PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN LADA DAN CARA PENGENDALIANNYA Ika Mustika Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ABSTRAK Penyakit kuning merupakan salah satu masalah pada tanaman lada khususnya di daerah Bangka. Penyebab penyakit tersebut sangat kompleks yaitu adanya serangan nematoda (Radopholus similis dan Meloidogyne incognita), jamur (Fusariun solani), kesuburan dan kadar air tanah yang rendah. Oleh karena itu, pengendalian penyakit kuning yang tepat adalah secara terpadu, terutama ditujukan pada pengendalian nematoda dan jamur, serta pemenuhan kebutuhan tanaman lada akan unsur hara yang diperlukan. Beberapa komponen pengendaliannya adalah varietas tahan atau toleran (LDL, Kuching atau Bangka), tehnik budidaya (menjaga kebersihan kebun), pemupukan dengan dosis yang tepat (400 kg N, 180 Kg P, 480 kg K, 425 kg Ca, dan 112 kg Mg/ha), penggunaan kapur pertanian, penggunaan agen hayati untuk mengendalikan nematoda (bakteri Pasteuria penetrans, jamur Arthrobotrys), bahan organik (pupuk kandang, mulsa), dan pestisida nabati (bungkil jarak atau tepung biji mimba).
PENDAHULUAN Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu komoditas ekspo yang sangat penting di Indonesia. Salah satu masalah dalam upaya meningkatkan produksi lada tersebut adalah penyakit kuning yang disebabkan oleh serangan nematoda parasit. Penyakit kuning pertama kali dilaporkan terdapat pada pertanaman lada di daerah Bangka oleh van der
Vecht pada tahun 1932. Kemudian penyakit tersebut ditemukan juga di daerah Kalimantan Barat. Selain di Indonesia, penyakit serupa dengan penyakit kuning tersebut dilaporkan terdapat di Thailand dan India. Pada tahun 1967, penyakit ini dilaporkan merusak pertanaman lada di Bangka sebesar 32%. Penyakit kuning pada tanaman lada terutama di Bangka disebabkan oleh keadaan yang sangat kompleks yaitu adanya serangan nematoda (Radopholus similis dan Meloidogyne incognita), adanya jamur parasit (Fusarium solani dan F. oxysporum), serta rendahnya kesuburan tanah, di samping juga kelembaban atau kadar air tanah yang rendah (Bridge, 1978; Mustika, 1990). Berdasarkan penelitian diketahui bahwa faktor utama penyebab penyakit tersebut adalah serangan nematoda R. similis, sedangkan faktor lainnya dapat memperlemah keadaan tanaman yang terserang nematoda tersebut (Mustika, 1990). Mengingat kompleksnya penyebab penyakit kuning, maka cara pengendalian yang tepat adalah secara terpadu, terutama ditujukan pada pengendalian nematoda R. similis dan M. incognita dan jamur Fusarium spp., serta pemenuhan kebutuhan tanaman lada akan unsur hara yang diperlukan.
77
Beberapa komponen pengendaliannya antara lain adalah varietas tahan (toleran), teknik budidaya, pengendalian secara hayati, dan penggunaan pestisida. GEJALA PENYAKIT Gejala penyakit kuning pada tanaman lada terdiri dari gejala di atas permukaan tanah dan gejala di bawah permukaan tanah. Gejala di atas permukaan tanah Mula-mula tanaman yang terserang pertumbuhannya terhambat, kemudian secara bertahap warna daun dan dahan menjadi kekuning-kuningan. Perubahan ini umumnya dimulai dari bagian bawah dan menjalar ke bagian atas tanaman. Kadang-kadang perubahan tersebut tidak dapat dibedakan lagi, sehingga kelihatannya proses menguningnya daun dan batang tersebut terjadi secara serentak. Gejala penyakit dapat terjadi baik pada tanaman muda maupun pada tanaman yang sudah berumur lebih dari 3 tahun (Gambar 1 A). Daun-daun yang telah menguning, tidak menjadi layu tetapi sangat rapuh sehingga secara bertahap daun-daun tersebut akan gugur. Buahbuah akan lebih lama bertahan melekat pada tangkainya, dibandingkan dengan daunnya. Dahan-dahan secara bertahap akan gugur sebagian demi sebagian, sehingga tanaman semakin gundul. Sulur-sulur panjat dapat bertahan paling lama, tetapi akhirnya juga akan menguning dan mati.
78
Gejala di bawah permukaan tanah Apabila bagian akar digali, tampak sebagian akar rambutnya sudah rusak. Pada akar tersebut terdapat lukaluka nekrosis dan puru atau bengkak akar. Luka-luka akar adalah akibat serangan nematoda R. similis, sedangkan puru akar adalah akibat serangan nematoda Meloidogyne spp. (Gambar 1 B). Di dalam jaringan akar yang luka dan berpuru tersebut, terdapat sekelompok nematoda (Gambar 1 C). Selain itu pembuluh jaringan akar terserang nematoda tersumbat oleh cairan seperti getah. Hal ini menyebabkan terhambatnya translokasi air dan hara dari akar ke bagian tanaman lainnya.
A
B
C
Gambar 1. A. Tanaman lada terserang penyakit kuning, B. Akar lada terserang nematoda M. incognita, C. Kumpulan nematoda di dalam jaringan akar lada
PENYEBAB PENYAKIT Penyakit kuning pada tanaman lada dilaporkan sejak tahun 1930, dan sejak itu diketahui bahwa penyebabnya adalah nematoda R. similis Cobb. (Vecht, 1932; Christie, 1959; Thorne, 1961). Beberapa hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa penyakit kuning disebabkan oleh keadaan yang sangat kompleks yaitu adanya serangan nematoda (R. similis dan M. incognita), adanya jamur parasit (F. solani dan F. oxysporum) (Bridge, 1978), serta rendahnya kesuburan tanah (Wahid, 1976; Waard, 1979). Selain itu kelembaban atau kadar air tanah juga mempengaruhi terjadinya penyakit kuning (Mustika, 1990). Pada tanah dengan kadar air kurang dar 60% kapasitas lapang, gejala penyakit kuning terjadi lebih awal dibandingkan dengan pada kadar air tanah 100% kapasitas lapang. Walaupun demikian R. similis adalah faktor utama penyebab penyakit, sedangkan faktor lainnya memperlemah kondisi tanaman yang terserang nematoda tersebut (Mustika, 1990). Nematoda Nematoda adalah sejenis cacing halus yang panjangnya sekitar 3001000 µm, dan umumnya hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Nematoda parasit tanaman mempunyai ciri khusus, antara lain adanya stilet (alat penusuk) pada bagian kepalanya. Bentuk nematoda secara umum seperti nampak pada Gambar 2.
Gambar 2. Morfologi umum nematoda parasit tanaman : Kiri: nematoda betina, Kanan: nematoda jantan Dengan menggunakan stilet, nematoda menusuk dan mengisap cairan sel tanaman untuk keperluan hidupnya. Serangan nematoda dapat menyebabkan luka-luka pada akar. Melalui luka–luka yang disebabkan oleh nematoda, organisme-organisme lainnya seperti jamur dan bakteri masuk ke dalam jaringan akar, sehingga tanaman menjadi lebih lemah dan gejala penyakit menjadi semakin parah. Selain itu, pada waktu menginfeksi tanaman, nematoda mengeluarkan sekresi berupa enzimenzim yang jenisnya berbeda-beda tergantung pada spesies nematoda (Deubert dan Rohde, 1971). Aktivitas enzim yang dikeluarkan oleh nematoda sangat merusak tanaman antara lain karena terbentuknya hydrogen peroksida yang disintesis dari hydrogen dan oksida.
79
Senyawa ini pada keadaan aerob sangat beracun bagi tanaman. Selanjutnya enzim-enzim ter-sebut menguraikan pati, sukrosa, selulosa, protein dan glikosida menjadi bahanbahan lain. Terurainya gula, pati dan protein, yang merupakan bahan penting dalam proses metabolisme akan mempengaruhi keadaan tanaman. Sebanyak 35 spesies nematoda parasit telah dilaporkan terdapat pada perakaran tanaman lada (Sundararaju et al., 1979). Pada tanaman lada di Indonesia telah ditemukan beberapa spesies nematoda (Tabel 1). Di antara nematoda-nematoda tersebut hanya R. similis dan M. incognita saja yang diketahui merusak pertanaman lada di Indonesia (Mustika dan Zaenudin, 1978; Bridge, 1978), India (Nambiar dan Sarma, 1977; Ramana dan Mohandas, 1987; Ramana et al., 1987) dan Brazil (Sharma dan Loof, 1974; Ichinohe, 1980). Radopholus similis R. similis adalah nematoda parasit yang berpindah-pindah di dalam jaringan tanaman (endoparasit migratory). Nematoda tersebut masuk ke dalam akar, berpindah-pindah di dalam jaringan, aktif makan dan berkembang biak di dalam akar. Ciriciri R. similis asal tanaman lada adalah sebagai berikut (Mustika et al., 1990). Nematoda betina : Panjang tubuh = 614 µm, panjang stilet = 19 µm, panjang ekor = 64 µm. diameter tubuh = 24 µm, letak vulva = 59 % Nematoda jantan : panjang tubuh = 614 µm, panjang stilit = 13 µm, panjang ekor = 70 µm, panjang
80
spikula = 18 µm, diameter tubuh = 17 µm. Siklus hidup R. similis R. similis masuk ke dalam akar tanaman lada pada 24 jam setelah inokulasi atau setelah nematoda menyentuh akar. Sel-sel sekitar tempat penetrasi berubah warna menjadi coklat tua, dan 72 jam setelah penetrasi terbentuk luka-luka pada akar. Nematoda betina meletakkan telurtelurnya di antara korteks akar pada 5 hari setelah penetrasi. Nematoda tersebut tidak menyerang bagian empulur akar, tetapi pembuluh jaringa (xylem) tersumbat oleh zat (substansi) seperti getah (Mustika, 1990). Pada waktu penetrasi ke dalam akar, R. similis mengeluarkan beberapa macam enzim antara lain adalah enzim hidrolase (selulase), invertase (sakharose, sukrase atau fructofuranoksidase) dan enzim pektolitik (Duebert dan Rohde, 1971). Bagian yang disukai oleh R. similis untuk penetrasi adalah daerah ujung akar, tetapi ada juga yang melakukan penetrasi pada 1,0 - 1,50 cm di atas daerah ujung akar tersebut. Kemudian dengan proses lisis nematoda membentuk terowonganterowongan sampai ke bagian korteks akar. Siklus hidup R. similis seluruhnya berlangsung di dalam akar. Nematoda ini bergerak di dalam akar melalui sel-sel korteks sehingga terjadi terowongan-terowongan (tunnels). Tetapi apabila bagian akar membusuk, nematoda tersebut berpindah-pindah mencari akar yang masih sehat (Gambar 3).
Tabel 1. Nematoda parasit yang terdapat pada tanaman lada di Jawa Barat, Lampung, Bangka dan Kalimantan Barat (Mustika dan Zainuddin, 1978; Bridge, 1978; Djiwanti dan Momota, 1990). No.
Jenis nematoda
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Aphelenchoides sp. Criconemoides sp. Criconemella sp. Ditylenchus sp. Dorylaimus sp. Helicotylenchus multicinctus H. australiae Hemicriconemoides sp. Hoplolaimus seinhorsti Macrophostonia ornata Meloidogyne arenaria M. incognita M. javanica Meloidogyne sp. Pratylenchus coffeae Radopholus similis Rotylenchus reniformis Tylenchus sp. Xiphinema insigne Xiphinema sp.
Jawa Barat + + + + + + + + +
Lampung
Bangka
+ + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + + + + -
Kalimantan Barat + + + + + + + + +
+) Ditemukan ; -) Tidak ditemukan
Pada suhu 20 – 300 C, siklus hidup R. similis berlangsung selama 35 hari. Temperatur optimum untuk per kembangbiakkan nematoda ini adalah 270 C (Mustika, 1990). Selain lada, tanaman yang merupakan inang R. similis adalah pisang (Musa spp.), jahe (Zingiber officinale), kelapa (Cocos nucifera), pinang (Areca catechu), nangka (Artocarpus integrifolia), mangga (Mangifera indica), gliricidia (Gliricidia maculata) dan dadap (Erythrina indica) (Koshy dan Bridge, 1990).
Gambar 3. Siklus penyakit yang disebabkan oleh Pratylenchus dan Radopholus (Agrios, 1982).
81
M. incognita M. incognita adalah salah satu jenis nematoda penyebab bengkak akar (buncak akar). Ciri-ciri nematoda tersebut adalah sebagai berikut; Nematoda betina : berbentuk seperti buah pear, berukuran sekitar 500-800 m. Nematoda jantan : panjang tubuh = 1100-1900 µm, panjang stilet = 23-33 µm, spikula = 29-40 µm. Larva : panjang tubuh = 337403 µm, panjang ekor = 38-55 µm, panjang stilet = 9,6-11,7 µm. Siklus hidup M. incognita Stadia larva 2, masuk ke dalam akar dan makan pada jaringan parenkim. Akibat serangan nematoda ini, sel-sel di sekitar kepala nematoda membengkak dan disebut sel raksasa (giant cells). Sel-sel raksasa tersebut selanjutnya menjadi sumber makanan bagi nematoda. Selama di dalam akar, nematoda Meloidogyne spp. Tidak bergerak (berpindah), tetapi tetap makan pada sel-sel raksasa sampai menyelesaikan siklus hidupnya. Terjadinya sel-sel raksasa menyebabkan akar membengkak dan ukurannya berbeda-beda tergantung pada kepekaan tanaman. Akar yang membengkak berisi nematoda-nematoda betina beserta kelompok telur (egg masses). Kelompok telur tersebut seringkali muncul ke permukaan akar yang membengkak, dan biasanya berwarna kecoklatan. Satu kelompok telur berisi sekitar 100-150 telur. Satu siklus hidup nematoda ini berlangsung sekitar 30-60 hari (Gambar 4).
82
Gambar 4. Siklus penyakit yang disebabkan oleh Meloidogyne spp. (Agrios, 1982) Pada suhu 26,5 – 29,00 C, larva stadia-2 M. incognita mulai penetrasi ke dalam akar pada 24 jam setelah akar kontak dengan nematoda tersebut. Larva stadia-2 berkembang menjadi jantan dan betina berturut-turut pada 29 dan 17 hari setelah inokulasi. Betina dewasa bertelur pada 26 hari setelah penetrasi. Satu ekor betina mampu bertelur sebanyak 290 butir. Telur-telur tersebut menetas pada 35 hari setelah inokulasi (Wiryadiputra et al., 1991). Selain di Indonesia M. incognita dilaporkan menyerang tanaman lada di India, Brazil, Serawak, Cina, Malaysia, Brunei, Kamboja, Filipina, Thailand, Vietnam dan Sri Lanka (Suatmaji, 1972; Kueh dan Teo, 1978; Ichinohe, 1980; Lamberti et al., 1983; Ramana dan Mohandas, 1987). Selain lada, tanaman yang merupakan inang M. incognita antara lain adalah tembakau (Nicotiana tabacum), tomat (Lycopersicum esculentum), cabe (Casicum spp.), dadap (Erythrina lithosperma), kapok
(Ceiba pentandra), (Gliricidia septum).
gliricidia
PENYEBARAN PENYAKIT Dilihat dari penyebarannya, tampak bahwa penyakit ini disebabkan oleh patogen terbawa tanah (soil borne pathogen). Tidak semua tanaman di satu kebun serentak menjadi sakit, tetapi tanaman yang sakit selalu bermula dari beberapa tanaman saja. Lambat laun tanaman yang sakit bertambah banyak, dan menyebar dari satu tanaman ke tanaman lain di sekitarnya, sehingga daerah penyebarannya tampak membentuk jalur konsentris dan sekelompoksekelompok. Kadang-kadang serangan dimulai dari bagian pinggir kebun. Apabila penyakit ini sudah lama berjangkit, terlihat di bagian tengah dan pinggir kebun, terdapat kelompokkelompok tanaman yang sakit dalam berbagai tingkatan, mulai dari tingkat awal sampai tanaman mati. Menurut Thorne (1961), penyebaran penyakit kuning pada tanaman lada berlangsung sangat lambat yaitu sekitar 4,5% per tahun. EKOBIOLOGI PATOGEN Serangan nematoda dapat menyebabkan luka-luka pada akar. Seringkali luka-luka tersebut mempermudah masuknya jamur parasit tertentu yang terdapat di dalam ekosistem. Dengan masuknya jamur parasit ke dalam jaringan yang sudah lemah, keadaan tanaman akan semakin lemah.
Pada pertanaman lada sering dijumpai adanya Fusarium oxysporum dan F. solani. Kedua jenis jamur tersebut terbukti dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman lada. F. solani (Nectria haematococa) merupakan masalah utama pada pertanaman lada di Brazil, karena jamur tersebut dapat menyebabkan penyakit “Stem blight”, yang gejalanya mirip dengan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh Phytophthora (Ichinohe, 1980). R. similis adalah “migratory endoparasite” pada berbagai tanaman. Siklus hidupnya berlangsung sekitar 18 - 20 hari untuk satu generasi. Di dalam tanah tanpa tanaman inang, R. similis mampu bertahan hidup selama 6 bulan. Semua stadia dapat dijumpai di dalam tanah dan akar. Jantannya bersifat non parasit terhadap tanaman (Williams dan Siddiqi, 1973). R. similis diketahui sebagai penyebab utama penyakit “spreading decline” pada tanaman jeruk di Florida, juga sebagai patogen penting antara lain pada tanaman teh, kopi, jagung, pisang, tebu, sayuran dan beberapa tanaman hias. Terdapat 2 ras R. similis yaitu ras pisang (banana race) dan ras jeruk (citrus race). Ras pisang menyerang tanaman pisang, tetapi tidak menyerang jeruk. Sedangkan ras jeruk, selain menyerang tanaman jeruk juga menyerang pisang. Morfologi kedua ras tersebut sama sekali tidak berbeda. Berdasarkan jumlah kromosom, R. similis yang menyerang lada (n=4), termasuk ras pisang (Huettel et al., 1984). Selain itu pola protein kedua ras R. similis sangat berbeda. R. similis mempunyai banyak tanaman inang, di
83
antaranya adalah pisang (Musa paradisiaca), nenas (Ananas qomosus), bambu (Bambusa spp.), teh (Camellia sisnensis), Calopogonium mucunoides, jeruk (Citrus spp.), Kopi (Coffea Arabica), ubi jalar (Ipomoea batatas), tebu (Sacharum officinarum), nilam (Pogostemon cablin), dan jahe (Zingiber officinale). R. similis dapat menyebar secara lokal melalui pengolahan tanah, alatalat pertanian, migrasi alamiah oleh aliran air hujan. PENGENDALIAN PENYAKIT Mengingat kompleksnya penyebab penyakit kuning lada, maka cara pengendalian yang tepat adalah secara terpadu, terutama ditujukan pada pengendalian nematoda R. similis dan M. incognita dan jamur (Fusarium spp.), serta pemenuhan kebutuhan tanaman lada akan unsur hara yang diperlukan. Beberapa komponen pengendaliannya antara lain adalah varietas tahan (toleran), teknik budidaya, pengendalian secara hayati dan penggunaan pestisida. Varietas tahan (toleran) Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak ada satupun varietas lada yang tahan terhadap serangan R. similis dan M. incognita (Venkitesan dan Setty, 1979; Koshy dan Sundararaju, 1979). Meskipun demikian, dari penelitian di Bangka diperoleh bahwa varietas-varietas LDL (Lampung Daun Lebar), Kuching dan Bangka, cukup toleran terhadap M. incognita (Nuryani, 1984). Penelitian
84
lebih lanjut menunjukkan bahwa varietas Kuching cukup toleran terhadap serangan M. incognita dan R. similis (Mustika, 1990). Teknik budidaya Pengendalian penyakit kuning lada hendaknya ditujukan pada upaya memperkuat tanaman sehingga tahan terhadap serangan nematoda, serta menciptakan keadaan lingkungan yang tidak cocok bagi perkembangan pathogen lainnya. Upaya ini antara lain dilakukan dengan cara sanitasi, pemupukan dengan dosis yang cukup dan interval yang teratur, serta penggunaan mulsa (penutup tanah). Cara sanitasi yaitu dengan menjaga kebersihan kebun, membongkar dan membakar sisa-sisa tanaman sakit, dan tidak menanam tanaman inang R. similis dan M. incognita. Dosis pupuk yang tepat untuk tanaman lada adalah 4 x 600 g RBS (Rustica Blue Special)/tanaman/ tahun (Wahid, 1979), atau 400 kg N, 180 kg P, 480 kg K, 425 kg Ca, dan 112 kg Mg. Penggunaan kapur dilaporkan dapat meningkatkan kemampuan infeksi nematoda oleh bakteri P. penetrans. Hasil penelitian mengenai pengaruh beberapa formulasi P. penetrans terhadap nematoda pada skala laboratorium menunjukkan bahwa formulasi tepung akar ditambah dengan dolokal (kapur pertanian), mampu menginfeksi 65% Meloidogyne dan 22% Radopholus similis. Hal ini mungkin terjadi karena penambahan kapur, dapat mengurangi kemasaman. Pada formulasi P. penetrans dimana
digunakan kapur, kemasaman formulasi tersebut mencapai 9,15 (Mustika, 1998). Bahan organik Nematoda dapat dikendalikan dengan menggunakan bahan organik. Dengan menambahkan bahan organik ke dalam tanah, populasi musuh-musuh alami nematoda parasit terutama dari golongan jamur (Arthrobotrys spp), meningkat. Selain itu, bahan-bahan organik tersebut dapat menghasilkan asam-asam organik yang bersifat nematisidal, seperti asam format, asam butirat, dan asam asetat (Nat. Acad. Sci., 1968). Bahan organik yang dapat digunakan untuk menekan populasi nematoda M. incognita antara lain adalah kotoran ayam, bungkil kedele, alang-alang dan kompos. Sedangkan untuk menekan R. similis adalah kotoran sapi (Mustika et al., 1993). Freire dan Bridge (1985) menemukan bahwa jamur Paecilomyces lilacinus dan Verticillium chlamidosporium dapat menginfeksi masa telur M. incognita, pada pembibitan lada berturut-turut sebesar 15% dan 12%. Penggunaan mulsa dapat memperbaiki tekstur dan struktur tanah, juga menambah bahan organik serta menekan aktivitas nematoda (Christie, 1959). Sebagai mulsa dapat digunakan lalang atau serasah setebal 10 - 20 cm. Selain bahan organik seperti tersebut di atas, bungkil jarak dan tepung biji mimba dapat juga berfungsi sebagai bahan organik. Bungkil jarak merupakan limbah produksi industri minyak jarak, yang sampai saat ini
belum banyak dimanfaatkan. Bungkil jarak selain mengandung ricinin yang bersifat pestisidal, juga mengandung unsur-unsur hara N, P dan K. Hasil analisis hara menunjukkan bahwa bungkil jarak mengandung 5,61% N, 0,25% P dan 0,71% K, sedangkan pupuk kandang sapi mengandung 1,07% N, 0,12% P dan 0,62% K. Bungkil biji mimba (yang telah diambil minyaknya), mengandung 3,34% N, 0,72% P dan 1,23% CaO. Oleh karena itu selain sebagai pestisida nabati, bungkil jarak dan bungkil mimba juga sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan organik yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Mimba dapat diaplikasikan dalam bentuk tepung biji atau ekstrak biji mimba. Tepung biji mimba diberikan dengan dosis 250 g/tanaman/ 3 bulan, sedangkan ekstrak biji mimba, sebanyak 5 liter larutan/tanaman/3 bulan (konsentrasi 2 g/l air, disiramkan di sekeliling tajuk tanaman lada). Bungkil jarak juga dapat diaplikasikan dalam bentuk bungkil atau ekstrak bungkil. Bungkil jarak, diberikan dengan dosis 250 g/tanaman/3 bulan, sedangka ekstrak bungkil jarak, sebanyak 5 liter larutan/tanaman/3 bulan (konsentrasi 2 g/l air), disiramkan di sekeliling tajuk tanaman lada. Pengendalian secara hayati Bakteri Pasteuria penetrans Beberapa agensia hayati dilaporkan efektif untuk mengendalikan nematoda, salah satu di antaranya adalah bakteri Pasteuria penetrans (Sayre, 1980; Mankau, 1980;
85
Rodriguez-Kabana, 1992) (Gambar 5). Pasteuria penetrans merupakan bakteri parasit obligat yang tersebar di seluruh dunia dan dapat memarasit sekitar 205 spesies nematoda parasit tanaman (Sturhan, 1988). Di antara nematoda parasit yang dapat terinfeksi oleh P. penetrans adalah M. incognita, M. arenaria, M. javanica, Pratylenchus scribneri, P. brachyurus, Helicotylenchus, Xiphinema diversicaudatum dan Radopholus simis. Siklus hidup P. penetrans terdiri atas 4 stadia yaitu (1). Perkecambahan spora, (2). Pertumbuhan vegetatif, (3). Fragmentasi dan (4). Sporogenesis. Perkecambahan spora pada Meloidogyne spp. mulai pada 8 hari setelah larva-2 terinfeksi masuk ke dalam akar dan mulai makan. Siklus hidup P. penetrans sangat sinkron dengan siklus hidup nematoda. Pada suhu 200 C siklus hidupnya berlangsung sampai 85 - 100 hari, sedangkan pada suhu 300 C berlangsung hanya 20 - 30 hari. Jumlah spora yang dihasilkan oleh nematoda terinfeksi dapat mencapai 2 juta (Mankau, 1975).
Gambar 5. A. Nematoda terinfeksi bakteri P. penetrans, B. Spora P. penetrans menempel pada tubuh (kutikula) nematoda.
86
Siklus hidup Pasteuria penetrans P. penetrans merupakan bakteri parasit obligat pada beberapa nematoda parasit tanaman. Siklus hidupnya berlangsung sesuai dengan siklus hidup inangnya. Tingkat perkembangan hidupnya adalah pertumbuhan vegetatif, fragmentasi, sporogenesis dan spora matang (Sayre dan Wergin., 1977; Hewlett et al., 1997). Siklus hidup dimulai ketika spora P. penetrans melekat pada kutikula nematoda dan berkecambah. Tabung kecambah melakukan penetrasi pada kutikula, hipodermis dan jaringan otot nematoda sebelum berkembang di dalam pseudocoelom (Jones, 1981 dalam Bird, 1986). Selama penetrasi bagian luar spora tetap melekat pada kutikula dan menutupi bagian infeksi sehingga menghalangi organisme lain untuk masuk ke dalam tubuh nematoda (Mankau dan Imbriani, 1975). Miselium bercabang–cabang dan berkembang menjadi mikrokoloni. Filamen miselia bersekat, dengan diameter 0,2 m– 0,5 m dan hanya nampak pada stadia awal. Sel-sel hifa dikelilingi oleh kumpulan dinding sel, tebalnya sekitar 0,12 m dan terdiri dari lapisan bagian dalam dan luar. Dinding sel miselia adalah bakteri tipe gram positif (Sayre dan Starr, 1985). Selanjutnya miselia membesar, memisah (patah) dan menyebar di dalam pseudocoelom inang (Mankau dan Imbriani, 1975). Bagian luar atau sel-sel disekeliling koloni memanjang dan tumbuh menjadi sporangia. Setiap sporangium mempro-duksi satu spora. Sporangia berbentuk cangkir
diameter 3,5 m - 4,0 m, tinggi 2,2 m – 2, 9 m dan mengandung endospora yang tertutup oleh exosporium (Sayre dan Starr, 1985). Endospora berukuran 1,6 m - 1,7 m, dan dikomposisi oleh protoplas spora yang dikelilingi oleh lapisan korteks dan spora (Mankau dan Imbriani, 1975). Selama sporogenesis, lapisan kortikal tebal terbentuk dalam dinding spora. Lapisan-lapisan ini memberikan ketahanan pada spora terhadap desikasi, pemanasan dan secara nyata melindungi spora dari beberapa fumigan tanah selama beberapa bulan atau mungkin sampai beberapa tahun, tergantung pada kondisi tanah. Nematoda betina yang terinfeksi tidak dapat bereproduksi dan hanya merupakan kantung yang rata-rata berisi 2 x 106 spora Siklus hidup P. penetrans pada nematoda buncak akar (Meloidogyne spp.) adalah sebagai berikut (1) Penetrasi dan perkecambahan spora, (2) Pertumbuhan vegetatif, (3). Fragmentasi, (4) Sporogenesis, (5) Fase perkembangan di dalam tanah, dan (6) Pelekatan spora. Proses infeksi awal terjadi di dalam tanah ketika nematoda stadia larva 2 kontak dengan spora bakteri. Spora melekat pada kutikula nematoda stadia larva-2, kemudian setelah 8 hari spora tersebut berkecambah. Mekanisme melekatnya spora bakteri pada kutikula nematoda sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Diduga bahwa melekatnya spora pada kutikula tersebut karena adanya karbohidrat pada permukaan
kutikula stadia larva-2 (Davis dan Danks, 1993). Nematoda terinfeksi masuk ke dalam akar, spora yang telah berkecambah bercabang-cabang membentuk mikro koloni di dalam tubuh nematoda. Koloni-koloni bakteri terus berkembang dan bercabang dalam tubuh nematoda, sehingga seluruh rongga tubuh nematoda betina terisi dengan bakteri (Gambar 6). Nematoda betina tidak dapat berkembang lebih lanjut dan reproduksinya terhambat dan akhirnya mati. Dari nematoda yang mati dan membusuk, spora-spora dilepaskan ke dalam tanah dan tetap berada di dalam tanah selama periode yang cukup lama (sampai beberapa tahun), sampai spora kontak lagi dengan nematoda. P. penetrans merupakan parasit obligat yang hiperparasit, siklus hidupnya sangat sesuai dengan siklus hidup nematoda inangnya terutama Meloidogyne spp. Meskipun demikian siklus hidup bakteri tersebut sangat tergantung pada suhu (Stirling, 1984). Pada suhu 20o C siklus hidupnya berlangsung selama 85 - 100 hari, sedangkan pada suhu 30o C berlangsung hanya 20-30 hari. Jumlah spora yang dihasilkan oleh nematoda terinfeksi dapat mencapai 2 juta (Mankau, 1975). Siklus hidup P. penetrans pada Pratylenchus berbeda dari siklus hidup pada Meloidogyne spp. seperti tampak pada Gambar 2 ; (1) Spora menempel pada kutikula, (2) Spora membentuk sporoblast dan menembus kutikula, (3) Spora yang matang mengalami proses
87
schizogoni (pembelahan sel), selama schizogoni terbentuk 16 sporon, (4) Sporon mengalami pembelahan membentuk 16 sporoblast, (5) Sporoblast berkembang menjadi spora, (6) Spora tersebut mengulangi siklus hidupnya di dalam tubuh nematoda. Apabila spora tersebut dilepas ke dalam tanah, akan melekat dan masuk ke dalam tubuh nematoda lain, selanjutnya siklus hidup generasi berikutnya terjadi lagi seperti tersebut di atas. Di dalam tanah, spora P. penetrans melekat pada kutikula nematoda stadia larva-2, kemudian sekitar 8 hari spora tersebut berkecambah. Nematoda terinfeksi masuk ke dalam akar, spora yang telah berkecambah bercabang-cabang membentuk mikro koloni di dalam tubuh nematoda. Koloni bakteri tersebut terus berkembang dalam tubuh nematodas, sehingga seluruh rongga tubuh nematoda terisi dengan bakteri. Nematoda betina tidak dapat berkembang lebih lanjut, dan proses reproduksi terhambat dan akhirnya nematoda mati. Dari nematoda yang mati, spora-spora di lepaskan ke dalam tanah dan tetap berada di dalam tanah selama periode yang cukup lama (sampai beberapa tahun), sampai spora kontak lagi dengan nematoda lain. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa P. penetrans efektif dalam menekan populasi nematoda. P. penetrans mampu menekan populasi M. incognita pada tanaman tembakau selama 60 hari di rumah kaca. P. penetrans juga mampu mengurangi
88
populasi M. arenaria dan meningkatkan produksi kacang tanah sebesar 64% (Dickson et al., 1992a). Penelitian pendahuluan pada tanaman lada, menunjukkan bahwa P. penetrans dapat mengurangi populasi M. incognita dan R. similis serta menekan terjadinya penyakit kuning lada yang disebabkan oleh nematoda tersebut.
H1 H 0
H8
H30 +
Siklus hidup Meloidogyne spp. Dan P. penetrans
H 14
H 26
H 24
H 18
Gambar 6. Siklus hidup P. penetrans pada Meloidogyne spp.: H0 = Hari ke 0 (spora P. penetrans masih di dalam tanah menginfeksi nematoda). H1 – H30+ = Hari ke 1 sampai hari ke 30 atau lebih nematoda terinfeksi P. penetrans masuk ke dalam akar (Jaffee, 2003). (http://www. cpes.peachnet.edu/nemabc/Past euria .htm)
Pada daerah perakaran tanaman lada di Bangka ditemukan adanya organisme antagonis terhadap nematoda antara lain dari golongan jamur Arthrobotrys sp., Dactylaria sp., dan Dactylella sp., sedangkan dari golonganbakteri adalah Pasteuria penetrans. Hasil penelitian di Bangka, penggunaan jamur Arthrobotrys, Dactylaria, Dactylella dan bakteri P. penetrans dapat menekan terjadinya penyakit kuning berturut-turut sebesar 14,56%; 11,86%; 14,07% dan 8,89% (Mustika et al., 1995).
Gambar 7. Siklus hidup P. penetrans pada Pratylenchus sp. A. Bagian anterior nema-toda, B. Bagian posterior nematoda. Spora menempel pada tubuh nematoda (b) Sporoblast menembus kutikula (c, d) Sporoblast yang sudah matang (e) Spora yang sudah matang (f) Schizogoni spora, (g). 16 sporont yang terbentuk selama schizogoni, (h, i) Salah satu dari 16 sporont, (j-k-l-m) dua dari 16 sporoblast kecil, (n, o) Perkembangan sporoblast menjadi spora. Selanjutnya siklus hidup generasi berikutnya terjadi lagi di dalam tubuh nematoda (Sayre et al., 1988).
Cara pengendalian hayati nematoda dapat juga dilakukan dengan menanam tanaman bukan inang nematoda tersebut di antara lada. Menurut Ichinohe (1984), tanaman Macroptillium artropurpureum, Centrosema pubescens, Clitoria ternatea, Cajanus cajan, Arachis hypogea dan Crotalaria spp., efektif untuk mengendalikan M. incognita. Bakteri Pasteuria penetrans (Thorne) Sayre & Starr (Syn. Bacillus penetrans Thorne) adalah parasit obligat yang sangat potensial sebagai
agen hahayati pengendali nematoda buncak akar (Meloidogyne spp.) dan beberapa spesies nematoda lainnya (Sayre, 1980; Mankau, 1981; Stirling, 1984). Bakteri tersebut tersebar luas di berbagai daerah, sangat persisten, sporanya tahan kekeringan dan tahan terhadap input pertanian (Jatala, 1986). P. penetrans mampu menekan populasi M. incognita pada tanaman tembakau. Pada tanaman kacang tanah bakteri tersebut mampu menekan populasi M. arenaria serta meningkatkan produksi sebesar 64 % (Dickson et al., 1992b). Hasil penelitian pendahulu-an di lapang mengenai pemanfaatan bakteri tersebut, menunjukkan bahwa P. penetrans mampu menekan populasi Radopholus similis dan M. incognita serta menekan persentase penyakit kuning lada di daerah Bangka. P. penetrans adalah bakteri obligat parasit, untuk berkembangbiak diperlukan inang yang cocok yaitu nematoda. Karena sifat bakteri tersebut, sampai kini perbanyakan bakteri P. penetrans baru bisa dilakukan secara in vivo yaitu dengan menggunakan nematoda inang yang diinokulasikan pada tanaman yang dipelihara di rumah kaca (Stirling dan Wachtel, 1980). Pengembangan selanjutnya yang dilakukan di Balittro adalah perbanyakan bakteri tersebut di lapang dengan menggunaan tanaman tomat. Hasilnya menunjukkan bahwa cara tersebut cukup potensial untuk dikembangkan dalam sekala luas. Pemanfaatan bakteri P. penetrans untuk mengendalikan penyakit kuning pada tanaman lada di
89
daerah Bangka, menunjukkan bahwa bakteri P. penetrans yang dikombinasikan dengan bahan organik (kotoran sapi, kotoran ayam, serbuk gergaji, bungkil kedele, mulsa alangalang-alang, mulsa glirisidia) atau OST (Organic Soil Treatment) dapat menekan populasi nematoda serta menekan terjadinya penyakit kuning. Dalam penelitian ini digunakan dosis P. penetrans 5 kapsul/tanaman/6 bulan, kotoran sapi, kotoran ayam, serbuk gergaji, bungkil kedele masing-masing 5 kg/tanaman/6 bulan, mulsa lalang dan mulsa glirisidia masing-masing setebal 10 cm, sedangkan OST 250 g/tanaman/ 6 bulan. Tanaman dipupuk dengan 250 g NPK (15 : 15 : 15)/tanaman/3 bulan. Kombinasi perlakuan P. penetrans dengan bahan organik mampu menekan populasi M. incognita sebesar 49,86% - 94,62% dan R. similis sebesar 68,89% - 93,33%. Di Balittro P. penetrans telah dibuat dalam 3 formula yaitu formula kapsul, pelet dan kompos. Penelitian lapang mengenai ke 3 formula P. penetrans tersebut, penggunaannya dikombinasikan dengan kapur pertanian atau bahan organik (pupuk kandang sapi). Dosis yang digunakan adalah P. penetrans (5 kapsul/tanaman/ 6 bulan, 25 g pelet atau kompos/ tanaman/6 bulan), kapur pertanian 250 g/tanaman/6 bulan, Furadan 3 G 25 g/tanaman/6 bulan dan bahan organik (pupuk kotoran sapi 5 kg/tanaman/6 bulan).
90
P. penetrans dengan kapur pertanian mampu menekan populasi nematoda di dalam tanah sebesar 60,71 - 77,43%, mengurangi/menghambat perkembangan penyakit kuning sebesar 36,67 - 40,10% dan menghasilkan lada basah sebesar 8,33 - 16,67 kg/10 tanaman (sekitar 2,08 - 4,17 ton/ha) pada tahun pertama dan sebesar 11,5017,75 kg/10 tanaman (sekitar 2,88 4,44 ton/ha) pada tahun ke dua. Kombinasi perlakuan P. penetrans dengan pupuk kandang sapi, mampu menekan populasi nematoda di dalam tanah sebesar 54% - 80%, menghambat perkembangan penyakit kuning sebesar 26,67% - 50%, serta menghasilkan lada basah sebesar 6,20 - 10,35 kg/10 tanaman (sekitar 1,55 - 2,59 ton/ha) pada tahun pertama, dan sebesar 8,15 15,15 kg/10 tanaman (sekitar 2,04 3,79 ton/ha) pada tahun ke dua. Penggunaan Carbofuran dapat menekan serangan penyakit kuning sebesar 26,67% - 46,67%, dan mengurangi populasi nematoda sebesar 60,53% - 80,76%, dengan produksi lada basah sebesar 6,09 kg - 8,52 kg/10 tanaman (sekitar 1,52 - 2,13 ton/ha) pada tahun pertama, dan sebesar 8 kg 9 kg/10 tanaman (sekitar 2 – 2,25 to/ha) pada tahun ke dua. Secara umum penggunaan Carbofuran tersebut memberikan hasil yang sama dengan P. penetrans. Sedangkan pada cara petani dengan serangan penyakit kuning sebesar 80% - 95%, hanya mampu menghasilkan lada basah sebanyak
4,27 kg/10 tanaman (1,07 ton/ha) pada tahun pertama dan sebesar 3,75 kg/10 tanaman (0,94 ton/ha) pada tahun ke dua (Mustika et al., 1999). Penambahan bahan organik dapat memacu infektifitas bakteri di dalam tanah termasuk bakteri P. penetrans. Pemberian pupuk kandang ternyata meningkatkan jumlah larva Meloidogyne spp. yang terserang/ terinfeksi P. penetrans. Hal ini terjadi karena bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah. Pemberian bahan organik berpengaruh positif terhadap sifat fisik tanah, meningkatkan kemampuan tanah menahan air, serta memperbaiki reaksi tanah. Perbaikan reaksi dan sifat fisik tanah dapat menciptakan kondisi yang lebih baik bagi P. penetrans selama fase bertahan hidup maupun fase aktif patogenesis. Sedangkan penggunan kapur dapat meningkatkan kemampuan infeksi nematoda oleh bakteri P. penetrans. Cara pengendalian dengan menggunakan bakteri P. penetrans dan kapur, selama 2 tahun masa produksi 2,88 ton/ha/th).
Cara pengendalian dengan menggunakan hanya Carbo-furan (perlakuan C4 pada Tabel mampu menghasilkan 16,67 kg – 17,75 lada basah/10 tanaman atau sekitar 2,78 ton – 2,98 ton lada kering/ha (rata-rata 2), menghasilkan 6,09 kg – 8,00 kg lada basah/10 tanaman atau sekitar 1,5 ton – 2,00 ton lada basah/ha (rata-rata 1,17 ton lada kering/ha/th). Sedangkan pada cara petani hanya mampu menghasilkan 3,75 kg - 4,27 kg lada basah/ 10 tanaman atau sekitar 0,94 – 1,07 ton lada kering/ha (rata-rata 1,00 ton/ha/th). Biaya yang diperlukan untuk P. penetrans dan kapur, rata-rata sebesar Rp. 8,25 juta/tahun/ha (untuk 2500 tanaman/ha). Apabila harga lada kering selama periode 1999 - 2000 sekitar Rp. 30.000,-/kg, maka hasil yang diperoleh dengan menggunakan P. penetrans dan kapur rata-rata sebesar Rp. 83.100.000,-/ha/th. Dengan menggunakan Carbofuran, hasil yang diperoleh rata-rata sebesar Rp. 35.100.000,-/ha/th. Sedangkan dengan cara petani diperoleh hasil sebesar ratarata sebesar Rp. 30.000.000.-/ha/th (Tabel 2).
Tabel 2. Perbandingan hasil yang diperoleh dengan menggunakan 3 cara teknologi pengendalian penyakit kuning Teknologi pengendalian
Produksi lada basah (kg/10 tanaman) 1999 2000 rata2
1. P. penetrans + 16,67 17,75 17,21 kapur 2. Carbofuran 6,09 8,00 7,05 3. Petani 4,27 3,75 4,01
Rata-rata produksi lada kering (ton/ha) 2,87
Hasil yang diperoleh (a) 83,10
Biaya tambahan/ha/th (b) 8,25
Hasil bersih/ ha/th (c) 74,25
1,17 0,67
35,10 20,10
6,25 0,00
28,10 20,10
Keterangan : (a). Berdasarkan harga lada rata-rata pada th. 1999-2000. Rp. 30 000/kg; (b). Berdasarkan harga P. penetrans Rp. 125.-/kapsul; Kapur pertanian Rp. 1000.-/kg; Carbofuran : Rp. 13 000.-/kg; (c). = (a) - (b).
91
Jamur Beberapa jenis jamur diketahui dapat menjerat nematoda di antaranya adalah Arthrobotrys spp. (Gambar 5 A), Dactylaria spp. dan Dactylella spp. Di Balittro telah dikoleksi sebanyak 5 isolat jamur penjerat nematoda (JPN) yang berasal dari rizosfir tanaman lada di Bangka. Koleksi tersebut digunakan untuk perbanyakan dan pengembangan JPN untuk keperluan penelitian. Penelitian mengenai kemungkinan JPN tersebut untuk dikembangkan sebagai agen hayati pengendali nematoda pada tanaman rempah dan obat, baru dilaksanakan pada skala laboratorium dan semi lapang. Arthrobotrys, Dactylaria dan Dactylella diaplikasikan dalam bentuk biakan jagung sebanyak 150 g/pot/6 bulan, sedangkan P. penetrans dalam bentuk kapsul sebanyak 4 kapsul/pot/6 bulan. Kombinasi ke empat agen hayati (Arthrobotrys, Dactylaria, Dactylella dan P. penetrans), pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman) dan populasi nematoda (M. incognita dan R. similis) lebih baik dibanding dengan aplikasi JPN tersebut secara tunggal (Tabel 3). Keempat agen hayati tersebut dalam membunuh nematoda mempunyai mekanisme yang berbeda. Spora bakteri P. penetrans menempel pada tubuh nematoda, sehingga nematoda tidak mampu berkembang lebih lanjut (Sayre, 1980; Stirling, 1984).
92
Jamur Arthrobotrys membentuk jaringan bergetah yang menjerat nematoda, Dactylaria dan Dactylella membentuk cincin/benjolan yang dapat menjerat larva nematoda (Sayre, 1980). Diduga keempat agen hayati tersebut, secara alami tidak bersinergis satu sama lain, tetapi bekerja sendiri sendiri.
Gambar 8. Jamur penjerat nematoda (JPN) Arthrobotrys sp. Penggunaan pestisida Untuk mengurangi populasi nematoda dapat digunakan nematisida, sedangkan untuk mengurangi aktivitas jamur digunakan fungisida. Hasil penelitian di Bangka menunjukkan bahwa pemberian Aldicarb (50 g/tanaman/3 bulan) dapat menekan perkembangan penyakit kuning sebesar 15%, dan meningkatkan produksi lada basah sebesar 50%. Di Serawak, penggunaan Furadan 3G sebanyak 4 x 114 g/tanaman/tahun, dapat mengurangi populasi M. incognita di dalam tanah sebanyak 82%, serta meningkatkan produksi lada basah sebesar 200% (Kueh dan Teo, 1978).
Tabel 3. Pengaruh jamur penjerat nematoda dan bakteri P. penetrans terhadap populasi nematoda di dalam akar dan tanah tanaman lada 3 bulan setelah aplikasi perlakuan pada tanaman lada berumur 1 tahun Tinggi Populasi nematoda Perlakuan tanaman Akar Tanah (cm) Rs Mi Rs Mi A. Arthrobotrys 89,50 15 180 10 20 B. Dactylaria 78,00 20 165 5 45 C. Dactylella 80,00 25 180 5 20 D. P. penetrans 86,50 15 40 20 15 E. A + B + C + D 90,00 10 45 5 10 F. Furadan 82,00 25 65 40 10 G. Tanpa perlakuan 70,00 85 1150 65 275 Keterangan : Rs = Radopholus similis, Mi = Meloidogyne incognita. Sumber : Mustika dkk., 1995
Pestisida nabati Beberapa jenis tanaman diketahui mempunya potensi sebagai sumber pestisida nabati. Sekitar 2.400 jenis tanaman mengandung racun yang dapat mematikan hama tanaman. Diantara tanaman-tanaman tersebut, mimba (Azadirachta indica) dan jarak (Ricinus communis) dilaporkan dapat membunuh nematoda. Jarak dan mimba merupakan bahan pestisida nabati yang sangat potensial, karena mengandung beberapa senyawa aktif yang dapat membunuh (mempengaruhi) jamur patogen, bakteri serangga dan nematoda. Mimba merupakan salah satu tanaman yang banyak kegunaannya diantaranya yang sangat penting adalah sebagai pestisida nabati dan industri obat untuk kesehatan manusia. Mimba dilaporkan banyak mengandung senyawa yang bersifat pestisidal diantaranya adalah mimbidin, thiomenon, azadirachtin, nimbin, nimbidic acid, kaemferol, quercetin, meliantriol
dan salanin (Alam dan Jairajpuri, 1990). Semua bagian tanaman mimbaefektif untuk menhendalikan nematoda diantaranya adalah daun, bunga, kulit batang, akar, biji dan kulit biji. Beberapa spesies nematoda yang dapat terbunuh oleh bagian tanaman mimba antara lain adalah Aphelenchus avenae, Helicotylenchus erythrinae, H. indicus, Hoplolaimus indicus, Meloidogyne arenaria, M. incognita, M. javanica, Pratylenchus brachyurus, P. delatrei dan Rotylenchulus reniformis. Tanaman jarak diketahui mengeluarkan senyawa antihelmintic (antinematoda), sehingga dapat digunakan sebagai tanaman antagonis untuk mengendalikan nematoda (Rodriguez-Kabana, 1992). Biji jarak mengandung minyak (castor oil) sekitar 40 - 60%, komponen utamanya adalah asam risinoleat, 7% asam oleat, 3% asam linoleat, 2% asam palmitat dan 1% asam stearat (The Merck Index, 1989). Semua bagian tanaman jarak (akar, batang, daun dan biji) mengan-
93
dung senyawa beracun terhadap nematoda. Beberapa spesies nematoda yag dapat terbunuh oleh bagian tanaman jarak diantaranya adalah Aphelenchus avenae, Ditylenchus cypei, Helicotylenchus erythrinae, Heterodera rostochiensis, H. schachtii, Hoplolaimus indicus, Meloidogyne incognita, M. javanica, Pratylenchus delattrei, Rotylenchulus reniformis, Tylenchorhynchus brassiceae, Tylenchulus semipenetrans (Grainge dan Ahmed, 1987). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua produk yang berasal dari tanaman jarak (ekstrak daun, ekstrak biji, bungkil dan minyak) dapat menekan populasi Meloidogyne spp. pada tanaman jahe. Pengujian secara in vitro menunjukkan bahwa perlakuan dengan ekstrak daun jarak dengan konsentrasi 10g/100 ml air, dapat menyebabkan kematian Pratylenchus brachyurus pada tanaman nilam sebanyak 100% pada 4 hari setelah aplikasi perlakuan. Sedangkan pada percobaan di rumah kaca, perlakuan dengan ekstrak jarak dapat mengurangi penetrasi P. brachyurus ke dalam akar nilam srebesar 29,60% dibandingkan dengan tanaman kontrol (Harni dan Mustika, 1998). Bungkil jarak mengandung protein yang sangat beracun. Perlakuan dengan ricin sebanyak 10 - 20 g/ml mampu menekan mobilitas Meloidogyne incognita sebesar 25 45%. Akar tanaman jarak dilaporkan juga mengandung senyawa yang dapt membunuh nematoda. Oleh karena itu di Eropa tanaman jarak digunakan dalam sistem rotasi dengan tanaman
94
pokok kacang tanah, tomat atau kedele (Rodriguez- Kabana, 1992). DAFTAR PUSTAKA Agrios, G.N., 1982. Plant Pathology. Acad. Press. N.Y., London. 629 pp. Bird, A.F., 1986. The influence of the actinomycete, Pasteuria penetrans, on the host-parasite relationship of the plant-parasitic nematode, Meloidogyne javanica. Parasitology 93: 571-580. Bridge, J., 1978. Plant nematodes associated with cloves and black pepper in Sumatera and Bangka, Indonesia. ODM Technical Report on visit to Indonesia. 9-19 th July, 1978. UK Ministry of Overseas Development. 19 pp. Chiristie J.R., 1959. Plan Nematodes. Their bionomic and control. Agr. Exp. Sta. Univ. Florida. 255 pp. Davies, K.G. and C. Danks, 1993. Carbohydrate/protein interaction between the cuticle of infective juvenile of Meloidogyne incognita and spores of the obligate hyperparasite Pasteuria penetrans. Nematologica 39 : 53-64 Dubert, K.H. and R.A. Rohde, 1971 Nematodes enzymes. Dalam Zuckerman, B.M., W.F. Mai and R.A. Rohde (Eds). Plant Parasitic Nematodes. Vol. II. Acad. Press. N.Y. p. 73-90. Dickson, D.W., Oostendorp and D.J. Mitchel, 1992a. Development of Pasteuria penetrans on Meloidogyne arenaria race-I in the field. In : Gommers, F.J. and P.W.
Th. Maas (Eds.). Nematology from molecule to ecosystem. European Soc. Of Nematologist. Inc. Invergrowie, Dundee, Scotland. p. 213-218. Dickson, D.W., M. Oostendorp and D.J. Mitchel, 1992b. Development of Pasteuria penetrans on Meloidogyne incognita and spores of the obligate hyperparasite Pasteuria penetrans. Nematologica 39 : 53-64 Djiwanti, S.R., 1989. Nematoda parasit pada beberapa tanaman obat. Prosid. Kongres Nasional X dan Seminar Ilmiah PFI, Denpasar, 14 – 16 Nopember 1989. Hlm. 314317. Freire, P.C.O. and J. Bridge, 1985. Biochemical induced in roots and xylem sap of black pepper by Meloidogyne incognita. Fitopatologia Brasileira 10 : 485-497. Hewlett, T.E., D.W. Dickson and M. Serracin, 1997. Biocontrol of Nematodes by Pasteuria spp. Methods for studying Pasteuria spp. for biological control of Nematode. http://www.cpes. peachnet.edu/nemabc/pasteuria htm. 6 pp. Huetel, R.N., D.W. Dickson, and D.T. Kaplan, 1984. Chromosom number of population of Radopholus similis from North, Central and South America, Hawaii and Indonesia. Revue Nematology. 7 : 113-116. Ichinohe, M., 1980. Studies on the rootknot nematodes of black pepper plantation in Amazon. Annual
Report. Soc. Plant. 31. 2 pp. (Summary). Ichinohe, M., 1984. Integrated control of root-knot nematodes Meloidogyne incognita on black pepper plantations in Amazonian Region. Agric. Ecosystems and Environment 12 : 271-283. Jaffee, B.A., 2003. Pasteuria spp. Project web-Schedule. http://www. cpes.peachnet.edu/nemabc/Pasteuri a.htm. Jatala, P., 1985. Biological control of plant parasitic nematodes. Ann. Rev. Phytopathol. 24 : 453-489. Jatala, P., 1986. Biological control of plant parasitic nematodes. Ann. Rev. Phytopthol. 24 : 53-89. Koshy, P.K., and Sudararaju, 1979. Respons of black pepper cultivars to Meloidogyne incognita. Nematol. Medit. 7 : 123-125. Koshy, P.K. and J. Bridge, 1990. Nematodes parasites of spices. Dalam : Luc, M.A., R.A. Sikora and J. Bridge (Eds). Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and Tropical Agriculture. CABI. P. 557-582. Kueh, T.K. and C.H. Teo, 1978. Chemical control of root-knot nematodes in Piper nigrum. Technical Article Planter. Kuala Lumpur 54: 237-245. Lamberti, F. and H.M.R.K. Ekanayake, 1983. Effect of some plant parasitic nematodes on the growth of black pepper in Sri Lanka. FAO Plant Prot. Bull. 31: 163-166.
95
Mankau, R., 1975. Bacillus penetrans m. comb. causing a virulent disease of plant parasitic nematodes. J. Inter. Pathol. 26: 333-339. Mankau, R. and J.J. Imbriani, 1975. The life cycle of endoparasite in some Tylenchid nematodes. Nematologica. 21 : 89-94 Mankau, R., 1980. Biological control of nematodes pest by natural enemies. Rev. Phytopathol. 18 : 415-440 Mankau, R., 1981. Microbial control of nematodes. Dalam B.M. Zuckerman and R.A. Rohde. Eds. Plant Parasitic Nematodes. Vol. 3, p. 475-494 Mustika, I. dan N. Zainuddin, 1978. Pengujian beberapa nematisida terhadap nematoda pada tanaman lada. Pember. LPTI 30: 1-10. Mustika, I., 1990. Studies on the interaction of Meloidogyne incognita, Radopholus similis and Fusarium solani on black pepper (Piper nigrum L.). Wageningen Agric. Univ. The Netherlands. 127 pp. Mustika, I., A. Rachmat and D. Sudradjat, 1993. The influence of organic matters on the growth of black pepper, nematode population and antagonistic microorganisms. J. of Spice and Medicinal Crops. 2(1): 11-18. Mustika, I., 1993. Morphological and pathogenecity of two isolates of Radopholus similis on black pepper (Piper nigrum L.). Indust. Crops Res. J. 6(1): 6-11.
96
Mustika, I., 1995. Serangan nematoda pada tanaman rempah dan obat. Medkom. Litbangtri 15 : 28-33. Mustika, I., 1998. Pemanfaatan bakteri Pasteuria penetrans untuk pengendalian nematoda Meloidogyne incognita dan Radopholus similis. Laporan RUT. Dewan Riset Nasional. 82 hal. Mustika, I dan S.B. Nazarudin, 1999. Nematoda pada tanaman nilam. Monograf Tanaman Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Mustika, I., S.R. Djiwanti dan R. Harni, 2000. Pengaruh agen hayati, bahan organik dan pestisidas nabati terhadap nematoda nilam. Laporan Teknis Balittro. 85-92. Mustika, I. A. Rachmat dan U. Suparman, 1995. Pengaruh mikroorganisme antagonis dan bahan organik terhadap penyakit kuning lada. Makalah pada Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah PFI Mataram, 2527 September, 1995. 5 hlm. Nambiar, K.K.N. and Y.R. Sarma, 1977. Wilt disease of black pepper. J. of Plant Crops 5:92-103. National Academy of Sciences, 1968. Control of plant parasitic nematodes. Principles of plant and animal pest control. Vol. 4. 172 pp. Nuryani, Y., 1984. Field trial of six black pepper varieties in Bangka. Pember. Littri. Vol. X, No. 1-2: 3033. Ramana, K.V. and C. Mohandas, 1987. Plant parasitic nematodes
associated with black pepper (Piper nigrum L.) in Kerala. Indian J. of Nematol. 17 : 62-66. Ramana, K.V., C. Mohandas, and R. Balakrishnan, 1987. Role of plant parasitic nematodes in the slow wilt disease complex of black pepper (Piper nigrum L.) in Kerala. Indian J. of Nematol. 17: 225-230 Rodriguez-Kabana, R., 1992. Cropping system for management phytonematodes. Nematology. From molecule to ecosystem. Dalam : Gommers, F.J. and Maas, P. Wh Eds.). European Society of Nematology, Inc. Invergrowie, Dundee, Scotland. P. 219-233. Sayre, R.M. and W.P. Wergin, 1977. Bacterial parasite of plant parasitic nematode : morphology and ultrastructure. Journal of Bacteriology 129 : 1091-1101 Sayre, R.M., 1980. Promising organism for biological control nematodes. Plant Disease 64 : 527-532. Sayre, R.M, M.P. Starr, 1985. Pasteuria penetrans (ex Thorne, 1940) nom. Rev. comb. N., sp. n., a mycelial and endospore-forming bacterium parasitic in plantparasitic nematodes. Proc. Helminthol. Soc. Wash. 52(2): 149-165 Sharma, R.D. and P.A.A Loof, 1974. Nematodes of cocoa regions of Bahia IV. Nematodes in the rhizosphere of pepper (Piper nigrum L.) and clove (Eugenia caryophyllata Thunb.). Rev. Theobroma 4 : 26-32.
Sher, S.A., C. Chunran and S. Polcharoen, 1969. Pepper yellows disease and nematodes in Thailand. FAO Plant Prot. Bull. 17, p. 33. Stirling, G.R. and M.F. Wachtel, 1980. Mass production of Bacillus penetrans for the biological control of root-knot nematodes. Nematologica 26: 308-312. Stirling, G.R., 1984. Biological control of Meloidogyne javanica with Bacillus penetrans. Phytopathol. 34 : 350-356. Stirling, G.R., 1993. Strategies fror managing plant parasitic nematodes on perenial crops. Dalam : M.Y. Ibrahim, C.F.J. Bong dan I.B. Ipor. (Eds). The Pepper Industry. Problems And Prospects.Universiti Pertanian Bintulu Campus. p. 111117. Sturhan, D., 1988. New host and geographycal records of nematode parasitic bacteria. Nematologica 34 : 350-356. Suatmaji, W.R., 1972. Effect of Meloidogyne spesies on the growth of Piper nigrum L. Malay. Agric. Res. 1: 86-89. Sundaraju, P.K. Koshy and V.K. Sossama, 1979. Plant parasitic nematodes associated with spices. J. of Plant Crops. 7 :15-26. Thorne, G., 1961. Principle of Nematology. Mc. Graw- Hill Book Co. 533 pp. Venkitesan, T.S. and K.G.H. Setty, 1977. Pathogenecity of Radopholus similis to black pepper (Piper
97
nigrum L.). Indian J. of Nematol. 7 : 17-26. Waard, P.W.F. de, 1979. “Yellows disease” complex in black pepper on the Island of Bangka, Indonesia. J. of Plant Crops 7: 42-49. Ward, P.W.F. de, 1986. Current state and prospective trends of black pepper (Piper nigrum L.) production. Outlook on Agric. 15: 186195.
98
Wahid, P., 1976. Hasil penelitian penyakit kuning pada tanaman lada di daerah Bangka. Pember. LPTI 21 : 64-79. Wiryadiputra, S., I. Mustika dan j.j.s’Jacopb, 1991. Sejarah hidup nematoda Meloidogyne incognita pada lada. Kongres Nasional XII dan Seminar Nasional PFI. Yogyakarta, 6 - 8 September, 1993. p. 955-959.