ANALISIS MODEL IMPLEMENTASI GC EDWARD PADA PENERAPAN PERMENAKERTRANS NO.PER.01/MEN/1980 TENTANG K3 KONSTRUKSI BANGUNAN PADA PROYEK APARTEMEN DAN HOTEL DI KEMANG JAKARTA SELATAN TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH: Rizqy Unggul Permadi NIM: 108101000018
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY Thesis, Juli 2014
Rizqy Unggul Permadi, NIM : 108101000018
ANALYSIS GC EDWARD IMPLEMENTATION MODEL ON THE APLICATION PERMENAKERTRANS NO.PER.01/MEN/1980 ABOUT CONSTRUCTION OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY OF THE PROJECT APARTMENTS AND HOTEL IN KEMANG SOUTH JAKARTA YEAR 2013
xvi + 157 pages, 13 tables, 8 pictures
This study aims to look how the implementation of one of the government’s policy in the field of occupational safety which is Permenakertrans No.1 / 1980 about construction occupational health and safety on the apartments and hotel development projects in the works by PT PP in Kemang, South Jakarta . This study uses a model approach that saw GC Edward model policy implementation based on four basic subtances namely communication, resources, disposition, and bureaucratic structures. This study uses qualitative research methods. The information used comes from the informant interviews, field observations, and projects data related to work safety. Informants in this study was divided into 2 parts : 4 people who represent the main contractor and 5 people who represent sub-contarctor. Each informant has duties and responsibilities are different from each other. The result showed that occupation safety violations related to the content of Permenakertrans No.1 / 1980 which are materials and equipment scattering in the workplace, you do not see arrangement faucet cross the street of the crane, not curved the tip of iron manufacture of concrete, and the existence of workers who are not using PPE.
v
In each subtance based on GC Edward model the are problems resulting from the implementation of Permenakertrans No.1 / 1980 about construction occupational health and safety on the building construction is not going well. Problems are that there are not competent workers to work, recruitment of workers only based ages not skill, workers commitment to implement occupational safety is still lacking, the application of strict punishment is not done, and there are still many information related work safety and standard operational procedures that have not been socialized to workers. Recommendation are given to company that repair worker recuitment system, the provision of safety training to workers specifically according to the type of work, the application of punishment was more emphasized, and dissemination of standard operating procedures for workers overall.
Keywords : Policy, Implementation, Construction References : 53 (1991 - 2013)
vi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Juli 2014
Rizqy Unggul Permadi, NIM : 108101000018
ANALISIS MODEL IMPLEMENTASI GC EDWARD PADA PENERAPAN PERMENAKERTRANS NO.PER.01/MEN/1980 TENTANG K3 KONSTRUKSI BANGUNAN PADA PROYEK APARTEMEN DAN HOTEL DI KEMANG JAKARTA SELATAN TAHUN 2013
xvi + 157 halaman, 13 tabel, 8 gambar
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana penerapan salah satu kebijakan pemerintah di bidang keselamatan kerja yaitu Permenakertans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan pada proyek pembangunan apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT PP di Kemang, Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan model GC Edward yang melihat implementasi kebijakan berdasarkan 4 substansi dasar yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Metode penelitian bersifat kualitatif. Informasi yang digunakan bersumber dari wawancara terhadap informan, observasi di lapangan, dan data - data proyek yang terkait dengan keselamatan kerja. Informan dalam penelitian terbagi menjadi 2 bagian yaitu 4 orang yang mewakili kontraktor utama dan 5 pekerja sub kontraktor. Setiap informan mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda - beda antara satu dan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran K3 terkait dengan isi dari Permenakertrans No.1 / 1980 yaitu material bahan peralatan yang berserakan di tempat kerja, tidak terlihat adanya aturan lintas keran jalan, ujung besi tidak dilengkungkan pada pembuatan beton, dan masih adanya pekerja yang tidak menggunakan APD.
vii
Pada masing - masing substansi berdasarkan model GC Edward terdapat permasalahan yang menyebabkan pelaksanaan dari Permenakertans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan tidak berjalan dengan baik. Permasalahan tersebut antara lain masih adanya pekerja yang belum kompeten untuk bekerja, rekrutmen pekerja hanya berdasarkan umur bukan keahlian, komitmen pekerja untuk melaksanakan peraturan keselamatan kerja masih kurang, penerapan hukuman tidak tegas dilakukan, dan masih banyaknya informasi terkait keselamatan kerja dan standar operasional prosedur yang belum disosialisasikan kepada pekerja. Rekomendasi yang diberikan kepada perusahaan yaitu perbaikan sistem rekrutmen pekerja, pemberian pelatihan keselamatan kerja kepada pekerja secara spesifik menurut jenis pekerjaan, penerapan hukuman dipertegas, dan sosialisasi standar operasional prosedur menyeluruh kepada pekerja.
Kata kunci : Kebijakan, Implementasi, Konstruksi Daftar bacaan : 53 (1991 - 2013)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT karena atas rahmat dan karunia - Nya yang telah memberikan banyak kemudahan kepada saya mulai dari pengajuan surat izin lapangan, selama penugasan, sampai selesainya laporan skripsi ini. Tak terkira banyaknya rasa syukur yang dapat hamba panjatkan ke hadiratmu. Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah skripsi, Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya mengucapkan terima kasih kepada orang - orang yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan skripsi ini. Untuk hal tersebut saya mengharapkan saran dan kritik guna memperbaiki laporan skripsi ini sehingga dapat lebih sempurna. Saya mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua yang telah memberikan bimbingan dan dukungan penuh baik moril maupun materiil. 2. Ibu Febrianti selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Jakarta. 3. Bapak Arif Sumantri selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan dan bimbingan selama penyusunan laporan skripsi ini hingga selesai.
ix
4. Ibu Riastuti Kusuma Wardhani selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan dan bimbingan selama penyusunan laporan skripsi ini hingga selesai. 5. Bapak Mulyono dan Bapak Dadan selaku HSE officer proyek Kemang yang telah banyak membantu saya saat proses pengerjaan skripsi di lapangan. 6. Seluruh informan pekerja proyek Kemang yaitu pekerja kayu, besi, cor, house keeping, operator tower crane, dan alimak yang telah memberikan informasi yang saya butuhkan selama proses pengerjaan skripsi di lapangan dan berbagi pengalaman kerja kepada saya. 7. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah membimbing dan memberikan banyak ilmu yang bermanfaat kepada saya selama proses perkuliahan. 8. Teman - teman Kesmas 2008 yang tidak dapat saya sebutkan semuanya satu per satu. Semoga semua perjuangan kita selama perkuliahan dapat menjadi kenangan untuk kita semua. 9. Serta segenap pihak yang telah banyak berperan aktif membantu pelaksanaan skripsi dan dalam menyelesaikan laporan skripsi ini yang tidak saya sebutkan secara keseluruhan. Dengan memanjatkan doa kepada ALLAH SWT, saya berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan kebahagaiaan dunia dan akhirat, dan juga semoga laporan magang ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca. Amien
x
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Rizqy Unggul Permadi
TTL
: Lamongan 15 April 1989
Alamat
: Jl. Jamhur I No.108 Rt 04/01 Cinere, Depok
Agama
: Islam
Gol. Darah
:A
No. Telp
: 0856 48563175
RIWAYAT PENDIDIKAN 1995 – 2001
SD Jetis VI - Lamongan
2001– 2004
SMP Negeri 12 - Jakarta
2004– 2007
SMA Negeri 6 - Jakarta
2008 – sekarang
S1 – Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
xi
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PERNYATAAN……….……………………………………………. i LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ ii ABSTRAK………………………….…………………………………………… x KATA PENGANTAR…………….………………………………………….... ix DAFTAR RIWAYAT HIDUP…….…………………………………....……… xi DAFTAR ISI.………………………………………………………………….... xii DAFTAR TABEL…………………..…………………………………………... xviii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... xix BAB I PENDAHULUAN……………….………………………………………… 1 1.1 Latar Belakang…………………………………………………………. 1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………….... 8 1.3 Pertanyaan Penelitian ………………………………………………….. 8 1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………………..... 9 1.4.1 Tujuan Umum ………………………………………………….... 9 1.4.2 Tujuan Khusus………………………………………………........ 9 1.5 Manfaat Penelitian……………………………………………………... 10
xii
1.5.1 Manfaat Aplikatif……………………………………………....... 10 1.6 Ruang Lingkup ……………………………………………………....... 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………...…………………………………. 12 2.1 Kebijakan K3 Konstruksi…………………......……….....………….... 12 2.1.1
Pengertian Kebijakan Publik……………………………......... 12
2.1.2
Proses Kebijakan Publik............................................................ 16
2.1.3
Kebijakan Publik dan Hukum................................................... 19
2.1.4
Elemen Kebijakan..................................................................... 20
2.1.5
Hirarki Perundang - undangan ................................................. 21
2.1.6
Kebijakan Kesehatan ................................................................ 22
2.1.7
Jasa Konstruksi.......................................................................... 23
2.1.8
Kebijakan Publik K3 Konstruksi Bangunan............................. 25
2.1.9
Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Pada Konstruksi Bangunan .................................................................................. 28
2.2 Implementasi Kebijakan……………………………………………..... 29 2.2.1
Model Implementasi Van Horn dan Van Meter……………….. 34
2.2.2
Model Implementasi Merilee S. Grindle………………………. 35
2.2.3
Model Implementasi Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier…… 36
2.2.4
Model Implementasi G.Shabir Chema dan Dennis Rondinelli... 37
2.2.5
Model Implementasi GC Edward………......................……..... 39 2.2.5.1 Komunikasi ……………………………........................ 39 2.2.5.1.1
Transmisi…..………………………………. 40
xiii
2.2.5.1.2
Kejelasan…………………..………............. 41
2.2.5.1.3
Konsistensi………………..……………….. 41
2.2.5.2 Disposisi……………………….………………………. 41 2.2.5.2.1
Pengangkatan Birokrasi…………………… 42
2.2.5.2.2
Insentif…………………………………….. 42
2.2.5.3 Sumber Daya………….………...................................... 43 2.2.5.3.1
Staf………………………………………… 43
2.2.5.3.2 Informasi…………………………………… 43 2.2.5.3.3
Wewenang…………………………………. 44
2.2.5.3.4
Fasilitas………………………………......... 44
2.2.5.4 Struktur Birokrasi…………….…......………………… 45 2.2.5.4.1
Standar Operasional Prosedur……………… 45
2.2.5.4.2
Fragmentasi……………………………....... 46
2.3 Kerangka Teori………………………………………………………... 47 BAB III KERANGKA PIKIR ……...……………………................................... 49 3.1 Kerangka Pikir….………………………………………………............ 49 3.2 Definisi Istilah……………………………………………..................... 50 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN……………………………………..... 57 4.1 Jenis Penelitian………………………………………………………….57 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian………………………………………..... 57 4.3 Informan...……………………………………………………………… 58
xiv
4.4 Instrumen Penelitian…………………………………………………… 62 4.5 Jenis Data…………………...............……………………..................... 63 4.6 Teknik Pengumpulan Data……………………………………………. 64 4.7 Pengolahan Data………………………………………………………. 65 4.8 Analisis Data………………………………………………………….. 66 4.9 Keabsahan Data………………………………………………………... 67 BAB V HASIL......................................................................................................... 68 5.1 Karakteristik Informan............................................................................ 68 5.2 Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Konstruksi Bangunan ............................................................................. 69 5.3 Analisis Model GC Edward................................................................... 73 5.3.1 Komunikasi................................................................................... 73 5.3.1.1 Transmisi........................................................................... 73 5.3.1.2 Kejelasan........................................................................... 79 5.3.1.3 Konsistensi........................................................................ 83 5.3.2 Disposisi......................................................................................... 84 5.3.2.1 Komitmen.......................................................................... 84 5.3.2.2 Insentif............................................................................... 85 5.3.3 Sumber Daya................................................................................. 89 5.3.3.1 Staf.................................................................................... 89 5.3.3.2 Informasi........................................................................... 93 5.3.3.3 Wewenang........................................................................ 95
xv
5.3.3.4 Fasilitas........................................................................... 100 5.3.3.5 Anggaran........................................................................ 102 5.3.4 Struktur Birokrasi........................................................................ 103 5.3.4.1 Standar Operasional Prosedur........................................ 103 5.3.4.2 Fragmentasi..................................................................... 108
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 114 6.1 Keterbatasan Penelitian......................................................................... 114 6.2 Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 /1980 Tentang K3 Konstruksi Bangunan............................................................................ 115 6.3 Analisis Model GC Edward.................................................................. 119 6.3.1 Komunikasi................................................................................. 119 6.3.1.1 Transmisi......................................................................... 119 6.3.1.2 Kejelasan......................................................................... 122 6.3.1.3 Konsistensi...................................................................... 124 6.3.2 Disposisi...................................................................................... 126 6.3.2.1 Komitmen........................................................................ 126 6.3.2.2 Insentif............................................................................ 128 6.3.3 Sumber Daya............................................................................... 131 6.3.3.1 Staf.................................................................................. 131 6.3.3.2 Informasi......................................................................... 134 6.3.3.3 Wewenang....................................................................... 136 6.3.3.4 Fasilitas............................................................................ 138 xvi
6.3.3.5 Anggaran......................................................................... 139 6.3.4 Struktur Birokrasi.........................................................................140 6.3.4.1 Standar Operasional Prosedur......................................... 140 6.3.4.2 Fragmentasi..................................................................... 142
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 145 7.1 Kesimpulan........................................................................................... 145 7.2 Saran...................................................................................................... 148 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 151 LAMPIRAN I LAMPIRAN II LAMPIRAN III
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Status Pegawai………………………………………………………….. 59 Tabel 4.2 Matriks Informan Kontraktor.....................................………………….. 60 Tabel 4.3 Matriks Informan Subkontraktor.............................................................. 61 Tabel 5.1 Karakteristik Informan………………………………………………….. 68 Tabel 5.2 Implementasi Permenakertrans No.1 / 1980 ............................................ 69 Tabel 5.3 Pelatihan K3 Umum ................................................................................ 77 Tabel 5.4 Pelatihan K3 Khusus ................................................ ............................... 78 Tabel 5.5 Kompetensi Informan .............................................................................. 82 Tabel 5.6 Kewenangan HSE Pusat dan HSE Proyek ............................................... 96 Tabel 5.7 Kewenangan Quality Control .................................................................. 98 Tabel 5.8 Kewenangan Pekerja Lapangan ............................................................. 99 Tabel 5.9 SOP Pekerjaan........................................................................................ 105 Tabel 6.1 Pelatihan Permenakertrans No.1 / 1980 ................................................. 121
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kebijakan Publik Sebagai Bentuk Nyata Ideologi…………………....15 Gambar 2.2 Siklus Kebijakan……………………………………………………... 18 Gambar 2.3 Sistem Politik………………………………………………………… 20 Gambar 2.4 Elemen Kebijakan……………………………………………………. 21 Gambar 2.5 Model Implementasi GC Edward……………………………………. 39 Gambar 3.1 Kerangka Pikir ...…………………………………………………….. 49 Gambar 5.1 Struktur Organisasi Proyek ................................................................ 109 Gambar 5.2 Struktur P2K3L .................................................................................. 110
xix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kebijakan merupakan apapun yang pemerintah pilih untuk dilakukan atau tidak dilakukan (Dye dalam Wibawa, 1994). Sedangkan kebijakan publik adalah kebijakan - kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga atau badan pemerintah dan pejabat - pejabatnya (Anderson dalam Wibawa, 1994). Kebijakan kesehatan didefinisikan sebagai suatu bentuk arah utama dalam suatu pemerintahan negara berupa kebijakan politik guna menjalankan program - program pembangunannya, secara khusus di sektor kesehatan (Walt dalam Massie, 2009). Oleh karena itu, sebagai aktor penting maka pemerintah adalah pihak yang menentukan kebijakan negara termasuk kebijakan kesehatan yang meliputi perlindungan tenaga kerja. Isu global mengenai upaya perlindungan tenaga kerja sudah dimulai sejak International Labour Organization ( ILO ) mulai didirikan pada tahun 1919 untuk mencerminkan keyakinan bahwa perdamaian yang universal dan abadi hanya dapat dicapai melalui keadilan sosial. Lalu pada tahun 1944 para pendiri ILO menerapkan deklarasi Philadelphia yang menyatakan bahwa pekerja bukanlah komoditas dan menetapkan hak asasi manusia dan hak ekonomi kepada kaum pekerja. Kemajuan besar dicapai ILO pada tahun 1998 dengan diadakannya Konferensi Perburuhan Internasional yang mengadopsi deklarasi ILO tentang prinsip - prinsip dan hak - hak mendasar di tempat kerja termasuk diantaranya
1
membahas mengenai kesehatan dan keselamatan pekerja. Hingga saat ini ILO telah membantu banyak negara melalui upaya - upaya pembuatan kebijakan mengenai hak serikat pekerja dalam memperoleh demokrasi dan perlindungan tenaga kerja (ILO, 2007). Pada tingkat nasional kewajiban untuk melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja telah diatur dalam undang - undang dan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja yang menjamin perlindungan pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Selain itu juga mengatur dengan jelas tentang hak dan kewajiban pengusaha, hak dan kewajiban pekerja, syarat - syarat keselamatan kerja serta sistem manajemen K3 (Modjo, 2007). Upaya perlindungan tenaga kerja sudah dimulai saat sebelum Indonesia mendapatkan kemerdekaannya yaitu dengan dibuatnya Veiligheidsreglement tahun 1910 disusul Verordening Stoom Ordonnantie tahun 1930. Lalu setelah Indonesia merdeka dibuatnya landasan undang - undang dasar 1945. Pasal 27 ayat 2 berbunyi “ Tiap - tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pasal ini dijadikan landasan utama dalam pembuatan kebijakan - kebijakan selanjutnya seperti undang - undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang mengatur tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja, UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 23 tentang kesehatan kerja menekankan pentingnya kesehatan kerja agar pekerja dapat bekerja secara sehat dan menghasilkan produktivitas yang optimal, UU No.13 tahun 2003 tentang 2
ketenagakerjaan paragraf 5 pasal 86 dan 87 tentang keselamatan dan kesehatan kerja harus dilaksanakan sesuai peraturan perundang - undangan lainnya yang berlaku. Pada pasal 35 dijelaskan bahwa pemberi kerja wajib memberikan perlindungan kepada tenaga kerjanya mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja. Sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang - undang, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah dan kementerian tenaga kerja dan kementrian kesehatan juga mengeluarkan kebijakan untuk memudahkan pelaksanaan K3 di tempat kerja. Hingga saat ini sudah puluhan aturan hukum dibuat mengenai keselamatan kerja. Dengan banyaknya kebijakan yang sudah dibuat dalam upaya melindungi tenaga kerja tidak menjamin kecelakaan kerja tidak akan terjadi. Sampai saat ini kecelakaan kerja masih saja sering terjadi dari tahun ke tahun. Secara global, ILO mencatat bahwa setiap tahunnya kurang lebih terjadi 337 juta kecelakaan kerja yang mengakibatkan tidak kurang dari 2,3 juta nyawa melayang. Dilihat dari dampak ekonomi USD 1,25 Trilyun atau 4% dari Global Gross Domestic Product (GDP) dialokasikan utuk biaya dari kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja, kompensasi untuk para pekerja, terhentinya produksi, dan biaya pengobatan pekerja (ILO, 2012). Secara nasional, data yang didapat dari Jamsostek menunjukkan bahwa pada tahun 2011 terjadi 99.491 kecelakaan kerja. Total klaim yang telah dibayar sekitar Rp 504,3 miliar meningkat dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2010 yang sebesar 98.711 kecelakaan kerja dengan total klaim yang dibayar Rp 401,237 miliar (Nasir, 2012). Lalu berdasarkan data Depnakertrans, angka kecelakaan 3
kerja di Indonesia pada tahun 2009 terdapat 88.492 kasus kecelakaan kerja . Pada kesempatan terpisah Dirut Jamsostek juga menyatakan bahwa selama 34 tahun sejak PT Jamsostek beroperasi hingga kini, terjadi 1.883.200 kasus kecelakaan kerja dengan total klaim yang harus dibayarkan sebanyak Rp 3,46 triliun. Dari jumlah tersebut sektor yang mencatat persentase tertinggi adalah sektor konstruksi sebesar 32 % (Pikiran rakyat, 2012). Pada 2009 tercatat pekerja di sektor jasa konstruksi ada 5% atau sekitar 4,5 juta pekerja dengan kecelakaan kerja yang beragam. Hingga November 2009 pelaksanaan program jasa konstruksi secara nasional telah terdaftar menjadi peserta jamsostek sebanyak 93.103 perusahaan dengan sekitar 4.362.224 orang tenaga kerja (Poskota, 2010). Data yang disampaikan oleh menteri tenaga kerja Muhaimin Iskandar menyatakan sampai dengan September 2012 angka kecelakaan kerja berada pada kisaran 80.000 kejadian (Detik finance, 2012). Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi menilai pentingnya pemahaman mengenai pengadaan barang atau jasa pemerintah di bidang konstruksi menyusul tingginya kasus kecelakaan pekerja konstruksi yang bermunculan dengan rata - rata 7 orang meninggal per hari (Industri bisnis, 2013) . Kebijakan mengenai penyelenggaraan K3 pada pekerjaan konstruksi tergambar pada UU No.18 / 1999 tentang jasa konstruksi yang mengamanatkan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga
4
kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan konstruksi. Kebijakan K3 yang menyangkut dengan kegiatan konstruksi lainnya yaitu Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 Konstruksi Bangunan. Peraturan ini bisa dibilang merupakan induk penting pelaksanaan K3 pada kegiatan konstruksi di Indonesia karena memuat banyak hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan kostruksi yaitu tempat kerja, peralatan kerja, mesin, perancah, tangga, alat angkat, penggalian, pemancangan, beton, APD, dan apapun yang berkaitan dengan konstruksi. Sudah 33 tahun berlalu namun peraturan ini masih dipakai sebagai bagian dari persyaratan legal yang harus dipenuhi perusahaan konstruksi dalam menjalankan kegiatannya dan belum direvisi hingga saat ini. Peraturan ini juga lebih bersifat aplikatif di lapangan dibandingkan peraturan pemerintah lainnya di bidang konstruksi. Implementasi
dapat
didefinisikan
sebagai
suatu
kegiatan
yang
dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program. Implementasi kebijakan mencakup tindakan - tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok, publik maupun privat yang diarahkan kepada pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Ini meliputi baik usaha - usaha sesaat untuk menstransformasikan keputusan kedalam istilah operasional, maupun usaha yang berkelanjutan untuk mencapai perubahan - perubahan besar dan kecil yang diamanatkan oleh keputusan - keputusan kebijakan (Van Horn dan Van Meter 1975 dalam Wibawa 1994). Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara
5
agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya tidak lebih dan tidak kurang (Nugroho, 2008). Keberhasilan implementasi suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh beberapa variabel antara lain komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi, dan disposisi. Komunikasi merupakan alat kebijakan untuk menyampaikan perintah perintah dan arahan - arahan dari sumber pembuat kebijakan kepada mereka yang diberikan wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Disposisi yaitu kemauan atau niat para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan. Struktur
birokrasi
yaitu
kelembagaan
perusahaan
dalam
mensukseskan
implementasi kebijakan tanpa adanya intervensi atau tekanan dari luar perusahaan (GC Edward dalam Sahuri, 2012). PT. PP ( Pembangunan Perumahan ) merupakan salah satu perusahaan BUMN konstruksi terbersar di Indonesia. Saat ini PT. PP sedang menggarap salah satu proyek di Kemang, Jakarta Selatan berupa apartemen dan hotel. Proyek yg ini sudah berjalan dari tahun 2012. Menurut studi pendahuluan yang dilakukan pada Februari 2013 tercatat pada laporan kecelakaan sudah terjadi 5 kecelakaan kerja hingga saat ini dengan rincian 4 kecelakaan terjadi pada tahun 2012 dan 1 kecelakaan kerja pada Januari 2013. Menurut penanggung jawab K3 proyek, kecelakaan kerja yang dilaporkan belum tentu sebenarnya yang terjadi karena di lapangan banyak pekerja yang menyembunyikan atau tidak melaporkan kecelakaan kerja yang sifatnya hanya cedera ringan sehingga bisa jadi jumlah kecelakaan kerja yang terjadi jumlahnya bisa mencapai puluhan. Selain itu juga tidak adanya pencatatan untuk kejadian near miss. 6
Diakui pula oleh penanggung jawab K3 proyek bahwa karakteristik kegiatan konstruksi yang berbeda dengan sektor lainnya sehingga kecelakaan kerja pada sektor ini mustahil dapat mencapai zero accident. Karakteristik yang dimaksud misalnya banyak melibatkan tenaga kerja kasar yang berpendidikan relatif rendah, intensitas kerja tinggi dibuktikan dengan akhir pekan yang tetap melakukan kegiatan operasinya, peralatan kerja yang beragam jenis, teknologi, dan kapasitasnya, dan juga mobilisasi peralatan dan material yang tinggi. Hasil observasi yang dilakukan peneliti saat studi pendahuluan juga menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran - pelanggaran terkait aturan K3 antara lain masih banyak bahan - bahan berserakan di lokasi kerja dan masih banyak pekerja yang menggunakan APD seenaknya bahkan masih ada saja yang tidak mau menggunakan. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran implementasi kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan pada proyek hotel dan apartemen yang sedang digarap PT. PP di Kemang, Jakarta Selatan. Penelitian ini akan melihat bagaimana analisa model GC Edward pada penerapan kebijakan K3 pada proyek tersebut dan juga untuk mengetahui hambatan dan problem yg muncul dalam proses implementasi berdasarkan model implementasi kebijakan GC Edward yaitu dengan melihat variabel komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi dari pelaksanaan proyek tersebut.
7
1.2 Rumusan Masalah
PT. PP ( Pembangunan Perumahan ) saat ini sedang menggarap salah satu proyek di Kemang, Jakarta Selatan berupa apartemen dan hotel. Proyek yg ini sudah berjalan dari tahun 2012. Menurut studi pendahuluan yang dilakukan pada Februari 2013 tercatat pada laporan kecelakaan sudah terjadi 5 kecelakaan kerja dengan rincian 4 kecelakaan terjadi pada tahun 2012 dan 1 kecelakaan kerja pada Januari 2013. Menurut penanggung jawab K3 proyek ini, kecelakaan kerja yang dilaporkan belum tentu sebenarnya yang terjadi karena di lapangan banyak pekerja yang tidak melaporkan kecelakaan kerja yang sifatnya cedera ringan. Hasil observasi menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran - pelanggaran terkait aturan K3 antara lain masih banyak bahan - bahan berserakan di lokasi kerja dan masih banyak pekerja yang menggunakan APD seenaknya bahkan masih ada saja yang tidak mau menggunakan. Berdasarkan rumusan masalah tersebut penulis tertarik untuk melakukan Penelitian ini untuk melihat bagaimana analisa model GC Edward pada penerapan kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan pada proyek apartemen dan hotel yang sedang digarap PT PP di Kemang, Jakarta Selatan.
1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimana
analisa
model
GC
Edward
pada
penerapan
kebijakan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan pada lokasi
8
proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan ?
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya implementasi penerapan kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan pada lokasi proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan dengan pendekatan analisis kebijakan model GC Edward.
1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran tentang komunikasi terhadap penerapan kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan. 2. Diketahuinya gambaran tentang disposisi terhadap penerapan kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan. 3. Diketahuinya gambaran tentang sumber daya terhadap penerapan kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan. 9
4. Diketahuinya gambaran tentang struktur birokrasi terhadap implementasi kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan.
1.5 1.5.1
Manfaat Penelitian Manfaat Aplikatif 1. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam menentukan perencanaan kegiatan K3 sehubungan dengan kegiatan konstruksi di lokasi proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan. 2. Bagi fakultas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengembangan
kurikulum
program
studi
Kesehatan
Masyarakat
khususnya pada konsentrasi K3. 3. Bagi pihak Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam menentukan arah kebijakan selanjutnya sehubungan dengan permasalahan K3 konstruksi di Indonesia. 4. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini bermanfaat untuk dijadikan bahan perbandingan ataupun data dalam penelitian studi implementasi kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di Indonesia.
10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukana pada bulan mei 2013 dengan perkiraan jumlah hari ± 30 hari bertempat di lokasi proyek Kemang Village Residence, Jakarta Selatan. PT. PP sebagai salah satu kontraktor menggarap pembangunan beberapa apartemen dan hotel pada proyek tersebut. Penelitian ini dirancang menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian akan dilaksanakan oleh peneliti itu sendiri. Triangulasi data dilakukan berdasarkan teknik yaitu observasi, wawancara, dan telaah dokumen dan juga berdasarkan sumber yaitu informan dari pekerja kontraktor dan pekerja subkontraktor.
Observasi
dilakukan
untuk
melihat
bagaimana
proses
implementasi yang dilakukan di lapangan. Bantuan dari pihak lain atau penghubung diperlukan saat proses wawancara mendalam dengan informan sebagai sumber data primer. Data juga diperoleh dengan melakukan telaah dokumen perusahaan yang terkait dengan pelaksanaan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan K3 Konstruksi 2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik Menurut Jones dalam Wahyudi (2011), kata kebijakan sering digunakan dan diperuntukkan maknanya dengan tujuan program, keputusan, hukum, proposal, patokan dan maksud besar tertentu. Selanjutnya Jones mendefinisikan kebijakan adalah keputusan tetap yg dicikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yg membuat dan dari mereka yg mematuhi keputusan tersebut. Secara etiologi publik berasal dari bahasa yunani yakni pubes berarti kedewasaan secara picik, emosional maupun intelektual. Dalam bahasa yunani istilah publik sering dipadankan dengan kata common yang bermakna hubungan antar individu. Oleh karena itu publik sering dikonsepsikan sebagai suatu ruang yang berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama (Namawi dalam Wahyudi, 2011). Menurut menurut Thomas R Dye dalam Wibawa (1994), kebijakan publik diartikan sebagai “whatever governments choose to do or not to do” (pilihan tindakan apapun atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah). Sedangkan 12
menurut Anderson dalam Zaeni (2006): “A purposive course of action followed by an actor or set of actors in deadling with a problem or a matter of concern”(serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu). Selanjutnya Harold D Laswell dan Abraham Kaplan dalam Yulisetyaningtyas (2008)
mengatakan bahwa
kebijakan publik sebagai “a projected program of goals, values and practices“ (suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah). Amara Raksasataya dalam Wisakti (2008) menyebutkan bahwa kebijaksanaan adalah suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu suatu kebijaksanaan harus memuat 3 (tiga) elemen, yaitu : 1. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai. 2. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.
Implikasi dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli kebijakan publik menurut Anderson dalam Susilowaty (2007) adalah : 1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan. 2. Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabatpejabat pemerintah. 13
3. Kebijakan itu adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah. 4. Kebijakan publik itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negarif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu. 5. Kebijakan pemerintah selalu dilandaskan pada peraturan perundang undangan yang bersifat memaksa atau otoritatif.
Kebijakan publik juga berarti serangkaian instruksi dari para pembuat keputusan kepada pelaksana untuk mencapai tujuan tersebut. Namun dalam konteks ini, kebijakan publik dapat dilihat dalam tiga lingkungan kebijakan, yaitu : (1) perumusan kebijakan, (2) pelaksanaan kebijakan dan (3) penilaian kebijakan atau evaluasi. Berdasarkan pandangan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa makna kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan pemerintah guna melaksanakan suatu kegiatan yang diawali dari perumusan, pelaksanaan, dan penilaian atau evaluasi. (Nakamura dan Smallwood dalam Yulisetyaningtyas, 2008). Lebih jauh lagi kebijakan publik dapat ditetapkan secara jelas dalam peraturan - peraturan, perundang - undangan, atau dalam bentuk pidato - pidato pejabat teras pemerintah ataupun berupa program program dan tindakan - tindakan yang dilakukan pemerintah (Islamy, 1997). Kebijakan publik menentukan bentuk kehidupan bangsa dan negara. Negara dalam menghadapi setiap masalah yang dihadapinya mempunyai respon tersendiri. Respon ini disebut dengan kebijakan publik. Maka bisa dibilang 14
kebijakan publik adalah bentuk faktual dari upaya pemerintah untuk mengatur kehidupan bersama yang disebut sebagai bangsa dan negara. Kebijakan publik pada akhirnya merupakan bentuk paling nyata dari ideologi suatu negara. (Nugroho, 2008)
Gambar 2.1 Kebijakan Publik Bentuk Nyata Ideologi
Ideologi Sistem Politik Kebijakan Publik
Ideologi adalah keyakinan politik negara berdaulat. Ideologi diturunkan menjadi politik kebangsaan apapun bentuknya baik demokrasi atau non demokrasi. Lalu diturunkan lagi menjadi kebijakan publik. Politik yang paling unggul sekalipun tidak ada gunanya jika tidak mampu membangun kebijakan kebijakan publik yang juga unggul.
15
2.1.2 Proses Kebijakan Publik Proses pembuatan sebuah kebijakan publik melibatkan berbagai aktivitas yang kompleks. Pemahaman terhadap proses pembuatan kebijakan oleh para ahli dipandang penting dalam upaya melakukan penilaian terhadap sebuah kebijakan publik. Untuk membantu melakukan hal ini, para ahli kemudian mengembangkan sejumlah kerangka untuk memahami proses kebijakan (policy process) atau seringkali disebut juga sebagai siklus kebijakan (policy cycles).
Thomas R. Dye dalam Wahyudi (2011) menjabarkan proses kebijakan publik sebagai berikut : 1. Identifikasi masalah kebijakan (Identification of Policy Problem) Dapat dilakukan melalui identifikasi apa yg menjadi tuntutan atas tindakan pemerintah. Aktivitas yang dilakukan yaitu publikasi masalah sosial dan mengekspresikan tuntutan akan tindakan dari pemerintah. Peserta yang terlibat antara lain media massa, kelompok kepentingan, inisiatif masyarakat, maupun opini publik.
2. Penyusunan agenda (Agenda Setting) Merupakan aktivitas yg memfokuskan perhatian pada pejabat publik dan media massa atas keputusan apa yg akan diputuskan terhadap masalah publik tertentu. Aktivitas yang dilakukan yaitu menentukan mengenai masalah-masalah apa yang akan diputuskan atau masalah apa yang akan
16
dibahas oleh pemerintah. Peserta yang terlibat antara lain kaum elit termasuk presiden kongres, kandidat untuk jabatan publik tertentu, maupun dewan negara.
3. Perumusan kebijakan (Policy Formulation) Merupakan tahapan pengusulan rumusan kebijakan melalui inisiasi dan penyusunan usulan kebijakan melalui organisasi perencanaan kebijakan, kelompok kepentingan, birokrasi pemerintah, presiden, dan lembaga legislatif. Aktivitas yang dilakukan adalah pengembangan proposal kebijakan untuk menyelesaikan dan memperbaiki masalah. Peserta yang terlibat antara lain presiden, lembaga eksekutif, komite kongres, dan kelompok kepentingan.
4. Pengesahan kebijakan (Legitimating of Policy) Pengesahan kebijakan dilakukan melalui tindakan politik oleh partai politis, kelompok penekan, presiden, dan kongres. Aktivitas yang dilakukan yaitu memilih proposal, mengembangkan dukungan untuk proposal
terpilih,
menetapkannya menjadi
peraturan hukum,
dan
memutuskan konstitusionalnya. Peserta yang terlibat antara lain kelompok kepentingan, presiden, kongres, dan pengadilan.
17
5. Implementasi kebijakan (Policy Implementation) Implementasi kebijakan dilakukan melalui birokrasi, anggaran publik, atau aktivitas agen eksekutif yg terorganisasi. Aktivitas yang dilakukan yaitu mengorganisasikan departemen, menyediakan pembiayaan dan pelayanan.
6. Evaluasi kebijakan (Policy Evaluation) Evaluasi kebijakan dilakukan melalui lembaga pemerintah, konsultan, pers, dan masyarakat. Aktivitas yang dilakukan yaitu melaporkan output dari program pemerintah, mengevaluasi dampak kebijakan kepada kelompok sasaran dan bukan sasaran, dan mengusulkan perubahan.
Gambar 2.2 Siklus Kebijakan
18
2.1.3 Kebijakan Publik dan Hukum Hukum publik merupakan bagian dari proses kebijakan publik. Hukum publik memberikan wadah legal bagi negara untuk mencapai tujuan yang dibawa oleh kebijakan publik tersebut dan untuk membatasi kekuasaan negara karena prinsip negara modern adalah negara dengan kekuasaan tidak tak terbatas. Setiap kebijakan publik yang ditetapkan sebagai sebuah dokumen formal dan berlaku mengikat kehidupan bersama, maka pada saat itu pula kebijakan publik berubah menjadi hukum. Berarti hukum merupakan wujud dari kebijakan publik, tapi kebijakan publik tidak identik dengan hukum. Hukum publik merupakan formalisasi dan legalisasi dari kebijakan publik. Tanpa proses formalisasi dan legalisasi tersebut kebijakan publik menjadi tidak berdaya untuk dilaksanakan. Namun tidak semua kebijakan publik memerlukan kodifikasi formal dan legal dalam bentuk hukum publik karena tetap ada kebijakan yang dapat dilaksanakan secara efektif tanpa memerlukan bentuk formal legal yaitu kebijakan yang mengandalkan sanksi politik dan sanksi sosial. Jadi tujuan hukum adalah untuk membuat kebijakan publik dapat dilaksanakan dan untuk membatasi kekuasaan pembuat dan pelaksana kebijakan publik (Nugroho, 2008).
19
2.1.4 Elemen Kebijakan Kebijakan publik dapat dilihat sebagai suatu sistem yg terdiri dari input, konversi, dan output. Dalam konteks ini ada dua variabel makro yg mempengaruhi kebijakan publik yakni lingkungan domestik dan lingkungan internasional. Kedua lingkungan tersebut dapat memberikan input yang berupa dukungan dan tuntutan terhadap sebuah sistem politik. Kemudian para aktor dalam sistem politik memproses atau mengonversi input tersebut menjadi output yg berwujud peraturan atau kebijakan. Peraturan tersebut akan diterima oleh masyarakat dan masyarakat akan memberikan umpan balik dalam bentuk input baru kepada sistem politik tersebut. Apabila kebijakan tersebut memberikan insentif maka masyarakat akan mendukungnya. Sebaliknya jika kebijakan tersebut bersifat disinsentif maka masyarakat akan menolaknya (David Easton dalam Wahyudi, 2011). Gambar 2.3 Sistem Politik
Lingkungan kebijakan seperti gejolak politik pada suatu negara akan mempengaruhi pelaku atau aktor kebijakan untuk meresponnya, yakni
20
memasukkannya kedalam agenda pemerintah dan selanjutnya melahirkan kebijakan publik untuk memecahkan masalah - masalah yg bersangkutan.
Gambar 2.4 Elemen Kebijakan
2.1.5 Hirarki Perundang - Undangan UU No.12 / 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan pasal 7 mengatur jenis dan hirarki perundang - undangan sebagai berikut : A. UUD 45 B. TAP MPR C. UU / PP pengganti UU D. PP E. PERPRES F. PERDA provinsi G. PERDA kabupaten / kota
21
Kesemuanya merupakan bentuk kebijakan publik yang terkodifikasi secara legal. Di samping itu, kekuatan hukum Peraturan Perundang - undangan sesuai dengan hirarki tersebut. Artinya peraturan di bawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan pada hirarki di atasnya.
Dalam pemahaman kontinentalis, dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau mendasar yaitu ketujuh peraturan di atas. 2. Kebijakan publik yang bersifat messo atau menengah. Kebijakan ini dapat berbentuk peraturan menteri, surat edaran menteri, peraturan gubernur, peraturan bupati, ataupun surat keputusan bersama / SKB antar menteri. 3. Kebijakan publik yang bersifat mikro adalah yang mengatur pelaksanaan kebijakan di atasnya. Bentuk kebijakannya berupa peraturan yang dikeluarkan oleh aparat publik di bawah menteri, gubernur, atau walikota.
Namun ada beberapa kebijakan yang sifatnya messo atau makro dapat diimplementasikan langsung dan itu bukan merupakan kekeliruan.
2.1.6 Kebijakan Kesehatan Kebijakan kesehatan didefinisikan sebagai suatu cara atau tindakan yang berpengaruh terhadap perangkat institusi, organisasi, pelayanan kesehatan, dan pengaturan keuangan dari sistem kesehatan (Walt dalam Massie, 2009).
22
Kebijakan - kebijakan kesehatan dibuat oleh pemerintah dan swasta. Kebijakan merupakan produk pemerintah walaupun pelayanan kesehatan cenderung dilakukan oleh swasta, dikontrakkan atau melalui kemitraan, kebijakannya disiapkan oleh pemerintah dimana keputusannya mempertimbangkan aspek politik. (Walt dalam Massie, 2009). Kebijakan kesehatan berpihak pada hal - hal yang dianggap penting dalam suatu institusi dan masyarakat, bertujuan jangka panjang untuk mencapai sasaran, menyediakan rekomendasi yang praktis untuk keputusan - keputusan penting (WHO dalam Massie, 2009). Kebijakan kesehatan terefleksi dalam beberapa bentuk hukum tertulis misalnya undang - undang, peraturan pemerintah, rencana strategis, program kesehatan, dan sebagainya.
2.1.7 Jasa Konstruksi Menurut Undang - undang tentang Jasa konstruksi, "Jasa Konstruksi" adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultansi pengawasan
pekerjaan
konstruksi.
"Pekerjaan
Konstruksi"
adalah
keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan / atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal,
elektrikal
dan
tata
lingkungan
masing-masing
beserta
kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
23
Dari pengertian dalam UU No.18 / 1999 Tentang Jasa Konstruksi tersebut maka dalam masyarakat terbentuklah "Usaha Jasa Konstruksi", yaitu usaha tentang jasa di bidang perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi yang semuanya disebut penyedia jasa. Proyek Konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam rangkaian kegiatan tersebut tentunya melibatkan pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi maka potensi terjadinya konflik sangat besar sehingga dapat dikatakan bahwa proyek konstruksi mengandung konflik yang cukup tinggi (Ervianto, 2007). Bidang konstruksi perlu mendapat perhatian dikarenakan lokasi pekerjaan proyek merupakan salah satu lingkungan kerja yang mengandung resiko cukup besar sehingga dapat dikatakan bahwa industri konstruksi terbilang paling rentan terhadap kecelakaan kerja. Hal tersebut karena bidang konstruksi merupakan satu bidang produksi yang memerlukan kapasitas tenaga kerja dan tenaga mesin yang sangat besar, bahaya yang sering ditimbulkan umumnya dikarenakan faktor fisik, yaitu : terlindas dan terbentur yang disebabkan oleh terjatuh dari ketinggian, kejatuhan barang dari atas atau barang roboh. Hal tersebut juga didukung oleh prilaku kerja yang tidak aman. Selain kurangnya pemahaman pekerja tentang keamanan, perlindungan tenaga kerja yang 24
dilakukan pemilik usaha sering tidak mencukupi (IOSH, 2007). Oleh karena itu perlu adanya peraturan terkait keselamatan kerja bidang konstruksi.
2.1.8 Kebijakan Publik K3 Konstruksi Bangunan
Dalam mengisi cita - cita pembangunan nasional maka perlu dilakukan program yang terencana dan terarah untuk melaksanakan proses pembangunan agar tujuan nasional dapat dicapai sesuai dengan falsafah yang mendasari perjuangan tersebut yakni Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945. Sektor jasa konstruksi mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan ekonomi negara. Sektor konstruksi sangat dibutuhkan negara dalam meningkatkan pembangunan dan perekonomian nasional oleh karena itu sudah selayaknya pemerintah membuat berbagai peraturan dan kebijakan guna mengatur dan memberdayakan jasa konstruksi nasional. Menyadari akan hal tersebut maka sudah selayaknya kehadiran undang undang yang berkaitan dengan jasa konstruksi sangat dibutuhkan guna mengatur dan memberdayakan jasa konstruksi nasional. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah berinisiatif menyusun konsep awal Undang - Undang Jasa Konstruksi pada tahun 1988 dan selanjutnya bersama asosiasi jasa konstruksi secara berkesinambungan meneruskan konsep awal Rancangan Undang - Undang Jasa Kontruksi yang selanjutnya diubah dan disempurnakan hingga akhirnya dapat dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat dan selesai pada tanggal 22 April 1999.
25
Pada UU No.18 / 1999 Tentang Jasa Kontruksi pasal 23 ayat 2 dijelaskan bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keamanan, keselamatan dan keselamatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Kemudian pada pasal 24 ditambahkan bahwa penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat menggunakan sub penyedia jasa yang mempunyai keahlian khusus sesuai dengan masing - masing tahapan pekerjaan konstruksi. Sub penyedia jasa tersebut juga harus memenuhi kewajiban - kewajibannya kepada penyedia jasa. Pada UU No.13 / 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 35 dijelaskan bahwa pemberi kerja wajib memberikan perlindungan kepada tenaga kerjanya mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja. Diperjelas lagi pada bab X paragraf 5 tentang keselamatan dan kesehatan kerja bahwa perlindungan kepada tenaga kerja harus dilaksanakan sesuai peraturan perundang - undangan lainnya yang berlaku. Masih pada UU yang sama pada pasal 65 dijelaskan bahwa penyerahan sebagian pekerjaan ke perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis yang mencakup perlindungan kerja. Terlihat bahwa penyedia jasa wajib memenuhi ketentuan K3 dan perlindungan terhadap tenaga kerjanya sehingga sub penyedia juga wajib memenuhi ketentuan K3 dan perlindungan tenaga kerja sebagai tanggung jawabnya terhadap penyedia jasa sesuai dengan Perundang - undangan yang berlaku. Undang - undang jasa konstruksi dan ketenagakerjaan ini mempunyai 26
hubungan komplementer dengan peraturan Perundang - undangan terkait K3 agar bisa melakukan kegiatan produksinya. Menimbang bahwa kenyataan menunjukkan banyak terjadi kecelakaan akibat belum ditanganinya pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja menyeluruh pada pekerjaan konstruksi bangunan dan dengan semakin meningkatnya pembangunan dengan penggunaan teknologi modern dan juga sebagai pelaksanaan Undang - Undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja maka diperlukan ketentuan yang mengatur mengenai keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerjaan Konstruksi Bangunan. Peraturan Perundang Undangan yang dimaksud contohnya seperti : 1. Permenakertrans No.1 / MEN / 1980 Tentang K3 Pada Konstruksi Bangunan. 2. SKB Menteri Pekerjaan Umun dan Menteri Tenaga Kerja No.174 / Men / 1986
No.104 / KPTS / 1986 Tentang K3 Pada Tempat Kegiatan
Konstruksi. 3. Permenaker No.1 / MEN / 1989 Tentang Kualifikasi dan Syarat - syarat Operator Keran Angkat. 4. Permenakertrans No.2 / MEN / 1982 Tentang Kualifikasi Juru Las. 5. Kepmenaker No.51 / MEN / 1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. 6. Permen PU No.9 / Per / 2008 Tentang SMK3 Kontruksi Bidang Pekerjaan Umum.
27
2.1.9
Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Pada Konstruksi Bangunan Peraturan perundang - undangan Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Pada Konstruksi Bangunan (selanjutnya disebut peraturan) dibuat pada masanya berdasarkan ideologi Pancasila. Sistem politik yang berkembang pada masa pembuatan peraturan ini adalah demokrasi pancasila. Demokrasi Pancasila mempunyai bentuk operasional pada tingkat politis dalam bentuk pembangunan.
Peraturan
ini
dibuat
untuk
mengakomodir
kegiatan
pelaksanaan pembangunan yang sangat pesat sebagai bagian dari program kerja Presiden ke - 2 RI yaitu Presiden Soeharto yang pada jaman itu disebut dengan Pembangunan Lima Tahun (PELITA). Peraturan ini merupakan bentuk kebijakan publik yang terkodifikasi secara legal dan formal. Pembuatan peraturan ini melibatkan ahli hukum dan ahli yang menguasai masalah berkaitan terutama teknik dan K3. Peraturan ini bersifat messo yang dibuat di bawah departemen tenaga kerja dan transmigrasi pada masanya dan dapat diimplementasikan. Peraturan ini bisa dibilang merupakan induk penting pelaksanaan K3 pada kegiatan konstruksi di Indonesia karena memuat banyak hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan konstruksi yaitu tentang tempat kerja dan alat kerja, perancah, tangga dan tangga rumah, alat angkat, kabel baja, tambang, rantai, peralatan bantu, mesin, peralatan konstruksi bangunan, konstruksi di bawah
tanah,
penggalian,
pekerjaan
memancang,
pekerjaan
beton,
pembongkaran, dan pekerjaan lainnya, serta penggunaan perlengkapan penyelamatan dan perlindungan diri. 28
Sudah 33 tahun berlalu namun peraturan ini masih dipakai sebagai bagian dari persyaratan legal yang harus dipenuhi perusahaan konstruksi dalam menjalankan kegiatannya dan belum direvisi hingga saat ini. Peraturan ini juga lebih bersifat aplikatif di lapangan dibandingkan peraturan pemerintah lainnya di bidang konstruksi. Secara regulator pembuatan peraturan ini berada di bawah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Peraturan ini wajib dilaksanakan oleh perusahaan konstruksi sebagai operator dalam menjalankan proyeknya termasuk juga sub kontraktor yang ikut bekerja pada proyek tersebut dengan tujuan agar seluruh pekerja dan pengunjung yang berada di lokasi proyek dapat terhindar dari resiko terkena kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
2.2 Implementasi Kebijakan Menurut Grindle dalam Zaeni (2006)
“Implementasi kebijakan pada
dasarnya ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan”. Isi kebijakan menunjukkan kedudukan pembuat kebijakan sehingga posisi kedudukan ini akan mempengaruhi proses implementasi kebijakan. Konteks kebijakan ini meliputi kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor - aktor yang telibat. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya tidak lebih dan tidak kurang (Nugroho, 2008). Untuk mengimplementasikan kebijakan publik maka ada dua pilihan langkah yang ada
29
yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program - program atau melalui formulasi kebijakan atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Kebijakan publik selalu mengandung setidak - tidaknya tiga komponen dasar yaitu tujuan yang jelas, sasaran yang spesifik, dan cara mencapai sasaran tersebut. Komponen yang ketiga biasanya belum dijelaskan secara rinci dan birokrasi yang harus menerjemahkannya sebagai program aksi dan proyek. Komponen cara berkaitan siapa pelaksananya, berapa besar dan dari mana dana diperoleh, siapa kelompok sasarannya, bagaimana program dilaksanakan atau bagaimana sistem manajemennya dan bagaimana keberhasilan atau kinerja kebijakan diukur. Komponen inilah yang disebut dengan implementasi (Wibawa, 1994). Menurut Irfan Islamy (1997) kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan olehseorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Untuk melihat keberhasilan suatu kebijakan, amat sangat bergantung pada implementasi kebijakan itu sendiri. Dimana implementasi menyangkut tindakan seberapa jauh arah yang telah diprogramkan itu benar - benar memuaskan. Akhirnya pada tingakatan abstraksi tertinggi implementasi sebagai akibat ada beberapa perubahan yang dapat diukur dalam masalah - masalah besar yang menjadi sasaran program. Suatu program kebijakan akan hanya menjadi catatan - catatan elit saja jika program tersebut tidak diimplementasikan. Artinya, implementasi kebijakan merupakan tindak lanjut dari sebuah program atau kebijakan, karena itu suatu 30
program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan - badan administrasi maupun agen - agen pemerintah di tingkat bawah (Winarno, 2005). Namun sebaik apapun program tanpa ada implementasi mustahil sasaran dan tujuan yang dikehendaki dapat tercapai. Implementasi berarti penerapan pelaksanaan karena itu implementasi kebijakan berupa program merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Dalam pelaksanakan program, implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar berhubungan dengan mekanisme penjabaran keputusan - keputusan politik ke dalam prosedur prosedur rutin lewat saluran birokrasi, melainkan lebih menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan (Grindle dalam Hadi, 2012). Dalam konteks kebijakan publik, selain pemerintah selaku decision maker, juga terdapat para stakeholder kebijakan. Pemangku kepentingan di sini adalah individu, kelompok, atau lembaga yang memiliki kepentingan terhadap suatu kebijakan. Stakeholder kebijakan ini bisa berupa aktor yang terlibat dalam perumusan dan implementasi kebijakan, para penerima manfaat maupun para korban yang dirugikan oleh suatu kebijakan publik (Suharto dalam Anshori, 2011). Implementasi kebijakan merupakan suatu analisis yang bersifat evaluatif, dengan konsekuensi lebih melakukan retrospeksi dari pada prospeksi dengan tujuan ganda, yaitu memberikan informasi kepada pembuat kebijakan tentang bagaimana program - program mereka dilaksanakan dan menunjukkan faktor 31
faktor yang dapat diubah supaya diperoleh pencapaian hasil secara lebih baik, utnuk kemudian memberikan alternatif kebijakan baru atau sekedar cara implementasi lain (Wibawa dalam Zaeny, 2006). Implementasi sebagai sebuah output berorientasi pada penyelesaian masalah langsung dengan mewaspadai kemungkinan terjadinya dampak berantai dari pilihan pelaksanaan satu kebijakan (Henry dalam Wahyudi, 2011). Ini terjadi karena pilihan terhadap satu kebijakan tidak didasari oleh satu rasionalitas tunggal. Pilihan ini bersifat jamak yg meliputi : 1. Rasionalitas teknis Berhubungan dengan efektivitas dalam memecahkan masalah. 2. Rasionalitas ekonomi Berhubungan dengan efisiensi pencapaian tujuan yg ditetapkan. 3. Rasionalitas legal Berhubungan dengan kesesuaian perundang – undangan dan pertimbangan hukum. 4. Rasionalitas sosial Berhubungan dengan kapasitas meningkatkan institusi sosial yg penting seperti menumbuhkan masyarakat madani. 5. Rasionalitas substanstif Berusaha
untuk
mensinergikan
sebelumnya.
32
seluruh
rasionalitas
yg
disebutkan
Ada 3 (tiga) level sehubungan dengan proses perubahan kelembagaan yaitu level kebijakan, level organisasional, dan level operasional. Dalam suatu negara demokrasi adanya level kebijakan ini selalu ditandai dengan adanya badan legislatif dan badan hukum. Sementara adanya level organisasional ditandai dengan adanya badan eksekutif. Pada level ini, biasanya keputusan - keputusan mengenai tata kehidupan yang diharapkan senantiasa dimusyawarahkan dan dirumuskan. Pada tahap implementasinya, aspirasi semacam ini akan tercapai sejalan dengan perkembangan lembaga dan perkembangan peraturan dari perundang-undangan itu sendiri (Bromley dalam Susilawaty, 2007). Proses implementasi kebijaksanaan pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar yang dapat dijabarkan dalam bentuk UU, perintah, keputusan, dsb agar tujuan dan sasaran dapat tercapai sehinggan nantinya dampaknya dapat dipakai untuk melakukan perbaikan kebijaksanaan itu sendiri ( Mazmanian dan Sabatier dalam Indriarti, 2003). Van Meter dan Van Horn dalam Wibawa (1994) mengemukakan bahwa implementasi kebijakan mencakup tindakan - tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok, publik maupun privat yang diarahkan kepada pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Ini meliputi baik usaha sesaat untuk mentransformasikan keputusan kedalam istilah operasional, maupun usaha yang berkelanjutan untuk mencapai perubahan besar dan kecil yang diamanatkan oleh keputusan - keputusan kebijakan. Pendekatan pengembangan kesehatan oleh pembuat kebijakan biasanya berdasarkan hal - hal yang masuk akal dan mempertimbangkan informasi 33
informasi yang relevan. Apabila pada implementasi tidak mencapai apa yang diharapkan kesalahan seringkali bukan pada kebijakan itu melainkan pada faktor politik atau manajemen implementasi yang tidak mendukung atau sedikitnya sumber daya pendukung yang tersedia ( Juma dan Clarke, 1995 dalam Massie, 2009).
2. 2.1 Model Implementasi Van Horn dan Van Meter Van Horn dan Van Meter dalam Hadi (2012) menyatakan bahwa proses implementasi kebijakan terdiri dari 6 faktor : 1. Standar dan sasaran kebijakan Setiap kebijakan harus mempunyai standar dan suatu sasaran yang jelas dan terukur sehingga ketentuannya dapat terwujud. Ukuran standar dan tujuan kebijakan memberikan perhatian utama pada faktor - faktor yang menentukan hasil kerja maka identifikasi indikator - indikator hasil kerja merupakan hal yang penting dalam analisis karena indikator ini menilai sejauh mana standar dan tujuan keseluruhan kebijakan. 2. Sumber daya Terdiri dari SDM, material, dan metode yang memudahkan administrasi. 3. Komunikasi antar organisasi Sebagai perwujudan dari program kebijakan perlu hubungan yang baik antar instansi terkait yauitu dukungan komunikasi dan koordinasi. Efektifitas komunikasi memerlukan mekanisme dan prosedur yang jelas
34
dimana otoritas yang lebih tinggi dapat memungkinkan pelaksana akan bertindak dengan cara yang konsisten. 4. Karakteristik agen pelaksana Dalam suatu implementasi kebijakan agar mencapai keberhasilan maksimal harus diidentifikasi dan diketahui karakteristik agen - agen pelaksananya. 5. Disposisi Merupakan respon terhadap kebijakan dan kondisi. 6. Lingkungan kondisi sosial ekonomi politik Sejauh mana kelompok kepentingan memberi dukungan dan bagaimana opini publik yang terbentuk di lingkungan.
2.2.2 Model Implementasi Merilee S. Grindle Merilee S Grindle dalam Irwan (2009) menjelaskan bahwa implementasi kebijakan berdasarkan 2 variabel besar yaitu isi (konten) dan lingkungan (konteks).
1. Isi 1. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan ( Interest Affected ). 2. Jenis manfaat yang diterima kelompok sasaran ( Type of Benefit ). 3. Sejauh mana perubahan yag diinginkan dari kebijakan ( Content of Change Envision ). 4. Letak pengambilan keputusan ( Site of Decision Making ). 35
5. Implementor kompeten dan kapabel ( Program Implementer ). 6. Sumber daya pendukung program telah memadai ( Resources Committed ).
2. Lingkungan 1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat. 2. Karakteristik lembaga / institusi. 3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
2.2.3 Model Implementasi Damien Mazmanian dan Paul Sabatier Mazmanian dan Sabatier dalam Arief (2012) menjelaskan bahwa ada 3 variabel besar yang mempengaruhi implementasi kebijakan :
1. Karakteristik Masalah ( Tractibility of the Problems ) Mencakup kesulitan permasalahan yang dihadapi, kemajemukan kelompok sasaran, proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi, cakupan perubahan prilaku, kelompok sasaran yang dikehendaki dan diharapkan.
2. Karakteristik Kebijakan ( Ability of Statue to Structure Implementation ) Mencakup kejelasan isi kebijakan, dukungan teoritis, alokasi sumber daya finansial, keterikatan dan dukungan berbagai institusi, kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada pelaksana kebijakan.
36
3. Variabel Lingkungan ( Non Statutory Variables Affecting Implementation ) Mencakup sosial ekonomi kelompok sasaran, kemajuan teknologi, dukungan public, sikap kelompok pemilih, komitmen, dan keterampilan implementor.
2.2.4 Model Implementasi G. Shabbir Chema dan Dennis Rondinelli G. Sahbbir Chema dan Dennis Rondinelli dalam Purwitasari (2011) menjelaskan bahwa ada 4 variabel besar yang mempengaruhi implementasi kebijakan : 1. Kondisi Lingkungan - Sistem politik - Struktur pembiayaan - Karakteristik struktur politik lokal - Kendala sumber daya - Sosio kultural - Derajat keterlibatan pada penerima program - Tersedianya infrastruktur fisik yang cukup
2. Hubungan antar organisasi - Kejelasan dan konsistensi sasaran program - Pembagian fungsi antar instansi yang pantas - Standarisasi prosedur, perencanaan, anggaran, implementasi, dan evaluasi - Ketepatan konsistensi dan kualitas komunikasi antar instansi 37
- Efektivitas jejaring untuk mendukung program
3. Sumber daya - Kontrol terhadap sumber daya - Keseimbangan antara pembagian anggaran dan program kegiatan - Ketepatan alokasi anggaran - Pendapatan yang cukup untuk pengeluaran - Dukungan pemimpin pusat - Dukungan pemimpin lokal - Komitmen birokrasi
4. Karakteristik dan kapabilitas instansi pelaksana - Keterampilan tekinis, manajerial, dan politis - Kemampuan mengkoordinasi, mengontrol, dan mengintegrasikan keputusan - Dukungan dan sumber daya politik instansi - Sifat komunikasi internal - Hubungan yang baik antar instansi dengan kelompok sasaran - Kualitas pimpinan instansi yang bersangkutan - Komitmen petugas terhadap program - Kedudukan instansi dalam hirarki sistem administrasi
38
2.2.5 Model Implementasi Kebijakan GC Edward Seorang pakar kebijakan publik bernama GC Edward dalam teorinya menyatakan bahwa proses implementasi kebijakan berdasarkan 4 faktor yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan birokrasi.
Gambar 2.5 Model Implementasi GC Edward
2.2.5.1 Komunikasi Setiap kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program dengan para kelompok sasaran. Tujuan dan sasaran dari kebijakan dapat disosialisasikan dengan baik sehingga dapat menghindari distorsi atas kebijakan dan program. Hal ini penting karena semakin tinggi pengetahuan kelompok sasaran atas program maka akan mengurangi tingkat penolakan dan kekeliruan dalam mengaplikasikan kebijakan seluruhnya. Faktor komunikasi sangat berpengaruh terhadap penerimaan kebijakan oleh kelompok sasaran, sehingga kualitas komunikasi akan mempengaruhi
39
dalam mencapai efektivitas implementasi kebijakan publik. Dengan demikian, penyebaran isi kebijakan melalui proses komunikasi yang baik akan mempengaruhi terhadap implementasi kebijakan. Dalam hal ini, media komunikasi yang digunakan untuk menyebarluaskan isi kebijakan kepada kelompok sasaran akan sangat berperan (Edward dalam Winarno, 2005). Ada 3 indikator untuk mengukur keberhasilan variabel komunikasi yaitu transmisi, kejelasan, dan konsistensi.
2.2.5.1.1
Transmisi Penyaluran
komunikasi
yang
baik
akan
menghasilkan
implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran
komunikasi
yaitu
adanya
salah
pengertian
atau
miskomunikasi yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan (Edward dalam Agustino, 2006). Dalam mengelola komunikasi yang baik perlu dibangun dan dikembangkan saluran
komunikasi yang efektif. Semakin baik
pengembangan saluran komunikasi yang dibangun, maka semakin tinggi probabilitas perintah tersebut diteruskan secara benar.
40
2.2.5.1.2
Kejelasan Komunikasi yg diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan tidak membingungkan. Dalam kejelasan informasi biasanya terdapat kecenderungan untuk mengaburkan tujuan - tujuan informasi oleh pelaku kebijakan atas dasar kepentingan sendiri dengan cara mengintrepetasikan informasi berdasarkan pemahaman sendiri - sendiri. Cara untuk mengantisipasi tindakan tersebut adalah dengan membuat prosedur melalui pernyataan yang jelas mengenai persyaratan, tujuan, menghilangkan pilihan dari multi intrepetasi, melaksanakan prosedur dengan hati - hati dan mekanisme pelaporan secara terinci (Winarno, 2005).
2.2.5.1.3
Konsistensi Perintah yg diberikan dalam pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Perintah yang sering berubah - ubah akan menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan (Edward dalam Agustino, 2006).
2.2.5.2
Disposisi Menurut Edward dalam Winarno (2005) mengemukakan bahwa disposisi merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana mempunyai sikap positif atau mendukung terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi 41
kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang serius. Ada 2 faktor yang perlu diperhatikan mengenai disposisi dalam implementasi kebijakan yaitu pengangkatan birokrasi dan insentif.
2.2.5.2.1
Pengangkatan Birokrasi Disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat pejabat yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat (Edward dalam Agustino, 2006).
2.2.5.2.2
Insentif Merupakan salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka
memanipulasi
insentif
oleh
para
pembuat
kebijakan
mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi 42
faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi (Edward dalam Agustino, 2006).
2.2.5.3 Sumber daya Sumberdaya merupakan hal penting dalam implementasi kebijakan yang baik. Indikator - indikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana sumber daya mempengaruhi implementasi kebijakan terdiri dari staf, informasi, wewenang, dan fasilitas.
2.2.5.3.1
Staf Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh staf atau pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak cukup menyelesaikan persoalan implementasi kebijakan tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf yang memiliki keahlian dan kemampuan yang diperlukan dalam mengimplementasikan kebijakan (Edward dalam Agustino, 2006).
2.2.5.3.2
Informasi Dalam implementasi kebijakan informasi mempunyai dua bentuk yaitu: pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan 43
kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan (Edward dalam Agustino, 2006).
2.2.5.3.3
Wewenang Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang tidak ada, maka kekuatan para implementor di mata publik tidak dilegitimasi, sehingga dapat menggagalkan implementasi kebijakan publik. Dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersedia, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan dalam implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurut jika wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingannya kelompoknya (Edward dalam Agustino, 2006).
2.2.5.3.4
Fasilitas Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil (Edward dalam Agustino, 2006). 44
2.2.5.4 Struktur Birokrasi Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya kerjasama banyak pihak. Ketika strukur birokrasi tidak kondusif terhadap implementasi
suatu
kebijakan,
maka
hal
ini
akan
menyebabkan
ketidakefektifan dan menghambat jalanya pelaksanaan kebijakan. Terdapat dua karakteristik utama dari birokrasi yakni Standar Operasional Prosedur (SOP) dan fragmentasi.
2.2.5.4.1
Standar Operasional Prosedur SOP merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas. Ukuran dasar SOP atau prosedur kerja ini biasa digunakan untuk menanggulangi keadaan umum di berbagai sektor publik dan swasta. Dengan
menggunakan SOP,
para pelaksana dapat
mengoptimalkan waktu yang tersedia dan dapat berfungsi untuk menyeragamkan tindakan – tindakan para pejabat dalam organisasi yang kompleks dan tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan. SOP sangat mungkin dapat menjadi kendala bagi implementasi kebijakan yang membutuhkan cara kerja baru atau tipe personil baru untuk melaksanakan kebijakan. Dengan begitu, semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang lazim dalam suatu organisasi,
semakin
besar
pula 45
probabilitas
SOP
menghambat
implementasi. Namun demikian, di samping menghambat implementasi kebijakan SOP juga mempunyai manfaat. Organisasi dengan prosedur perencanaan yang luwes dan kontrol yang besar atas program yang bersifat fleksibel mungkin lebih dapat menyesuaikan tanggung jawab yang baru daripada birokrasi yang tidak mempunyai ciri seperti ini (Edward dalam Winarno, 2005).
2.2.5.4.2
Fragmentasi Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi. Pada umumnya, semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, semakin berkurang kemungkinan keberhasilan program atau kebijakan. Fragmentasi mengakibatkan pandangan yang sempit dari banyak lembaga birokrasi. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi pokok yang merugikan bagi keberhasilan implementasi kebijakan. Tidak adanya otoritas yang kuat dalam implementasi kebijakan karena terpecahnya fungsi - fungsi tertentu ke dalam lembaga atau badan yang berbeda - beda. Di samping itu jika suatu badan mempunyai fleksibilitas yang rendah maka kemungkinan besar badan itu akan menentang kebijakan - kebijakan baru yang membutuhkan perubahan (Edward dalam Winarno, 2005).
46
2.3 Kerangka Teori
IMPLEMENTASI
MODEL IMPLEMENTASI GC EDWARD
Komunikasi
Sumber Daya
Disposisi
Struktur Birokrasi
- Transmisi
- Staf
- Komitmen
- SOP
- Kejelasan
- Informasi
- Insentif
- Fragmentasi
- Konsistensi
- Wewenang - Fasilitas - Anggaran
Penerapan Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Konstruksi Bangunan
Dari sekian banyak teori yang ada mengenai implementasi kebijakan, peneliti memilih model GC Edward sebagai kerangka teori dalam penelitian ini karena
47
keempat substansi dalam teori ini yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi secara garis besar sudah mencakup semua substansi yang dibahas dalam teori - teori lainnya namun dengan penjabaran yang lebih sederhana dan tidak mendetail spesifik seperti pada teori lainnya.
48
BAB III KERANGKA PIKIR
3.1 Kerangka Pikir Gambar 3.1 Kerangka Pikir
Komunikasi : 1. Kejelasan 2. Transmisi 3. Konsistensi
Disposisi : 1. Komitmen 2. Insentif
Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 tahun 1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi bangunan
Sumber daya : 1. Staf 2. Informasi 3. Wewenang 4. Fasilitas 5. Anggaran
49
Struktur Birokrasi : 1. SOP 2. Fragmentasi
Sejatinya keempat substansi antara komunikasi, diposisi, sumberdaya, dan struktur birokrasi saling mempengaruhi satu sama lain. Namun supaya hasil laporan penelitian tidak berbelit - belit dan keterbatasan waktu penelitian yang hanya satu bulan maka peneliti memutuskan untuk meneliti pengaruh keempat substansi secara langsung terdapat implementasi kebijakan yang terjadi di lapangan. Modifikasi teori dilakukan pada perubahan sub substansinya saja yaitu penambahan anggaran pada substansi sumber daya dan komitmen pada substansi disposisi. Sub substansi pengangkatan birokrasi dihilangkan karena secara isi tidak jauh beda dengan staf pada substansi sumber daya.
3.2 Definisi Istilah 1. Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi
bangunan
adalah
dilaksanakannya
peraturan
pemerintah
mengenain K3 pada konstruksi bangunan yaitu Permenakertrans No.1 / 1980 pada proyek apartemen dan hotel yang dikerjakan PT. PP di Kemang
Mengacu pada penjelasan komunikasi menurut Ekowati dalam wahyudi (2011) maka dapat dibuat definisi istilah dari faktor komunikasi sebagai berikut :
50
2. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari pimpinan perusahaan kepada pekerja pelaksana.
A. Transmisi
adalah
media
komunikasi
yang
digunakan
untuk
mensosialisasikan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan kepada informan. Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control dan pekerja lapangan
B. Kejelasan adalah dapat dimengertinya pesan dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan pada informan. Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control dan pekerja lapangan
C. Konsistensi adalah tidak berubahnya maksud dari isi Permenakertrans No.1 / 1980 K3 konstruksi bangunan dari informan pada setiap penyampaian. Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis 51
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan pekerja lapangan
Mengacu pada penjelasan sumber daya menurut Edward dalam Agustino (2006) maka dapat dibuat definisi istilah dari faktor sumber daya sebagai berikut :
3. Sumber daya adalah kemampuan pendukung yang dimiliki oleh perusahaan dalam mengimplementasikan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan.
A. Staf
adalah
pekerja
perusahaan
yang
bertugas
untuk
mengimplementasikan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan pekerja lapangan
B. Informasi adalah sesuatu yang disampaikan melalui media komunikasi kepada
staf
tentang
pelaksanaan
K3
terkait
dengan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan. Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen 52
isi
dari
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan pekerja lapangan
C. Wewenang adalah kejelasan otorisasi kekuasaan dalam menerapkan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan pekerja lapangan
D. Fasilitas adalah segala macam peralatan dan material yang mendukung implementasi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan. Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan pekerja lapangan
E. Anggaran adalah ketersediaan dana yang mencukupi untuk melaksanakan kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan. Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis 53
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan pekerja lapangan
Mengacu kepada penjelasan disposisi menurut Edward dalam Winarno (2005) maka dapat dibuat definisi istilah dari faktor disposisi sebagai berikut :
4. Disposisi adalah sikap informan dalam melaksanakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan yang diimplementasikan dalam tindakan nyata.
A. Komitmen adalah keinginan kuat dari para pekerja dalam melaksanakan kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan. Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan pekerja lapangan
B. Insentif adalah imbalan di luar honor pokok yang diberikan oleh pimpinan perusahaan kepada pekerja pelaksana baik berupa materiil maupun ataupun dukungan kegiatan yang sifatnya tidak dapat diukur secara materi. Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis
54
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan pekerja lapangan
Mengacu pada penjelasan struktur birokrasi menurut Edward dalam Winarno (2005) maka dapat dibuat definisi istilah dari faktor struktur birokrasi sebagai berikut :
5. Struktur birokrasi adalah struktur organisasi perusahaan dan tingkat komando sehingga memungkinkan tercapainya koordinasi antar pekerja dalam implementasi Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 Konstruksi Bangunan.
A. SOP adalah mekanisme implementasi kebijakan yang secara formal tertulis dalam kerangka kerja yang jelas sehingga dapat menjadi acuan bagi pelaksana kebijakan dalam melakukan implementasi. Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan pekerja lapangan
B. Fragmentasi adalah penyebaran tanggung jawab pelaksanaan kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan. kepada beberapa jabatan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen 55
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan pekerja lapangan
56
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena informasi yang dihasilkan dari penelitian ini berupa analisa model GC Edward pada penerapan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggambarkan proses implementasi kebijakan berdasarkan model implementasi kebijakan G.C Edward yang melihat pengaruh variabel sumber daya, komunikasi, disposisi,dan struktur
birokrasi
yang
dimiliki
perusahaan
terhadap
pelaksanaan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan.
4.2
Waktu dan Tempat Penelitian Tempat penelitian berada di daerah Kemang, Jakarta selatan tepatnya di lokasi proyek Kemang Village Residence. Waktu penelitian yang diberikan selama bulan Mei dengan perkiraan hari ± 30 hari.
57
4.3
Informan Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian. Teknik pengambilan informan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yang didasarkan dengan pertimbangan tertentu, yaitu orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa informasi yang akan diteliti sehingga memudahkan peneliti menjelajahi objek yang akan diteliti. Pertama, HSE kantor pusat dipilih sebagai informan karena ia merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keselamatan semua pekerja di semua lokasi proyek sehingga implementasi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek penelitian juga merupakan tanggung jawabnya. Kedua, tim HSE proyek dipilih sebagai informan karena HSE adalah pihak yang diberikan amanah oleh perusahaan dalam rangka menghilangkan semua resiko kecelakaan kerja di lokasi proyek sehingga kecelakaan kerja tidak terjadi. Implementasi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh tim HSE. Ketiga, tim QC atau Quality Control dipilih sebagai informan karena meraka bertanggung jawab untuk memastikan bahwa berbagai jenis mesin dan peralatan yang digunakan di lokasi proyek harus memenuhi peryaratan baik teknis maupun keselamatan sebelum digunakan. Keempat, perwakilan dari pekerja lapangan dipilih sebagai informan karena mereka bertugas membangun gedung di lokasi proyek. Pekerja lapangan 58
merupakan pihak yang paling rentan mengalami kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh pelaksanaan yang tidak benar dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan. Pekerja di lapangan terbagi - bagi menurut jenis pekerjaannya.
Tabel 4.1 Status Pegawai No
Status
Pekerjaan
Jumlah
1
Karyawan PT. PP
Kontraktor utama
28
2
Harian kantor
House keeping
12
Sub kontraktor 1
PT Prima Jasa Aldovo
Kayu
59
2
CV Anisa Putra Jaya
Besi
17
3
CV Sevina Mandiri
Cor
9
4
Mandor Tono
Cor + repair
13
5
Mandor Rudi
Repair
6
6
PT Potain
Operator tower crane
4
7
PT Cahaya
Operator alimak
4
Total
152
Jumlah pekerja total ada 152 orang dengan 40 dari kontraktor utama dan 112 orang sub kontraktor. Masing - masing dari jenis pekerjaan kecuali tim
59
HSE proyek dan QC yang sudah termasuk karyawan PT. PP bisa diambil masing - masing 1 orang untuk dijadikan informan.
Tabel 4.2 Matriks Informan Kontraktor Kontraktor No
Bab HSE Ps
HSE Pr
QC
HK
1
Ketentuan Umum
v
v
v
v
2
Tempat Kerja dan Alat Kerja
v
v
v
v
3
Perancah
v
v
v
4
Tangga
v
v
v
v
5
Alat Angkat
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
6
Kabel, Tambang, Rantai, dan Alat Bantu
7 8
Mesin Peralatan Konstruksi
v
Bangunan 9
Konstruksi Bawah Tanah
xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx
10
Penggalian
xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx
11
Memancang
xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx
12
Pekerjaan Beton
v
v
v
13
Pekerjaan Lainnya
v
v
v
14
Pembongkaran
15
Alat Pelindung Diri
v
xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx v
60
v
v
v
Tabel 4.3 Matriks Informan Subkontraktor Sub Kontraktor No 1 2
Bab Ketentuan Umum Tempat Kerja dan
Besi
Cor
Kayu
Opr TC
Opr AL
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Alat Kerja 3
Perancah
4
Tangga
5
Alat Angkat
6
Kabel, Tambang, Rantai,
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
dan Alat Bantu 7 8
Mesin Peralatan Konstruksi Bangunan
9
Konstruksi Bawah Tanah
xxxxxx xxxxxx xxxxxx
xxxxxx
xxxxxx
10
Penggalian
xxxxxx xxxxxx xxxxxx
xxxxxx
xxxxxx
11
Memancang
xxxxxx xxxxxx xxxxxx
xxxxxx
xxxxxx
12
Pekerjaan Beton
v
13
Pekerjaan Lainnya
v
14
Pembongkaran
15
Alat Pelindung Diri
v
v
xxxxxx xxxxxx xxxxxx v
v
Keterangan : HSE Ps = HSE pusat HSE Pr = HSE proyek
61
v
v v
v
xxxxxx
xxxxxx
v
v
QC = Quality Control HK = House Keeping Opr TC = Operator Tower Crane Opr AL = Operator Alimak
Tanda (v) berarti bab tersebut dapat ditanyakan kepada informan yang bersangkutan karena berkaitan langsung dengan pekerjaannya di proyek.
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan berisi 14 bab seperti yang tertulis pada tabel di atas. Dari 14 bab tersebut tidak semua jenis pekerjaan dilakukan oleh kontraktor utama. Pekerjaan fondasi yaitu memancang dan penggalian sudah lebih dulu dilakukan jauh sebelum peneliti dapat melakukan penelitian di wilayah tersebut selain itu pekerjaan fondasi dilakukan oleh kontraktor lain sehingga peneliti tidak dapat meneliti hal tersebut. Pekerjaan pembongkaran juga tidak dapat diteliti karena proyek ini dalam pengerjaannya dilakukan di atas lahan kosong tanpa membongkar bangunan apapun.
4.4
Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Maksud dari peneliti sendiri dapat dipahami sebagai alat yang dapat mengungkapkan faktafakta di lapangan dan tidak ada alat yang paling tepat dan elastis untuk mengungkapkan data kualitatif kecuali peneliti itu sendiri. Selanjutnya, peneliti
62
akan mengembangkan suatu instrumen penelitian sederhana untuk melengkapi data yang dibutuhkan. Instrumen sederhana yang akan digunakan oleh peneliti adalah:
1. Pedoman wawancara Pedoman wawancara yaitu daftar pertanyaan-pertanyaan tertulis yang akan ditanyakan kepada informan. Pedoman wawancara dibuat berdasarkan pola penelitian yang telah ditentukan oleh peneliti. 2. Lembar observasi Berfungsi untuk membantu peneliti dalam mengamati objek penelitian. 3. Buku catatan Berfungsi untuk mencatat semua hasil percakapan dengan sumber data. 4. Alat perekam Berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan. 5. Kamera Berfungsi untuk mengambil gambar yang berhubungan dengan masalah penelitian.
4.5
Jenis Data 1.
Data Primer Data primer didapatkan melalui wawancara kepada para informan penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun
63
oleh peneliti. Selain itu, data primer dalam penelitian ini juga diperoleh dari hasil observasi menggunakan lembar observasi.
2. Data Sekunder Data sekunder dari penelitian ini diperoleh dari dokumen - dokumen perusahaan yang mendukung dalam perjalanan penelitian ini.
4.6
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi (pengamatan), analisis dokumen, dan wawancara.
1. Observasi (pengamatan) Dalam penelitian ini, teknik pengamatan yang dilakukan peneliti adalah pengamatan terbuka yaitu pengamatan yang mana keberadaan pengamat diketahui oleh subjek yang diteliti dan subjek memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan subjek menyadari adanya orang yang mengamati apa yang subjek kerjakan. Observasi ini juga bisa disebut observasi nonpartisipan karena tidak terlibat langsung dalam proses pelaksanaan pekerjaan namun hanya sebagai pengamat yang mengamati proses pekerjaan. Pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan lembar pengamatan untuk mengamati secara langsung pelaksanaan dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek. 64
2. Analisis dokumen Analisis dokumen dilakukan pada dokumen - dokumen yang terkait dengan pelaksanaan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan seperti dokumen tentang alat - alat kerja dan peralatan konstruksi serta dokumen lainnya seperti tenaga kerja, struktur organisasi proyek, dll.
3. Wawancara Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan kepada informan informan dengan menggunakan pedoman wawancara untuk mewawancarai para informan. Wawancara kepada para informan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai implementasi Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek.
4.7
Pengolahan Data 1.
Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari semua informan melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen.
2.
Data yang telah disusun dalam bentuk transkrip data dikategorisasikan dalam bentuk matriks.
3.
Selanjutnya dilakukan analisis data dan intepretasi data.
65
4.8
Analisis Data 1. Data Reduction (Reduksi Data) Reduksi data adalah merangkum, memilih hal pokok, memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencarinya bila diperlukan. Dalam penelitian ini, data - data yang telah dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen, kemudian dirangkum dan dikategorikan menurut variabel - variabel yang telah ditentukan oleh peneliti.
2. Data Display (Penyajian Data) Setelah
data
direduksi
maka
langkah
selanjutnya
adalah
mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi. Dalam penelitian ini, penyajian data dilakukan dengan cara menjabarkan hasil penelitian dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan transkrip matriks wawancara yang telah ditentukan oleh peneliti. Penyajian 66
data akan didukung dengan hasil pengamatan lapangan dan analisis dokumen.
3. Conclusing Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan/Verifikasi) Kesimpulan dalam penelitian ini berupa deskripsi atau gambaran pelaksanaan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 Konstruksi Bangunan di lokasi proyek menurut model implementasi GC Edward.
4.9
Keabsahan Data 1. Triangulasi teknik adalah peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda - beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Teknik yang digunakan yaitu wawancara, observasi, dan telaah dokumen. 2. Triangulasi sumber adalah penggunaan teknik yang sama oleh peneliti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda. Informan penelitian yang berbeda - beda adalah sumber data yang dimaksud.
67
BAB V HASIL
5.1
Karakteristik Informan Informan pada penelitian ini terdiri dari 9 orang dengan berbagai macam tugasnya di proyek. Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat melihat bagaimana implementasi Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan dan faktor yang mempengaruhi implementasinya dari berbagai sudut pandang pekerja. Berikut adalah karakteristik tersebut :
Tabel 5.1 Karakteristik Informan
NO Pekerjaan
Usia Pendidikan Pengalaman
1
HSE Pusat
52
S2
25 thn
2
HSE Proyek
27
D3
4 thn
3
Quality Control
38
S2
12 thn
4
House Keeping
42
SMA
15 thn
5
Besi
25
SMA
5 thn
6
Cor
28
SMA
10 thn
7
Kayu
19
SMA
6 bln
8
Operator Alimak
23
SMA
3 thn
9
Operator Tower Crane
28
SMA
4 thn
68
5.2
Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Konstruksi Bangunan Untuk melihat bagaimana pelaksanaan dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi di lokasi proyek, peneliti melakukan observasi dibantu oleh safety supervisor untuk melihat sejauh mana Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan dilakukan di lokasi proyek.
Tabel 5.2 Implementasi Permenakertrans No.1 / 1980 Bab
Implementasi
I
Ketentuan Umum
v
II
Tempat Kerja dan Alat Kerja
x
III
Perancah
v
IV
Tangga dan Tangga Rumah
v
V
Alat Angkat
x
Kabel Baja, Tambang, Rantai VI
v dan Peralatan Bantu
VII
Mesin
v
VIII Peralatan Konstruksi Bangunan
v
IX
Konstruksi Bawah Tanah
xxxxxxxxxxxxx
X
Penggalian
xxxxxxxxxxxxx
XI
Pemancangan
xxxxxxxxxxxxx
XII
Beton
x
XIII Pekerjaan Lainnya
v
XIV Pembongkaran XV
xxxxxxxxxxxxx
Alat Pelindung Diri
v
69
-
Tanda (v) menunjukkan bahwa bab tersebut implementasinya sudah sesuai dengan ketentuan
-
Tanda (x) menunjukkan bahwa bab tersebut implementasinya tidak sesuai dengan ketentuan
-
Tanda (xxxxxxxxxxxxx) menunjukkan bahwa bab tersebut tidak dilakukan di lokasi proyek karena memang tidak diperlukan atau dikerjakan oleh kontraktor lain sehingga tidak bisa dinilai oleh peneliti. Dari 15 bab yang tertuang dalam Permenakertrans No.1 / 1980 tentang
K3 pada konstruksi bangunan ada 7 bab yang implementasinya di lapangan sudah sesuai dengan ketentuan walaupun ada beberapa mesin, peralatan, dan bahan yang tidak disediakan di lokasi proyek karena memang tidak dibutuhkan dan tidak sesuai dengan jenis proyek yang dikerjakan. Lalu ada 4 bab yang tidak diteliti karena pengerjaannya tidak dilakukan oleh kontraktor utama dan tidak sesuai dengan jenis proyek yang dikerjakan yaitu konstruksi bawah tanah, penggalian, pemancangan, dan pembongkaran. Hasil di lapangan menunjukkan terjadi 4 pelanggaran peraturan yaitu pada bab yang berisi ketentuan mengenai tempat kerja dan alat kerja, alat angkat, beton, dan alat pelindung. Hasilnya antara lain :
1. Tempat Kerja dan Alat Kerja Pelanggaran yang berkaitan dengan tempat kerja dan alat kerja yaitu masih adanya bahan material yang berserakan di tempat kerja. Kondisi
70
untuk barak pekerja dan lantai yang sudah jadi memang rapi dan tidak ada bahan atau peralatan yang berserakan namun untuk lokasi yang terdapat proses pekerjaan, bahan material seperti potongan baja dan potongan kayu masih terlihat berserakan. Pekerja beralasan untuk membereskan bahan yang berserakan nanti saja setelah selesai bekerja saat jam kerjanya pada hari tersebut akan berakhir. Selain itu karena adanya pekerja house keeping yang memang tanggung jawabnya yaitu terkait dengan kebersihan dan kerapihan di lokasi proyek.
Berikut pernyataan dari informan pekerja lapangan mengenai banyaknya material yang berserakan di tempat kerja. “ Nanti saja diberesin kalau udah selesai kerja hari ini.” (besi) “ Nanti juga diberesin sama house keeping. Tugas dia kan emang ngerapihin barang sama bersih - bersih.” (kayu)
2. Alat Angkat Pelanggaran yang berkaitan dengan alat angkat yaitu tidak terlihat adanya aturan yang melarang orang melintasi daerah lintas keran jalan (travelling crane). Dari pihak HSE beralasan bahwa saat alat crane sedang mengangkat material dan bahan, pekerja biasanya akan menyingkir dengan sendirinya saat mesin tower crane sedang beroperasi dan lengannya (hoist crane) sedang terlihat di atasnya.
71
Berikut pernyataan HSE proyek mengenai tidak adanya aturan yang melarang orang melintasi daerah lintas keran jalan. “ Peraturan sebenarnya sih ada tapi gak tertulis aja. Lagian kalau crane lagi jalan pekerja yang dibawah juga bisa liat sendiri. Ntar juga minggir sendiri biasanya.”
3. Beton Pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan ujung - ujung besi yang mencuat yang tidak dilindungi atau dilengkungkan yang banyak terlihat di adonan beton yang sudah keras namun belum selesai seluruhnya. Pekerja beralasan pekerjaan pembetonan dilakukan setiap hari sehingga ujung - ujung besi yang mencuat tersebut akan segera ditutupi dengan adonan beton yang baru.
Berikut pernyataan dari informan pekerja lapangan mengenai ujung ujung besi yang mencuat yang tidak dilindungi atau dilengkungkan. “ Gak ada bedanya sih mau dilengkungkan atau gak kan nanti juga ditutup sama adonan beton yang baru.” (cor) “ Ngapain dibengkokin kan besoknya juga ditutup lagi sama semen.” (besi)
72
4. Alat Pelindung Diri Pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan bekerja di ketinggian. Pekerja yang bekerja di ketinggian di pinggir gedung sudah dilengkapi dengan full body harness namun pekerja enggan memakai ketika bekerja dengan alasan tidak praktis dan lebih memilih safety belt. Selain itu masih ada saja pekerja yang tidak memakai APD seperti helm dan sepatu padahal sudah tersedia.
Berikut pernyataan dari informan pekerja lapangan mengenai alasannya tidak mau menggunakan full body harness dan tidak memakai APD lainnya seperti helm dan sepatu. Mereka menjawab bahwa hal itu bukan karena tidak adanya fasilitas tapi karena pekerjanya itu sendiri. “ Hilang mungkin atau emang pekerjanya yang malas.” (house keeping) “ Rasanya risih kalau dipake terus seharian.” (tower crane) “ Males pake body harness, ribet. Pake safety belt aja udah cukup.” (cor) “ Ribet, kan ada safety belt.” (besi)
5.3
Analisis Model GC Edward
5.3.1
Komunikasi
5.3.1.1 Transmisi Transmisi merupakan media yang dipakai dalam mengkomunikasikan K3 kepada semua pekerja terutama yang terkait dengan isi dari
73
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan. Penyaluran komunikasi yg baik akan menghasilkan implementasi yg baik pula. Hasil dari observasi yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa kontraktor memberikan media penyuluhan kepada pekerja dan memfasilitasi pertemuan antara pihak kontraktor dengan pihak pekerja untuk membicarakan hal - hal terkait dengan K3 di lokasi proyek. Ada 3 macam pertemuan yang dilakukan yaitu :
1. SHE Induction Ditujukan kepada pekerja atau tamu yang baru pertama kali datang ke lokasi proyek. Bisa dilakukan kapanpun. Pekerja maupun tamu diberikan arahan singkat mengenai peraturan K3 yang harus ditaati kemudian diberikan surat pernyataan yang harus ditandatangani yang menyatakan bahwa mereka mengerti peraturan K3 tersebut.
2. SHE Meeting Ditujukan kepada mandor atau perwakilan dari subkontraktor. Dilakukan seminggu sekali dengan durasi 30 menit sampai 1 jam di ruang meeting kantor proyek. Pada SHE meeting hasil dari evaluasi inspeksi yang diakukan staf SHE diberitahukan kepada setiap mandor dan memberikan instruksi kepada mandor agar melakukan saran - saran yang diberikan staf SHE. Mandor diharap juga memberi masukan dan kritik kepada pihak
74
kontraktor mengenai pelaksanaan program K3 agar ke depannya bisa jauh lebih baik.
3. SHE Talk Ditujukan kepada semua pekerja. Dilakukan setiap seminggu sekali dengan durasi 15 - 20 menit di gedung proyek tempat mereka bekerja. Pada saat SHE talk semua pekerja dikumpulkan di satu tempat lalu diberikan informasi singkat dari staf SHE mengenai K3 melalui pengeras suara. Tema yang diberikan berganti - ganti. Misalkan minggu lalu tentang kelengkapan APD lalu minggu ini tentang kerapihan dan kebersihan.
Hasil observasi lainnya yang dilakukan peneliti adalah banyaknya media rambu - rambu di lokasi proyek. Hal ini dilakukan untuk mengingatkan pekerja agar bekerja lebih hati - hati.
Hasil wawancara terhadap informan HSE proyek juga mendukung pernyataaan di atas. Selain itu ia juga menambahkan bahwa pekerja juga diberikan pelatihan K3 konstruksi yang sama diberikan ke semua pekerja. “ Untuk pekerja kami memberikan SHE meeting setiap seminggu sekali yang wajib dihadiri oleh mandor. Selain itu ada SHE talk setiap jumat pagi yang harus dihadiri semua pekerja. SHE induction untuk orang atau pekerja yang baru masuk ke proyek. Pekerja juga dikasih pelatihan gimana kerja di
75
ketinggian, menggunakan APAR, evakuasi, sama pertolongan pertama. Rambu - rambu peringatan juga sudah dipasang di berbagai tempat.”
Semua informan pekerja lapangan ketika ditanya mengenai media komunikasi K3 di proyek ini juga menjawab hal yang serupa dengan informan HSE proyek. “ SHE talk tiap jumat, induction waktu pertama datang, buat mandor ada SHE meeting.” “ Pelatihan diajarin pake safety belt sama cara make APAR, ada evakuasi sama pertolongan pertama juga. Rambu peringatan juga banyak dipasang.”
Namun ketika disinggung mengenai isi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan yang secara spesifik menjelaskan mengenai bagian - bagian apa saja yang harus diperhatikan dan itu berbeda beda menurut jenis pekerjaannya, informan HSE proyek hanya menjelaskan bahwa edukasi K3 yang diberikan kepada pekerja hanya secara umum saja. “ Untuk setiap jenis pekerjaan tidak ada yang dikhususkan mengenai gimana komunikasinya. Kami menerima mereka bekerja disini karena berdasarkan kemampuan bekerja mandor - mandor mereka di proyek - proyek sebelumnya sehingga kami anggap pekerja sudah kompeten di pekerjaannya masing masing, makanya edukasi K3 yang diberikan umum untuk semua pekerja.”
76
Tabel 5.3 Pelatihan K3 Umum No
K3 Umum Kepada Semua Pekerja
1
Sarana keluar masuk dengan aman
2
Kebersihan dan kerapihan
3
Alat kerja dan bahan material tidak dilempar dan dijatuhkan
4
Orang yang boleh masuk ke tempat kerja
5
Arti rambu peringatan
6
Menggunakan APD (helm, sepatu, safety belt, sarung tangan)
7
Menggunakan APAR
8
Memberikan pertolongan pertama / first aid
9
Evakuasi / tanggap darurat
Sedangkan pelatihan yang khusus diberikan kepada pekerja sesuai dengan jenis pekerjaannya tidak dilakukan oleh kontraktor. Namun untuk pekerja yang berasal dari subkontraktor seperti operator tower crane dan operator alimak, mereka mendapatkan edukasi K3 dari subkontraktornya mengenai pemasangan alat pengaman pada mesin yang digunakannya. “ Dapatnya tentang alat pengaman dan beban jadi kalau kelebihan beban ada bunyinya.” (alimak) “ Dari mandor dikasih tahu alat pengaman dan beban maksimal jadi supaya tahu kalau kelebihan beban.” (tower crane)
77
Tabel 5.4 Pelatihan K3 Khusus No
K3 Spesifik Sesuai Dengan Jenis Pekerjaan
1
Hasil identifikasi resiko
2
Usaha pencegahan kecelakaan
3 4
Menggunakan bahan material, mesin, dan peralatan dengan benar Syarat bahan material, mesin, dan peralatan yang aman
Lalu pada karyawan kontraktor, pelatihan mengenai K3 konstruksi wajib dilakukan oleh semua karyawan.
Materi mengenai isi dari
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan juga dibahas dalam pelatihan. Quality control dan HSE pusat sebagai informan menjelaskan mengenai pelatihan K3 konstruksi kepada karyawan kontraktor. “ Ini kan perusahaan konstruksi, semua karyawan termasuk saya juga dikasih pelatihan K3 konstruksi. Tapi kalo orang HSE mungkin porsinya lebih banyak kan ini tugas mereka yang paling utama.” (quality control)
“ Semua karyawan disini wajib ikut training K3 konstruksi. Terutama untuk staf HSE porsinya lebih banyak dari yang lain.” (HSE pusat)
Permasalahan
utama
terkait
dengan
penyampaian
isi
dari
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan adalah
78
tidak semua isi dari peraturan tersebut disampaikan kepada pekerja, hanya bab - bab tertentu yang sifatnya umum saja seperti tempat kerja dan APD. Untuk media pelatihan kepada pekerja, peneliti tidak dapat melakukan observasi karena sudah dilakukan sebelum peneliti turun lapangan namun peneliti mendapatkan data dokumentasi pelaksanaannya. Untuk media pelatihan kepada karyawan kontraktor peneliti tidak dapat melakukan observasi dan juga tidak mendapat dokumentasinya namun menurut sumber dari HSE pusat, HSE proyek, dan quality control yang memberikan jawaban yang seragam, semua karyawan kontraktor mendapat pelatihan K3 dimana isi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan merupakan bagian dari materi pelatihan.
5.3.1.2 Kejelasan Komunikasi harus jelas dan tidak membingungkan supaya peraturan bisa dilaksanakan dengan baik oleh semua pekerja. Dalam kejelasan informasi biasanya terdapat cara mengintrepetasikan informasi berdasarkan pemahaman sendiri - sendiri sehingga dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan antara satu dengan yang lain. Bagi karyawan kontraktor yang sudah mendapat pelatihan mengenai K3 konstruksi dimana Permenakertrans No.1 / 1980 merupakan salah satu materi yang harus dimengerti sebelum mulai bekerja di proyek.
79
HSE pusat dan HSE proyek sebagai informan menjelaskan tentang kejelasan isi Permenakertans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan di lokasi proyek bagi karyawan kontraktor. “ Orang HSE pasti mengerti isi dari peraturan tersebut karena sebelum diangkat jadi HSE mereka wajib ikut training dan ada tesnya kalo mau lulus training.” (HSE pusat) “ Kalau mau kerja jadi HSE disini harus lulus pelatihan. Kalau gak ngerti peraturan itu gak mungkin kerja disini sekarang.” (HSE proyek)
Informan quality control juga ikut menambahkan pernyataan dari informan HSE pusat dan HSE proyek mengenai kejelasan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi yang ia ketahui. “ Saya dan karyawan kontraktor lainnya sudah tahu Permenakertans No.1 / 1980. Tugas saya disini memastikan bahwa semua mesin, alat, bahan sudah layak pakai sebelum dipake. Tapi gak semua isi dari peraturan itu bisa diterapin disini karena itu kan isinya campur juga ama konstruksi jalan raya juga.”
Namun bagi para pekerja, tidak ada yang mengetahui tentang Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan. Jangankan isinya, nama peraturannya saja tidak pernah mendengar. Semua pekerja memberikan jawaban yang sama ketika disinggung mengenai isi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi konstruksi bangunan. 80
“ Saya gak ngerti peraturan kayak gitu.” (kayu) “ Gak ngerti gak pernah dibilangin.” (house keeping) “ Gak tahu. Gak ngerti” (besi)
Pernyataan pekerja tersebut juga diperkuat oleh pernyataan HSE pusat. “ Pekerja disini mana ngerti peraturan kayak gitu. Yang penting dari pihak kontraktor sudah berusaha memberikan edukasi K3 ke semua pekerja dengan baik. Kami berusaha mengkomunikasikan K3 dengan bahasa yang gampang dimengerti karena tingkat pendidikan pekerja bangunan biasanya memang rendah.”
Lalu mengenai transmisi informasi K3 yang telah dilakukan yaitu SHE talk, ada sebagian pekerja yang kurang memahami dan ada juga sebagian lain yang mengerti. “ Ada yang ngerti ada yang nggak ngerti.” (besi) “ Iya, ngerti.” (house keeping)
Untuk mempertegas pernyataan yang dikeluarkan para informan tersebut, peneliti memberikan pertanyaan - pertanyaan seputar isi dari Permenakertans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan kepada semua informan. Pertanyaan yang diajukan kepada informan hanya yang berkaitan dengan pekerjaan di proyek. Jenis pekerjaan yang tidak dilakukan,
81
mesin dan peralatan yang tidak disediakan karena tidak diperlukan tidak ditanyakan kepada informan. Hasilnya informan HSE proyek, HSE pusat, dan quality control dapat menjawab semua pertanyaan dengan tepat namun untuk pekerja house keeping, besi, cor, kayu, operator alimak, dan operator tower crane tidak bisa menjawab semua pertanyaan dengan tepat, masih ada beberapa pertanyaan yang jawabannya tidak sesuai dengan isi dari Permenakertans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan.
Tabel 5.5 Kompetensi Informan Pertanyaan Sesuai / No
Informan
Kesesuaian Pertanyaan Diajukan
1
HSE Proyek
52 / 52
100%
2
HSE Pusat
52 / 52
100%
3
Quality Control
52 / 52
100%
4
House Keeping
15 / 19
79%
5
Besi
21 / 30
70%
6
Cor
21 / 30
70%
7
Kayu
27 / 35
77%
8
Operator Alimak
26 / 31
84%
9
Operator Tower Crane
27 / 33
82%
Pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh informan pekerja yaitu struktur P2KL di proyek, identifikasi resiko dari pekerjaannya, kebisingan dan getaran, pemeriksaan berkala dan pengujian mesin dan peralatan yang dipakai
82
dalam pekerjaannya, perlakuan terhadap ujung besi yang mencuat, dan APD untuk pengunjung proyek.
5.3.1.3 Konsistensi Konsistensi disini adalah tidak berubahnya maksud dari isi Permenakertrans No.1 / 1980 K3 konstruksi bangunan dari informan pada setiap penyampaian. Jika ada perubahan dalam penyampaian isi dari peraturan tersebut maka akan menimbulkan kebingungan bagi pelaksanaan di lapangan. Konsistensi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi dengan pelatihan K3 konstruksi yang diberikan kepada karyawan kontraktor tidak berubah. Untuk membuktikannya HSE proyek dan HSE pusat sebagai informan menjelaskannya dengan mengkaitkannya dengan audit yang dilakukan kontraktor. “ Kan ada audit juga dari pusat. Salah satu yang diaudit mengenai peraturan UU. Permenaker itu juga salah satunya jadi pasti konsisten antara isi peraturan dan pelaksaan disini.” (HSE proyek) “ Kami ada audit buat memastikan kegiatan disini tidak melanggar UU yang berlaku salah satunya permenaker K3 konstruksi itu.” (HSE pusat)
Quality control sebagai salah satu informan juga ikut menambahkan pernyataan dari informan HSE pusat dan HSE proyek. “ Dulu pernah ada pelatihannya buat semua karyawan, saya juga ikut. Saya sudah cek isi dari peraturan itu dan materi pelatihannya memang sama kok.” 83
Untuk pelatihan K3 yang diberikan kontraktor kepada karyawannya, peneliti tidak dapat melakukan observasi. Namun untuk media pertemuan antara karyawan kontraktor dan pekerja, peneliti beberapa kali mengikuti SHE talk dan SHE meeting dan saat pertama kali datang juga mendapat SHE induction. Materi K3 yang diberikan sudah konsisten dengan isi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan biarpun tidak semua isi dari peraturan tersebut disampaikan.
5.3.2
Disposisi
5.3.2.1 Komitmen Pelaksanaan dari kebijakan hanya bisa terjadi jika ada komitmen kuat dari para pelaksananya. Dari pihak pekerja komitmen untuk melaksanakan K3 dengan baik sepertinya masih kurang. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dari informan HSE proyek dan HSE pusat. “ Sudah gak kehitung berapa kali harus negor pekerja. Macam - macam deh mulai dari pemakaian APD sampai gak ikut SHE talk.” (HSE proyek) “Selama saya inspeksi saya rasa komitmen pekerja masih kurang karena selalu saja ada pekerja yang tidak pakai APD.” (HSE pusat)
Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh pernyataan informan pekerja. “ Banyak pekerja yang malas pake APD sama gak ikut SHE talk.” (kayu) “ Saya jarang datang SHE talk soalnya yang diomongin itu - itu aja.” (cor) “ Kalau udah kelamaan kerja helm saya copot soalnya panas.” (besi) 84
Hasil observasi yang dilakukan peneliti menunjukkan hal yang sama bahwa ketika SHE talk dilakukan ternyata selalu saja ada pekerja yang tidak mengikutinya. Selain itu juga masih sering terlihat pekerja yang tidak menggunakan APD saat bekerja. Namun bagi para karyawan kontraktor, mereka merasa sudah punya komitmen yang baik untuk melaksanakan peraturan K3. Berikut pernyataan dari HSE proyek dan quality control sebagai informan mengenai komitmen karyawan kontraktor. “ Dari pihak PP sendiri semuanya sudah komit dengan semua peraturan K3 yang ada. Disini kan ada evaluasi dari pusat. Saya sebagai penanggung jawab K3 disini juga ngawasin orang PP juga dan selama ini mereka semua komit dengan peraturan K3.” (HSE proyek) “ Kalau dari karyawan PP sendiri sudah cukup bagus. Gak pernah ada karyawan PP yang gak pake APD kalo lagi di lapangan.” (quality control)
Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan hal yang sama yaitu karyawan kontraktor selalu memakai APD selama di lokasi proyek.
5.3.2.2 Insentif Insentif merupakan hal yang umum diberikan perusahaan kepada pekerja untuk memotivasi pekerja agar dapat mencapai target atau tujuan yang diharapkan perusahaan dari pekerjanya. Dalam hal ini insentif yang dimaksud 85
diluar dari pendapatan pokok pekerja dan hanya diberikan berkaitan dengan pelaksanaan K3 di proyek. Insentif dapat dibagi menjadi 2 yaitu insentif positif
berupa pemberian bonus atau reward dan insentif negatif berupa
sanksi atau punishment. Pemberian insentif yang ditujukan untuk karyawan kontraktor diberikan dari pusat kepada proyek yang dianggap melaksanakan program HSE dengan nilai terbaik. Berikut dijelaskan oleh informan HSE pusat mengenai pemberian insentif untuk karyawan kontraktor. “ Dari pusat selalu ada evalusi untuk setiap proyek yang ada di wilayahnya. Termasuk di Kemang ini juga sama. Setelah pusat melakukan inspeksi dan laporan dari proyek sudah masuk semua biasanya diurut menurut ranking jadi bisa dilihat mana proyek yang HSEnya terbaik dan mana yang terendah. Proyek yang HSEnya terbaik dapat reward dari pusat dan dinikmati semua karyawan PP disana. Bonusnya bisa berupa uang, makanan, atau hadiah.” (HSE pusat)
Pernyataan dari informan HSE pusat tersebut juga dibenarkan oleh informan HSE proyek. “ Setiap bulan kami ngirim laporan dan ada inspeksi dari pusat juga. Habis itu pusat menilai mana proyek yang HSEnya terbaik. Proyek yang HSEnya dianggap paling bagus dapat reward dari pusat buat semua karyawan di proyek. Biasanya pusat ngasih hadiah, makanan, duit juga dapet.”
86
Pemberian insentif untuk pekerja di proyek diberikan kepada beberapa pekerja yang dianggap telah melaksanakan K3 dengan sangat baik. Pada saat SHE talk ada form SHE talk yang harus diisi HSE proyek untuk melihat bagaimana jalannya SHE talk. Mereka juga mencatat berapa pekerja dan siapa saja yang hadir dan tidak hadir. Tim HSE proyek juga melakukan patroli berkeliling lokasi proyek untuk melihat hasil kerja para pekerja. Saat patroli itulah staf HSE bisa melihat siapa saja pekerja yang menerapkan perilaku K3 dengan baik. Hasil dari penilaian tersebut digunakan HSE proyek untuk menentukan siapa saja pekerja yang dianggap terbaik dalam melaksanakan peraturan K3. Pekerja tersebut diberi hadiah pada saat SHE talk di depan teman - teman kerja yang lain untuk memotivasi para pekerja lain agar ke depannya bisa melaksanakan K3 dengan lebih baik. Berikut penjelasan oleh informan HSE pusat mengenai pemberian insentif untuk pekerja lapangan. “ Kalo bonus juga ada biasanya pas SHE talk pekerja yang taat K3 kami kasih duit atau kue. Tapi frekuensinya gak tentu bisa sebulan sekali, bisa 3 minggu sekali. Orangnya juga bisa 3 orang bisa lebih.” “ HSE proyek mencatat pekerja yang tidak datang saat SHE talk dan patroli setiap hari. Waktu patroli keliatan siapa saja pekerja yang patuh dan tidak patuh dengan peraturan K3.” “ Tujuannya memotivasi pekerja agar mau menaati peraturan K3 yang sudah dibuat perusahaan.”
87
Informan pekerja lapangan juga membenarkan pernyataan informan HSE pusat bahwa saat SHE talk terkadang ada hadiah yang diberikan kepada pekerja yang dianggap telah melaksanakan peraturan K3 dengan baik dan mereka senang dengan hadiah yang diberikan. “ Hadiah ada, biasanya dikasih pas SHE talk. Tapi gak tentu juga ngasihnya. Bisa dikasih duit atau kue.” (house keeping) “ Baguslah bisa memotivasi.” (tower crane) “ Bagus sih. Seneng juga kalau dikasih kayak gitu.” (kayu)
Sedangkan untuk sanksi bagi pekerja berupa diberikan surat peringatan sampai 2x dan bila masih diteruskan pekerja tersebut bisa dikeluarkan. Berikut penjelasan dari informan HSE pusat. “ Kalau di proyek pekerja yang tidak taat K3 misalnya gak pake APD kami beri SP sampai 2X kalau masih diterusin bisa dikeluarkan. Dulu sih pengalaman di proyek lain pernah ada yang kami keluarkan karena bertengkar dengan pekerja yang lain. Pekerja yang dikeluarin itu juga tidak mau mematuhi peraturan K3 di proyek.” Namun keterangan berbeda disampaikan oleh informan pekerja house keeping bahwa hukuman untuk pekerja yang melanggar peraturan K3 tidak setegas dengan aturan yang sudah ditetapkan. “ Disini biasanya ditegur doang ama orang HSE. Tapi disini mending kok. Waktu di tempat kerja saya sebelumnya kalo gak pake helm aja bisa didenda gak dikasih honor kerja pas hari itu.” 88
Ketika peneliti melakukan observasi mengenai pemberian insentif kepada pekerja pada saat SHE talk tidak terlihat adanya pemberian hadiah seperti yang telah disebutkan. Selain itu pekerja yang melanggar peraturan K3 hanya ditegur saja tanpa adanya surat peringatan.
5.3.3
Sumber Daya
5.3.3.1 Staf Staf atau pegawai sumber daya utama dalam pelaksanaan kebijakan di Perusahaan. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh staf atau pegawai yang tidak cukup mencukupi ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. Sistem rekrutmen pekerja di proyek ternyata hanya berdasarkan rasa percaya kepada mandor yang dianggap kontraktor telah bekerja dengan baik pada proyek sebelumnya. Pekerja yang akan bekerja juga hanya menyerahkan fotokopi KTP sebagai bukti umur dan bagi operator alimak dan tower crane ditambah dengan SIO (surat izin operator). Berikut ini proses perekrutan pekerja yang dijelaskan oleh HSE proyek dan HSE pusat sebagai informan. “ Waktu pertama masuk syarat utamanya usia 18+ dibuktikan dengan KTP. Untuk pekerjaan tertentu misalnya operator tower crane atau alimak harus punya surat izin operator atau SIO. Kalo mandornya yang kami tunjuk sudah memperlihatkan kerja yang baik pada proyek yang sebelum - sebelumnya." (HSE proyek) 89
“ Umurnya harus 18+ bisa dilihat di KTP. Operator tower crane sama alimak harus punya SIO. Mandornya kami rekrut dari proyek yang sebelumnya.” (HSE pusat)
Untuk memperkuat pernyataan tersebut, peneliti juga mengecek adanya SIO kepada operator tower crane dan alimak dan mereka bisa menunjukkan ke peneliti. Hal lain yang berkaitan dengan perekrutan pekerja ternyata tingkat pendidikan pekerja maksimal hanya sampai SMA. HSE proyek dan HSE pusat menjelaskan dengan jawaban yang serupa. “ Namanya pekerja bangunan rata - rata cuma SD, SMP, SMA.”
Hal itu dibuktikan dengan semua informan yang merupakan pekerja proyek berpendidikan hanya sampai SMA. Masih berkaitan dengan staf, ketika peneliti mewawancarai salah satu pekerja kayu , ternyata dia mengaku tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika pertama kali datang ke lokasi proyek. “ Saya disini masih masih baru. Waktu pertama kali disini saya juga bingung harus ngapain. Dari mandor saya disuruh ngelihat gimana temen - temen (sesama pekerja kayu) kerja terus kalo ada yang gak ngerti tanya aja atau minta diajarin sama temen - temen (sesama pekerja kayu).”
90
Hal tersebut bertolak belakang dengan apa yang pernah diucapkan sebelumnya oleh informan HSE proyek bahwa pekerja bisa diterima bekerja di proyek karena mandor mereka di proyek sebelumnya memperlihatkan hasil kerja yang baik sehingga pekerja yang dibawa oleh mandornya dianggap sudah kompeten untuk bekerja. “ Kami menerima mereka bekerja disini karena berdasarkan kemampuan bekerja mandor - mandor mereka di proyek - proyek sebelumnya sehingga kami anggap pekerja sudah kompeten di pekerjaannya masing - masing.”
Sedangkan untuk perekrutan karyawan kontraktor harus menempuh pendidikan formal dibuktikan dengan gelar ijazah dan bila sudah diterima para karyawan tersebut diwajibkan untuk mengikuti training K3 yang disediakan perusahaan. Berikut seperti dijelaskan oleh HSE pusat dan HSE proyek sebagai informan. “ Untuk pekerja PP sendiri juga gak main - main ngambilnya. Disini paling banyak sarjana teknik bisa dilihat dari ijazahnya. Kalau sudah disini mereka wajib mengikuti training K3 yang disediakan perusahaan.” (HSE pusat) “ Saya dari teknik. Karyawan lain kebanyakan juga dari teknik. Kalau sudah diterima harus ikut training yang disediakan perusahaan.” (HSE proyek)
Quality control sebagai salah satu informan ikut menambahkan penjelasan mengenai rekrutmen dirinya.
91
“ Orang QC gak cuma saya saja. Ada 2 orang lagi semuanya orang teknik. Kami ngerti kok safety engineering sama safety device. Waktu kuliah dulu sudah pernah belajar. Disini pelatihan dikasih tahu lagi jadi aturan Permenaker tentang K3 konstruksi itu kami bisa jamin semua sudah terpenuhi dari aspek engineering.”
Terkait dengan jumlah, informan HSE proyek mengakui adanya kekurangan personil staf HSE di proyek. “ Kalau orang HSE disini 2 orang per gedung jadi gak semua pekerja bisa kepantau makanya kita keliling terus naik turun.”
Namun apa yang disampaikan oleh informan HSE proyek berbeda dengan yang disampaikan oleh informan HSE pusat. “ Menurut saya sudah cukup masing - masing 2 orang. Tapi harus diakui kerja mereka cukup sibuk karena harus mengawasi semua pekerja.” Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti memang benar hanya 2 orang HSE untuk mengawasi pekerjaan di setiap gedung. Dengan jumlah pekerja sebanyak 152 orang dan pada saat ini harus menyelesaikan pengerjaan 2 buah gedung maka untuk setiap personil HSE harus mengawasi rata - rata 38 orang. Pelanggaran yang sering terjadi yaitu pekerja tidak memakai APD biasanya dilakukan ketika tidak ada orang HSE yang mengawasi.
92
5.3.3.2 Informasi Informasi dibutuhkan bagi pihak HSE untuk mengukur sejauh mana keberhasilan program - program K3 di proyek dan apa saja yang harus dibenahi. Laporan kecelakaan, dokumentasi kegiatan, hasil inspeksi, dan hasil SHE meeting merupakan beberapa hal yang dijadikan acuan bagi kontraktor untuk melihat keberhasilan program K3. Hal itu terlihat dari hasil wawancara dengan pihak HSE pusat. “ Dari laporan kecelakaan bisa terlihat apakah K3 di proyek dilakukan dengan baik atau tidak. Kalau banyak kecelakaan berarti K3nya jelek, kalau cuma satu dua berarti memang orangnya aja yang gak peduli dengan aturan K3 di proyek.” “ Gak cuma laporan kecelakaan aja, kan ada dokumentasi kegiatan terus saya kadang juga inspeksi juga. Dari orang HSE di proyek mereka kan juga ngawasin pekerja dan ngasih laporan ke saya. Tiap minggu juga ada SHE meeting sama SHE talk jadi kami bisa tahu informasi mengenai permasalahan K3 di proyek dari penilaian pekerja.” HSE pusat juga menyatakan bahwa penyebab kecelakaan kerja yang terjadi selama ini bukan karena faktor teknis mesin dan peralatan namun karena kesalahan pekerja. “ Kalau disebabkan karena teknis mesin dan equipment berarti kecelakaan disebabkan dari pihak kami tapi selama di proyek kemang belum ada tuh.”
93
Apa yang telah diutarakan oleh informan HSE pusat tersebut juga dibenarkan oleh informan HSE proyek. “ Laporan kecelakaan itu informasi terpenting bagi kami dalam menilai apakah program K3 di proyek sudah berjalan dengan baik atau belum.” “ Tiap bulan saya ngirim laporan ke pusat terus dari pusat juga selalu inspeksi tiap minggu.” “ Kalau dilihat laporan kecelakaan, tidak ada yang disebabkan oleh faktor teknis namun murni kesalahan pekerja jadi bisa dibilang keamanan mesin peralatan sudah cukup bagus.”
Sedangkan bagi semua informan pekerja lapangan informasi dibutuhkan untuk agar mereka tahu bagaimana K3 yang baik dan benar bisa diterapkan di proyek seperti dijelaskan sebagai berikut. “ Cara kerja yang bener biar kami yang kerja ini gak kenapa - kenapa.” (cor) “ Cara kerja yang aman belum diajarin kayaknya.” (besi)
Ketika ditanyakan mengenai informasi K3 yang pernah diberikan kontraktor kepada pekerja, semua informan pekerja lapangan menjawab dengan jawaban yang serupa. “ Selama ini yang pernah dikasih tahu paling sering masalah APD sama kebersihan.” (house keeping) “ Macam - macam sih. Paling sering masalah APD dan kebersihan.” (kayu)
94
Untuk pekerjaan yang berhubungan dengan mesin atau peralatan yaitu operator tower crane dan operator alimak, informasi mengenai cara menggunakannya supaya aman justru didapat dari subkontraktor dan mereka merasa sudah cukup dengan informasi yang diberikan. “ Sudah cukup sih. Itu dikasih tahu dari subkontraktor.” (alimak) “ Sudah cukup menurut saya. Ketentuan teknis mengenai penggunaan crane yang aman sudah saya dapat dari subkon.” (tower crane)
Untuk memperkuat pernyataan tersebut peneliti meminta ditunjukkan dokumen terkait. Dokumen yang ditunjukkan kontraktor kepada peneliti antara lain laporan kecelakaan kerja dihitung setiap bulan, hasil inspeksi yang dilakukan HSE pusat, dokumentasi kegiatan inspeksi dan meeting. Karena alasan kerahasiaan hanya dokumentasi kegiatan inspeksi dan meeting yang boleh dibawa peneliti.
5.3.3.3 Wewenang Kewenangan merupakan otoritas bagi pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan. Konteksnya disini merupakan tugas dan tanggung jawab informan dalam melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Walaupun para informan mempunyai kewenangan yang berbeda - beda namun semuanya mengarah pada tujuan yang sama yaitu proyek bisa selesai tepat waktu dan menciptakan lingkungan kerja yang aman untuk semua orang yang berada di lingkungan proyek. 95
Tabel 5.6 Kewenangan HSE Pusat dan HSE Proyek
No 1 2 3
Wewenang Membuat dan mereview identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian resiko Membuat dan mereview daftar UU K3L sesuai dengan kebutuhan proyek
HSE Ps
HSE pr
v
v
v
v
Melaksanakan SHE induction, SHE meeting
v
SHE talk, dan SHE patrol
4
Melaksanakan SHE inspection setiap minggu
v
5
Membuat peraturan K3L untuk semua proyek
v
6
Mencatat Laporan harian dan bulanan K3L
v
7
Membuat laporan kecelakaan
v
8
Mengelola hasil laporan K3L dari proyek
v
9
Merencanakan penempatan fasilitas K3L
v
10
Mengeluarkan surat izin bekerja
11
Membuat SHE assessment
v
12
Merencanakan anggaran biaya K3L
v
13
Merencanakan kebutuhan APD pekerja
v
14
Melaksanakan pelatihan K3 untuk pekerja
15
Menghentikan pekerjaan yang berpotensi mencelakakan pekerja maupun pengunjung
v v v v v
v
v
v
v
Menjatuhkan sanksi berupa surat peringatan 16
maupun pemecatan bagi pekerja yang telah melanggar peraturan K3 di lingkungan proyek
Berikut penjelasan mengenai beberapa kewenangan HSE pusat menurut informan HSE pusat.
96
“ Wewenang saya sebagai orang HSE antara lain memberhentikan pekerja atau pekerjaan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan baik bagi pekerja itu sendiri maupun pekerja lain disekitarnya bila itu terlihat langsung di mata saya. HSE yang di proyek juga bisa ngelakuin hal itu.” “ Saya bertugas untuk membuat peraturan - peraturan yang harus dipatuhi pekerja maupun karyawan PP agar aturan permenaker itu dapat terlaksana dengan baik.”
Sedangkan dari pihak HSE proyek, wewenangnya hanya berbeda sedikit dibanding HSE pusat. Berikut penjelasan mengenai beberapa kewenangan HSE proyek dan juga perbedaannya menurut informan HSE proyek. “ Wewenang saya disini membuat peraturan. Saya bisa menegur pekerja yang tidak taat dengan aturan K3, tidak make helm misalnya. Saya juga bisa menghentikan pekerjaan yang bisa membahayakan pekerja yang terlibat di dalamnya.” “ Bedanya sama yang di pusat kami hanya menjalankan peraturan peraturan yang sudah dibuat dari pusat. Tinggal disesuaikan saja sama masalah yang ada di proyek.”
Dari pihak quality control juga mempunyai kewenangan yang berbeda dengan pihak HSE. Berikut ini adalah penjelasan mengenai kewenangan yang dimiliki oleh informan quality control. 97
“ Wewenang saya disini memastikan bahwa mesin, peralatan, dan bahan yang akan digunakan sudah memenuhi standar keamanan.” “ Kalau kebetulan lagi liat pekerja kerjanya sembarangan gak taat sama aturan K3 saya juga bisa negur.”
Tabel 5.7 Kewenangan Quality Control No 1
Wewenang Membuat SHE assessment Memastikan bahan, mesin, dan peralatan
2
yang akan digunakan sudah memenuhi standar keamanan dan UU yang berlaku
3 4
Melaksanakan pemeriksaan berkala pada setiap mesin dan peralatan di lokasi proyek Menghentikan pekerjaan yang berpotensi mencelakakan pekerja maupun pengunjung
Dari pihak pekerja proyek mereka juga mempunyai kewenangan. Namun mereka tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka juga berwenang untuk menegur pekerja lain yang bekerjanya tidak aman dan melanggar peraturan K3. Informan pekerja lapangan memberikan alasannya mengenai tidak menggunakan wewenangnya untuk menegur pekerja lain yang bekerja tidak aman dan melanggar peraturan K3.
98
“ Kalau sesama house keeping biasanya ngingetin. Tapi kalau yang lain saya gak tahu kerjaannya jadi saya diemin aja” (house keeping) “ Semua disini sibuk jadi gak ngurusin kerjaan yang lain.” (besi) “ Gak enak mungkin kan sama - sama kerja disini” (tower crane)
Tabel 5.8 Kewenangan Pekerja Lapangan No 1 2 3
Wewenang Mengoperasikan mesin dan peralatan sesuai dengan jenis pekerjaannya dengan benar Menggunakan APD sesuai dengan jenis pekerjaannya dengan benar Memperingatkan pekerja lain yang bekerja tidak aman dan yang melanggar peraturan K3
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti dapat dikatakan HSE pusat maupun HSE proyek ketika sedang memantau para pekerjanya mereka dapat memberi perintah maupun menegur pekerja yang tidak taat dengan peraturan K3. Selain itu kegiatan SHE meeting, SHE talk, SHE induction dan SHE patrol memang benar dilaksanakan oleh tim HSE proyek. HSE pusat ketika berkunjung ke lokasi proyek juga memang benar melakukan inspeksi. Namun antar para pekerja proyek mereka tidak memperdulikan ketika ada pekerja lain yang tidak mematuhi peraturan K3 dan tetap melanjutkan pekerjaannya. Dokumen yang memperkuat pernyataan di atas yaitu panduan tugas HSE proyek.
99
5.3.3.4 Fasilitas Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Staf yang kompeten tidak akan memadai tanpa diimbangi sarana dan prasarana yang mencukupi. Fasilitas K3 yang terdapat di lokasi proyek antara lain yaitu ada APAR untuk memadamkan api yang dipasang setiap 2 lantai, safety net untuk mencegah apabila ada material berat ataupun pekerja tidak jatuh dari ketinggian, dan rambu - rambu peringatan untuk mengingatkan pekerja agar selalu berhati - hati. Selain itu yang tak kalah penting adalah ketersediaan APD untuk pekerja yang mencakup helm, sepatu, sarung tangan, masker, safety belt, full body harness, dan welding protect untuk pekerjaan las. Namun sayangnya ketersediaan
APD
untuk
pekerja
dibebankan
kepada
mandor
dan
subkontraktor yang membawa pekerjanya untuk bekerja di proyek. Informasi mengenai kelengkapan fasilitas K3 dapat dilihat dari hasil wawancara dengan informan HSE proyek dan HSE pusat berikut ini. “ APD untuk pekerja sudah disediakan oleh subkontrak dan mandor sesuai dengan kesepakatan kerja. Paling kalau ada yang kurang kami bisa menambahkan. Safety belt dan body harness juga kami sediakan. Rambu sudah sesuai dengan penempatan. APAR sudah ada setiap 2 lantai dan sudah terisi semua. Safety net sudah ada.” (HSE proyek) “ Fasilitas terkait K3 sudah lengkap. APD sudah ada untuk semua karyawan, rambu sudah dipasang, safety net juga selalu dipasang, APAR juga ada setiap 100
2 lantai. Untuk penyediaan APD bagi pekerja kami bebankan kepada subkontraktor dan mandor sesuai dengan kesepakatan awal. Kalau ada yang kurang atau hilang misalnya bisa kami tambahkan.” (HSE pusat)
Sedangkan dari pihak pekerja proyek yaitu pekerja besi, cor, dan kayu memberikan keterangan yang sama dengan apa yang dijelaskan oleh informan HSE proyek dan HSE pusat bahwa ketersediaan APD dibebankan ke mandor. “ Helm sama sepatu sudah disediain sama mandor. Tali helm kalau hilang boleh minta ke HSE.” (besi) “ Mandor yang sediain APD. PP cuma sedia tali helm kalau ada yang hilang sama nambahin kekurangan helm.” (cor) “ Helm sama sepatu disediain mandor. Mandor juga ngasih 10 ribu buat beli sarung tangan. PP cuma sedia tali helm kalau ada yang rusak.” (kayu)
Namun untuk operator tower crane dan operator alimak yang berasal dari subkontraktor memberikan keterangan
yang berbeda mengenai
ketersediaan APD pada pekerjaannya. Karena jumlahnya hanya 4 orang maka semua APD untuk mereka bisa disediakan oleh pihak kontraktor. “ Operator TC / alimak cuma 4 orang jadi APD dari PP semua.”
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti membuktikan bahwa fasilitas K3 yaitu APAR, safety net, rambu - rambu peringatan, dan APD
101
untuk pekerja memang ada di tempat kerja. Hasil observasi lainnya yang dilakukan peneliti dibantu oleh safety supervisor memperlihatkan ternyata tidak semua peralatan yang tertulis di Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan ada di proyek. Pihak HSE beralasan bahwa peralatan - peralatan tersebut memang tidak dibutuhkan dalam
proses
pengerjaannya. Dokumen lain yang memperkuat pernyataan di atas yaitu checklist mesin dan peralatan yang sayangnya tidak boleh dibawa oleh peneliti.
5.3.3.5 Anggaran Faktor anggaran sengaja ditambahkan dari penelitian ini karena ketersediaan fasilitas sarana prasana dan sosialisasi K3 tak mungkin terjadi tanpa adanya anggaran yang dialokasikan khusus untuk pelaksanaan K3. Anggaran untuk program K3 pada proyek dipakai untuk pelatihan K3 bagi pekerja, pembuatan rambu, penyediaan APAR, penyediaan APD, dan pembuatan safety net. Berikut pernyataan dari informan HSE pusat dan HSE proyek mengenai penggunaan anggaran untuk program - program K3. “ Anggaran tersebut dipakai untuk pelatihan karyawan PP maupun pekerja, pembuatan rambu - rambu, penyediaan APAR, APD, dan buat safety net” (HSE pusat) “ Anggaran untuk program K3 sudah ada, dipakai buat pelatihan pekerja, penyediaan APAR, APD, rambu peringatan, safety net.” (HSE proyek) 102
Namun sayangnya besaran dari anggaran tersebut tidak bersedia dibeberkan oleh informan HSE proyek dan HSE pusat karena alasan kerahasiaan. “ Anggaran untuk pelaksanaan K3 untuk tiap proyek sudah ada kok. Tapi mengenai besarannya tidak bisa kami beberkan.” (HSE pusat) “ Anggaran untuk pelaksanaan K3 di proyek sudah ada. Jumlah pastinya saya lupa bisa mencapai puluhan juta rupiah.” (HSE proyek)
Semua informan yang mewakili para pekerja tak ada satupun yang tahu mengenai besaran maupun penggunaan anggaran untuk pelaksanaan program - program K3 di lokasi proyek. " Kalau soal anggaran saya gak tahu. Tanya mandor aja.”
Peneliti tidak dapat memperoleh dokumen mengenai anggaran untuk pelaksanaan program - program K3 di lokasi proyek karena sifatnya yang dirahasiakan.
5.3.4
Struktur Birokrasi
5.3.4.1 Standar Operasional Prosedur SOP merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas. Dengan menggunakan SOP, pekerja maupun karyawan kontraktor dapat mengoptimalkan waktu yang tersedia sehingga 103
dapat menyelesaikan proyek sampai dengan batas waktunya dengan segala sumber daya yang dimiliki. Dalam konteks ini SOP dibuat dengan maksud agar pelaksanaan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di proyek dapat terlaksana dengan baik. Jam kerja yang jelas dan jadwal pemeriksaan berkala mesin dan peralatan agar tetap berfungsi dengan baik merupakan beberapa SOP yang sudah dibuat oleh kontraktor. Hal - hal yang memungkinkan pekerjaan proyek bisa terganggu salah satunya yaitu terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja kerja bisa dicegah bila setiap pekerjaan sudah dibuat SOP agar pekerja mengerti bagaimana dia bisa bekerja dengan aman tidak menyebabkan kecelakaan kerja baik bagi dirinya maupun pekerja lain disekitarnya. Dengan berbagai macam pekerja yang terlibat dalam pekerjaan konstruksi maka SOP yang ada juga banyak dan tergantung jenis pekerjaannya masing - masing. Pekerja besi, pekerja cor, dan pekerja kayu mempunyai SOP yang berbeda walaupun terlibat bersama dalam pekerjaan beton. Pekerja house keeping, operator tower crane, dan operator alimak juga mempunyai SOP berbeda karena tugasnya yang juga berbeda antara yang satu dengan yang lain. Berikut ini merupakan SOP apa saja yang diperlukan oleh pekerja lapangan dalam pekerjaannya.
104
Tabel 5.9 SOP Pekerjaan SOP pekerjaan
Pekerja
Pemasangan safety net vertikal dan horizontal Proteksi lubang dan pintu lift House Keeping
Pemasangan railing pengaman Penataan peralatan dan material Pembersihan area kerja Pembesian pada pekerjaan beton Pembuatan rangka baja mencakup : 1. Pemotongan
Besi
2. Pembengkokan 3. Mengikat besi pertemuan 4. Pengelasan 5. Pemasangan baut Pembuatan beton
Cor
mencakup : 1. Pencampuran bahan 2. Pencetakan Pembuatan cetakan kayu pada pekerjaan beton Pembuatan bekisting kayu
Kayu
mencakup : 1. Pemotongan 2. Penyerutan 3. Pemahatan 4. Pemakuan
Alimak Tower Crane
Mengoperasikan lift alimak Mengoperasikan tower crane
HSE proyek sebagai salah satu informan menjelaskan bagaimana SOP terkait pelaksanaan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di proyek dijalankan.
105
“ SOP untuk setiap pekerjaan sudah baku dibuat dari pusatnya. Proyek biasanya tinggal jalanin.” “ Checklist mesin dan peralatan dilakukan sebulan sekali. Bahan dan alat yang digunakan sudah ada kontrol kualitas terus penyimpanannya sudah diatur.” “ Masuk kerja mulai jam 8 pagi istirahat jam 12 pulang jam 5. Kalau mau lembur dilanjutkan setelah maghrib sampai jam 10 malam.”
Pernyataan dari informan HSE proyek tersebut juga dibenarkan oleh informan HSE pusat. “ Semua sudah baku dibuat dari pusat. Pekerja yang pengalaman biasanya lebih ngerti.” “ Checklist mesin dan peralatan setiap sebulan sekali. Itu yang tahu bagian operasional. Quality control juga termasuk.” “ Masuk kerja mulai jam 8 pagi istirahat jam 12 pulang jam 5. Kalau mau lembur dilanjutkan setelah maghrib sampai jam 10 malam.”
Namun bagi informan pekerja besi, kayu, cor, dan house keeping SOP yang mereka ketahui hanya jam kerjanya saja. Mereka mengaku tidak tahu mengenai SOP untuk pekerjaan yang harus mereka lakukan. “ Kita kerja mulai jam 8 terus istirahat jam 12 sampai jam 1 habis itu kerja lagi sampai jam 5. Kalau mau lembur tinggal nerusin kerja sampai jam 10.”
106
“ Standar pekerjaan yang harus dilakuin sih gak ada. Kami kerja ngikutin perintah dari mandor sama orang HSE aja.” (cor) “ SOP gak ada. Nunggu disuruh mandor dulu baru kerja.” (besi) “ SOP gak ada. Pokoknya tinggal ngerapihin sama bersih - bersih aja.” (house keeping)
Pendapat yang berbeda diberikan oleh informan operator tower crane dan operator alimak mengenai adanya SOP dalam pekerjaannya. Mereka mengerti bahwa SOP merupakan prosedur kerja tertulis yang harus mereka lakukan dan mereka sudah mendapatkannya dari subkontraktor. “ Ada safety instruction dipasang di dalam. Dari subkon juga dikasih tahu.” (alimak) “ Operator alimak beda - beda jam kerjanya. Hari ini giliran saya selesai istirahat. Nanti malam gantian tempat sama operator yang lain. Besok saya masuk pagi.” (alimak) “ Cara mengoperasikan mesin crane saya ngerti. Prosedur kerja ada.” (tower crane) “ Sebulan sekali biasanya ada checklist. Jam kerjanya juga sudah dijadwal. Operator TC ada shift pagi sama shift malam.” (tower crane)
Dokumen - dokumen yang berkaitan dengan SOP yang bisa dibawa peneliti hanya jam kerja sedangkan checklist mesin dan peralatan hanya ditunjukkan tanpa diperbolehkan untuk dibawa pulang.
107
5.3.4.2 Fragmentasi Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi. Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan memuat bab - bab tertentu menurut jenis pekerjaannya sehingga pada pelaksanaannya menuntut pekerja untuk dapat memahami betul pekerjaannya yang berbeda dengan pekerja lain walaupun bekerja di tempat yang sama. Untuk itulah dibutuhkan kesamaan visi oleh semua pekerja bahwa semua kegiatan proyek perlu diatur agar terhindar dari kecelakaan kerja dan tidak melanggar peraturan perundang - undangan sehingga diperlukan adanya tim HSE dalam proyek yang bertanggung jawab untuk itu. Secara garis besar bila dilihat dari struktur organisasi proyek , kedudukan dari tim HSE berada di bawah pimpinan proyek dan sejajar dengan quality control. Kemudian dibawahnya ada manajer operasional, manajer administrasi, dan pengendalian operasional projek. Dengan begitu terlihat bahwa K3 mempunyai kedudukan sangat penting di proyek sehingga semua kegiatan yang dilakukan oleh karyawan kontraktor dan pekerja lapangan diatur agar selalu aman dalam bekerja. Tidak hanya dalam struktur organisasi saja tim HSE mempunyai kedudukan yang tinggi, dalam struktur P2K3L (Panitia Pembina K3 dan Lingkungan) yang fokus dalam program kegiatan K3 kedudukan tim HSE juga amat penting. Hanya pimpinan proyek saja yang berada di atasnya, semua karyawan kontraktor dan pekerja lapangan dipimpin oleh tim HSE. 108
Gambar 5.1 Struktur Organisasi Proyek
Project Manager
Quality Control Officer
HSE Officer
Site Engineering Manager
Pengendalian Operasional Project
Site Operasional Manager
Site Adminstrasi Manager
Engineering
General Superintendant
Administrasi
Logistik
Superintendant
Umum
Peralatan
Pengukuran
Karya Laksana
109
Gambar 5.2 Struktur P2K3L
Project Manager
HSE Officer
Quality Control Officer
Subkontraktor
Site Engineering Manager
Mandor
Pengendalian Operasional Site Operasional Manajer Site Administrasi Manajer Logistik Security
Kedudukan dan tanggung jawab kegiatan K3 di proyek dijelaskan oleh Informan HSE proyek dan HSE pusat. “ K3 di proyek itu tanggung jawab saya kalau dilihat dari struktur organisasinya.” (HSE proyek) “ HSE di proyek secara struktur organisasi di lapangan berada di bawah pimpinan proyek. Namun dia tetap memberikan laporan pelaksanaan K3 ke saya.” (HSE pusat)
110
Informan quality control juga memberikan pernyataan mengenai kedudukan dan tanggung jawabnya di proyek dilihat dari struktur organisasi. “ Tanggung jawab saya disini memastikan bahwa semua bahan, mesin, dan peralatan sebelum mulai dipakai kerja sudah aman. Setiap bulan juga dichecklist lagi. Secara struktur organisasi saya ada di bawah pimpinan proyek. Saya koordinasi juga sama HSE.”
Jika dilihat dari area yang lebih luas. Tanggung jawab dan kedudukan HSE pusat lebih tinggi daripada HSE proyek karena HSE pusat bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program K3 di semua proyek yang berada di wilayahnya sedangkan HSE proyek hanya bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program K3 di proyek tempat dia bertugas saja. Perbandingan kedudukan dan tanggung jawab pelaksanaan program K3 antara informan HSE proyek dan HSE pusat dijelaskan oleh informan HSE pusat dan HSE proyek. “ HSE proyek bertanggung jawab terhadap pelaksanaan K3 di proyek. Bedanya sama saya, tanggung jawab dia hanya di proyek itu saja, kalau saya di semua proyek.” (HSE pusat) “ Kalau HSE pusat itu tanggung jawabnya ke semua proyek. Itu bedanya sama saya. Makanya saya rutin ngasih laporan ke dia.” (HSE proyek)
111
Ketika ditanyakan mengenai penyebaran tanggung jawab kepada para pekerjanya, informan HSE proyek juga memberi pernyataan bahwa terkait dengan urusan K3 semua pekerja bertanggung jawab langsung kepada tim HSE proyek. “ Semua pekerja disini bertanggung jawab penuh ke saya. Kalau ada apa apa langsung saya yang turun tangan gak usah lewat mandor tapi tetep saya bilang ke mandor karena dia yang bawa kesini.”
Khusus pekerja house keeping, mereka tidak berasal dari subkontraktor sehingga tanggung jawabnya langsung kepada HSE proyek. Berikut dijelaskan oleh informan HSE proyek. “ House keeping bukan dari subkontraktor. Saya yang langsung pimpin.”
Ketika dikonfirmasi ke pihak pekerja, semua informan pekerja lapangan juga membenarkan pernyataan HSE proyek. Mereka mengetahui bahwa untuk urusan K3 semua pekerja bertanggung jawab langsung ke tim HSE proyek. “ Kalau urusan K3 kita ikut HSE.” (kayu) “ Terkait K3 yang mimpin HSE. Mandor juga bilang ikutin aja apa yang disuruh HSE.” (cor) “ Urusan K3 yang mimpin HSE.” (alimak)
112
Antar sesama pekerja yang berbeda mandor atau subkontraktor juga mengetahui tanggung jawab pekerja lain terhadap masalah K3 di proyek. “ Kalau soal K3 semuanya ikut HSE.” (cor) “ Saya rasa semua pekerja disini wajib nurut sama orang HSE.” (kayu) “ Pekerja lain kalau urusan K3 dipimpin sama HSE juga.” (tower crane)
Dokumen yang berhasil didapat peneliti untuk memperkuat pernyataan informan di atas yaitu struktur organisasi dan struktur P2K3L (Panitia Pembina K3 dan Lingkungan) di proyek.
113
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Keterbatasan Penelitian 1. Peneliti tidak dapat mengambil semua dokumen perusahaan yang terkait dengan penelitian ini karena sifatnya yang dirahasiakan. 2. Tidak ada satupun mandor yang dapat dijadikan informan di penelitian ini. Mereka beralasan bahwa mereka sudah cukup sibuk dengan pekerjaan mereka di proyek sehingga tidak bersedia dilibatkan dalam penelitian ini. Padahal mandor merupakan orang yang membawa pekerjanya bekerja di proyek. 3. Terkait dengan teknis mesin dan peralatan, kontraktor tidak mengetahui masalah pembuatan atau fabrikasinya. Kontraktor hanya menyewa mesin, peralatan dan alat - alat berat dari perusahaan pembuatnya. 4. Wawancara yang dilakukan kepada informan pekerja subkontraktor berlangsung pada saat jam kerja sudah selesai, pekerja merasa terganggu bila diwawancara saat bekerja. Pada saat istirahat juga tidak bisa dilakukan karena waktu istirahat yang hanya 1 jam. Faktor kelelahan setelah bekerja membuat pekerja menjawab pertanyaan dengan tergesa - gesa karena ingin segera beristirahat.
114
6.2
Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Konstruksi Bangunan Hasil dari obsevasi dibantu oleh safety supervisor menunjukkan bahwa masih adanya pelanggaran di lapangan yang tidak sesuai dengan isi kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan. Hasilnya yaitu antara lain :
1. Tempat Kerja dan Alat kerja Pelanggaran yang berkaitan dengan tempat kerja dan alat kerja yaitu masih adanya bahan material yang berserakan di tempat kerja. Kondisi untuk lokasi yang terdapat proses pekerjaan masih terlihat bahan material seperti potongan baja dan potongan kayu yang berserakan. Kontraktor sebenarnya sudah membuat aturan yang menyatakan bahwa material bahan harus disusun dalam keadaan rapi agar tidak mencelakai pekerja yang lain namun kenyataan di lapangan tidak demikian. Padahal kecelakaan kerja menurut Suma’mur (2009) selain karena faktor manusia juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan kerja. Kesalahan disini terletak pada cara penanganan material bahan dan alat kerja yang tidak diletakkan dengan baik saat bekerja. Peralatan dan material bahan yang berserakan dapat menyebabkan pekerja terluka karena menginjak atau membentur barang tersebut.
115
2. Alat Angkat Pelanggaran yang berkaitan dengan alat angkat yaitu tidak terlihat adanya aturan yang melarang orang melintasi daerah lintas keran jalan (travelling crane). Material bahan yang diangkat oleh mesin tower crane dapat menyebabkan kecelakaan bila sampai jatuh dan tertimpa pekerja dibawahnya. Menurut informan HSE proyek pekerja biasanya akan menyingkir dengan sendirinya saat mesin tower crane sedang beroperasi dan lengannya (hoist crane) sedang terlihat di atasnya. Kontraktor sebenarnya sudah membuat identifikasi resiko yang isinya menyatakan bahwa mesin tower crane dapat menyebabkan kecelakaan kerja karena material bahan yang diangkat oleh mesin tower crane bisa sampai terlepas dan menimpa pekerja dibawahnya. Setelah identifikasi resiko selanjutnya perusahaan harus membuat pengendalian resiko. Resiko dapat dikelola dengan melakukan berbagai pilihan teknik yang tersedia, efesiensi, dan efektifitas secara menyeluruh. Pengendalian resiko secara hirarki dimulai dari eliminasi, substitusi, engineering, administratif, dan terakhir APD (Suma’mur. 2009). Mesin tower crane mempunyai fungsi yang sangat vital dalam proses pembangunan gedung bertingkat dan tidak mungkin untuk dieliminasi atau digantikan. Aturan yang melarang pekerja melintasi daerah lintas keran jalan (travelling crane) adalah bentuk pengendalian administratif yang harus dilakukan. Mengandalkan kesadaran pekerja saja belum cukup tetap harus ada peraturan K3 yang dibuat. 116
3. Beton Pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan ujung - ujung besi yang mencuat yang tidak dilindungi atau dilengkungkan yang banyak terlihat di adonan beton yang sudah keras namun belum selesai seluruhnya. Kontraktor sebenarnya sudah membuat identifikasi resiko yang salah satu isinya menyatakan bahwa pekerjaan pembesian dalam pembuatan beton dapat menyebabkan kecelakaan apabila ujung besi yang mencuat sampai terinjak kaki pekerja atau menusuk bagian tubuh lainnya. Setelah identifikasi resiko selanjutnya perusahaan harus membuat pengendalian resiko. Resiko dapat dikelola dengan melakukan berbagai pilihan teknik yang tersedia, efesiensi, dan efektifitas secara menyeluruh. Pengendalian resiko secara hirarki dimulai dari eliminasi, substitusi, engineering, administratif, dan terakhir APD (Suma’mur. 2009). Fungsi besi dalam pembuatan beton adalah sebagai rangka beton dan untuk memperkuat bagian dalam beton sehingga tidak mungkin untuk dieliminasi atau digantikan. Melengkungkan ujung besi yang mencuat merupakan bentuk pengendalian teknis yang dilakukan supaya ujung besi tidak terinjak atau melukai pekerja.
4. Alat Pelindung Diri Pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan bekerja di ketinggian. Pekerja yang bekerja di ketinggian di pinggir gedung sudah dilengkapi dengan full body harness namun pekerja enggan memakai ketika bekerja 117
dengan alasan tidak praktis dan lebih memilih safety belt. Selain itu masih ada saja pekerja yang tidak memakai APD seperti helm dan sepatu padahal sudah tersedia. Alasan utama yang banyak dikemukakan pekerja pada umumnya adalah alasan kenyamanan. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian Piri (2012) yang menyatakan bahwa alasan paling utama mengapa pekerja enggan menggunakan APD karena APD dianggap mengganggu pekerjaan. Selain itu juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dan kejadian kecelakaan kerja. Semakin tinggi faktor penggunaan APD maka akan menurunkan faktor kecelakaan kerja pada pekerja kontruksi. Bila pekerja di proyek tetap enggan menggunakan APD dalam pekerjaannya besar kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja di kemudian hari. Pekerja yang bekerja di ketinggian di pinggir gedung lebih memilih safety belt karena dianggap lebih praktis daripada full body harness padahal pemerintah melalui SK Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan No. 45 / 2008 tentang Pedoman Kerja di Ketinggian
menyebutkan
bahwa
bekerja
di
ketinggian
harus
menggunakan full body harness. Full body Harness dapat menyanggah anggota tubuh dari leher sampai pangkal paha sedangkan safety belt hanya diikatkan ke pinggang. Apabila pekerja terjatuh dari ketinggian dapat menyebabkan patah tulang punggung.
118
6.3
Analisis Model GC Edward
6.3.1
Komunikasi
6.3.1.1 Transmisi Penyaluran komunikasi yg baik akan menghasilkan implementasi yg baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi yaitu adanya salah pengertian atau miskomunikasi yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi (Edward dalam Agustino, 2006). Banyak cara yang dapat dimanfaatkan agar kebijakan dapat diketahui khalayak sasarannya. Menurut keterangan dari HSE proyek terlihat bahwa transmisi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan ke karyawan kontraktor melalui media pelatihan namun untuk pekerja tidak diberikan. Pekerja hanya diberikan pelatihan K3 umum yang sama pada semua pekerja yaitu pelatihan menggunakan APAR, bekerja di ketinggian, memberikan pertolongan pertama, dan evakuasi. Selain itu media komunikasi K3 ke pekerja diberikan melalui SHE talk seminggu sekali, SHE meeting seminggu sekali untuk mandor dan SHE induction saat pertama kali masuk. Rambu - rambu peringatan juga dipasang di berbagai tempat. Kegiatan SHE talk, SHE meeting, dan SHE induction sudah tepat dan memang perlu dilakukan. Komunikasi dua arah dalam perusahaan melalui diskusi dan pertemuan rutin antara pimpinan dan pekerja adalah penting agar kebijakan perusahaan dipahami oleh pekerja. Media gambar seperti poster dan
119
pemasangan rambu peringatan juga dapat digunakan untuk melancarkan komunikasi dan penyebaran informasi (Notoadmodjo, 2007). Selain itu Sucita (2011) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa rambu peringatan termasuk dalam APK atau alat pengaman kerja yang merupakan alat bantu dalam proses pelaksanaan proyek. Alat pengaman ini berupa rambu peringatan terkait dengan potensi bahaya di lingkungan proyek. SHE talk seminggu sekali yang ditujukan kepada pekerja biasanya disampaikan lewat media audio padahal menurut Benschofter dalam Mulyana (2002) menyatakan bahwa pelajaran yang bisa diingat lewat media audio dan visual setelah 3 hari bisa mencapai 65% sedangkan lewat media audio saja 10% dan media visual saja 20%. Jadi pengaruh media audio visual lebih kuat dibanding visual saja atau audio saja. Namun penyampaian informasi kepada pekerja yang disampaikan lewat audio bisa dimaklumi karena dilakukan di gedung proyek tempat mereka bekerja. Gedung tersebut masih dalam proses pengerjaan sehingga belum terdapat instalasi listrik sehingga kontraktor tidak bisa menyampaikan informasi melalui pemutaran video atau gambar bergerak. Transmisi isi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan kepada karyawan kontraktor sudah tepat karena dilakukan secara menyeluruh melalui dengan media pelatihan. Namun untuk transmisi kepada pekerja dianggap kurang karena hanya dibekali pengetahuan K3 yang umum diberikan ke semua pekerja. Pekerja juga tidak mendapat pelatihan K3 dari mandornya, kecuali pekerja dari subkontraktor yaitu operator alimak dan operator tower crane mendapatkan pelatihan dari 120
subkontraktornya mengenai pemasangan alat pengaman pada mesin yang digunakan sehingga ada bunyi peringatan bila ada kelebihan muatan.
Tabel 6.1 Pelatihan Permenakertrans No.1 / 1980 Pekerja No
Bab Besi Cor Kayu
1 2
Ketentuan Umum Tempat Kerja dan
TC
AL
HK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Alat Kerja v
3
Perancah
4
Tangga
5
Alat Angkat
v
v
v
v
v
6
Kabel, Tambang, Rantai, dan Alat Bantu
v
v
v
v
v
7
Mesin
v
v
v
v
v
v
v
v
v
×××
×××
×××
××× ××× ×××
×××
×××
×××
××× ××× ×××
v
v
8
Peralatan Konstruksi
v v
v
Bangunan 9
Konstruksi Bawah Tanah
10
Penggalian
11
Memancang
12
Pekerjaan Beton
v
13
Pekerjaan Lainnya
v
14
Pembongkaran
15
Alat Pelindung Diri
v
×××
×××
×××
v
v
v
121
v v
v
××× ××× ××× v
v
v
HK = House Keeping TC = Operator Tower Crane AL = Operator Alimak Tanda (v) berarti bab tersebut dapat ditanyakan kepada informan yang bersangkutan karena berkaitan langsung dengan pekerjaannya di proyek. Tanda (×××) berarti bab tersebut tidak dilaksanakan di lokasi proyek
Pihak kontraktor beranggapan bahwa pekerja tidak perlu tahu mengenai Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan sehingga cukup dibekali dengan K3 yang umum pada konstruksi. Peneliti tidak bisa menyatakan apakah hal ini dibenarkan atau tidak tidak namun menurut hasil penelitian yang dilakukan Maulana (2010) dan pernyataan DK3N (Dewan K3 Nasional) dalam Sucita (2011), menyatakan bahwa perusahaan konstruksi biasanya hanya memberikan informal safety training kepada pekerja yang hanya berupa penjelasan K3 umum sebelum mulai bekerja. Sedangkan pelatihan khusus atau formal safety training ke pekerja sengaja tidak dilakukan karena membutuhkan biaya yang besar dan frekuensi pergantian pekerja atau turn over yang besar yang umumnya biasa terjadi pada proyek konstruksi.
6.3.1.2 Kejelasan Komunikasi yg diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan tidak membingungkan. Dalam kejelasan informasi pelaksana kebijakan 122
biasanya terdapat kecenderungan untuk mengintrepetasikan informasi berdasarkan pemahaman sendiri - sendiri. Pelatihan K3 yang diberikan perusahaan kepada semua karyawannya memuat materi mengenai Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan. HSE pusat dalam keterangannya berani menjamin bahwa staf HSE dan quality control di proyek memahami betul tentang peraturan tersebut. Dia berani mengatakan itu karena adanya audit pemenuhan peraturan perundang - undangan dan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan termasuk salah satu diantaranya. Hal tersebut diperkuat dokumen yang berisi checklist mesin dan peralatan yang ditunjukkan ke peneliti. Hasil dari pertanyaan - pertanyaan yang diajukan peneliti seputar isi Permenakertans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan yang berkaitan dengan pekerjaan di proyek kepada semua informan menunjukkan bahwa informan HSE proyek, HSE pusat, dan quality control dapat menjawab semua pertanyaan dengan tepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan yang menyatakan bahwa karyawan kontraktor sudah mendapatkan materi pelatihan tentang K3 konstruksi. Namun untuk pekerja house keeping, besi, cor, kayu, operator alimak, dan operator tower crane tidak bisa menjawab semua pertanyaan dengan tepat, masih ada beberapa pertanyaan yang jawabannya tidak sesuai dengan Permenakertans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan padahal pertanyaan yang disampaikan sudah disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. 123
Menurut hasil penelitian mulyana (2002) menjelaskan bahwa isi pesan dalam penyampaian informasi kesehatan dapat mempengaruhi sikap dengan didahului oleh peningkatan aspek kognitif atau pengetahuan. Selain itu dalam teori perubahan perilaku dijelaskan bahwa pengetahuan merupakan tahap paling dasar dalam proses perubahan perilaku yaitu diawali pengetahuan kemudian mempengaruhi sikap, dan diakhiri oleh adanya tindakan. Walaupun belum tentu seseorang yang sudah mempunyai pengetahuan akan bertindak sesuai dengan apa yang diketahui tersebut (Notoatmodjo, 2007). Tidak dapat dijawabnya pertanyaan - pertanyaan yang diberikan peneliti kepada pekerja menandakan bahwa pekerja - pekerja tersebut tidak dibekali pengetahuan tentang regulasi pemerintah yang berkaitan dengan K3 konstruksi. Masalah lain yang menjadi persoalan yaitu materi K3 yang diberikan kontraktor kepada pekerja melalui SHE talk ternyata masih ada saja yang tidak mengerti. Hal tersebut membuktikan bahwa pekerja masih belum memahami kejelasan materi dari pengetahuan K3 yang disampaikan kontraktor padahal menurut hasil penelitian Christina (2012) menyebutkan jika pekerja mengerti penyampaian komunikasi dengan jelas maka pekerja dapat bekerja sungguh - sungguh tanpa ragu - ragu.
6.3.1.3 Konsistensi Perintah yg diberikan dalam pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Perintah yg berubah - ubah akan menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan (Edward dalam Agustino, 2011). 124
Bagi karyawan kontraktor yang sudah mengikuti pelatihan K3 konstruksi bangunan seperti staf HSE dan quality control, meraka yakin bahwa isi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan dengan apa yang sudah dipelajari saat pelatihan tidak berbeda sehingga bisa dikatakan bahwa konsistensinya sudah tepat. Selain itu dengan adanya audit yang dilakukan oleh pusat terkait dengan pemenuhan peraturan perundang - undangan maka bisa dipastikan bahwa dalam penyampaian isi Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan sudah konsisten. Namun
bagi
para
pekerja
yang tidak
mengetahui
isi
dari
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan, peneliti beberapa kali mengikuti SHE talk dan SHE meeting dan saat pertama kali datang juga mendapat SHE induction. Materi K3 yang diberikan sudah konsisten dengan isi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan biarpun tidak semua isi dari peraturan tersebut disampaikan kepada pekerja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Arief (2012) yang menyatakan lemahnya penegakan kebijakan kawasan dilarang merokok yang dibuat pemerintah di lingkungan Kementerian Kesehatan disebabkan belum adanya pedoman pelaksanaan yang dibuat Kementerian Kesehatan yang konsisten dengan peraturan pemerintah di atasnya. Pedoman pelaksanaan merupakan instrumen untuk memperjelas kebijakan di atasnya jika isinya konsisten dengan kebijakan di atasnya. 125
Dalam konteks ini, Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan dapat dilaksanakan oleh kontraktor dengan baik yaitu dengan membuat pedoman pelaksanaan yang disampaikan secara konsisten kepada karyawan kontraktor dan pekerja melalui media pelatihan walaupun pada pekerja tidak secara menyeluruh.
6.3.2
Disposisi
6.3.2.1 Komitmen Komitmen dapat berarti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai - nilai organisasi, dan individu berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut (Meyer dan Allen, 1991). Prilaku komitmen dapat dilihat jika karyawan melakukan hal yang diharapkan, menghormati norma - norma organisasi, serta menuruti peraturan dan ketentuan yang berlaku. Komitmen merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap positif terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan maka implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang serius (Wahyudi, 2011). Komitmen untuk melaksanakan isi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan yang dilakukan oleh para karyawan 126
kontraktor sudah cukup baik. Mereka menyatakan bahwa K3 di proyek sangat penting untuk dilaksanakan. Pelaksanaan pekerjaan tidak akan berjalan dengan baik apabila dari K3 di proyek juga tidak berjalan dengan baik. Audit pemenuhan peraturan perundang - undangan juga dilakukan oleh kontraktor. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Andi (2005), Christina (2012), dan Malik (2013) yang menyatakan bahwa komitmen dari top management berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan kontraktor termasuk diantaranya berkaitan dengan keselamatan kerja. Faktor komitmen dari pihak kontraktor merupakan faktor utama dari budaya keselamatan kerja dimana tanpa dukungan dari pihak kontraktor sangat sulit untuk mencapai keberhasilan dalam menjalankan program keselamatan kerja. Namun sangat disayangkan karena dari pihak pekerja komitmen untuk melaksanakan peraturan K3 masih sangat kurang. Masih banyak pekerja yang menganggap K3 itu tidak begitu penting. Hal tersebut dibuktikan dengan masih adanya pekerja yang tidak mengikuti SHE talk dan pelanggaran K3 lainnya. Menurut teori hirarki kebutuhan Maslow dijelaskan bahwa kebutuhan manusia yang paling dasar adalah kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian , dan tempat tinggal. Dalam aplikasinya kebutuhan ini dipenuhi melalui upah atau gaji yang diberikan perusahaan (Maslow dalam Hidayat, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan Hidayat (2009) menunjukkan bahwa semua responden yang merupakan pekerja konstruksi memprioritaskan kebutuhan fisik sebagai alasan utama bekerja di proyek konstruksi sehingga 127
program - program keselamatan kerja yang diberikan kontraktor bukan merupakan yang utama. Kurangnya komitmen untuk mematuhi semua program K3 salah satunya didasari oleh kesadaran akan biaya - biaya yang akan ditanggung jika tidak bekerja di proyek konstruksi. Disini juga didasari oleh tidak adanya alternatif lain (Meyer dan Allen, 1991). Dengan kata lain pekerja merasa enggan untuk mematuhi semua peraturan K3 yang sudah dibuat oleh perusahaan karena bagi pekerja uang yang didapat dari dia bekerja untuk memenuhi kebutuhan fisiknya lebih penting daripada program K3 yang sudah ditetapkan kontraktor. Selain itu pekerja tidak melihat adanya alternatif untuk bekerja di tempat lain. Maka dari itu banyak pekerja yang komitmennya masih kurang dibuktikan dengan melakukan pelanggaran peraturan K3 seperti tidak datang saat SHE talk dan tidak menggunakan APD saat bekerja.
6.3.2.2 Insentif Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif dapat mempengaruhi tindakan untuk melaksanakan kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau perusahaan. (Edward dalam Agustino, 2006).
128
Insentif merupakan hal yang umum diberikan perusahaan kepada pekerja untuk memotivasi pekerja agar dapat mencapai target atau tujuan yang diharapkan perusahaan dari pekerjanya. Pemberian insentif bertujuan untuk mendorong
semangat
kerja
karyawan,
meningkatkan
produktivitas,
menambah penghasilan pekerja sehingga dapat memenuhi kebutuhannya serta mempertahankan pekerja yang berprestasi (Gorda, 2004). Dalam hal ini insentif yang dimaksud diluar dari pendapatan pokok pekerja dan hanya diberikan berkaitan dengan pelaksanaan K3 di proyek. Insentif dapat dibagi menjadi 2 yaitu insentif positif berupa pemberian bonus atau reward dan insentif negatif berupa sanksi atau punishment. Insentif tidak hanya diberikan untuk pekerja proyek tetapi juga untuk karyawan kontraktor. Pemberian insentif diberikan oleh kantor pusat untuk memotivasi karyawannya di proyek agar terpacu untuk meningkatkan kualitas HSE di proyek tersebut. Penggunaan sistem ranking dimaksudkan agar kantor pusat bisa menilai proyek mana yang kinerja HSEnya terbaik maka itulah yang mendapat reward dari pusat. Kalau untuk pekerja sendiri mereka juga mendapat insentif dari kontraktor. Insentif diberikan untuk pekerja yang memang taat dengan peraturan K3 di perusahaan. Bisa berupa hadiah, kue, atau uang. Pekerja tersebut diberi hadiah pada saat SHE talk di depan teman - teman kerja yang lain untuk memotivasi para pekerja lain agar ke depannya bisa melaksanakan K3 dengan lebih baik.
129
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Hidayat (2009) menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi pekerja konstruksi secara umum pada semua jenis pekerjaan untuk bekerja lebih baik adalah bonus dan upah tambahan. Di lokasi proyek, pemberian reward
berupa kue atau hadiah
dianggap menarik oleh informan pekerja sehingga diharapkan pemberian insentif ini dapat meningkatkan motivasi para pekerja konstruksi yang melihat proses pemberian hadiah tersebut. Kontraktor juga memberikan punishment bagi pekerja yang tidak taat dengan peraturan K3. Paling ringan berupa teguran kemudian diberi surat peringatan dan bila dirasa belum cukup maka pekerja tersebut dapat dikeluarkan. Namun beberapa pekerja menyatakan selama di proyek belum ada yang dikeluarkan. Kalau ada yang melanggar biasanya hanya ditegur saja, malah ada yang membandingkan dengan tempat kerja sebelumnya yang lebih tegas dalam memberikan punishment kepada pekerja. Pelaksanaan punishment yang tidak tegas inilah yang tidak memberikan efek jera kepada pekerja yang suka melanggar peraturan K3. Ketidaktegasan merupakan
bentuk
pihak
kontraktor
kepemimpinan
dalam
transaksional
menjalankan
sanksi
berkarakter
passive
management by exception yaitu pemimpin menghindari konflik dengan bawahan selama tujuan dan sasaran tercapai. Karakter kepemimpinan ini tidak mendorong bawahan untuk bekerja dengan giat. Selama target tercapai dan sistem organisasi berjalan sebagaimana mestinya maka semua orang akan merasa bahagia. Kondisi tersebut membuat kinerja pekerja tidak akan 130
maksimal (Sarros dan Santora dalam Nugroho, 2006). Inilah yang membuat kontraktor merasa enggan untuk menjatuhkan sanksi yang berat kepada pekerja yang melanggar peraturan K3. Bagi kontraktor yang terpenting adalah pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja dapat memberikan hasil yang baik. Hal tersebut sangat disayangkan karena ketegasan dari pihak kontraktor dalam memberikan sanksi kepada pekerja yang melanggar peraturan keselamatan kerja berpengaruh terhadap budaya keselamatan kerja di lokasi proyek. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Andi (2005), Christina (2012), dan Malik (2013) yang menyatakan bahwa peraturan keselamatan kerja yang sudah dibuat perusahaan akan lebih mudah diterapkan jika ada sanksi yang tegas dilakukan
berkenaan dengan pelanggaran
peraturan tersebut. Bila kontraktor tetap tidak tegas dalam menjatuhkan sanksi kepada pekerja yang melanggar peraturan K3 dikhawatirkan ke depannya akan banyak kecelakaan kerja yang terjadi.
6.3.3
Sumber Daya
6.3.3.1 Staf Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari memanfaatkan sumber daya yang ada. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh staf atau pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya (Edward dalam Agustino, 2006). 131
Dalam hal ini kontraktor hanya merekrut mandor atau subkontraktor saja. Perekrutan hanya berdasarkan batasan umur yaitu harus berusia di atas 18 tahun dan rasa percaya kepada subkontraktor atau mandor tanpa menilai langsung kemampuan yang dimiliki oleh pekerja tersebut sehingga justru ada pekerja yang belum kompeten yang dapat bekerja di proyek tersebut. Pekerja itu menganggap nantinya dia akan mengerti dengan sendirinya apa yang harus dilakukan di tempat kerja karena teman - teman pekerjanya akan membantu dan mengajari dia. Khusus untuk operator tower crane dan operator alimak ditambah dengan SIO. Menurut pernyataan Endroyo (2006) bahwa banyak kecelakaan di bidang konstruksi terjadi salah satunya dikarenakan pekerja masih baru dan belum familiar dengan proses maupun alat kerja. Selain itu Riantini (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kesalahan dalam merekrut tenaga kerja dapat menyebabkan tambahan biaya untuk perbaikan karena kesalahan pekerja, tambahan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang terlambat, dan kesalahan dalam pelaksanaan. Dengan kata lain sistem rekrutmen pekerja di lokasi proyek bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Bila kontraktor tidak merubah sistem rekrutmen pekerja lapangan bisa dikhawatirkan ke depannya akan tetap terjadi kecelakaan kerja di proyek - proyek berikutnya. Untuk karyawan kontraktor sendiri biasanya mengambil dari yang berlatar belakang
pendidikan teknik. Selain itu masih ditambah dengan
pelatihan HSE yang wajib diikuti. Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan termasuk materi pelatihan yang harus dipelajari oleh 132
karyawan kontraktor yang bekerja di proyek terutama yang berurusan langsung dengan pekerja, mesin, peralatan, dan bahan yang harus digunakan. Hail ini sejalan dengan pernyataan Mohammed dalam Andi (2005) bahwa pekerja dengan tingkat kompetensi yang baik diharapkan dapat meminimalisi resiko terjadinya kecelakaan kerja. Selain itu menurut hasil penelitian Andi (2005), Christina (2012), dan Malik (2013) menunjukkan bahwa kompetensi pekerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pekerja proyek konstruksi termasuk diantaranya berkaitan dengan budaya keselamatan kerja di lokasi proyek. Permasalahan lain di lapangan yaitu kurangnya personil HSE untuk mengawasi semua pekerjaan karena hanya ada 2 personil HSE untuk setiap gedung padahal ada pekerja sebanyak 152 orang yang harus diawasi. Menurut hasil penelitian Annishia (2011) yang menyatakan bahwa pengawasan sangat diperlukan untuk dapat memastikan pekerja bekerja dengan baik dan merupakan salah satu alat yang paling penting untuk membentuk perilaku aman saat bekerja. Selain itu juga Sanjaya (2012) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa faktor pengawasan memberikan pengaruh terbesar dalam penerapan K3 pada proyek konstruksi setelah faktor manajemen dan faktor pelaksanaan. Kekurangan personil HSE yang terjadi di lokasi proyek membuat fungsi pengawasan terhadap pekerja menjadi tidak optimal sehingga opsi untuk menambah jumlah personil HSE dapat membuat pengawasan terhadap pekerja menjadi lebih baik.
133
6.3.3.2 Informasi Dalam implementasi kebijakan informasi mempunyai dua bentuk yaitu: pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan (Edward dalam Agustino, 2006). Selain itu informasi disini juga dibagi menjadi 2 yaitu untuk pihak pekerja dan pihak kontraktor. Bagi pihak kontraktor informasi dibutuhkan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan program - program K3 di proyek dan apa saja yang harus dibenahi. Laporan kecelakaan menjadi dasar bagi kontraktor untuk menilai kinerja K3. Kontraktor menganggangap bila berdasarkan jumlah, angka kecelakaan tinggi berarti program K3 yang dijalankan tidak berjalan dengan baik. Kalau masih ada kecelakaan berjumlah satu atau dua orang berarti hal itu karena pekerja yang kurang peduli dengan K3. Bisa jadi karena kecerobohannya juga. Bila berdasarkan penyebab, faktor teknis dari mesin dan equipment dianggap merupakan tanggung jawab dari kontraktor tapi bila kecelakaan dikarenakan faktor manusia atau unsafe act berarti kesalahan ada di pihak pekerja. Untuk memantau jalannya program K3 di proyek, kontraktor melakukan dokumentasi kegiatan dan inspeksi dari pusat maupun dari HSE proyek. Dari HSE proyek sendiri juga harus memberikan laporan ke pusat. SHE meeting dan SHE talk dilakukan agar informasi mengenai permasalahan K3 di proyek dari penilaian pekerja dapat diketahui. Hal ini sesuai dengan 134
pendapat Endroyo (2006) bahwa
diperlukan adanya pertemuan untuk
membahas segala hal yang menyangkut pelaksanaan K3 di lokasi proyek sehingga semua informasi dan persoalan dapat diketahui oleh pihak terkait. Dari pihak pekerja, informasi dibutuhkan untuk agar mereka tahu bagaimana K3 yang baik dan benar bisa diterapkan di proyek. Namun sangat disayangkan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan sama sekali tidak diketahui oleh pekerja kecuali pekerja yang berasal dari subkontraktor yaitu operator tower crane dan operator alimak yang mendapatkan informasi mengenai penggunaan mesin yang aman dari subkontraktornya. Menurut Endroyo (2006) disebutkan informasi sangat berperan dalam pencegahan kecelakaan. Lebih lanjut lagi ia menambahkan bahwa informasi tentang keselamatan kerja menyangkut suatu jenis pekerjaan seperti kecelakaan serta penyebabnya dapat ditampung dalam suatu file terbuka sehingga kontraktor serta para pekerja dapat melihat informasi tentang kecelakaan yang terjadi pada pekerjaan yang sejenis. Selanjutnya mereka diharapkan dapat menghindari kecelakaan tersebut. Selain itu juga ditambah dengan hasil penelitian mulyana (2002) yang menjelaskan bahwa informasi kesehatan yang disampaikan dapat mempengaruhi sikap dengan didahului oleh peningkatan aspek kognitif atau pengetahuan walaupun dalam teori perubahan perilaku seseorang yang sudah mempunyai pengetahuan belum tentu akan bertindak sesuai dengan apa yang diketahui tersebut (Notoatmodjo, 2007). 135
Pembekalan K3 yang diberikan kontraktor kepada pekerja hanya diberikan yang umum saja. Semua pekerja disama ratakan. Akan lebih bagus lagi bila pekerja juga dibekali informasi mengenai kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya di proyek.
6.3.3.3 Wewenang Dalam melaksanakan tugasnya pelaksana kebijakan kadang terhambat dengan masalah keterbatasan kewenangan yang dimilikinya. Oleh karena itu sebaiknya pelaksana diberikan kewenangan yang bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas bagi pelaksana dalam melaksanakan dan menegakkan kebijakan yang telah ditetapkan Sebagai penanggung jawab HSE untuk semua proyek, HSE pusat mempunyai wewenang untuk membuat peraturan - peraturan yang harus dipatuhi pekerja maupun karyawan kontraktor agar aturan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan itu dapat terlaksana dengan baik. HSE
pusat
juga
berwenang
untuk
menghentikan
pekerjaan
dan
memberhentikan pekerja apabila saat melakukan inspeksi terlihat pekerja atau pekerjaan yang berpotensi mencelakakan pekerja. HSE proyek juga dapat menghentikan pekerjaan dan memberhentikan pekerja apabila melihat pekerja atau pekerjaan yang berpotensi mencelakakan pekerja. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Endroyo (2007) yang menyatakan bahwa inspeksi keselamatan dari manajemen dapat mengurangi angka kecelakaan. 136
Dari pihak quality control, quality control bertanggung jawab untuk memastikan semua mesin, bahan, dan peralatan sudah memenuhi standar keamanan sebelum digunakan pekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Endroyo (2006) yang menyatakan bahwa komponen material, mesin, dan peralatan yang digunakan dalam proyek konstruksi harus dijamin dalam keadaan baik yang dibuktikan dengan perawatan teratur dan betul - betul dicek dari segi keselamatan pemakaiannya. Quality control juga berwenang menegur pekerja yang terlihat tidak taat dengan peraturan K3 yang sudah dibuat. Apabila material, mesin, dan peralatan tidak diperiksa dengan baik sebelum mulai bekerja dikhawatirkan hal tersebut justru dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Dari
pihak
pekerja
wewenang
mereka
sebenarnya
adalah
mengoperasikan mesin dan peralatan dan juga menggunakan APD sesuai dengan jenis pekerjaannya dengan benar. Tidak hanya itu pekerja juga dapat menegur pekerja yang melakukan pelanggaran K3 namun hal itu tidak dilakukan karena sibuk dengan pekerjaan masing - masing, sungkan, atau memang tidak peduli. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa pekerja tidak menggunakan wewenangnya untuk menegur atau mengingatkan pekerja lain apabila pekerja tersebut tidak mematuhi peraturan K3 yang ada. Pekerja merasa wewenang untuk menegur pekerja atau menghentikan pekerjaan yang berpotensi membahayakan pekerja merupakan wewenang kontraktor semata dan bukan merupakan urusannya. 137
Dalam penelitian Andi (2005), Christina (2012), dan Malik (2013), kewenangan pekerja untuk mengingatkan pekerja lain tentang K3 dimasukkan ke dalam faktor keterlibatan pekerja. Faktor keterlibatan pekerja dalam penelitian tersebut berpengaruh signifikan terhadap kinerja pekerja proyek konstruksi termasuk diantaranya berkaitan dengan budaya keselamatan kerja di lokasi proyek. Pekerja yang salah dalam menggunakan mesin peralatan dan tidak menggunakan APD dengan benar dapat menyebabkan kecelakaan kerja pada dirinya maupun pekerja lain di sekitarnya bila tidak diperingatkan oleh pekerja di sekitarnya yang mengetahuinya.
6.3.3.4 Fasilitas Fasilitas merupakan faktor sumber daya yang penting dalam implementasi kebijakan. Fasilitas merupakan pendukung bagi staf yang kompeten dan mencukupi sehingga pelaksanaan kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik. Fasilitas K3 di proyek menunjukkan bahwa rambu - rambu K3 sudah terpasang, APAR ada di setiap dua lantai dan terisi semua, safety net juga sudah terpasang, dan APD safety belt dan full body harness sudah disediakan kontraktor. Dari segi teknis, semua mesin dan peralatan sudah melalui proses quality control keamanan. Hanya sayangnya untuk penyediaan APD seperti helm dan sepatu dibebankan kepada mandor. Kontraktor hanya bisa menambahkan jumlah helm dan sepatu yang dirasa kurang juga tali helm apabila ada pekerja yang merasa kehilangan tali helm. Namun untuk pekerja 138
yang berasal dari subkontraktor yaitu operator tower crane dan operator alimak karena dianggap jumlahnya sedikit yaitu hanya berjumlah 4 orang untuk operator tower crane dan 4 orang untuk operator alimak maka helm dan sepatu disediakan oleh pihak kontraktor. Piri (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa salah satu alasan pekerja tidak menggunakan APD adalah karena tidak disediakan oleh kontraktor. Lebih lanjut lagi ada hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dan kejadian kecelakaan kerja. Semakin tinggi faktor penggunaan APD maka akan menurunkan faktor kecelakaan kerja pada pekerja kontruksi. Terlihat bahwa satu - satunya kekurangan fasilitas K3 pada proyek tersebut terletak pada pengadaan APD yang wajib dipakai semua pekerja dibebankan kepada mandor pekerja yang bersangkutan.
6.3.3.5 Anggaran Faktor anggaran ditambahkan karena ketersediaan fasilitas dan sosialisasi K3 ke pekerja tak mungkin ada bila tidak ada alokasi anggaran untuk itu. Namun tidak diketahui persis berapa dana yang dianggarkan kontraktor untuk pelaksanaan program HSE di proyek karena sifatnya yang dirahasiakan. Kontraktor hanya menjelaskan bahwa anggaran untuk pelaksanaan K3 untuk setiap proyek sudah disediakan. Anggaran tersebut dipakai untuk pelatihan karyawan PP maupun pekerja, pembuatan rambu rambu, penyediaan APAR dan APD.
139
Dari pihak pekerja malah tidak tahu menahu masalah anggaran. Pekerja menganggap urusan anggaran merupakan urusan mandor dan kontaktor sehingga dianggap tidak penting. Kontraktor tidak menyebutkan mengenai biaya asuransi jaminan tenaga kerja. Bila tidak ada alokasi anggaran untuk asuransi kecelakaan kerja, maka menurut pendapat Endroyo (2006) yang menyatakan bahwa kontraktor telah menyalahi Kepmenaker No.196 / 1999 tentang penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja harian lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu pada sektor jasa kontruksi yang mewajibkan kontraktor mengeluarkan iuran asuransi jaminan kecelakaan kerja bagi pekerja yang besarannya sudah ditetapkan pada peraturan tersebut sesuai dengan besaran nilai proyek.
6.3.4
Struktur Birokrasi
6.3.4.1 Standar Operasional Prosedur SOP merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas. Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat mengoptimalkan waktu yang tersedia (Edward dalam Winarno, 2005). Dari pihak kontraktor, standar operasional prosedur untuk setiap aktivitas sudah dibuat baku dari pusat. Proyek hanya tinggal menjalankan saja. Checklist mesin dan peralatan sudah ada jadwalnya. Pemakaian dan
140
penyimpanan mesin dan peralatan sudah diatur. Format laporan K3 sudah ada. Sosialisasi K3 ke pekerja juga sudah dibuat jadwal kegiatannya. Namun untuk teknis pekerjaannya sendiri masih banyak pekerja yang tidak paham dengan SOP pekerjaannya. Mereka baru kerja bila sudah ada perintah dari mandor. Tidak ada aturan tertulis tentang bagaimana pekerja harus melakukan pekerjaannya. Pekerja hanya mengetahui jam kerjanya dan jadwal SHE talk. Untuk pekerja yang berasal dari subkontraktor yaitu operator tower crane dan operator alimak mereka mengetahui
safety
instruction mengenai mesin yang mereka operasikan dari subkontraktornya. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa pusat sudah membuat SOP dan sudah diterapkan dengan baik terhadap karyawan kontraktor namun untuk pekerja sepertinya masih banyak SOP untuk pelaksanaan pekerjaan yang belum disosialisasikan kepada pekerja. Padahal menurut hasil penelitian Andi (2005), Christina (2012), dan Malik (2013) menyatakan bahwa faktor prosedur K3 berpengaruh signifikan terhadap kinerja pekerja proyek konstruksi termasuk diantaranya berkaitan dengan budaya keselamatan kerja di lokasi proyek. Selain itu juga diperkuat oleh pendapat Brahmasari (2009) yang menyatakan bahwa prosedur diperlukan untuk memberikan bimbingan bagi pekerja dalam menciptakan tata tertib yang baik di tempat kerja. Perusahaan akan sulit mencapai tujuannya jika pekerjanya tidak mengikuti prosedur dan peraturan yang dibuat perusahaan tersebut. Dengan mensosialisasikan semua SOP yang sudah dibuat kontraktor maka akan memudahkan pekerja untuk melaksanakan SOP tersebut dengan 141
baik karena pekerja merasa terlindungi dengan adanya SOP tersebut. Selain itu SOP juga membantu mengarahkan pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dengan begitu salah satu tujuan perusahaan yaitu menciptakan tempat kerja yang bebas dari kecelakaan kerja bisa diwujudkan.
6.3.4.2 Fragmentasi Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi. Pada umumnya, semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, semakin berkurang kemungkinan keberhasilan program atau kebijakan (Edward dalam Winarno, 2005). Penyebaran tanggung jawab dalam pelaksanaan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan tidak terlalu rumit. Dengan ruang lingkup yang lebih luas, HSE pusat bertanggung jawab terhadap kegiatan HSE di semua proyek sedangkan HSE proyek hanya bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan HSE di proyeknya saja. Dilihat dari struktur organisasi di lingkungan proyek, HSE proyek dalam kegiatannya bekerja sama dengan dengan quality control. Quality control bertanggung jawab terhadap keamanan mesin, bahan, dan peralatan sebelum dipakai oleh pekerja. Namun tanggung jawab pelaksanaan K3 tetap merupakan merupakan tanggung jawab HSE. Dilihat dari struktur P2K3L (Panitia Pembina K3 dan Lingkungan) HSE proyek berada di posisi yang penting dimana semua karyawan kontraktor 142
dan pekerja proyek berada di bawahnya. Artinya HSE proyek bertanggung jawab penuh terhadap semua pelaksanaan program K3 di proyek dan semua karyawan kontraktor dan pekerja proyek wajib untuk mematuhinya. Pekerja dibagi menurut jenis pekerjaannya. House keeping yang bertanggung jawab terhadap kebersihan dan kerapihan merupakan pekerja harian yang langsung dibawah oleh kontraktor sehingga tanggung jawabnya langsung terhadap tim HSE proyek. Pekerja lainnya merupakan pekerja subkontraktor sehingga mereka berada di bawah pimpinan mandor atau subkontraktornya. Namun sesuai dengan kesepakatan kerja dan pembuatan unit K3 di proyek yaitu P2K3L (Panitia Pembina K3 dan Lingkungan) maka mereka juga wajib mentaati semua peraturan K3 yang sudah dibuat kontraktor sehingga mereka langsung berada di bawah tanggung jawab tim HSE proyek. Semua pekerja menyadari bahwa posisi HSE proyek di lingkungan proyek begitu penting dan mereka juga mengetahui tanggung jawab pekerja yang berbeda subkontraktor atau mandor lain bahwa untuk masalah K3 semua pekerja tanggung jawabnya langsung kepada pihak HSE. Dengan melihat struktur birokrasinya dapat terlihat pula pola komunikasinya. Pola komunikasi ini dinamakan pola komunikasi vertikal. Pola komunikasi ini digunakan pimpinan untuk berkomunikasi dengan bawahannya untuk menentukan tujuan, menginstruksikan pekerjaan, dan menginformasikan peraturan dan prosedur. (Robbins dalam Brahmasari, 2009). Karena semua pekerja berada di bawah satu pimpinan yaitu tim HSE
143
proyek terkait dengan pelaksanaan K3 maka kesimpangsiuran semua informasi terkait dengan pelaksanaan K3 yang diterima pekerja tidak terjadi. Melihat hal tersebut dapat dikatakan bahwa penyebaran tanggung jawab pelaksanaan kegiatan K3 hampir tidak ada karena hanya pihak HSE yang memimpin langsung semua kegiatan pelaksanaan K3 di proyek. Oleh karena
itu
maka
kemungkinan
keberhasilan
pelaksanaan
kebijakan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan juga semakin besar.
144
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 1. Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan sebagian tidak diimplementasikan sesuai dengan peraturan yang ada. Sebagian sudah diimplementasikan dengan baik dan sebagian lainnya tidak diimplementasikan. Bab yang tidak diimplementasikan karena tidak membutuhkan proses pekerjaannya di proyek adalah : konstruksi bawah tanah, penggalian, memancang, dan pembongkaran. Sedangkan bab yang implementasinya di proyek tidak dilakukan sesuai dengan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan atau dengan kata lain terjadi pelanggaran yaitu adalah : tempat kerja dan alat kerja, alat angkat, pekerjaan beton, dan alat pelindung diri.
2. Proses komunikasi terkait pelaksanaan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan yang dilakukan kontraktor kepada karyawannya sudah dilaksanakan melalui pelatihan. Lalu pada pekerja subkontraktor materi K3 diberikan melalui kegiatan SHE talk, SHE meeting, dan pelatihan K3 namun materi yang disampaikan belum memberikan informasi yang menyeluruh sesuai dengan kebijakan Permenakertrans No.1 /
145
1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan. Materi yang disampaikan tidak spesifik ditujukan kepada pekerja sesuai dengan jenis pekerjaannya.
3. Komitmen pekerja untuk
menaati
semua
peraturan K3 termasuk
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan masih kurang dibuktikan dengan pelanggaran - pelanggaran peraturan K3 di lokasi proyek.
4. Gambaran pemberian insentif dari pihak kontraktor yaitu insentif diberikan kepada proyek yang menurut penilaian HSE pusat sudah melaksanakan program - program K3 dengan nilai terbaik. Lalu dari pihak pekerja insentif diberikan kontraktor kepada pekerja yang menurut penilaian kontraktor melaksanakan semua peraturan K3 dengan baik. Pemberian insentif dilakukan di depan pekerja untuk memotivasi pekerja agar selalu mematuhi peraturan K3. Sanksi juga sudah dibuat kontraktor dengan tujuan supaya pekerja takut untuk melanggar peraturan K3 namun pemberian sanksi yang tidak tegas kepada pekerja membuat pekerja mengulangi prilaku untuk melanggar peraturan K3.
5. Gambaran sumber daya manusia dilihat dari pihak kontraktor, karyawan kontraktor diwajibkan mengikuti pelatihan K3 konstruksi sebelum ditempatkan di lokasi proyek. Namun dari sisi pekerja sumber dayanya terlihat kurang yaitu sistem rekrutmen pekerja yang lemah dalam menjaring 146
pekerja - pekerja yang kompeten karena hanya berdasarkan umur dan rasa percaya kepada mandor atau subkontraktor sedangkan dari sisi kontraktor yaitu jumlah personil HSE yang dirasa masih kurang untuk mengawasi semua pekerja.
6. Pekerja tidak mau menggunakan wewenangnya untuk menegur rekan kerjanya yang tidak melaksanakan peraturan K3 dengan baik karena alasan segan dan tidak peduli.
7. Laporan kecelakaan menjadi dasar bagi pihak kontraktor untuk menilai apakah program K3 di proyek sudah dilaksanakan sepenuhnya dengan baik atau belum. Faktor kesalahan manusia yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yang terjadi menjadi dalil bagi pihak kontraktor bahwa mereka telah melaksanakan semua regulasi pemerintah terkait K3 dengan baik karena dari segi teknis peralatan semuanya sudah terpenuhi walaupun tidak semua mesin dan peralatan yang ada di Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan dibutuhkan di lokasi proyek.
8. Pekerja merasa informasi yang berkaitan dengan cara kerja dan penggunaan mesin yang aman belum disampaikan oleh pihak HSE.
9. Fasilitas mesin dan peralatan di lokasi proyek sudah memenuhi syarat yang ditentukan dalam Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi 147
bangunan. Namun untuk APD, kontraktor membebankannya kepada pihak mandor atau subkontraktor.
10. Struktur birokrasi yang menyangkut pelaksanaan K3 belum dilakukan secara menyeluruh. Tidak semua pekerja memahami SOP yang ada dalam pekerjaannya. Hanya pekerja dari subkontraktor yaitu operator tower crane dan operator alimak yang memahami SOP dalam pekerjaannya.
11. Penyebaran tanggung jawab program kegiatan K3 tidak rumit karena merupakan tanggung jawab staf HSE dan semua pekerja mengetahuinya.
7.2
Saran 1. Untuk HSE proyek : a.
Melakukan perbaikan komunikasi karena mengingat jenis pekerjaan yang berbeda - beda yang dilakukan oleh pekerja tertentu. Pekerja bisa dibagi menurut jenis pekerjaannya lalu diberikan pelatihan dan penyuluhan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Setelah diberikan pelatihan dan penyuluhan kemudian dilakukan evaluasi untuk menilai apakah pekerja sudah memahami materi yang diberikan atau belum.
148
b.
Saat memberikan materi K3 pada waktu SHE talk, tidak cukup hanya melalui pengeras suara saja tetapi juga bisa menampilkan video. Namun mengingat SHE talk dilakukan di gedung proyek yang belum dipasang instalasi listrik maka cukup ditambahkan dengan gambar atau foto supaya pekerja lebih tertarik mengikuti SHE talk dan lebih mudah memahami materi K3 yang diberikan.
c.
Penegakan sanksi lebih dipertegas. Peraturan sudah dibuat bahwa pekerja bisa dikeluarkan apabila terus menerus tidak mematuhi peraturan K3 yang sudah dibuat oleh kontraktor. Namun dalam kenyataannya pekerja hanya ditegur saja apabila ketahuan melanggar peraturan K3 di proyek tanpa sekalipun ada pekerja yang dikeluarkan. Penerapan denda bisa diperlakukan sehingga pekerja akan takut untuk melanggar peraturan K3.
d.
Memberikan motivasi dan pemahaman kepada pekerja bahwa sesama pekerja harus saling mengingatkan untuk bisa selalu menegakkan peraturan K3 yang ada. Sifat masa bodoh atau tidak peduli kepada pekerja lain yang berbeda mandor atau subkontraktor sebisa mungkin dihilangkan.
e.
Mensosialisasikan SOP yang sudah dibuat oleh pusat dengan segera kepada pekerja yang bersangkutan sehingga tidak ada lagi pekerja yang 149
bingung dengan pekerjaannya di proyek. Kalau perlu dibuat buku pedoman untuk setiap pekerjaan dan dibagikan kepada setiap pekerja sesuai dengan jenis pekerjaannya.
2. Untuk HSE pusat : a.
Memperbaiki sistem rekrutmen pekerja sehingga tidak ada lagi pekerja yang tidak kompeten dapat bekerja di proyek atau kalau memang ingin dipekerjakan bisa diberikan pelatihan dahulu kepadanya supaya ketika akan bekerja dia sudah memahami apa yang harus dilakukannya ketika bekerja di proyek.
b.
Menambah jumlah personil HSE di lokasi proyek sehingga jumlah pekerja yang dapat diawasi ketika bekerja juga bertambah.
3. Untuk pekerja konstruksi : a. Tidak perlu ragu untuk menanyakan kepada staf HSE mengenai resiko kecelakaan yang mungkin terjadi dalam pekerjaannya saat dilakukan SHE talk atau saat sedang bekerja dan ada staf HSE di dekatnya.
150
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2006. Politik & Kebijakan Publik. AIPI Bandung : Bandung
Andi, Ratna S. Alifen, dan Aditya Chandra. 2005. Model Persamaan struktural Pengaruh Budaya Keselamatan Kerja pada Prilaku Pekerja di Proyek Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil Vol. 12 No. 3 : 127 - 136
Annishia, Fristi Bellia. 2011. Analisis Prilaku Tidak Aman Pekerja Konstruksi PT.Pembangunan Perumahan di Proyek Pembangunan Tiffany Aparment Jakarta Selatan Tahun 2011. Skripsi. FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Anshori, Yuli Tirtariandi, Enceng dan Ayi Karyana. 2012. Kebijakan Publik yang Partisipatif dan Komunikatif. Jurnal Kebijakan Publik Vol. 3 No. 2 : 131 - 141
Arief, Mustafa. 2012. Implementasi Kebijakan Larangan Merokok Pada Kantor Kementerian Kesehatan Tahun 2012. Tesis. Pascasarjana UI
Brahmasari, Ida Ayu dan Peniel Siregar. 2009. Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Situasional, dan Pola Komunikasi terhadap Disiplin Kerja dan Kinerja Karyawan pada PT Central Proteinaprima tbk. Jurnal Aplikasi Manajemen Vol. 7 No. 1 : 238 - 250
Christina, Wieke Yuni, Lutfi Djakfar dan Armanu Thoyib. 2012. Pengaruh Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Proyek konstruksi. Jurnal Rekayasa Sipil Vol. 6 No. 1 : 83 - 95
151
Detik
finance. 2012. Angka Kecelakaan Kerja di RI Masih Tinggi. http://finance.detik.com/read/2012/10/16/120952/2063698/4/angka-kecelakaankerja-di-ri-masih-tinggi. Diupload 16 Oktober 2012
Endroyo, Bambang. 2006. Peranan Manajemen Dalam Pencegahan Kecelakaan Kerja Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 1 : 8 - 15
Endroyo, Bambang dan Tugino. 2007. Analisis Faktor - Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan Vol. 9 No. 1 : 21 - 31
Ervianto, Wulfram. 2007. Manajemen Proyek Konstruksi. Penerbit Andi : Jakarta
Gorda, IGN. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Singaraja : Bali
STIE Satya Dharma
Hadi, M., Sujianto dan Chalid Sahuri. 2012. Implementasi Program Penyediaan Air Bersih di Daerah Perkotaan. Jurnal Kebijakan Publik Vol. 3 No. 2 : 119 - 123
Hidayat, Felix. 2009. Motivasi Pekerja Pada Proyek Konstruksi di Kota Bandung. Media Teknik Sipil Vol. 9 No. 1 : 57 - 70
ILO. 2012. Hari Keselamatan dan Kesehatan se-Dunia: Mencegah kecelakaan kerja melalui pelaksanaan manajemen risiko K3. http://www.ilo.org/jakarta/info/public/pr/WCMS_155174/lang--en/index.htm. Diakses pada 20 Juli 2012
152
ILO. 2007. ILO Profile. http:/www.ilo.org. Diakses pada 20 Juli 2012
Indriarti, Diar Wahyu. 2003. Analisis Implementasi Kebijakan Perjan di RS Fatmawati. Tesis. Pascasarjana UI
Industri bisnis, 2013. Kecelakaan Konstruksi: Di Indonesia 7 Orang Meninggal per Hari.http://industri.bisnis.com/read/20130208/45/135521/kecelakaankonstruksi-di-indonesia-7-orang-meninggal-per-hari. Diupload pada 8 Februari 2013.
IOSH. 2007. Materi Pelajaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tenaga Kerja Asing Bidang Kontruksi. http://www.iosh.gov.tw. Diakses pada 2 Agustus 2012
Irwan. 2009. Analisis Implementasi Kebijakan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009 .Tesis. Pascasarjana UI
Islamy, M. Irfan. 1997. Prinsip - Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Bumi Aksara : Jakarta
Malik, Anhar Januar. 2013. Pengaruh Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Proyek Konstruksi pada PT Pembangunan Perumahan di Makasar. Skripsi. FEB Universitas Hassanudin
Massie, Roy GA. 2009. Kebijakan Kesehatan : Proses, Implementasi, Analisis, dan Penelitian. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 12 No. 4 : 409 - 417
153
Maulana, Faqih Andy. 2010. Studi Kasus Implementasi Program Keselamatan Kerja Pada Perusahaan Jasa Kontraktor Konstruksi di Surakarta. Skripsi. Fakultas Teknik UNS
Meyer, J. P. & Allen, N. J. 1991. Commitment in the workplace theory research and application. Sage Publications : California
Modjo, Robiana. 2009. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Siapa Peduli ?. http://staff.ui.ac.id/internal/132096019/publikasi/artikelk3siapaperdulirobiana modjo.pdf. Diakses pada 2 Agustus 2012
Mulyana, Dadan. 2002. Pengaruh Terpaan Informasi Kesehatan di Televisi Terhadap Sikap Hidup Sehat Keluarga. Mediator Vol. 3 No. 2 : 309 - 322
Nasir, Rahmat Yuliadi. 2012. Perlunya Budaya K3 Untuk Menekan Angka Kecelakaan Kerja. http://jakarta.kompasiana.com/layanan-publik/2012/05/09/ perlunya-budaya-k3-untuk-menekan-angka-kecelakaan-kerja/. Diupload pada 9 Mei 2012. Diakses pada 21 Juli 2012.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta : Jakarta
Nugroho, Riant. 2008. Public Policy : Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan, Manajemen Kebijakan. Elex Media Komputindo : Jakarta
Nugroho, Rakhmat. 2006. Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan. Tesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro
154
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.1 / 1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan
Pikiran Rakyat. 2012. Jumlah Kecelakaan Kerja Masih Tinggi. http://www.pikiranrakyat.com/node/179939. Diupload pada Kamis, 8 Maret 2012. Diakses pada 21 Juli 2012
Piri, Sovian. 2012. Pengaruh Kesehatan, Pelatihan, dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Terhadap Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Konstruksi di Kota Tomohon. Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol. 2 No. 4 : 219 - 231
Poskota. 2010. Kecelakaan Kerja Jasa Konstruksi Tinggi. http://poskota.co.id/beritaterkini/2010/04/23/kecelakaan-kerja-jasa-konstruksi-tinggi. Diupload pada Jumat, 23 April 2010. Diakses pada 21 Juli 2012
Prastowo, Andi. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Cet.II. Ar - Ruzz Media : Yogyakarta
Purmitasari, Armey Yudha. 2011. Implementasi Kebijakan Program Jampersal di Kab. Lebak Provinsi Banten. Tesis. Pascasarjana UI
Riantini, Leni Sagita, Bambang Trigunarsyah, Ismeth Abidin dan Yusuf Latief. 2005. Penentuan Peringkat Faktor Resiko dalam Rekrutmen Tenaga Kerja yang Mempengaruhi Biaya Tenaga Kerja pada Proyek. Jurnal Teknik Sipil Vol. 12 No. 3 : 177 - 184
155
Sahuri, Chalid, Sofia Achnes, Dadang Mashur dan Zulkarnaini. 2012. Implementasi PNPM Mandiri Dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal Kebijakan Publik Vol. 3 No. 2 : 83 - 89
Sanjaya, Putu Indra, Ida Ayu Rai Widhiawati dan Ariany Frederika. 2012. Analisis Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi Gedung di Kabupaten Klungkung dan Karangasem. Jurnal Ilmiah Elektronik Infrastruktur Teknik Sipil Vol. 8 : 1 - 9
SK Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No.45 / 2008 Tentang Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bekerja Pada Ketinggian Dengan Menggunakan Akses Tali
Sucita, I Ketut dan Agung Budi Broto. 2011. Identifikasi dan Penanganan Resiko K3 pada Proyek Gedung. Studi Kasus : Proyek Gedung Centro City Residences. Poli Teknologi Vol. 10 No. 1 : 83 - 92
Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Sagung Seto : Jakarta
Susilawaty, Susy. 2007. Analisis Kebijakan Publik Bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Kota Tasikmalaya. Tesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro
Undang - Undang No.12 / 2011 Tentang Pembentukan Perundang - undangan
Undang - Undang No.13 / 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Undang - Undang No.18 / 1999 Tentang Jasa Konstruksi 156
Wahyudi, Anwar. 2011. Evaluasi Implementasi Permenkes Nomor HK 02.02/menkes/068/I/2010 Tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di RS Pemerintah. Tesis. Pascasarjana UI
Wibawa, S. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Rajawali Press : Jakarta
Winarno, Budi. 2005. Teori & Proses Kebijakan Publik. Media Pressindo : Yogyakarta
Wisakti, Daru. 2008. Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa di Wilayah Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan. Tesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro
Yulisetianingtyas, Bintang. 2008. Evaluasi Pelaksanaan Program Transmigrasi Melalui Model Kerjasama Antar Daerah. Tesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro
Zaeny, Akhmad. 2006. Implementasi Kebijakan Program Keluarga Berencana di Kabupaten Batang Studi Kasus Peningkatan Kesertaan KB Pria di Kecamatan Gringsing. Tesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro
157
LAMPIRAN I
(p0 \/ CONSTRUCI'ION
&
PT,PP
(PTRSER') rBK
DIVISI OPERASI II JL. TB Simatupang No.57 Pasar Rebo-Jakaria 13760
INVESTMENT
Tel : (021) 8403922 Fax : (021) 8403928 Ptpp'
[email protected]
No.: 00I/EXT/PP/DVO.\I / 2013
Jakarta,,
22
Januari 2013
Kepada Yth, Pembantu Dekan
BidangAkademik Universitas Islam Negeri Jakarta Jl. Kertamukti No. 5 Pisangan Ciputat 15419
Perihal : Persetuiuan Izin Penelitian_Skripsi
Dengan hormat,
:
Un.01/F10/KI\,{.00.1/1212013, tertanggal seperti tersebut diatas, maka dengan ini kami beritahukan bahwa :
Menunjuk surat Bapak, nomor
No. I
Nama Siswa Rizqy Umggul Permadi
3 Januari 2013, perihal
No. Induk Mahasiswa
Frogram Studi
108101 00001 8
Keseharan Masyarakat
Kami setujui permohonan Bapak untuk melaksanakanlzin Penelitian Skripsi di PT. PP @ersero) Tbk Cabang III Proyek Pembangunan Bloomington Tower yang berkedudukan di Kemang Jakarta Selatan, pertanggal 23Januari2013 sld 23Februari2013. Untuk keperluan tersebut diatas kami mohon agar mahasiswa yang bersangkutan dapat menghadap Bapak Ir. Didik Iswanto / Project Manager. Demikian kami sampaikan agar menjadi maklum, terima kasih.
FT.Pembangunan.?erumahan (Persero) Tbk
,."tnf*fqrrasi II
Dewa Putu Oka
"":
PM Proyek Ybs
* r"Ru&GAM
Mahasiswa Ybs Arsip
-,
\
)
Pondasi tidak ada keretakan
Seling hoist layak pakai
Pen jieb bawah sesuai stadart
Sanbungan antar section sesuai standart
Seling trolly layak pakai
Swivel baji aman
Pen slewing sesuai standart
Pen jieb atas sesuai stadart
Limit moment berfungsi (3,5 T-R55m)
CEK LIST HARIAN TOWER CRANE 1 ( SATU ) Nama Pemeriksa :
Lokasi TC
:
No Gedung :
Pemakai
: PT. PP ( Persero ) Tbk
No Seri
:
Jenis TC
Proyek
:
Pembuat
: France
Tahun Pembuatan :
Nama Operator :
Ketinggian
:
Jenis dan Jumlah Section :
Tgl Erection :
Kapasitas :
2,6
Beban maksimum
: 2, 4
Ton
Pengecekan Terakhir
:
Tgl:
Tgl:
:
Pengecekan Hari ini :
Ton
HASIL PEMERIKSAAN YANG DIPERIKSA
NO
Yang Dikerjakan
I
YA
Tgl: TDK
YA
TDK
YA
Tgl: TDK
YA
TDK
YA
TROLLEY A Limit Switch Maju Mundur
Cek
B Kondisi Wire Rope
Cek
II
WINCH A Kondisi Wire Rope dan Gulungannya
III
Cek
SLEWING
A Kekencangan V-Belt
Cek
B Baut Mur
Cek
C Grease Slewing Gear
Laksanakan
IV PULLEY A Grease Pulley
Laksanakan
V POWER SUPPLY A Kondisi Panel Box
Cek
B Kondisi Kabel Power
Cek
C Kondisi Remote Control
Cek
VI MAST SECTION A Kondisi Pin + Spie Pen
Cek
B Kondisi kekencangan Baut Mur
Cek
VII LADDER / TANGGA A Bersih dari Olie / Grease
Laksanakan
TANDA TANGAN 1 Operator 2 Kepala Peralatan 3 SOM Catatan : Beri Tanda
pada hasil pemeriksaan YA atau TIDAK
Keterangan
Tgl:
Tgl: TDK
YA
Tgl: TDK
YA
Jika hasil pemeriksaan indikasinya TDK
TIDAK beri alasan
PT. Pembangunan Perumahan ( Persero) Tbk. DVO II
ALIMAK 1 (SATU)
CEK LIST HARIAN
PASSANGER HOIST
BULAN :…………………………………….
Nama Pemeriksa
: PT. CAHAYA INDOTAMA
Lokasi PH
:
BASEMENT
Gedung
Pemakai
: PT. PP ( Persero ) Tbk.
No. seri
:
9016730000
Tahun Pembuatan :
Proyek
: TOWER BLOOMINGTON
Pembuat
:
SWEEDEN
Nama Operator
:
Ketinggian
:
METER
Jenis dan Jumlah Section
:
Tanggal erection
:
Kapasitas Penumpang
:
15 Orang
Pengecekan terakhir
:
Beban Maksimum
:
2 Ton
NO
SECTION
YANG DIPERIKSA
YANG DIKERJAKAN
Tgl: YA
Tgl: TDK YA
Tgl: TDK YA
1 2 3 4 5 6
Matikan saklar utama Tutup pintunya Matikan limit switch 3 phase dalam keranjang posisikan handle pada posisi mati dengan menekan Lepas handle pengontrol apakah lift dapat berhenti Jika bekerja dilantai teratas, coba operasikan lift
HASIL PEMERIKSAAN Tgl: Tgl: TDK YA TDK YA
Cek Cek Cek Cek Cek Cek
dilantai atasnya lagi
CABIN OPERATOR
B 1 2 3 4 5 6
Intruksi Safety dan diagram beban Periksa kebocoran Fungsi rem (brake ) pada motor, ketebalan friction block Check limit switch pintu Posisikan cam on guide rail mast dengan benar Check kondisi kabel,drum dan pengamanya
Baut-baut pada mast section Baut pada pengikat section kegedung 7 Kekencangan baut pada rack Baut dynabolt pada Railling setiap lantai 8 Bemper bawah ( per / ban bekas ) 9 engsel pada pintu / jembatan
2008
Pengecekan hari : ini
CONTROL PANEL
A
:
Cek Cek Cek Cek Cek Cek Cek Cek Cek Cek Cek Cek TANDA TANGAN
Tgl: TDK YA
Tgl: TDK YA
TDK
Keterangan Jika hasil pemeriksaan indikasinya TIDAK beri alasan
1
Operator
2
Koordinator Peralatan
3
Site Engineering Manager ( SEM )
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO BULAN : Diajukan Oleh
Konfirmasi
Disyahkan Oleh
SHE O
CM
PM
LOKASI : Kantor PENANGGUNG JAWAB STATUS/TANGGAL REVIEW
Assesment Resiko yang dapat timbul NO
B 35
KEGIATAN KERJA
Pekerjaan Struktur : Mobilisasi Alat Berat Pancang
POTENSI BAHAYA
Penurunan Tiang Pancang
Pemasangan Pancang
C
A
TOTAL S+(P+D)/2-C-A
5 5
1 3
1 5
5 3
3 3
Signifikan Legal (Y / N)
(Y / N)
-2 3
N Y
N Y
LEVEL
Low Low
REKOMENDASI
Kurang koordinasi
Terjepit
Tidak ada koordinasi saat mengangkat material Pengaman kerja tidak lengkap
5
3
5
5
5
-1
N
N
Low
3,4,5
5
3
5
3
5
1
Y
Y
High
3,4,5
Tidak ada rambu-rambu peringatan Kondisi tanah labil
3
3
3
3
3
0
N
Y
Low
3,4,5
3
3
3
3
3
0
N
Y
Low
Crane Service Amblas
Kondisi tanah labil
Terjepit
High
Low
3,4 3,4,5
4
5
1
1
5
3
-2
N
N
Tidak ada koordinasi saat mengangkat material
5
3
5
5
5
-1
N
N
Low
3,4,5
Tergores Tersengat Listrik
Pengaman kerja tidak lengkap Kabel bor terkelupas atau putus
5
3
5
3
5
1
Y
Y
1
3
3
3
1
Y
N
High High
3,4,5
5
Radiasi Pengelasan
APD kurang lengkap Tidak memakai masker pada saat pengelasan
Crane amblas
Kondisi tanah labil
Sling crane putus
Tidak ada perawatan rutin
Terjepit tiang pancang Tangan Tergores
Tidak ada proteksi pemotongan tiang pancang yang salah
Sesak napas
38
D
Tertabrak
Sesak nafas
37
P
Kondisi tanah labil
Terperosok
Install Alat Berat Pancang
S
Crane Service Amblas
Tergores
36
PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
Crane amblas
Debu serpihan tiang pancang terhirup hidung
Tidak ada perawatan rutin
Terjepit tiang pancang
Tidak ada proteksi
Tangan Tergores
pemotongan tiang pancang yang salah Page 1 of 8
1
Low 3
3
3
3
3
0
N
N
3
3
3
3
3
0
N
N
3
3
5
3
5
-1
N
N
5 Low
5
3
5
3
5
1
Y
Y
5
3
3
3
3
2
Y
Y
1
3
3
3
3
-2
N
N
1
3
3
3
3
-2
N
N
3
3
5
3
5
-1
N
N
5
3
5
3
5
1
Y
Y
5 Low High High Low
2,3,4 1 2,3,4 3,4,5
Low 5 Low
Kondisi tanah labil
Sling crane putus
3,4
2,3,4 High
1
High 5
3
3
3
3
2
Y
Y
2,3,4 Low
1
3
3
3
3
-2
N
N
3,4,5
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO BULAN :
38
Diajukan Oleh
Konfirmasi
Disyahkan Oleh
SHE O
CM
PM
Pemasangan Pancang
LOKASI : Kantor PENANGGUNG JAWAB STATUS/TANGGAL REVIEW
Assesment Resiko yang dapat timbul NO
KEGIATAN KERJA
POTENSI BAHAYA
Sesak napas
39
40
41
42
Pekerjaan Bobok Tiang Pancang
Pekerjaan Galian Pile Cap
Pekerjaan Dinding Pile Cap
Pekerjaan Anti Rayap pile cap
PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
Debu serpihan tiang pancang terhirup hidung
S
P
D
C
A
TOTAL S+(P+D)/2-C-A
1
3
3
3
3
Signifikan Legal (Y / N)
(Y / N)
-2
N
N
LEVEL
REKOMENDASI
Low 5
Luka memar
Terpental material saat membobok karena posisi yang salah pada saat melakukan pembobokan
3
3
5
3
3
1
Y
Y
High
4,5
Tangan lecet Tangan terpukul
Tidak memakai sarung tangan Tidak ada koordinasi
1 5
3 3
5 5
3 3
3 3
-1 3
N Y
Y Y
Low High
5 3,5
Longsor
Kondisi tanah labil
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,4
Terpeleset
Area kerja licin
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,4
Kaki kejatuhan material
Tidak ada koordinasi
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,5
Kaki terkena ujung besi Luka sayat Tersengat Listrik
Potongan ujung yang runcing Terkena cangkul Sambungan kabel tidak diisolasi
3 5 5
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
0 2 2
N Y Y
Y Y Y
Low High High
1,5 2 2,5
Kabel tergenang air
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
2,5
Tangan terjepit
Lengah dan tidak fokos bekerja
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,4
Longsor
Kondisi tanah labil
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,4
Tersengat Listrik
Sambungan kabel tidak diisolasi
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
2,5
Kabel tergenang air
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
2,5
Keracunan
Lengah dan tidak fokos bekerja
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,4
Sesak nafas
menghirup obat anti rayap
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,5
Iritasi
Kulit sensitif
1
3
3
3
3
-2
N
Y
Low
1,5
Terperosok
Kondisi tanah labil
1
3
3
3
3
-2
N
Y
Low
2
43
Pembesian Pile Cap
Tangan terjepit
Lengah dan tidak fokos bekerja
3
3
3
3
3
0
N
Y
Low
1,4
44
Pengecoran Pile Cap
Terperosok Tangan terjepit
Kondisi tanah labil Lengah dan tidak fokos bekerja
1 3
3 3
3 3
3 3
3 3
-2 0
N N
Y Y
Low Low
2 1,4
Tersengat listrik
Sambungan kabel vibrator terkelupas
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
2,5
Page 2 of 8
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO BULAN : Diajukan Oleh
Konfirmasi
Disyahkan Oleh
SHE O
CM
PM
LOKASI : Kantor PENANGGUNG JAWAB STATUS/TANGGAL REVIEW
Assesment Resiko yang dapat timbul NO
45
46
KEGIATAN KERJA
Pekerjaan Galian Slub
Pekerjaan Anti Rayap slub
POTENSI BAHAYA
PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
S
P
D
C
A
TOTAL S+(P+D)/2-C-A
Signifikan Legal (Y / N)
(Y / N)
LEVEL
REKOMENDASI
Mata Iritasi
Terkena cipratan mortar
1
3
3
3
3
-2
N
Y
Low
1,5
Tangan terjepit
Lengah dan tidak fokos bekerja
3
3
3
3
3
0
N
Y
Low
1,4
Longsor
Kondisi tanah labil
3
3
3
3
3
0
N
Y
Low
1,4
Terperosok
Kondisi tanah labil
1
3
3
3
3
-2
N
Y
Low
2
Keracunan
Lengah dan tidak fokos bekerja
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,4
Sesak nafas
menghirup obat anti rayap
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,5
Iritasi
Kulit sensitif
3
3
3
3
3
0
N
Y
Low
1,5
Terperosok
Kondisi tanah labil
1
3
3
3
3
-2
N
Y
Low
2
47
Pembesian Slub
Tangan terjepit
Lengah dan tidak fokos bekerja
3
3
3
3
3
0
N
Y
Low
1,4
48
Pengecoran Slub
Luka Tergores Tangan terjepit
Tersandung besi Lengah dan tidak fokos bekerja
3 3
3 3
3 3
3 3
3 3
0 0
N N
Y Y
Low Low
1,5 1,4
Tersengat listrik
Sambungan kabel vibrator terkelupas Terkena cipratan mortar Kurang koordinasi Tidak ada koordinasi saat mengangkat material Pengaman kerja tidak lengkap
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
2,5
3 5 5
3 3 3
3 1 1
3 3 5
3 3 5
0 1 -3
N Y N
Y Y N
Low High Low
1,5 3,4,5 3,4,5
5
3
1
3
5
-1
N
Y
Low
3,4,5
Tidak ada rambu-rambu peringatan Kondisi tanah labil Tidak ada perawatan rutin Tidak ada proteksi kurang koordinasi Debu serpihan precast terhirup hidung Tidak ada perawatan rutin Tidak ada proteksi pemotongan tiang pancang yang salah Debu serpihan tiang pancang terhirup hidung Kurang koordinasi, tidak ada pengecekan material Kurang koordinasi
3
3
1
3
3
-1
N
Y
Low
3,4,5
3 5 5 3
3 3 3 3
1 5 3 3
3 3 3 3
3 5 3 3
-1 1 2 0
N Y Y N
Y Y Y N
3,4 1 2,3,4 3,4,5
1
3
3
3
3
-2
N
N
Low High High Low Low
5 5
3 3
5 3
3 3
5 3
1 2
Y Y
Y Y
1 2,3,4
3
3
3
3
3
0
N
N
High High Low
49
Mobilisasi Precast Half Slapb
Mata Iritasi Tertabrak Terjepit Tergores Terperosok
50
Penurunan Precast Half Slapb
Sling crane putus Terjepit Precast Tangan Tergores Sesak napas
51
Pemasangan Precast Half Slapb
Sling crane putus Terjepit Precast Tangan Tergores Sesak napas Tertimpa material
52
Pendatangan & Mobilisasi Alat Bar Bender & Bar Cutter
Tertabrak
Page 3 of 8
1
3
3
3
3
-2
N
N
5
3
3
3
3
2
Y
N
5
3
5
3
3
3
Y
Y
Low High High
5
3,4,5 5 5 3,4,5
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO BULAN : Diajukan Oleh
Konfirmasi
Disyahkan Oleh
SHE O
CM
PM
LOKASI : Kantor PENANGGUNG JAWAB STATUS/TANGGAL REVIEW
Assesment Resiko yang dapat timbul NO
52
53
KEGIATAN KERJA Pendatangan & Mobilisasi Alat Bar Bender & Bar Cutter
Penurunan Alat Bar Bender & Bar Cutter
POTENSI BAHAYA
Pembesian Pabrikasi Besi
56
57
Pembesian Plat Lantai
Pengecoran Plat Lantai
Pemasangan Besi Kolom
P
D
C
A
TOTAL S+(P+D)/2-C-A
Signifikan Legal (Y / N)
(Y / N)
LEVEL
REKOMENDASI
Material melebihi kapasitas
5
3
5
5
5
-1
N
N
Low
3,4,5
Terperosok
Tidak ada rambu-rambu peringatan Kondisi tanah labil
3
3
1
3
3
-1
N
N
Low
3,4,5
3
3
1
3
3
-1
N
N
Low
Lengah dan tidak fokos bekerja
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,4
Tidak ada koordinasi
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,4
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
2
Tergores
Ukuran tacle tidak sesuai kapasitas Pengaman kerja tidak lengkap
3
3
5
3
5
-1
N
Y
Low
3,4,5
Tertimpa Material
Ceroboh
5
3
5
3
5
1
Y
Y
High
3,4,5
Tangan terjepit
Lengah dan tidak fokos bekerja
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,4
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,4
Kaki kejatuhan besi
Berspekulasi saat menjalankan mesin bar cutter dan bar bender Tidak ada koordinasi
3
3
3
3
3
0
N
Y
Low
1,5
Potongan ujung yang runcing Sambungan kabel tidak diisolasi
3 5
3 3
3 3
3 3
3 3
0 2
N Y
Y Y
Low High
1,5 2,5
Kabel tergenang air
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
2,5
Panel tidak standar
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
2,3,4
Tangan terjepit
Lengah dan tidak fokos bekerja
3
3
3
3
3
0
N
Y
Low
1,4
Kaki kejatuhan besi
Tidak ada koordinasi
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,5
Kaki terkena ujung besi Tersengat listrik
Potongan ujung yang runcing Sambungan kabel terkelupas
3 5
3 3
3 3
3 3
3 3
0 2
N Y
Y Y
Low High
1,5 2,5
Kabel terjepit besi Panel tidak standar
5 5
3 3
3 3
3 3
3 3
2 2
Y Y
Y Y
High High
2,5 2,3,4
Tangan terjepit
Lengah dan tidak fokos bekerja
3
3
3
3
3
0
N
Y
Low
1,4
Tersengat Listrik Terpeleset
Kabel Vibrator terkelupas Area kerja licin
5 5
3 3
3 3
3 3
3 3
2 2
Y Y
Y
High High
2
Tangan terjepit
Lengah dan tidak fokos bekerja
3
3
3
3
3
0
N
Y
Low
1,4
Pembesian Kolom Ambruk
Perkuatan tidak terpasang
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
2
Orang Jatuh
Tidak memakai Sabuk Pengaman Page 4 of 8
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,5
Tangan terjepit
Kaki terkena ujung besi Orang Tesengat listrik di Work Shop Pembesian
55
S
Terguling
Rantai putus
54
PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
3,4,5
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO BULAN : Diajukan Oleh
Konfirmasi
Disyahkan Oleh
SHE O
CM
PM
LOKASI : Kantor PENANGGUNG JAWAB STATUS/TANGGAL REVIEW 57 NO
58
Pemasangan Besi Kolom KEGIATAN KERJA
Install Bekisting Kolom
Assesment Resiko yang dapat timbul POTENSI BAHAYA Orang Jatuh
Pengecoran Kolom
Bongkar Bekisting Kolom
63
Install Half Slapb
TOTAL S+(P+D)/2-C-A
Platform tidak kokoh Tidak ada pengeceken rutin Lengah dan tidak fokos bekerja
5 5 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
Perkuatan tidak terpasang Tidak memakai Sabuk Pengaman Platform tidak kokoh Tidak ada pengeceken rutin Lengah dan tidak fokos bekerja
5 5
3 3
3 3
3 3
5 5 3
3 3 3
3 3 3
Kabel Vibrator terkelupas Bekisting kolom jebol Tidak memakai Sabuk Pengaman Platform tidak kokoh Lengah dan tidak fokos bekerja
5 5 5
3 3 3
5 3
Tidak ada pengeceken rutin Tidak memakai Sabuk Pengaman Pembatas tepi gedung tidak ada
Signifikan Legal
LEVEL
REKOMENDASI
High High Low
1,5 2 1,4
3 3
2 2
Y Y
Y Y
High High
2 1,5
3 3 3
3 3 3
2 2 0
Y Y N
Y Y Y
High High Low
1,5 2 1,4
3 3 3
3 3 3
3 3 3
2 2 2
Y Y Y
Y Y Y
High High High
2 2 1,5
3 3
3 3
3 3
3 3
2 0
Y N
Y Y
High Low
1,5 1,4
5 5
3 3
3 3
3 3
3 3
2 2
Y Y
Y Y
High High
2 1,5
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,4,5
Tidak ada proteksi benda jatuh Perkuatan tidak terpasang Kurang koordinasi Lalai sabuk tidak dicantolkan di life line Penerangan kurang Pembatas tepi gedung tidak ada
3 5 5 5
3 3 3 3
3 3 3 3
3 3 3 3
3 3 3 3
0 2 2 2
N Y Y Y
Y Y Y Y
Low High High High
1,4,5 2 2 4,5
5 5
3 3
3 3
3 3
3 3
2 2
Y Y
Y Y
High High
1,5 1,4,5
Tangan terjepit
Tidak ada proteksi benda jatuh Petunjuk kerja tidak ada Perkuatan tidak terpasang Cross Brace tidak lengkap Lengah dan tidak fokos bekerja
3 3 5 5 3
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
3 5 3 3 3
3 3 3 3 3
0 -2 2 2 0
N N Y Y N
Y Y Y Y Y
Low Low High High Low
1,4,5 4,5 2 2 1,4
Tertusuk Paku Tangan terjepit
Area Kerja Tidak Aman Lengah dan tidak fokos bekerja
5 3
3 3
3 3
3 3
3 3
2 0
Y N
Y Y
High Low
2 1,4
Orang Jatuh
Tidak memakai Sabuk Pengaman Platform tidak kokoh Tidak ada life line Area Kerja Tidak Aman Lengah dan tidak fokos bekerja
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,5
5 5 5 5
3 3 3 3
3 3 3 3
3 3 3 3
3 3 3 3
2 2 2 2
Y Y Y Y
Y Y Y Y
High High High High
1,5 1,4 2 1,4
Sling crane putus Tangan terjepit
Tangan terjepit
Orang Jatuh
Scaffolding Ambruk
Install Bekisting Plat Lantai & Balok
A
Y Y Y
Orang kejatuhan
62
C
Y Y N
Orang kejatuhan Bekising Ambruk Pemasangan Scaffolding Plat Lantai & Balok
D
2 2 0
Sling crane putus Tangan terjepit
Sling crane putus Orang Jatuh
61
P
(Y / N)
Tersengat listrik Kejahanatuhan material Orang Jatuh
60
S
(Y / N)
Bekisting Ambruk Orang Jatuh
59
PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
Tertusuk Paku Tangan terjepit
Page 5 of 8
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO BULAN : Diajukan Oleh
Konfirmasi
Disyahkan Oleh
SHE O
CM
PM
LOKASI : Kantor PENANGGUNG JAWAB STATUS/TANGGAL REVIEW
Assesment Resiko yang dapat timbul NO
63
KEGIATAN KERJA Install Half Slapb
POTENSI BAHAYA Tangan terjepit
Sling crane putus Orang Jatuh
64
Pemasangan Besi Lantai & Balok
Tangan terjepit
Tertusuk Paku Orang Jatuh
65
Pengecoran Plat Lantai & Balok
Luka robek Tangan terjepit Tersengat listrik Orang Jatuh
66
Bongkar Bekisting Plat Lantai & Balok
Tangan terjepit Orang Jatuh
Scaffolding Ambruk
67
Pemasangan Scaffolding Tangga
Tertusuk Paku Orang Jatuh
Orang kejatuhan
68
Install Bekisting Tangga
Tertusuk Paku Tangan terjepit Orang Jatuh
69
Pemasangan Besi Tangga
Tertusuk Paku Tangan terjepit Tertusuk Paku Orang Jatuh
PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
S
P
D
C
A
TOTAL S+(P+D)/2-C-A
Kurang koordinasi Tidak ada perawatan rutin Tidak memakai Sabuk Pengaman Platform tidak kokoh Lengah dan tidak fokos bekerja
5 5 5
3 3 3
3 5 3
3 3 3
3 5 3
5 3
3 3
3 3
3 3
Tidak memakai APD Area Kerja Tidak Aman Tidak memakai Sabuk Pengaman Platform tidak kokoh
3 5 5
3 3 3
3 3 3
5 5 5 3 3
3 3 3 3 3
Kabel Vibrator terkelupas Tidak memakai Sabuk Pengaman Platform tidak kokoh Tidak ada life line Lengah dan tidak fokos bekerja
5 5
Signifikan Legal
LEVEL
REKOMENDASI
(Y / N)
(Y / N)
2 1 2
Y Y Y
Y Y Y
High High High
1,4 1 1,5
3 3
2 0
Y N
Y Y
High Low
1,5 1,4
3 3 3
3 3 3
0 2 2
N Y Y
Y Y Y
Low High High
1,4 2 1,5
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
2 2 2 0 0
Y Y Y N N
Y Y Y Y Y
High High High Low Low
1,5 2 1,4 2 1,4
3 3
3 3
3 3
3 3
2 2
Y Y
Y Y
High High
2 1,5
5 5 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
2 2 0
Y Y N
Y Y Y
High High Low
1,5 1,5 1,4
Tidak memakai Sabuk Pengaman Platform tidak kokoh Perkuatan tidak terpasang Cross Brace tidak lengkap Area Kerja Tidak Aman Lalai sabuk tidak dicantolkan di life line Penerangan kurang Tidak ada proteksi benda jatuh Petunjuk kerja tidak ada Area Kerja Tidak Aman Lengah dan tidak fokos bekerja
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,5
5 5 5 5 5
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
2 2 2 2 2
Y Y Y Y Y
Y Y Y Y Y
High High High High High
1,2,5 2 2 2 4,5
5 3 3 5 3
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
3 3 5 3 3
3 3 3 3 3
2 0 -2 2 0
Y N N Y N
Y Y Y Y Y
High Low Low High Low
1,5 1,4,5 4,5 2 1,4
Tidak memakai Sabuk Pengaman Platform tidak kokoh Area Kerja Tidak Aman Lengah dan tidak fokos bekerja
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,5
5 5 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
2 2 0
Y Y N
Y Y Y
High High Low
1,5 2 1,4
Area Kerja Tidak Aman Tidak memakai Sabuk Pengaman Platform tidak kokoh Page 6 of 8
5 5
3 3
3 3
3 3
3 3
2 2
Y Y
Y Y
High High
2 1,5
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,5
Area Kerja Tidak Aman Tidak ada life line Tersandung besi Lengah dan tidak fokos bekerja
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO BULAN : Diajukan Oleh
Konfirmasi
Disyahkan Oleh
SHE O
CM
PM
LOKASI : Kantor PENANGGUNG JAWAB STATUS/TANGGAL REVIEW 69 Pemasangan Besi Tangga
Assesment Resiko yang dapat timbul NO
70
71
KEGIATAN KERJA
Pengecoran Tangga
Bongkar Bekisting Tangga
POTENSI BAHAYA
73
74
Pemasangan Angkur Atap
Pendatangan & Mobilisasi Rangka Baja
Penurunan Rangka Baja
Pemasangan Rangka Baja
P
D
C
A
TOTAL S+(P+D)/2-C-A
Signifikan Legal (Y / N)
(Y / N)
LEVEL
REKOMENDASI
Perkuatan tidak kokoh Lengah dan tidak fokos bekerja
5 3
3 3
3 3
3 3
3 3
2 0
Y N
Y Y
High Low
1,5 1,4
Tersengat listrik Orang Jatuh
Kabel Vibrator terkelupas Tidak memakai Sabuk Pengaman Platform tidak kokoh Lengah dan tidak fokos bekerja
5 5
3 3
3 3
3 3
3 3
2 2
Y Y
Y Y
High High
2 1,5
5 3
3 3
3 3
3 3
3 3
2 0
Y N
Y Y
High Low
1,5 1,4
Kecerobohan Tidak memakai Sabuk Pengaman Platform tidak kokoh
5 5
3 3
3 3
3 3
3 3
2 2
Y Y
Y Y
High High
2 1,5
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,5
Tertusuk Paku Tangan terjepit
Area Kerja Tidak Aman Lengah dan tidak fokos bekerja
5 3
3 3
3 3
3 3
3 3
2 0
Y N
Y Y
High Low
2 1,4
Tersengat Listrik Orang Jatuh
Kabel listrik putus/terkelupas Tidak memakai Sabuk Pengaman Platform tidak kokoh
5 5
3 3
3 3
3 3
3 3
2 2
Y Y
Y Y
High High
2 1,5
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,5
Kejatuhan material
Kecerobohan
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,5
Tertabrak
Kurang koordinasi
5
3
5
3
3
3
Y
Y
High
3,4,5
Terguling
Material melebihi kapasitas
5
3
5
5
5
-1
N
N
Low
3,4,5
Terperosok
Tidak ada rambu-rambu peringatan Kondisi tanah labil
3
3
1
3
3
-1
N
N
Low
3,4,5
1
3
3
-1
N
N
Low
Lengah dan tidak fokos bekerja
5
3
3
3
3
2
Y
Y
High
1,4
5 5
3 3
3 3
3 3
3 3
2 2
Y Y
Y Y
High High
1,4 2
Tergores
Tidak ada koordinasi Tidak ada pengecekan secara rutin Pengaman kerja tidak lengkap
5
3
5
3
5
1
Y
Y
High
3,4,5
Tertimpa Material
Ceroboh
5
3
5
3
5
1
Y
Y
High
3,4,5
Tangan terjepit
Lengah dan tidak fokos bekerja
3
3
3
3
3
0
N
Y
Low
1,4
Pengoperasian tacle yang salah
3
3
3
3
3
0
N
Y
Low
1,4
Tidak menggunakan APD Page 7 of 8
3
3
3
3
3
0
N
Y
Low
2
Tangan terjepit
Tangan terjepit
Sling crane putus
75
S
Bekisting ambruk/roboh Tangan terjepit
Kejahanatuhan material Orang Jatuh
72
PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
Tangan Lecet
3
3
3,4,5
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO BULAN : Diajukan Oleh
Konfirmasi
Disyahkan Oleh
SHE O
CM
PM
LOKASI : Kantor PENANGGUNG JAWAB STATUS/TANGGAL REVIEW 75 NO
Assesment Resiko yang dapat timbul
Pemasangan Rangka Baja KEGIATAN KERJA
POTENSI BAHAYA
S
P
D
C
A
TOTAL S+(P+D)/2-C-A
Ukuran tacle tidak sesuai kapasitas Tidak memakai Sabuk Pengaman Platform tidak kokoh
5
3
3
3
3
5
3
3
3
5
3
3
Kebakaran
Bunga api kemana mana
5
3
Bunga Api Terkena mata
Saat pengelasan tidak memakai pelindung mata
3
Sesak nafas Terjatuh dari ketingian
Uap las terhirup hidung Platfom tidak kokoh/licin Tidak ada life line
Rantai putus Orang Jatuh
76
Pengelasan Konstruksi Atap Baja
PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
Tersengat listrik
Signifikan Legal
2
Y
Y
High
2
3
2
Y
Y
High
1,5
3
3
2
Y
Y
High
1,5
5
3
3
3
Y
Y
High
4,5
3
5
3
3
1
Y
Y
High
4,5
3 5 5
3 3 3
5 5 5
3 3 3
3 3 3
1 3 3
Y Y Y
Y Y Y
High High High
5 4,5 4,5
Tidak mengunakan APD
5
3
5
3
3
3
Y
Y
High
5
Kabel terkelupas
5
3
5
5
3
1
Y
Y
High
1,3,4,5
Tidak ada isolator pada setang las
5
3
5
3
3
3
Y
Y
High
3,5
Keterangan Rekomendasi :
S
: Severity / Keparahan Resiko
: Lihat Tabel.
1
:
Eliminasi (dihilangkan)
P
: Probability / Kemungkinan terjadi
: Lihat Tabel
2
:
Substitusi (Penggantian)
C
: Control / Pengendalian Resiko
: Lihat Tabel
3
:
Engineering Control (modifikasi)
4
:
Tanda Peringatan, label dan administrasi
5
:
Alat Pelindung Diri
Nilai C untuk perencanaan awal adalah = 0 : Awareness / Kesadaran akan Resiko : Lihat Tabel
-
Total Nilai = S + P - C - A
-
Signifikan / penting
-
Level Resiko
REKOMENDASI
(Y / N)
Nilai Identifikasi :
A -
LEVEL
(Y / N)
Legal (Peraturan yang berlaku) : Y = ada ; N = tidak ada.
: Y = ada , bila Total Nilai > 0 N = tidak ada, bila total : nilai N = tidak <= 0 , bila Total Nilai <= 0 : H = (Signifikan + Legal) = Y + Y : L = (Signifikan + Legal) = Y + N
Page 8 of 8
PROGRAM KERJA K3L
PERENCANAAN K3L SHE PLAN
TARGET TARGET : ZERO ACCIDENT
SHE INDUCTION
PEKERJA BARU - PERUSAHAAN - SUBKON/MANDOR - TAMU - PEKERJA YANG AKAN MELAKUKAN PEKERJAAN
SHE TALK SEMINGGU SEKALI
SHE PATROL
SHE MEETING
SETIAP HARI DAN SETIAP MINGGU
SEMINGGU SEKALI
PERENCANAAN SHE
: PETUNJUK / GAMBARAN PELAKSANAAN K3L DIAREA PROYEK (SHE PLAN).
TARGET
: TARGET ZERO ACCIDENT & SAKIT AKIBAT KERJA.
SHE INDUCTION
: PENDEKATAN DAN PENGARAHAN TENTANG K3L, HOUSEKEEPING DAN KETERTIBAN PROYEK KEPADA PEKERJA BARU, TAMU DAN KEPADA PEKERJA YANG AKAN MELAKUKAN KEGIATAN PEKERJAAN YANG BERESIKO BAHAYA TINGGI.
SHE TALK
SHE PATROL
: PENGARAHAN SINGKAT TENTANG K3L DAN KONDISI PROYEK KEPADA SELURUH PEKERJA SEBELUM PEKERJAAN DIMULAI, DILAKUKAN MINIMAL SEMINGGU SEKALI MULAI DARI JAM 08.00 – 08.15 WIB. : PATROLI RUTIN YANG DILAKUKAN SETIAP HARI UNTUK MEMONITOR KEGIATAN PEKERJAAN DILAPANGAN.
TRAINING SHE
HOUSE KEEPING
AUDIT K3L
- DASAR-DASAR K3L - LINGKUNGAN 6 BULAN SEKALI -P3K KERJA BERSIH, - TANGGAP DARURAT RAPI DAN SEHAT. - PEMADAMAN API - PEMBERSIHAN MASAL SETIAP - GEMPA BUMI SABTU ( RUTIN ) - EVAKUASI DLL
SHE MEETING
: MEETING YANG DILAKUKAN UNTUK MEMBAHAS MASALAH YANG MUNGKIN TERJADI SELAMA PEKERJAAN BERLANGSUNG DAN MENGAMBIL TINDAKAN PENCEGAHANNYA SERTA MELAPORKAN KASUS KECELAKAAN YANG TERJADI DAN LANGKAH-LANGKAH PERBAIKANNYA. SHE MEETING DILAKUKAN MINIMAL SEMINGGU SEKALI.
TRAINING SHE
: TRAINING K3L KEPADA KARYAWAN, MANDOR, SUBKONTRAKTOR TENTANG DASAR-DASAR K3 & LINGKUNGAN , PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K), TANGGAP DARURAT SEPERTI CARA PEMADAMAN API BILA TERJADI KEBAKARAN,GEMPA BUMI DAN EVAKUASI DLL.
HOUSE KEEPING : MELAKUKAN PEMBERSIHAN LINGKUNGAN KERJA SECARA RUTIN AGAR LINGKUNGAN KERJA SELALU DALAM KEADAAN BERSIH, RAPI, SEHAT, AMAN DAN NYAMAN. AUDIT SHE
: AUDIT PELAKSANAAN DAN PENERAPAN K3L, APAKAH TELAH DIJALANKAN SESUAI DENGAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN YANG ADA. AUDIT INTERNAL DAN EKSTERNAL DILAKUKAN 6 BULAN SEKALI .
SAFETY PLANNING Pemasangan Safety Net Horizontal
Safety Net Horizontal
Dipasang disekeliling Tepi Bangunan
SAFETY PLANNING Pemasangan Safety Net Vertical
Safety Net Vertical
Dipasang disekeliling Area Bangunan
Pembuatan Schedule SHE Patrol yang diikuti oleh : SS, QC, CM / SOM, GSP, SP, Peralatan, Security, subkon dan Mandor (dilakukan secara bergiliran)
Membuat Perencanaan SHE Patrol
Check list SHE Patrol (Form K3L-02)
SHE Patrol Dilakukan setiap hari jam 08.00 – 10,00 dan 13.00 –14.00 WIB
FORM NO : K3L - 02 EDISI REVISI
TANGGAL
3
02-01-2008
SAFETY, HEALTH AND ENVIRONMENTAL PATROL
FORM K3L - 02 NOMOR : PROYEK :
01 / DDN DEPDAGRI
HARI / TANGGAL. : JAM :
SELASA / 02-01-2007 09.00 S/D 10.00 WIB
HAL : 01 / 01
TOPIK / ITEM YANG DIPERIKSA I. Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan
Tindak Lanjut oleh : Safety Supervisor
II. Lain-lain
1. Alat pelindung diri (APD)
8. Pekerjaan galian
15. Label B3
22. Jalan sementara
30. Los kerja kayu
2. Alat pengaman kerja (APK)
9. Pekerjaan pengelasan
16. Instalasi Listrik Sementara
23. Penanganan sampah
31. Los kerja besi
3. Rambu-rambu / Slogan K3L
10. Perancah / Scaffolding
17. Fasilitas P3K
24. Penempatan alat / material
32. Papan nama
4. Alat Angkat Angkut / Alat berat
11. Pembongkaran
18. Keet proyek
25. Pembatas material
33. Pagar proyek
5. Permesinan
12. Tangga kerja sementara
19. Barak pekerja
26. Penomoran lantai
34. Kartu pengenal
6. Perijinan
13. M S D S (Material Berbahaya)
20. Pos jaga
27. Gudang terbuka
35. Tempat Makan Pekerja
21. Ruang mesin
28. Gudang tertutup
36. Toilet Pekerja
7. Pekerjaan diatas permukaan / didalam air14. Pengelolaan B3 & Limbah B3
LINGKARI NOMOR URUT YANG MENYIMPANG DARI KETETENTUAN K3L
NO 1
AREA LANTAI 3
TOPIK BUNGA API
Laporan tindak lanjut oleh :
URAIAN
REKOMENDASI
BUNGA API PENGELASAN LANGSUNG
PROTEKSI PENGELASAN DARI KOTAK
JATUH KEBAWAH DAN MENYEBAR KE
SENG ATAU KAYU, HARUS SELALU DIPA -
MANA - MANA SAAT PENGELASAN
SANG SETIAP PEKERJAAN PENGELASAN
BERLANGSUNG.
DIBAGIAN PINGGIR ATAS BANGUNAN ATAU
PENANGGUNG JAWAB IBRAHIM
STATUS
BATAS WAKTU PENYELESAIAN
OPEN
02-01-2007
OPEN
CLOSED
DITEPI LUBANG BAGIAN ATAS SUPAYA
Safety Supervisor kepada SHE O
BUNGA API TIDAK LANGSUNG JATUH KE BAWAH.
Perusahaan PT.PP (PERSERO) PT. PP (PERSERO) PT. PP (PERSERO) PT. PP (PERSERO) PT. PP (PERSERO) PT. PP (PERSERO) PT. PUTRA Paraf
PT. AGUNG
Nama Jabatan
ANTON PM
HERRY S PM
MARDIAN CM
RASFIAN S SHE O
DANI YUDI S SS
TIRTA MZ QC L
SUNARTO PERALATAN
ACHMAD MANDOR KAYU
SUPRA MANDOR BESI
ANDI MANDOR BEKISTING
Pembuatan Jadwal SHE Meeting : - Meeting Internal diikuti oleh : PM, SHEO, QCO, SOM, SEM dan SAM.
Membuat Perencanaan SHE Meeting
- Meeting Eksternal diikuti oleh : SHEO, QCO, CM/ SOM, GSP, Peralatan, Security. Subkon & Mandor. Minit Rapat Mingguan SHE Meeting
Lampiran.7. W I No.QSH-2005/PMT/AA/W /001
MINIT RAPAT MINGGUAN
Meeting Internal seminggu sekali
PROYEK Hari / Tgl Jam Tempat Dihadiri oleh
Meeting Eksternal seminggu sekali
: : : : : 1. 2. 3. 4. No.Rec:……../4.1/QSH-2005/PMT/AA/W /001
No
Uraian Masalah
Rencana Tindak Lanjut
Target Penanggung Penyelesaian Jawab
Status Open / Close
SHE Meeting
Membahas permasalahan SHE yang terjadi selama satu minggu. Minit rapat didistribusikan kesetiap unit.
Project Manager
Membuat Perencanaan SHE Induction
Pembuatan Jadwal SHE Induction : Untuk seluruh pekerja baru dan tamu. Lembar Pernyataan SHE Induction untuk pekerja baru.
SHE Induction
LEMBAR PERNYATAAN SHE INDUCTION
Untuk pekerja baru dilakukan oleh SHEO, SS & SOM. Untuk tamu dilakukan oleh Security.
No.: 001 / SHE / PP / ES / I / 2008.
Saya yang bertanda tangan dibawah :
SHE Induction Pendekatan dan pengarahan tentang SHE serta tata tertib yang berlaku diproyek kepada pekerja baru dan tamu yang memasuki area proyek. SHE Induction
Pengisian Lembar Pernyataan SHE Induction dan Logo SHE Induction dihelm pekerja baru.
Nama
: Rasfian Syarif
Alamat
: Jl. Dursasana Raya No. 310 Rt. 01 / 20 Mekarjaya, Depok
Pekerjaan
: Tukang Kayu
Subkon
: PT. Samudra Jaya
Mandor
: Riswan S
Dengan ini saya bersedia mematuhi dan melaksanakan peraturan Safety, Health & Environmental (SHE) yang berlaku di proyek ini, yaitu : 1. Menggunakan helm lengkap dengan tali dagu. 2. Menggunakan sepatu safety. 3. Menggunakan alat pelindung diri lainnya sesuai dengan jenis pekerjaan seperti : sarung tangan, earplug, kaca mata, kedok las (bagi pekerja las) dan lain-lain. 4. Menggunakan sabuk keselamatan (Safety belt) jika bekerja diketinggian 2 meter atau lebih, dan menggunakan Full Body Harness lengkap dengan Life line, bagi yang bekerja di atas Gondola dan diarea / dalam lubang lift. 5. Tidak merokok pada saat bekerja dan disembarang tempat. 6. Tidak mengkonsumsi minuman keras, obat-obatan terlarang (narkoba), berjudi dan tidak membuat onar dilingkungan proyek. 7. Tidak merusak fasilitas SHE yang ada di area proyek. 8. Tidak buang air kecil dan air besar disembarang tempat. 9. Menjaga kebersihan lingkungan kerja. 10. Menggunakan tanda pengenal (ID Card). 11. Mengikuti SHE Talk secara rutin. 12. Mematuhi dan melaksanakan tata tertib dan peraturan SHE yang ada di proyek. 13. Bersedia menerima sanksi, bila melanggar ketentuan yang berlaku di proyek. Jakarta, 02 Januari 2008 Menyetujui,
( Priyo Leksono ) SHE O
Mengetahui,
Dibuat oleh,
( Riswan S ) Subkon/Mandor
( Rasfian Syarif ) Pekerja
Membuat Perencanaan SHE Talk
Pembuatan Jadwal SHE Talk : Diikuti oleh seluruh pekerja. Form SHE Talk.
SHE Talk
Pengarahan singkat tentang SHE dan kondisi proyek kepada seluruh pekerja yang ada diproyek. SHE Talk
SHE Talk dilakukan minimal seminggu sekali.
SHE TALK PROYEK
: Cabang III
Bulan
: Januari 2008
SHE Talk
Hari / Tgl
: Jum'at / 04 Januari 2008
Jam
Nama Pembicara
07.30
01 ( Satu )
s/d
Perusahaan / Subkontraktor
Jabatan
1. Budi Suanda 2. Priyo Leksono
:
:
SOM SHE O
08.00 WIB
Paraf
PT.PP PT.PP
SHE Talk dilakukan jam 08,00 – 08.15 WIB (sebelum pekerjaan dimulai).
Pembicara & Materi SHE Talk : 1. Budi Suanda Himbauan kepada pekerja agar bekerjasama dan selalu bersama-sama untuk menjaga kebersihan lingkungan di Proyek Singapore Embassy. Selain itu himbauan kepada operator Mobile Crane agar memarkir mobile crane sejajar dengan gedung sehingga nampak teratur.
SHE Talk Pemberian penghargaan bagi pekerja konsisten melaksanakan SHE.
2. Priyo Leksono (SHE O). Himbauan kepada semua pekerja dan seluruh karyawan PP agar selalu menggunakan APD dan memperhatikan lingkungan sekitar. Anjuran agar selalu membuang sampah pada tempatnya. Penjelasan mengenai jenis sampah, seperti sampah organik (seperti kertas, potongan kayu), sampah non organik (seperti, plastik,karet, kaca) dan Limbah B3. Diharapkan agar semua pekerja untuk membuang sampah pada tempat yang telah disediakan, sesuai dengan pengklasifikasian jenis sampah tersebut. Diharapkan agar pekerja tidak membuang sampah sembarangan!!
Doa bersama sebelum bekerja
YEL - YEL SHE
:
:
Menurut keyakinan masing - masing
Safety First 1 X .……………. Yes 1 X
( Tangan diangkat keatas )
Safety Net Horizontal
Tabung APAR
Tangga temporary
Proteksi dilubang dan pintu Lift
Safety Net Vertical
Lubang dilantai tertutup rapat
Railing pengaman Canopy dijalan kerja
ALAT BERAT & ANGKAT ANGKUT 1. Escavator, Mobil Crane, Tower Crane, Passenger Hoist, Lift Barang dll, harus mempunyai Surat Uji Kelayakan
Alat dari Disnakertrans dan Operator wajib mempunyai SURAT IJIN OPERATOR (SIO). 2. Sebelum digunakan kondisi alat selalu diperiksa secara rutin.
LAPORAN NON CONFORMANCE K3L NOMOR PROYEK
FORM NO : K3L - 03
Hari :
: LANTAI 3
02-01-2008
HAL :
Tanggal :
SELASA
TANGGAL
3
FORM K3L - 03
: 01 / DDN : DEPDAGRI
LOKASI / AREA KERJA
EDISI REVISI
02-01-2007
Kepada Yth : Nama Jabatan
: :
ANTON PROJECT MANAGER
Perusahaan / Mandor
:
PT. AGUNG
Jam
:
01 / 01
10.00 WIB
Dilaporkan Oleh,
Diterima Oleh,
SHE 0
Perusahaan / Mandor
Kami telah menemukan ketidaksesuaian / keadaan yang menyimpang dari ketentuan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan ( K3L )
RASFIAN S
ANTON
yang menjadi tanggung jawab perusahaan / pihak anda.
Nama & Tandatangan
Nama & Tandatangan
1. URAIAN KETIDAKSESUAIAN SAAT MELAKUKAN PENGELASAN DIBAGIAN PINGGIR LANTAI 3, BUNGA API LAS JATUH LANGSUNG KEBAWAH KARENA PROTEKSI UNTUK MENAHAN BUNGA API TIDAK TERPASANG.
2. ANALISA PENYEBAB KURANGNYA KEPEDULIAN DARI PEKERJA TERHADAP KESELAMATAN BAGI DIRI SENDIRI MAUPUN BAGI PEKERJA LAINNYA.
3. TINDAKAN PERBAIKAN SETIAP MELAKUKAN KEGIATAN PENGELASAN DIBAGIAN ATAS TERUTAMA BAGIAN PINGGIR LANTAI / LUBANG HARUS SELALU TERPASANG PROTEKSI / PENAHAN, AGAR BUNGA API TIDAK JATUH DAN MENYEBAR KEMANA-MANA YANG DAPAT MENIMBULKAN BAHAYA KEBAKARAN.
4. URAIAN DAN JUMLAH REALISASI BIAYA PERBAIKAN (bila ada)
Batas waktu Perbaikan Hari / Tgl.
:
SELASA / 02-01-2007
Hasil Pemeriksaan Hari :
SELASA
Tindakan perbaikan yang dilakukan :
Tanggal : 02-01-2007
Jam : 10.30 WIB
Mengetahui, SHE 0
Diperiksa oleh, Safety Supervisor
RASFIAN S (Nama & Tandatangan)
DANI YUDI S (Nama & Tanda tangan)
Belum dilakukan Belum selesai V
Sudah selesai
FORM NO : K3L - 04 EDISI REVISI
TANGGAL
3
02-01-2008
SURAT PERINGATAN K3L
FORM K3L - 04 KEPADA YTH : ANTON JABATAN : PROJECT MANAGER PERUSAHAAN / MANDOR : PT. AGUNG
Hari ini :
SELASA
Tanggal :
NOMOR PROYEK
02-01-2007
: 01 / DDN : DEPDAGRI
Jam :
10.00 WIB
Telah ditemukan hal-hal yang menjadi tanggung jawab perusahaan / pihak anda yaitu : ( diberi tanda ' V ' ) Penyimpangan ketentuan K3L
V
Penyimpangan ketentuan aspek Lingkungan
Keadaan / tindakan yang tidak aman Hampir menimbulkan korban kecelakaan
Dengan ringkasan peristiwa sebagai berikut : V
PADA SAAT PENGELASAN DIPINGGIR LANTAI 3, PROTEKSI UNTUK MENAHAN AGAR BUNGA API TIDAK LANGSUNG JATUH KEBAWAH TIDAK DIPASANG SEHINGGA BUNGA API JATUH DAN MENYEBAR KEMANA-MANA.
Laporan ketidaksesuaian K3L terlampir
V
Peringatan / Instruksi K3L
:
V
Pekerjaan sementara dihentikan / ditunda, dan dapat dilanjutkan setelah ada rekomendasi dari Safety, Health and Environmental Officer
V
SETIAP MELAKUKAN KEGIATAN PEKERJAAN PENGELASAN DIBAGIAN ATAS TERUTAMA DIBAGIAN PINGGIR LANTAI BANGUNAN PROTEKSI UNTUK MENAHAN BUNGA API HARUS DIPASANG AGAR, BUNGA API TIDAK JATUH LANGSUNG KEBAWAH.
Safety, Health & Environmental Officer
RASFIAN S
(Nama & Tandatangan) TINDAKAN PERBAIKAN PROTEKSI PENGELASAN DILANTAI 3, SEGERA KAMI PASANG AGAR BUNGA API PENGELASAN TIDAK LANGSUNG JATUH
BATAS WAKTU PERBAIKAN YANG DIJANJIKAN
Hari / Tgl. : Jam :
SELASA / 02-01-2007 10.30 WIB
Perusahaan / Mandor PT. AGUNG
KEBAWAH.
ANTON ( Diisi oleh Penerima , asli untuk SHE O dan copy untuk penerima )
(Nama & Tanda tangan)
REKOMENDASI MELANJUTKAN PEKERJAAN Hasil Pemeriksaan
Hari / Tgl : SELASA / 02-01-2007 Jam : 10.30 WIB
Safety, Health & Environmental Officer
PERBAIKAN Belum dilakukan dan kegiatan pekerjaan dihentikan Belum selesai dan kegiatan pekerjaan ditunda V
Sudah selesai dan kegiatan pekerjaan diijinkan dilanjutkan
RASFIAN S
(Nama & Tandatangan)
FORM NO : K3L - 05
SURAT IJIN BEKERJA
EDISI REVISI
TANGGAL
3
02-01-2008
( UTAMAKAN KESELAMATAN KERJA )
FORM K3L - 05 2. S I B NOMOR :
1. PROYEK : DEPDAGRI
01 / DDN
3. Khusus untuk pekerjaan dibawah ini dapat dimulai setelah ada Surat Ijin Bekerja. 1. Pemasangan / Pembongkaran Tower Crane Passanger Lift, Gondola, Universal Lift dll. 2. Pemasangan / Pembongkaran Scaffolding dalam jumlah banyak dan tinggi. 3. Pemasangan / Pembongkaran Safety Net 4. Pembongkaran Bangunan 5. Pekerjaan Galian
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12
Penggunaan Bahan Peledak Pekerjaan Pengelasan Pengaspalan Jalan Pekerjaan diatas permukaan / didalam air Bekerja pada hari Libur / Lembur Pekerjaan lain yang beresiko tinggi Pengelolaan B3 dan Limbah B3
LAIN-LAIN
PERMOHONAN IJIN BEKERJA ( Diisi oleh Pemohon )
4. a. Jenis pekerjaan
: PEKERJAAN LAS
b. Untuk bekerja pada hari/Tgl
: : : :
c. Alat yang digunakan d. Lokasi / area kerja e. Jumlah pekerja
SELASA / 02-01-2007 Jam : MESIN LAS, TABUNG OKSIGEN, TABUNG ELFIJI
s/d
16.00 WIB
LANTAI 3 4 ORANG
Subkontraktor / Mandor yang mengajukan ijin bekerja Nama Subkontraktor / Mandor
09.00
Mengetahui
: PT. AGUNG
PENANGGUNG JAWAB LAPANGAN
: PT. PP ( PERSERO ) CM
PM, SOM SUBKON / MANDOR
IBRAHIM
ANTON
MARDIAN
(Nama & Tandatangan)
(Nama & Tandatangan)
(Nama & Tandatangan)
5.
PEMERIKSAAN SEBELUM PEKERJAAN DIMULAI ( Diperiksa oleh petugas K3L )
1. Hasil pemeriksaan diberi tanda' V ' ( sesuai ) atau ' X ' ( tidak sesuai ) pada kolom yang ada V Kesesuaian pekerja V Kesesuaian alat yang digunakan V Ketersediaan alat pelindung diri
(Jelaskan : HELM,SEPATU,KACA MATA LAS,SARUNG TANGAN,SAFETY BELT )
V Ketersediaan alat pengaman kerja
(Jelaskan : TABUNG PEMADAM, KOTAK SENG
)
V Dikoordinasikan dengan pekerjaan lain, diarea dan waktu yang sama ( Jelaskan :
PELAKSANA M / E
)
2. Rekomendasi dari hasil pemeriksaan :
Rekomendasi ini dikeluarkan
TT
V Pekerjaan dapat dilakukan karena sesuai dengan permohonan.
Hari / tgl. : SELASA / 02-01-2007
Pekerjaan tidak disetujui / ditunda dengan alasan ;
Jam : 09.00 WIB
Mengetahui
Diperiksa oleh
SHE O
Safety Supervisor
RASFIAN S
DANI YUDI S
(Nama & Tandatangan)
(Nama & Tandatangan)
IJIN BEKERJA SELESAI
6. HASIL PEMERIKSAAN
Hari / Tgl.
: SELASA / 02-01-2007
Jam
: 16.00 WIB
Mengetahui
Diperiksa oleh
SHE O
Safety Supervisor
PEKERJAAN V Sudah selesai Belum selesai - Untuk melanjutkan pekerjaan harus ada Surat Ijin Bekerja yang baru.
RASFIAN S
DANI YUDI S
(Nama & Tandatangan)
(Nama & Tandatangan)
Surat ijin ini berlaku maksimal untuk 1 hari kerja dan 1 jenis pekerjaan
LAPORAN HARIAN K3L 1 NOMOR
:
PROYEK : HAL :
02-01-2008
DEPDAGRI 01 / 01
FORM K3L - 06 JAM KERJA DAN KEADAAN CUACA
Kegiatan K3L
08
Waktu
SHE Talk SHE Patrol
08.00 " 10.00
V
SHE Meeting
14.00 " 16.00
SHE Induction
"
Training K3L
"
Uji Dampak Lingk.
10.00 " 12.00
TENAGA KERJA, STAFF PP, SUBKONTRAKTOR, MANDOR
11
14
17
20
23
KEADAAN CUACA 02
JUMLAH
KETERANGAN - NC K3L ( Non Conformance K3L )
06
=
"
V
NO
TANGGAL
3
01 / K3L
Hari/Tgl. :
V
FORM NO : K3L - 06 EDISI REVISI
09
12
15
18
21
24
03
07
10
13
16
19
22
01
04
08
11
14
17
20
23
02
05
09
- SP K3L ( Surat Peringatan K3L )
Cerah
- S I B ( Surat Ijin Bekerja ) - LR ( Luka Ringan )
JAM KERJA 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 01 02 03 04 05 06 07 08
JUMLAH JAM KERJA
TOTAL JAM KERJA
Kegiatan K3L NC K3L
SP K3L
=
Mendung
=
Hujan
- LB ( Luka Berat )
Kecelakaan & Kesehatan SIB
LR
LB
M
S
-
M ( Meninggal )
-
S ( Sakit )
KEGIATAN HARIAN K3L
1
PT. PP (PERSERO)
45
9
jam
405
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org - Pembuatan canopy diakses jalan kerja
2
PT. PUTRA
98
13
jam
1,274
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org - Pasang rambu pengaman diarea timur
3
PT. AGUNG
100
9
jam
900
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org - Meeting bersama personil lapangan
4
MANDOR SUPRA
60
12
jam
720
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org - Uji kebisingan
5
MANDOR ANDI
113
9
jam
1,017
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
jam
0
jam
bh
bh
bh
Org
Org
Org
Org
4,316
jam
TOTAL JUMLAH TENAGA KERJA
416
JUMLAH HARI KERJA
1
JUMLAH TOTAL JAM KERJA ORANG
0
bh
0
bh
0
bh 0 Org 0 Org 0 Org 0
Org
Dibuat Oleh : SHE O
RASFIAN S (Nama & Tandatangan)
LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN / SAKIT DAN PENYELESAIANNYA NOMOR PROYEK
I.
TANGGAL
3
02-01-2008
FORM K3L - 07
: 01 / DDN : DEPDAGRI
HAL
LAPORAN KECELAKAAN / SAKIT
Tanggal kejadian
: 02-01-2007
Jam kejadian
: 10.30 WIB
Lokasi kejadian
: B1
3. Data Korban Kecelakaan / Sakit
4. Kondisi Korban
V Cerah
Nama Korban
: ANDRI
Identitas KTP / SIM No.
: 23.73 / 1234 / 4567 / 2004
Luka berat
Usia Korban
: 25 TAHUN
Meninggal
Alamat
: DESA ANGSANA RT. 10 / 11 NO.3
LAPORAN KECELAKAAN / SAKIT
8. Jenis cidera
9. Jenis penyakit
10. Bagian tubuh yang cidera / sakit
: B1
:
Nama Korban
: ANDRI
Bagian
:
Identitas KTP / SIM No.
: 23.73 / 1234 / 4567 / 2004
Luka berat
Usia Korban
: 25 TAHUN
Meninggal
Alamat
: DESA ANGSANA RT. 10 / 11 NO.3
Meninggal
Subkon
: PT. PUTRA
Kestroom Tertabrak
Tenggelam
Tergores
Jatuh dari ketinggian
Terbakar
Terpeleset / tersandung Patah tulang
Luka terputus / terpotong
Terkilir / keseleo
Luka memar / dalam
Retak tulang
Demam
Sakit mata
Asma
Pusing
Diare
Typus
Sesak napas
Maag
Kepala
Leher
Badan
Mata
Punggung
Tangan / jari tangan
Muka / wajah
Dada
Telinga
Perut
5. Status Korban
8. Jenis cidera
Pekerjaan
:
Bagian
:
V Pekerja Subkon / Mandor
Sakit
Pekerjaan : TK. KAYU
Sakit berat
Mandor
: ACHMAD
Meninggal
Subkon
: PT. PUTRA
Terbentur
10. Bagian tubuh yang cidera / sakit
V Kaki / jari kaki Organ tubuh bagian dalam
Terhimpit / tergencet
V Tertusuk
Tertimpa / kejatuhan
Tenggelam
Tergores
Jatuh dari ketinggian
Terbakar
Terpeleset / tersandung
V Luka tusuk
9. Jenis penyakit
11. Uraian kecelakaan / sakit ( Jelaskan dengan singkat )
Karyawan / Staff PP
Rumah sakit
Tertimpa / kejatuhan
Luka bakar
Hujan
Mendung
V Sakit ringan
6. Perawatan yang dilakukan
7. Penyebab kecelakaan
Terhimpit / tergencet
Luka robek
V Cerah
V Luka ringan
PURWODADI
: ACHMAD
Terbentur
V Luka tusuk
Lokasi kejadian
4. Kondisi Korban
V Tertusuk
Tertabrak
: 10.30 WIB
Pekerjaan
V P3K Kestroom
: 02-01-2007
Pekerjaan : TK. KAYU
: 01 / 02
2. Keadaan cuaca Jam kejadian
Kecelakaan
Mandor
02-01-2008
HAL
3. Data Korban Kecelakaan / Sakit
Sakit berat
TANGGAL
3
FORM K3L - 07
1. Keterangan Kecelakaan / Sakit Hari kejadian : SELASA
Rumah sakit
7. Penyebab kecelakaan
FORM NO : K3L - 07 EDISI REVISI
: 01 / DDN : DEPDAGRI
Tanggal kejadian
V Pekerja Subkon / Mandor
Sakit
PROYEK
Karyawan / Staff PP
V Sakit ringan
6. Perawatan yang dilakukan
Hujan
5. Status Korban
V Luka ringan
PURWODADI
NOMOR
I.
Mendung
Kecelakaan
V P3K
: 01 / 02
2. Keadaan cuaca
1. Keterangan Kecelakaan / Sakit Hari kejadian : SELASA
LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN / SAKIT DAN PENYELESAIANNYA
FORM NO : K3L - 07 EDISI REVISI
Luka bakar
Patah tulang
Luka robek
Luka terputus / terpotong
Terkilir / keseleo
Luka memar / dalam
Retak tulang
Demam
Sakit mata
Asma
Pusing
Diare
Typus
Sesak napas
Maag
Kepala
Leher
Mata
Punggung
Muka / wajah
Dada
Telinga
Perut
Badan Tangan / jari tangan
V Kaki / jari kaki Organ tubuh bagian dalam
11. Uraian kecelakaan / sakit ( Jelaskan dengan singkat )
PADA SAAT BERJALAN DILANTAI B 1 KAKI KIRI KORBAN TERTUSUK PAKU YANG TERDAPAT PADA POTONGAN
PADA SAAT BERJALAN DILANTAI B 1 KAKI KIRI KORBAN TERTUSUK PAKU YANG TERDAPAT PADA POTONGAN
KAYU KASO, DAN MENYEBABKAN LUKA TUSUK DITELAPAK KAKI KIRI SEDALAM LEBIH KURANG 1 CM.
KAYU KASO, DAN MENYEBABKAN LUKA TUSUK DITELAPAK KAKI KIRI SEDALAM LEBIH KURANG 1 CM.
12. Saksi-saksi yang memberi keterangan terjadinya kecelakaan / sakit
12. Saksi-saksi yang memberi keterangan terjadinya kecelakaan / sakit
No.
Nama Saksi
Pekerjaan
Perusahaan / Mandor
Alamat
Usia
No.
Nama Saksi
Pekerjaan
Perusahaan / Mandor
Alamat
1.
PAINO
TK. KAYU
PT. PUTRA
JL. ANYER NO. 3 JAKARTA SELATAN
40
1.
PAINO
TK. KAYU
PT. PUTRA
JL. ANYER NO. 3 JAKARTA SELATAN
40
2.
BEJO
TK. BESI
MANDOR SUPRA
JL. GENTA NO. 1 CIREBON
27
2.
BEJO
TK. BESI
MANDOR SUPRA
JL. GENTA NO. 1 CIREBON
27
3.
3.
4.
4.
Usia
FORM NO : K3L - 08
LAPORAN BULANAN K3L
EDISI REVISI
TANGGAL
3
02-01-2008
FORM K3L - 08 : 01 / K3L : DEPDAGRI
NOMOR PROYEK A.
B.
KEGIATAN K3L
s/d
s/d
s/d
s/d Bln yl 0
Bln ini 5
Bln ini 5
Kali
7.
Non Conformance K3L
SHE Patrol
0
31
31
Kali
8.
Surat Peringatan K3L
0
1
1
Kali
SHE Meeting
0
5
5
Kali
9.
Surat Ijin Bekerja
0
1
1
Kali
4.
SHE Induction
0
3
3
Kali
10.
Evaluasi IBPR
0
1
1
Kali
5.
Training K3L
0
1
1
Kali
11.
Evaluasi IPPAL
0
1
1
Kali
6.
Uji Dampak Lingk.
0
1
1
Kali
1.
SHE Talk
2. 3.
Bln yl Bln ini Bln ini 1 1 0 Kali
JUMLAH TENAGA KERJA DAN JAM KERJA B 1. Jumlah hari kerja (akumulatif jumlah laporan harian) B 2. Jumlah jam kerja orang (akumulatif jumlah laporan harian) B 3. Jumlah tenaga kerja (akumulatif jumlah laporan harian) B 4. Jumlah kehilangan hari kerja akibat Kec. Kerja (Loss Time) (akumulatif jumlah laporan harian) B 5. Jumlah kehilangan hari kerja akibat Sakit (Loss Time) (akumulatif jumlah laporan harian)
C.
: JANUARI : 01 (SATU)
LAPORAN BULAN LAPORAN KE
s/d Bulan lalu 0
Bulan ini
s/d Bulan ini
31
(a)
31
(b)
0.00
(c) =(a+b)
137,718.00
137,718.00
4,442.52 Rata-rata
(d)
0.00 (g)
(e)
(f)=(d+e)
12,961.00
12,961.00
(h)
(i)=(g+h)
0
2
(j)
418.10 Rata-rata
2.00
(k)
(l)=(j+k)
0
1
1.00
(m)
(n)
(o)=(m+n)
KECELAKAAN KERJA Faktor penyebab terjadinya kecelakaan
s/d Bln yl
Bln ini
s/d Bln ini
C 1. Faktor manusia (Kurang peduli K3L,tdk disiplin,kondisi mental/fisik lemah, dll)
0
1
1
Kasus
C 2. Faktor konstruksi ( salah metode konstruksi, salah penggunaan alat kerja)
0
0
0
Kasus
C 3. Faktor alat kerja (alat kerja tidak berfungsi sebagaimana mestinya )
0
0
0
Kasus
C 4. Faktor lingkungan kerja (tekanan udara, getaran, bising, licin, gelap, kotor, limbah B3 dll)
0
1
1
Kasus
0 (a)
2 (b)
2 (c)
Kasus
DATA KECELAKAAN DAN KESEHATAN KERJA
+ C 5. Jumlah faktor penyebab kecelakaan kerja = ( C1 + C2 + C3 + C4 )
D.
KONDISI KORBAN
s/d Bln yl
Bln ini
s/d Bln ini
0
1
1
Orang
D 2. Luka berat
0
1
1
Orang
D 3. Meninggal dunia
0
0
0
Orang
I. Kondisi korban kecelakaan D 1. Luka ringan
Lampiran FORM K3L - 08
(Data kecelakaan dan kesehatan kerja bulan ini) NOMOR PROYEK
NO
+ D 4. Jumlah kecelakaan Kerja = ( D1 + D2 + D3 )
0 (a)
2 (b)
2 (c)
Orang
II. Kondisi korban sakit D 5. Sakit ringan
0
1
1
Orang
D 6. Sakit berat
0
1
1
Orang
D 7. Meninggal
0
0
0
Orang
1
TANGGAL
: :
JAM
01 / K3L DEPDAGRI
LOKASI/ AREA
02-01-2007 10.30 B 1
BULAN HAL
NAMA
Andri
USIA
PEKERJAAN
25 Th Tk. Kayu
PERUSAHAAN / MANDOR
JANUARI 01 / 01
URAIAN KECELAKAAN DAN SAKIT ( Jelaskan secara singkat )
PT. Putra /
Pada saat berjalan dilantai B 1, kaki kiri korban
Achmad
tertusuk paku yang terdapat pada potongan kayu
BAGIAN TUBUH YANG CIDERA / SAKIT (4)
PERAWATAN (5)
PENYEBAB KECELAKAAN (1)
JENIS CIDERA (2)
F
A
K
H
F
J
X
A
I
X
B
H
JENIS PENYAKIT (3)
P3K
RS
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYANYA KECELAKAAN (6) 1
2
3
X
KONDISI KORBAN (7) LOSS TIME
Korban Kecelakaan
4
LR
X
X
LB
M
Korban SR
SB
Sakit M
KEC. KERJA
KES. KERJA
0
kaso dan menyebabkan luka tusuk ditelapak kaki kiri sedalam lebih kurang 1 cm. 2
05-01-2007 14.30 Lt.3
Bambang
30 Th Tk. Kayu
PT. Putra /
Pada saat bekerja dipinggir lantai 3. korban terpele-
Achmad
leset dan jatuh kelantai.2 menyebabkan korban
0 (d)
D 8. Jumlah sakit akibat Kerja = ( D5 + D6 + D7 )
0 (e)
2 (f)
X
X
2
menderita retak tulang.
+
E.
: :
Orang 3
05-01-2007 11.00 Barak
Heru
32 Th Tk. Besi
Supra
Mengalami demam tinggi setelah sehari sebelum -
X
1
nya bekerja memasang besi kolom kolom di lt.3.
TINGKAT KEKERAPAN DAN TINGKAT KEPARAHAN SAMPAI DENGAN BULAN INI 4
Frequency rate / FR (Tingkat kekerapan) Jumlah kecelakaan kerja x
1,000,000
Jumlah jam kerja orang
( D2 + D3 ) x
=
1,000,000
=
B2. f
x
1,000,000
Jumlah jam kerja orang
Laporan ini dibuat pada hari
:
( B4 l + B5 o ) x
=
1,000,000
B2. f
Tgl. :
Jam :
=
21.78 WIB
Mengetahui,
Dibuat oleh :
Project Manager
Safety, Health & Environmental Officer
HERRY S (Nama & Tandatangan)
RASFIAN S (Nama & Tandatangan)
:
Laporan Bulanan ini dikirimkan kepada SHE O Cabang, paling lambat tanggal 3 setiap bulannya
24 Th Tk. Kayu
Andi
Mengalami muntah-muntah setelah makan malam
X
2
X
2
1
0
0
1
1
1
0
1
0
1
(1) PENYEBAB KECELAKAAN :
(2) JENIS CIDERA :
(3) JENIS PENYAKIT :
(4) BAGIAN TUBUH YANG CIDERA / SAKIT
(5) PERAWATAN :
(7) KONDISI KORBAN :
A. B. C. D. E. F.
Kestroom Tertabrak Tenggelam Terbakar Terbentur Tertusuk
A. B. C. D. E. F.
G. Patah tulang H. Terkilir / keseleo I. ……………….…...……
Kepala Mata Muka / wajah Telinga Leher Punggung Dada
KECELAKAAN LR = Luka ringan LB = Luka berat M = Meninggal
Tergores Terpeleset / Tersandung Terhimpit / Tergencet Tertimpa / Kejatuhan Jatuh dari ketinggian …………...…………….
A. B. C. D. E. F. G.
P3K RS
G. H. I. J. K. L.
A. B. C. D. E. F. G.
H. I. J. K. L.
Perut Badan Tangan / jari tangan Kaki / jari kaki Organ tubuh bagian dalam
Luka tusuk Luka robek Luka memar / dalam Luka bakar Luka terputus / terpotong Retak tulang
Demam Diare Sakit mata Typus Asma Sesak napas Pusing
H. Maag I. ……………..…………
CATATAN : PERHITUNGAN KEHILANGAN HARI KERJA ( LOSS TIME ) SEBAGAI BERIKUT : 1.
CATATAN
Amir
JUMLAH
Severity rate / SR (Tingkat keparahan) Jumlah kehilangan hari kerja
06-01-2007 10.00 Barak
7.26
Kehilangan hari kerja dihitung per orang korban yang diakibatkan karena Kecelakaan atau Sakit dan jika korban mengalami kecelakaan atau sakit dan memerlukan perawatan tetapi korban dapat langsung bekerja pada hari itu juga maka Kehilangan Hari Kerja = 0 (Nol)
= Petugas K3L = Rumah Sakit
2
(6) FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KECELAKAAN 1. Faktor Manusia ( Kurang peduli K3L,tidak disiplin, kondisi mental/fisik lemah dll) 2. Faktor Konstruksi ( Salah metode konstruksi, salah penggunaan alat ) 3. Faktor Alat Kerja ( Alat kerja tidak berfungsi sebagaimana mestinya ) 4. Faktor Lingkungan Kerja ( Tekanan udara, getaran, bising, licin, gelap, kotor, limbah B3 dll)
2. Jika korban mengalami kecelakaan atau sakit, serta memerlukan perawatan dan tidak dapat bekerja maka Kehilangan Hari Kerja harus dihitung, ( contoh : Jika tidak bekerja 1 hari, maka Kehilangan Hari Kerja = 1 hari atau jika 2 hari maka Kehilangan Hari kerja = 2 hari dan seterusnya) 3. Jika korban meninggal, Kehilangan Hari Kerja = 6.000 Hari yang dimaksud korban meninggal dunia adalah korban meninggal saat mengalami kecelakaan atau sakit akibat kerja.
0
1
SAKIT SR = Sakit ringan SB = Sakit berat M = Meninggal
L A M P I R A N II
LEMBAR OBSERVASI I
TEMPAT KERJA DAN ALAT KERJA NO 1
KETERANGAN
YA
TIDAK
Disetiap tempat kerja harus dilengkapi dengan sarana v untuk keperluan keluar masuk dengan aman
2
Tempat kerja, tangga, lorong, dan gang tempat orang bekerja v atau sering dilalui dilengkapi dengan penerangan yang cukup
3
Semua tempat kerja harus mempunyai ventilasi yang cukup
4
Tidak ada bahan - bahan berserakan di tempat kerja
5
Peralatan kerja tidak dilempar, diluncurkan, dan dijatuhkan
v v
v dari tempat tinggi 6
Sisi lantai yang terbuka, lubang di lantai yang terbuka, atap atau panggung yang dapat dimasuki, sisi tangga yang v terbuka, semua galian dan lubang diberi pagar atau tutup pengaman yang kuat
7
Orang yang tidak berkepentingan dilarang memasuki v Tempat kerja
PERANCAH NO 1
KETERANGAN Perancah diberi lantai papan yang kuat dan rapat
YA v
TIDAK
NO 2
KETERANGAN
YA TIDAK
Lantai perancah diberi pagar pengaman bila tingginya v lebih dari 2 meter
3
Jalan, jalan sempit dan jalan landasan (runway) harus v dari bahan konstruksi yang kuat
4
Perancah tiang kayu yang terdiri dari sejumlah tiang kayu dan bagian atasnya dipasang gelagar sebagai tempat v untuk meletakkan papan perancah diberi palang pada semua sisinya
5
Perancah tiang kayu menggunakan kayu lurus yang baik
6
Perancah gantung terdiri dari angker pengaman, kabel
v
baja penggantung yang kuat dan sangkar gantung dengan
#
lantai papan yang dilengkapi pagar pengaman 7
Keamanan perancah gantung diuji tiap hari sebelum digunakan
8
Perancah gantung yang digerakan dengan mesin mengunakan
#
# kabel baja 9
Perancah tupang sudut (outrigger cantilever) atau perancah tupang siku (jib scaffold) hanya boleh digunakan oleh tukang kayu, tukang cat, tukang listrik dan tukang lainnya yang sejenis dan tidak menggunakan panggung perancah tersebut untuk menempatkan sejumlah bahan
v
NO 10
KETERANGAN
YA TIDAK
Tangga yang digunakan sebagai kaki perancah harus dengan v
konstruksi yang kuat dengan letak yang sempurna 11
Tidak menggunakan perancah jenis dongkrak tangga #
(ledder jack) untuk pekerjaan pada permukaan yang tinggi 12
Perancah kuda - kuda hanya boleh digunakan sewaktu #
bekerja pada permukaan rendah dan jangka waktu pendek 13
Perancah siku dengan penunjang (bracket scaffold) v
dijangkarkan ke dalam dinding 14
Perancah tupang jendela hanya digunakan untuk pekerjaan #
ringan dengan jangka waktu pendek dan hanya untuk melalui jendela terbuka dimana perancah jenis tersebut ditempatkan 15
Perancah pada pipa logam terdiri dari kaki, gelagar palang dan pipa penghubung dengan ikatan yang kuat, dan pemasangan #
pipa tersebut harus kuat dan dilindungi terhadap karat dan cacat lainnya. 16
Perancah beroda yang dapat dipindah-pindahkan v
(mobile scaffold) tidak memutar waktu dipakai 17
Perancah dengan bak (serial basket trucks) tetap stabil v
dalam semua kedudukan dan semua gerakan
TANGGA NO 1
KETERANGAN
YA TIDAK
Tangga yang dapat dipindahkan (portable stepledder) dan tangga kuda - kuda yang dapat dipindahkan panjangnya #
tidak lebih dari 6 meter dan pengembangan antara kaki depan dan kaki belakang harus diperkuat dengan pengaman 2
Tangga bersambung dan tangga mekanik panjangnya v
tidak lebih dari 15 meter 3
Tangga tetap panjangnya tidak boleh lebih dari 9 meter
v
ALAT ANGKAT NO 1
KETERANGAN
YA
Tegangan maksimum yang terjadi harus lebih kecil dari tegangan maksimum yang diijinkan dan harus ada keseimbangan sehingga dapat berfungsi tanpa melalui
v
batas pemuaian, pelenturan, getaran, puntiran, dan tanpa terjadi kerusakan sebelum batas waktunya 2
Setiap kran angkat yang tidak direncanakan untuk mengangkut muatan kerja maksimum yang diijinkan v
pada semua posisi yang dapat dicapai mempunyai petunjuk radius muatan
TIDAK
NO 3
KETERANGAN
YA
TIDAK
Adanya aturan yang melarang orang melintasi daerah v
lintas keran jalan (travelling crane) 4
Pesawat angkat monoril dilengkapi sakelar pembatas
5
Tiang derek (gin pales) dijangkarkan dan diperkuat
v
v
dengan kabel 6
Penggunaan dongkrak pada posisi yang aman sehingga #
tidak memutar atau pindah tempat 7
Dongkrak dilengkapi dengan peralatan yang dapat #
mencegah agar tidak melebihi posisi maksimum (over travel)
KABEL BAJA, TAMBANG, RANTAI, DAN PERALATAN BANTU NO
KETERANGAN
1
Semua tambang, rantai dan peralatan bantunya yang digunakan untuk mengangkat, menurunkan atau menggantungkan
YA TIDAK
v
diperiksa dan diuji secara berkala 2
Kabel baja tidak membelit, berkarat, putus, dan cacat lainnya
v
NO 3
KETERANGAN
YA
TIDAK
Bantalan yang sesuai digunakan untuk mencegah agar tambang tidak menyentuh permukaan, pinggir atau sudut #
yang tajam atau sentuhan lainnya yang dapat mengakibatkan rusaknya tambang tersebut 4
Rantai yang cacat tidak dipergunakan.
v
MESIN NO 1
KETERANGAN
YA
TIDAK
Mesin - mesin yang digunakan dipasang dan dilengkapi v
dengan alat pengaman 2
Dilakukan pemeriksaan dan perbaikan pada tenggang waktu v
yang sesuai dengan petunjuk pabriknya 3
Operator mesin terlatih untuk pekerjaannya dan mengetahui v
peraturan keselamatan kerja untuk mesin tersebut
PERALATAN KONSTRUKSI BANGUNAN NO 1
KETERANGAN Alat penembak paku dilengkapi dengan alat pengaman
YA
TIDAK #
NO 2
KETERANGAN
YA
TIDAK
Sebelum meninggalkan bulldozer atau scraper, operator #
melakukan tindakan pencegahan yang perlu untuk menjamin agar mesin tersebut tidak bergerak 3
Gergaji bundar dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah bahaya singgung dengan mata gergaji dan alat pencegah v
bahaya tendangan belakang, serpihan, atau mata gergaji yang patah 4
Mesin ketam dilengkapi dengan peralatan yang dapat #
mengurangi bidang bukan serut yang membahayakan dan mengurangi bahaya tendangan belakang 5
Penyimpanan dan pengangkutan alat - alat tajam dilakukan v
dengan sedemikian rupa agar tidak membahayakan 6
Alat penembak paku menggunakan cartridge dan proyektil #
yang cocok 7
Operator alat penembak paku berumur sedikitnya 18 tahun #
dan terlatih 8
Traktor dan truk memuat beban sampai batas yang diizinkan v
dan dapat dikemudikan dan direm dengan baik 9
Traktor dan truk dikemudikan oleh orang yang terlatih
v
BETON NO 1
KETERANGAN
YA
TIDAK
Setiap ujung mencuat yang membahayakan harus v dilengkungkan atau dilindungi
2
Pemetian beton (bekisting) dan penguatnya dapat memikul atau menahan seluruh beban sampai beton
v
menjadi beku
PEKERJAAN LAINNYA NO
KETERANGAN
1
Bagian konstruksi baja dirakit dahulu sebelum dipasang
2
Bagian atas dari lantai sumuran tertutup papan atau
YA
TIDAK
v
#
peralatan lain 3
Pemasangan rangka atap dilakukan dari peralatan perancah v
dan tenaga kerja telah dilengkapi dengan peralatan pengaman 4
Terdapat lantai kerja sementara yang kuat.
5
Tenaga kerja tidak bersinggungan langsung dengan bahan
#
#
pengawet kayu 6
Kayu yang telah diawetkan tidak dibakar di tempat kerja
#
NO 7
KETERANGAN
YA
TIDAK
Penggunaan asbes hanya digunakan apabila bahan yang #
kurang berbahaya tidak tersedia 8
Tenaga kerja yang bekerja di atap dilengkapi dengan v
alat pelindung diri yang sesuai 9
Juru las dan tenaga kerja lainnya terlindung terhadap v
serpihan bunga api, uap radiasi, dan sinar berbahaya lainnya
ALAT PELINDUNG DIRI NO 1
KETERANGAN
YA
TIDAK
Jenis APD yang digunakan pekerja sesuai dengan sifat v
pekerjaan yang dilakukan 2
Jumlah APD cukup untuk semua pekerja.
3
APD yang digunakan memenuhi persyaratan keselamatan
v
v
dan kesehatan kerja 4
Tersedia APD untuk orang lain selain pekerja yang v
memasuki tempat kerja 5
Tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja v
memakai APD yang telah ditetapkan
Keterangan : 1. Tanda (v) pada kolom YA menandakan bahwa hasil observasi sesuai dengan isi Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan. 2. Tanda (v) pada kolom TIDAK menandakan bahwa hasil observasi tidak sesuai dengan isi Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan. 3. Tanda (#) pada kolom TIDAK menandakan bahwa jenis kegiatan, mesin, material, dan peralatan yang tertulis pada Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan tidak terdapat di lokasi proyek karena tidak diperlukan.
LEMBAR OBSERVASI II 1. Implementasi Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Konstruksi 1.1.1
Bahan berserakan
1.1.2
Daerah lintas keran jalan
1.1.3
APD tidak dikenakan
1.1.4
Ujung besi mencuat
2. Komunikasi 2.1 Transmisi 2.1.1 SHE talk
2.1.2
SHE meeting
2.1.3
Rambu peringatan
3. Disposisi 3.1 Komitmen 3.1.1 Tidak ikut SHE talk
3.1.2
Tidak memakai APD
4. Sumber Daya 4.1 Staf 4.1.1
SIO operator alimak
4.1.2
Jumlah staf HSE masih kurang
4.2 Wewenang 4.2.1
HSE pusat memberi perintah ke HSE proyek
4.2.2
HSE proyek memberi perintah ke pekerja
4.3 Fasilitas 4.3.1
Kotak P3K
4.3.2
Safety net
4.3.3
APAR
5. Struktur Birokrasi 5.1 SOP 5.1.1
Program kerja HSE
5.1.2
Penggunaan APD
5.1.3
Deklarasi kesadaran K3L
5.1.4
Safety Instruction lift alimak
5.1.5
Pedoman K3 konstruksi
L A M P I R A N III
TRANSMISI
No
Informan
Jawaban Induction, SHE talk, SHE meeting, rambu peringatan, pelatihan K3
1
HSE Pusat
Pelatihan K3 umum kepada semua pekerja : APAR, safety belt pertolongan pertama, evakuasi Induction, SHE talk, SHE meeting, rambu peringatan, pelatihan K3
2
HSE Proyek
Pelatihan K3 umum kepada semua pekerja : APAR, safety belt pertolongan pertama, evakuasi Induction, SHE talk, SHE meeting, rambu peringatan, pelatihan K3
3
Quality Control
Pelatihan K3 umum kepada semua pekerja : APAR, safety belt pertolongan pertama, evakuasi
4
House Keeping
SHE talk tiap Jumat, pemasangan rambu, induction Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi Jumat pagi SHE talk, buat mandor SHE meeting, induction
5
Besi
Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi Dari mandor gak dapat pelatihan K3 SHE talk tiap Jumat, SHE meeting buat mandor, induction
6
Cor
Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi Dari mandor gak dapat pelatihan K3 SHE talk tiap Jumat, SHE meeting buat mandor, induction
7
Kayu
Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi Dari mandor gak dapat pelatihan K3 SHE talk tiap Jumat, SHE meeting buat mandor, induction
8
Operator Alimak
Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi Dapatnya tentang alat pengaman dan beban maksimal
9
Operator Tower Crane
SHE talk tiap Jumat, SHE meeting buat mandor, induction Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi Dari mandor dikasih tahu alat pengaman dan beban maksimal
KEJELASAN
No
Informan
Jawaban Pekerja tidak tahu Permenakertrans No.1 / 1980
1
HSE Pusat
HSE pasti mengerti isi peraturan tersebut karena HSE wajib ikut training dan ada tesnya kalau mau lulus. Pekerja tidak tahu Permenakertrans No.1 / 1980
2
HSE Proyek
Kalau mau kerja jadi HSE disini harus ikut pelatihan. Kalau tidak mengerti tidak mungkin kerja disini sekarang. Pekerja tidak tahu Permenakertrans No.1 / 1980
3
Quality Control
Saya dan karyawan kontraktor lainnya sudah tahu Permenakertrans No.1 / 1980.
4
House Keeping
Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu SHE talk saya mengerti
5
Besi
Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu SHE talk ada yang ngerti ada yang gak ngerti
6
Cor
Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu SHE talk saya mengerti tapi jarang datang
7
Kayu
Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu SHE talk ada yang ngerti ada yang gak ngerti
8
Operator Alimak
Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu SHE talk saya mengerti
9
Operator Tower Crane
Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu SHE talk saya mengerti
KONSISTENSI
No
Informan
1
HSE Pusat
Jawaban Kami ada audit untuk memastikan kegiatan di proyek tidak melanggar UU salah satunya Permenakertrans No.1 / 1980 Pelaksanaan peraturan pemerintah terkait dengan K3 sudah
2
HSE Proyek
semua dijalankan. Permenakertrans No.1 / 1980 pasti konsisten Antara peraturan dan pelaksanaan disini.
3
Quality Control
Saya sudah cek isi peraturan dengan materi pelatihan K3 yang ditujukan untuk karyawan kontraktor. Isinya sudah sama.
4
House Keeping
-
5
Besi
-
6
Cor
-
7
Kayu
-
8
Operator Alimak
-
9
Operator Tower Crane
-
KOMITMEN
No
Informan
Jawaban Kalau dari PP semuanya sudah komitmen dengan peraturan yang
1
HSE Pusat
ada. Selain itu ada evaluasi dari pusat. Selama saya inspeksi saya rasa komitmen pekerja masih kurang karena selalu ada pekerja yang ketahuan gak pake APD. Sudah gak kehitung berapa kali harus negur pekerja. Mulai dari gak pake APD sampai gak ikut SHE talk. Tapi banyak juga
2
HSE Proyek
yang masih taat dengan peraturan K3. Kalau dari PP semuanya sudah komitmen dengan peraturan yang ada. Selain itu ada evaluasi dari pusat.
3
Quality Control
Kalau dari PP sudah bagus tapi kalau dari pihak pekerja masih kurang. Banyak yang telat atau gak datang waktu SHE talk.
4
House Keeping
Kalau sudah disini K3 harus dilakukan. Pekerja selain saya suka gak melakukan K3.
5
Besi
K3 itu penting supaya gak kenapa - kenapa. Kalau sudah kelamaan kerja helm saya copot soalnya panas. K3 itu penting supaya gak kena kecelakaan kerja.
6
Cor
Saya jarang datang SHE talk soalnya yang diomongin gitu - gitu aja. Yang penting kerjaan saya beres.
7
Kayu
K3 itu penting supaya gak kenapa - kenapa waktu kerja. Banyak yang malas pake APD dan gak ikut SHE talk. K3 itu penting. Kalau ada kecelakaan kerja bisa ganggu
8
Operator Alimak
pekerjaan lain di proyek. Masih banyak pekerja yang bandel gak pake APD. K3 itu penting. Kalau operator TC kena kecelakaan kerja yang
9
Operator Tower Crane
lain bisa gak kerja soalnya TC yang ngangkut material ke atas. Operator TC jarang pake helm waktu mengoperasikan mesin. Kalau yang lain masih suka bandel gak ikut SHE talk.
INSENTIF No
Informan
1
HSE Pusat
2
HSE Proyek
3
Quality Control
Jawaban Proyek yang HSEnya terbaik dapat reward dari pusat dan dinikmati semua karyawan PP disana. Bonusnya bisa berupa uang atau makanan. HSE proyek mencatat pekerja yang tidak datang saat SHE talk dan patroli setiap hari. Waktu patroli keliatan siapa saja yang patuh dan tidak patuh dengan peraturan K3. Waktu SHE talk pekerja yang taat K3 kami kasih duit atau kue. Bisa sebulan atau 3 minggu sekali. Orangnya bisa 3 orang lebih. Tujuannya memotivasi pekerja agar mau menaati peraturan K3. pekerja yang tidak taat K3 kami beri SP sampai 2X kalau masih diteruskan bisa dikeluarkan. Selama ini belum ada yang dikeluarkan. Pusat menilai mana proyek yang HSEnya dianggap yang terbaik lalu proyek tersebut karyawan kontraktornya mendapat hadiah dari pusat bisa berupa uang atau makanan. Kami mengisi form SHE talk. Disitu kami mencatat siapa pekerja yang absen. Selain itu setaip hari kami patroli. Waktu patroli keliatan siapa yang taat dan tidak taat dengan peraturan K3. Pekerja di proyek yang kami anggap sudah melaksanakan K3 dengan baik akan diberikan hadiah, makanan, atau uang. Diberikan saat SHE talk bisa 2 atau 3 orang. Tujuannya memotivasi pekerja agar mau menaati peraturan K3. Pekerja yang tidak taat akan diberikan SP 2X bila masih melanggar bisa dikeluarkan. Selama ini belum ada yang dikeluarkan. Pusat menilai mana proyek yang HSEnya dianggap yang terbaik Proyek itu nanti akan mendapat hadiah dari pusat. HSE proyek mencatat pekerja yang tidak datang saat SHE talk dan patroli setiap hari untuk melihat pekerja yang taat dan melanggar peraturan K3. Biasanya setiap bulan pas lagi SHE talk ada beberapa perwakilan pekerja yang dikasih hadiah karena taat dengan aturan HSE. Tujuannya memotivasi pekerja agar mau menaati peraturan K3. Harusnya diberi SP sampai 2X terus kalau masih melanggar pekerja tersebut bisa dikeluarkan. Disini cukup ditegur saja.
No
Informan
Jawaban Hadiah ada biasanya dikasih waktu SHE talk. Tapi gak tentu dikasihnya. Bisa 2 atau 3 orang. Bisa dikasih uang atau kue.
4
House Keeping
Bagus kalau ada hadiahnya. Disini biasanya cuma ditegur. Belum ada yang dikeluarin. Disini masih mending. Di tempat kerja saya dulu bisa gak dikasih honor. Kadang dikasih duit atau kue. Waktu SHE talk tapi gak tentu.
5
Besi
Ya lumayan. Bagus Disini ditegur doank sama HSE. Belum ada yang dikeluarin. Ada duit atau bingkisan. Waktu SHE talk bisa 2 atau 3 minggu
6
Cor
Seneng. Lumayan Biasanya cuma ditegur HSE. Belum pernah ada yang keluar. Bisa dikasih uang atau bingkisan. Waktu SHE talk tapi gak tentu.
7
Kayu
Bagus sih. Senang juga kalau dikasih hadiah. Biasanya cuma ditegur HSE. Belum pernah ada yang keluar. Bisa dikasih duit atau kue tapi gak tiap minggu. Bisa 2 atau 3 orang.
8
Operator Alimak
Senang juga kalau dikasih hadiah. HSE kasih peringatan. Belum ada yang dikeluarin.
9
Operator Tower Crane
Kadang dikasih duit atau kue tapi gak tentu tiap minggu. Baguslah bisa memotivasi. Ditegur sama HSE. Belum ada yang dikeluarin.
STAF No
Informan
1
HSE Pusat
2
HSE Proyek
3
Quality Control
4
House Keeping
5
Besi
6
Cor
7
Kayu
8
Operator Alimak
9
Operator Tower Crane
Jawaban Umur 18+ bukti fotocopy KTP. Operator alimak dan TC punya SIO. Mandor direkrut dari proyek sebelumnya karena kerjanya bagus. pekerja bangunan rata - rata SD, SMP, SMA. Awal masuk safety induction. Ada pelatihan K3 umum Karyawan PP umumnya pendidikan teknik. Harus ikut training K3. Menurut saya sudah cukup2 orang untuk tiap gedung. Tapi harus Diakui kerja mereka sibuk karena harus mengawasi semua pekerja. Umur 18+ bukti fotokopi KTP. Operator alimak dan TC punya SIO. Mandor direkrut dari proyek sebelumnya karena kerjanya bagus. pekerja bangunan rata - rata SD, SMP, SMA. Awal masuk safety induction. Ada pelatihan K3 umum Karyawan PP umumnya pendidikan teknik. Harus ikut training K3. Staf HSE ada 4. 2 orang untuk tiap gedung. Tidak semua pekerja bisa terpantau makanya harus keliling terus naik turun. Umur 18+ bukti fotocopy KTP. Operator alimak dan TC punya SIO. Mandor direkrut dari proyek sebelumnya karena kerjanya bagus. pekerja bangunan rata - rata SD, SMP, SMA. Awal masuk safety induction. Ada pelatihan K3 umum Karyawan PP umumnya pendidikan teknik. Harus ikut training K3. Orang QC semua mengerti safety engineering dan safety device. Permenaker K3 sudah dijamin terpenuhi dari aspek engineering. Pertama datang fotokopi KTP dan diberi induction. Pertama datang sudah tahu tugas pekerja house keeping bagaimana. Pertama datang fotokopi KTP dan diberi induction. Pertama datang sudah tahu tugas - tugasnya pekerja besi. Pertama datang fotokopi KTP dan diberi induction. Pertama datang sudah tahu tugas - tugasnya pekerja cor. Pertama datang fotokopi KTP dan diberi induction. Pertama datang belum tahu tugas - tugasnya pekerja kayu. Lihat dan minta diajarin sesama rekan pekerja kayu nanti juga mengerti. Pertama datang fotokopi KTP dan SIO. Diberi induction. Pertama datang sudah tahu tugas - tugasnya operator alimak. Pertama datang fotokopi KTP dan SIO. Diberi induction. Pertama datang sudah tahu tugas - tugasnya operator TC.
INFORMASI
No
Informan
1
HSE Pusat
2
HSE Proyek
3
Quality Control
4
House Keeping
5
Besi
6
Cor
7
Kayu
8
Operator Alimak
9
Operator Tower Crane
Jawaban Dari laporan kecelakaan bisa terlihat apakah K3 dijalankan dengan baik. Kalau hanya 1-2 kecelakaan kerja berarti orangnya yang tidak dengan K3. Kalau disebabkan karena teknis mesin dan peralatan berarti kesalahan di pihak kami. Tapi selama ini belum pernah. Tidak hanya laporan kecelakaan, saya juga inspeksi ke proyek, ada dokumentasi kegiatan. SHE meeting dan SHE talk tiap minggu, laporan HSE proyek Dari laporan kecelakaan bisa terlihat apakah K3 dijalankan dengan baik. Kalau banyak berarti ada masalah dengan pelaksanaan K3. Selama ini kecelakaan kerja murni karena faktor pekerja bukan dari faktor teknis. Berarti pekerjanya yang tidak mematuhi aturan K3. Tidak hanya laporan kecelakaan, saya juga kasih laporan ke pusat, dokumentasi kegiatan, SHE meeting dan SHE talk tiap minggu, Pusat juga inspeksi ke proyek. Dari laporan kecelakaan bisa terlihat jumlah dan faktor penyebab. QC lebih melihat apakah disebabkan karena faktor teknis mesin peralatan atau bukan. Sejauh ini kecelakaan kerja selalu disebabkan karena faktor manusianya. Tidak hanya laporan kecelakaan, saya juga buat laporan ke pusat, dokumentasi kegiatan, SHE meeting dan SHE talk tiap minggu, Pusat juga inspeksi ke proyek. Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan kerapihan dan APD. Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan kerapihan dan APD. Cara kerja yang aman belum diajarkan. Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan kerapihan dan APD. Cara kerja yang benar belum diajarkan. Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan kerapihan dan APD. Cara kerja yang benar belum diajarkan. Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan kerapihan dan APD. Ketentuan teknis sudah diajarkan subkontraktor. Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan kerapihan dan APD. Ketentuan teknis sudah diajarkan subkontraktor.
WEWENANG
No
Informan
1
HSE Pusat
2
HSE Proyek
3
Quality Control
4
House Keeping
5
Besi
6
Cor
7
Kayu
8
Operator Alimak
9
Operator Tower Crane
Jawaban Membuat peraturan yang harus dipatuhi pekerja maupun karyawan PP agar peraturan permenaker K3 konstruksi bisa dilaksanakan dengan baik. Memberhentikan pekerja atau pekerjaan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja baik bagi pekerja itu sendiri maupun pekerja lain di sekitarnya bila terlihat langsung di mata saya. Membuat peraturan yang harus dipatuhi pekerja maupun karyawan PP agar peraturan permenaker K3 konstruksi bisa dilaksanakan dengan baik. Bedanya sama pusat, kami tinggal menjalankan yang sudah dibuat pusat. Tinggal menyesuaikan dengan di proyek saja. Memberhentikan pekerja atau pekerjaan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja baik bagi pekerja itu sendiri maupun pekerja lain yang terlibat di dalamnya. Memastikan mesin, peralatan, dan bahan yang akan digunakan sudah memenuhi standar keamanan. Saya juga bisa menegur pekerja yang kerjanya sembarangan dan melanggar aturan K3. Sesama house keeping saling mengingatkan. Kalau pekerja lain tidak tahu pekerjaannya jadi saya diamkan. Biasanya HSE yang menegur pekerja. Sesama pekerja suka merasa tidak enak. Kalau ada pekerja yang tidak taat K3 biasanya diam saja. Semua disini sibuk jadi tidak ngurusin pekerjaan yang lain. Kalau ada pekerja yang tidak pake helm yang lain diam saja. Sibuk banyak kerjaan. Pekerja lain juga sibuk sama pekerjaannya. HSE saja yang menegur. Tidak enak kalau pekerja yang tegur. Pekerja disini punya kerjaan sendiri jadi gak ngurusin yang lain. Diam saja kalau ada pekerja yang melanggar aturan K3. Pekerja juga bisa menegur tapi merasa tidak enak. Diam saja kalau ada pekerja yang melanggar aturan K3. HSE saja yang menegur. Tidak enak kalau pekerja yang tegur.
FASILITAS
No
Informan
Jawaban Fasilitas terkait K3 sudah lengkap. APD sudah ada untuk semua karyawan kontraktor. Rambu peringatan sudah dipasang. Safety net sudah dipasang. APAR ada setiap 2 lantai. Safety belt dan body harness sudah ada.
1
HSE Pusat
Checklist mesin dan peralatan juga sudah dibuat. Tapi tidak semua pasal dari permenaker K3 konstruksi bisa diterapkan disini. Itu tergantung jenis proyeknya. APD untuk pekerja kami bebankan kepada mandor sesuai dengan kesepakatan. Kalau ada yang kurang atau hilang bisa kami tambah. Fasilitas terkait K3 sudah lengkap. APD sudah ada untuk semua karyawan kontraktor. Rambu peringatan sudah dipasang. Safety net sudah dipasang. APAR ada setiap 2 lantai. Safety belt dan body harness sudah ada.
2
HSE Proyek
Checklist mesin dan peralatan juga sudah dibuat. Tapi tidak semua pasal dari permenaker K3 konstruksi bisa diterapkan disini. Itu tergantung jenis proyeknya. APD untuk pekerja kami bebankan kepada mandor sesuai dengan kesepakatan. Kalau ada yang kurang atau hilang bisa kami tambah. Fasilitas terkait K3 sudah lengkap. APD sudah ada untuk semua karyawan kontraktor. Rambu peringatan sudah dipasang. Safety net sudah dipasang. APAR ada setiap 2 lantai. Safety belt dan body harness sudah ada.
3
Quality Control
Checklist mesin dan peralatan juga sudah dibuat. Tapi tidak semua pasal dari permenaker K3 konstruksi bisa diterapkan disini. Itu tergantung jenis proyeknya. APD untuk pekerja kami bebankan kepada mandor sesuai dengan kesepakatan. Kalau ada yang kurang atau hilang bisa kami tambah.
No
Informan
Jawaban House keeping langsung dibawah PP jadi APD disediakan.
4
House Keeping
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu peringatan, safety belt, safety net. Pekerja yang tidak pake APD biasanya malas atau hilang Saya gak pake full body harnesstapi ribet kayaknya jadi pekerja lebih suka pake safety belt. PP tidak menyediakan helm dan sepatu. Semua dari mandor tapi kalau ada yang kurang atau tali helm hilang boleh minta ke HSE.
5
Besi
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu peringatan, safety belt, safety net. Helm biasanya dilepas karena gerah kalau kelamaan dipakai. Body harness ribet jadi pake safety belt saja. PP tidak menyediakan helm dan sepatu. Semua dari mandor tapi kalau ada yang kurang atau tali helm hilang boleh minta ke HSE.
6
Cor
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu peringatan, safety belt, safety net. Risih pake helm terus, panas. Body harness ribet jadi pake safety belt sudah cukup. PP tidak menyediakan helm dan sepatu. Semua dari mandor tapi kalau ada yang kurang atau tali helm hilang boleh minta ke HSE. Mandor juga kasih uang 10 ribu buat beli sarung tangan.
7
Kayu
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu peringatan, safety belt, safety net. Pekerjanya yang malas pake APD. Body harness ribet jadi pake safety belt sudah cukup. Operator alimak cuma 4 jadi APD dari PP semua.
8
Operator Alimak
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu peringatan, safety belt, safety net. Pekerjanya yang malas pake APD. Operator TC cuma 4 jadi APD dari PP semua.
9
Operator Tower Crane
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu peringatan, safety belt, safety net. Rasanya risih kalau pake helm seharian.
ANGGARAN
No
Informan
Jawaban Anggaran untuk pelaksanaan K3 di proyek sudah ada. Besarannya
1
HSE Pusat
tidak bisa kami beberkan. Anggaran tersebut dipakai untuk pelatihan karyawan PP maupun pekerja, pembuatan rambu, APAR , APD, safety net Anggaran untuk pelaksanaan K3 di proyek sudah ada. Jumlah
2
HSE Proyek
pastinya saya lupa bisa mencapai puluhan juta. Itu sudah diatur pusat. Anggaran tersebut dipakai untuk pelatihan pekerja, penyediaan APAR, APD, rambu peringatan, safety net Anggaran untuk pelaksanaan K3 di proyek sudah ada. Jumlah
3
Quality Control
pastinya saya tidak tahu. Ada mungkin puluhan juta. Anggaran tersebut dipakai untuk pelatihan pekerja, penyediaan APAR, APD, rambu peringatan, safety net.
4
House Keeping
5
Besi
Saya gak tahu masalah anggaran.
6
Cor
Saya gak tahu masalah anggaran.
7
Kayu
8
Operator Alimak
Saya gak tahu masalah anggaran.
9
Operator Tower Crane
Saya gak tahu masalah anggaran.
Anggaran saya gak tahu. Tanya mandor saja.
Soal anggaran saya gak tahu. Tanya mandor saja.
SOP
No
Informan
Jawaban SOP untuk setiap pekerjaan sudah baku dibuat dari pusat. Pekerja yang sudah pengalaman biasanya lebih mengerti. SOP untuk keamanan mesin dan peralatan sudah ada. Checklist
1
HSE Pusat
mesin dan peralatan sebulan sekali. Itu yang tahu bagian operasional quality control juga termasuk. SOP untuk jam kerja sudah ada. Masuk jam 8 istirahat jam 12 pulang jam 5. Kalau mau lembur dilanjutkan selesai maghrib sampai jam 10 malam. SOP untuk setiap pekerjaan sudah baku dibuat dari pusat. Proyek tinggal menjalankan. SOP untuk keamanan mesin dan peralatan sudah ada. Bahan dan
2
HSE Proyek
alat sudah ada kontrol kualitas. Penyimpanannya juga diatur. SOP untuk jam kerja sudah ada. Masuk jam 8 istirahat jam 12 pulang jam 5. Kalau mau lembur dilanjutkan selesai maghrib sampai jam 10 malam. Sosialisasi K3 ke pekerja juga sudah diatur. SOP untuk setiap pekerjaan sudah baku dibuat dari pusat. Proyek tinggal menjalankan.
3
Quality Control
SOP untuk keamanan mesin dan peralatan sudah ada. Checklist mesin dan peralatan sebulan sekali. Mesin dan peralatan sebelum dipakai harus aman. Prosedur kerja gak ada. Pokoknya tinggal bersih - bersih saja.
4
House Keeping
Jam kerja tahu. Masuk jam 8 istirahat jam 12 pulang jam 5. Kalau Kalau mau lembur dilanjutkan selesai maghrib sampai jam 10 malam.
No
Informan
Jawaban Prosedur kerja gak ada. Nunggu disuruh mandor baru mulai kerja.
5
Besi
Jam kerja saya sudah tahu. Masuk jam 8 istirahat jam 12 pulang Jam 5. Habis maghrib ada lembur buat yang mau. Standar pekerjaan gak ada. Kami kerja mengikuti perintah mandor.
6
Cor
Jam kerja saya tahu. Masuk jam 8 istirahat jam 12 sampai jam 1 pulang jam 5. Kalau mau lembur dilanjutkan selesai maghrib sampai jam 10 malam. Prosedur kerja gak ada. Tinggal ngikutin pekerja lainnya.
7
Kayu
Jam kerja saya tahu. Masuk jam 8 istirahat jam 12 sampai jam 1 pulang jam 5. Kalau mau lembur dilanjutkan selesai maghrib sampai jam 10 malam. Ada safety instruction dipasang di dalam. Dari subkon dikasih tahu.
8
Operator Alimak
Operator alimak beda - beda jam kerjanya. Hari ini giliran saya selesai istirahat. Nanti malam gantian tempat sama operator yang lain. Besok saya masuk pagi.
9
Operator Tower Crane
Mengoperasikan mesin saya mengerti. Prosedur kerja ada. Sebulan sekali ada checklist. Jam kerjanya juga sudah dijadwal. Kalau operator TC ada shift pagi sama shift malam.
FRAGMENTASI No
Informan
Jawaban HSE pusat bertanggung jawab terhadap pelaksanaan K3 di semua proyek. Di proyek sudah ada tim HSE sendiri.
1
HSE Pusat
HSE proyek perpanjangan tangan dari HSE pusat. Secara struktur organisasi di proyek berada di bawah pimpinan proyek. Namun dia wajib memberikan laporan pelaksanaan K3 ke saya. Pekerja di proyek bertanggung jawab kepada HSE di proyek. Sebenarnya mereka di bawah mandor tapi terkait K3 urusannya langsung ke HSE. Saya bertanggung jawab ke pimpinan proyek sama HSE pusat. K3 di proyek tanggung jawab saya. Semua pekerja di proyek bertanggung jawab ke saya. Kalau ada
2
HSE Proyek
sesuatu saya langsung turun tangan gak perlu lewat mandor tapi saya tetap bilang ke mandor karena dia yang bawa pekerja kesini. Terkait keamanan mesin dan peralatan tinggal koordinasi saja sama quality control tapi tetap itu tanggung jawab saya. Tanggung jawab saya disini memastikan semua bahan, mesin, dan peralatan sudah aman sebelum digunakan.
3
Quality Control
Secara struktur organisasi di bawah pimpinan proyek. Saya juga koordinasi sama HSE. Pelaksanaan K3 di proyek tanggung jawab HSE proyek.
4
House Keeping
5
Besi
Pekerja bertanggung jawab kepada HSE proyek terkait K3. Terkait K3 HSE yang memimpin. Mandor bilang selama kerja di proyek ikutin saja apa maunya orang HSE. Terkait K3 HSE yang memimpin. Mandor bilang selama kerja
6
Cor
di proyek ikutin saja apa maunya orang HSE. Pekerja lain kalau terkait K3 saya rasa dipimpin HSE juga.
7
Kayu
Kalau urusan K3 semua pekerja harus nurut orang HSE. Saya bertanggung jawab ke mandor. Tapi urusan K3 kita ikut HSE.
8
Operator Alimak
Urusan K3 dipegang HSE. Pekerja lain juga sama.
9
Operator Tower Crane
Urusan K3 dipegang HSE. Pekerja lain juga sama.