QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN IZIN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI BUPATI ACEH BESAR Menimbang
:
a. bahwa sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal
di
Kawasan
Indonesia,
Hutan
perlu
dan
mengatur
Peredarannya
diseluruh
Kepemilikannya
dan
Penggunaannya melalui Pemberian Izin; b. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud pada huruf a, maka perlu menetapkan dalam suatu Qanun; Mengingat
:
1. Undang-Undang
Nomor
7
(Drt)
Tahun
1956
tentang
Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negaran Nomor 1092); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888); 5. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438); 7. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548); 8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4633); 9. Peraturan
pemerintah
Nomor
27
Tahun
1983
Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);
2
10. Peraturan
Pemerintah
Nomor
28
Tahun
1985
tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 394, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan
dan
Pemanfaatan
Penyusunan
Rencana
Hutan
Penggunaan
dan
Pengelolaan
Hutan,
Kawasan
Hutan
Tahun
2004
(Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 66); 13. Peraturan Tentang
Pemerintah
Nomor
45
Perlindungan
Hutan
(Lembaran
Negara
Tahun 2004 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); 14. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1995 tentang Penjualan, Pemilikan dan Penggunaan Gergaji Rantai; 15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1999 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah; 16. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; 17. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Perizinan Kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; 18. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 03).
3
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH BESAR dan BUPATI ACEH BESAR MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
QANUN KABUPATEN ACEH BESAR TENTANG PEMBERIAN IZIN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan : 1. Kabupaten Aceh Besar adalah bagian dari Daerah Provinsi sebagai suatu Kesatuan Masyarakat Hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan Masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang dipimpin oleh seorang Bupati; 2. Pemerintah Daerah Kabupaten yang selanjutnya disebut Pemerintah Kabupaten Aceh Besar adalah Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah Kabupaten yang terdiri atas Bupati dan Perangkat Daerah Kabupaten Aceh Besar; 3. Bupati adalah Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar yang dipilih melalui suatu proses Demokratis yang dilakukan berdasarkan Azas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil; 4. Wakil Bupati adalah Wakil Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar yang di pilih melalui suatu proses Demokratis yang di lakukan berdasarkan Azas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil;
4
5. Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten yang selanjutnya disebut DPRK adalah Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah Kabupaten Aceh Besar yang Anggotanya di pilih melalui Pemilihan Umum; 6. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Besar; 7. Dinas Kehutanan dan Perkebunan adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Besar; 8. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Besar; 9. Gergaji Rantai adalah gergaji yang biasa digunakan untuk menebang, memotong dan membelah kayu yang lazim disebut Chain Saw; 10. Hutan Milik adalah hutan yang tumbuh pada tanah yang dibebani hak milik, dan berasal dari hasil kegiatan nyata pada tanah milik dimaksud berupa penanaman dan pemeliharaan; 11. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah; 12. Kayu Masyarakat (Kayu Gampong) adalah bagian dari pohon yang ditebang berasal dari hutan hak atau tanah milik; 13. Polisi Hutan adalah pejabat tertentu dilingkungan Instansi Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang oleh dan Kuasa Undang-Undang memiliki wewenang Kepolisian terbatas dibidangnya; 14. PPNS adalah pejabat tertentu dilingkungan Instansi Pemerintah Daerah yang oleh dan kuasa Undang-Undang memiliki wewenang Penyidikan terbatas dibidangnya.
BAB II PEMILIKAN GERGAJI RANTAI Pasal 2 Gergaji Rantai (Chain saw) hanya berhak dibeli dan dimiliki oleh : 5
a. Badan yang telah memperoleh hak atau izin menebang kayu dari pejabat yang berwenang : 1. Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK); 2. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT); 3. Pemegang Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK). b. Pemegang Izin Usaha Industri/ Kerajinan kayu yang menggunakan gergaji rantai memotong kayu di industrinya; c. Instansi Pemerintah meliputi : 1) Instansi Kehutanan; 2) Instansi TNI/ POLRI; 3) Instansi Pekerjaan Umum; 4) Instansi Pertamanan; 5) BUMN Departemen Pertanian; 6) BUMN Departemen Kehutanan; 7) Pendidikan dan Latihan. d. Khusus untuk butir c.1) sampai dengan c.7) adalah instansi yang karena tugas dan fungsinya ada kaitan dengan penebangan pohon; e. Dalam hal orang perorangan telah memiliki hasil tanaman (bukan hutan alam) yang untuk penebangannya diperlukan kegiatan terus menerus sepanjang tahun, dan luas serta jumlah pohon yang ditanam tidak memungkinkan untuk dieksploitasi secara manual; f. Perorangan yang melakukan penebangan/ pengolahan kayu tanah milik atau kayu gampong. BAB III PENDAFTARAN GERGAJI RANTAI Pasal 3 1) Pemilik gergaji sebagaimana dimaksud pada Pasal 2, wajib mendaftarkan gergaji rantai miliknya secara langsung kepada Bupati C.q Dinas Kehutanan dan Perkebunan;
6
2) Pendaftaran secara langsung dilakukan dengan mengisi blangko yang diserahkan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan; 3) Persyaratan dan tata cara pendaftaran akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal 4 Pendaftaran gergaji rantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikenakan biaya Perizinan. BAB IV PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI Pasal 5 1) Pada dasarnya gergaji rantai hanya boleh digunakan oleh pemiliknya. 2) Dalam hal gergaji rantai digunakan oleh petugas atau karyawan atau pihak lain, penggunaannya harus disertai dengan surat tugas dari pemiliknya yang telah mendapat izin; 3) Gergaji Rantai hanya dapat digunakan diluar kawasan hutan lindung. Pasal 6 Pemilik gergaji rantai dapat mengalihkan atau menjual kepada pihak lain dengan ketentuan si pembeli wajib membuat izin balik nama.
BAB V IZIN DAN TARIF Pasal 7 (1) Izin diberikan untuk: 1. Izin Pendaftaran Pertama 2. Izin Perpanjangan 3. izin perpindahan lokasi 4. Izin balik nama
7
(2) Izin Pendaftaran pertama yaitu izin yang diberikan untuk pendaftaran pertama; (3) Izin Perpanjangan yaitu izin yang diberikan untuk perpanjangan setelah 2 (dua) tahun; (4) Izin perpindahan Lokasi yaitu Izin yang diberikan apabila terjadi perubahan lokasi tempat penggunaan atas operasional Gergaji Rantai; (5) Izin balik Nama yaitu izin yang diberikan untuk pengalihan kepemilikan Gergaji Rantai. Pasal 8 (1) Surat izin pemilikan dan penggunaan gergaji rantai diberikan atas nama pemakai untuk jangka waktu 2 (dua) tahun; (2) Setelah habis masa berlaku sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pemilik di wajibkan memperpanjang izin dimaksud; (3) Perpanjangan izin harus diajukan 15 (lima belas) hari sebelum berakhirnya izin dengan melampirkan persyaratan yang akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati; (4) Izin sebagaimana tersebut pada pasal 7 ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan atas nama Bupati.
Pasal 9 (1) Besarnya tarif izin ditetapkan sebagai berikut : a. Izin gergaji mesin untuk pendaftaran pertama sebesar Rp. 150.000,b. Izin perpanjangan sebesar
Rp. 100.000,-
c. Izin Perpindahan Lokasi sebesar
Rp. 75.000,-
d. Izin balik nama sebesar
Rp. 100.000,-
(2) Biaya Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disetor ke Kas Daerah Kabupaten Aceh Besar.
8
BAB VI PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN Pasal 10 (1) Pengawasan atas penjualan dan pendaftaran gergaji rantai dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan; (2) Pengawasan atas penggunaan gergaji rantai dilakukan oleh Polisi Hutan dan PPNS; (3) Dalam melakukan pengawasan, Polisi Hutan dan PPNS harus dilrngkapi dengan Surat Perintah dari Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, kecuali dalam hal tertangkap tangan; (4) Setelah melakukan pengawasan atau menemukan adanya penyimpangan dan penyalahgunaan dalam penggunaan gergaji rantai, maka Polisi Hutan dan PPNS harus segera memproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 11 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana tentang pemilikan dan penggunaan gergaji rantai; (2) Wewenang Penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari dan mengumpulkan serta meneliti keterangan atau laporan yang berkenaan dengan tindak pidana tentang pemilikan dan penggunaan gergaji rantai; b. Meneliti, pribadi
mencari atau
dan
badan
mengumpulkan dan
lembaga
keterangan tentang
mengenai
kebenaran
orang
perbuatan
yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana tentang pemilikan dan penggunaan gergaji rantai; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan lembaga sehubungan dengan tindak pidana tentang pemilikan dan penggunaan gergaji rantai;
9
d. Memeriksa
berkas-berkas
catatan-catatan
dan
dokumen-dokumen
lain
berkenaan dengan tindak pidana tentang pemilikan dan penggunaan gergaji rantai. e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana tentang pemilikan dan penggunaan gergaji rantai; g. Menyuruh berhenti, melarang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana tentang pemilikan dan penggunaan gergaji rantai; i.
Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana tentang pemilikan dan penggunaan gergaji rantai menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 12 (1) Gergaji rantai yang tidak dilaporkan atau tidak mempunyai izin, disita oleh Polisi Hutan/PPNS sesuai prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
10
(2) Apabila pemilik gergaji rantai tidak melaporkan gergaji rantainya atau tidak memiliki izin terhadap gergaji rantainya dapat diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah); (3) Tindak Pidana yang dimaksud dalam ayat (2) adalah pelanggaran. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 13 Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini, sepanjang mengenai ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati; Pasal 14 Pada saat mulai berlaku Qanun ini, maka semua Peraturan yang bertentangan dengan Qanun ini dinyatakan tidak berlaku lagi; Pasal 15 Qanun ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Besar. Ditetapkan di : Kota Jantho Pada tanggal :
2008 M 1429 H
BUPATI ACEH BESAR
BUKHARI DAUD Di undangkan di Pada tanggal
: Kota Jantho, :
2008 M 1429 H
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN ACEH BESAR ZULKIFLI AHMAD LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2008 NOMOR : 08
11