e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No.1-Tahun 2015)
PENERAPAN METODE BERCERITA BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA LISAN PADA ANAK Ni Kadek Ayu Mekarningsih1, I Nyoman Wirya2, Mutiara Magta3 123
jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected].,
[email protected].,
[email protected] Abstrak Permasalahan dalam penelitian ini mengenai rendahnya kemampuan berbahasa lisan anak kelompok B1 TK Pra Widya Dharma Kintamani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berbahasa lisan melalui penerapan metode bercerita berbantuan media audio visual pada anak kelompok B1 di TK Pra Widya Dharma Kintamani, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli semester II tahun pelajaran 2014/2015.Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK), yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian ini berjumlah 25 anak. Pengumpulan data penelitian menggunakan lembar observasi, sedangkan hasilnya dianalisis dengan metode statistik deskriptif dan statistik deskriptif kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan siklus I sebesar 65,06% berada pada kategori sedang dan pada siklus II meningkat menjadi 80,26% berada pada kategori tinggi. Jadi peningkatan kemampuan berbahasa lisan dengan metode bercerita berbantuan media audio visual sebesar 15,20%. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penerapan metode bercerita berbantuan media audio visual dapat meningkatkan kemampuan berbahasa lisan anak TK Pra Widya Dharma Kintamani. Kata kunci: kemampuan berbahasa lisan, metode bercerita, media audio visual Abstract Problems in this study about the low oral language skills of children in group B1 Kindergarten Pra Widya Dharma Kintamani. This study aims todetermine the increaseorallanguage skillsthrough the application ofmethods ofstorytellingaidedaudiovisualmediain childrenkindergartenPreB1groupWidyaDharmaKintamani, Kintamani, BangliRegencysecond semester ofthe academic year2014/2015. This research uses amethod ofclassroom action research(PTK), which isconducted in two cycles. Subjectsof this studyof 25 children. Datacollectionresearchusingobservation sheets,whilethe results were analyzedbyquantitative descriptive method. The result showedthat an increase inthe first cycle of65.06% in the medium categoryand the second cycleincreased to80.26% at the high category.%.So the increase in oral language skills with storytelling aided
audio-visual media 15.20%. The conclusion from this study that the application of the method of storytelling aided audio-visual media can enhance the oral language skill of kindergarter children Pra Widya Dharma Kintamani. Keywords: oral language skills, storytelling, audio-visual media
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No.1-Tahun 2015) PENDAHULUAN Anak usia dini merupakan sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada pada rentan usia 0-6 tahun. Pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia. Proses pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada anak harus memperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan anak. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa “Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Pada usia ini sangat baik untuk memberikan pendidikan atau stimulus kepada anak karena pada anak usia dini merupakan pendidikan yang paling mendasar dan menempati kedudukan sebagai golden age. Untuk memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak maka perlu disusun standar PAUD. Standar PAUD merupakan bagian integral dari Standar Nasioanal Pendidikan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang “Standar Nasional Pendidikan yang dirumuskan dengan mempertimbangkan karakteristik penyelenggaraan PAUD”. Melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan permendiknas nomor 58 tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini yang menyatakan “bahwa tujuan pendidikan taman kanak-kanak adalah membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi nilai agama dan moral, fisik atau motorik, seni, kognitif, sosial emosional, kemandirian dan bahasa”.
Kemampuan bahasa merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan seseorang, tanpa bahasa manusia tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain, menyampaikan ide, gagasan pikiran, dan perasaan kepada manusia lainnya baik dalam situasi formal maupun situasi non formal. Menurut Miller (dalam Wahyudin dan Agustin, 2012:38) bahasa adalah “suatu urutan kata-kata, bahasa juga dapat digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai tempat yang berbeda atau waktu yang berbeda”. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dengan orang lain dan kemudian berlangsung dalam suatu interaksi sosial. Menurut Dendy (dalam Megawati, 2013) “bahasa lisan adalah bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasarnya”. Bahasa lisan mencakup aspek lafal, tata bahasa (bentuk kata dan susunan kalimat), dan kosa kata. Lafal merupakan aspek pembeda ragam bahasa lisan dan tulisan. Kemampuan berbahasa lisan anak akan berkembang sejalan dengan rasa ingin tahu serta antusias yang tinggi, sehingga timbul pertanyaanpertanyaan dari anakdengan kemampuan bahasanya. Kemampuan berbahasa lisan juga akan terus berkembang sejalan dengan intensitas anak pada teman sebayanya dan lingkungan dimana anak tinggal. Lingkungan yang banyak memberikan stimulus akan memperkaya perbendaharaan kata anak. Seperti yang dikemukakan oleh Jean Piaget (1972) “anak belajar melalui interaksi dengan lingkungannya” (dalam Suyadi, 2010:11). Orang tua di rumah dan guru memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Guru harus mampu memilih metode atau model pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran, tentunya metode atau model pembelajaran yang akan digunakan harus menyesuaikan dengan keadaan, kebutuhan dan kemampuan anak. Guru dihadapkan pada sejumlah metode-metode pembelajaran yang ada, serta media pendukung untuk memperlancar proses pembelajaran. Guru dituntut untuk mampu mengenali
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No.1-Tahun 2015) karakteristik anak terlebih dahulu sebelum memilih metode-metode pembelajaran serta media pendukung yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Metode merupakan “cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik dalam upaya mencapai tujuan” (dalam Sutikno, 2014:34). Upaya ini dilakukan guru agar dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangan pada anak salah satunya yaitu aspek perkembangan bahasa terutama pada berbahasa lisan anak. Hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan di kelompok B1 TK Pra Widya Dharma Kintamani, dari 25 anak ditemukan 17 anak yang kemampuan berbahasa lisannya masih dalam kategori rendah mendapat bintang ( * ). Sedangkan 5 anak dapat dikategorikan sudah mulai berkembang sesuai harapan yang kemampuan berbahasa lisannya dan mendapatkan bintang ( ** ). Dan hanya 3 anak dikategorikan sudah berkembang sesuai harapan dan yang mendapatkan bintang ( *** ) dan tidak ada anak yang mendapatkan bintang (****). Hari pertama observasi, 3 anak yang terlihat sangat aktif dan mampu mengulang kembali cerita yang dibacakan oleh gurunya. Namun 22 anak terlihat kemampuan bahasanya terutama dalam bahasa lisannya masih pada kategori rendah, hal ini terlihat ketika di ajak berkomunikasi, masih ada beberapa yang tampak takut, enggan, malu-malu dan ada pula anak yang di suruh kedepan hanya diam tampa mengeluarkan kata-kata apapun. Setiap hari saat di ajak bercerita memang sebagian anak terlihat kurang merespon kegiatan yang diberikan guru. Selama seminggu setiap kegiatan di area bahasa terutama dalam kegiatan bercerita hanya menggunakan media buku cerita. Data hasil observasi awal perkembangan berbahasa lisan pada anak kelompok B1 di TK Pra Widya Dharma Kintamani menunjukkan bahwa nilai M% = 57,33% dan setelah di konvermasikan kedalam PAP skala lima perkembangan berbahasa lisan anak di kelompok B1 di TK Pra Widya Dharma Kintamani berada pada kriteria rendah.
Rendahnya perkembangan kemampuan berbahasa lisan pada anak kelompok B1 TK Pra Widya Dharma Kintamani dapat disebabkan oleh beberapa permasalahan. Pertama, kegiatan pembelajaran pengembangan kemampuan bahasa terutama dalam berbahasa lisan anak hanya bersifat penerima pasif segala informasi yang disampaikan oleh guru sehingga tidak memunculkan rasa percaya diri anak untuk mengeluarkan idea atau pikirannya. Anak merasa takut akan salah dalam menyampaikan pikirannya. Kedua, dalam kegiatan pengembangan berbahasa lisan dilakukan dengan kegiatan yang monoton, membuat anak menjadi jenuh mengakibatkan rasa ingin tahu anak berkurang terhadap apa yang akan diberikan sehingga tidak ada timbal balik antara guru dan anak dalam kegiatan bercerita. Ketiga, dalam kegiatan pengembangan kemampuan berbahasa lisan anak dilaksanakan tidak didukung dengan media dan alat peraga yang memadai dan menarik sehingga kurangnya minat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yang akan diberikan terutama dalam kegiatan bercerita. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan menerapkan metode bercerita berbantuan media audio visual di pilih karena “metode bercerita merupakan salah satu bentuk pemberian pengalaman belajar bagi anak TK. Melalui metode bercerita, anak dilatih untuk menjadi pendengar yang kritis dan kreatif” (Yulianti, 2010:37). Metode bercerita merupakan salah satu metode pembelajaran di taman kanak-kanak (TK) yang dapat digunakan untuk mengembangkan perkembangan bahasa anak. Selain itu bercerita dapat dijadikan sebagai media untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat. Pemilihan tentang metode bercerita berbantuan media audio visual ini juga dikuatkan oleh hasil penelitian dari peneliti sebelumnya yaitu Utariani (2014), menyatakan bahwa kemampuan berbahasa meningkat dengan diterapkannya metode bercerita pada anak kelompok A di TK Widia Kumara Padangbulia. Indrawati
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No.1-Tahun 2015) (2012), menyatakan bahwa Kemampuan berbahasa lisan anak dapat meningkat dengan diterapkannya metode bercerita pada anak kelompok B di TK Tunas Karya Desa Waluh Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang. Sinter (2013), menyatakan bahwa kemampuan berbahasa anak dapat meningkat melalui implementasi metode bercerita pada anak kelompok B di TK Panji Widya Kumara Panji Anom Kecamatan Sukasada.Dengan penerapan metode bercerita berbantuan media audio visual dapat meningkatkan kemampuan berbahasa lisan anak. Metode bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak didik Taman Kanak-kanak. Gunarti, 2008:5.3 (dalam Indrawati, 2012:6) “Dalam pelaksanaan pembelajaran di Taman Kanak-kanak metode bercerita dilaksanakan dalam upaya memperkenalkan, memberikan keterangan, atau penjelasan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai potensi dasar anak Taman Kanakkanak”. Depdiknas, 2001:19 (dalam somenadi, 2013) menyebutkan “tujuan metode bercerita melatih daya tangkap anak, melatih daya pikir anak, melatih daya konsentrasi anak, membantu perkembangan fantasia atau imajinasi anak, menciptakan suasana menyenangkan dan akrab di dalam kelas”. “Metode bercerita bagi anak TK usia 4-6 tahun bertujuan agar anak mampu mendengarkan dengan seksama terhadap apa yang disampaikan orang lain, anak dapat bertanya, selanjutnya anak dapat menceritakan dan mengekspresikan terhadap yang didengarkan atau yang diceritakannya” (dalam Widiasih, 2013). Kelebihan metode cerita yaitu apat menjangkau jumlah anak yang relative lebih banyak, waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan efektif dan efisien, pengaturan kelas menjadi lebih sederhana, guru dapat menguasai kelas dengan mudah, secara relatif tidak banyak menggunakan biaya. Kekurangan metode bercerita yaitu anak didik menjadi pasif, karena lebih
banyak mendengarkan atau menerima penjelasan dari guru, kurang merangsang perkembangan kreativitas dan kemampuan siswa untuk mengutarakan pendapatnya, daya serap atau daya tangkap anak didik berbeda dan masih lemah sehingga sukar memahami tujuan pokok isi cerita, cepat menumbuhkan rasa bosan terutama apabila penyajiannya tidak menarik. Djamarah, 1995 (dalam widiasih, 2013) Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan bercerita yaitu guru mengatur organisasi kelas (posisi tempat duduk anak), selanjutnya, guru merangsang anak agar mau mendengarkan dan memperhatikan isi cerita, kemudian, guru mulai bercerita, (cerita sederhana) dengan terlebih dahulu menyebutkan judul cerita, setelah selesai bercerita, guru memberikan tugas pada anak-anak untuk menceritakan kembali isi cerita tersebut secara bergantian, guru memberikan pujian pada anak yang sudah bisa dan memberikan motivasi kepada anak yang belum biasa. Media adalah perantara atau pembawa pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Menurut Gerlach & Ely, 1971 (dalam Latif, dkk. 2013:151) media adalah “bila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisis yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan keterampilan, atau sikap”. Dalam proses belajar mengajar media memiliki peranan yang sangat penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Hamalik, 1986 (dalam Arsyad, 2009:4) mengemukakan bahwa “dimana ia melihat bahwa hubungan komunikasi akan berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila menggunakan alat bantu yang disebut media komunikasi”. Sementara itu, Gagne dan Briggs, 1975 (dalam Arsyad, 2009:4) mengatakan bahwa “media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televise, dan computer”.
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No.1-Tahun 2015) Adapun jenis dan klasifikasi media, yang terbagi secara umum menjadi 3 yaitu media audio, media visual dan media audio visual.Menurut Sukiman (2012:184) media audio visual adalah “media penyaluran pesan dengan memanfaatkan indera pendengaran dan penglihatan”.Media ini selain mengandalkan kemampuan penglihatan dan pendengaran dari penggunanya. Latif, dkk (2013:154) “Media audio visual mempunyai dengan media grafis dalam arti menyajikan rangsanganrangsangan visual”.dalam kegiatan pembelajaran terutama dalam kegiatan bercerita dengan menggunakan media audio visual maka akan merangsang minat anak untuk mendengarkan cerita dan akan berpengaruh terhadap konsentrasi anak. sehingga daya ingat anak akan panjang dan ini juga akan mempengaruhi perkembangan kemampuan berbahasa lisan anak karena anak merasa percaya diri dengan kosa kata yang telah diingat melalui cerita yang di dengarnya. Sedangkan Djamarah dan Zain (2006:124) media audio visual adalah “media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar”. Rinanto, 1982: 53-56 (dalam Purwasih, 2013)manfaat media audio visual yaitu memberikan konsep yang benar,mendorong minat anak, menghemat waktu,meningkatkan keingintahuan anak, meningkatkan daya ingat terhadap pelajaran.Metode bercerita menggunakan media audio visual memiliki tujuan agar dapat mengembangkan daya kosentrasi dan daya ingat anak maka akan lebih mudah anak mengerti isi cerita yang di perdengarkan sehingga dapat mengembangkan kemampuan berbahasa lisan anak. METODE Subjek penelitian ini adalah anak pada kelompok B1 yang berjumlah 25 orang terdiri dari 13 putri dan 12 putra. Dan objek penelitian ini adalah TK Pra Widya Dharma Kintamani. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yakni variabel bebas dan variabel terikat. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu tahap
Perencanaan, tahap Pelaksanaan, tahap observasi/evaluasi, tahap Refleksi. Intrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Observasi dilakukan terhadap kegiatan peneliti dan anak dalam menerapkan metode bercerita dengan berbantuan media audio visual. Setiap kegiatan yang diobservasikan dikategorikan kedalam kualitas yang sesuai yaitu anak belum berkembang dengan tanda bintang satu ( * ), anak mulai berkembang dengan tanda bintang dua (**), anak berkembang sesuai harapan dengan tanda bintang tiga (***). Pedoman observasi adalah alat yang digunakan sebagai acuan pengamatan, untuk mengetahui sejauhmana perkembangan kemampuan berbahasa lisan anak melalui metode bercerita berbantuan media audio visual. Pelaksanaan observasi melibatkan beberapa indikator yang diamati dalam mengukur kemampuan berbahasa lisan anak. Terdapat 5 indikator yang diamati. Indikator pertama mau mengungkapkan pendapat secara sederhana sesuai dengan cerita yang ditonton dalam media audio visual, indikator kedua melengkapi kalimat sederhana yang sudah dimulai dengan guru sesuai dengan cerita yang ditonton dalam media audio visual indikator tiga menggunakan dan dapat menjawab pertanyaan apa, mengapa, dimana, berapa, bagaimana, dsb sesuai dengan cerita yang ditonton dalam media audio visual, indikator keempat mendengarkan dan menceritakan kembali cerita secara urut sesuai dengan cerita yang ditonton dalam media audio visual, indikator kelima melanjutkan cerita/dongeng yang telah didengar sebelumnya sesuai dengan cerita yang ditonton dalam media audio visual. Setelah data diperoleh dalam penelitian ini terkempul dilanjutkan dengan analisis data. Dalam menganalisis data ini digunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis statistik deskriptif kuantitatif. Agung (2012:67) menyatakan, Metode analisis statistik deskriptif ialah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan rumus-rumus statistik deskriptif seperti distribusi frekuensi, grafik, angka rata-rata, median, modus, mean dan standar deviasi,
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No.1-Tahun 2015) untuk menggambarkan suatu objek/variabel tertentu, sehingga diperoleh kesimpulan umum. Dalam penerapan metode analisis statistik deskriptif ini, data yang diperoleh dari hasil penelitian ini akan disajikan ke dalam:tabel distribusi frekuensi, menghitung angka rata-rata,menghitung median,menghitung modus, dan menyajikan data ke dalam grafik poligon. Dalam buku metode penelitian Agung (2014:110) menyatakan “metode analisis deskriptif kuantitatif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka mengenai suatu objek yang diteliti sehingga diperolah kesimpulan umum”. Metode analisis deskriptif kuantitatif ini digunakan untuk menentukan tingkat kemampuan berbahasa lisan pada anak melalui kegiatan bercerita dengan menggunakan media audio visual yang dikonversikan kedalam penilaian acuan patokan (PAP) skala lima, rumus yang digunakan dalam teknik analisis ini yaitu M(%) = ( ) x 100% (agung, 2014:144) Keterangan : M% M SMI
= Rata-rata skor anak = Mean = Skor maksimal ideal
Tingkat kemampuan berbahasa lisan yang diperoleh anak hasilnya dikonversikan dengan cara, membandingkan angka ratarata persen dengan criteria penilaian acuan patokan (PAP) skala 5 sebagai berikut. Tabel 1 Pedoman PAP Skala Lima Kriteriakemampuan Persentase berbahasa lisan 90-100 Sangat Tinggi 80-89 Tinggi 65-79 Sedang 55-64 Rendah 0-54 Sangat Rendah (Agung, 2014:118) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Jika data kemampuan berbahasa lisan pada siklus I dibandingkan dengan
siklus II, maka diketahui adanya peningkatan kemampuan berbahasa lisan anak yang disajikan pada tabel 2. Tabel 2 Deskripsi Data Kemampuan Berbahasa Lisan Pada Siklus I Dan Siklus II Kemampuan berbahasa lisan Deskripsi Siklus I Siklus II Rata-rata 9,76 12,04 Modus 8,00 13,00 Median 9,00 12,00 Rata-rata persen (M%) dengan 65,06% 80,26% kriteria penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa Mo, Me, Mean dimana Mo < Me < Mean (8,00 < 9,00 < 9,76), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data-data kemampuan berbahasa lisan pada siklus I merupakan kurva juling positif. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa skor kemampuan berbahasa lisan anak kelompok B1 di TK Pra Widya Dharma Kintamani cenderung sedang. Berdasarkan tabel 2, terlihat bahwa nilai M% = 65,06% dikonvermasikan ke dalam PAP skala lima berada pada tingkat penguasaan 65-79% yang berarti bahwa kemampuan berbahasa lisan pada anak kelompok B TK Pra Widya Dharma Kintamani semester II pada siklus I berada pada kategori sedang. Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa Mo, Me, Mean dimana Me < Mean < Mo (12,00 < 12,04 < 13,00), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data-data kemampuan berbahasa lisan pada siklus II merupakan kurva juling negatif. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa skor kemampuan berbahasa lisan anak kelompok B1 di TK Pra Widya Dharma Kintamani cenderung tinggi. Berdasarkan tabel 2, terlihat bahwa nilai M% = 80,26% dikonvermasikan ke dalam PAP skala lima berada pada tingkat penguasaan 80-89% yang berarti bahwa kemampuan berbahasa lisan pada anak kelompok B TK Pra Widya Dharma Kintamani semester II pada siklus I berada pada kategori tinggi.
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No.1-Tahun 2015) Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif, diperoleh kemampuan berbahasa lisan anak yang menunjukkan terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I sebesar 65,06% yang tergolong sedang meningkat pada siklus II sebesar 80,26% yang tergolong tinggi. Pembahasan Sesuai hasil pengamatan dan temuan peneliti selama pelaksanaan tindakan pada siklus I terdapat beberapa masalah yang menyebabkan kemampuan berbahasa lisan pada anak masih berada pada kriteria sedang. Adapun kendala-kendala dan kekurangan penerapan metode bercerita berbantuan media audio visual pada siklus 1 yaitu beberapa anak masih kurang aktif dalam mengikuti kegiatan, guru memberikan pertanyaan banyak anak hanya diam, anak tidak mau maju kedepan untuk berpendapat, apa yang disuruh guru anak hanya menggelengkan kepala dan hanya beberapa anak yang terlihat aktif, banyak anak yang kurang terfokus pada kegiatan yang dilaksanakan karena anak masih terfokus kepada media yang guru gunakan dan terdapat beberapa anak yang bercanda dan bermain dengan temannya, cerita dari film yang disajikan terlalu panjanng untuk dipahami anak, sehingga pada indikator menceritakan kembali cerita yang telah diperdengarkan, banyak anak yang masih memproleh bintang ( * ) atau belum berkembang, tokoh-tokoh dalam cerita kurang menarik minat anak hingga anak kurang merasa tertarik untuk menyimak cerita yang disajikan. Dalam mengatasi kendala-kendala tersebut, maka usaha yang dapat penulis lakukan setelah berkonsultasi dengan kepala TK dan Guru kelas yaitu bercerita dengan media audio visual yang lebih menarik lagi, yaitu mengemas cerita yang ditampilkan dengan tokoh-tokoh yang disukai anak, cerita yang mudah dipahami anak, dan film yang dipilih ditambahkan cerita yang lucu sehingga anak tidak merasa bosan, menampilkan film dengan sederhana agar mudah dipahami oleh anak sehingga nilai-nilai positif yang terdapat dalam cerita yangg disajikan dapat
dipahami oleh anak, membimbing dan mendampingi anak dalam kegiatan bercerita serta memberikan stimulus untuk memotivasi anak agar bisa terfokus pada kegiatan dengan memberikan nilai. Nilai yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan anak di dalam melakukan kegiatan. Berdasarkan hasil refleksi tersebut, maka penelitian tindakan kelas ini perlu dilanjutkan ke siklus II untuk peningkatan dan penyempurnaan selanjutnya. Adapun temuan-temuan yang diproleh selama pelaksanaan siklus II yaitu secara garis besar proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan rencana kegiatan harian yang direncanakan oleh peneliti, sehingga kemampuan berbahasa lisan anak yang diharapkan dapat tercapai, anak menunjukkan antusiasme untuk melakukan kegiatan bercerita dengan berbantuan media audio visual. Ini terlihat saat guru menampilkan sebuah cerita melalui media audio visual anak dengan fokus memperhatikan apa yang di tampilkan guru dan setelah selesai mendengarkan cerita anak mampu menjawab pertanyaan guru dengan baik, peneliti dalam hal ini sebagai guru yang memberikan arahan pada anak apabila ada hal yang belum dimengerti atau dipahami. Secara umum proses pembelajaran dengan penerapan media audio visual untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan anak sudah berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan rata-rata persentase (M%) kemampuan berbahasa lisan dari siklus I ke siklus II, sehingga peneliti memandang ini cukup sampai disiklus II dan tidak dilanjutkan kesiklus berikutnya. Berdasarkan perbaikan serta menciptakan kegiatan pembelajaran yang dipaparkan pada refleksi siklus I, maka siklus II diperoleh adanya peningkatan terhadap anak yang mengalami perkembangan bahasa dalam kemampuan berbahasa lisan yaitu dari 65,06% pada siklus I meningkat menjadi 80,26% pada siklus II yang tergolong tinggi, yang berada pada tingkat penguasaan 80-89%. Dengan demikian, pada siklus II kemampuan berbahasa lisan anak dikatakan berhasil meningkat sesuai dengan kriteria yang
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No.1-Tahun 2015) diharapkan. Terjadinya peningkatan kemampuan berbahasa lisan pada anak dalan penelitian tindakan kelas ini, disebabkan oleh rasa tertarik anak pada kegiatan bercerita dengan berbantuan media audio visual yang diterapkan guru. Sehingga kemampuan berbahasa lisan anak semakin meningkat dan kegiatan pembelajaran mencapai hasil yang diinginkan. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif, diperoleh kemampuan berbahasa lisan pada anak terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II setelah penerapan metode bercerita berbantuan media audio visual. Rata-rata skor kemampuan berbahasa lisan mengalami peningkatan dari 65,06% pada siklus I dengan kategori sedang meningkat menjadi 80,26% pada siklus II dengan kategori tinggi. Keberhasilan penerapan metode bercerita dalam penelitian untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan pada anak di dukung dengan adanya media audio visual. Peranan media tidak akan terlihat bila penggunaannya tidak sejalan dengan isi dari tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Karena itu, tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media. Apabila diabaikan, maka media bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Hasil temuan dari penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indrawati (2012) yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Lisan Melalui Metode Bercerita Pada Kelompok B Tk Tunas Karya Desa Wuluh Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang” penelitian yang dilakukan oleh indrawati menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berbahasa lisan anak kelompok B Tk Tunas Karya Desa Wuluh Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang setelah diterapkannya metode bercerita. Selain itu penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mukatiatun (2014) yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini Melalui Media Audio Visual” penelitian yang dilakukan oleh Mukatiatun
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berbahasa melalui media audio visual. Penerapan metode bercerita dengan berbantuan media audio visual dapat memberikan pengaruh besar terhadap kemampuan berbahasa lisan anak. Berdasarkan hasil penelitian dan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode bercerita berbantuan media audio visual dapat meningkatkan kemampuan berbahasa lisan pada anak kelompok B1 di TK Pra Widya Dharma Kintamani semester genap Tahun pelajaran 2014/2015. Keberhasilan metode bercerita berbantuan media audio visual didukung dengan antusias anak dalam mengikuti kegiatan. Adapun penigkatan penerapan metode bercerita berbantuan media audio visual untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan anak merupakan salah satu kegiatan pembelajaran terutama dalam kegiatan bercerita dengan menggunakan media audio visual yang akan merangsang minat anak untuk mendengarkan cerita dan akan berpengaruh terhadap konsentrasi anak. sehingga daya ingat anak akan panjang dan ini juga akan mempengaruhi perkembangan kemampuan berbahasa lisan anak karena anak merasa percaya diri dengan kosa kata yang telah diingat melalui cerita yang di dengarnya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis pada bab IV, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Terdapat peningkatan kemampuan berbahasa lisan pada anak kelompok B1 TK Pra Widya Dharma Kintamani setelah diterapkan metode bercerita berbantuan media audio visual pada siklus I sebesar 65,06% berada pada kategori sedang dan pada siklus II meningkat menjadi 80,26% berada pada kategori tinggi. Jadi, terjadi peningkatan kemampuan Berbahasa Lisan dengan metode bercerita berbantuan audio visual sebesar 15,20%. Peningkatan ini disebabkan setelah diterapkan media audio visual yang isi ceritanya lebih sederhana, cerita yang ditampilkan menarik dan diiringi dengan memberikan motivasi kepada anak.
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No.1-Tahun 2015) Saran Berdasarkan hasil penelitaian dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa saran yaitu Kepada Kepala TK, diharapkan kepala sekolah menganjurkan kepada guru-guru untuk menerapkan metode bercerita dengan berbantuan media audio visual untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan anak, kepada guru, guru diharapkan mampu berinovasi dan berkreasi dalam menyajikan pertunjukan bercerita dengan berbantuan media audio visual dengan tema cerita dan isi cerita yang lebih menarik lagi dan dekat dengan lingkungan anak, agar dapat membuat anak menjadi tertarik ketika mendengarkan cerita sehingga kemampuan berbahasa lisan dapat ditingkatkan, kepada peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai metode bercerita berbantuan media audio visual disarankan untuk melakukan penelitian yang lebih luas atau mendalam tentunya hal-hal yang belum terjangkau dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Agung, A A Gede. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: FIP Undiksha Press.
Indrawati, Luluk. (2012). “Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Lisan Melalui Metode Bercerita Pada Kelompok B TK Tunas Karya Desa Wuluh Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang”. (hal 6-7. Koyan, I Wayan. 2012. Statistik Pendidikan. Singaraja: FIP UNDIKSHA Press Latif, Mukhtar dkk. 2013. Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Prenada Media Group. Megawati, Ni Made Pande. (2013). “Penerapan Model Pembelajaran Talking Stick Berbantuan Media Gambar Berseri Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Lisan”. Volume1, Nomor 1 (hlm 2), Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009, tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembina TK dan SD.
Purwasih. (2013). Peranan Penggunaan -------, A A Gede. 2014. Buku AjarMetodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Aditya Media Publishing. Agustini, Ni Luh Putu Jesi. 2014. Penerapan Metode Bercerita Berbantuan Media Panggung Boneka Untuk Meningkatkan Perkembangan Bahasa Pada Anak Kelompok B Tahun Pelajaran 2013/2014 Di TK Ganesha Singaraja. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, FIP Undiksha. Arsyad, Azhar. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Media Audio Visual Dalam Meningkatkan Minat Belajar Anak Di Kelompok B Paud Terpadu Tri Dharma Santi Lebagu Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong. No. Stambuk: A 411 09 002 (hal 125). Somenadi, Ketut. (2013). Penerapan Metode Bercerita Berbantuan Media Gambar Untuk Meningkatkan Kemampuan Bahasa Lisan Pada Anak Kelompok B Tk Stana Widya Kumara Depeha. Volume 1, Nomor 1 (hlm 5). Suyadi. 2010. Psikologi Belajar PAUD. Cetakan pertama. Yogyakarta: Pedagogia (PT Pustaka Insan Madani, Anggota IKAPI). Sukiman. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran. Cetakan Pertama.
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No.1-Tahun 2015) Yogyakarta: Pedagogia (PT Pustaka Insan Madani, Anggota IKAPI). Tegeh, Made. 2010. Media Pembelajaran. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press. Wahyudin, H.Uyu dan Mubiar Agustin. 2012. Penilaian Perkembangan anak usia dini. Bandung: PT Refika Aditama. Widiasih, Ni Ketut. (2013). Implementasi Metode Bercerita Berbantuan Mediagambar Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Pada Anak Tk Sinar Harapan Tahun Pelajaran 2012/2013. Volume 1, Nomor 1 (hlm 3). Yamin, Martinis dan Jamilah Sabri Sanan. 2013. Panduan PAUD. Ciputat: Referensi (Gaung Persada Press Group). Yulianti, Dwi. 2010. Bermain Sambil Belajar Sains Di Taman Kanak-kanak. Jakarta: PT Indeks.