“PERBANDINGAN TINDAK PIDANA PERZINAHAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN HUKUM PIDANA ISLAM” JURNAL Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh : DWI PRANOTO NIM: 100200023
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
“PERBANDINGAN TINDAK PIDANA PERZINAHAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN HUKUM PIDANA ISLAM” JURNAL ILMIAH Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperileh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Oleh : DWI PRANOTO NIM : 100200023 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Disetujui Oleh: Penanggung Jawab
(Dr. M. Hamdan, S.H., M.H) NIP. 195703261986011001
Editor
(Dr. Madiasa Ablizar, S.H.,M.S.) NIP. : 196104081986011002
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
ABSTRAK Tindak Pidana Perzinahan menurut KUHP dan Hukum Pidana Islam
Dr. Madiasa Ablizar, S.H.,M.S.* Dr. Muhammad Eka Putra, S.H., M.Hum ** Dwi Pranoto*** Perzinahan sudah dianggap sebagai hal yang biasa, terutama bagi para remaja yang merupakan regenerasi (penerus) bangsa Indonesia kedepannya. Akibatnya berbagai dampak buruk dari perbuatan keji ini pun terus meningkat dan mengancam kehidupan, oleh karena itu perlu dipertanyakan peran hukum pidana yang merupakan ultimum remedium (upaya terakhir) yang mengatur mengenai tindak pidana perzinahan tersebut. Adapun rumusan masalah dari skripsi ini yaitu bagaimana pengaturan tindak pidana perzinahan menurut KUHP dan bagaimana pengaturan tindak pidana perzinahan menurut Hukum Islam serta perbandingan Tindak Pidana Perzinahan menurut KUHP dan Hukum Islam. Metode penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yakni penelitian yang mempelajari berbagai norma-norma hukum. Dan sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis yang bertujuan menggambarkan secara tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai literature yang berkaitan dengan masalah Tindak Pidana Perzinahan. Selain itu metode pendekatan yang digunakan didalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan historis (historical approach) dan dan Pendekatan Komparatif (comparative approach). Hasil yang didapat dari penelitian ini bahwa KUHP dalam hal ini pasal 284 yang mengatur mengenai Tindak Pidana Perzinahan tidak dapat mencegah berbagai dampak buruk dari perbuatan keji tersebut dan harus digaris bawahi bahwa KUHP yang berlaku saat ini merupakan produk warisan belanda yang mengandung nilai individualistik, serta tidak mempertimbangkan nilai-nilai ketuhanan didalam pembentukannya. Akibatnya terjadi kelemahan-kelemahan atau nilai-nilai yang bertolak belakang dengan masyarakat Indonesia, Mulai dari subyek, delik, tujuan maupun kepentingan yang dilindungi tidak relevan dengan realita yang ada, karena yang menjadi tujuan utama dilarangnya perzinahan hanya untuk menjaga ikatan perkawinan dan memperjelas asal usul seseorang saja. Berbeda dengan Hukum Islam yang merupakan hukum ciptaan Allah SWT bahwa perzinahan bukan sebatas hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat namun juga manusia dengan Tuhan. Hukum Islam memiliki cakupan yang lebih luas serta memberikan solusi dan jawaban atas permasalahan (dampak buruk) yang diakibatkan perbuatan zina. Dan tujuan dilarangnya perzinahan menurut Hukum Islam yaitu menjaga keturunan, jiwa, dan akal pikiran serta mencegah berbagai penyakit dan adzab Allah SWT sangat relevan digunakan pada masyarakat Indonesia yang berkeTuhanan dan kekeluargaan. * Pembimbing 1, Dosen Fakultas Hukum USU ** Pembimbing 2, Dosen Fakultas Hukum USU *** Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU
A.
PENDAHULUAN Tolak ukur praktis mengenai filsafat hukum nasional Indonesia tidak lain
adalah Pancasila yang didalamnya terkandung cita-cita hukum bangsa. menurut Muhammad Hatta yang merupakan salah seorang dari the founding fathers Negara Indonesia, sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa, merupakan sila pertama dan sekaligus merupakan sila yang utama. Sila pertama ini menyinari, mengayomi, memimpin dan mempersatukan keempat sila lainnya. Apabila hukum lain selain hukum pidana tersebut gagal, hukum pidana haruslah maju kedepan. Hal ini pernah dikemukakan Modderman dengan mengatakan, Negara seyogyanya memidana hal-hal yang bertentangan dengan hukum, yang tidak dapat dihambat dengan oleh upaya-upaya lain dengan baik, sehingga pidana tetap merupakan ultimum remedium
(merupakan upaya
terakhir).1 Namun realitanya dilapangan hukum pidana yang berfungsi sebagai pertahanan terakhir apabila dikaitkan dengan Tindak Pidana Perzinahan yang telah ada diatur didalam hukum pidana Indonesia (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) ternyata tidak dapat menjalankan tugasnya. Meningkatnya budaya seks bebas (zina) di kalangan pelajar adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dan mengancam masa depan bangsa Indonesia. Bahkan perilaku seks pra nikah tersebut dari tahun ke tahun terus meningkat. Pendataan yang dilakukan oleh Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 1
Teguh Prasetyo dan Abdul Hakim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan-kebijakan Kriminalisasi dan Deskriminalisasi, (Jakarta: Pustaka Pelajar 2005), hal. 10
Masri Muadz, menunjukan kasus tersebut memperlihatkan peningkatan yang semakin miris, sebagai berikut; 2 1. Menurut penuturan Masri kepada okezone, belum lama ini, Wimpie Pangkahila pada tahun 1996 melakukan penelitian terhadap remaja SMA di Bali. Dia mengambil sampling 633. Kesemuanya memiliki pengalaman berhubungan seks pra nikah, dengan persentase perempuan 18% dan 27% laki-laki. Sedangkan penelitian Situmorang tahun 2001 mencatat, laki-laki dan perempuan di Medan mengatakan sudah melakukan hubungan seks dengan komposisi, 9% perempuan dan 27% laki-laki. Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) di tahun 2002-2003, remaja mengatakan mempunyai teman yang pernah berhubungan seksual pada: usia 14-19 tahun, perempuan 34,7%, laki-laki 30,9%. Sedangkan pada usia 20-24 tahun perempuan 48,6% dan laki-laki 46,5%. 2. SKRRI pun melanjutkan analisanya pada tahun 2003 dengan memetakan beberapa faktor yang mempengaruhi mereka melakukan seks pra nikah. Menurut SKRRI, faktornya yang paling mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual antara lain: Pertama, pengaruh teman sebaya atau punya pacar. Kedua, punya teman yang setuju dengan hubungan seks para nikah. 3. Di tahun 2005 Yayasan DKT Indonesia melakukan penelitian yang sama. DKT memfokuskan penelitiannya di empat kota besar antara lain:
2
OkeZone.com NEWS., Tiap Tahun, Remaja Seks Pra Nikah Meningkat, diakses dari http://news .okezone.com/read/2010/12/04/338/400182/tiap-tahun-remaja-seks-pra-nikah-meni ngkat, diakses pada hari selasa 21 Januari 2014
Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Medan. Berdasarkan norma yang dianut, 89% remaja tidak setuju adanya seks pra nikah. Namun, kenyataannya yang terjadi di lapangan, pertama, 82% remaja punya teman yang melakukan seks pra nikah. Kedua, 66% remaja punya teman yang hamil sebelum menikah. Ketiga, remaja secara terbuka menyatakan melakukan seks pra nikah. Persentase tersebut menunjukkan angka yang fantastis. Jabodetabek 51%, Bandung 54% Surabaya 47% dan Medan 52%. 4. Tahun 2006 PKBI menyebutkan, pertama, kisaran umur pertama kali yakni 13-18 tahun melakukan hubungan seks. Kedua, 60% tidak menggunakan alat atau obat kontrasepsi. Ketiga, 85% dilakukan di rumah sendiri. Sementara merujuk pada data Terry Hull dkk (1993) dan Utomo dkk (2001), PKBI menyebutkan, 2,5 juta perempuan pernah melakukan aborsi per tahun dan 27% atau kurang lebih 700 ribu remaja dan sebagian besar dengan tidak aman. Selain itu 30-35% aborsi penyumbang kematian ibu. 5. Pada 2007 SKRRI melakukan penelitian kembali. Penelitian tersebut menunjukkan peningkatatan yang drastis. a. Pertama, perilaku seks pranikah remaja cenderung terus meningkat dan kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) juga terjadi pada remaja. b. Kedua, jumlah kelompok remaja Indonesia yang menginginkan pelayanan Keluarga Berencana (KB) diberikan kepada mereka. c. Ketiga, meningkat jauh dari SKRRI 2002.
d. Keempat, jumlah remaja 15-24 tahun sekitar 42 juta jiwa, berarti sekitar 37 juta jiwa remaja membutuhkan alokon tidak terpenuhi (unmet need berKB kelompok remaja). e. Kelima, kelompok ini akan tetap menjadi unmet need. Sebab dalam undang-undang No 10 tahun 1992, pelayanan KB hanya diperuntukkan bagi pasangan suami istri, sesuai dengan pemilihannya. 6. Bahkan, temuan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Penelitian Bisnis dan Humaniora (LSCK-PUSBIH) di tahun 2008 lebih mengagetkan lagi. LSCK-PUSBIH melakukan penelitian terhadap 1.660 mahasiswi di Yogyakarta. Hasil yang mereka dapatkan, 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang kegadisannya dan 98 orang mengaku pernah melakukan aborsi. 7. Kemudian Penelitian yang dilakukan Komnas Perlindungan Anak (KPAI) di 33 Provinsi pada bulan Januari-Juni 2008 menyimpulkan empat hal: Pertama, 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno. Kedua, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah ciuman, genital stimulation (meraba alat kelamin) dan oral seks. Ketiga, 62,7% remaja SMP tidak perawan. Dan yang terakhir, 21,2% remaja mengaku pernah aborsi. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi yang berjudul “PERBANDINGAN TINDAK PIDANA PERZINAHAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN HUKUM PIDANA ISLAM”
A.
PERMASALAHAN Berdasarkan latar belakang skripsi ini, maka ada permasalahan yang akan
menjadi bahasan dalam skripsi ini. Perumusan masalah yang diangkat dalam tulisan ini adalah sebagai berikut; 1. Bagaimanakah Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan menurut Kitab UndangUndang Hukum Pidana? 2. Bagaimanakah Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan menurut Hukum Pidana Islam? 3. Bagaimana perbandingan Tindak Pidana Perzinahan Menurut Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan Menurut Hukum Pidana Islam
B.
METODE PENELITIAN Dalam penyusunan skripsi ini agar menjadi tulisan karya ilmiah yang
memenuhi kriteria, dibutuhkan data-data yang relevan dari skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan, menerapkan metode pengumpulan data sebagai berikut: 1.
Sifat dan Jenis Penelitian, sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis. Menurut Whitney, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.3 Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan
3
21.
Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian, (Jakarta: PT.Rieneka Citra, 1999), hal.
secara tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Hukum Normatif yang disebut juga dengan Penelitian Hukum Doktrinal. Jenis penelitian yang dilakukan dan dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.
4
Seperti
yang diungkapkan oleh Peter Mahmud Marzuki bahwa tujuan penelitian hukum normatif, yakni; “…suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi. … Penelitian hukum normatif dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai presripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi…”5 2. Sumber Data Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder atau data kepustakaan atau dikenal dengan bahan hukum dalam penelitian hukum seperti ada kesepakatan yang tidak tertulis dari para ahli peneliti hukum, bahwa hukum itu berupa berbagai literatur yang dikelompokkan.6 Data sekunder diperoleh dengan cara menelurusuri bahan-bahan yang berkaitan dengan masalah Tindak Pidana Perzinahan menurut Kitab Undang-Undang Hukum
4
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2004), hal. 23 5 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Op.Cit, hal 34 6 Ibid, hal. 157
Pidana dan Tindak Pidana Perzinahan menurut Hukum Islam (Ilmu Fiqih) serta mengacu kepada politik hukum pidana dalam Tindak Pidana Perzinahan yaitu :7 3.
Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan Penelitian Hukum Normatif, oleh karena itu
Teknik Pengumpulan Data yang digunakan adalah Studi Kepustakaan (Library Researsh) yaitu dengan membaca dan mempelajari berbagai macam literatur yang berkaitan, kemudian berdiskusi dan mendengarkan masukan yang diberikan oleh ahli dalam bidang pembahasan skripsi ini, serta banyak melakukan penelusuran melalui media internet. 4.
Metode pendekatan penelitian Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan
pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk mencari jawabannya. Pendekatanpendekatan yang digunakan didalam penelitian skripsi ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan historis (historical approach) dan Pendekatan Komparatif (comparative approach), yang dilakukan dengan membandingkan Tindak Pidana Perzinahan menurut KUHP dengan Tindak Pidana Perzinahan menurut Hukum Pidana Islam, dan manakah yang lebih relevan dengan Filosofis negara Indonesia. 5.
Analisis Data
7
Tampil Anshari Siregar, Metodologi penelitian Hukum, (Medan: Pustaka Bangsa Press 2005), hal. 76
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.8 Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif secara kualitatif9 dengan beberapa langkah. Pertama, menginventarisir dan mengidentifikasikan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang relevan. Kedua, melakukan sistematisasi keseluruhan bahan hukum, asas-asas hukum, teori-teori, konsep-konsep, dan bahan rujukan lainnya dengan cara melakukan seleksi bahan hukum kemudian melakukan klasifikasi bahan hukum dan menyusun data hasil penelitian secara sistematis yang dilakukan secara logis dengan menghubungkan dan mengaitkan antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum lainnya.10 Ketiga, analisis bahan hukum yang telah dikumpulkan dilakukan menurut cara-cara analisis dan penafsiran gramatikal serta sistematis dimana interpretasi dilakukan dengan menafsirkan undang-undang sebagai
bagian
dari
keseluruhan
sistem
perundang-undangan
dengan
menghubungkannya dengan undang-undang lain secara logis dan sistematis.11 Keempat, hasil penelitian yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Kelima, penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif yaitu pemikiran dimulai dari hal yang umum kepada hal yang khusus.12
8
Masri Singarimbun dan Sofian Efensi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2008), hal. 263. 9 Yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma hukum yang ada di dalam masyarakat. (Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Cetakan 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 105. 10 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 160. 11 Hadin Muhjad dan Nunuk Nuswardani, Penelitian Hukum Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2012), hal. 163. 12 Syamsul Arifin, Falsafah Hukum, (Medan: Uniba Press, 2011), hal. 57.
C.
HASIL PENELITIAN Bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku saat
ini di Indonesia merupakan produk warisan penjajahan Belanda dengan beberapa penyesuaian disana-sini, kemudian diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia secara tidak resmi oleh para ahli hukum di Indonesia. Menurut Soedarto, teks resmi KUHP itu sendiri hingga kini secara formil masih dalam bahasa Belanda.13 Dan awalnya pemberlakuan peraturan-peraturan hukum warisan Pemerintah Kolonial Belanda (KUHP) tersebut, dahulunya dimaksudkan untuk mengisi kekosongan hukum (rehts vacuum).14 Oleh karena itu nilai-nilai yang saat ini terkandung didalam KUHP sangatlah didominasi oleh nilai-nilai masyarakat Eropa Barat (Belanda) pada waktu itu. Yang mana ukuran agama (Religion Standart) tidak suka disebut-sebut oleh para pembuat kebijakan dibidang hukum. Dan hal ini banyak dianut negaranegara Eropa Kontinental. Ini dikarenakan masa lampau yang melahirkan doktrin separation of state and church.
Yang beranggapan bahwa ukuran agama,
sebagaimana agama itu sendiri, adalah urusan pribadi dimana Negara tidak mau campur tangan. Demikian pula halnya dengan standart moral kurang mendapat saluran dalam hukum pidana, karena pandangan hidup orang Eropa Barat yang Individualistik. Sepanjang tidak merugikan orang lain, dan campur tangan pihak lain, termasuk hukum pidana dianggap tidak patut.15
13
Dr. Jimly Asshiddiqie. SH., Op.Cit, hal 23-24
14
Roni Wijayanto, SH.MH., Op.Cit, hal 39
15
Drs. H. Eman Sulaeman, MH., Op.Cit, hal 111-112
Salah satu pasal yang sangat mencerminkan nilai-nilai barat tersebut yaitu pasal 284 KUHP yang mengatur perzinahan. Pasal tersebut
dengan jelas
mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat Indonesia yang berKetuhanan, khususnya masyarakat Indonesia yang beragama Islam, yang merupakan mayoritas dan sebagai populasi terbesar pemeluk agama Islam didunia. Akibatnya saat ini budaya seks bebas (zina) di Indonesia terus meningkat khususnya di kalangan para pelajar yang merupakan regenerasi bangsa. Yang kemudian dilanjutkan dengan jumlah penderita penyakit kelamin yang juga terus mengalami peningkatan. Hal ini tentunya dapat menjadi kesimpulan bagi kita bahwa KUHP sebagai bentuk dari hukum pidana Indonesia telah gagal menjalankan fungsi prevensi (pencegahan) terhadap Tindak Pidana Perzinahan yang memiliki berbagai dampak buruk. Adapun nilai-nilai Barat yang bertentangan tersebut yaitu menganggap bahwa perzinahan hanya sebagai suatu penodaan terhadap ikatan suci dari suatu perkawinan
saja (tidak ada mempertimbangkan Larangan dari Tuhan). Hal
tersebut kemudian diaplikasikan didalam pasal 284 KUHP yang menganggap bahwa laki-laki atau perempuan yang dapat dikenakan Tindak Pidana Perzinahan tersebut, haruslah laki-laki atau perempuan yang sedang terikat didalam suatu ikatan perkawinan. Hal ini tentunya mengakibatkan kekosongan hukum (rehts vacuum) bagi laki-laki dan perempuan yang berzina, apabila status mereka berdua sedang tidak terikat pada suatu perkawinan. Namun ternyata hal tersebut bukanlah dianggap sebagai kekosongan hukum (rehts vacuum) bagi Kaum Barat, karena mereka menganggap bahwa itu merupakan hak individu. Dan bahkan saat ini
dinegara-negara Barat khususnya Belanda, sudah menghapus Tindak Pidana perzinahan karena sudah tidak lagi dianggap sebagai suatu “kejahatan”. Selanjutnya KUHP mengkategorikan Pasal 284 KUHP (perzinahan) tersebut sebagai
delik aduan absolut yang mengharuskan perbuatan tersebut
hanya dapat dikatakan sebagai “kejahatan” apabila ada pengaduan dari yang dirugikan. Karena perzinahan hanya dianggap ”sebagai suatu penodaan terhadap ikatan suci dari suatu perkawinan” maka cakupan yang dirugikan menurut KUHP yaitu hanya mencakup suami atau isteri dari orang yang melakukan perzinahan tersebut. Maka kemudian muncul pertanyaan, bagaimana apabila suami atau isteri yang melakukan perzinahan tersebut memperbolehkan pasangannya untuk melakukan perzinahan? Ternyata menurut KUHP apabila perbuatan kotor tersebut disetujui oleh suami / isteri dari sipelaku zina, maka perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai suatu “kejahatan”. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung KUHP sendiri melegalkan adanya kegiatan pelacuran. Hal ini sebagaimana dapat dilihat di Hoge Raan dalam arrest-nya tanggal 16 Mei 1946, NJ 1946 No. 523 antara lain telah memutuskan bahwa: “Tidak termasuk dalam pengertian zina yakni mengadakan hubungan dengan pihak ketiga, yang dilakukan dengan persetujuan suami dari pihak ketiga tersebut. Perbuatan itu bukan merupakan perbuatan yang menodai kesetiaan dalam perkawinan. Dalam hal ini, suami tersebut merupakan seorang germo,
yang telah membuat isterinya menjadi seorang pelacur. Ia telah menyetujui cara hidup yang ditempu oleh isterinya tanpa syarat”.16 Tentunya nilai-nilai tersebut sangat bertolak belakang dengan masyarakat Indonesia yang berKetuhanan. Seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Hatta yang merupakan salah seorang dari the founding fathers bahwa, sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa, merupakan sila pertama dan sekaligus merupakan sila yang utama. Sila pertama ini menyinari, mengayomi, memimpin dan mempersatukan keempat sila lainnya.17 Sejalan dengan hal tersebut didalam pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa Negara (Republik Indonesia) berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka Indonesia merupakan negara hukum yang “Wajib” didasarkan atas nilai-nilai Ketuhanan yang hidup didalam masyarakat Indonesia, Khususnya didalam setiap kebijakan-kebijakan hukum yang akan diberlakukan di Indonesia. Dan pastinya tidak ada satupun agama di Indonesia yang memperbolehkan perbuatan keji dan kotor ini (Perzinahan), terutama Agama Islam. Dan Hukum Islam memiliki jawaban serta solusi mengenai kelemahankelemahan dari Tindak Pidana Perzinahan yang diatur didalam KUHP tersebut. Karena baik itu dilihat dari unsur-unsurnya, maupun jika membandingkannya dari berbagai perspektif (perspektif sosial, kesehatan dan waris). Hukum Islam memiliki cakupan yang lebih luas dan lebih menggambarkan falsafah hidup
16 17
Drs. P.A.F. Lamintang, S.H. dan Theo Lamintang, S.H., Op.Cit, hal 87
Dr. Jimly Asshiddiqie. SH, PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA, penerbit Angkasa, Bandung 1996, hal 189
masyarakat Indonesa. Karena menjadikan fungsi pencegahan (prevensi) dari Hukum Islam khususnya Hukum Pidana Islam (fiqih jinayah) itu sendiri lebih jelas menekan berbagai dampak buruk yang dihasilkan dari perbuatan zina. Hukum Pidana Islam menganggap zina dapat merusak agama (hifzh), Jiwa (hifzh al-nafsi), akal pikiran (hifzh al-‘aqli), Keturunan (hifzh al-nashli), dan harta (hifzh al-mal).18 Yang apabila kelima kebutuhan tersebut tidak terjamin, maka akan menyebabkan kekacauan dan ketidak tertiban dimana-mana. Lain halnya dengan KUHP, karena menurut Hukum Islam yang dirugikan dari perbuatan zina tersebut bukan hanya merugikan sisuami atau siisteri pelaku zina saja, namun juga berimbas kepada masyarakat disekitarnya. Selain dianggap sebagai perbuatan yang dapat mengakibatkan kejahatan lainnya
salah satu
dampak buruk yang akan membahayakan masyarakat disekitarnya yaitu perbuatan zina dapat menyebarkan penyakit-penyakit yang membahayakan kehidupan manusia. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah Saw 1400an Tahun yang lalu. Dalam riwayat Ibnu Majah dan al-Hakim dan riwayat ini shahih dengan salah satu lafadz, Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam bersabda : “Tidaklah perzinahan tampak pada sebuah kaum hingga mereka melakukannya secara terang-terangan, kecuali penyakit-penyakit yang belum pernah ada pada para pendahulu mereka yang telah lalu akan mewabah pada mereka”.19
18 19
Topo Santoso, SH. MH., Op. Cit hal 134-135
Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits, Bencana Akibat Tersebarnya Zina, http://www.alsofwah.or.id/cetakmujizat.php?id=161
Sungguh nyata kabar yang dibawakan pembawa pesan Allah S.W.T yaitu Rasulullah Saw. Karena data selama ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan yang mengidap penyakit-penyakit kelamin yang berbahaya ini adalah mereka yang sering melakukan hubungan seks dengan gonta-ganti pasangan (Zina). Dan Hal ini dibenarkan sendiri oleh sejumlah pakar kedokteran Barat. Menurut dr. Batchelor dan dr Murrel, “penyebaran penyakit sipilis disebabkan oleh pola seks bebas”. Dr. Jhon Beaston mengatakan, “Rangkuman hasil riset menunjukkan bahwa factor hubungan seks diluar nikah menempati urutan teratas sebagai penyebab timbulnya penyakit kelamin”. Sedangkan dr. Claudd Scott Nicole mengatakan, “permasalahan yang kita hadapi saat ini adalah pemutar balikan nilai-nilai moral yang memicu hubungan seksual yang diharamkan (Zina). Factor inilah yang memicu semakin banyaknya jumlah penderita penyakit yang diakibatkan pola seks bebas.20 Dan di Indonesia sendiri penderita penyakit kelamin seperti HIV/AIDS dan lainnya jumlahnya terus meningkat.
Maka jelaslah bahwa Hukum Pidana Islam jauh lebih memberikan kemanfaatan bagi kelangsungan hidup manusia. Karena Hukum Islam merupakan Hukum yang dibuat oleh Sang Maha Pencipta Allah S.W.T karena Ia lah Yang Maha Mengetahui apa yang dibutuhkan Ciptaan-Nya. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan Alal al-Fasi, seorang ahli hukum ushul fiqih kontemporer asal Fez, Maroko, ia mengemukakan bahwa syar’I (yang dibuat Allah S.W.T dan Rasul-Nya) dalam mensyariatkan berbagai hukum tidak bermaksud hanya membebani umat manusia hanya dengan berbagai hukum, tetapi melalui hukum20
Prof. DR. Fadhel IIahi, Op.Cit hal 46
hukum tersebut manusia mendapatkan sesuatu kemashalatan sekaligus terhindar dari kemudharatan, baik didunia maupun akhirat.21
D. 1. a.
PENUTUP Kesimpulan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan menurut KUHP diatur didalam pasal 284 Bab XIV mengenai kejahatan terhadap Kesopanan / Kesusilaan. Pasal 284 KUHP tersebut memiliki unsur-unsur sebagai berikut; a) bahwa laki-laki atau perempuan yang dapat dikenakan Tindak Pidana Perzinahan haruslah laki-laki atau perempuan yang terikat didalam suatu ikatan perkawinan dengan orang lain, apabila teman laki-laki atau perempuan yang sedang terikat perkawinan tersebut belum menikah, maka ia hanya dianggap sebagai turut serta. b) perzinahan dikategorikan sebagai delik aduan absolut, apabila perzinahan tersebut disetujui oleh suami / isteri dari sipelaku zina, maka perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai suatu “kejahatan” (Hoge Raan dalam arrest-nya tanggal 16 Mei 1946, NJ 1946 No. 523).
c) Tujuan
dilarangnya perzinahan didalam KUHP untuk menjaga ikatan perkawinan dan memperjelas asal-usul seseorang. d) perzinahan (persetubuhan) dianggap telah terjadi yaitu apabila perpaduan antara alat kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan yang biasa memperoleh anak (vagina), kemudian (maaf)
21
Dr. H. Zamakhsyari, Lc, MA, Teori-Teoti Hukum Islam dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, CitaPustaka Media Perintis, Bandung, 2013, hal 7
mengeluarkan air mani. e) Pasal 284 tidak secara tegas menyatakan bahwa harus adanya unsur kesengajaan didalam Tindak Pidana Perzinahan. b.
Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan menurut Hukum Islam terdapat didalam Qur’an surat An-Nur ayat 2, yakni; “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiaptiap seorang dari keduanya seratus kali deraan, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat” Selain itu didalam al-Qur’an juga diatur didalam QS. Al-Isra: 32, QS. AlMaidah:33, QS, Al-Baqarah: 229. QS. Ath-Thalaq:1. Adapun didalam Hadits Rasulullah yaitu Diriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamit ra, ia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda; “Ambillah dariku. Ambillah dariku. Allah telah menetapkan ketentuan bagi mereka: perjaka yang berzina dengan perawan (hukumannya) dicambuk seratus kali dan dibuang selama setahun, dan laki-laki yang sudah menikah (yang berzina) dengan perempuan yang sudah menikah (hukumannya) adalah dicambuk seratus kali dan dirajam. (Shahih Muslim No.1690). Tindak Pidana Perzinahan menurut Hukum Islam memiliki unsur umum dan unsur umum dan unsur khusus, adapun unsur umum yaitu unsur materil, formil dan moril. Sedangkan unsur khusus yaitu Hubungan seksual yang diharamkan dan adanya niat dari pelaku yang melawan hukum. Hukum Islam
mengkategorikan Tindak Pidana Perzinahan sebagai delik biasa. Karena tujuan dilarangnya perzinahan bukan hanya demi menjaga perkawinan dan keturunan, namun zina juga untuk menjaga akal, menjaga nyawa, mencegah berbagai penyakit serta mencegah adzab Allah SWT. Dan “persetubuhan” menurut Hukum Islam, tidak hanya mencakup alat kelamin perempuan yang biasanya dilakukan untuk memperoleh anak (kubul), namun juga mencakup dubur. Walaupun alat kelamin laki-laki hanya masuk sebagian. baik perbuatan tersebut (maaf) mengeluarkan sperma maupun tidak. c.
Tindak Pidana Perzinahan menurut KUHP bila dihadapkan dengan Tindak Pidana Perzinahan menurut Hukum Islam terdapat persamaan dan perbedaan, sebagai berikut;
1) Persamaan; a) KUHP dan Hukum Islam sama-sama melarang perbuatan zina. b) Pelaku Tindak Pidana Perzinahan orang yang masih terikat ikatan perkawinan dengan orang lain. c) Tujuan dilarangnya perzinahan demi menjaga perkawinan dan keturunan. 2) Perbedaan; a) Pelaku Tindak Pidana Perzinahan menurut Hukum Islam juga mencakup orang yang tidak terikat didalam ikatan perkawinan (Ghairun muhsan). b) Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan, KUHP mengkategorikan Tindak Pidana Perzinahan sebagai delik aduan absolut. Sedangkan Hukum Islam sebagai delik biasa.
c) Tujuan dilarangnya Perzinahan menurut Hukum Islam bukan hanya mencakup ikatan suci perkawinan dan keturunan. Namun juga demi menjaga akal pikiran, menjaga nyawa, mencegah berbagai penyakit dan mencegah adzab Allah SWT. d) KUHP mendefinisikan persetubuhan terjadi apabila perpaduan antara alat kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan yang biasa memperoleh anak (vagina), kemudian (maaf)
mengeluarkan sperma. sedangkan
persetubuhan menurut Hukum Islam , tidak hanya mencakup alat kelamin perempuan yang biasanya dilakukan untuk memperoleh anak (kubul), namun juga mencakup dubur. Walaupun alat kelamin laki-laki hanya masuk sebagian. baik perbuatan tersebut mengeluarkan sperma maupun tidak. e) Bunyi pasal 284 KUHP tidak secara tegas menyatakan unsur kesengajaan, sedangkan menurut Hukum Islam unsur kesengajaan merupakan unsur khusus yang wajib terpenuhi. 2.
Saran:
a. Tindak Pidana Perzinahan (pasal 284 KUHP) yang berlaku saat ini harus segera diganti karena telah gagal menjalankan fungsi pencegahannya dari berbagai dampak buruk yang mengancam masyarakat di Indonesia. b. Tindak Pidana Perzinahan dalam perspektif Hukum Islam dapat menjadi landasan Tindak Pidana Perzinahan kedepannya, karena dapat memberikan
solusi atas masalah yang dihadapi saat ini serta sangat relevan dengan masyarakat Indonesia yang ber-KeTuhanan. c. Diharapkan Hukum Islam tidak hanya menjadi pedoman utama dalam tindak pidana perzinahan namun juga bagi tindak pidana lainnya, khususnya bagi seluruh umat islam yang ada di Indonesia yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah UtusanNya.