Prosiding Manajemen Komunikasi
ISSN: 2460-6532
Representasi Budaya Sunda dalam Sinetron Preman Pensiun 1 1,2
Irfan Fauzi, 2Ike Junita
Prodi Manajemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 e-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstract. Semiotics is a science or methods of analysis to examine the mark. Signs is a device that we use in an attempt to fight their way in this world, in the midst of human beings and human beings together. To determine the representation of Sundanese culture in the soap opera thugs pensions through 1). Meaning Denotation, 2). Meaning connotation, and 3). The Myth of the Musical Instrument Angklung, Iket Sunda, and clothes Pangsi. The method used is a qualitative research method with semiotic analysis .. By using the semiotics of Roland Barthes as his scalpel, the writer knows that the show is loaded with symbols that are not too visible with the meaning that is not too difficult to dissect. According to Barthes ideology existed for culture there. Then the concept of connotation, according to him is an expression of the culture. The conclusions that the Sundanese culture not only appear through the accent, but also a way of thinking and through the attribute can introduce Sundanese culture to the public. Keywords: Representation, Sinetron Preman Pensiun and Roland Barthes Semiotics Analysis
Abstrak. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Untuk mengetahui representasi budaya sunda dalam sinetron preman pensiun melalui 1). Makna Denotasi, 2). Makna Konotasi, dan 3). Mitos dari Alat Musik Angklung, Iket Sunda, dan Baju Pangsi. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan analisis semiotika.. Dengan menggunakan semiotika Roland Barthes sebagai pisau bedahnya, penulis mengetahui bahwa sinetron ini sarat dengan simbol-simbol yang tak terlalu kasat mata dengan pemaknaan yang tak sulit juga untuk dibedah. Menurut Barthes ideologi ada selama kebudayaan ada. Maka konsep konotasi menurut ia adalah ekspresi mengenai suatu budaya. Kesimpulan yang dihasilkan bahwa budaya Sunda tidak hanya ditampilkan dengan melalui aksen saja, akan tetapi dengan cara berpikir dan melalui atribut pun bisa mengenalkan budaya sunda kepada masyarakat. Kata Kunci: Representasi, Sinetron Preman Pensiun dan Analisis Semiotika Roland Barthes
A.
Pendahuluan
Mayoritas penduduk Jawa Barat adalah Suku Sunda, yang bertutur menggunakan Bahasa Sunda. Penggunaan bahasa daerah kini mulai dipromosikan kembali. Sejumlah stasiun televisi dan radio lokal kembali menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pada beberapa acaranya, terutama berita dan talk show, serta beberapa sinetron di televisi swasta sudah banyak yang menggunakan bahasa daerah dan terutama bahasa Sunda. Dengan demikian hampir semua tindakan manusia adalah “kebudayaan”, karena jumlah tindakan yang dilakukannya dalam kehidupan bermasyarakat yang tidak dibiasakannya dengan belajar (yaitu tindakan naluri, refleks, atau tindakan-tindakan yang dilakukan akibat suatu proses fisiologi, maupun berbagai tindakan membabibuta), sangat terbatas. Kebudayaan tidak hanya soal masa lampau, tetapi saat ini banyak yang memanfaatkan teknologi untuk dapat menjadikan budaya dapat lebih dinikmati oleh masyarakat. Pada era digital seperti sekarang ini, sudah banyak sekali bermunculan teknologi-teknologi baru yang dimanfaatkan oleh orang-orang untuk membantu mereka dalam kesehariannya. Salah satu teknologi baru yang berfungsi sebagai media hiburan dan media informasi pengetahuan dan lain-lain adalah tayangan sinetron.
121
122 |
Irfan fauzi, et al.
Sinetron sebagai metode baru yang menarik adalah bagian dari evolusi seni visual. Sebagai manifestasi pencitraan seni visual dan teknologi, para seniman dapat mewujudkan ide yang mereka desain. Sinetron menjadi menarik untuk dijadikan subjek penelitian bagi penulis karena sinetron merupakan media seni audio visual. Selain itu sinetron adalah sebuah medium audiovisual yang artistik dan kreatif serta permainan pada kata-kata yang dipilih untuk mempersuasikan khalayak agar mengikuti pesan yang disampaikan produsen. Sinetron Preman Pensiun sebagai media untuk merepresentasikan kebudayaan Sunda dengan kota Bandung sebagai medianya. Di dalam sinetron terdapat beberapa scene atau bagian gambar yang merepresentasi ikonik dari kebudayaan Sunda sendiri yaitu Alat Musik Angklung, Iket Sunda dan Baju Pangsi. Diharapkan penelitian ini memiliki manfaat kehidupan sosial khususnya dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap nilai budaya yang ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. B.
Landasan Teori
Kajian ini bertolak dari representasi yang merupakan sejumlah tindakan yang berhubungan dengan teknik kamera, pencahayaan, proses editing, musik dan suara tertentu yang mengolah simbol-simbol dan kode-kode konvensional ke dalam representasi dari realitas dan gagasan yang akan dinyatakannya (John Fiske,1997:5). Dalam sebuah praktek representasi asumsi yang berlaku adalah bahwa isi media tidak merupakan murni realitas karena itu representasi lebih tepat dipandang sebagai cara bagaimana mereka membentuk versi realitas dengan cara-cara tertentu bergantung pada posisi sosial dan kepentingannya. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersamasama manusia. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1998:179 dalam Sobur 2013:15). Roland Barthes, membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order of signification) seperti terlihat pada gambar di bawah ini (Fiske, 1990:88 dalam Sobur, 2012:127).
Melalui gambar di atas ini Barthes, seperti yang dikutip Fiske, menjelaskan: 1. Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai
Volume 2, No.1, Tahun 2016
Representasi Budaya Sunda dalam Sinetron… | 123
denotasi, yatu makna paling nyata dari tanda. 2. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). 3. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam” Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data pada dasarnya merupakan suatu kegiatan operasional agar tindakannya masuk pada pengertian penelitian yang sebenarnya. Pencarian data di lapangan mempergunakan alat pengumpul data yang sudah disediakan secara tertulis, sudah merupakan proses pengadaan data primer (Subagyo, 2006:37), diantaranya :1). Studi Kepustakaan dan 2). Wawancara. Sumber data yang diperoleh untuk penelitian ini adalah melalui wawancara dari pihak Production house PT. MNC Pictures sebagai produsen Sinetron “Preman Pensiun” dan orang-orang yang terlibat dalam pembuatan Sinetron. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan data melalui studi kepustakaan yaitu mengamati Sinetron “Preman Pensiun” dan wawancara dengan tim produksi Sinetron yaitu dari PT. MNC Pictures. Kemudian Selanjutnya memproses data yang sudah didapatkan dari studi kepustakaan dan wawancara dengan merepresentasi isi Sinetron mengenai kebudayaan Sunda dengan pendekatan analisis semiotika signifikasi dua tahap Roland Barthes yaitu denotasi, konotasi dan mitos. Pada triangulasi dengan metode, menurut Patton (1987:329), terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. C.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang didapatkan berdasarkan latar belakang situasi yang telah diuraikan maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut, “Bagaimana Representasi Budaya Sunda Dalam Sinetron Preman Pensiun”. Selanjutnya, pertanyaan besar dalam rumusan permasalahan ini diuraikan dalam pokok – pokok sebagai berikut : 1. Bagaimana makna denotasi kebudayaan Sunda yang ditampilkan dalam sinetron “Preman Pensiun”? 2. Bagaimana makna konotasi kebudayaan Sunda yang ditampilkan dalam sinetron “Preman Pensiun”? 3. Bagaimana mitos kebudayaan Sunda yang ditampilkan dalam sinetron “Preman Pensiun”? Dari hasil penelitian ketiga rumusan masalah tersebut dijelaskan lebih terperinci sebagai berikut : 1. Makna denotasi scene Angklung dalam Sinetron “Preman Pensiun” sebagai berikut berawal dari seorang kakek yakni kang Bahar selaku pemeran utama dalam sinetron Preman Pensiun ini mengajak keluarganya untuk menonton pertunjukan di Saung Angklung Udjo. Kemudian kang Bahar mengajak keluarganya untuk masuk ke galeri angklung yang ada di Saung Angklung Udjo untuk melihat berbagai macam
Manajemen Komunikasi, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016
124 |
Irfan fauzi, et al.
jenis-jenis angklung. Lalu kang Bahar mengenalkan alat musik angklung tersebut kepada cucunya bahwa angklung adalah salah satu warisan budaya Jawa Barat dalam jenis alat musik tradisional khas Sunda. Makna denotasi Iket Sunda (Totopong) dalam sinetron “Preman Pensiun” sebagai berikut, gambar pada scene iket Sunda (totopong) adalah seorang pemeran yang bernama Kemod yang akan bertemu dengan Jamal salah seorang pemimpin preman di kota Bandung yang ingin merebut kekuasaan menjadi pemimpin utama preman di kota Bandung, di dalam scene tersebut terlihat Kemod dengan atribut yang dipakai yakni celana jeans panjang, kaos oblong, dan jaket jeans serta memakai salah satu model iket Sunda (totopong) sebagai atribut khas dari budaya Sunda. Makna denotasi scene baju pangsi dalam sinetron “Preman Pensiun” sebagai berikut, salah seorang pemeran Preman Pensiun yang bernama Kang Komar adalah mantan preman pasar yang pensiun dan menjadi pedagang kue balok. Dalam scene tersebut terlihat dengan jelas bahwa Kang Komar sedang melayani seorang pembeli yang memesan kue baloknya tersebut, Kang Komar pun berjualan kue balok dengan memakai baju pangsi lengkap dari mulai kemeja hitam lengan panjang, celana pangsi hitam dan sandal jenis tarumpah. 2. Makna Konotasi scene Alat Musik Angklung yang diambil dari sinetron “Preman Pensiun” sebagai berikut angklung dalam scene tersebut terlihat banyak sekali dengan berbagai macam ukuran dan berbagai macam jenisnya, angklung yang terbuat dari bambu tersebut disimpan dalam sebuah galeri yang bisa diperjual belikan kepada pengunjung Saung Angklung Udjo tersebut. Angklung merupakan kesenian yang terkenal dari Sunda dan masih sering dipertunjukkan hingga saat ini dalam acara-acara kebudayaan maupun festival internasional. Makna konotasi scene Iket Sunda (Totopong) yang diambil dari sinetron “Preman Pensiun” sebagai berikut, suku Sunda percaya bahwa Iket dipandang dan dianggap tepat sebagai benda yang dapat melindungi kepala saat melakukan aktifitas dan sekaligus menjadi atribut sosial. Bentuknya yang beragam diciptakan sebagai simbol yang berkaitan dengan keagamaan, upacara adat, dan status sosial tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap mempunyai peranan dalam suatu kelembagaan. Makna konotasi scene baju pangsi yang diambil dari sinetron “Preman Pensiun” adalah sebagai berikut, Baju pangsi berdasarkan fungsinya, pangsi terdiri dari dua bagian yaitu bagian atas (baju) disebut dengan "Salontreng" dan bagian kedua adalah bagian bawah (celana) disebut dengan "Pangsi". Namun demikian, susunan pangsi buhun tidak dipasang karet, tali, dan saku celana. Selain itu warna samping adalah putih, warna salontreng hitam, dan warna pangsi hitam. Baju pangsi merupakan ciri khas dari kebudayaan Sunda, karena sejak jaman dahulu baju pangsi tersebut sudah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai suatu simbol kebudayaan, akan tetapi untuk saat ini Baju Pangsi itu dipakai untuk sehari-hari atau dalam acara-acara tertentu sebagai simbol untuk melestarikan pakaian tradisional kepada masyarakat luas. 3. Mitos Alat Musik Angklung adalah alat musik yang terbuat dari bamboo. Secara luas alat musik angklung digunakan menjadi pengiring musik-musik tradisional Sunda seperti untuk upacara adat atau acara-acara kebudayaan Sunda. Angklung berkaitan dengan ritual penghormatan kepada Nyi Sari Pohaci yang dalam kepercayaan Sunda dilambangkan sebagai Dewi Padi. Tujuannya adalah untuk memikat Nyi Sari Pohaci atau dalam kepercayaan lain disebut Dewi Sri, untuk dapat
Volume 2, No.1, Tahun 2016
Representasi Budaya Sunda dalam Sinetron… | 125
tumbuh dan menghasilkan padi. Salah satu pemikatnya adalah dengan menghasilkan bunyi-bunyian yang di antaranya dihasilkan dari angklung. Mitos Iket Sunda Iket Sunda yang berbentuk persegi, mengartikan bentuk segi empat yang terdiri dari empat sudut melambangkan unsur-unsur yang ada pada diri manusia yakni air, api, udara/ angin, dan tanah. Di Tatar Sunda, empat unsur tersebut dikenal dengan istilah "acining hirup" sesuai dengan asal mula kehidupan manusia dari saripati tanah. Sedangkan kalima pancer mengandung arti terpusat atau terpancar kepada Tuhan Pencipta alam semesta. Sehigga dulur opat kalima pancer melambangkan sifta-sifat dasar manusia yang harus seimbang dan harus dimanfaatkan dengan tetap berpedoman kepada aturan Tuhan. Sebagai contoh, sifat amarah (unsur api) harus seimbang dengan sifat tenang dan sejuk (unsur air). Jadi hal ini sebenarnya erat hubungannya dengan arti keimanan manusia terhadap Tuhannya. Mitos Baju Pangsi adalah Pangsi terdiri dari tiga susunan yakni "Nangtung, Tangtung, Samping. Para sesepuh baheula (nenek moyang) menjelaskan bahwa dalam setiap bentuk dan jahitan pangsi mengandung makna yang dapat dijadikan pengingat para pemakainya agar selalu introspeksi. Di bagian bawah (pangsi) terdapat Tangsung yang mengandung makna "Tangtungan Ki Sunda Nyuwu Kana Suja", dalam bahasa Indonesia artinya "Mempunyai pendirian yang teguh dan kuat sesuai dengan aturan hidup". Sedangkan Suja atau Nangtung (12) mengandung makna "Nangtung, Jejeg, Ajeg dina Galur. Teu Unggut Kalinduan, Teu Gedag Kaanginan", dalam bahasa Indonesia artinya Teguh dan kuat pendirian dalam aturan dan keyakinan, semangat tinggi dan tidak mudah goyah". D.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari sinetron “Preman Pensiun” pembahasan yang didasarkan pemikiran yang menggunakan semiotika signifikasi dua tahap Roland Barthes yaitu, makna denotasi, makna konotasi, dan mitos. 1. Keseluruhan makna denotasi dalam Sinetron Preman Pensiun yang terlihat adalah Alat Musik Angklung adalah sebuah alat musik yang berasal dari Jawa Barat dan angklung terbuat dari Bambu. Lalu Penutup kepala dari kain merupakan bagian dari kelengkapan sehari-hari pria di pulau Jawa. Pangsi adalah salah satu pakaian khas adat Sunda dengan kelengkapan baju berbentuk kemeja lengan panjang dengan celana longgar dengan panjang sampai mata kaki. 2. Keseluruhan makna konotasi dalam Sinetron Preman Pensiun yang terlihat adalah alat musik angklung ini yang sering digunakan dalam acara-acara kebudayaan. Para pemain angklung ini haruslah menggoyangkan tangan sehingga menimbulkan suara. Angklung yang digunakan terbuat dari bambu dan dengan cara digoyangkan. Lalu Iket Sunda adalah benda yang dapat melindungi kepala, bentuknya yang beragam diciptakan sebagai simbol yang berkaitan dengan keagamaan, upacara adat, dan status sosial tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap mempunyai peranan dalam suatu kelembagaan. Selanjutnya, Baju Pangsi berdasarkan fungsinya, pangsi terdiri dari dua bagian yaitu bagian atas (baju) disebut dengan "Salontreng" dan bagian kedua adalah bagian bawah (celana) disebut dengan "Pangsi". Digunakan oleh masyarakat sebagai suatu simbol kebudayaan. 3. Dapat disimpulkan bahwa Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung
Manajemen Komunikasi, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016
126 |
Irfan fauzi, et al.
berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur. Angklung biasa digunakan oleh masyarakat saat mengawali proses penanaman padi. Lalu Iket Sunda yang berbentuk persegi, mengartikan bentuk segi empat yang terdiri dari empat sudut melambangkan unsur-unsur yang ada pada diri manusia yakni air, api, udara/angin, dan tanah. Kemudian yang terakhir adalah Pangsi, itu singkatan dari “Pangeusi Numpang ka Sisi" yakni pakaian penutup badan yang cara pemakaiannya dibelitkan dengan cara menumpang seperti memakai sarung. Pangsi terdiri dari tiga susunan yakni "Nangtung, Tangtung, Samping. Dalam setiap jahitannya mengandung makna rukun islam, rukun iman, Tidak boleh jahil dan licik kepada sesama, harus satu kesatuan dan kebersamaan dalam ikatan batin, saling memberi nasihat, saling mengasihi, dan saling menyayangi, selanjutnya saling mengharumkan nama baik, selalu rendah hati dan tidak sombong dan Teguh serta kuat pendirian dalam aturan dan keyakinan, semangat tinggi dan tidak mudah goyah. Yang ingin diangkat dalam sinetron “Preman Pensiun” ini adalah sesuatu yang mulai ditinggalkan masyarakat kemudian diangkat kembali dalam bentuk yang berbeda. Di dalam sinetron ini, kebudayaan Sunda ditayangkan dalam bentuk modern. Daftar Pustaka Barthes, Roland. 2007. Membedah Mitos-mitos Budaya Massa. Yogyakarta: Jalasutra. Ekadjati, Edi. 2004. Kebangkitan Kembali Orang Sunda. Bandung: Pusat Studi Sunda dan Kiblat. Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex. 2012. Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, __________. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Wardhana, Veven. 2001. Televisi dan Prasangka Budaya Massa. Jakarta: ISAI.
Volume 2, No.1, Tahun 2016