PENGARUH KOPERASI TERHADAP KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL (SURVEI PADA USAHA MIKRO DAN KECIL TERNAK SAPI PERAH DI JAWA BARAT) Anik Tri Suwarni* Abstract: This research aims was to get empirical evidence and clarification of phenomenon about the influence of the cooperation activity and business performance with each indicators. The unit population are dairy cattle farmers which joined in West Java Milk Cooperation. Research method was survey using simple random sampling technique, and interview as data collecting method. As hypothesis test tool for type of research was verification, used the Structural Equation Modelling. The result of statistic test explained that cooperative activity, affected business performance were 29.16%. ‘Finance’ indicator were dominant representation by business performance and ‘guidance formulation’ were dominant representation by ‘cooperativeness’ activity. Research Implication in science development is that cooperative activity and to be straight each indicators more focus to dominant indicator can be done to achieve high business performance for business unit which facing turbulence and diversity business environment. Keywords: Small Business, Cooperation, Business Performance, finance and guidance formulation.
I. PENDAHULUAN Manusia dilahirkan kemuka bumi, ditugasi sebagai pemimpin minimal untuk dirinya, dengan dibekali dengan: (1) semua yang melekat pada dirinya (tubuh, kemampuan berfikir, yang menimbulkan akal-budi-nurani), (2) alam seisinya agar dimanfaatkan dengan sebaik-baik kepentingan seluruh umat manusia dan makhluk lainnya, (3) tuntunan berupa Al Qur’an dan Al-Sunah sebagai pedoman mengelola alam seisinya dengan menggunakan seluruh yang melekat pada tubuhnya. Segala daya upaya yang dilakukan selama hidup merupakan realisasi dalam mengemban amanah dari ALLAH SWT, sebagai bekal kembali kelak kepada ALLAH SWT pada kehidupan sesungguhnya yang abadi. Dengan demikian apabila manusia menjalankan usahanya, semata-mata untuk menumpuk-numpuk harta sebagai pemuas nafsu menguasai dengan merugikan manusia lain, maka termasuk golongan yang merugi. Proses manajemen strategis, bila diniatkan untuk mencari ridho ALLAH SWTmulai dari menetapkan visi, misi, tujuan sampai pada membaca kondisi lingkungan
untuk menetapkan strategi; akan menjadi perbuatan baik yaitu dapat memanfaatkan seluruh sumberdaya yang telah disediakan untuk kemakmuran umat manusia. Hasil iqro’ lingkungan akan mengarahkan kepada pengambilan keputusan yang benar, mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana yang tersedia, mampu bekerja lebih efisien dan efektif, produktifitas meningkat, menghasilkan laba, mempertahankan dan mengembangkan usaha dengan tetap menjaga hubungan baik dengan seluruh stakeholders. Selanjutnya menyediakan lapangan pekerjaan, membuka peluang dengan adil kepada setiap orang untuk berperan serta berbuat kebaikan. Kalau seluruh pemimpin memiliki niat mencari ridho ALLAH, tentunya dengan tuntunan yang benar maka akan tercipta kemakmuran yang relatif merata dan stabil, terkikis kemiskinan maupun kemungkinan timbulnya kejahatan dalam segala bentuk. Kondisi demikian merupakan beberapa indikator kinerja menurut al –Qur’an, yaitu termasuk golongan yang tidak merugi. 1.1. LATAR BELAKANG DAN MASALAH PENELTIAN Peternak yang tergabung dalam koperasi susu di Jawa Barat, bagaimanapun juga harus memposisikan dirinya sebagai sebuah organisasi usaha. Para peternak di Jawa Barat digolongkan menjadi peternak yang tergabung dalam koperasi yang selanjutnya di sebut sebagai peternak ‘ber-koperasi’, dan peternak yang ‘tidak berkoperasi’.
Sebagaimana
disampaikan oleh Markus (Presiden International
Cooperative Alliance/ICA) tahun 1992 bahwa koperasi perlu melihat pengalaman perusahaan swasta. Demikian juga Akheberg menganjurkan agar koperasi berjalan mengikuti layaknya “private enterprise”. Tahun 1995 Kongres Koperasi di Manchaster- Inggris, menjawab tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dengan kembali pada jati diri dan menambahkan secara eksplisit ke dalam pengertian bahwa koperasi sebagai “enterprise”. Selajutnya Barberini dalam Kongres ICA tahun 2002, mengatakan bahwa koperasi harus hidup dalam suasana “equal treatment”, agar apa yang bisa dikerjakan oleh perusahaan lain juga terbuka bagi koperasi ( dalam Noer Sutrisno, 2002). Noer Sutrisno mengatakan bahwa koperasi dinegara maju lahir dan tumbuh berdasar kebutuhan para anggotanya untuk bersama-sama menghadapi ketidak adilan pasar dan mereka tumbuh dalam suasana persaingan, sedang di negara berkembang koperasi sengaja ditumbuhkan sebagai counterpart pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari pernyataan terakhir dikaitkan dengan upaya koperasi untuk merubah paradigmanya menjadi layaknya sebuah
2
enterprise, menjadi semakin jelas bahwa koperasi nyata-nyata berusaha melakukan perubahan paradigma. Dalam manajemen perubahan (Tim AKIP BPKP, 2000), dikatakan bahwa bila suatu organisasi perlu melakukan perubahan, maka perubahan bisa dilakukan secara luas meliputi perubahan; visi, misi, nilai-nilai strategi, struktur, sistem, tipe kepemimpinan, dan kompetensi. Dari konsep perubahan secara luas tersebut diatas pada dasarnya ada dua dimensi yang harus disentuh dalam proses perubahan, yaitu dimensi psiko-sosial dan dimensi teknis-ekonomis. Dimensi psiko-sosial mencakup perubahan visi, nilai-nilai, penguatan komitmen untuk berubah, dan pembangkitan keberanian untuk berubah ; sedang perubahan dimensi teknis-ekonomis mencakup perubahan pada struktur organisasi dan sistem kerja yang merupakan bentuk fisik organisasi. Melakukan perubahan pada dimensi psiko-sosial lebih sulit dibanding pada dimensi teknis-ekonomis, tetapi apabila dimensi psiko-sosial tidak berhasil ditangani akan mengakibatkan tidak signifikannya nilai perubahan yang terjadi pada dimensi teknis-ekonomis. Oleh karenanya perubahan yang seimbang antara dimensi psiko-sosial dengan dimensi teknis-ekonomis harus mendapat perhatian utama bagi organisasi yang berupaya melakukan perubahan. Tidak terkecuali, pada skala usaha manapun juga. Yang (1965) mengatakan pengalaman orang tua para peternak yang dipelajari bertahun-tahun selama mereka bersama mengurus usahanya, menjadi dasar bagi para petani/peternak untuk mengatur usahanya, merumuskan, merencanakan dan memilih cara bertani/berternaknya mereka. Namun mereka saat ini menghadapi persaingan dari seluruh penjuru dunia; di pelosok manapun mereka berada maka keberhasilan atau kegagalan usahanya dipengaruhi oleh perubahan dalam harga yang mereka terima maupun harga yang mereka bayarkan serta perkembangan teknologi dan pemasaran. Mereka tidak memiliki teknik
dan tidak mampu menyelenggarakan
pendidikan maupun penelitian sendiri. Oleh karena itu pemerintah di beberapa negara yang secara ekonomis terbelakang, telah
mengambil langkah untuk memberi
informasi dan bantuan kepada para petani/peternak. Petani/peternak sebagai anggota koperasi dengan demikian selain bertindak untuk mencapai kemakmuran pribadi dan
3
keluarganya, juga bertindak sebagai lembaga yang membangun tercapainya tujuan pemerintah meningkatkan kemakmuran bangsa. Menurut Hunger dan Wheelen, (2000), penyusunan rencana jangka panjang, pelaksanaan dari rencana beserta tahapan evaluasi yang selanjutnya disebut sebagai manajemen; memiliki langkah-langkah sebagai berikut 1) penetapan visi-misi dan tujuan perusahaan, 2) analisis internal dan eksternal perusahaan, 3) perumusan strategi, dan 4) implementasi dan pengendalian strategi. Selanjutnya baik Craven (2000), Hitt, Ireland dan Hoskisson (2000) maupun Wheelen dan Hunger (2000) mengatakan bahwa menyusun manajemen startegik tidak selalu diperlukan proses secara formal, karena pada perusahaan-perusahaan kecil khususnya,
manajer yang
juga pemilik perusahaan; bersama dengan para pegawainya bisa membicarakan permasalahan perusahaan dan mencari pemecahannya bagi keberhasilan usaha di masa datang dalam pembicaraan non formal sehari-hari.
D’ Little dalam Kotler (2005), menunjukkan model tentang
usaha yang
memiliki kinerja tinggi, yaitu memiliki ciri-ciri yang merujuk keberhasilannya pada empat faktor kunci yaitu, keberhasilan pada;1) pihak yang berkepentingan (stake holder), 2) proses bisnis, 3) sumberdaya, dan 4) organisasi. Apa yang disampaikan D’Little sejalan dengan yang disampaikan Kaplan dan Norton (2001), bahwa evaluasi pertumbuhan kinerja yang mampu mengukur seluruh hasil pelaksanaan rencana strategis adalah pengukuran kinerja berdasar Balance Scorecard, berikut; “the balance scorecard translates mission and strategy into objectives and measures, organized into four different perspectives: financial, customers, internal business process, and learning and growth.” Dari latar belakang penelitian diatas dapat dirumuskan masalah yang ingin dicari jawabannya dalam penelitian ini, yaitu; 1) Berapa besar pengaruh “koperasi” terhadap “kinerja usaha” mikro dan kecil ternak sapi perah di Jawa Barat.
4
2) Berapa besar kemampuan menjelaskan variabel “koperasi” terhadap indikator ’motivasi koperasi’, ’pentingnya menyusun AD/ART’, dan ’pentingnya implementasi sesuai AD/ART’. 3) Berapa kemampuan menjelaskan variabel ’kinerja usaha’ mikro dan kecil ternak sapi perah di Jawa Barat terhadap indikator ’pembelajaran dan pertumbuhan, ’proses bisnis internal’ , ’pelanggan’ dan ’keuangan’
1.2. METODOLOGI Objek dalam penelitian ini adalah hubungan antar variabel dalam proses manajemen strategis bagi unit usaha ternak sapi perah yang berada di Jawa Barat, terutama pengaruh ‘hubungan strategis’ (X) beserta indikatornya terhadap “Kinerja Usaha’ mikro dan kecil ternak sapi perah beserta indikatornya (Y),
Metode
pengumpulan data dilakukan dengan survey atas sampel yang diambil secara acak sederhana (simple random sampling) pada usaha mikro dan kecil ternak sapi perah yang menjalin hubungan koperasi dalam koperasi susu di Jawa Barat. Sedangkan metode analisis data untuk melihat besarnya pengaruh antar variabel, dilakukan dengan menyusun model terstruktur hubungan antar variabel secara konseptual yang disebut dengan Structural Equation Modelling (SEM) dengan pengolahan data menggunakan software Lisrel. Populasi perorangan
dalam penelitian meliputi unit usaha ternak sapi perah milik
yang menjadi anggota koperasi di Jawa Barat, selanjutnya disebut
sebagai peternak. Total peternak yang menjadi
anggota populasi
berdasar data
Statistik Peternakan tahun 2004 berjumlah 27.000 dengan kepelikan sapi sebanyak 74.210 ekor, tersebar dalam 26 KUD/ Koperasi Susu yang ada di Jawa Barat. Menurut Kelloway (1998) yang mengacu pada Bosma (1983) ukuran sampel minimum yang dianggap mewakili data dan memenuhi syarat bagi model analisis SEM adalah 200 responden, baik untuk estimasi tiap parameter maupun untuk tes kesesuaian model. Schumacker dan Lomax (1996:20) mengatakan bahwa untuk memenuhi akurasi hasil estimasi dan syarat keterwakilan populasi, diperlukan sample yang besar. Beberapa buku teks statistik menggunakan “rule of thumb” antara 10
5
sampai 20 subjek untuk tiap variabel. Mengacu pada pendapat para ahli diatas, penelitian ini menetapkan jumlah sampel sebanyak 200 responden, dengan pertimbangan dari dua variabel dan tujuh indikator sehingga seluruhnya terdiri dari sembilan kararter. Bila satu karakter memiliki dua puluh subjek sesuai rule of thumb, maka total responden adalah 9 x 20 = 180. sehingga jumlah responden 200 orang selain memenuhi syarat rule of thumb, juga memenuhi syarat yang ditunjukkan oleh Kelloway.
II. ISI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Thompson and Strickland (2006) Strategy merupakan rencana permainan manajemen untuk memperkuat posisi organisasi, memuaskan pelanggan dan mencapai kinerja yang diinginkan perusahaan. Proses management strategis mulai dari pemilihan visi dan misi perusahaan sampai dengan evaluasi. Implementasi strategi merupakan tugas manajerial yang saling mengaitkan antara penetapan visi dan bagaimana meresapkankan misi kedalam tujuan dan kinerja yang bisa diukur dengan memilih, mengelola dan melaksanakan strategi alternatif. Pearce dan Robinson (2001) menyampaikan bahwa tahap manajemen strategis kedua adalah mengidentifikasi dan memutuskan strategi mana yang tepat untuk dilaksanakan agar berhasil mencapai tujuan organisasi. Strategi yang dirumuskan dengan baik dan tepat, akan mampu mencapai kinerja optimal. Wheelen dan Hunger (2002: 54) mengidentifikasi beberapa hasil penelitian yang menunjukkan hubungan positif antara analisis lingkungan dan laba usaha, yang pada gilirannya laba usaha merupakan salah satu indikator kinerja usaha menurut salah satu perspektif balance scorecard, yaitu perspektif keuangan. Demikian juga David (2002) mengatakan bahwa proses manajemen strategis sama pentingnya bagi perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Bahkan bila dilakukan secara informal atau oleh pemilik bisnis sendiri, proses manajemen strategis secara signifikan dapat memperkuat pertumbuhan dan kemakmuran. Banyak artikel majalah dan jurnal memfokuskan pada penerapan konsep manajemen strategis pada bisnis kecil, yang
6
kesimpulan utamanya mengatakan bahwa kurangnya pengetahuan akan manajemen strategis merupakan hambatan serius bagi pertumbuhan kebanyakan usaha kecil. Steinhoff dan Burgess ((1993:19-56) mengatakan bahwa,
usaha kecil memiliki
peluang untuk mengembangkan kekayaan/ kemakmuran, apabila disertai motivasi untuk memperoleh: income yang lebih tinggi, kepuasan berkarya, mandiri, bangga dengan usahanya, ada keinginan untuk menerapkan ide dan pemikiran-pemikirannya, membangun kemakmuran jangka panjang, maupun keinginan untuk menyumbang kepentingan kemanusiaan. Rencana strategis bagi usaha kecil diartikan sebagai proses dengan mana tujuan jangka panjang yang tercantum dalam pernyataan misi bisa dicapai. Hubungan strategis di Indonesia disebut kemitraan yang salah satu bentuknya berupa aliansi strategis dan disebut ‘koperasi’, akan mencapai sinergi yang tinggi apabila dilaksanakan sesuai pedoman yang disepakati bersama oleh pihak yang bermitra, dan memenuhi unsur-unsur: 1) perencanaan, 2) keseimbangan antara kepercayaan dan kepentingan pribadi, 3) kesadaran akan adanya potensi konflik, 4) penetapan struktur kepemimpinan, 5) pencapaian fleksibelitas, 6)
penyesuaian
terhadap perbedaan budaya, 7) kemudahan transfer teknologi, dan 8) kemauan untuk belajar dari partner ( Collins dan Doorley dalam Cravens; 2000: 222) Pengertian koperasi yang searah dengan pengertian Strategic Relationship mengatakan bahwa koperasi adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih manfaat bersama atau keuntungan bersama sesuai prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan” (Hafsah; 2000:10). Melalui aliansi strategis terjadi semacam pooling of resources atau penggabungan sumber daya, sumberdana, sumber informasi untuk mendapatkan sinergi. ( Tobi Mutis dalam Hafsah; 2000) Berkaitan dengan ada atau tidaknya pengaruh hubungan koperasi dengan kinerja usaha, hasil penelitian Premaratne, SP (2001) menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara jaringan para pelaku bisnis, jaringan sumberdaya dan kinerja usaha. Arminas (2002) mengatakan bahwa lebih dari 60% perusahaan kecil dan menengah yang mengukur pengaruh partnership mengatakan bahwa hubungan yang
7
erat berhasil meningkatkan penghasilan. Thompson (2003) memberi petunjuk cara yang baik untuk memperbaiki kinerja usaha yaitu dengan mengkaitkan antara indikator kinerja melalui sistem balance scorecard dan analisis nilai yang dipandang oleh pihak-pihak yang berkaitan dengan bisnis (stakeholder). Menurut Kay (2005) jumlah kepemilikan ternak merupakan salah satu ukuran besarnya skala usaha, yang pada akhirnya berkaitan dengan tingkat keuntungan yang akan diperoleh peternak. Foley (1973) mengatakan bahwa penerimaan usaha sapi perah meliputi penerimaan dari penjualan susu, sapi afkir, anak sapi dan hasil lain, sedangkan pengeluaran meliputi investasi dan pengeluaran untuk biaya operasional lainnya. Perbedaan antara total pengeluaran ditambah atau dikurangi dengan perubahan nilai investasi yang meliputi nilai depresiasi sama dengan penerimaan bersih. Menurut Soekartawi (1984: 64-82) ukuran-ukuran umum yang dipergunakan untuk mengukur penampilan/kinerja (performance) antara lain berupa; 1) ukuran Arus Uang Tunai, 2) Ukuran Pendapatan dan Keuntungan, 3) Ukuran Keadaan Modal dan Hutang. Premis Untuk menyusun hipotesis penelitian berdasar pada
kerangka berpikir
diatas, diperlukan premis-premis hasil sintesis dari landasan teori. Premis 1: Proses Manajemen Strategis bagi suatu usaha dilaksanakan menurut tahapan; 1) mengembangkan visi strategis dan misi bisnis, 2) menetapkan tujuan usaha,
3)
merumuskan
strategi
untuk
mencapai
tujuan
usaha,
4)
mengimplementasikan dan mengoperasikan strategi, 5) mengevaluasi dan melakukan kontrol strategi untuk memperoleh feed back. ( Strickland dan Thompson, 1995; Glueck, 1997) Premis
2:
Hubungan
strategis
merubah
persaingan
menjadi
persekutuan,
menghasilkan manfaat berupa sinergi yang tidak bisa diperoleh dengan bekerja sendiri, mampu meraih laba diatas rata-rata dan mencapai tujuan usaha.( Cravens, 2000; Kanter dalam Hitt dkk,1997; Kotler, 2000). Premis 3: Kemitraan yang dibangun atas landasan saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan fungsi dan tanggung jawab yang
8
sesuai dengan kemampuan dan proporsi yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang terlibat, akan menimbulkan sinergi berupa nilai tambah akibat tergabungnya sumber daya, sumber dana dan sumber informasi yang menghasilkan kombinasi terbaik diantara sumber-sumber tersebut. (Canon dan Homburg, 2001,Thoby Mutis, dalam M.Jafar Hafsah,2000). Premis 4: Tahap Evaluasi dan Pengendalian dalam proses Perencanaan strategi bisnis dilaksanakan dengan;1) menetapkan apa yang akan diukur, 2) susun standar pengukuran, 3) laksanakan pengukuran kinerja, 4) cocokkan kinerja nyata perusahaan dengan standar yang telah ditetapkan, bila ada kesesuaian maka lanjutkan namun bila ada ketidak sesuaian berarti perlu dilakukan tindakan perbaikan. Selanjutnya hasil dari tindakan perbaikan diukur kembali kinerjanya. (Hunger dan Wheelen, 2000, Kotler, 2000) Premis 5: Keberhasilan mencapai kinerja usaha dapat dilihat dari kemampuan perusahaan menterjemahkan strateginya kedalam empat perspektif yaitu perspektif; learning and growth, internal business’s proces, customer, dan financial. Hal ini semakna dengan pernyataan bahwa perusahaan yang memiliki kinerja tinggi merujuk kepada empat faktor kunci keberhasilan yaitu; (1) mampu memuaskan stakeholder, (2) mampu mengelola dan menghubungkan proses kerja dengan efisien, (3) mampu menyediakan sumberdaya (modal, SDM, bahan baku, sarana dan prasarana) yang handal, (4) mampu mengelola organisasi yang meliputi; struktur, kebijakan dan budaya organisasi. ( D’Little dalam Kotler, 1997; Kaplan dan Norton, 1996) Premis 6: Keberhasilan atau kegagalan “strategic relationship” ditentukan pada level operasional, karena pada level ini dapat dikembangkan kepercayaan, kerjasama, dan keterbukaan antar organisasi yang bermitra dalam kegiatan sehari-hari. Kemitraan akan berhasil jika; a) memiliki komitmen jangka panjang, b) pelanggan maupun pemasok saling proaktif, c) kedua belah pihak saling memadukan kegiatan dan proses kunci, d) memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan, memelihara kerjasama dan mempererat kemitraan, e) bersamasama menciptakan struktur yang baik dan jelas untuk menentukan biaya, harga
9
dan laba bagi pertahanan kedua belah pihak, f) laksanakan falsafah “win-win solution” melalui pendekatan partnership kedua belah pihak, g) kedua belah pihak memenuhi tanggungjawab untuk melakukan perbaikan terus-menerus kedalam seluruh lingkungan kegiatan mereka.
( Burnes and
New, 1997,
Meighem, 1995)
Dengan demikian hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: Hipotesis 1: Diduga bahwa ada pengaruh variabel kegiatan ‘koperasi’ terhadap ‘kinerja usaha’ kecil dan mikro terutama peternak sapi perah. Hipotesis 2: Terdapat kemampuan menjelaskan variabel kegiatan ‘koperasi’ terhadap indikator ‘ motivasi berkoperasi’; ‘penyusunan pedoman’ dan ‘berkoperasi sesuai pedoman’ sebagai representasi variabelnya. Hipotesis 3: Terdapat kemampuan menjelaskan variabel “kinerja usaha” terhadap indikator ‘Pembelajaran dan Pertumbuhan’; ‘Proses bisnis internal’; ‘kepuasan pelanggan’ dan ‘keuangan’, sebagai representasi variabelnya. Gambaran hubungan antar variabel pada hipotesis 1, 2 dan 3 diatas, disajikan sebagai kerangka pemikiran penelitian pada gambar 1.
Keuangan H3.4
Pelanggan H1
H2.1
Motivasi berkoperasi
Kegiatan ’koperasi ’ H2.2
Kinerja Usaha H2.3
Penyusunan Pedoman(AD/ART)
H3.3 H3.2
H3.1
Berkoperasi sesuai pedoman
Proses bisnis internal Pembelajaran, pertumbuhan
Gambar 1 : Kerangka Pemikiran Penelitian
2.2. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
10
Usaha mikro dan kecil khususnya ternak sapi perah di Jawa Barat yang tergabung dalam koperasi primer/ KUD Susu, menggambarkan
sejumlah besar
peternak dengan kepemilikian sapi perah skala kecil yaitu rata-rata antara 2 (dua) sampai 3 (tiga) ekor. Kecilnya skala usaha mendorong mereka untuk mencapai tujuan usaha bersama melalui kegiatan “koperasi’. Dengan kegiatan“koperasi” diharapkan akan terjadi sinergi berupa berbagai penghematan, sehingga selanjutnya mampu meningkatkan kinerja. Dari profil uasaha ternak, menunjukkan masih besarnya peluang yang bisa diraih untuk memenuhi kebutuhan pasar akan pasokan Susu Segar dari Dalam Negeri (SSDN). Karena minuman dan makanan berbahan baku susu merupakan salah satu produk olahan bergizi yang sepenuhnya ditopang
hasil pertanian khususnya
peternakan. Pertanian dalam hal ini peternakan yang kokoh sebagai pemasok utama industri diharapkan akan merupakan salah satu pilar bangunan ekonomi yang kuat. Perjalanan susu segar dari peternak sapi perah sampai pada industri pengolahan susu (IPS) merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari penyediaan pasokan susu segar oleh peternak sapi perah baik peternak kecil perorangan, peternak sedang maupun peternak besar yang berbadan hukum. Pola hubungan koperasi antar peternak dalam koperasi susu primer, antar koperasi susu primer dalam koperasi sekunder dan antar koperasi primer maupun sekunder dengan industri pengolahan susu ditunjukkan pada gambar 2. Setelah diberlakukan UU No. 18 Th. 2000, tentang “Pajak Pertambahan Nilai”, kemudian disusul dengan keluarnya PP No. 12 tahun 2001 dan PP No. 46 tahun 2003, maka sejak tahun 2001 Susu menjadi Barang Kena Pajak (BKP) jika penyerahannya dilakukan oleh Badan seperti Koperasi, Yayasan, BUMN, BUMD,PT, CV, atau NV. Realita yang terjadi sekarang ini ada peternak yang cenderung menjual hasil produksinya melalui jalur non KUD. Menurut Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat, produksi di Jawa Barat pada tahun 2003 sebanyak 207.854 ton, sedangkan data dari GKSI hanya 152.805 ton. Perbedaan jumlah produksi sebesar 55.049 ton tersebut merupakan jumlah penjualan susu melalui non koperasi. Menurut GKSI (2005) harga susu impor setara susu segar di IPS sebesar
11
Rp. 2.300,00 per liter. Sedangkan harga susu di Peternak hanya sebesar Rp. 1.750,00/liter. Logikanya, susu produksi peternakan rakyat dapat diterima dengan harga yang lebih baik. Mengingat susu yang dihasilkan merupakan susu penuh atau susu segar dan bukan skim. Kondisi tersebut, berakibat pada iklim usaha yang tidak kondusif bagi pengembangan usaha peternakan sapi perah rakyat anggota koperasi. Sejauh ini, menurut GKSI sekitar 11 Koperasi/KUD susu mengalami stagnasi usaha. Koperasi/KUD susu tersebut sebagian besar berpusat di Kabupaten Bandung. Pola hubungan antar peternak dalam koperasi primer, koperasi sekunder (GKSI) dan dengan Industri pengolah susu (IPS) sampai ke perusahaan pengolah susu digambarkan pada gambar 2.
Anggota :
27.000
26
1
1
Peternak ke 1
Peternak ke 2
13
Pengolah susu 1
KUD ke 1
Peternak ke n
Pengolah susu 2
Peternak ke 1
Peternak ke 2
KUD ke 2
GKSI
Forum IPS
Pengolah susu 3
Peternak ke n
Pengolah susu 4 Peternak ke 1
Peternak ke 2
KUD ke n
Pengolah susu ke 13
Peternak ke n
Gambar 2 : Kerangka Pola Jaringan Koperasi antara Peternak, KUD Susu, GKSI dan Forum IPS Sumber
: GKSI Profile, Statistik Peternakan dan KLUI BPS, 2004 dimodifikasi.
12
Hasil uji ketiga hipotesis, ditunjukkan pada: (1) gambar 3, (2) ringkasan out put pada tabel 1 dan (3) diuraikan sebagai berikut; Hubungan antar variabel yang dibangun berdasar dugaan deduktif dalam pemodelan persamaan terstruktur (Structural Equation Modeling/ SEM), secara konseptual menunjukkan bahwa variabel ‘kinerja usaha’ (Y) sebagai variabel laten endogen dipengaruhi oleh variabel kegiatan ‘koperasi’ (X), sebagai variabel laten eksogen dan merupakan gambaran struktural hipotesis 1. Variabel laten eksogen kegiatan ‘koperasi’ (X) mempunyai hubungan dengan dan dapat menjelaskan indikator ‘motivasi berkoperasi’ (X1.), ‘menyusun pedoman’ (X2.), dan ‘berkoperasi sesuai pedoman’ (X3), sebagai gambaran struktural hipotesis 2. Variabel laten endogen ‘Kinerja Usaha’ (Y) mempunyai hubungan dan dapat menjelaskan indikator ‘pembelajaran
dan
pengembangan’
(Y1.),
‘proses
bisnis
internal’
(Y2.),
‘pelanggan’(Y3.), dan ‘keuangan’ (Y4.) , sebagai gambaran struktural hipotesis 3. Dalam LISREL hubungan antar variabel dengan indikatornya ada dua macam, yaitu reflektif/ efek dan formatif. Indikator Reflektif/Indikator Efek adalah indikator yang dianggap dipengaruhi oleh konstruk laten, atau indikator yang dianggap merefleksikan/merepresentasikan konstruk laten. LISREL dan beberapa program SEM yang lain hanya dapat menggunakan indikator reflektif ini. Dalam penelitian ini indikator X1, X2,dan X3 merupakan refleksi atau representasi variabel laten eksogen X yaitu kegiatan’koperasi’; dan Y1, Y2, Y3, Y4 mewakili atau representasi variabel laten endogen Y ‘kinerja usaha’. Tabel 1. memperlihatkan hasil estimasi parameter berupa nilai koefisien jalur R2 dan t value untuk hipotesis 1 (H1), hipotesis 2 (H2) dan hipotesis 3 (H3). Hasil uji hipotesis 1: Terdapat pengaruh positif
kegiatan ‘koperasi’ terhadap
‘kinerja usaha’ mikro dan kecil ternak sapi perah sebesar 29,16%, sisanya adalah epsilon yaitu pengaruh variabel lain yang tidak diteliri sebesar 70,84%.
13
Tabel1: Hasil Estimasi dengan Program Lisrel untuk Pengaruh Variabel Kegiatan Berkopersi (X) terhadap Kinerja Usaha (Y) R2
t-value
0,54
0.2916
6.86
0.000
H2: H2.1 H2.2 H2.3
X1 = 0.71 X2 = 0.90 X3 = 0.71
0.5041 0.8100 0.5041
11.96
0.000
H3: H3.1 H3.2 H3.3 H3.4
Y1 = 0.84 Y2 = -0.71 Y3 = 0.63 Y4 = 100
70.56 50.41 39.69 1.00
11..96
0.000
Parameter
Estimasi Parameter
H1
Sig. (P value,
alpa 5%)
Hasil uji statistik menunjukkan pengaruh variabel X terhadap Y positif sebesar 29, 16% dan signifikan ditunjukkan oleh thitung =6,86> ttabel = 1,96 untuk alpa 0,05. Berarti bila variabel kegiatan ‘koperasi’ dengan ketiga indikatornya dinaikkan 100% akan meningkatkan kinerja usaha dengan indikator ‘pembelajaran dan pertumbuhan’, ‘proses bisnis internal’, ‘pelanggan’, dan ‘keuangan’ sebesar 29,16%. Hasil uji hipotesis 2: Kemampuan terhadap
masing-masing indikator;
menjelaskan variabel kegiatan ‘koperasi’ yaitu indikator “motivasi berkoperasi”,
“menyusun pedoman”, dan “ berkoperasi sesuai pedoman” digambarkan pada tabel 2 dan dijelaskan sebagai berikut. Indikator “motivasi berkoperasi” dijelaskan oleh variabelnya sebesar 50,41%, sisanya 49,59% diwakili oleh indikator lain yang tidak diteliti atau tidak ditanyakan dalam indikator motivasi berkoperasi. Indikator “menyusun pedoman” dijelaskan oleh variabel kegiatan “koperasi” 81 %, merupakan indikator yang paling reliabel. Indikator “berkoperasi sesuai pedoman” mewakili variabel kegiatan “koperasi” sebesar 50,41% dan sisanya 49,59% diwakili oleh indikator yang tidak diteliti/ ditanyakan dalam indikator tersebut. Kemampuan indikator dalam mewakili variabel kegiatan “koperasi” paling besar adalah indikator “menyusun pedoman” yaitu 81%. Berdasar kuesioner penyusunan pedoman koperasi, yang mengacu pada keterlibatan anggota dalam menyusun AD-ART maka merefleksikan keinginan anggota atas
14
keterbukaan isi AD-ART dan keinginan untuk dilibatkan dalam penyusunannya. Sikap yang ditunjukkan oleh hasil penelitian ini adalah sikap positif, untuk dapat terlibat dalam pengambilan keputusan sebagai embrio tumbuhnya rasa memiliki dan rasa tanggungjawab untuk mencapai kinerja tinggi. Signifikansi hubungan variabel kegiatan ‘koperasi’ dengan indikatornya ditunjukkan oleh nilai t hitung = 11.96> ttabel =1.96 untuk alpa 0,05. Hasil uji hipótesis 3: kemampuan menjelaskan variabel “Kinerja usaha” yang diukur dengan pendekatan balanced scorecard terhadap indikator-indikatornya dirinci sebagai berikut: “Kinerja usaha” mampu menjelaskan indikator ’keuangan’ sebesar 100%, yang menunjukkan bahwa kuesioner yang dipergunakan sudah mewakili seluruh indikator keuangan, sehingga ‘keuangan’ merupakan indikator yang paling reliabel. Indikator “pelanggan” dijelaskan oleh “Kinerja usaha” sebesar 39,69%, berarti masih terdapat 60,31% indikator lain yang tidak diteliti dan menjadi error dalam indikator tersebut. Indikator “proses bisnis internal” dijelaskan oleh “Kinerja usaha” sebesar 50,41%, sisanya adalah error yaitu indikator lain yang tidak diteliti. Indikator “pertumbuhan dan pembelajaran” dijelaskan oleh variabel “Kinerja usaha” sebesar 70,56, sisanya 29, 44% indikator lain yang tidak diteliti. Dari uraian hasil uji hipotesis 3, dapat dilihat bahwa kemampuan menjelaskan variabel “kinerja usaha” yang paling besar adalah pada indikator ‘keuangan’, yang berarti pertanyaan mengenai keuangan sudah mencakup seluruh indikator yang perlu diteliti. Diikuti oleh indikator perspektif “pembelajaran dan pertumbuhan” sebesar 70,56%, indikator perspektif “proses bisnis internal” sebesar 50,41% dan terakhir indikator “perspektif pelanggan”sebesar 39,69%.
0.49
X.1 0,71 0,71
0,15
X2
0,54
0,90
X Y
0,50
X.3
0,71 1,00
0,84 0,63
-0,71
Y1
Y2
Y3
Y4
0,00
0,60
0,50
0,30
15
Gambar 3: Diagram Jalur Structural Equation Modeling (SEM) atau Model Persamaan Struktural Pengaruh Kegiatan Koperasi terhadap Kinerja Usaha dan keterwakilan tiap indikatornya. Pembahasan hasil pengujian hipotesis 1, 2 dan 3 mengenai pengaruh kegiatan “koperasi” terhadap “kinerja usaha”, dan representasi indikator terhadap variabel
telah menunjukkan hasil uji dengan besarnya pengaruh dan tingkat
signifikansi sebagaimana dibahas pada hasil analisis diatas. Hasil uji ini mendukung argumen teoritis yang sudah disintesa dalam 7 premis diatas.
PENUTUP 5.1. Kesimpulan 1) Profil usaha ternak, menunjukkan masih besarnya peluang yang bisa diraih oleh peternak untuk memenuhi kebutuhan pasar akan pasokan Susu Segar dari Dalam Negeri (SSDN). Namun setelah susu menjadi barang kena pajak dengan PP. Nomor 12 tahun 2001 dan PP. Nomor 46 tahun 2003, bila jualbelinya dilakukan melalui koperasi, maka banyak terjadi penyimpangan penjualan SSDN diluar koperasi. Apalagi SSDN dibeli dengan harga dibawah Susu skim impor. 2) Hasil uji hipotesis 1 menunjukkan pengaruh positif dan signifikan kegiatan ‘koperasi’ terhadap ‘kinerja usaha’ mikro dan kecil ternak sapi perah khususnya di Jawa Barat, sebesar 29,16%, dengan p.value 0.000 < 0,05. Bila kegiatan koperasi yang direfleksikan oleh indikator ‘motivasi koperasi’, ‘menyusun pedoman’ dan ‘berkoperasi sesuai pedoman’ ditingkatkan 1 unit (100%) maka kinerja dengan indikator berdasar pendekatan balanced scorecard akan meningkat 29,16%. Pernyataan p.value 0.000 < 0,05
16
menunjukkan bahwa terdapat bukti kuat untuk menerima hipotesis1. Pengaruhnya yang kecil mengindikasikan bahwa masih 70,84% variabel lain yang mempengaruhi kinerja usaha yang tidak diungkap dalam penelitian ini. 3) Hasil uji hipotesis 2, menunjukkan bahwa yang paling dominan mewakili variabel kegiatan ‘koperasi’ adalah indikator ‘menyusun pedoman’ sebesar 81%, merupakan indikator yang paling reliabel. Hal tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan anggota dalam menyusun AD-ART koperasi akan berakibat pada rasa memiliki dan tanggung jawab yang besar. Kondisi ini menunjukkan kesamaan antara data yang terkumpul dengan kenyataan yang terjadi dilapangan. Indikator lainnya yaitu motivasi koperasi dan berkoperasi sesuai pedoman, keduanya reliabel dan signifikan. 4) Hasil uji hipotesis 3, menunjukkan bahwa yang paling dominan mewakili variabel ‘kinerja usaha’ adalah indikator ‘keuangan’, yaitu 100%. Hal ini menunjukkan bila pertanyaan-pertanyaan dalam indikator keuangan yang merupakan refleksi tahap lanjutan dari 3 perspektif sebelumnya dalam balance scorecard- terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dan dijadikan bahan untuk uji hipotesis dengan kejadian nyata yang dialami pengusaha mikro dan kecil ternak sapi perah di Jawa Barat sehingga jawaban mereka konstan. Tiga indikator lainnya, yaitu ‘pembelajaran dan pengembangan’, ‘proses bisnis internal’ dan ‘pelanggan’ juga reliabel. 5.2. Saran 1)
Bagi setiap pengambil keputusan yang akan berakibat pada orang banyak, mempunyai peluang besar untuk berbuat kebaikan dalam arti yang sesungguhnya, yaitu melaksanakan
pekerjaan
dan mencapai hasil terbaik
dengan niat menjalankan amanat yang diberikan ALLAH SWT. 2)
Terutama bagi pemerintah sebagai penyusun regulasi dirasa perlu untuk meninjau ulang ketentuan pajak bagi produk yang dihasilkan petani/peternak skala mikro dan kecil yang hasil usahanya baru cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Apalagi
untuk produk susu yang mendukung kesehatan
bangsa disatu sisi dan ketersediaan lapangan kerja yang menopang
17
kelangsungan hidup orang banyak di pedesaan. Dengan tetap dapat mencapai target perolehan pajak, tetapi tetap menjaga kestabilan ekonomi di pedesaan khususnya pada basis peternakan sapi perah. 3)
Bagi manajer KUD Susu di Jawa Barat khususnya, dengan signifikannya pengaruh variabel kegiatan ‘koperasi’ terhadap ‘kinerja usaha’ maka perlu dirancang ulang model pembinaan hubungan dengan para peternak sapi. Terutama untuk lebih intensif menjalin kerjasama dan melibatkan anggota dalam tiap pengambilan keputusan koperasi dan melakukan sosialisasi ADART,
menunjukkan
hak
dan
kewajiban
anggota
serta
bagaimana
memanfaatkanya dengan optimal. Dari variabel kinerja usaha, berdasar hasil uji bahwa yang dominan adalah indikator keuangan yang merefleksikan perspektif lanjutan yang didukung oleh tiga perseptif sebelumnya; maka harus dilakukan intensifikasi SDM.
Terutama
para peternak anggota koperasi untuk
ditingkatkan pembelajaran dan pengembangan melalui berbagai pendidikan, pelatihan dan praktek untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan proses berternak sapi perah yang memenuhi standar. Selanjutnya akan meningkatkan proses bisnis yang lebih efisien dan lebih efektif, sehingga meningkatkan produktifitas, jumlah dan mutu susu meningkat yang pada gilirannya akan meningkatkan nilai dan kepuasan bagi pelanggan serta meningkatkan penjualan, meningkatkan profit margin.
Daftar Pustaka Agusty Ferdinand, 2000, Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen, Badan Penerbit Universitas Diponegoro- Program MM Undip, Semarang. Cravens, David W, 2005, Strategic Marketing, sixth edition, McGraw-Hill ompanies, Inc, 8Edition David, Fred.R, 2002, Manajemen Strategis: Konsep, Edisi Bahasa Indonesia ketujuh, Pearson Education Asia Pte, dan PT.Prenhallindo, Jakarta Donnelly, James.H.Jr; Gibson, L.Gibson; Ivancevich, John.M, 1995, Foundamental of Management, Richard.D.Irwin, Boston, USA Hitt, Michael A, R.Duane Ireland, Robert E.Hoskisson, 2000, Manajemen Strategis, alih bahasa oleh Armand Hediyanto, Penerbit Erlangga, Jakarta.
18
Hunger,J.David and Wheelen,Thomas L, 2000, Strategic Management, copyright by Addison-Wesley Publishing Company, Inc, USA Hyman, David N, 1997, Economics, 4thEdition, Richard D.Irwin,Inc, Boston- USA Jauch, Lawrence R and Glueck, William F, 1997, Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan, alih bahasa oleh Murad dan Henri Sitanggang, Erlangga, Jakarta Kaplan, Robert S and Norton, David P, 2001, The Stratgy Focuse Organzation: How Balanced Scorecard Compenies Thrive in the New Business nvironment, Harvard Business School Publishing Co., Printed USA. Kay, Ronald D, 1998, Farm Management: Planning, Control and Implementing, Int. Studend Edition, McGraw Hill Book Co. Kelloway, E. Kevin, 1998, Using LISRAEL for Structural Equation Modelling: A Researcher's Guide (SAGE Publications), Canada Noer Sutrisno, 2002, Pasang Surut Perkembangan Koperasi di Dunia dan di Indonesia: Diskusi Memperingati Satu Abad Bung Hatta, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kantor Menteri Negara Koperasi dan UKM, Jakarta. Noer Sutrisno, 2001, Rekonstruksi Pemahaman Koperasi, Merajut Kekuatan Ekonomi Rakyat, Intrans, Jakarta. Pearce and Robinson,2001, Strategic Management, The McGraw-Hill Companies. Porter, Michael E,1997, Startegi Bersaing, alih bahasa Agus Maulana, Penerbit Erlangga, Jakarta. Soekartawi, 2000, Pengantar Agroindustri, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. Soekartawi; Soehardjo, A; Dillon, John.L;Hardaker,J.Brian, 1984, Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil, Penerbit UI, Jakarta Indonesia. Steinhoff,Dan; Burgess,John F, 1993, Small Business Management Fundamentals, sixth edition, McGraw-Hill Book Co, Singapore. Strickland III, Arthur Thompson, John E. Gamble,2006, Crafting And Executing Strategy, Irwin Professional Publishing, USA. Thompson, Arthur.A Jr. and Strickland, A.J III,2004, Strategic Management: Concepts and Cases, 12th ed, Richard D. Irwin. Inc. Company, USA L, .David,J. Hunger 2000, Strategic Management, Business Policy, New Global Milenium, 7th edition, Prentice-Hall International, USA. Yang, W.Y, 1965, Methods of Farm Management Investigations, FAO, The United Nation, Italy. *Penulis adalah Dosen pada Universitas Mercubuana, Jakarta.
19