظ ٍُ َرٌِهَ َجضَ ٌَْٕبُ٘ ُْ ثِجَ ْغ Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku dan dari sapi dan domba, Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang di perut besar dan usus atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan mereka; dan Sesungguhnya kami adalah Maha benar. Al-Raghib al-Ashfahani, mengartikan bagi, sebagai “kedurhakaan yang melampaui batas,” “pembangkangan” dan “pemberontakan.” Bagi dapat juga diartikan dengan “sombong”.72 Kejahatan yang dilambangkan dengan baghi berkenaan dengan berbagai perpilaku tercela, antara lain memfitnah73 dan melakukan keonaran di tengah masyarakat.74 Makna bagi, kata Al-Ashfahani selanjutnya, secara umum menunjuk kepada perilaku tercela.75 Kejahatan yang diakibatkan oleh bagi tidak saja berkenaan dengan dosa kepada Allah, melainkan juga dosa yang berhubungan dengan manusia dan alam sekelilingnya. Oleh karena kejahatan bagi merugikan umat manusia, maka hukuman yang diterima tidak hanya datang dari Allah, melainkan juga akan mendapatkannya dari manusia selagi masih hidup di dunia. Keterlibatan manusia dalam menghukum kejahatan bagi terlihat pada fa‟il yag digunakan dalam kata jazayna, yaitu damir mutakallim ma‟a al-gair (pada kata na). pada ayat itu Allah menyebut diri-Nya dengan istilah “Kami”. Dalam kaida bahasa disebutkan, jika
283 Analytica Islamica, Vol. 2, No. 2, 2013: 262- 291 Allah menyebut diri-Nya dengan kata “Kami” di dalam perbuatan-Nya, maka hal itu mengandug isyarat adanya keterlibatan makhluk dalam perbuatan itu. Jadi, manakala Allah menyebut diri-Nya dengan kata “Kami”, maka hal itu menunjukkan bahwa makhluk Allah pernah aktif atau dituntut aktif dalam perbuatan Allah itu.76
7. Sawab Istilah sawab ) (ثىابdalam berbagai bentuknya terdapat bentukya dalam Alquran sebanyak 28 kali yang tersebar dalam 15 surat. Sebanyak 10 kata di antaranya terdapat dalam ayat-ayat makkiyah, dan selebihya, 18 kata, terdapat dalam ayat-ayat madaniyyah.77 Kata sawab diartikan dengan “pahala”, “imbalan”, “balasan baik”, atau “ganjaran baik.” Ada juga yang diartikan dengan “tempat berkumpul“ pada kata masabat,78 dan “pakaian-pakaian” pada kata siyab.79 Secara umum, kata sawab dalam Alquran digunakan untuk menyebut balasan baik atau pahala. Balasan baik yag digambarkan dalam kata sawab mencakup pahala dunia (sawab ad-dunya) dan pahala akhirat (sawab al-pakhirat). Perhatikan firman Allah swt dalam Q.S.Ali Imran/3:145;
َّ ِْ دَ اِالَّ ثِب ِ ْرُّٛ َظ أَ ْْ ر َِ ْٓ ٌُ ِش ْدَٚ َبْٕٙ ِِ ِٗ ِاة اٌ ُّذ ٍَْٔب ُٔ ْئر َ َٛ َ َِ ْٓ ٌ ُِش ْد ثَٚ ًَّللاِ ِوزَبثًب ُِ َئ َّجال ٍ َِب َوبَْ ٌَِٕ ْفَٚ ٌَٓ َعَٕجْ ِضي اٌ َّشب ِو ِشَٚ َبْٕٙ ِِ ِٗ َِخ َش ِح ُٔ ْئر َ َٛ َث ِ اة ْا Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Kendatipun ada pahala (balasan) di dunia, namun pahala yang terbaik adalah apa yang akan diterima di akhirat, perhatikan Q.S.Ali Imran/3:148:
َّ َٚ َخ َش ِح َّ ُُ ُ٘فَآرَب ٍََِّٕٓللاُ ٌ ُِحتُّ ْاٌ ُّحْ ِغ َ َٛ ََّللاُ ث ِ ة ْا ِ اَٛ َ ُح ْغَٓ ثَٚ اة اٌ ُّذ ٍَْٔب Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. Selain berkenaan dengan pahala, kata sawab juga digunakan Alquran untuk menyebut siksa, hal ini terdapat dalam Alquran surat al-Muthaffifin/83:36;
Studi Terhadap Kata-kata (Abdul Rahman Rusli Tanjung) 284
ٍَُْٛا ٌَ ْف َعُٛٔة ْاٌ ُىفَّب ُس َِب َوب َ ِّٛ ًَُْ٘ ث Sesungguhnya orang-orang kafir Telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Ayat di atas memberikan gambaran bahwa orang-orang kafir akan mendapat siksaan akibat perbuatan mereka ketika di dunia, kata ini jelas mengandung makna yang sama dengan kata musibah, yang juga memiliki pengertian siksa, bagi mereka yang kafir atau mereka yang banyak melakukan maksiat.
Penutup Kata-kata yang sepadan dengan kata musibah jika ditelusuri tidak membedakan sasaran yang dikenainya. Ia boleh jadi menimpa manusia yang saleh atau manusia yang biasa berbuat maksiat. Jika datang kepada manusia yang saleh, maka makna kata-kata tersebut harus dipandang sebagai penguji keimanan, tetapi jika menimpa orang yang biasa berbuat maksiat, maka harus diartikan sebagai siksaan. Kata-kata yang sepadan dengan musibah tersebut memiliki pelajaran yang positif bagi manusia. Pelajaran tersebut adalah bahwa bagi manusia yang suka melakukan kebaikan akan dibalas dengan kebaikan, dan bagi manusia yang suka melakukan kejahatan akan dibalas dengan kejahatan, baik di dunia maupun di akhirat. Inilah yang disebut dengan hukum sunnatullah. Dengan demikian, bagi yang orang yang berpikiran cerdas dan bijak akan berpikir seribu kali untuk melakukan kejahatan. Wallahu a‟lam bissawab.
Catatan 1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 942. 2
A.W.Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, edisi kedua, (Surabaya: Pustaka Progressif,1997), h. 800. 3
Al-Raghib al-Asfahani, Mu‟jam Mufradat Alfaz al-Qur‟an, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), h. 296.
4
Muhammad Fu‟ad Abd. Al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur‟an al-Karim (Beirut: Dar al-Ma‟rifah, 1992), h. 572-578.
285 Analytica Islamica, Vol. 2, No. 2, 2013: 262- 291 5
Muhammad ibn Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami‟ li Ahkam al-Qur‟an,(Kairo: Dar alKitab al-„Arabi, 1378 H/1967 M), jilid 1, h. 167. 6
Al-Raghib al-Asfahani, Mu‟jam Mufradat Alfaz al-Qur‟an (Beirut : Dar al-Fikr, t.t). h. 339..
7
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur‟an al-Hakim (Tafsir al-Manar),(Kairo: Dar alManar, 1967), jilid 1, h.147 8
Lihat antara lain, Q.S.al-Ahzab/33:24 dan 73.
9
Lihat antara lain, Q.S.an-Nsa‟/4:173.
10
Lihat antara lain, Q.S.asy-Syura/42:45 dan az-Zukhruf/43:65.
11
Lihat antara lain; Q.S.al-Baqarah/2:284; al-Maidah/5:18 dan al-„Ankabut/29:21.
12
Mahmud ibn „Umar az-Zamakhsyari, al-Kasysyaf „an Haqa‟iq at-Tanzil wa „Uyun alAqawil fi Wujuh at-Ta‟wil, (Kairo: Mushthafa al-Babi al-Halabi, 1966), juz 1, h. 602. 13
Muhammad Fu‟ad Abd. al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur‟an al-Karim, h. 593-594. 14
Al-Raghib al-Asfahani, Mu‟jam Mufradat Alfaz al-Qur‟an,. h. 340.
15
Lihat Q.S.al-„Araf/7:86 dan 103; an-Naml/27:14.
16
Lihat Q.S.al-Qasas/28:40.
17
Lihat Q.S. Ali Imran/3:137; al-An‟am/6:11, dan an-Nahl/16:36.
18
Lihat Q.S.al-A‟raf/7:84 dan an-Naml/27:69.
19
Lihat Q.S.al-Mu‟min/40:22.
20
Lihat Q.S. Ali Imran/3:11.
21
Lihat Q.S.al-Baqarah/2:211.
22
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, jilid 2, (Jakarta: Logos, 2001), h. 201-202.
23
Ayat yang senada terdapat dalam Q.S.al-Hasyr/59:7.
24
Al-Ragib al-Asfahani, Mu‟jam Mufradat Alfaz al-Qur‟an h.374. Menurut Quraish Shihab, al-gadab adalah sikap keras, tegas, kokoh dan sukar tergoyahkan yang perankan oleh pelakunya terhadap suatu objek. Bila dilakukan manusia, disebut amarah. Bila pelakunya adalah Tuhan, algadab diterjemahkan dengan murka, dalam arti kehendak untuk melakukan tindakan keras atau dengan kata lain, siksaan-Nya. Dengan demikian gadab Tuhan sama dengan ancaman siksaanNya, atau bahkan siksa itu sendiri, lihat M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur‟an Al-Karim, Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), h.62. 25
Muhammad Fu‟ad Abd. Al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras h. 633.
26
Lihat, Q.S.Thaha/20:86 dan al-A‟raf/7:150.
27
Lihat, Q.S.an-Nisa‟/4:93.
28
Lihat, Q.S.al-Baqarah/2:61, 152; Ali Imran/3:112, dan al-Maidah/5:60.
29
Lihat, Q.S.al-Fath/48:6.
Studi Terhadap Kata-kata (Abdul Rahman Rusli Tanjung) 286
30
Ibn Manzhur al-Anshari, Lisan al-„Arab, (Kairo: ad-Dar al-Mishriyyat, tt), jilid 9, h.184.
31
Lihat. Q.S.Ali Imran/3:162; al-Maidah/5:80; at-Taubah/9:58 dan Muhammad/47:28.
32
Lihat. Q.S.at-Taubah/9:58.
33
Al-Ragib al-Asfahani, Op.cit. h. 233.
34
Muhammad Fu‟ad Abd. Al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras, h. 824-825.
35
Al-Ragib al-Asfahani, Mu‟jam Mufradat Alfaz al-Qur‟an, h. 471
36
Q.S.an-Nisa‟/4:93.
37
Q.S.al-Fath/48:6.
38
Muhammad Fu‟ad Abd. Al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras, h. 888.
39
Q.S.al-A‟raf/7:136.
40
Q.S.al-Hijr/15:79.
41
Q.S.ar-Rum/30:47; dan az-Zukhruf/43:25.
42
Muhammad Fu‟ad Abd. Al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras, h. 906.
43
Lihat, misalnya Q.S.Yunus/10:13.
44
Muhammad Fu‟ad Abd. Al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras, h. 331.
45
Lihat, misalnya. Q.S.al-A‟raf/7:137 dan al-Furqan/25:36.
46
Muhammad Fu‟ad Abd. Al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras, h. 16-18. penyebutannya dalam, Alquran adalah sebagai berikut; Q.S.an-Nisa‟/4 dua belas kali; asy-Syu‟ara/26 sebelas kali; Ali Imran/3 tujuh kali; al-Baqarah/2, Hud/11, al-Qashash/28, al-Ahzab/33, dan al-Hadid/57 masingmasing lima kali; Yusuf/12 empat kali; an-Nahl/16, al-Kahfi/18, az-Zumar/39, dan al-Fath/48 masing-masing tiga kali; al-Maidah/5, al-A‟raf/7; at-Taubah/9; Yusuf/10; al-„Ankabut/20; Saba‟/34; Fathir/35; Yasin/36; asy-Syura/42; at-Thalaq/65 dan al-Qalam/68, masing-masing dua kali; al-An‟am/6; al-Anfal/8; al-Isra‟/17; al-Furqan/25; Sad/38; Fussilat/41; Muhammad/47; alHujurat/49; at-thur/52; al-Mumtahanat/60; at-Taghabun/64; al-Mulk/67; al-Muzammil/73; alInsyiqaq/84, dan at-Tin/95 masing-masing satu kali. 47
Lihat, antara lain, Q.S.an-Nisa‟/4:25.
48
Q.S.Ali Imran/3:171.
49
Q.S.al-A‟raf/7:170.
50
Q.S.al-Kahfi/18:30.
51
Lihat, Q.S.at-Taubah/9:120; Hud/11:115 dan Yusuf/12:56 dan 90.
52
Lihat antara lain, Q.S. Yusuf/12:90.
53
Lihat antara lain, Q.S. an-Nisa‟/4:74 dan 95.
54
Lihat antara lain, Q.S. al-Ahzab/33:35.
55
Muhammad Fu‟ad Abd. Al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras, h. 60.
287 Analytica Islamica, Vol. 2, No. 2, 2013: 262- 291 56
A.W.Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, edisi kedua, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 109. 57
Al-Raghib al-Asfahani, Mu‟jam Mufradat Alfaz al-Qur‟an, h. 59.
58
Louis Ma‟luf, al-Munjid wa al-Lugah wa al-A‟lam, (Beirut : Dar al-Masyriq, 1986) h. 568.
59
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1988), h. 242. 60
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur‟an al-Karim, Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), h. 298. 61
Muhammad Fu‟ad Abd. Al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras, h. 213-215.
62
Ibid.
63
A.W. Munawir, Kamus Al-Munawwar Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif,1997), h. 191. 64
Ibn Manzur al-Ansari, Lisan al-„Arab, (Kairo: ad-Dar al-Misriyyat,tt), jilid 18, h. 155. Bandingkan dengan Ibrahim Anis et.al, Al-Mu‟jam al-Wasit, (Kairo : Dar al-Ma‟arif, 1972), jilid 1, h. 121-122. 65
Al-Ragib al-Asfahani, Mu‟jam Mufradat Alfaz al-Qur‟an,. h. 91.
66
Tentang arti ini, lihat, Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1988), h. 658. 67
Ibid. h. 16.
68
Ibid.h. 32.
69
Muhammad Rasyid Rida, Tafsir al-Qur‟an al-Hakim (Tafsir al-Manar), (Kairo: Dar alManar, 1967), jilid 10, h. 290. 70
Kelanjutan dari pertemuan itu berakhir pada pernikahan Nabi Musa dengan salah seorang putri Nabi Syu‟aib. Lihat Q.S.al-Qashas/28:27. Kedua putri itu bernama Shafura dan Syarafa. Nabi Musa dinikahkan dengan putrid tertua, Shafura. Lihat Jalal ad-Din „Abd ar-Rahman ibn Abi Bakr as-Suyuthi, ad-Duru al-Mansur fi at-Tafsir al-Ma‟sur, (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyat, 1983), jilid 5, h. 237. 71
Ayat lain, yang senada lihat Q.S.Yusuf/12:25 dan 75, dan al-Insan/76:9.
72
Al-Ragib al-Asfahani, Mu‟jam Mufradat Alfaz al-Qur‟an, h. 53.
73
Lihat, Q.S.at-Taubah/9:7-8.
74
Lihat, Q.S. asy-Syura/42:42.
75
Al-Ragib al-Asfahani, Op.cit. h. 53. ada beberapa kata yang seakar dengan kata baghi yang mengandung makna positif, antara lain berbentuk kata ibtiga‟ yang berarti harapan. Lihat, Q.S.alIsra‟/17:28 dan al-Layl/92:20. 76
M.Quraish Shihab, Lentera Hati, (Bandung: Mizan, 1994), h. 237. Banyak ayat-ayat Alquran yang menjadi bukti mengenai keterlibatan makhluk dalam suatu aktivitas Allah manakjala I a menyebut diri-Nya dengan „Kami”, misalnya, dalam Q.S. al-Hujurat/49:13; َّ َّّللاِ أَ ْتقَا ُك ْن إِى َّ اسفُىا إِىَّ أَ ْك َش َه ُك ْن ِع ٌْ َذ ّللاَ َعلٍِ ٌن َخبٍِ ٌش ُ اس إًَِّا َخلَ ْقٌَا ُك ْن ِهيْ َر َك ٍش َوأُ ًْثَى َو َج َع ْلٌَا ُك ْن ُ ٌٌََّاأٌَُّ َها ال َ شعُىبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َع
Studi Terhadap Kata-kata (Abdul Rahman Rusli Tanjung) 288
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. 77
Muhammad Fu‟ad Abd. Al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras, h. 205-206.
78
Lihat , Q.S. al-Baqarah/2:125.
79
Lihat Q.S.Hud/11:5, al-Kahfi/18:31; al-Hajj/22:19; an-Nur/24:58, 60, Nuh/71:7, al-Mudda sir/74:4; dan al-Insan/76:21.
Bibliografi Abu Muhammad al-Bagawi, Tafsir al-Bagawi/Ma‟alim at-Tanzil, I‟dad dan Tahqiq Ustaz Khalid Abdurrahman dan Marwan Siwar, (Beirut: Dar alMa‟rifah, 1406). Abdullah Yusuf Ali, Alquran,Terjemah dan Tafsirnya, (Jakarta: Firdaus, 1994). Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Mesir: Mustafa Bab al-Halabi, 1974). Abd. al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudu‟i, (Mesir: Maktabah Jumhuriyyah, 1977). Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maraghi, al-Juz as-Sani, (Kairo: Mustafa alBabi al-Halabi, 1974). Al-Hafiz Ibn Hajar al-„Asqalani, Fath al-Bari Syarh Sahih al-Bukhari, (Riyad: arRi‟asah al-Ammah li Idarat al-Buhus al-„Ilmiah wa Ifta‟ wa ad-Da‟wah wa al-Irsyad, tt). Al-Imam Abi al-Fida‟ Isma‟il Ibn Kasir al-Quraisy ad-Dimasyqy, Tafsir alQur‟an al-Azhim/Tafsir Ibn Kasir, juz 1, 2, 3, 4, 6, 8 (Beirut: Dar al-Fikr, tt). Al-Allamah Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Tafsir al-Qasimi/Mahasin atTa‟wil, (Beirut: Dar al-Fikr, 1398). Al-Allamah Ala‟uddin Ali bin Muhammad yang dikenal dengan nama Khazin, Tafsir Khazin/Lubab at-Ta‟wil fi Ma‟ani at-Tanzil, (Beirut: Dar al-Fikr, 1399). Al-Qadi Abi as-Su‟ud, Tafsir Abi as-Su‟ud/Irsyad al-„Aql as-Salim ila Mazay alQur‟an al-Karim, (Kairo: Dar Ihya‟ at-Turas al-„Arabi, tt). A.W.Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997).
289 Analytica Islamica, Vol. 2, No. 2, 2013: 262- 291 Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, terj. Oleh Ghufron A.Mas‟adi, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 1999). Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur‟an, diterjemahkan oleh; Anas Mahyuddin, Tema Pokok Al-Qur‟an, (Bandung: Pustaka, 1983). Hamka, Tafsir Al-Azhar, juzu‟ 27 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985). Hani Saad Ghunaim, al-Ibtila‟ Tathir Wani‟mah min Rabb al-alArdh wa asSama‟ , alih bahasa oleh Arif Mahmudi, Seni Menikmati Ujian, Mengubah Musibah Menjadi Hiburan, (Solo: PT.Aqwam Media Profetika, 2007). Imam Abu Ja‟far at-Tabari, Tafsir at-Tabar/Jami‟ al-Bayan min Ta‟wil Ayat alQur‟ani, Tahqiq Syaikh Mahmud Muhammad Syakir dan Ahmad Muhammad Syakir, (Mesir: Dar al-Ma‟arif, tt). Imam Fakhruddin ar-Razi, Tafsir al-Kabir /Mafatih al-Gaib, (Teheran: Dar alKutub al-„Ilmiah, tt). Imam ar-Raghib al-Asfahani, Mu‟jam Mufradat al-Faz al-Qur‟an, (Beirut: Dar alFikr, tt). Imam Abu Abdillah al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi/Al-Jami‟ li Ahkam al-Qur‟an, (Kairo: Dar Ihya‟ at-Turas al-„Arabi, tt). Imam Abu Ja‟far at-Thabari, Jami‟ al-Bayan min Ta‟wil li Ayat al-Qur‟an (Tafsir at-Thabari), (Mesir: Dar al-Ma‟arif, tt). Imam Abu Muhammad al-Baghawi, Tafsir al-Baghawi/ Ma‟alim at-Tanzil, (Beirut: Dar al-Ma‟rifah, 1406). Imam Jalal ad-Din as-Suyuti, al-Jami‟ as-Sagir fi Ahadis al-Basyir an-Nazir, (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah, tt). Ibn Manzhur, Lisan al-„Arab, jilid 4, (T.tp: Dar al-Misriyah li al-Ta‟lif wa alTarjamah, 1968). M.Quraish Shihab,Membumikan Alquran; Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992). _______________, Wawasan Al-Qur‟an, Tafsir Maudu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1996). _______________,Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera, 2001). Muhammad Abduh, Tafsir Juz „Amma, (Beirut: Dar al-Ma‟rifah, 1975).
Studi Terhadap Kata-kata (Abdul Rahman Rusli Tanjung) 290
Muhammad Ahmad Isawi, Tafsir Ibn Mas‟ud, (Makkah al-Mukarramah: Mu‟assasah al-Malik Faisal al-Khairiyah, 1405). Muhammad Fu‟ad Abd. al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur‟an alKarim, (Beirut: Dar al-Ma‟rifah, 1992). Muhammad Ali ash-Shabuni, Qabas min Nur al-Qur‟an al-Karim Dirasah Tahliliyah Mausu‟ah bi Ahdap wa Maqashid as-Suwar al-Karimah, (Beirut: Dar al-Qalam, 1406). Muhammad Tahir Ibn Asyur, Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir, (Tunisia: ad- Dar atTunisiyah li an-Nasyir, 1984). Mushthafa Syaikh Ibrahim Haqqi, Raddu al-Bala‟ bi ad-Du‟a, terjemah oleh Ibnu Abdil Jamil dan Arif Munandar, Tolak Bala‟, Menepis Bencana dengan Lantunan Do‟a, (T.tp: Wacana Imiah Press, 2006). Rachmat Taufiq Hidayat, Khazanah Istilah Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 1989). Sayyid Muhammad Husein al-Tabataba`i, Al-Mizan Fi Tafsir al-Quran (Bairut: Muassasat al-„Ama‟i li al-Matbu`at, 1991). Sayyid Qutb, Fi Zilal al-Qur‟an, jilid 2, (Beirut: Dar asy-Syuruq, 1992). Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Silsilah al-Ahadis as-Sahihah, (Oman dan Kuwait: al-Maktabah al-Islamiah Oman dan ad-Dar as-Salafiah, 1403 H). Sayyid Muhammad Rasyid Rida, Tafsir al-Manar, (Beirut: Dar al-Ma‟rifah, tt). Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Hamisy al-Musnad, (Mesir: Dar al-Ma‟arif li at-Tiba‟ah wa an-Nasyr, tt). Tim Penterjemah Alquran Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha putra, 1989). Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2004). Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia,(Jakarta: Djambatan, 1992). Tim Penulis Ensiklopedi Alquran, Ensiklopedi Al-Qur‟an, Kajian Kosa Kata dan Tafsirnya, (Jakarta: Yayasan Bimantara, 1997).
291 Analytica Islamica, Vol. 2, No. 2, 2013: 262- 291 Tim Penulis Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, jilid 2 (Jakarta: Van Hoeve Ichtiar Baru, 1997). Wahbah az-Zuhaili, At-Tafsir al-Munir fi al-„Aqidah wa asy-Syari‟ah wa alManhaj, juz 30, (Mesir: Dar al-Fikr al-Mu‟asir, 1998). Zahir ibn Iwad al-Ama‟i, Dirasat fi at-Tafsir al-Maudu‟i li Alquran (Riyad: Tp, tt.). Zamakhsyari, al-Kasysyaf, (Mesir:Mustafa al-Babi al-Halabi, t.t)