Serangan Hama Penggerek Bunga Batrachedra sp. (Lepidoptera : Batrachedridae) dan Musuh Alami Ancistrocerus sp. pada Tanaman Pinang SALIM DAN MELDY L.A. HOSANG Balai Penelitian Tanaman Palma Jalan Raya Mapanget, PO Box 1004 Manado 95001
E-mail:
[email protected]
Diterima 29 Januari 2014 / Direvisi 16 April 2014 / Disetujui 12 Mei 2014
ABSTRAK Pengembangan tanaman pinang mengalami kendala antara lain karena serangan hama yang mengakibatkan kuantitas dan kualitas buah berkurang. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat serangan hama Batrachedra sp. dan musuh alami Ancistrocerus sp. pada aksesi Huntu dan Mongkonai. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret hingga Agustus 2012, di Kebun Percobaan Kayuwatu dan di Laboratorium Entomologi dan Fitopatologi, Balai Penelitian Tanaman Palma. Penelitian dilakukan dalam bentuk observasi. Jumlah pohon contoh setiap aksesi sebanyak 20 pohon diambil secara acak. Parameter yang diamati adalah tingkat serangan hama Batrachedra sp. pada tandan bunga, jumlah larva yang terdapat dalam bunga jantan dan jumlah Ancistrocerus sp. yang berkunjung pada aksesi Huntu dan Mongkonai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan tertinggi terjadi pada aksesi Huntu 61,25% dan terendah Mongkonai 47,15%. Populasi larva terbanyak pada aksesi Huntu, yaitu pada bunga jantan terbuka dan segar dengan rata-rata 9,7 ekor larva per bunga, larva paling sedikit pada bunga jantan yang sudah kering dengan rata-rata 1,8 ekor larva per bunga. Larva tidak ditemukan pada bunga jantan yang belum terbuka. Untuk aksesi Huntu, kunjungan awal musuh alami Ancistrocerus sp. pada minggu ke 3 setelah pecah seludang (SPS), yaitu 0,3 ekor per tandan dan kunjungan terbanyak pada minggu ke 5 SPS dengan jumlah 3,15 ekor per tandan. Mongkonai kunjungan awal terjadi pada minggu ke 2 SPS dengan 0,25 ekor per tandan dan kunjungan terbanyak pada minggu ke 4 SPS dengan jumlah 2,4 ekor per tandan. Kata kunci : Aksesi, pinang, Batrachedra sp., persentase serangan, Ancistrocerus sp.
ABSTRACT
Attack of Flowers borer Batrachedra sp. (Lepidoptera: Batrachedridae) and Natural Enemies Ancistrocerus sp. on Arecanut Arecanut development have problems such as pest attac wich reduced their quantity and quality. The research intended to determine the percentage of Batrachedra sp. attack and natural enemy Ancistrocerus sp. on Huntu and Mongkonai accessions. The research was conducted from March to August 2012 at the Kayuwatu Experiment garden and Entomology and Phytopathology Laboratories, Indonesian Palm Crops Research Institute. Research method was conducted in the form of observation. Number of samples of each accession of 20 trees were taken at random. Parameters to calculate the percentage of Batrachedra sp. attack in the bunches of flowers, the number of larvae in male flowers and the number of visiting predators Ancistrocerus sp. on Huntu and Mongkonai accessions. The results showed highest attack percentage was 61.25 % and found at Huntu accession, while the lowest at Mongkonai accession with 47.15 %. The most larvae population can be found at freshly opened male flowers with an average of 9.7 larvae each flower, while dried male flowers is about 1.8 larvae each flower and there were no larvae in un opened flower. Initial visit of the predator Ancistrocerus sp. at Huntu accession is third week after sheath opened (SPS) with average visit is 0,3 predators each bunch, the highest visiting in fifth week after sheath opened with average visit 3,15 predators each bunch. Initial visit at Mongkonai occured in second week after sheath opened with average visit is 0,25 predator each bunch the highest visit in fourth week after sheath opened with average visit is 2,4 predator each bunch. Keywords: Accession, arecanut, Batrachedra sp., attack percentage, Ancistrocerus sp.
PENDAHULUAN Tanaman pinang (Areca catechu L.) merupakan salah satu komoditas dalam sub sektor perkebunan. Penyebaran tanaman pinang di Indonesia meliputi
daerah Nangro Aceh Darussalam, Riau, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Papua (Miftahorrachman, 2006). Sentra penyebaran tanaman
75
B. Palma Vol. 15 No. 1, Juni 2014: 75 - 81
pinang terluas terdapat di Pulau Sumatera (Miftahorrachman, 2007). Pengembangan tanaman pinang di Indonesia masih sangat konvensional, hanya memanfaatkan potensi yang ada di alam, kegiatan budidaya hanya di daerah-daerah tertentu dan dalam skala kecil (Miftahorrachman dan Maskromo, 2007). Di Indonesia, tanaman pinang tumbuh secara liar atau ditanam sebagai tanaman pekarangan, kecuali di beberapa daerah di Sumatera, sebagian petani mulai membudidayakan pinang dalam luasan terbatas. Dalam beberapa tahun terakhir, petani mulai tertarik mengembangkan dan meremajakan tanaman pinang karena harganya cukup menarik sehingga menambah pendapatan petani untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Manfaat pinang sudah dirasakan sejak dahulu, yaitu pinang dijadikan kebutuhan pokok pada daerah tertentu. Pinang dimanfaatkan sebagai sumber energi, untuk acara adat, bahan baku obat dan sebagai bahan kosmetik untuk mengencangkan kulit menghilangkan sel-sel kulit yang mati (Rindengan, 2007). Meiyanto et al. (2008) mengemukakan bahwa ekstrak biji pinang sebagai agen anti kanker yang dapat menghambat proliferasi sel dan memacu apoptosis sel MCF-7. Ekstrak etanol biji pinang berfungsi sebagai obat cacing, pada konsentrasi 30% efektif daya antelmintiknya terhadap cacing Ascaris lumbricoides dan cacing Ascaridia galli (Timow et al., 2013). Bahan industri, sabut buah pinang dapat dibuat bantal berserat halus (fluffy cushions), thick boards, dan bahan tenunan pabrikan (Nur dan Miftahorrachman, 2012). Pinang memiliki multi fungsi seperti tanaman perkebunan lainnya. Namun produktivitasnya rendah karena berbagai hal, baik dari segi pembudidayaan, lahan yang tidak sesuai ataupun serangan hama dan penyakit. Pencegahan dan pengendalian hama dan penyakit pinang perlu dilakukan, baik yang menyerang di pembibitan maupun yang menyerang tanaman produktif. Serangan hama dan penyakit mempengaruhi produksi dan kualitas buah pinang. Kupu-kupu dan ngengat adalah holometabola, yang siklus hidupnya dimulai dari telur, larva dan imago. Telur diletakkan oleh imago betina pada tumbuhan inang yang cocok untuk makanan larvanya. Telur diletakkan tersembunyi, misalnya di bawah permukaan daun atau bunga untuk menghindari panas dan musuh-musuh alami, setelah beberapa hari telur menetas menjadi larva. Kegiatan larva hanya makan dan mendapatkan makanan sebanyak-banyaknya untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Prasetyyo, 2007). Larva dari ordo lepidoptera umumnya herbivora merupakan hama tanaman pertanian. Salah satu tanaman inang dari beberapa ordo lepidoptera
76
adalah palma. Serangan hama ini menimbulkan kerusakan pada tanaman palma dan fase yang banyak menimbulkan kerusakan adalah fase larva. Beberapa bagian tanaman yang biasa diserang hama, antara lain bunga jantan dan bunga betina. Larva menggerek bunga jantan dengan tujuan memakan serbuk sari pada bunga jantan, dan larva yang menggerek bunga betina tujuannya mendapatkan nutrisi yang terkandung dalam bunga betina untuk perkembangannya (Prasetyyo, 2007; Cock dan Burris, 2013). Salah satu hama yang menyerang tanaman pinang adalah Batrachedra sp. yang menyerang bunga jantan dan bunga betina. Hama Batrachedra sp. Menggerek bunga jantan dan bunga betina, memakan serbuk sari yang akhirnya mempengaruhi proses penyerbukan pinang, dengan gejala pada bunga yang terserang terdapat kotoran bekas gerekan dan mengering (Sheshagiri et al., 2010). Gejala serangan mirip dengan Batrachedra nuciferae pada tanaman kelapa, larva menggerek bunga jantan dan memakan serbuk sari dan mengakibatkan bunga jantan kering (Sánchez dan Nakano, 2004; Sohn et al., 2009; Cock dan Burris, 2013; Maier, 2005). Kerugian yang diakibatkan oleh serangan Batrachedra amydraula pada tanaman palma dapat mencapai 50% ( Latifian, 2012). Koleksi tanaman pinang di Kebun Percobaan Kayuwatu, Manado, Sulawesi Utara, terdiri atas beberapa aksesi, ada tipe Dalam dan Genjah. Semua aksesi teridentifikasi terserang hama Batrachedra sp. Serangan hama ini mempengaruhi fisiologi bunga dan tandan pinang, sehingga bunga jantan mengering sebelum waktunya dan dalam kondisi serangan berat mengakibatkan tandan mengering. Di lapangan ditemukan imago, pupa dan larva Batrachedra sp., dan fase yang merusak adalah larva karena menggerek bunga jantan dan bunga betina. Hama Batrachedra sp. tidak ditemukan di salah satu daerah pemasok pinang di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi, dan ditemukan pada tanaman pinang di Kebun Pencobaan Kayuwatu. Di lapangan ditemukan musuh alami Ancistrocerus sp. yang memangsa larva hama Batrachedra sp. Tujuan penelitian untuk mengetahui persentase serangan hama Batrachedra sp. dan musuh alami Ancistrocerus sp. pada tanaman pinang aksesi Huntu dan Mongkonai. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2012 di Kebun Percobaan Kayuwatu, dan di Laboratorium Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Palma, Manado, Sulawesi Utara. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian kurang lebih 80 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan berkisar antara 2500 sampai 3000 mm/tahun
Serangan Hama Penggerek Bunga Batrachedra sp. (Lepidoptera : Batrachedridae) dan Musuh Alami Ancistrocerus sp…… (Salim dan Meldy L.A. Hosang)
termasuk tipe iklim A menurut Schmidt dan Ferguson. Jenis tanah termasuk aluvial. Bahan penelitian adalah dua aksesi pinang yaitu aksesi Huntu dan aksesi Mongkonai. Parameter yang diamati adalah : 1. Tingkat serangan hama Batrachedra sp. Pengamatan tingkat serangan dilakukan masing-masing aksesi 20 pohon. Setiap pohon, diamati 1 tandan sehingga jumlah keseluruhan tandan yang diamati 40 tandan untuk kedua aksesi pinang tersebut. Pengamatan dilakukan setelah pecah seludang (SPS) sampai bunga betina terbuahi (jadi buah). Kerusakan bunga dihitung setiap minggu selama 5 minggu pengamatan. Tingkat kerusakan mutlak dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Natawigena (1989), sebagai berikut : ISR =
a
a+b
x 100%
ISR : Intensitas serangan a : Jumlah ruas tandan yang terserang b : Jumlah ruas tandan yang tidak terserang 2. Jumlah larva Batrachedra sp. dalam bunga jantan pinang Penentuan jumlah larva yang terdapat pada bunga jantan pinang dilakukan dengan cara, setiap pohon sampel diambil satu tandan, dari setiap tandan diambil secara acak 30 bunga jantan yang terdiri atas 10 bunga jantan yang belum terbuka, 10 bunga jantan terbuka dan masih segar dan 10 bunga jantan terbuka yang sudah kering. Setiap aksesi pinang diamati 600 bunga jantan, sehingga total bunga jantan yang diamati dari 2 aksesi sebanyak 1200 bunga jantan. Jumlah larva yang terdapat dalam bunga jantan diamati dan dihitung di bawah mikroskop Karl Zeis. 3. Musuh alami Ancistroceros sp. Pengamatan dan penghitungan jumlah musuh alami Ancistrocerus sp. yang berkunjung ke setiap tandan pinang, dilakukan secara visual. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 7 minggu pengamatan, pada jam 08.00 hingga 12.00.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan Hama Batrachedra sp. Hasil pengamatan tingkat serangan hama Batrachedra sp. pada aksesi Huntu dan Mongkonai di KP. Kayuwatu bervariasi setiap minggu. Pada Aksesi Mongkonai, minggu ke 1 SPS tingkat serangan mencapai 0,05% dan serangan tertinggi terjadi pada minggu ke 3 SPS dengan tingkat serangan mencapai 17,35% sedangkan aksesi Huntu tingkat serangan belum tampak pada minggu ke 1 SPS, dan tingkat serangan tertinggi pada minggu ke 4 SPS, yaitu mencapai 26,70% (Tabel 1). Perbedaan tingkat serangan hama Batrachedra sp. disebabkan perbedaan ukuran larva, minggu pertama setelah pecah seludang larva masih berada pada instar awal, sehingga kemampuan makan masih relatif sedikit dibandingkan instar lain. Perbedaan tingkat serangan kemungkinan juga disebabkan perbedaan sifat fisik dan zat kimia yang terkandung dalam setiap aksesi pinang. Sifat fisik aksesi pinang ini menyebabkan imago hama Batrachedra sp. lebih banyak meletakkan telur di aksesi Huntu dibandingkan pada Mongkonai. Hal ini sesuai yang dikemukakan Hosang (2010), bahwa penerimaan atau penolakan serangga fitofag terhadap tanaman tergantung pada respon serangga terhadap ciri-ciri tanaman, baik secara fisik maupun kandungan zat kimia tanaman. Pedigo (1991) dalam Sanjaya dan Setiawati (2005) menyatakan bahwa respon serangga terhadap tanaman disebabkan oleh dua aspek, yaitu aspek karakteristik morfologi dan fisiologi tanaman. Karakteristik fisiologi meliputi senyawa kimia hasil dari proses metabolisme primer dan metabolisme sekunder pada tanaman. Karakteristik aksesi Huntu pada umumnya setelah seludang pecah dan bunga jantan mekar akan mengeluarkan aroma wangi yang lebih menyengat dibandingkan dengan aroma Mongkonai. Dari segi fisik kedua aksesi pinang juga memiliki perbedaan, aksesi Mongkonai memiliki rangkaian bunga lebih pendek dibandingkan dengan aksesi Huntu. Masa reseptif bunga jantan dan bunga betina juga berbeda, pada aksesi Mongkonai dan Huntu bunga jantan mulai reseptif kurang lebih sama sekitar 4 hari setelah pecah seludang. Namun, pada aksesi Mongkonai masa reseptif bunga jantan bertahap sehingga bunga jantan dan bunga betina dapat bersamaan masa
Tabel 1. Tingkat serangan Batrachedra sp. setiap minggu setelah pecah seludang (SPS) pada dua aksesi pinang. Table 1. Batrachedra sp. attack level at every week after sheath opened on two arecanut accessions. Tingkat serangan Batrachedra sp. pada minggu..... No. Aksesi Batrachedra sp. attack level at week..... Accessions 1 SPS 2 SPS 3 SPS 4 SPS 5 SPS 1. Mongkonai 0,05 7,40 17,35 13,50 8,85 2. Huntu 0,00 5,20 21,95 26,70 8,50
77
B. Palma Vol. 15 No. 1, Juni 2014: 75 - 81
Persentase serangan
reseptif sehingga proses pembuahan dari bunga sendiri relatif tinggi. Hal ini sesuai yang dikemukakan Mahayu dan Miftahorrachman (2012), bahwa aksesi Mongkonai mencapai titik puncak masa reseptif (± 21 hari), bunga jantan pada tandan yang sama masih banyak sehingga memiliki sistem penyerbukan silang dan penyerbukan sendiri yang sebanding. Pada aksesi Huntu bunga jantan cepat reseptif, sedangkan bunga betina lambat reseptif dan relatif bersamaan, saat bunga betina mencapai titik puncak reseptif bunga jantan sudah rata-rata gugur dan mengering sehingga persentase menyerbuk silang lebih besar dibandingkan menyerbuk sendiri. Perkembangan serangan hama Batrachedra sp. bervariasi setiap minggu, tingkat serangan dari setiap aksesi dapat dilihat pada Gambar 1. Tingkat serangan yang tertinggi terjadi pada aksesi Huntu yaitu pada minggu ke 5 SPS, tingkat serangan sudah mencapai 61,25% sedangkan pada aksesi Mongkonai tingkat serangan 47,15%. 80 60 40 20 0
Huntu
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 SPS 2 SPS 3 SPS 4 SPS 5 SPS Pengamatan
Gambar 1. Perkembangan serangan hama Batrachedra sp. pada dua aksesi pinang. Figure 1. The development of Batrachedra sp. attack on two arecanut accessions. Hama penggerek bunga pinang Batrachedra sp. (Lepidoptera : Batrachedridae) merupakan serangga sejenis ngengat termasuk nokturnal, yaitu serangga yang aktif pada sore dan malam hari. Hal ini sesuai yang dikemukakan Prasetyyo (2007), bahwa sebagian ngengat terbang di malam hari dan mudah terpancing oleh cahaya. Hama Batrachedra sp. menjadi hama tanaman pinang di Indonesia belum dilaporkan, namun hama ini menyerang bunga jantan dan bunga betina pinang, serangan berat dapat mengakibatkan tandan buah menjadi kering, bunga betina dan bunga jantan mengering sebelum masa reseptif selesai. Sheshagiri et al. (2010) menyatakan bahwa larva Batrachedra sp. menyerang bunga pinang dan mengakibatkan bunga mengering. Gejala serangan larva dan imago Batrachedra sp. dapat dilihat pada Gambar 2. Imago (ngengat) memiliki warna perak keemasan dan bersisik, panjang ± 4,5 mm, lebar abdomen ± 1 mm, lebar dada (thoraks) ± 1 mm. Larva
78
instar awal berwarna putih sedangkan larva instar akhir berwarna merah muda dengan panjang ± 4,5 mm. Imago hama Batrachedra sp. meletakkan telur pada bunga jantan yang baru reseptif. Pada bunga jantan yang sudah terbuka 4-5 hari, terdapat banyak larva instar awal yang berwarna putih dengan kepala berwarna cokelat. Setelah 7 hari sudah tampak bunga jantan yang terserang mengalami perubahan warna, satu per satu bunga jantan berubah warna cokelat lama kelamaan menjadi kering dan gugur diakibatkan gerekan larva yang ada di dalam bunga. Gejala serangan mirip dengan serangan B. nuciferae pada bunga jantan kelapa, yaitu mengering, kehitaman dan akhirnya gugur, hal ini disebabkan larva memakan serbuk sari (polen) dan menggerek bagian bunga kelapa (Cock dan Burris, 2013; Maier, 2005; Sanchez dan Nakano, 2004). Jumlah larva Batrachedra sp. dalam bunga jantan pinang Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva tidak ditemukan pada bunga jantan yang belum terbuka dan dua aksesi yang diteliti. Larva paling banyak ditemukan pada bunga jantan yang telah terbuka dan segar untuk kedua aksesi tersebut. Jumlah larva yang terbanyak ditemukan pada aksesi Huntu, yaitu 9,70 ekor per bunga dan aksesi Mongkonai 8,90 ekor per bunga. Pada bunga jantan terbuka dan kering, larva yang ditemukan hanya 1,60 – 1,80 ekor per bunga (Tabel 2).
Gambar 2. Batrachedra sp. : (a) Gejala serangan, (b) Larva, (c dan d) Imago. Figure 2. Batrachedra sp. (a) attack symptom, (b) larvae, (c and d) Imago.
Serangan Hama Penggerek Bunga Batrachedra sp. (Lepidoptera : Batrachedridae) dan Musuh Alami Ancistrocerus sp…… (Salim dan Meldy L.A. Hosang)
Tabel 2. Rata-rata jumlah larva hama Batrachedra sp. dalam bunga jantan dari dua aksesi pinang Table 2. The average number of Batrachedra sp. larvae in the male flowers of two arecanut accessions Rata-rata larva hama Batrachedra sp. Average Batrachedra sp. larvae No Aksesi Accessions Bunga jantan belum terbuka Bunga jantan terbuka segar Bunga jantan terbuka sudah kering Unopened male flowers Freshly opened male flowers Dried opened male flowers 1. Huntu 0.00 9,70 1,80 2. Mongkonai 0.00 8,90 1,60 Serangan hama Batrachedra sp. mengakibatkan perubahan morfologi dari bunga jantan secara cepat dan mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi bunga. Hal ini sesuai yang dikemukakan Diniz dan Helena (2002), bahwa serangga herbivora dapat mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi tanaman karena mengurangi daerah fotosintesis, mengkonsumsi struktur reproduksi atau mengubah karakteristik bunga. Tampilan bunga jantan terserang, belum terserang, sebelum dibuka dan setelah dibuka dapat dilihat pada Gambar 3. Bunga jantan yang belum terbuka, setelah dibuka tidak ditemukan larva didalamnya. Keuntungan yang diperoleh setelah mengetahui jumlah dan kondisi larva pada bunga jantan, yaitu dapat menentukan waktu yang paling tepat dan efisien untuk pengendalian hama Batrachedra sp.
(a)
(b)
Musuh alami Ancistrocerus sp. Hasil pengamatan jumlah Ancistrocerus sp. ke tandan pinang bervariasi setiap minggu dan dapat dilihat pada Gambar 4. Pada aksesi Huntu, Ancistrocerus sp. mulai datang pada minggu ke 3 SPS dengan jumlah 6 ekor per 20 tandan atau 0,30 ekor per tandan, kemudian naik terus sampai mencapai puncak pada minggu ke 5 SPS dengan jumlah 61 ekor per 20 tandan atau 3,05 ekor per tandan, sedangkan aksesi Mongkonai Ancistrocerus sp. mulai menyerang minggu ke 2 SPS dengan jumlah 5 ekor per 20 tandan atau 0,25 ekor per tandan, kemudian terus naik sampai mencapai puncak kunjungan pada minggu ke 4 SPS dengan jumlah 48 ekor per 20 tandan atau 2,40 ekor per tandan. Serangan Batrachedra sp. pada aksesi Mongkonai tertinggi terjadi pada minggu ke 3 SPS, kunjungan Ancistrocerus sp. terbanyak pada minggu ke 4 SPS, sedang aksesi Huntu serangan tertinggi terjadi pada minggu ke 4 SPS sedang kunjungan Ancistrocerus sp. terbanyak pada minggu ke 5 SPS. Berdasarkan data tersebut tampak bahwa makin tinggi tingkat serangan maka jumlah kunjungan musuh alami Ancistrocerus sp. makin banyak. Salah satu faktor untuk mengurangi tingkat serangan hama Batrachedra sp. adalah musuh alami di lokasi pertanaman pinang. Musuh alami Ancistrocerus sp. (Hymenoptera : vespidae), memiliki
(c)
Gambar 3. Fisiologi bunga (a) Bunga jantan belum terbuka, (b) Bunga jantan terbuka segar, (c) Bunga jantan sudah kering. Figure 3. Physiology of flowers (a) Unopened male flowers (b) Freshly opened male flowers (c) Dried opened male flowers. panjang badan ± 10 mm, (Gambar 5). Musuh alami Ancistrocerus sp. memangsa larva dari beberapa famili ordo lepidoptera, salah satu adalah famili Batrachedridae, yaitu Batrachedra sp. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Buck et al. (2008), bahwa Ancistrocerus sp. pada umumnya memangsa larva, utamanya dari famili gelechiidae, tortricidae, batrachedridae, crambidae dan pyralidae. Musuh alami Ancistrocerus sp. memangsa larva dari Batrachedra sp., makin banyak populasi Ancistrocerus sp. tanaman pinang maka pengaruhnya menekan hama Batrachedra sp. makin nyata.
79
Jumlah Ancistrocerus sp.
B. Palma Vol. 15 No. 1, Juni 2014: 75 - 81
70 60 50 40 30 20 10 0
Mongkonai
Huntu
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 Minggu 7 SPS SPS SPS SPS SPS SPS SPS Pengamatan
Gambar 4. Jumlah Ancistrocerus sp. yang berkunjung ke tandan pinang setiap minggu SPS. Figure 4. The number of Ancistrocerus sp. arecanut visiting bunches every week after sheath opened. Ancistrocerus sp. memangsa larva yang tertutup dengan bekas gerekan dengan cara membuka dan mencungkil bekas gerekan menggunakan gigi dan tungkainya. Larva yang diperoleh digigit dan dibawa ke atas pelepah daun pinang atau ke sarang Ancistrocerus sp., musuh alami akan kembali lagi mencari larva baru. Aktifivitas musuh alami ini memberikan informasi bahwa Ancistrocerus sp. berkunjung ke tandan pinang dalam rangka mencari larva sebagai makanan. Efektifitas Ancistrocerus sp. dalam menekan populasi hama Batrachedra sp. pada tanaman pinang sangat dipengaruhi oleh waktu kunjungan dan jumlah musuh alami Ancistrocerus sp. yang datang ke tanaman pinang terserang. Apabila Ancistrocerus sp. muncul pada waktu serangan masih relatif ringan maka pengaruh dalam menekan perkembangan hama Batrachedra sp. makin nyata, sebaliknya jika Ancistrocerus sp. muncul di tandan terserang pada waktu tingkat serangan berat maka pengaruhnya dalam pengendalian hama tidak terlalu nyata. KESIMPULAN 1. 2. Gambar 5. Musuh alami Ancistrocerus sp. Figure 5. Ancistrocerus sp. natural enemies. Proses serangan terhadap larva Batrachedra sp., yaitu Ancistrocerus sp. datang ke tandan pinang yang terserang kemudian mencari larva dari semua instar. Larva yang tertutup dengan bekas gerekan dan eksudat lebih aman dari serangan Ancistrocerus sp. dibanding dengan larva yang tidak tertutup.
80
3.
Tingkat serangan Batrachedra sp. lebih tinggi pada aksesi Huntu yaitu 61,25% daripada aksesi Mongkonai 47,15%. Larva tidak ditemukan pada bunga jantan yang belum terbuka, tetapi banyak ditemukan pada bunga jantan yang terbuka dan segar serta sedikit ditemukan pada bunga jantan yang terbuka tetapi sudah kering. Jumlah musuh alami Ancistrocerus sp. pada aksesi Huntu paling banyak pada minggu ke 5 setelah pecah seludang (SPS) dengan jumlah 3,05 ekor per tandan sedangkan aksesi Mongkonai jumlah terbanyak pada minggu ke 4 SPS dengan jumlah 2,40 ekor per tandan.
Serangan Hama Penggerek Bunga Batrachedra sp. (Lepidoptera : Batrachedridae) dan Musuh Alami Ancistrocerus sp…… (Salim dan Meldy L.A. Hosang)
DAFTAR PUSTAKA Adamski, D., J.R. Makinson, B.T. Brown, S.A. Wright, P.D. Pratt and J.W. Brown. 2013. Description and evaluation of Methamostis multilineata (Cosmopterigidae) and Idiophantis soreuta (Gelechiidae) (Lepidoptera : Gelechioidea) for biocontrol of downy rose myrtle Rhodomyrtus tomentosa (Myrtaceae). Journal of the Lepidopterists Society. 67(2) : 111-127. Buck, M., A. Stephen, Marshall and David K.B. Cheung. 2008. Identification Atlas of the Vespidae (Hymenoptera, Aculeata) of the northeastern Nearctic region. Canadian Journal of Arthropod Identification. No 5. 138 p. Cock, M.J.W., and Dwayne H. Burris. 2013. Neotropical palm-inflorescence feeding moths (Lepidoptera: Batrachedridae, Blastobasidae, Cosmopterigidae, Gelechiidae, Pyralidae, Tineidae): a review of the literature and new records from Trinidad, West Indies. The Journal of Research on the Lepidoptera. 46 : 1-21. Diniz, I.R. and Helena C. Morais. 2002. Local pattern of host plant utilization by lepidopteran larvae in the cerrado vegetation. Buletin Entomotropica. 17(2) : 115 – 119. Hosang, M.L.A. 2010. Ketahanan lapang empat Aksesi kelapa genjah kopyor terhadap hama Oryctes rhinoceros di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Buletin Palma. 38: 34 – 42. Latifian, M. 2012. The effects of cultural management on the lesser date moth (Batrachedra amydraula Myer) infestation. Emir. J. Food Agric. 24 (3): 224-229. Mahayu, W.M dan Miftahorrachman. 2012. Identifikasi sistem penyerbukan pinang Molinow-1 dan Mongkonai. Buletin Palma. 13 (1): 22 – 26. Maier, C.T. 2005. First North American records of Batrachedra pinicolella (Lepidoptera: Batrachedridae), a Palearctic needleminer of spruces. Can. Entomol. 137 : 188–191. Meiyanto, E., R.A. Susidarti, S. Handayani dan F. Rahmi. 2008. Ekstrak etanolik biji buah pinang (Areca catechu L.) mampu menghambat proliferasi dan memacu apoptosis sel MCF-7. Majalah Farmasi Indonesia. 19(1): 12 – 19.
Miftahorrachman. 2006. Diversitas genetik tujuh aksesi plasma nutfah pinang (Areca catechu L.) asal Pulau Sumatera. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 12 (1) : 27 – 31. Miftahorrachman. 2007. Sidik lintas plasma nutfah pinang (Areca catechu L.) asal Provinsi Kalimantan Barat. Buletin Palma. 33:87-95. Miftahorrachman dan I. Maskromo. 2007. Jarak genetik sebelas aksesi plasma nutfah pinang (Areca catechu L.) asal Kalimantan Barat. Buletin Palma. 33 : 78 – 86. Natawigena. 1989. Pestisida dan kegunaannya. Penerbit CV Armico. Bandung. 71p. Nur, M. dan Miftahorrachman. 2012. Pengaruh pengupasan benih dan jenis mulsa terhadap kecepatan berkecambah dan daya kecambah benih pinang (Areca catechu L.). Buletin Palma. 13(2):122-126. Prasetyyo, A.G. 2007. Identifikasi ordo lepidoptera koleksi Laboratorium Hama Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. 128p. Rindengan, B. 2007. Peluang pemanfaatan buah pinang untuk pangan. Buletin Palma. 33 : 96 – 105. Sanchez Soto, S. and O. Nakano. 2004. Estudo morfologico de Batrachedra nuciferae Hodges (Lepidotera: Coleophoridae). Neotropical Entomology. 33: 173–178. Sanjaya, Y. dan W. Setiawati. 2005. Keragaman serangga pada tanaman Roay (Phaseolus lunatus). Biodiversitas. 6 (4) : 276-280. Sheshagiri, K.S., H. Narayanaswamy, and B.K Shivanna. 2010. Metode of arecanut cultivation. Arecanut Research Centre, Agriculture College, Navile. Shimoga. 33p Sohn, J.C., K.T. Park., S.K. Lee and S. Cho. 2009. A taxonomic review of the genus Batrachedra (Lepidoptera: Gelechioidea:Batrachedridae) in Korea. Journal of Asia-Pacific Entomology. 12: 101–105. Timow, D., W. Bodhi, dan N.S. Kojong. 2013. Uji antelmintik ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu) terhadap cacing Ascaris lumbricoides dan Ascaridia galli secara in vitro. Jurnal Ilmiah Farmasi. 2(2): 2302-2493.
81