27
Penerapan Metode Hybrid Fuzzy C-Means dan Particle Swarm Optimization (FCM - PSO) untuk Segmentasi Citra Geografis Herditomo, Sunaryo, dan Agus Naba Abstrak–-Beberapa lapisan dari Sistem Informasi Geografis (SIG) bisa dibedakan oleh mata telanjang dari sebuah citra satelit namun pasti akan melelahkan jika mengamati citra begitu banyak. Penelitian ini dilakukan untuk melakukan otomasi pengamatan dengan metode segmentasi. Metode segmentasi yang diusulkan adalah Hybrid Fuzzy C-Means – Particle Swarm Optimization (FCM-PSO). Hasil penelitian menunjukkan FCM-PSO lebih unggul dari FCM biasa sekalipun dengan kelemahan waktu eksekusi yang lebih panjang.. Kata Kunci—FCM, PSO, Segmentasi, SIG
I. PENDAHULUAN
E
citra satelit yang murah dan tersedia bagi semua orang telah tiba saat diperkenalkannya Google Maps pada tahun 2005, hal ini berkebalikan dengan kondisi di masa lampau di mana citra satelit adalah sebuah kemewahan dan konsumsi bagi kalangan ilmuwan, birokrat serta usahawan yang bidang pekerjaannya berkaitan erat dengan informasi spasial. Citra satelit hanya akan menjadi citra biasa lainnya jika tidak diolah. Salah satu pemanfaatan citra satelit adalah dengan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG). Keistimewaan SIG adalah pada kemampuannya untuk menangani data spasial –yang direpresentasikan dengan lapisan-lapisan (layer)-- pada waktu yang bersamaan. Lapisan-lapisan itu akan membentuk suatu analisis spasial yang utuh pada satu bidang di muka bumi ini. Dalam kasus ini citra hasil bidikan satelit baru akan memiliki arti jika ada data-data pendukung lain yang terdapat pada layer atau dengan kata lain citra membutuhkan data lain (layer SIG) yang disuperposisikan diatas bidang tersebut. Untuk melakukan superposisi ini dibutuhkan perangkat lunak di bidang SIG misalnya ArcView, QGIS, GRASS, dan Diva-GIS. RA
Herditomo, mahasiswa Program Magister Teknik Elektro Universitas Brawijaya, Malang (email:
[email protected]). Sunaryo., pengajar Program Magister Teknik Elektro Universitas Brawijaya. Dosen pada Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika, Universitas Brawijaya, Malang.. Agus Naba, pengajar Program Magister Teknik Elektro Universitas Brawijaya. Dosen pada Program Studi Fisika, Jurusan Fisika, Universitas Brawijaya, Malang.
Superposisi adalah metode untuk melakukan ekstrak informasi dari SIG. Pada lokasi yang sama dilakukan penumpukan lapisan (layer). Lapisan-lapisan itu mengandung informasi berbeda-beda terkait suatu tempat tersebut. Misal pada sebuah lokasi di citra kota Malang yang terdiri dari sekian banyak piksel maka di lokasi tersebut, katakanlah piksel x, dapat diketahui informasi terkait bidang/tempat yang diwakili piksel tersebut. Pada umumnya informasi yang dimaksud meliputi: Jalan (roads), Air permukaan (surface water), Pemukiman (buildings), Peruntukan lahan (land use), Administrasi (administrative political), Kontur (contour), Hijauan/Vegetasi (vegetation) Dari sekian banyak lapisan yang telah dikemukakan di atas penulis mengamati sebenarnya ada beberapa lapisan yang dapat dikenali oleh manusia secara langsung dengan mengamati citra satelit tanpa bantuan alat lain yaitu jalan, air permukaan, pemukiman dan hijauan. Secara intuisi manusia dapat memisahmisahkan objek dalam citra ke dalam lapisan-lapisan SIG berdasarkan warnanya misalnya daerah pemukiman akan cenderung berwarna cokelat gelap karena mayoritas atap rumah tertutup genting yang berwarna cokelat, warna hijau adalah warna dari vegetasi/ hijauan, warna jalan adalah abu-abu ke arah hitam sedangkan warna air berada dalam spektrum warna biru.
Gambar 1. Ilustrasi Lapisan pada SIG[4]
Pemilah-milahan 4 lapisan SIG di atas secara manual tidak terlalu sulit bagi seorang manusia namun akan merepotkan dan melelahkan apabila bidang yang diamati tidak hanya satu bidang tapi banyak bidang. Dalam bidang kajian pengolahan citra digital (digital image processing) ada sebuah pendekatan untuk memilah-milah daerah atau objek dalam citra, pendekatan tersebut mendasarkan operasinya pada
Jurnal EECCIS Vol. 8, No. 1, Juni 2014
28 piksel (pixel based). Analisis dilakukan dengan jalan memisah-misahkan piksel-piksel yang sama menjadi satu kelompok sehingga terbentuk daerah-daerah dalam citra tersebut. Proses membagi-bagi sebuah citra menjadi daerah-daerah (regions) atau objek-objek disebut segmentasi citra[1]. Diharapkan dengan segmentasi, kerja pemilah-milahan pada citra satelit dapat terotomatisasi sehingga membantu kerja manusia dalam bidang pengamatan citra satelit. Ada beberapa alternatif cara untuk melakukan segmentasi citra antara lain penentuan ambang batas (thresholding), metode berbasiskan histogram (histogram-based), deteksi tepi (edge detection), metode region growing dan metode pengklusteran (clustering). Metode yang populer digunakan sebagai segmentasi adalah pengklusteran, lebih khusus lagi Fuzzy C-Means (FCM). Sekalipun Fuzzy C-Means tergolong algoritma yang efektif untuk untuk melakukan pengklusteran namun pemilihan acak atas titik pusat kluster seringkali membuat proses perulangan dengan mudah terjebak dalam titik optimal lokal (local optimal solution). Kelemahan ini yang mendorong penggabungan Fuzzy CMeans dengan revolutionary algorithm semacam Algoritma Genetika, Simulated Annealing (SA), Ant Colony Optimization (ACO) dan Particle Swarm Optimization (PSO) untuk mendapatkan hasil terbaik [2]. Dari penjelasan di atas maka penulis berharap penelitian ini dapat merealisasikan suatu metode yang dapat menggabungkan keunggulan dari metode pengklusteran Fuzzy C-Means (FCM) dan algoritma optimalisasi Particle Swarm Optimization (PSO) sehingga dapat mengatasi kelemahan dari metode pengklusteran Fuzzy C-Means (FCM) selama ini yaitu terjebak dalam titik optimal lokal. Metode Hybrid Fuzzy C-Means (FCM) - Particle Swarm Optimization (PSO) (Hybrid FCM - PSO) yang penulis ajukan sebagai bahan penelitian diharapkan dapat memberikan hasil yang pengklusteran yang lebih baik daripada metode Fuzzy CMeans (FCM) tradisional.
sebuah wilayah dan lapisan yang terlibat di dalamnya. B. Fuzzy C-Means Use Ide utama dari penelitian ini adalah pengelompokan sejumlah data yang sejenis menurut sebuah kriteria tertentu dan tidak dilakukan pemindaian sebelumnya (unsupervised learning), keseluruhan proses ini disebut dengan pengklusteran (clustering). Algoritma yang akan dipakai dalam penelitian pengklusteran ini adalah algoritma Fuzzy C-Means (FCM). Fuzzy C-Means dikembangkan oleh Dunn pada tahun 1973 dan diperbaiki oleh Bezdek pada tahun 1981. Fuzzy C-Means mempunyai ciri khas dalam cara pandang nilai keanggotaan pada setiap piksel, setiap data bisa tergolong dalam dua kluster atau lebih atau dengan kata lain terjadi overlapping pada setiap data karena tiap data dapat mempunyai nilai keanggotaan yang berbeda tergantung dari kluster mana kita memandangnya. Cara pandang inilah yang membuat algoritma pengklusteran ini mempunyai sisi logika fuzzy (fuzzy logic) karena mengadopsi gagasan tentang himpunan keanggotaan. Fuzzy C-Means adalah algoritma optimalisasi iteratif yang meminimalkan fungsi objektif berikut: n c atr 2 m Jm (oij z kj ) ( X ik ) i 1 k 1 j 1
Di mana: n = Jumlah Objek c = Jumlah kluster atr = Jumlah atribut m = bobot eksponen, mengendalikan kekaburan (fuzziness) dari kluster-kluster yang dihasilkan = Nilai atribut ke-j dari objek ke-i o ij z kj = Nilai pusat atribut ke-j pada kluster ke-k
X ik = Nilai keanggotaan pada objek ke-i menurut kluster k Pada perulangan yang terjadi akan diadakan update terhadap nilai keanggotaan X ik dan pusat kluster berdasarkan rumus berikut: atr
II. LANDASAN TEORI A. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis bertujuan untuk memberi nilai tambah bagi data spasial dengan jalan mengintegrasikan data-data dalam lapisan-lapisan yang diperlukan sehingga muncul suatu luaran baru berdasarkan analisis atas data-data di lapisan-lapisan tersebut [3]. Lebih lanjut lagi SIG terdiri atas tiga unsur utama yaitu komputer, data geografis serta manajemen dan analisis data-data tersebut. SIG tidak dapat dipandang sebagai sebuah perangkat lunak dan perangkat keras saja akan tetapi harus dilihat secara keseluruhan meliputi manusia yang mengoperasikannya juga. Berkaitan dengan ide lapisan-lapisan pada analisis SIG pada gambar 1 disajikan sebuah contoh analisis atas Jurnal EECCIS Vol. 8, No. 1, Juni 2014
(1)
oij z kj
j 1
X ik c
k 1
(2)
atr j 1
oij z kj
N
zj
2
1 m 1
2
i 1 N
ij
i i
2
1 m 1
Xi (3)
2 ij
Perulangan akan berhenti jika memenuhi syarat berikut: ( k 1)
k
ij
ij
Di mana: ε = konstanta henti.
(4)
29 Berdasarkan rumus-rumus FCM di atas maka dapat disusun sebuah algoritma sebagai berikut: 1. Inisialisasi matriks U = [µij], U(0) 2. Pada step-k, hitung vektor pusat C(k) = [Cj] dari U(k) menggunakan persamaan (3) 3. Update U(k), U(k+1) menggunakan persamaan (2) 4. Jika memenuhi syarat (4) maka hentikan iterasi, jika tidak ulang dari langkah 2. C. Particle Swarm Optimization Use Particle Swarm Optimization (PSO) adalah teknik optimasi berbasis populasi stokastik yang terinspirasi oleh kelompok burung dan kawanan ikan, pada awalnya dirancang dan diperkenalkan oleh Kennedy dan Eberhart (1995) dan didasarkan pada iterasi/generasi. Aliran algoritmik PSO dimulai dengan jumlah populasi partikel yang posisinya merupakan solusi potensial untuk masalah yang tengah dipelajari dan kecepatan yang secara acak diinisialisasi dalam ruang pencarian. Pada setiap iterasi, pencarian untuk posisi yang optimal dilakukan dengan memperbarui kecepatan dan posisi partikel. Juga pada setiap iterasi, nilai fitness setiap posisi partikel ditentukan menggunakan fungsi fitness. Kecepatan masing-masing partikel diperbarui menggunakan dua posisi terbaik, posisi personal terbaik dan posisi global terbaik. Posisi personal terbaik, pbest, adalah posisi terbaik partikel yang telah dikunjungi dan gbest adalah posisi terbaik yang telah dikunjungi swarm sejak langkah pertama kalinya. Kecepatan dan posisi sebuah partikel diperbarui sebagai berikut. V (t
1)
wV (t )
c 2r 2( gbest (t ))
c1r 1( pbest (t )) X (t )) X (t )); k 1, 2,..., P
X(t + 1)= X(t) + V (t+1)
(5) (6)
Di mana: X = posisi partikel V = kecepatan partikel w = bobot inersia c1,c 2 = koefisien akselerasi P = jumlah partikel dalam swarm r1, r2 = nilai acak pada rentang [0,1] Bobot inersia w, digunakan untuk mengontrol momentum partikel dengan menimbang kontribusi dari kecepatan sebelumnya - pada dasarnya mengontrol berapa banyak memori dari arah penerbangan sebelumnya akan mempengaruhi kecepatan baru. Konstanta c1 dan c2 disebut juga sebagai parameter kepercayaan (trust parameter) di mana c1 mengungkapkan seberapa besar keyakinan yang dimiliki partikel terhadap dirinya sendiri, sedangkan c2 mengungkapkan berapa besar keyakinan yang dimiliki sebuah partikel terhadap tetangganya [5]. Nilai r1 dan r2 diatur supaya bernilai acak dimaksudkan untuk memberikan sifat stokastik pada komponen kognitif ( c1r 1( pbest (t )) X (t )) ) dan komponen sosial ( c 2r 2( gbest (t )) X (t ) ). Sifat stokastik ini menyebabkan setiap partikel bergerak dalam cara semi acak, sangat dipengaruhi dalam arah dari solusi terbaik dari partikel
dan solusi global terbaik dari swarm[6]. D. Fuzzy Particle Swarm Optimization Pustaka [7] mengusulkan PSO yang telah dimodifikasi untuk Traveling Salesman Problem (TSP) yang disebut Fuzzy Particle Swarm Optimization (FPSO). Dalam metode yang mereka usulkan posisi dan kecepatan partikel didefinisikan ulang untuk mewakili hubungan antar variabel fuzzy. Dalam algoritma FPSO X, posisi partikel, menunjukkan hubungan fuzzy dari sekumpulan objek data, o = {o1, o2, ... , on}, untuk mengatur pusat kluster, Z = {z1, z2, ... , zc}. X dapat dinyatakan sebagai berikut: 11
1c
X
(7) n1
nc
Di mana: ij = fungsi keanggotaan pada objek ke – I dengan kluster ke – j Apabila kita perhatikan matriks posisi untuk setiap partikel di atas sama dengan matriks fuzzy µ pada algoritma FCM. Kecepatan setiap partikel dinyatakan dengan matriks dengan ukuran baris n dan kolom c pada rentang nilai elemen [0,1]. Untuk memperbarui posisi dan kecepatan partikel digunakan persamaan berikut berdasarkan operasi matriks: V (t 1) wV (t ) c1r 1( pbest (t )) X (t )) (8) c 2r 2( gbest (t )) X (t )) X(t + 1)= X(t)
V (t+1)
(9)
Operator “ ” digunakan untuk menunjukkan bahwa operasi penambahan yang dilakukan adalah operasi penambahan antar matriks [7]. Dalam pelaksanaan penghitungannya ada kemungkinan nilai yang dihasilkan tidak sesuai dengan syarat rentang [0,1] maka perlu ditransformasikan dengan matriks berikut
11 c j 1 1 j Xnormal n1 c j 1 nj
j 1 1 j nc c j 1 nj 1c
c
(10)
Fungsi untuk mengevaluasi hasil dari operasi di atas disebut fungsi fitness:
f (X )
K
J
(11)
m
Di mana: K = Konstanta Jm = Fungsi objektif FCM Berdasarkan uraian teori di atas maka dapat dibangun algoritma FPSO sebagai berikut: 1. Inisialisasi parameter (ukuran populasi P, c1, c2, w dan iterasi maksimum). 2. Buat sebuah swarm sejumlah partikel P (X, pbest,
Jurnal EECCIS Vol. 8, No. 1, Juni 2014
30 gbest dan V adalah matriks n x c; di mana n adalah jumlah data dan c adalah jumlah kluster yang ada). 3. Inisialisasi X, V dan pbest untuk setiap partikel dan gbest untuk swarm. 4. Hitung pusat kluster untuk setiap partikel menggunakan persamaan (3). 5. Hitung nilai fitness untuk setiap partikel menggunakan persamaan (11). 6. Hitung pbest untuk setiap partikel. 7. Hitung gbest untuk swarm. 8. Perbarui matriks kecepatan untuk setiap partikel menggunakan persamaan (8). 9. Perbarui matriks posisi untuk setiap partikel menggunakan persamaan (9). 10. Apabila kondisi terminasi tidak dicapai kembali ke langkah 4. E. Hybrid Fuzzy C-Means – Particle Swarm Optimization FCM memang lebih cepat dalam prosesnya dibandingkan dengan FPSO karena tidak banyak fungsi evaluasi yang dijalani namun seringkali jatuh ke nilai optimal lokal. Algoritma Hybrid Fuzzy C-Means – Particle Swarm Optimization (FCM - PSO) dibangun untuk mempertahankan keunggulan algoritma FCM dan PSO. Algoritma Hybrid FCM – PSO selengkapnya: 1. Inisialisasi parameter FPSO dan FCM ( P, c1, c2, w dan m). 2. Buat sebuah swarm sejumlah partikel P (X, pbest, gbest dan V adalah matriks n x c; di mana n adalah jumlah data dan c adalah jumlah kluster yang ada). 3. Inisialisasi X, V dan pbest untuk setiap partikel dan gbest untuk swarm. 4. Algoritma FPSO: 4.1 Hitung pusat kluster untuk setiap partikel menggunakan persamaan (3). 4.2 Hitung nilai fitness untuk setiap partikel partikel menggunakan persamaan (11). 4.3 Hitung pbest untuk setiap partikel. 4.4 Hitung gbest untuk swarm. 4.5 Perbarui matriks kecepatan untuk setiap partikel partikel menggunakan persamaan (8). 4.6 Perbarui matriks posisi untuk setiap partikel partikel menggunakan persamaan (9). 4.7 Apabila kondisi terminasi tidak dicapai kembali ke langkah 4. 5. Algoritma FCM: 5.1 Hitung pusat kluster untuk setiap partikel partikel menggunakan persamaan (3). 5.2 Perbarui fungsi keanggotaan untuk setiap partikel menggunakan persamaan (2). 5.3 Hitung pbest untuk setiap partikel. 5.4 Hitung gbest untuk swarm 5.5 Apabila kondisi terminasi tidak dicapai kembali ke langkah 5. 6. Apabila kondisi terminasi tidak dicapai kembali ke langkah 4. Jurnal EECCIS Vol. 8, No. 1, Juni 2014
Apabila kita perhatikan secara detail algoritma di atas nampak bahwa konsep Hybrid FCM – PSO yang dimaksud sebenarnya adalah menggabungkan algoritma FCM dan FPSO yang sudah disinggung pada sub bab sebelumnya dalam sebuah algoritma baru di mana alur algoritma FPSO yang terlebih dahulu dieksekusi untuk kemudian dilanjutkan dengan eksekusi alur algoritma FCM. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Parameter Pelepasan jumlah partikel P yang besar sejalan dengan prinsip NisB atau Nearer is Better (lebih dekat, lebih baik) [8] karena dengan P yang besar tersebar di bidang pencarian harapannya setidaknya ada salah satu partikel yang gerakannya semakin mendekati titik yang dicari. Pustaka [9] menyatakan bahwa P yang ideal adalah pada rentang 20 ≤ P ≤ 40 namun dengan mempertimbangkan beban kerja perangkat keras dan data yang diolah berupa matriks maka pilihan nilai P pada form nanti akan dibuat pada rentang 2-10 partikel, hal ini sejalan dengan saran dari [2]. Gagasan tentang bobot inersia (inertia weight) w dikemukakan oleh Shi dan Eberhart dalam [10] untuk meredam kecepatan selama iterasi yang memungkinkan kawanan (swarm) dapat lebih akurat dalam menuju titik konvergensi. Peredaman kecepatan ini dilakukan karena dalam implementasinya ditemukan bahwa kecepatan partikel dalam PSO yang belum dimodifikasi diperbarui terlalu cepat sehingga nilai optimum yang dicari (minimum atau maksimum) terlewati. Konsep keseimbangan antara eksplorasi global dan lokal untuk mempercepat konvergensi kepada nilai optimum sesungguhnya diejawantahkan dalam suatu rumus bobot inersia yang nilainya menurun linier dengan jumlah iterasi yang telah terjadi [11]:
w(i)
wmax
wmax wmin i i max
(12)
di mana: Wmax = Nilai awal bobot inersia Wmin = Nilai akhir bobot inersia i = iterasi sekarang imax = iterasi maksimal Sekalipun menurut beberapa sumber [10]-[11] nilai yang sesuai untuk Wmax dan Wmin berturut-turut adalah 0,9 dan 0,4 namun nilai yang akan digunakan untuk Wmax = 0,9 dan Wmin = 0,1 sedangkan imax = 1000 [12]. Parameter lain yang perlu ditetapkan diantaranya adalah c1 = c 2 = 2, m = 2 sedangkan untuk kriteria penghentian iterasi dapat dijabarkan sebagai berikut: o FCM murni: Jm(t 1) Jm(t ) 10 7 atau jika Jm(t+1) = NaN (Not a Number) o FCM – PSO: Sub bagian PSO : iterasi = 1000 atau tidak ada
31 perubahan pada gbest (nilai global terbaik) selama 200 kali iterasi berturut-turut. Sub bagian FCM : iterasi = 5 Seluruh FCM-PSO : tidak ada perubahan pada gbest selama 2 kali iterasi berturut-turut. B. Inisialisasi Kelengkapan Swarm Kawanan (swarm) dalam operasinya membutuhkan 4 unsur yaitu X(nilai keanggotaan), V(kecepatan/velocity), Pbest(posisi partikel terbaik) dan gbest(posisi kawanan terbaik). X, V dan Pbest adalah sebuah matriks yang berukuran p x n x c sedangkan gbest adalah sebuah matriks dengan ukuran n x c. Inisialisasi bagi masing-masing matriks akan diatur sebagai berikut: a. Matriks X Nilai mula-mula bagi X harus memenuhi kaidah:
X
0,1
hik
i
h 1, 2,..., p;
1, 2,..., n; k
1, 2,..., c
(13)
dimaksudkan untuk mengamati proses pencarian pusat kluster lebih seksama lagi karena seperti telah disampaikan di atas bahwa metode yang diusulkan pada dasarnya adalah sebuah metode yang merupakan gabungan dua metode terpisah. Nilai terbaik —dalam hal ini disimpan dalam variabel gbest— diperbarui dan ditransfer dari satu subproses ke satu subproses lainnya sepanjang kriteria penghentian (stopping criteria) iterasi belum tercapai. Gambar 2 akan sangat membantu penjelasan ini. TABEL I HASIL RATA-RATA PENGAMATAN Aspek
FCM
FCM-PSO
Jm Akhir Jm mulai konvergen (pada iterasi ke) Jumlah iterasi Jumlah iterasi total Waktu (detik)
5.50622. 10-6
149408210.77238
5.25
2321.83
5.83
2447.33 4.25 1258.28266
23.563
c
k 1
X
1
hik
i
h
1, 2,..., p;
(14)
1, 2,..., n
n
0 i 1
X
hik
n
h
1, 2,..., p;
(15) k 1, 2,..., c b. Matriks V Nilai mula-mula bagi V harus memenuhi kaidah [7]: V hik 1,1 h 1, 2,..., p; i
1, 2,..., n; k
1, 2,..., c
(16)
Pembedaan ini juga didasari pola dalam grafik nilai Jm yang cenderung bersifat konvergen namun tiba-tiba di ambang tercapainya kriteria penghentian ada perilaku melonjaknya nilai Jm. Perilaku melonjaknya nilai Jm ini agaknya yang membuat algoritma FPSO digabungkan dengan FCM pada bagian akhir. Algoritma FCM –dalam gabungan FCM-PSO— yang berfungsi mengendalikan sehingga nilai Jm kembali konvergen.Di sisi lain, FCM terhitung cepat untuk mencapai nilai Jm yang bahkan mendekati nol. Sepintas jika kita amati gambar 2 maka akan terlihat jika nilai keanggotaan yang dibangkitkan
c
k 1
c.
V
hik
0
h
TABEL II HASIL SEGMENTASI CITRA
1, 2,..., p;
i 1, 2,..., n (17) Matriks Pbest Nilai mula-mula bagi Pbest didapat dari iterasi pertama di mana
Pbest hik i
X hik 1, 2,..., n; k
h
Citra Asli
FCM
FCM-PSO
1, 2,..., p; 1, 2,..., c
d. Matriks gbest Nilai mula-mula bagi Pbest didapat dari iterasi pertama di mana nilainya adalah dari partikel bernilai Jm terbaik menurut rumus berikut i 1, 2,..., n; gbest ik X tik
k 1, 2,..., c t adalah partikel terbaik (Jm terendah, karena fungsi minimasi)
(18)
(19)
C. Hasil Pengamatan Fungsi Objektif Jm akan diamati tidak hanya pada iterasi keberapa nilainya konvergen tetapi juga nilai akhirnya. Pada tabel I dapat dilihat bahwa rata-rata pada iterasi ke 5,25 nilai Jm mulai konvergen untuk metode FCM, nilai rata-rata ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan milik FCM-PSO yaitu sebesar 2321,83. Dalam penelitian ini dibedakan antara iterasi dan iterasi total untuk pengamatan FCM-PSO. Pembedaan itu
pada awalnya tinggi namun menghujam dengan cepat. Gambar ini mewakili semua grafik pengamatan percobaan FCM yang dilakukan, pola pergerakan nilai Jm dapat dikatakan identik untuk metode FCM. Nilai rata-rata Jm yang dihasilkan oleh masingmasing FCM dan FCM-PSO menunjukkan bahwa FCM memiliki nilai Jm yang mendekati 0 sebesar 5.50622. 10-6 sedangkan Jm FCM-PSO sebesar 149408210.77238. Nilai variabel lain yang diamati adalah jumlah iterasi, jumlah iterasi di sini adalah jumlah iterasi yang terjadi hingga saat proses iterasi berhenti. FCM mengungguli FCM-PSO untuk iterasi totalnya namun jika dibandingkan dengan FCM-PSO gabungan maka iterasi FCM-PSO mengungguli FCM. Penyebaran kawanan berdampak pada waktu yang diperlukan oleh FCM-PSO untuk berproses. Jika Jurnal EECCIS Vol. 8, No. 1, Juni 2014
32 dianalogikan FCM hanya mengutus 1 agen sedangkan FCM-PSO mengutus beberapa agen. FCM mengungguli FCM-PSO di variabel waktu eksekusi.
5.
mendekati kondisi nyata dalam citra yang diamati. Target untuk mengelompokkan citra menjadi 4 daerah yaitu jalan, air permukaan, pemukiman dan hijauan berdasarkan warna tidak dapat tercapai.. REFERENSI
[1]
Gambar 2. Nilai Jm dalam segmentasi citra Pantai Ngadirojo Pacitan; FCM (atas), FCM-PSO (bawah)
IV. KESIMPULAN Dari penelitian dan pembuatan perangkat lunak Penerapan Metode Hybrid Fuzzy C-Means dan Particle Swarm Optimization (FCM - PSO) untuk Segmentasi Citra Geografis dapat disimpulkan bahwa: 1. Rata-rata nilai akhir fungsi objektif Jm pada FCM lebih baik dibandingkan dengan FCM-PSO yaitu 5.50622.10-6 dibandingkan 149408210.77238. 2. FCM lebih cepat konvergen dalam mencari nilai Jm dibandingkan dengan FCM-PSO sehingga waktu rata-rata yang diperlukan FCM lebih singkat yaitu 23,563 detik dibandingkan FCM-PSO sebesar 1258.28266 detik. 3. FCM-PSO memiliki rata-rata jumlah iterasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan FCM (4.25 iterasi : 5.83 iterasi). 4. Hasil segmentasi metode FCM-PSO lebih
Jurnal EECCIS Vol. 8, No. 1, Juni 2014
Gonzalez, R.C. dan Woods, R.E., 2004. Digital Image Processing Using MATLAB. Prentice Hall. New Jersey. [2] Izakian, H., Abraham, A., dan Snasel, V., 2009. Fuzzy Clustering Using Hybrid Fuzzy C-Means and Fuzzy Particle Swarm Optimization. Proceeding of World Congress on Nature and Biologically Inspired Computing (NaBIC 2009). IEEE Press. India. [3] Heywood, I., Cornelius, S. dan Carver, S., 2006. An Introduction To Geographical Information Systems. 3rd Ed. Pearson Education Ltd. Essex. [4] Faiz, S. dan Krichen, S., 2013. Geographical Information Systems and Spatial Optimization. CRC Press. Boca Raton. [5] Engelbrecht, A.P., 2007. Computational Intelligence: An Introduction. 2nd Ed. John Wiley & Sons Inc. Great Britain. [6] Blondin, J., 2009. Particle Swarm Optimization: A Tutorial. [Online]. Available: http://cs.armstrong.edu/saad/csci 8100/pso_tutorial.pdf. 1 Maret 2014. [7] Pang, W., Wang, K., Zhou, C., dan Dong, L., (2004). Fuzzy Discrete Particle Swarm Optimization For Solving Traveling Salesman Problem. Proceedings of the fourth international conference on computer and information technology (pp. 796– 800). IEEE CS Press. [8] Clerc, M., 2011. From Theory to Practice in Particle Swarm Optimization in B.K., Panigrahi et.al(ed.), Handbook of Swarm Intelligence: Concepts, Principles and Applications. Berlin:Springer. p. 3-36. [9] Clerc, M., 2006. Particle Swarm Optimization. London:ISTE Ltd. [10] Santosa, B dan Willy, P., 2011. Metoda Metaheuristik: Konsep dan Implementasi. Guna Widya. Surabaya. [11] Rao, S.R., 2009. Engineering Optimization: Theory and Practice, 4th Edition. John Wiley & Sons, Inc. Hoboken, New Jersey. [12] Izakian, H. dan Abraham, A., 2011. Fuzzy C-Means and Fuzzy Swarm for Clustering Problem. Journal Expert System with Application Volume 33 Issue 3. Elsevier Science. Netherlands. Herditomo lahir di Sleman tahun 1986. Menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Pandaan, Pasuruan. Tahun 2009 mendapatkan gelar Sarjana Komputer dari Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta dengan minat Rekayasa Sistem Komputer. Saat ini (2014) sedang menempuh pendidikan Magister Teknik Elektro Universitas Brawijaya Malang.. Mengajar di Program Studi Teknik Informatika, Universitas Ma Chung, Malang dalam kurun waktu September 2011 – Januari 2014. Pada tahun 2014 diterima sebagai CPNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur..