ISSN: 1410-5667
SEMINAR NASIONAL FUNDAMENTAL DAN APLIKASI TEKNIK KIMIA 2004 Surabaya, 7-8 Desember 2004 Diselenggarakan oleh Jurusan Teknik Kimia FTI - ITS
Penurunan kemampuan adsorpsi berbagai karbon aktif terhadap komponen phenol di dalam pengolah limbah cair lumpur aktif Tri Widjaja Laboratorium pengolahan limbah cair organik Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Tel.: 031-5946240; Fax: 031-5999282; E-mail:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja daripada proses di powdered activated carbon treatment (PACT) didasarkan pada kemampuan adsorpsi berbagai aktif karbon pada limbah cair lumpur aktif serta menyelidiki pengaruh komponen organik terlarut (KOT) di limbah lumpur aktif terhadap kemampuan adsorpsi dari pada karbon aktif. Kemapuan adsorpsi karbon aktif dari coal, soft coal dan sawdust terhadap 3,5-dichlorophenol (3,5-DCP) didalam lumpur aktif adalah 29, 34 dan 17% dibandingkan dengan karbon aktif yang baru. Kinerja daripada PACT proses untuk megambil 3,5-DCP adalah tidak tergantung pada kemampuan adsorpsi karbon aktif yang baru melaikan karbon aktif di dalam lumpur aktif. KOT dengan MWCO antara 50 kDa sampai 300 kDa bertanggung jawab terhadap penurunan kemampuan adsorpsi dari karbon aktif terhadap 3,5-DCP didalam lumpur aktif, selain itu pengembangan biofilm pada permukaan karbon aktif kelihatannya mempunyai andil juga terhadap penurunan kemampuan adsorpsi karbon aktif terhadap 3,5-DCP. Kata kunci: powdered activated carbon treatment, komponen organik terlarut, 3,5-dichlorophenol, komponen organik terlarut, karbon aktif 1.
Pendahuluan
Sampai saat ini pengolahan limbah cair secara biologis menggunakan lumpur aktif masih umum digunakan untuk mengolah limbah cair industri. Tetapi untuk pengolahan limbah cair secara terpusat dengan masukan dari berbagai jenis limbah dan kadang-kadang dengan kandungan bahan kimia yang beracun, akan menjadikan kendala pada pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif. Untuk itu penambahan karbon aktif ke dalam kolam aerasi yang prosesnya disebut dengan powdered activated carbon treatment (PACT), diharapkan merupakan solusi masalah tersebut. Proses PACT ini diketahui menunjukkan kinerja yang lebih stabil karena karbon aktif yang ditambahkan ke dalam kolam aerasi diharapkan dapat mengambil bahan beracun secara adsorpsi, dan kemampuan peruraian (biodegradasi) dari lumpur aktif akan bertambah (Scaranelli and Digiano, 1973; De Walle and Chian, 1977; Sublette et al., 1982; Specchia and Gianetto, 1984). De Walle and Chian (1977) juga melaporkan bahwa proses PACT ini menunjukkan kestabilan yang lebih baik pada shock loading untuk bahan beracun, pemisahan solid-liquid yang lebih baik, kandungan padatan tersuspensi yang lebih rendah, dan foaming yang rendah. Peneliti lain melaporkan bahwa pengolahan limbah cair dengan sistem PACT mempunyai kinerja yang baik untuk kondisi shock loading terhadap komponen-komponen beracun seperti; phenol (Sundstrom dkk., 1979),
cyanide (Chao et al., 1986), and o-cresol (De Jonge et al., 1991). Dengan keberadaan komonen beracun pada limbah cair lumpur aktif, kombinasi proses adsorpsi dan biodegradasi di sistem pengolahan dengan PACT seharusnya sangat tergantung pada kemampuan adsorpsi. Specchia, dkk (1988) telah mencoba mengexpresikan kinerja sistem PACT untuk bahan yang beracun menggunakan metoda Langmuir adsorption isotherm, walaupun kemampuan adsorpsi tidak dievaluasi berdasarkan adsorpsi terhadap komponen beracun di dalam lumpur aktif melainkan pada karbon aktif yang baru. Padahal kemampuan adsorpsi dari karbon aktif terhadap komponen beracun yang dalam hal ini digunakan komponen phenol di dalam pengolah limbah lumpur aktif dimungkinkan akan menurun dibandingkan kemampuan adsorpsi dari karbon aktif yang baru. Hal ini dikarenakan adanya adsorpsi dari komponen organik terlarut di dalam limbah cair lumpur aktif. Untuk itu pada studi ini akan dievaluasi kinerja daripada pengolahan limbah cair lumpur aktif didasarkan kemampuan adsorpsi dari karbon aktif terhadap komponen phenol dan pengaruh daripada bahan organik terlarut di dalam lumpur aktif terhadap kemampuan adsorpsinya. 2.
Metodologi
Peralatan penelitian pengolah limbah lumpur aktif terbuat dari bahan polyacrylate terdiri dari tangki aerasi dan sedimentasi. Dari kedua bagian ini PL10-1
dipisahkan oleh dinding yang pada bagian bawah terbuka (berlubang), yang memungkinkan adanya aliran effluent dari tangki aerasi ke tangi sedimentasi. Tangki aerasi dan sedimentasi mempunyai volume kerja masing-masing 2,5 l dan 0,2 l. Lumpur aktif diaklimasikan dengan limah sintetik sampai stabil effluennya sebelum dimulai shock loading. Komposisi daripada limbah sintetik dapat dilihat pada Tabel 1. Limbah sintetik dimasukkan ke dalam tangki aerasi dengan laju alir 7 l h-1. pH dipertahankan pada kisaran 6,5-7,5 dan suhu ruangan dipertahankan pada 20 oC. Tiga macam karbon aktif digunakan pada penelitian ini yang terbuat dari coal (A), soft coal (B) dan sawdust (C). Tabel 1. Komposisi limbah sintetik*) Komponen Polypepton KH2PO4 NaHCO3 MgSO4.7H2O CaSO4.5H2O FeSO4.7H2O TOC
Konsentrasi (mg l-1) 446 17.40 111 5.2 2.11 0.06 200 * ) Nishijima dkk. (1993)
Karakteristik daripada karbon aktif dapat dilihat pada Tabel 2. Karbon aktif yang berupa serbuk dimasukkan ke dalam lumpur aktif dengan konsentrasi 1500 mg l-1 pada masing-masing tangki aerasi. Mixed liquor suspended solid (MLSS) di masing-masing tangki aerasi dipertahankan pada 3000 mg l-1. Sludge retention time (SRT) dipertahankan pada 15 h. Karbon aktif berupa serbuk yang digunakan mempunyai ukuran dengan diameter antara 53 sampai 75 µm. Table 2. Surface characteristics of PACs *) Type of PAC PAC characteristics A B C Raw Material coal soft coal sawdust Activation steam steam steam BET specific surface 885.6 1061.2 961.9 area (m2 g-1) Total surface acidity 0.60 0.96 0.95 (mmol g-1) Total surface basicity 0.28 0.33 0.45 (mmol g-1) pHPZC 7.5 7.0 5.8 Zeta potential (mV) - 16.4 - 10.4 -25.8 Iodine number (mg g-1) 1160 1092 1136 *) Morinaga dkk. (2003)
2.2. Evaluasi kemampuan karena pengaruh KOT
Komponen organik beracun yang digunakan untuk penelitian ini dipilih adalah 3,5-dichlorophenol (3,5-DCP) (Broecker and Zahn, 1976). Untuk menganalisis kemampuan adsorpsi dari campuran sludge dan karbon aktif, campuran tersebut
adsorpsi karbon aktif
Untuk mengevaluasi pengaruh KOT terhadap penurunan kemampuan adsorpsi di limbah cair lumpur aktif, efluen dari masing-masing tangki aerasi dimasukkan ke dalam beaker glass yang di dalamnya diletakkan dialysis membrane yang diisi dengan serbuk karbon aktif dan air terdestilasi. Dialysis membrane yang digunakan mempunyai ukuran masing-masing 50, 300 dan 2000 kDalton (kDa). Evaluasi kemampuan karbon aktif terhadap larutan 3,5-DCP dilakukan setelah diperoleh larutan di dalam beaker glass tercapai konstan. 2.3. Percobaan pada kondisi shock loading Percobaan ini dilakukan setelah dilakukan proses aklimasi dengan limbah sintetik. Shock loang diberikan pada tangki aerasi dengan konsentrasi 50 mg l-1 dengan laj alir sama dengan limabah sintetik selam 1 hari . Sampling dari efluen diambil secara periodik selam 7 hari operasi. Besarnya 3,5-DCP yang diadsorpsi dihitung dari 3,5-DCP balance di influen, efluen dan yang dibiodegradasi. Besarnya 3,5-DCP yang dibiodegradasi diestimasikan dari besarnya kenaikan konsentrasi Cl- pada efluen. 2.4. Metoda analisis Untuk keperluan evalusi kinerja dari pengolah limbah lumpur aktif dilakukan analisis konsentrasi dissolved organic carbon (DOC) yang dilakukan dengan TOC analyzer (Shimadzu TOC500). Konsentrasi 3,5-DCP dianalisis menggunakan high performance liquid chromatography (JASCOLC2000 plus HPLC) dengan kolom zorbac SB-C18 dan UV detector pada panjang gelombang 280 nm serta menggunakan mobile phase larutan 0,1% asam phosphor-air/acetonitrile dengan rasio 40/60 dengan laju alir 0,8 ml min.-1 (Berbani dkk, 1987). Konsentrasi Cl- dianalisis dengan menggunakan ionchromatography (Dionex DX-500). MLSS ditentukan berdasarkan standard methods for examinition of waste and wastewater (APPA, 1989). 3.
2.1. Kemampuan adsorpsi
PL10-2
dipisahkan dahulu dari cairannya secara sentrifugasi dengan 8000 rpm selama 20 menit. Kemudian 200 mg dari campuran tersebut diletakkan kedalam erlenmeyer dan dicampurkan dengan larutan 3,5-dcp yang bervariasi konsentrasinya untuk dikocok pada shaker pada 120 rpm dan suhu ruangan 20 oC. Juga dilakukan analisis kemampuan adsorpsi sludge, yang mana sludge diambil dari tangki aerasi yang tanpa ditambahkan karbon aktif atau disebut sebagai kontrol.
Hasil dan diskusi
3.1. Shock loading Gambar 1 menunjukkan konsentrasi 3,5DCP selama dan setelah shock loading pada tangki aerasi dengan penembahan lumpur aktif dan tangki aerasi kontrol. Kinerja PACT sistem pada tangki aerasi dengan penambahan karbon aktif A dan B
SFATK 2004
Control (without PAC) A-PAC
40
B-PAC
30
C-PAC
20 10 0 0
24
48
72
96
120
144
Time (hours)
Gambar 1. Konsentrasi 3,5-DCP selama shock loading
Dari analisis konsentrasi Cl- pada efluen selama dan setelah shock loading menunjukkan hasil tidak adanya perubahan sekitar 1-2 mg l-1. Padahal dari perhitungan secara teoritis diperoleh bahwa dari 50 mg l-1 3,5-DCP akan diproduksi Cl- sebesar 21,78 mg l-1. Jadi 3,5-DCP tidak terbiodegradasi selama shock loading. Berdasarkan perhitungan 3,5-DCP balance selama shock loading diperoleh 3,5-DCP yang diadsorpsi oleh karbon aktif A,B dan C adalah masing-masing 82,77 dan 55 mg g-1. Sedangkan untuk mengklarifikasi hasil perhitungan material balance dilakukan perhitungan menggunakan Freundlich adsorption isotherm dengan asumsi terjadi kesetimbangan pada maksimum dari peak konsentrasi, dan diperoleh hasil bahwa 3,5-DCP yang teradsorpsi oleh karbon aktif A, B dan C adalah masing-masing 76, 73 dan 59 mg g-1. Jadi kemampuan adsorpsi karbon aktif A dan B terhadap 3,5-DCP adalah hampir sama, sedangkan pada karbon aktif C lebih rendah dibandingkan terhadap keduanya. 3.2. Kemapuan adsorpsi karbon aktif baru dan didalam tangki aerasi Kemampuan adsorpsi dari karbon aktif terhadap 3,5-DCP pada keadaan baru dan didalam tangki aerasi dapat dilihat pada Gambar 2 yang menggunakan perhitungan dengan cara Freundlich adsorption isotherm. Pada Tabel 3 disajikan hasil perhitungan kemampuan adsorpsi menggunakan cara tersebut diatas memakai persamaan Freundlich sebagai berikut: X/M = KCf1/n. Sedangkan kemampuan adsorpsi untuk sludge diabaikan, karena nilai K untuk 3,5-DCP pada lumpur aktif adalah 1,95 mg g-1 yang nilainya sangat jauh dibandingkan dengan besarnya kemapuan adsorpsi di tangki aerasi seperti yang terdapat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 juga ditunjukkan penurunan kemampuan adsorpsi darpada karbon aktif di lumpur aktif dibandingkan
Sedangkan besarnya kemampuan adsorpsi karbon aktif (ditunjukkan dengan besarnya nilai K) A dan B di dalam lumpur aktif menunjukkan hampir sama, tetapi bila dibandingkan terhadap karbon aktif C adalah hampir dua kalinya. Jadi kalau dilihat dari Tabel 2 besarnya kemampuan adsorpsi dihasilkan tidak tergantung sesuai dengan luas permukaan spesifik yang ditentukan berdasarkan BrunauerEmmett-Teller (BET) (Samaras dkk., 1995). Tetapi dari Tabel 2 sifat-sifat karbon aktif yaitu pH at the point of zero charge (pHPZC) dan zeta potential kelihatannya sesuai terhadap perbedaan kemampuan adsorpsi masing-masing karbon aktif (Mazet and Baudu, 1994; Moreno-Castilla dkk., 1995). pHPZC dari karbon aktif A, B dan C adalah masing-masing 7.5, 7.0 dan 5.8, sedangkan pH dari tangki aerasi pengolah limbah Lumpur aktif dipertahankan pada harga diantara 6.5 sampai 7.5. Jadi karbon aktif A dan B tidak mempunyai charge, sedangkan karbon aktif C (pHPZC is 5.8) mempunyai negatif charge. Lebih jauh, dari nilai zeta potential daripada C (-25.8 mV) mengindikasikan bahwa sangat bermuatan negatif dibandingkan dengan karbon aktif A (-16.4 mV) dan B (-10.4 mV). Menurut Mazet dan Baudu (1994) dikatakan bahwa kemampuan adsorpsi dari karbon aktif terhadap phenol turun sewaktu bermuatan negatif, karena turunnya gaya elektrostatik antara muatan negatif pada permuakaan karbon aktif dan muatan negative pada aromatic ring daripada molekul phenol (Franz dkk., 2000). 1000 -1
-1
3,5-DCP (mg l )
50
dengan keadaan baru yang diperoleh untuk masingmasing jenis A, B dan C adalah 29%, 34% dan 17%.
Adsorption Capacity (mg g )
menunjukkan hampir sama (ditunjukkan dengan peak yang hampir sama), sedangkan pada penambahan karbon aktif C diperoleh sangat berbeda yang ditunjukkan hampir separuh dari tangki aerasi kontrol.
100
10 0.01
A-New PAC
A-PAC in the reactor
B-New PAC
B-PAC in the reactor
C-New PAC
C-PAC in the reactor
0.1 1 10 100 -1 Equilibrium Concentration (mg l )
1000
Gambar 2. Adsorption isotherm karbon aktif A, B dan C yang baru terhadap 3,5-DCP dan di lumpur aktif 3.3. Klarifikasi penyebab penurunan kemampuan adsorpsi karbon aktif di lumpur aktif Gambar 3 menunjukkan adsorpsi isotherm daripada karbon aktif A terhadap 3,5-DCP didalam dialyses membrane dengan molecular weight cut-off (MWCO) masing-masing 50, 300 dan 2000 kDa. Kemampuan adsorpsi untuk karbon aktif dengan MWCO 50 kDa diperoleh hasil yang hampir sama dengan karbon aktif yang baru. Sedangkan dilain bagian membrane dengan MWCO 300 kDa diperoleh hasil dimana terjadi penurunan kemampuan adsorpsi dari karbon aktif terhadap 3,5-DCP.yang terletak antara adsrpsi isotherm dari pada karbon baru dan
SFATK 2004
PL10-3
karbon yang ada di tangki aerasi lumpur aktif. Kemudian dilanjutkan pada membrane dengan MWCO 2000 kDa yang diperoleh hasil kemampuan adsorpsi dari karbon aktif terhadap 3,5-DCP terjadi penurunan yang mana hampir sama dengan 300 kDa. Ini artinya bahwa KOT antara MWCO 300 sampai 2000 kDa tidak mempunyai pengaruh penurunan terhadap kemampuan adsorpsi karbon aktif pada 3,5DCP. Jadi KOT dengan MWCO antara 50 sampai 300 kDa yang berpengaruh terhadap penurunan kemampuan aksorpsi. Dari Gorner dkk., (2003) dilaporkan bahwa distribusi molecular weight (MW) dari protein yang diekstrak dari activated sludge mempunyai range antara 45 kDa sampai 670 kDa. Sedangkan Cadoret dkk. (2002) melaporkan bahwa microorganisme didalam activated sludge memproduksi extracellular polymeric substance (EPS) dengan MW dengan range dari 25 kDa sampai 86 kDa. Sedangkan dilain bagian perbedaan penurunan yang masih ada sampai pada adsorpsi isotherm karbon aktif pada tangki aerasi dimungkinkan karena pengaruh biofilm yang terbentuk pada permukaan karbon aktif. Sutherland, 2001 dan Tsuneda dkk., 2003 melaporkan bahwa EPS juga mempunyai andil yang sangat penting pada role pembentukan biofilm oleh sel bacteria.
-1
Adsorption Capacity (mg g )
1000
100
New PAC PAC in the reactor PAC in the 2,000,000 Da dialysis membrane PAC in the 300,000 Da dialysis membrane PAC in the 50,000 Da dialysis membrane
10 0.1
1
10
100
1000 -1
Equlibrium concentration of 3,5-DCP(mg l )
Gambar 3. Adsorpsi isotherm terhadap 3,5-DCP pada karbon aktif baru, di tangki aerasi dan karbon aktif di dalam dialysis membrane. 4.
Kesimpulan Spesifik kesimpulan yang diperoleh dari evaluasi kinerja PACT proses didasarkan pada kemampuan adsorpsi karbon aktif terhadap 3,5-DCP adalah sebagai berikut : (1) Kemampuan adsorpsi karbon aktif dari coal, soft coal dan sawdust terhadap 3,5-DCP didalam lumpur aktif adalah 29, 34 dan 17% dibandingkan dengan karbon aktif yang baru. (2) Kinerja daripada PACT proses untuk megambil 3,5-DCP adalah tidak tergantung pada kemampuan adsorpsi karbon aktif yang baru melaikan karbon aktif di dalam lumpur aktif. (3) KOT dengan MWCO antara 50 kDa sampai 300 kDa bertanggung jawab terhadap penurunan kemampuan adsorpsi dari karbon aktif terhadap 3,5-DCP didalam lumpur aktif, selain itu PL10-4
pengembangan biofilm pada permukaan karbon aktif kelihatannya mempunyai andil juga terhadap penurunan kemampuan adsorpsi karbon aktif terhadap 3,5-DCP. Daftar Pustaka APPA-AWWA-Water Pollution Control Federation, 1989. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, 17th ed., Washington DC. Barbeni, M., Minero, C., Pelizzetti, E., 1987. Chemical degradation of chlorophenols with fenton’s reagent. Chemosphere 16, 2225-2237. Broecker, B., Zahn, R., 1976. The performance of activated sludge plants compared the results of various bacterial toxicity tests – a study with 3,5dichlorophenol. Water Res. 11, 165-172. Cadoret, A., Conrad, A., Block, J.C., 2002. Availability of low and high molecular weight substrates to extracellular enzymes in whole and dispersed activated sludge. Enzyme Microb. Technol. 31, 179-186. Chao, Y.M., Yeh, T.F., Shieh, W.K., 1986. PACactivated sludge treatment of a steel mill cokeplant wastewater. J. Water Pollut. Control Fed. 59, 199-211. De Jonge, R.J., Breure, A.M., Van Andel, J.G., 1991. Enhanced biodegradation of o-cresol by activated sludge in the presence of powdered activated carbon. Appl. Microbiol. Biotechnol. 34, 683-687. De Walle, F.B., Chian, E.S.K., 1977. Biological regeneration of powdered activated carbon added to activated sludge units. Water Res. 11, 439-446. Franz M., Arafat, H.A., Pinto N.G., 2000. Effect of chemical surface heterogeneity on the adsorption mechanism of dissolved aromatics on activated carbon. Carbon 38, 1807-1819. Gorner, T., De Donato, P., Ameil, M., MotargesPelletier, E., Lartiges, B.S., 2003. Activated sludge exopolymers: separation and identification using size exclusion chromatography and infrared micro-spectroscopy. Water Res. 37, 2388-2393. Kalinske, A.A., 1972. Enhancement of biological oxidation of organic wastes using activated carbon in microbial suspensions. Wat. Sewage Wks 119, 62-65. Mazet, M., Baudu, B.F., 1994. Influence of heat or chemical treatment of activated carbon onto the adsorption of organic compounds. Water Res. 28, 1609-1617. Moreno-Castilla, C., Rivera-Ultrilla, J., LopesRamon, M.V., and Carrasco-Marin, F., 1995. Adsorption of some substituted phenols on activated carbons from a bituminous coal. Carbon 33, 845-851. Morinaga, H., Nishijima, W., Okada, M., 2003. Stimulation of bacterial activity by the addition of different PACs. Environ. Technol. 24, 179-186. Nishijima, W., Itoh, H., Okada, M., Murakami, A., 1993. Simultaneous removal of phenol and ammonium nitrogen by activated process added with biological support media and fixed-bed process. J. Japan Soc. on Water Environ. 16, 284290.
SFATK 2004
Samaras, P., Diamadopoulos, E., Sakellaropoulos, G.P., 1995. Relationship between the activated carbon surface area and adsorption model coefficients for removal of phenol from water. Water Qual. Res. J. Canada 30, 325-337. Scaranelli, A.B., Digiano, F.A., 1973. Upgrading the activated sludge system by addition of powdered activated carbon. Wat. Sewage Wks 120, 90-94. Specchia, V., Gianetto, A., 1984. Powdered activated carbon in an activated sludge treatment plant. Water Res. 18, 133-137. Specchia, V., Ruggeri, B., Gianetto, A., 1988. Mechanisms of activated carbon bioremoval. Chem. Eng. Comm. 68, 99-117. Sublette, K.L., Sinder E.H., Sylvester, N.D., 1982. A review of the mechanism of powdered activated carbon enhancement of activated sludge treatment. Water Res. 16, 1075-1082. Sundstrom, D.W., Klei, H.E., Tsui, T., Nayar, S., 1979. Response of biological reactors to the addition of powdered activated carbon. Water Res.13, 1225-1231. Sutherland, I.W., 2001. The biofilm matrix – an immobilized but dynamic microbial environment. Trends Microbiol. 9, 222-227. Tsuneda, S., Jung, J., Hayashi, H., Aikawa, H., Hirata, A., Sasaki, H., 2003. Influence of extracellular polymers on electrokinetic properties of heterotrophic bacterial cells examined by soft particle electrophoresis theory. Colloids Surf. B: Biointerfaces 29, 181-188.
SFATK 2004
PL10-5