Tugas Mata Kuliah : Keselamatan Pasien Nama : Angga Rahmadani NPM : 260120150031
Penjaminan Keselamatan Pasien sebagai Upaya Manajemen Resiko
Pendahuluan Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat menerbitkan laporan yang mengagetkan banyak pihak : ―TO ERR IS HUMAN‖ , Building a Safer Health System. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD (Adverse Event) sebesar 2,9 %, dimana 6,6 % diantaranya meninggal. Sedangkan di New York KTD adalah sebesar 3,7 % dengan angka kematian 13,6 %. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 – 98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 – 16,6 %. Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian dan mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien (DEPKES RI, 2006). Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (Near miss) masih langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan ―mal praktek‖, yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit maka Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia telah mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). Komite tersebut telah aktif melaksanakan langkah langkah persiapan pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit dengan mengembangkan laboratorium program keselamatan pasien rumah sakit.
Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada ‖Hospital Patient Safety Standards‖ yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu : 1. Hak pasien 2. Mendidik pasien dan keluarga 3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan 4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien 5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien 6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien Pengertian Patient Safety (Keselamatan Pasien) Patient safety (keselamatan pasien) adalah pasien bebas dari harm (cedera) yang termasuk didalamnya adalah penyakit, cedera fisik, psikologis, sosial, penderitaan, cacat, kematian, dan lain-lain yang seharusnya tidak seharusnya terjadi atau cedera yang potensial, terkait dengan pelayanan kesehatan (KKP-RS, 2007). Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman (DEPKES RI 2006). Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (DEPKES RI, 2006).
Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) terdiri dari sistem pelaporan insiden, analisis, belajar dan riset dari insiden yang timbul, pengembangan dan penerapan solusi untuk menekan kesalahan, penetapan berbagai
pedoman,
standar,
indikator
keselamatan
pasien
berdasarkan
pengetahuan dan riset, keterlibatan dan pemberdayaan pasien, pengembangan toksonomi: konsep, klasifikasi, norma, istilah dan sebagainya. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanankan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (DEPKES RI, 2006). Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua. Resiko dalam Penyelenggaraan Kesehatan Hampir setiap tindakan medik menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (Kohn, et al, 1999), medical error didefinisikan sebagai ―suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan)‖. Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD). Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis
lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotnya). Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena ―underlying disease‖ atau kondisi pasien. Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostik seperti kesalahan atau keterlambatan diagnosa, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain. Manajemen Resiko dalam Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Risiko berhubungan dengan ketidakpastian terjadi karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Secara umum risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Begitupun dalam ,segala kegiatan didalamnya juga mengandung risiko yang harus ditangani agar tidak menimbulkan kerugian yang fatal. Untuk menangani risiko tersebut bisa dilakukan dengan manajemen risiko. Ketidakpastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah risiko (risk). Sistem dalam pelayanan kesehatan bisa sangat besar dan jauh jangkauannya, atau mereka dapat lebih terlokalisasi. Dalam pelayanan kesehatan, sistem dapat menjadi sistem yang terintegrasi pengiriman, sistem multihospital
dimiliki terpusat, atau sistem virtual terdiri dari banyak mitra yang berbeda di wilayah geografis yang luas. Namun, ruang operasi atau unit kandungan juga merupakan sebuah sistem. Selanjutnya, setiap elemen dalam sistem mungkin miliki beberapa sistem (subsistem). Misalnya, satu ruang operasi merupakan bagian dari departemen bedah, yang merupakan bagian dari sebuah rumah sakit, yang merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang lebih besar. Variabel ukuran, ruang lingkup, dan keanggotaan sistem membuat mereka sulit untuk menganalisis dan memahami. Ketika sistem yang besar gagal,
itu karena beberapa kesalahan yang
terjadi bersama-sama dalam suatu interaksi yang tak terduga, menciptakan rantai peristiwa dimana kesalahan tumbuh dan berkembang. Hasil akumulasi kejadiankejadian tersebut menjadi suatu kecelakaan. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang melibatkan kerusakan pada sistem didefinisikan yang mengganggu output yang sedang berlangsung atau masa depan sistem itu (Kohn, et al, 1999). Manajemen risiko adalah teknik yang digunakan oleh organisasi dan badan-badan publik untuk meningkatkan keamanan dan kehandalan, dan meminimalkan kerugian. Proses ini melibatkan identifikasi, evaluasi, dan pengendalian risiko. identifikasi risiko dapat dicapai dengan menggunakan sejumlah teknik. Evaluasi risiko meliputi pengukuran dan penilaian risiko. Implisit dalam proses ini adalah kebutuhan untuk keputusan suara membuat pada sifat potensi sistem sosio teknis dan kehandalan mereka diprediksi. Keputusan tentang penerimaan risiko tergantung pada sejumlah faktor, termasuk kepedulian sosial, ekonomi, politik, dan legislatif. Tahap akhir dalam pengelolaan risiko adalah pengendalian risiko. strategi pengendalian risiko dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori: penghindaran risiko, retensi, transfer, dan pengurangan (Cox, S., 1991) Penghindaran risiko melibatkan keputusan sadar pada bagian dari organisasi untuk menghindari risiko tertentu dengan menghentikan operasi yang memproduksi risiko.
Retensi risiko dapat terjadi dengan pengetahuan (keputusan yang disengaja untuk mempertahankan risiko, misalnya, self financing) atau tanpa pengetahuan (terjadi ketika risiko belum teridentifikasi). Transfer risiko adalah transfer sadar risiko, yaitu, ke organisasi lain melalui asuransi. Pengurangan risiko adalah pengelolaan sistem untuk mengurangi risiko. Sejumlah teknik, konsep, dan strategi dalam kaitannya dengan teknologi, sistem manajemen, dan faktor manusia. Ada beberapa panduan mengenai keselamatan pasien di rumah sakit. Berikut beberapa sumber yang dapat digunakan sebagai panduan: a)
Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient Safety, 2 May 2007), yaitu: 1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names) 2) Pastikan identifikasi pasien 3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien 4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar 5) Kendalikan cairan elektrolit pekat 6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan 7) Hindari salah kateter dan salah sambung slang 8) Gunakan alat injeksi sekali pakai 9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial
b) Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit (DEPKES RI, 2006): 1) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. 2) Pimpin dan dukung staf RS, bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien di RS.
3) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan penilaian hal yang potensial bermasalah. 4) Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf dapat dengan mudah melaporkan kejadian/insiden, serta RS mengatur pelaporan kepada KKPRS. 5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien. 6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul. 7) Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien, gunakan informasi yang ada tentang kejadian/ masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan. Perangkat dalam Keselamatan Pasien (Patient Safety Tools) Sebuah penilaian budaya keselamatan menyediakan sebuah organisasi dengan pemahaman dasar tentang persepsi yang berkaitan dengan keselamatan dan sikap manajer dan staf. Tindakan budaya keselamatan dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk mengidentifikasi area untuk perbaikan. Karena ada banyak potensi awal poin untuk upaya perbaikan, penilaian budaya keselamatan dapat membantu organisasi untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang dianggap lebih bermasalah daripada yang lain. Masalah budaya yang diidentifikasi sebagai bermasalah dapat menyediakan bahan untuk lebih lanjut analisis yang mendasari '' akar penyebab '' dan untuk menghasilkan ide-ide perbaikan dari staf terlibat langsung dalam masalah. Perangkat Pengumpul Data 1.
Survey Keselamatan Pasien (Safety Surveys) Alat penilaian budaya keselamatan digunakan untuk mengembangkan dan mengevaluasi
perbaikan
keselamatan
Intervensi
dalam
organisasi
perawatan kesehatan dan memberikan metrik dimana pemahaman bersama implisit tentang harapan bagaimana hal tersebut dilakukan dibuat tersedia. 2.
Laporan Kesalahan (Error Reporting) Pelaporan kesalahan atau kejadian negatif yang tak terduga menyediakan sumber data penting. Setiap kesalahan yang diakui dan diperiksa memberikan
kesempatan
untuk
belajar
bagaimana
Sistem
dapat
menghindari pengulangan itu. Klasifikasi peristiwa ke dalam berbagai kategori bisa organisasi bantuan melacak peristiwa dan menentukan jenis rencana aksi adalah sesuai. Efek samping dicegah adalah tindakan kelalaian atau komisi yang mengakibatkan membahayakan pasien. Tutup panggilan atau nyaris celaka adalah peristiwa atau situasi yang bisa memiliki mengakibatkan efek samping tapi tidak. Peristiwa sentinel adalah kejadian tak terduga melibatkan kematian, luka fisik atau psikologis yang serius, atau risiko daripadanya, dan dapat dianggap sebagai bagian dari efek samping yang mengandung kejadian yang paling serius. Pelaporan peristiwa tersebut, baik melalui sistem pelaporan wajib atau sukarela, memberikan data penting yang diperlukan untuk memahami risiko dan memotivasi tindakan efektif untuk mengurangi resiko. 3.
Sistem pelaporan mandiri (Self-Reporting Systems) Sistem pelaporan mandiri, bagian dari pelaporan insiden, sering kali unik untuk suatu organisasi atau sistem organisasi. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan data agregat yang dapat digunakan untuk membuat peringatan keamanan dan tips, untuk mengidentifikasi dan menampilkan praktik terbaik.
4.
Rekam ulasan (Record Review) Rekam ulasan telah lama digunakan sebagai alat utama untuk mengidentifikasi faktor penyebab, yang menunjukkan daerah untuk perbaikan dan pencegahan. Mengumpulkan informasi membantu untuk mengembangkan
gambaran
kolektif
dari
praktik
yang
dapat
mengidentifikasi outlier atau peristiwa yang tidak biasa selama prosedur / proses tertentu. Ulasan rekaman ditargetkan untuk kejadian-kejadian yang rentan, insiden tinggi tingkat, atau peristiwa pemicu lainnya menghasilkan informasi epidemiologi penting. Proses Manajemen Resiko (ISO 31000, 2009) 1.
Identifikasi Risiko Hal
yang
pertama
dilakukan
untuk
mengelola
risiko
adalah
mengidentifikasinya, dengan mengidentifikasi, kita dapat mengetahui cara menanggulanginya. Identifikasi risiko dibagi menjadi dua yaitu: a) Identifikasi risiko proaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan dengan proaktif mencari risiko yang berpotensi menghalangi rumah sakit mencapai tujuan yg diinginkan. Disebut mencari risiko karena risikonya belum muncul dan bermanifestasi nyata. Metode yang dapat dilakukan diantaranya: audit, brainstorming pendapat ahli, belajar dari pengalaman rumah sakit lain, FMEA, analisa SWOT, survey, dan lain-lain. b) Identifikasi resiko reaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan setelah risiko muncul dan bermanifestasi dalam bentuk insiden/gangguan. Metode yang dipakai biasanya melalui pelaporan insiden. 2.
Analisis Risiko Analisis risiko adalah proses untuk memahami sifat dari risiko dan menemukan peringkat risiko (ISO 31000:2009). Setelah teridentifikasi, risiko lalu dianalisis. Analisis resiko yang muncul dilakukan dengan cara menilai seberapa sering peluang risiko muncul, dan berat/ringannya dampak yang timbul dari risiko tersebut. Analisis peluang dan dampak ini paling mudah dilakukan jika dilakukan secara kuantitatif. Caranya dengan memberi skor 1 sampai 5 masing-masing pada peluang dan dampak. Semakin besar angka, maka semakin sering peluang dan semakin besar dampak. Setelah diberi skor, maka harsil kali dari skor peluang dan skor dampak akan diberi peringkat.
Peringkat ini dilakukan untuk menandai prioritas risiko mana yang harus dicegah/diatasi terlebih dahulu. 3.
Evaluasi Risiko Evaluasi risiko adalah proses membandingkan antara hasil analisis resiko dengan kriteria risiko untuk menemukan apakah risiko dan/atau besarnya dapat diterima atau ditoleransi(ISO 31000:2009). Sedangkan kriteria risiko adalah kerangka acuan untuk mendasari pentingnya risiko dievaluasi (ISO 31000:2009). Dengan evaluasi risiko ini, setiap risiko dikelola oleh orang yang bertanggungjawab sesuai dengan peringkatnya. Dengan demikian tidak ada risiko yang terlewatkan, dan terjadi pembagian tugas yang tidak sesuai dengan berat-ringannya risiko.
4.
Penanganan Risiko Penanganan
risiko
adalah proses
untuk
memodifikasi
risiko
(ISO
31000:2009). Bentuk dari penanganan risiko diantaranya: a) Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau melanjutkan aktivitas yang menimbulkan risiko b) Mengambil dan meningkatkan risiko untuk mendapatkan peluang yang menguntungkan dan lebih baik. c) Menghilangkan sumber risiko d) Mengubah kemungkinan e) Mengubah konsekuensi f) Berbagi risiko dengan pihak lain (asuransi dampak risiko) g) Mempertahankan risiko dengan informasi pilihan 5.
Pengawasan dan Tinjauan Pengawasan dan tinjauan dari risiko merupakan kegiatan yang umum dilakukan diorganisasi manapun bahkan setiap individu melakukannya.
Process Manajemen Resiko (ISO 31000, 2009)
CONTOH KASUS MANAJEMEN RESIKO
Proses Manajemen Resiko: 1.
Identifikasi Risiko Risiko yang dapat timbul dari penggunaan obat dapat muncul apabila terjadi penggunaan obat yang tidak rasional. Penggunaan obat yang rasional meliputi:
Tepat Diagnosis
Tepat Indikasi Penyakit
Tepat Pemilihan Obat
Tepat Dosis
Tepat Cara Pemberian
Tepat Interval Waktu Pemberian
Tepat lama pemberian
Waspada terhadap efek samping
Tepat penilaian kondisi pasien
Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu
Tepat informasi
Tepat tindak lanjut (follow-up)
Tepat penyerahan obat (dispensing)
Kejadian pada contoh kasus merupakan kejadian yang salah satu penyebabnya adalah tidak ada pengawasan apoteker secara langsung terhadap distribusi obat, terutama terhadap pasien. Kejadian diatas diakibatkan karena dispensing obat dilakukan selain oleh apoteker. Jumlah kejadian : 63,4 % (Koh, et al. 2005) Dampak kejadian :
kejadian meninggal dunia
Pemberitaan nasional
Tuntutan hukum
Frekuensi diperkirakan sering = (4).
2.
Analisis Risiko
Tabel 1. Dampak risiko pada pasien
Tabel 2. Kemungkinan Kejadian Risiko Kejadian berdampak katastropik pada pasien (meninggal) = (5). Derajat risiko = Kemungkinan (4) x Konsekuensi (5) = 20
3.
Evaluasi Risiko
Tabel 3. Pengelolaan Risiko Berdasarkan Kategori
Kejadian seperti pada contoh kasus memiliki risiko ekstrim sehingga harus mendapat pengawasan langsung oleh direktur eksekutif rumah sakit serta dilakukan peninjauan rutin dengan frekuensi bulanan. Perselisihan dapat dilanjutkan ke meja hukum serta dapat merusak kepercayaan masyarakat dan citra rumah sakit.
4.
Penanganan Risiko
Kejadian-kejadian yang baru dipaparkan dapat dihindari dengan cara :
Memaksimalkan peran apoteker dalam terapi pemberian obat
Memberikan informasi obat baik bagi Pasien, Dokter, dan Nakes lainnya
Memberikan pengawasan ekstra bagi obat dengan adverse effect yang fatal dan obat dengan indeks terapi sempit
Membentuk Tim Kendali Mutu untuk mengawasi proses pelayanan kesehatan terutama di Rumah Sakit
5.
Analisa beban kerja NAKES
Pengawasan dan Tinjauan Pengawasan langsung oleh direktur eksekutif rumah sakit serta dilakukan peninjauan rutin dengan frekuensi bulanan. Pemanfaatan tim Kendali Mutu Rumah Sakit dapat digunakan untuk menekan angka kejadian.
DAFTAR PUSTAKA
Cox, S., 1991. Reliability, Safety, and Risk Management. John Wiley & Sons, Ltd. Departemen Kesehatan R.I, 2006. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). Jakarta: Depkes RI. http://daerah.sindonews.com/read/1078025/21/diduga-salah-diberi-obat-tubuhkakek-miswar-melepuh-1453107037 (diakses 10 maret 2016) ISO 31000, 2009. Risk management — Principles and guidelines. KKP-RS. 2006. Pedoman pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP). Jakarta. Kohn, L.T., Corrigan, J.M. and Donaldson, M.S. eds., 2000. To err is human:: building a Safer Health System (Vol. 6). National Academies Press. Koh, Y., Kutty, F.B. and Li, S.C., 2005. Drug-related problems in hospitalized patients on polypharmacy: the influence of age and gender. Ther Clin Risk Manag, 1(1), pp.39-48. Modul Kurikulum Penggunaan Obat Rasional tahun 2011 Nieva, V.F. and Sorra, J., 2003. Safety culture assessment: a tool for improving patient safety in healthcare organizations. Quality and Safety in Health Care, 12(suppl 2), pp.ii17-ii23. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Varkey, P., 2010. Medical quality management: Theory and practice. Jones & Bartlett Learning.