Perbedaan Tingkat Ketergantungan Bermain Game Online Ditinjau dari Persepsi Remaja Terhadap Pola Asuh Orangtua Asti Bhawika Adwitiya Dewi Retno Suminar
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Abstract.__________________________________________________________________________ Online gaming dependence began to emerge as a problem, mainly on adolescence. This study aimed to determine whether there is a significant difference in online gaming dependence considered from adolescence’s perception toward parenting style. The subject of this study are 60 adolescences with age ranged from 12-22 years old that have been playing online game since the past 6 months. The data received was analyzed with non-parametrical statistic Kruskal-Wallis. The result showed that there was no significant difference in online gaming dependence considered from adolescence’s perception toward parenting styles with significance rate of H=0,484. However, there was a similar result in the pattern of online gaming dependence rate based on adolescence’s perception toward parenting styles and Baumrind’s (1991) substance use rate with same parenting styles. Keywords: online game dependence, adolescence, parenting style Abstrak. Ketergantungan bermain game online mulai muncul sebagai sebuah masalah yang umumnya dialami oleh remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan dalam ketergantungan bermain game online jika ditinjau dari persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua. Subjek dalam penelitian ini adalah 60 remaja dengan usia antara 12-22 tahun yang telah memainkan game online selama 6 bulan terakhir. Data yang diperoleh, diolah dengan menggunakan teknik statistik non-parametrik Kruskal-Wallis. Hasil pengolahan data menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat ketergantungan bermain game online jika ditinjau dari persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua dengan taraf signifikansi H=0,484. Namun, terdapat pola yang mirip pada tingkat ketergantungan bermain game online ditinjau dari pola asuh orangtua dengan hasil penelitian Baumrind (1991) mengenai tingkat pemakaian zat terlarang dengan pola asuh yang sama. Kata kunci: ketergantungan game online, remaja, pola asuh
PENDAHULUAN Pemakaian internet sudah bukan merupakan hal yang asing di Indonesia. Menurut survei dari MarkPlus Insight, sebuah lembaga riset yang memiliki basis di Asia Tenggara, pengguna Internet di 11 kota besar di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan sejak tahun 2010, 2011, hingga 2012 (Karimuddin, 2012). Hasil survei tersebut menyatakan bahwa pada tahun 2010 pengguna internet yang tercatat diperkirakan
mencapai 42,16 juta pengguna, kemudian berturut-turut pada 2 tahun berikutnya sebanyak 55,23 juta dan 61,08 juta pengguna. Menurut Menteri Komunikasi dan Informasi, Tifatul Sembiring, sebagian besar koneksi internet yang tersedia di Indonesia digunakan untuk mengakses game online, chatting, dan jejaring sosial yang tersedia di dunia maya tersebut (Burhani, 2012). Young (1998, dalam Wan dan Chiou, 2007), menyatakan bahwa fitur internet yang paling mungkin menjadikan
Korespondensi: Asti Bhawika Adwitiya, Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, e-mail: astiadwitiya@ gmail.com,
[email protected]
18
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 04 No. 1, April 2015
Asti Bhawika Adwitiya & Dewi Retno Suminar
penggunanya mengalami ketergantungan adalah game online. Saat ini, ketergantungan bermain game online masih menjadi diagnosa tambahan pada DSM V (American Psychiatric Association, 2013). Peneliti umumnya menganggap bahwa ketergantungan bermain game online merupakan satu kontinum karena belum adanya titik potong yang baku antara orang yang mengalami ketergantungan game online dan yang tidak mengalami ketergantungan (Block, 2008, dalam Xu, Turel, & Yuan, 2012). Penggila game online di Indonesia saat ini diperkirakan telah mencapai 15 juta pengguna (Yudhianto, 2013). Game online tersebut tersedia untuk dikonsumsi oleh kalangan pemain game dari berbagai kelompok usia dan gender. Anakanak dan remaja cenderung lebih tertarik pada game jika dibandingkan dengan kelompok usia lainnya, karena itu resiko mereka untuk terkena ketergantungan bermain game juga lebih besar (Kuss & Griffiths, 2012). Sebuah studi oleh Abedini, Zamani, Kheramand, dan Rajabizadeh (2012) menyatakan bahwa pola asuh tertentu memiliki hubungan terhadap ketergantungan bermain game online pada remaja. Mereka menyatakan bahwa pola asuh authoritative (otoritatif), dan authoritarian (otoriter) memiliki hubungan negatif dengan ketergantungan bermain game online sedangkan pola asuh permissive (permisif) dan neglectful (mengabaikan) cenderung memiliki hubungan positif dengan ketergantungan bermain game online. Meski remaja cenderung lebih suka bersama dengan teman sebayanya, namun orangtua masih perlu memberikan kontrol dan penerimaan dalam taraf tertentu terhadap perilaku remaja (Baumrind, 1991). Kontrol dan penerimaan terhadap perilaku tersebut merupakan dua dimensi yang membentuk pola asuh orangtua terhadap anaknya (Baumrind, 1991). Anak, sebagai penerima pola asuh, memunculkan perilakuperilaku tertentu sebagai respon dari pola asuh tersebut. Perilaku-perilaku berlebihan dalam bermain game online yang secara langsung maupun tak langsung terbentuk akibat interaksi individu dengan lingkungannya merupakan salah satu indikator adanya ketergantungan bermain game online. Remaja, utamanya yang Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 04 No. 1, April 2015
masih menempuh pendidikan, belum bisa lepas dari lingkungan orangtua (Monks, Knoers, & Haditono, 2006). Secara langsung maupun tidak langsung, pola asuh orangtua turut berpengaruh dalam perilaku bermain game online ini. Apakah ada perbedaan tingkat adiksi dalam bermain game online apabila ditinjau dari persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua? Klasifikasi pola asuh Baumrind (1991) akan dijadikan patokan untuk mengaji hubungan antar keduanya. Game yang pada awalnya diciptakan sebagai sarana untuk mengatasi stress malah bisa membuat pemainnya mengalami ketergantungan hingga melakukan tindakan-tindakan kriminal (Primartantyo, 2012; dan Ruslan, 2013) atau masuk ke rumah sakit jiwa (Pramudiarja, 2012). Abedini, dkk. (2012) juga menyatakan bahwa kecanduan video games merupakan perilaku bermasalah yang bisa membahayakan aspek kesehatan, personal, dan sosial anak. Berdasarkan kasus-kasus yang telah disebutkan, ketergantungan bermain game online dapat digolongkan sebagai perilaku bermasalah. Bibit perilaku bermasalah pada remaja bisa ditanamkan sejak masa awal anak-anak apabila orangtua tidak memberikan pengasuhan yang memadai dan keluarga tersebut sering berkonflik (Brook & Cohen, 1990, dalam Berns, 2004). Baumrind menyatakan terdapat 6 pola asuh yang merupakan pengembangan dari 4 pola asuh yang ia cetuskan sebelumnya (Baumrind, 1991). Pola asuh tersebut terdiri dari keluarga yang authoritative, democratic, directive, good-enough, nondirective, dan unengaged. Pola asuh directive kemudian dibedakan lagi berdasarkan ada tidaknya aspek intrusivitas menjadi authoritariandirective, dan non-authoritarian. Terdapat 4 dimensi yang membedakan antar pola asuh dalam tipologi ini (Baumrind, 1991). Keempat dimensi tersebut antara lain directive/conventional control (D/C/ C), assertive control (AC), supportive control (SC), dan intrusiveness (I).Dalam menanggapi pola asuh tersebut, seorang anak maupun remaja akan membangun persepsinya sendiri terhadap pola asuh yang ia terima dari orangtuanya. Pola asuh yang dipersepsikannya tersebut membentuk suatu aksi yang dia tampakkan ke lingkungan luar. Meski beberapa peneliti menyatakan bahwa remaja cenderung lepas dari orangtua, namun terdapat beberapa bukti bahwa orangtua
19
Perbedaan Tingkat Ketergantungan Bermain Game Online Ditinjau dari Persepsi Remaja Terhadap Pola Asuh Orangtua
sebenarnya masih memiliki pengaruh yang signifikan pada perilaku remaja (Doyle & Moretti,2000; Doyle, Moretti, Brendgen, & Bukowski, 2002; Morretti & Holland, dalam Moretti & Peled). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya atau tidaknya perbedaan yang signifikan pada tingkat ketergantungan bermain game online ditinjau dari persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua.
METODE PENELITIAN
penekanan pada nilai-nilai konvensional yang umumnya dipercaya masyarakat tanpa mengindahkan pendapat anak. Assertive control (AC) berisi aitem-aitem mengenai kontrol yang bersifat konfrontasional, yaitu kontrol yang tegas, tapi tidak mengikat gaya hidup, atau aktivitas remaja. Mereka menyampaikan masalahnya secara langsung dan menerapkan aturanaturan yang tegas. Supportive control (SC) berisi aitem mengenai kontrol yang bersifat rasional untuk mendukung kemandirian dan memberi stimulasi intelektual pada anak. Intrusiveness (I) berisi aitem mengenai kecenderungan untuk mencampuri urusan dan menjatuhkan kemandirian anak. Semakin tinggi skor subjek dalam dimensi tersebut, maka semakin sesuai perilaku yang dipersepsikannya dengan indikator di dalamnya. Tabel 1 adalah tabel ringkas untuk menjelaskan pola asuh Baumrind (1991) dalam penelitian ini dimana T adalah tinggi, CT adalah cukup tinggi, CR adalah cukup rendah, dan R adalah rendah. Berdasarkan persepsi remaja terhadap 7 pola asuh pada tabel 1, perbedaan tingkat ketergantungan remaja bermain game online dibedakan. Ketergantungan bermain game online sendiri merupakan penggunaan game online secara obsesif, kompulsif, dan dapat menimbulkan masalah.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat ketergantungan bermain game online jika ditinjau dari persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua. Persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua merupakan pemaknaan yang dibentuk oleh remaja terhadap serangkaian sikap orangtua kepada anak mengenai pengenalan nilai-nilai yang ada dan dapat menimbulkan perasaan menetap terhadap satu sama lain. Pada penelitian ini, digunakan tipologi pola asuh Baumrind (1991) yang dibedakan menjadi 7 pola asuh berdasarkan 4 dimensi, yaitu directive/conventional control (D/C/ C), assertive control (AC), supportive control (SC), dan intrusiveness (I). Directive/conventional control (D/C/ C) berisi aitem-aitem mengenai kontrol yang mengikat seperti larangan dan pemberian Tabel 1: Klasifikasi Tipologi Pola Asuh Baumrind (1991) No 1 2 3 4 5 6 7
Pola Asuh Authoritative Democratic Authoritarian Directive Non-authoritarian Directive Good-enough Nondirective Unengaged
Directive/ Conventional Control (D/C C) CR-R CT-T
Assertive Control (AC) T CR-CT CT
Supportive Control (SC)
Intrusiveness (I)
T T CR-R
CT-T
CT-T
CT
CR-R
CR-R
CR-CT R -
CR-CT R
CR-CT CT R
-
Berdasarkan persepsi remaja terhadap 7 pola asuh pada tabel 1, perbedaan tingkat ketergantungan remaja bermain game online dibedakan. Ketergantungan bermain game online sendiri merupakan penggunaan game online secara obsesif, kompulsif, dan dapat menimbulkan masalah.
20
Subjek yang turut berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 60 orang remaja dari rentang usia 12-22 tahun yang telah memainkan game online selama 6 bulan terakhir di Kabupaten Jember. Kriteria sampel ini diukur dengan aitem-aitem demografis yang tercantum dalam kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 04 No. 1, April 2015
Asti Bhawika Adwitiya & Dewi Retno Suminar
pengumpulan data tersebut mencakup 3 bagian yaitu kuesioner demografis yang mencakup identitas subjek, skala ketergantungan bermain game online adaptasi dari skala serupa buatan Lemmens, Valkenburg, & Peter (2009), dan skala persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua dengan tipologi pola asuh Baumrind (1991). Skalaskala yang terdapat dalam kuesioner tersebut merupakan skala Likert yang butir-butir di dalamnya disusun dalam pernyataan-pernyataan yang bersifat mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable) indikator-indikator perilaku yang telah disusun. Subjek memiliki 5 pilihan jawaban yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Netral (N), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan teknik statistik nonparametrik Kruskal-Wallis karena sebaran subjek pada masing-masing pola asuh yang tidak merata. Proses analisa ini dibantu oleh program SPSS Ver.
16 untuk memudahkannya.
HASIL PENELITIAN Subjek penelitian ini didominasi oleh subjek yang berjenis kelamin laki-laki (83,93%) dengan rentang usia antara 16-18 tahun (50%). Umumnya, mereka menempuh pendidikan setingkat SMA (57, 14%). Adapun game online yang banyak dimainkan oleh mereka berjenis MMORPG (Massively Multiplayer Online RolePlaying Game) yaitu sebanyak 26, 79% dari subjek dengan waktu bermain 2-4 jam perh hari (41,07%). Subjek dengan catatan waktu bermain per-hari yang ekstrim, yaitu lebih dari 8 jam ada 8 subjek (14,29%). Berdasarkan skala persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua, sebaran subjek pada masingmasing tipe pola asuh dicantumkan pada tabel 2:
Tabel 2: Gambaran Sebaran Persepsi Remaja Terhadap Pola Asuh Orangtua
Subjek kebanyakan mempersepsikan pola asuh orangtuanya dengan tipe good enough. Ini disebabkan karena tipologi ini mencakup skor rata-rata di setiap dimensi, sementara terdapat skor-skor ekstrim di pola asuh lainnya. Analisis statistik inferensial dilakukan menggunakan teknik analisis non-parametrik Kruskal-Wallis dengan H=0,448. Ini artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat ketergantungan bermain game online jika ditinjau dari persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua. Grafik yang tertera pada gambar 1 adalah sebaran mean rank dari tingkat ketergantungan bermain game online jika ditinjau dari persepsi Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 04 No. 1, April 2015
remaja terhadap pola asuh orangtua. Mean rank pada grafik tersebut merupakan gambaran kelompok mana yang memiliki peringkat keseluruhan yang tertinggi sehubungan dengan skor tertinggi pada variabel kontinu. Berdasarkan grafik di atas, remaja yang mempersepsikan orangtuanya memiliki pola asuh non-directive (mean rank = 43,67) cenderung memiliki tingkat ketergantungan bermain game online yang tinggi jika dibandingkan dengan pola asuh lainnya. Pola asuh authoritative memiliki tingkat ketergantungan bermain game online yang rendah (mean rank = 18,25).
21
Perbedaan Tingkat Ketergantungan Bermain Game Online Ditinjau dari Persepsi Remaja Terhadap Pola Asuh Orangtua
Gambar 1: Grafik Mean Rank Tingkat Ketergantungan Bermain Game Online Berdasarkan Pola Asuh Orangtua
PEMBAHASAN Berdasarkan analisa data yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada ketergantungan bermain game online ditinjau dari persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua. Hasil ini dibuktikan dengan analisis menggunakan teknik KruskalWallis yang menghasilkan koefisien signifikansi sebesar 0,448. Pada penelitian sebelumnya mengenai pola asuh orangtua dengan ketergantungan bermain game online, Abedini, Zamani, Kheramand, dan Rajabizadeh (2012) menyatakan bahwa persepsi remaja terhadap pola asuh otoriter, turut mempengaruhi tingkat ketergantungan remaja terhadap game online. Tipologi yang digunakan pada penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini, yakni hanya menggunakan 4 tipologi saja. Berdasarkan penelitian Baumrind (1991), orangtua yang authoritative, democratic dan authoritarian directive cenderung efektif dalam meminimalisir perilaku bermasalah (pemakaian zat terlarang). Pernyataan ini memiliki kesamaan
22
dengan hasil mean rank dimana pola asuh authoritative dan authoritarian directive memiliki mean rank paling rendah jika dibandingkan dengan pola asuh lainnya. Remaja dengan pola asuh authoritarian directive memiliki ketergantungan bermain game online yang lebih rendah dari pola asuh lainnya kecuali pola asuh authoritative. Hal ini dikarenakan adanya kontrol restriktif yang kuat disertai intrusiveness sehingga remaja tidak akan banyak melawan kehendak orangtuanya. Sementara pada pola asuh non-authoritarian directive, terdapat kontrol restriktif dari orangtuanya tanpa disertai intrusiveness sehingga meski mendapat kontrol yang kuat, remaja masih punya cukup privasi untuk melakukan kegiatan lain, dalam hal ini bermain game online tanpa sepengetahuan orangtuanya. Remaja dengan pola asuh good enough cukup kompeten meski tidak semenonjol pola asuh authoritative dan democratic (Baumrind, 1991). Mereka cenderung tidak menampakkan perilaku bermasalah yang serius. Ini sesuai dengan mean rank ketergantungan bermain game online (28,78) yang juga tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan pola asuh non-authoritarian directive dan Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 04 No. 1, April 2015
Asti Bhawika Adwitiya & Dewi Retno Suminar
non-directive. Remaja dengan pola asuh non-directive ini memiliki ketergantungan terhadap game online yang paling tinggi (mean rank = 43,67). Hal ini dikarenakan oleh berbagai fasilitas atau dukungan yang dimiliki oleh remaja tanpa adanya arahan mengenai bagaimana atau sejauh mana remaja dapat menggunakan fasilitas atau dukungan yang ia miliki. Abedini, Zamani, Kheramand, dan Rajabizadeh (2012) menyatakan bahwa pola asuh permisif atau non-directive ini memiliki korelasi yang positif dengan ketergantungan bermain game online. Pada penelitian Baumrind (1991) remaja dengan pola asuh unengaged menunjukkan perilaku bermasalah yang cukup tinggi (pemakaian alkohol dan zat terlarang). Persepsi terhadap pola asuh yang mirip dengan pola asuh neglectful dalam penelitian Abedini, Zamani, Kheramand, dan Rajabizadeh (2012) ini menunjukkan ketergantungan bermain game online yang tidak terlalu tinggi (mean rank = 27,5) jika dibandingkan dengan pola asuh nonauthoritarian directive dan non-directive. Perlu diingat sekali lagi bahwa meskipun memiliki pola sebaran yang mirip dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan pola asuh yang sama (Baumrind, 1991) hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya signifikansi pada perbedaan tingkat ketergantungan bermain game online jika ditinjau dari persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua. Berdasarkan hasil penelitian ini, belum dapat diambil langkah lebih lanjut mengenai ketergantungan bermain game online berdasarkan pemberlakuan pola asuh oleh orangtua terhadap remaja pemain game online. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini tidak signifikan, kemungkinan karena jumlah tipologi yang cukup banyak sementara jumlah subjek yang terbatas membuat persebaran persepsi subjek terhadap pola asuh orangtuanya kurang merata. Operasi statistik yang digunakan dalam penelitian ini tidak mendeteksi adanya perbedaan yang signifikan pada ketergantungan bermain game online ditinjau dari persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua. Kurang kuatnya teori pola asuh yang digunakan juga mempengaruhi hasil signifikansi perbedaan tingkat ketergantungan bermain game online jika ditinjau dari persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 04 No. 1, April 2015
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisa data, diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara ketergantungan bermain game online jika ditinjau dari persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua. Saran
Terdapat beberapa saran untuk penelitianpenelitian dengan tema atau metode serupa, diantaranya: pertama, gunakan teori yang sudah memiliki dasar yang benar-benar kuat. Teori pola asuh orangtua yang digunakan dalam penelitian ini memiliki dasar teori yang kurang kuat karena berasal dari konsep yang digunakan dalam sebuah jurnal penelitian, bukan dari literatur buku. Kedua, tambahkan subjek penelitiannya supaya pada masing-masing kelompok sebaran subjek bisa lebih merata. Uji perbedaan memerlukan sebaran yang relatif merata pada setiap kelompok yang diuji perbedaannya. Semakin banyak kelompok atau tipologi yang digunakan untuk membedakan, semakin banyak pula total subjek yang dibutuhkan. Ketiga, gunakan screening subjek untuk memastikan masing-masing kelompok memiliki jumlah subjek yang relatif sama supaya tidak terjadi kecondongan jumlah subjek pada kelompok-kelompok tertentu. Keempat, tambahkan indikator-indikator lain seperti frekuensi dalam bermain game online untuk meningkatkan validitas data yang diperoleh.
23
Perbedaan Tingkat Ketergantungan Bermain Game Online Ditinjau dari Persepsi Remaja Terhadap Pola Asuh Orangtua
PUSTAKA ACUAN Abedini, Y., Zamani, B. E., Kheramand, A., Rajabizadeh, G. (2012). Impact of mothers’ occupation status and parenting styles on levels of self control, addiction to computer games, and educational progress of adolescent. Addict & health. 4 (3-4), 102-110. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorder (5th ed.). Arlington, VA: American Psychiatric Association. Baumrind, D. (1991). The influence of parenting style on adolescent competence and substance use. Journal of early adolescence. 11 (1), 56-95. Berns, R.M. (2004). Child, family, school, community, socialization and support (6th ed.). USA: ThomsonWadsworth. Burhani, R. (2012). Menkominfo: Pengguna internet di Indonesia belum serius. Antara news [on-line]. Diakses pada 8 April 2013 dari http://m.antaranews.com/berita/307815/menkominfo-penggunainternet-di-indonesia-belum-serius. Karimuddin, A. (2012). MarkPlus Insight: There are 61 million internet users in Indonesia. Daily Social [on-line]. Diakses pada 15 April 2013 dari http://en.dailysocial.net/post/markplus-insight-thereare-61-million-internet-users-in-indonesia. Kuss, D.J. & Griffiths, M.D. (2012). Online gaming addiction in children and adolescents: A review of empirical research. Journal of behavioral addiction. 1 (1), 1-20. Lemmens, J.S., Valkenburg, P.M., & Peter, J. (2009). Development and validation of a game addiction scale for adolescents. Media Psychology. 12 (1), 77-95. Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono S.R. (2006). Psikologi perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Moretti, M.M., & Peled, M. (2004). Adolescent-parent attachment: Bond that support healthy development. Paediatrics & Child Health. 9 (8), 551-555. Pramudiarja, U. (2012). Adiksi game, 4 remaja dibawa ke RSJ Grogol. detikInet [on-line]. Diakses pada 6 September 2013 dari m.detik.com/inet/read/2012/10/ 05/151726/2055633/654/adiksi-game-4remaja-dibawa-ke-rsj-grogol. Ruslan, H. (2013). Adiksi main game online, tujuh remaja nekat mencuri. Republika [on-line]. Diakses pada 1 September 2013 dari m.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/08/04/mr0jxi-adiksimain-game-online-tujuh-remaja-nekat-mencuri. Wan, C.S., & Chiou, W.B. (2007). The motivations of adolescents who are addicted to online games: A cognitive perspective. Adolescence. 42(165), 179-197. Xu, Z., Turel, O., & Yuan, Y. (2012). Online gaming addiction among adolescents: motivation and prevention factors. European journal of information systems. 21(3), 321-340. Yudhianto. (2013). Indonesia punya 15 juta penggila game online. Detiknet [on-line]. Diakses pada 22 April 2013) dari http://inet.detik.com/read/2013/04/22/ 165457/2227269/654/indonesia-punya15-juta-penggila-game-online?i991102105.
24
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 04 No. 1, April 2015