Peranan Galur Mandul Jantan dalam Perakitan dan Pengembangan Padi Hibrida Satoto dan Indrastuti A Rumanti1
Ringkasan Mandul jantan merupakan suatu kondisi bunga dimana tanaman tidak mampu memproduksi polen fungsional. Sistem mandul jantan berfungsi mempermudah produksi benih hibrida dari sejumlah tanaman menyerbuk sendiri seperti padi, kapas, dan sejumlah tanaman sayuran dalam skala komersial. Galur mandul jantan (GMJ) padi diklasifikasikan berdasarkan empat kriteria yaitu (1) berdasarkan pengendali sifat mandul jantan, GMJ dibedakan menjadi empat tipe yaitu mandul jantan genetik (genetic male sterility), mandul jantan sitoplasmik-genetik (cytoplasmic-genetic male sterility), mandul jantan sensitif faktor lingkungan (environment sensitive genic male sterility), dan mandul jantan nongenetik atau karena perlakuan kimiawi (non-genetic or chemically induced male sterility); (2) perilaku genetik dari gen ms, GMJ dibedakan menjadi dua tipe yaitu sporofitik dan gametofitik; (3) pola pelestarian dan pemulihan (maintaining-restoring) dari GMJ, terdapat tiga tipe yaitu WA, Honglian, dan Boro type (BT), dan (4) morfologi polen, GMJ digolongkan ke dalam tipe typical abortion, spherical abortion, dan stained abortion. Pengembangan padi hibrida dengan menggunakan sistem GMJ sitoplasmik-genetik mutlak memerlukan tetua jantan yang disebut galur pemulih kesuburan (restorer line). Karakter pemulihan kesuburan dikendalikan oleh gen dominan tunggal ‘Rf’ yang mempunyai pengaruh gametofitik. GMJ dan pemulih kesuburan dimanfaatkan untuk merakit varietas hibrida sistem tiga galur. Dua cara utama untuk mendapatkan tanaman mandul jantan yaitu: (a) dari persilangan kerabat jauh, misalnya persilangan antarspesies (O. sativa x O. glaberrima), persilangan antar-ras (indika x japonika), dan persilangan antar varietas yang sangat berbeda sumber asalnya; dan (2) dari tanaman mandul jantan alami, yang biasanya merupakan hasil dari mutasi gen, sehingga tidak ditemukan galur pelestari pasangannya. Bioteknologi juga menjadi salah satu metode alternatif untuk merakit GMJ, antara lain dengan memanfaatkan sinar gamma, teknik kultur jaringan seperti kultur antera, marker added selection (MAS), quantitative trait loci (QTL), dan transformasi genetika.
M
andul jantan merupakan suatu kondisi dimana tanaman tidak mampu memproduksi polen fungsional. Sistem ini memudahkan dalam produksi benih hibrida dari sejumlah tanaman yang menyerbuk sendiri seperti padi, kapas, dan beberapa tanaman sayuran, dalam skala komersial. Hibrida seringkali menampilkan heterosis atau hybrid vigor, yang dicirikan
1
Peneliti pada Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi
14
Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1 - 2011
oleh karakteristik pertumbuhan hibrida yang relatif superior dibanding kedua tetuanya (Eckardt 2006). Teknologi hibrida ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan seiring dengan pertambahan penduduk dunia dan juga berkontribusi positif dalam mengatasi masalah konversi lahan yang terus terjadi. Sebagai contoh, penggunaan padi hibrida di Cina pada saat terjadi penurunan luas areal tanam padi dari 36,5 juta ha pada 1975 menjadi 30,5 juta ha pada 2000, tetap mampu meningkatkan produksi dari 128 juta ton menjadi 189 juta ton dalam periode yang sama. Produktivitas meningkat dari 3,5 t/ha menjadi 6,2 t/ha (http://www.fao.org/rice 2004). Keberhasilan pemanfaatan heterosis pada padi di Cina merupakan titik awal dan pendekatan yang efektif untuk meningkatkan hasil padi per satuan luas. Hal ini mendorong negara-negara lain untuk mencoba memanfaatkan teknologi padi hibrida. Penelitian di beberapa negara tropis menunjukkan bahwa peningkatan hasil yang terjadi akibat penggunaan varietas hibrida setara dengan 1 t/ha. Di Indonesia hingga saat ini telah dilepas 55 varietas padi hibrida, 11 di antaranya dilepas oleh BB Padi. Pada umumnya varietas padi hibrida tersebut mempunyai kelemahan dalam hal ketahanan tehadap hama dan penyakit, terutama wereng batang coklat (WBC), hawar daun bakteri (HDB), dan tungro yang diwarisi dari tetua betinanya atau galur mandul jantan (GMJ). Pengembangan padi hibrida juga terkendala oleh kesulitan dalam memproduksi benih dalam skala luas yang ditentukan oleh potensi persilangan alami yang dimiliki GMJ yang digunakan pada produksi benih dari varietas hibrida yang bersangkutan. Pemanfaatan fenomena mandul jantan dimaksudkan untuk menghindari tindakan emaskulasi atau pengebirian, sehingga persarian lebih efektif dan pembentukan hibrida secara komersial menjadi lebih ekonomis. Oleh karena itu, pembentukan padi hibrida masih bertumpu pada sistem tiga galur utama, yaitu galur mandul jantan (GMJ) atau cytoplasmic male sterile line (CMS = A), galur pelestari (Maintainer line = B), dan galur pemulih kesuburan (Restorer = R) (Yuan 1994; Virmani 1994). Galur B adalah galur yang digunakan untuk memelihara karakter kemandulan bagi galur A, sehingga persilangan antara galur A dengan galur B akan menghasilkan galur A kembali. Galur F1 hibrida diperoleh dari hasil persilangan antara galur A dengan galur R. Hanson dan Bentolila (2004) menyatakan bahwa mandul jantan adalah karakter yang diturunkan secara maternal. Karakter ini terkait dengan adanya open reading frame (ORF) yang abnormal pada genom mitokondria. Pada banyak kasus ditemukan bahwa fertilitas dapat dipulihkan oleh gen-gen dalam inti yang disebut gen pemulih kesuburan (restorer of fertility gene, Rf). Sistem CMS/Rf terjadi karena adanya interaksi antara genom inti dan mitokondria. Di satu sisi, sterilitas terjadi akibat aktivitas gen-gen mitokondria yang menyebabkan terjadinya disfungsi sitoplasmik. Di sisi lain, pemulihan kesuburan (fertilitas) merupakan akibat dari gen-gen dalam inti yang menekan kejadian disfungsi sitoplasmik. Terdapat sejumlah tipe mandul jantan yang Satoto dan Rumanti: Galur Mandul Jantan untuk Perakitan Padi Hibrida
15
berbeda dengan latar belakang genetik yang berbeda pula, tetapi secara molekuler mandul jantan merupakan fenomena yang terkait dengan kimera ORF mitokondria dan pemulihan kesuburan (fertilitas), berasosiasi dengan gen-gen yang mengkode protein pentatricopeptide repeat (PPR). Metode ini mempunyai beberapa kelemahan yang antara lain adalah prosedur produksi benih yang rumit, terbatasnya penggunaan genotipe sebagai tetua jantan (restorer), dan keragaman genetik yang sempit dari tetua mandul jantan (CMS) yang digunakan. Kelemahan tersebut dicoba diatasi dengan meningkatkan keragaman CMS dengan mencari sumber-sumber sifat mandul yang baru dari spesies liar (Hoan et al. 1998) atau menggunakan metode yang lain. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah penggunaan sistem EGMS (Environment-Sensitive Genetic Male Sterility). Dalam sistem ini kemandulan tepungsari dipengaruhi oleh dua faktor lingkungan, yaitu panjang hari atau temperatur (Virmani 1994). Genotipe yang mempunyai kemandulan yang dipengaruhi oleh panjang hari disebut PGMS (Photo-Sensitive Genetic Male Sterility) (Lu et al. 1994), jika perubahan dari subur menjadi mandul yang dipengaruhi oleh temperatur disebut TGMS (Thermo-Sensitive Genetic Male Sterility) (Maruyama et al. 1991). Tulisan ini membahas tentang galur mandul jantan berdasarkan pengendali sifat mandul, perilaku genetik gen mandul, pola pelestarian dan pemulihan kemandulan, morfologi tepungsari, dan perannya dalam perakitan padi hibrida.
Klasifikasi Mandul Jantan GMJ padi diklasifikasikan menjadi beberapa tipe berdasarkan beberapa kriteria yaitu (1) berdasarkan pengendali sifat mandul jantan, GMJ dibedakan menjadi empat tipe yaitu mandul jantan genetik (genetic male sterility), mandul jantan sitoplasmik-genetik (cytoplasmic-genetic male sterility), mandul jantan sensitif faktor lingkungan (environment sensitive genic male sterility), dan mandul jantan nongenetik atau karena perlakuan kimiawi (non-genetic or chemically induced male sterility); (2) berdasarkan perilaku genetik dari gen ms, GMJ dibedakan menjadi dua tipe yaitu sporofitik dan gametofitik; (3) berdasarkan pola maintaining-restoring, terdapat tiga tipe GMJ yaitu WA, Honglian, dan Boro type (BT), dan (4) berdasarkan morfologi polen, GMJ digolongkan ke dalam tipe typical abortion, spherical abortion, dan stained abortion (Yuan et al. 2003).
Mandul jantan genetik Mandul jantan genetik juga disebut nuclear male sterility karena dikendalikan oleh gen yang ada di inti (nucleus). Ekspresi fenotipe mandul jantan genetik
16
Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1 - 2011
tidak dipengaruhi oleh sitoplasma maupun lingkungan. Karena itu, pola ekspresi dan pewarisan mandul jantan genetik tidak menunjukkan adanya perbedaan pada persilangan resiproknya sehingga mandul jantan tipe ini stabil, dapat dipercaya, dan dapat diulang. Mandul jantan tipe genetik sulit dilestarikan karena tidak mempunyai galur pelestari (maintainer line). Tipe mandul jantan genetik dikendalikan oleh gen resesif tetapi dalam beberapa kasus juga dikendalikan oleh gen dominan. Gugurnya tepungsari (pollen abortion) pada mandul jantan genetik dikendalikan oleh gen resesif. Mandul jantan genetik dalam beberapa kasus dikendalikan oleh dua gen atau lebih (Duvick 1966). Gen mandul jantan resesif dilaporkan terdapat pada tomat, barley, sorgum, padi, gandum, bunga matahari, dan brassica. Gen mandul jantan dominan terdapat pada kapas, gandum, dan padi (Virmani 1994).
Mandul jantan sitoplasmik-genetik Mandul jantan sitoplasmik-genetik paling banyak digunakan untuk mengembangkan hibrida komersial pada banyak tanaman karena mudah dan efisien (Raj and Virmani 1988). Keberadaan gen inti resesif homosigot untuk pemulihan kesuburan dalam kaitannya dengan kemandulan yang diinduksi oleh faktor inti pada sitoplasma menyebabkan tanaman menjadi mandul. Faktor inti pada sitoplasma merupakan bagian dari DNA mitokondria (Kadowaki et al. 1986). Menurut Eckardt (2006) dan Hanson dan Bantolila (2004), mandul jantan pada padi terkait dengan adanya open reading frame (ORF) yang kimerik pada genom mitokondria. Pada banyak kasus ditemukan bahwa fertilitas dapat dipulihkan oleh gen-gen dalam inti yang disebut gen pemulih kesuburan (Rf). Sistem CMS/Rf terjadi karena adanya interaksi antara genom inti dan mitokondria. Di satu sisi, sterilitas terjadi akibat aktivitas gen-gen mitokondria yang menyebabkan terjadinya disfungsi sitoplasmik. Di sisi lain, pemulihan kesuburan (fertilitas) merupakan akibat dari gen-gen dalam inti yang menekan kejadian disfungsi sitoplasmik. Jika faktor genetik yang menginduksi kemandulan tersebut tidak ada dalam sitoplasma maka tanaman menjadi normal (male fertil). Jika pada sitoplasma semacam ini gen inti yang memulihkan kesuburan resesif, maka tanaman akan dapat mempertahankan sifat mandul tersebut. Tanaman atau galur tersebut disebut galur pelestari (maintainer line), yaitu galur yang mempunyai sitoplasma normal tetapi gen inti yang berkaitan dengan pemulihan kesuburan resesif. Galur ini berfungsi untuk melestarikan GMJ pasangannya. Pada sistem sitoplasmik-genetik, masing-masing GMJ mempunyai pasangan galur pelestari. Jika gen inti yang berkaitan dengan pemulihan kesuburan pada sitoplasma dengan atau tanpa gen sterilitas dalam sitoplasma bersifat dominan maka tanaman akan mampu memulihkan kesuburan pada hibrida turunan persilangan antara GMJ dengan tanaman tersebut, yang dikenal dengan nama restorer. Konstitusi sitoplasmik-
Satoto dan Rumanti: Galur Mandul Jantan untuk Perakitan Padi Hibrida
17
genetik dari masing-masing galur adalah: S rfrf (mandul, GMJ atau CMS), N rfrf (fertile atau normal, galur pelestari atau maintainer), S atau N RfRf (normal, restorer), S Rfrf (normal, hibrida).
Mandul jantan sensitif faktor lingkungan Kemandulan tepungsari dipengaruhi oleh dua faktor lingkungan, yaitu panjang hari dan atau temperatur (Virmani 1994). Genotipe yang mempunyai kemandulan yang dipengaruhi oleh panjang hari disebut PGMS (PhotoperiodSensitive Genetic Male Sterility) (Lu et al. 1994), jika perubahan dari subur menjadi mandul tersebut dipengaruhi oleh temperatur disebut TGMS (ThermoSensitive Genetic Male Sterility) (Maruyama et al. 1991). EGMS dapat terjadi karena mutasi alami atau mutasi buatan. Shen et al. (1998) telah mencoba untuk mendapatkan EGMS melalui mutasi buatan dengan sinar 60Co-γ pada dosis 290 Gy. Di negara tropik seperti Indonesia, beda panjang hari tidak terlalu banyak sehingga penggunaan sistem PGMS tidak efektif. Namun perbedaan temperatur yang konsisten dapat dijumpai di daerah-daerah tertentu yang mempunyai ketinggian berbeda, sehingga penggunaan sistem TGMS akan lebih efektif dan mudah diterapkan. Keuntungan dari penggunaan galur mandul jantan sensitif lingkungan, antara lain 1) TGMS tidak memerlukan galur pelestari (maintainer) untuk perbanyakan benihnya sehingga lebih mudah diperbanyak dibandingkan dengan CMS, dan 2) untuk memproduksi benih hibrida F1 tidak perlu galurgalur yang mempunyai gen pemulih kesuburan (restorer), hanya diperlukan galur TGMS dan tetua jantannya, sehingga sistem ini juga dikenal dengan nama sistem dua galur. Tanaman PGMS pertama kali ditemukan pada tahun 1973 oleh Shi Ming Song di antara pertanaman padi japonika varietas Nongken 58 di provinsi Hubei, Cina (Virmani 1994). Tanaman akan mandul jika fase berbunganya bertepatan dengan hari panjang dan tanaman akan subur (fertil) jika berbunga pada periode hari pendek. Derajat kemandulan berkisar antara 90-100% pada penyinaran buatan lebih dari 14 jam dan akan subur kembali pada penyinaran 13 jam 45 menit. Mutan mandul jantan ini kemudian diberi nama Hubeiphotoperiod-sensitive genetics male sterile rice (HPG-MS). Studi lebih lanjut menunjukkan bahwa fase kritis dari transformasi fertilitas adalah pada 1 atau 2 September di Wuhan (30-31º N, 30 m dpl). Jika tanaman berbunga pada periode 5 Agustus sampai 1-2 September, kemandulan berkisar antara 99100%, tetapi jika tanaman berbunga setelah 1-2 September, kemandulan berkurang 20% dan pembentukan biji yang terjadi berkisar antara 10-40%. Perilaku mutan ini tidak berubah walau ditanam pada daerah lain.
18
Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1 - 2011
Sejak Shi (1981) melaporkan PGMS Hubei, beberapa pemulia berhasil mendapatkan galur dengan perubahan kesuburan tepungsari. Perubahan tersebut terjadi karena mutasi spontan, mutasi dengan induksi penyinaran, atau dari hasil seleksi pada populasi bersegregasi persilangan-persilangan tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa TGMS dan PGMS adalah fenomena alam yang terjadi secara luas dan dapat diperoleh melalui beberapa cara. Beberapa galur PGMS dan TGMS yang berhasil dikembangkan di Cina, Jepang, Amerika, dan IRRI dapat dilihat pada Tabel 1. GMJ tipe ini diperoleh dari hasil induksi menggunakan bahan kimia tertentu yang disebut gametocid. Mandul jantan terjadi akibat penyemprotan bahan kimia gametocid pada populasi galur normal yang akan digunakan sebagai galur betina, sehingga pollen dari galur tersebut mati, tanpa mempengaruhi kondisi putik. Kriteria ideal gametocid menurut Virmani et al. (1997), antara lain a) mampu menginduksi mandul jantan secara selektif tanpa mempengaruhi fertilitas galur jantan, b) mempunyai efek sistemik, c) efektivitasnya luas di berbagai lingkungan, dan d) efek sampingnya kecil terhadap pertumbuhan tanaman dan perkembangan malai. Bahan kimia yang banyak digunakan untuk induksi mandul jantan pada padi disajikan pada Tabel 2. Tabel 1. Galur-galur PGMS dan TGMS yang dikembangkan di Cina, Jepang, Amerika, dan IRRI. Galur
Golongan
Teknik
Asal
Kondisi perubahan kesuburan
Nongken 58S Annong S Hennong S 5460 S R59T S IR32364-20-1-3-2B PoNorin PL 12 IVA Dianxin 1A EGMS X88
Japonika Indika Indika Indika Indika Indika Japonika Indika Japonika Japonika Japonika
Mutasi spontan Mutasi spontan Persilangan Iradiasi Iradiasi Iradiasi Iradiasi Persilangan
Hubei, Cina Hunan, Cina Hunan, Cina Fujian, Cina Fujian, Cina IRRI Jepang Yunnan, Cina Yunnan, Cina USA Jepang
Hari panjang 14 jam Suhu tinggi 27ºC Suhu tinggi Suhu tinggi 28-29ºC Suhu tinggi Suhu tinggi 27ºC Suhu tinggi 28ºC Suhu rendah 24ºC Suhu rendah 22ºC Hari panjang Hari panjang 13,75 jam
Persilangan
Nongken 58S, EGMS, dan X88 adalah galur PGMS, galur lainnya TGMS Sumber: Lu et al. (1994). Tabel 2. Bahan kimia penting yang banyak digunakan untuk induksi mandul jantan pada padi. Bahan kimia
Konsentrasi
Waktu aplikasi
Ethrel
8.000-10.000 ppm
Sebelum dan saat fase bunting
Monosodium Methyl Arsenate (MGI)
0,02% atau 2.000 ppm
Fase pollen uninukleat
Sodium Methyl Arsenate
0,02% atau 2.000 ppm
5 hari sebelum heading
Satoto dan Rumanti: Galur Mandul Jantan untuk Perakitan Padi Hibrida
19
Mandul jantan tipe sporofitik Pada GMJ sporofitik, sterilitas atau fertilitas polen ditentukan oleh genotipeee dari sporofit, sedangkan genotipe gametofit (polen) tidak berpengaruh sama sekali. Saat genotipe sporofitiknya adalah S (rr), maka semua polen akan mengalami aborsi. Sebaliknya, jika genotipeeenya adalah N (RR) atau S (RR), maka semua pollen akan fertile. Bahkan saat genotipe sporofitnya adalah S (Rr) dan memproduksi dua macam gamet yaitu S (R) dan S (r), maka semua polen tetap fertile karena fertilitas polen ditentukan oleh gen fertile dominan R yang ada pada genotipe sporofit. Beberapa GMJ yang tergolong tipe ini antara lain wild-abortive (WA) dan Gambiaca (Gam). Pada kedua GMJ tersebut, gugurnya polen terjadi pada fase awal perkembangan mikrospore. Mandul jantan tipe gametofitik Fertilitas GMJ gametofitik secara langsung ditentukan oleh genotipe gametofit (polen) saja tanpa dipengaruhi oleh genotipe sporofit. Gen dalam inti, R, dan r pada gametofit, berturut-turut akan menentukan fertilitas dan sterilitas pollen. Pengguguran polen biasanya terjadi pada fase akhir perkembangan mikrospore. Malai dari galur tipe ini biasanya hanya sedikit tertutup oleh pelepah daun bendera atau bahkan tidak tertutup sama sekali. Galur mandul jantan tipe Wild-Abortive (WA) GMJ tipe ini dikembangkan dari padi liar (wild abortive,WA) melalui silangbalik berkelanjutan, dimana WA sebagai tetua betina dan tetua jantan berulang (recurrent)-nya berupa galur indica genjah seperti Erjiunan 1, Zhenshan 97, V20, dan V41. Galur pelestari (maintainer) dari tipe ini frekuensinya rendah pada populasi indica. Namun sangat mudah ditemukan galur pemulih kesuburannya. Galur mandul jantan tipe Honglian Galur ini merupakan hasil silangbalik dari padi liar berbulu merah sebagai tetua betina dengan tetua jantan berulang Liantangzao (varietas tipe indica yang tinggi tetapi genjah). Galur pelestari tipe ini sering berbalikan dengan pemulih kesuburan dari tipe WA. Misalnya Zhenshan 97 yang merupakan pelestari dari WA, ternyata mampu memulihkan kesuburan dari tipe Honglian dan sebaliknya. Galur mandul jantan tipe BT Galur ini dirakit dari varietas japonica seperti Liming A dan Fengjin A dengan sitoplasma dari BT-C atau Dian 1. Namun galur pemulih kesuburan dari tipe ini sangat sulit ditemukan pada populasi japonica.
20
Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1 - 2011
Galur mandul jantan tipe typical abortion GMJ tipe typical abortion mempunyai bentuk polen yang tidak beraturan dan pengguguran polen biasanya terjadi pada fase perkembangan polen yang relatif awal, yaitu fase uninukleat. Galur mandul jantan tipe spherycal abortion GMJ tipe spherical abortion mempunyai polen berbentuk agak lonjong dan polen gugur kira-kira pada saat fase binukleat. Galur mandul jantan tipe stained abortion Bentuk polen tipe stained abortion juga agak lonjong tetapi agak lebih kecil dibanding polen normal dan polen gugur pada fase trinukleat.
Pemulihan Kesuburan Mandul Jantan SitoplasmikGenetik pada Padi Pengembangan padi hibrida dengan menggunakan sistem GMJ sitoplasmikgenetik mutlak memerlukan tetua jantan yang disebut galur pemulih kesuburan (restorer line). Pada padi, sekitar 20% plasma nutfah termasuk ke dalam golongan restorer. Karakter pemulihan kesuburan dikendalikan oleh gen dominan tunggal ‘Rf’ yang mempunyai pengaruh gametofitik. Shinjyo (1972) telah melakukan penelitian tentang penyebaran gen Rf pada padi varietas lokal dan varietas introduksi di Jepang dan melaporkan bahwa varietas yang tergolong restorer efektif pada umumnya adalah padi indica yang banyak ditanam di daerah tropik. Varietas dari Jepang atau daerah subtropik lainnya pada umumnya tidak termasuk golongan restorer. Dengan kata lain restorer lebih banyak terdapat pada padi indica dibanding japonica. Restorer pada padi indica lebih banyak berupa galur-galur atau varietas yang berumur panjang daripada galur atau varietas yang berumur genjah, diduga varietas berumur panjang mempunyai kekerabatan lebih dekat dengan padi liar (Yuan 1985). Namun belum ada bukti hubungan antara umur varietas dengan keberadaan gen Rf (Yuan dan Virmani 1988).
Peran GMJ dalam Perakitan Padi Hibrida Tiga Galur Tidak seperti pada kapas, benih padi hibrida tidak dapat dihasilkan lebih dari satu butir untuk setiap polinasi (hand pollination). Bunga padi tidak memungkinkan untuk menghasilkan benih hibrida melalui penyerbukan manual (hand pollination) dalam jumlah yang banyak. Satoto dan Rumanti: Galur Mandul Jantan untuk Perakitan Padi Hibrida
21
Sebagai tanaman yang menyerbuk sendiri, padi mutlak memerlukan sistem mandul jantan untuk mengembangkan dan memproduksi F1 hibrida. Restorer hanya diperlukan untuk pengembangan padi hibrida yang menggunakan sistem mandul jantan sitoplasmik-genetik. Selain kedua galur tersebut (GMJ dan R), ada galur lain yang sangat diperlukan untuk memperbanyak benih GMJ dalam jumlah banyak tanpa harus mengubah genotipeee atau fenotipe GMJ yang bersangkutan, galur ini disebut galur pelestari (maintainer line). Dengan kata lain, tiga galur tersebut yaitu GMJ, galur pelestari, dan galur atau varietas pemulih kesuburan merupakan komponen utama pembentuk padi hibrida. Hibrida yang dirakit menggunakan sistem ini disebut hibrida tiga galur. GMJ atau yang biasa disebut galur ‘A’ dalam pembuatan hibrida digunakan sebagai tetua betina, mempunyai sitoplasma mandul dan gen inti untuk pemulihan kesuburan yang resesif sehingga galur ini akan tetap mandul jantan. Galur pelestari (maintainer) atau yang biasa disebut galur ‘B’ mempunyai gen inti resesif tetapi sitoplasmanya normal (male fertile) sehingga dapat membentuk biji. Kedua galur ini (galur A dan B) pada prinsipnya merupakan galur yang sama, kecuali pada sitoplasmanya. Galur restorer mempunyai gen inti untuk pemulihan kesuburan dominan dan sitoplasma yang pada umumnya normal. Jika GMJ disilangkan dengan galur B pasangannya turunannya (F1) akan mewarisi sitoplasma dari tetua betina (GMJ) dan gen inti dari kedua tetua. Dengan demikian, konstitusi genetik dari tanaman F1 tersebut persis sama dengan GMJ, demikian juga fenotipenya. Persilangan antara galur A dengan galur B disebut perbanyakan galur GMJ (CMS seed multiplication). Dengan dasar ini pula galur B disebut galur pelestari karena fungsinya melestarikan sifat mandul dari tetua betina (galur A). Jika galur A disilangkan dengan galur R maka turunannya (F1) mewarisi sitoplasma dari tetua betina (GMJ) tetapi gen intinya menjadi heterozigot, dan karena gen dominan mengendalikan sifat pemulihan kesuburan maka tanaman F1 tersebut menjadi normal walaupun mempunyai sitoplasma yang mandul. Tanaman F1 tersebut dikenal sebagai tanaman hibrida. Hubungan antara tiga galur komponen utama pembentuk padi hibrida diilustrasikan pada Gambar 1. GMJ (A)
Pelestari (B)
rfrf
rfrf
S
N
rfrf S
RfRf N/S
X
rfrf N
GMJ (A)
Pemulih kesuburan (R)
Rfrf S
Pelestari (B)
X
RfRf N/S
Hibrida
Pemulih kesuburan (R)
Gambar 1. Sistem galur mandul jantan pada padi.
22
Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1 - 2011
Pembentukan GMJ Menggunakan Metode Silang Balik Langkah awal dalam pembentukan GMJ adalah mendapatkan tanaman mandul jantan yang sifat kemandulannya dapat diwariskan, dan mengusahakan sifat kemandulannya menjadi mantap. Hanson dan Bentolila (2004) menyatakan bahwa GMJ dapat diperoleh secara spontan di antara galur hasil pemuliaan yang berasal dari persilangan kerabat jauh atau melalui mutagenesis. Dua cara utama untuk mendapatkan tanaman mandul jantan adalah: •
Dari persilangan kerabat jauh - Persilangan antarspesies (O. sativa x O. glaberrima) - Persilangan antarras (indika x japonika) - Persilangan antarvarietas yang sangat berbeda sumber asalnya.
•
Dari tanaman mandul jantan alami
Tanaman mandul jantan alami biasanya merupakan hasil dari mutasi gen sehingga tidak ada tanaman pelestari yang bisa ditemukan. Setelah diperoleh tanaman mandul jantan, langkah selanjutnya adalah memantapkan kemandulannya untuk mendapatkan GMJ melalui silangbalik berulang, dalam rangka mentransfer sifat mandul jantan ke galur unggul tertentu, sekaligus memperoleh galur pelestari pasangannya. Pada program pemuliaan padi hibrida yang dirakit dengan metode tiga galur, bahan dasar GMJ umumnya telah tersedia. Hal yang menjadi masalah adalah GMJ yang tersedia masih banyak kekurangannya, walaupun sifat kemandulannya mantap. Cara yang paling umum digunakan untuk perbaikan GMJ ini adalah dengan jalan pemindahan sistem kemandulan sitoplasma ke varietas atau galur lain yang mempunyai sifat lebih baik. Pemindahan sistem kemandulan dilakukan melalui silang balik (back cross). Sejumlah varietas atau galur harapan yang mempunyai sifat unggul disilangkan dengan GMJ. Sepuluh sampai 20 F1 dari masing-masing persilangan ditanam dan tingkat kesuburan (fertilitas) dari masing-masing tanaman F1 diamati secara seksama. Tanaman yang menunjukkan sterilitas (kamandulan) yang tinggi disilangbalikkan dengan tetua jantannya. Pertanaman hasil silang balik terus diamati sterilitasnya secara seksama dan yang sterilitasnya tinggi disilang-balik lagi. Demikian seterusnya sampai diperoleh populasi yang benarbenar memiliki sterilitas tinggi (100%). Bila sterilitasnya sudah mantap, maka telah diperoleh GMJ baru dengan latar belakang genetik yang sama dengan tetua jantan yang digunakan, yang sudah merupakan perbaikan dari GMJ asalnya. Pada saat yang sama, tetua jantan yang digunakan sudah merupakan galur pelestari dari GMJ baru tersebut. GMJ baru yang tahan terhadap hama penyakit dapat dibentuk menggunakan metode silang balik. Kegiatan silang balik di BB Padi sejak
Satoto dan Rumanti: Galur Mandul Jantan untuk Perakitan Padi Hibrida
23
MH 2001/2002 telah menghasilkan sejumlah galur tetua hibrida baik GMJ dan galur pelestari pasangannya maupun restorer (Satoto et al. 2008, 2009a). Galur-galur tetua tersebut merupakan hasil program perbaikan galur restorer dan pelestari, yaitu perbakan untuk ketahanan terhadap tungro (Satoto dan Widiarta 2007), perbaikan untuk ketahanan terhadap HDB (Satoto et al. 2009b), dan perbaikan untuk ketahanan terhadap WBC (Kartohardjono et al. 2010). Pada saat ini di BB Padi telah tersedia 12 GMJ baru hasil rakitan sendiri, sejumlah GMJ sudah mengalami perbaikan dalam beberapa karakter penting, yaitu GMJ 3 (IR72079A//8*B8703F), GMJ 4 (IR62829A// 7*BP455GE), GMJ5 (IR58025A//6*B11005E), dan GMJ 8 (IR66707A//7*BARUMUN) untuk ketahanan terhadap WBC; GMJ6 (IR58025B//6*CODE dan GMJ7 (IR58025B/ /6*IRBB21) untuk ketahanan terhadap HDB; BC1567A (IR68886A// 10*IR71605-2-1-5-Tjs-5) untuk ketahanan terhadap tungro; BC1561A (IR62829A//10*BP68) untuk bentuk tanaman (tipikal PTB); dan BC1781 (IR66707A//10*A2790) untuk tanaman yang aromatik. GMJ yang dirakit di BB Padi semuanya termasuk GMJ tipe WA. Perakitan GMJ melalui proses persilangan mengharuskan dilakukannya evaluasi sterilitas polen. Metode evaluasi sterilitas polen dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu: (1) Inspeksi visual Beberapa jam setelah pembungaan atau antesis, dapat dilihat bentuk dan warna antera dari galur mandul jantan secara visual. Bentuk antera GMJ akan keriput, kecil, dan kurus. Ketika rangkaian bunga padi tersebut digoyang, tidak ada polen yang jatuh. Warna antera GMJ akan putih atau kuning pucat. (2) Bagging malai Pada saat bunga tanaman mandul jantan mulai muncul (heading) tetapi belum antesis, ambil beberapa malai sebagai sampel. Sampel malai tersebut dibungkus dengan kantong kertas. Setelah 15 hari, dapat dicek jumlah biji yang terbentuk dan pada GMJ yang steril 100% tidak akan ditemukan biji yang terbentuk. (3) Observasi mikroskopis a. Sebanyak 15-20 bunga dari malai yang baru muncul dimasukkan ke dalam alkohol 70%. b. Ambil antera dari bunga-bunga tersebut dan gerus di atas gelas preparat, tetesi dengan 1% iodine kalium iodide (IKI), tutup dengan cover glas. c. Amati di bawah mikroskop binokuler perbesaran 400x dan hitung persentase sterilitasnya.
24
Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1 - 2011
Pemanfaatan Bioteknologi dan Teknik Lain dalam Induksi Mandul Jantan Pemanfaatan sinar gamma Shen et al. (1998) merakit EGMS melalui mutasi buatan menggunakan sinar gamma 60Co-γ pada dosis 290 Gy. Maruyama et al. (1991) menginduksi varietas Remei (japonika) dengan sinar gamma 20 krad dan menghasilkan suatu mutan mandul jantan H89-1. Mutan tersebut tidak mampu membentuk biji pada temperatur siang hari 31ºC dan temperatur malam hari 24ºC, parsial fertil pada 28/21ºC, dan fertil sepenuhnya pada 25/18ºC dan kemandulan tepungsari mutan ini tidak berubah dengan perubahan panjang hari. Sejumlah mutan ’warna daun’ telah berhasil diperoleh dari kultivar Pei ai 64S melalui perlakuan sinar gamma dosis 300 gray. Satu galur terpilih disebut a-18 merupakan galur yang mengandung gen single resesif yang mengontrol marka albino ternyata mampu mengekspresikan daun albino pada fase daun 1-3 dan kemudian kembali berwarna hijau normal pada fase menjelang pindah tanam. Bibit galur ini mempunyai karakter agronomi, fisikokimia, daya gabung khusus dan karakteristik T/PGMS yang mirip dengan Pei ai 64S, tetapi pertumbuhan bibit ini agak lemah. Bibit albino ini sangat mudah dibedakan dengan bibit hijau normal lainnya, sehingga mutan ini dapat digunakan sebagai marka fenotipe untuk monitoring kemurnian benih pada produksi padi hibrida (Wu et al. 2003).
Pemanfaatan teknik kultur jaringan dalam merakit dan memperbaiki GMJ Dewi et al. (2006) melaporkan telah mendapatkan tanaman hijau dari kultur antera terhadap B x B, yaitu persilangan dari IR58025B-W1/Memberamo, IR58025B-W2/Barumun, dan IR68897B-W2/Barumun. Duapuluh tanaman tersebut teridentifikasi kembali sebagai galur pelestari (Rumanti et al. 2009 data belum diterbitkan).
Pemanfaatan marker-assisted selection (MAS), quantitative trait locus (QTL) MAS merupakan marka molekuler yang berhubungan dengan gen target dan bermanfaat sebagai penanda molekuler yang dapat digunakan untuk melakukan seleksi tidak langsung terhadap gen target. Yashitola et al. (2004) berhasil mengidentifikasi marka mikrosatelit RM9 untuk digunakan sebagai pembeda mandul jantan, pelestari, dan hibrida turunannya.
Satoto dan Rumanti: Galur Mandul Jantan untuk Perakitan Padi Hibrida
25
Teknik transformasi genetik Transformasi genetik digunakan untuk menyisipkan satu atau sejumlah gen target ke dalam galur unggul. β-atp6 dan orf79 merupakan sequence mRNA yang diketahui bertanggung jawab terhadap terjadinya mandul jantan pada padi. Potongan mRNA ini telah berhasil disisipkan ke dalam varietas Yaoguang Liu dan mutan transgeniknya menjadi mandul jantan (Wang et al. 2006). OsPDCD5 merupakan gen ortholog dari mamalia yang berhasil ditekan ekspresinya melalui teknologi antisense, sehingga menginduksi sterilitas polen pada padi sensitive fotoperiode. Sifat sterilitas ini ternyata dapat berbalik menjadi fertil seiring dengan perubahan fotoperiode. Galur tersebut akan steril pada hari panjang atau matahari bersinar > 13,5 jam, sedangkan di bawah hari pendek (< 13 jam) galur akan menjadi fertil. Karena itu, galur ini dikategorikan sebagai PGMS (Wang et al. 2009).
Peran Mandul Jantan dalam Produksi Hibrida Mandul jantan akan meningkatkan terjadinya persilangan secara alami sehingga mengakibatkan perubahan gen secara cepat, meningkatkan keragaman, heterozigositas, dan vigor hibrida. Mekanisme tersebut mempunyai implikasi yang sangat besar pada pemuliaan heterosis sejumlah tanaman, terutama tanaman menyerbuk sendiri seperti padi. Pada tanaman lain seperti tomat dan kapas, benih hibrida komersial dapat dengan mudah diproduksi secara manual karena setiap pembuahan (fertilisasi) akan menghasilkan benih yang banyak sekali. Pada padi, produksi benih hibrida komersial hampir “tidak mungkin” dilakukan secara manual karena setiap pembuahan hanya menghasilkan satu butir benih. Karena itu, ketersediaan sistem mandul jantan merupakan keharusan untuk mengeksploitasi heterosis pada padi secara komersial. Heterosis pada padi pertama kali dilaporkan oleh Jones pada tahun 1926, tetapi tidak dapat dieksploitasi pada skala komersial sampai ditemukannya sistem mandul jantan oleh peneliti Cina pada tahun 1970. Penemuan sistem mandul jantan tersebut merupakan tonggak atau titik balik dalam sejarah padi hibrida. Terjadinya mandul jantan yang dikendalikan secara genetik oleh mutasi spontan atau mutasi terinduksi sangat lazim dan telah terjadi pada sekitar 620 spesies. Peran mandul jantan dalam produksi benih F1 hibrida adalah untuk memudahkan produksi F1 dalam skala luas.
26
Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1 - 2011
Pustaka Dewi, I.S., I.H. Somatri, M. Yunus, A. Sisharmini, Suwarno, Satoto, A. Dadang, A.P. Lestari, E.Gati, R. Yunita, dan M. Kosmiatin. 2006. Teknik biologi molekuler untuk perbaikan padi hibrida. Laporan tahunan hasil penelitian BB Biogen. p. 24. Duvick, D.N. 1966. Influence of morphology and sterility on breeding methodology. In: K.J. Frey (Ed.). Plant breeding. Iowa State University Press. Ames. p 85-138. Eckardt NA. 2006. Cytoplasmic male sterility and fertility restoration. The Plant Cell 18:515-517. Hanson MR and Bentolila S. 2004. Interaction of mitochondrial and nuclear genes that affect male gametophyte development. The Plant Cell 16:154-169. Hoan, N.T., N.N. Kinh, B.B. Bong, N.T. Tram, T.D. Qui, and N.V. Bo 1998. Hybrid rice research and development in Vietnam. In: Virmani, S.S., E.A. Siddiq, and K. Muralidharan (Eds.). Advances in hybrid rice technology. Proc. 3rd Intl. Sym. Hybrid Rice. 14-16 Nov 1996. Hyderabad, India. Intl. Rice Res. Inst. Manila Philippines. p. 325-340. Kadowaki, K., T. Ishige, S. Suzuki, K. Harada, dan C. Shinjyo. 1986. Differences in the characteristics of mitochondrial DNA below a normal and male sterile cytoplasms of japonica rice. Jpn. J. Breed 36:333339. Kartohardjono, A., Satoto, dan M. Direja. 2010. Reaksi materi pemuliaan padi hibrida terhadap wereng batang coklat. Seminar Nasional Penelitian Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 24 November 2010. Lu, X.G., Z.G. Zhang, K. Maruyama, and S.S. Virmani. 1994. Current status of two line method of hybrid rice breeding. In: Hybrid Rice Technology - New Development and Future Prospects. Selected Papers from The Intl. Rice Res. Conf. IRRI Los Banos Phil. 37-49. Maruyama, K., H. Araki, and H. Kato. 1991. Thermosensitive genetic male sterility induced by irradiation. In: Rice genetic II. IRRI, Philippines. p 227-232. Raj, G. dan S.S. Virmani. 1988. Genetic of fertility restoration of WA type cytoplasmic male sterility in rice. Crop Sci. 28:787-792. Rumanti, I.A., Purwoko BS, Aswidinnoor H., dan Dewi IS. 2009. Keragaman genetik dan sidik lintas karakter agronomi, komponen hasil dengan hasil pada galur-galur haploid ganda (DH2) calon galur pelestari. (Belum dipublikasi).
Satoto dan Rumanti: Galur Mandul Jantan untuk Perakitan Padi Hibrida
27
Satoto dan I N. Widiarta. 2007. Perbaikan ketahanan padi hibrida terhadap tungro. Prosiding Seminar Nasional. Strategi Pengendalian Penyakit Tungro Mendukung Petan Produksi Beras. Makassar, 5-6 September 2007. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Satoto, B. Sutaryo, dan Indrastuti A. Rumanti. 2008. Galur mandul jantan baru padi hasil seleksi di Indonesia. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan. Inovasi Teknologi Tanaman Pangan Buku 2: Penelitian dan Pengembangan Padi. Puslitbang Tanaman Pangan 2008. p. 288-298. Satoto, Sudibyo TW Utomo, dan Yuni Widyastuti. 2009a. Seleksi galur-galur pelestari dan pemulih kesuburan serta pembentukan galur mandul jantan baru padi hibrida. Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan Buku 1. Prosiding Seminar Nasional Editor: B. Suprihatno, Aan Andang Darajat, Satoto, Baehaki SE, Hendarsih Suharto, Suprihanto (Eds.). Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. p. 255-268. Satoto, Sudibyo TW Utomo, Murdani Direja, dan Triny S Kadir. 2009b. Perbaikan ketahanan padi hibrida terhadap penyakit hawar daun bakteri. Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan Buku 1. Prosiding Seminar Nasional. Dalam: B. Suprihatno, Aan Andang Darajat, Satoto, Baehaki SE, Hendarsih Suharto, dan Suprihanto (Eds.). Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. p.295-306. Shi, MS. 1981. Preliminary report of later japonica natural 2-lines and applications. Hubei Agric Sci. 7. Shinjyo, C. 1972. Distributions of male sterility inducing cytoplasms and fertility restoring genes in rice. II. Varieties introduced from sixteen countries. Jpn. J. Breed 22:329-333. Shen, Y., M. Gao, and Q. Cai. 1998. A novel environment-induced genic male sterile (EGMS) mutant in indica riec. Euphytica 76:89-96. Virmani, S.S 1994. Heterosis and hybrid rice breeding. Monograph on theoritical and applied genetics 22. R. Frankel, M. Grossman, P. Maliga (Eds.). Springer-Verlag, Berlin, NY, London, Paris, Tokyo, Hong Kong, Barcelona, Budapest-Intl. Rice Res. Inst. Philipp. 189 p. Virmani, S.S., B.C. Viraktamath, C.L. Casal, R.S. Toledo, M.T. Lopez, and J.O. Manalo. 1997. Hybrid rice breeding manual. IRRI, Philippines. Wang, Z. 2006. Cytoplasmic male sterility of rice with Boro II cytoplasm is caused by a cytotoxic peptide and is restored by two related PPR motif genes via distinct modes of mRNA silencing. Plant Cell 18: 676687.
28
Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1 - 2011
Wang Yufeng, Zha Xiaojun, Zhang Shiyong, Qian Xiaoyin, Dong Xianxin, Sun Fan, and Yang Jinshui. 2009. Down-regulation of the OsPDCD5 gene induced photoperiod-sensitive male sterility in rice. Plant Sci. in press Wu D, Shen S, Cui H, Xia Y and Shu Q. 2003. A novel thermo/photoperiodsensitive genic male-sterile (T/PGMS) rice mutant with green-revertible albino leaf color marker induced by gamma irradiation. Field Crop Research 81: 141-147 Xiao H and Wang W. 2008. Elongation of the uppermost internode for Changxuan 3S, a thermosensitive genic male sterile rice line. Rice Science 15(3): 209-214. Yashitola J, Sundaram RM, Biradar S.K, Thirumurugan T, Vishnupriya MR, Rajeshwari R, Viraktamath BC, Sarma NP, and Ramesh V. Sonti. 2004. A sequence specific PCR marker for distinguishing rice lines on the basis of wild abortive cytoplasm from their cognate maintainer lines. Crop Sci. 44:920-924. Yuan, L.P. 1985. A concise course in hybrid rice. Hunan Technol Press, Cina. 168 pp. Yuan, L.P 1994. Increasing yield potential in rice by exploitation of heterosis. In Virmani, S.S. (Ed.). Hybrid rice technology new development and future prospecs. Selected papers from the International Rice. Res. Conf. IRRI, Los Banos, Philippines. p. 1-6. Yuan, L.P., Wu X., Liao F., Ma G. dan Xu Q. 2003. Hybrid rice technology. China Agriculture Press. Beijing. China.
Satoto dan Rumanti: Galur Mandul Jantan untuk Perakitan Padi Hibrida
29