Padi Hibrida 5 Varietas
oleh Setiarti Sukotjo
Institut Teknologi Indonesia September, 2010
CSS Research – Hybrid Rice
1
Kata Pengantar
Tulisan ini adalah bagian dari rangkaian penelitian yang dilaksanakan di beberapa area di Jakarta dan Jawa Barat. Pada kesempatan ini akan diltuliskan rangkuman dari penelitian yang berjudul Penanaman 5 Varietas Padi hibrida yang telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga September 2010. Dalam tulisan ini dibahas tentang proses penanaman 5 varietas padi hibrida, pemanenanya hingga pemberasannya guna mendapatkan pakem ataupun dasar yang tepat untuk menanam padi hibrida dengan merek dagang Super dan Prima. Tulisan ini didasari oleh survei lapang dan analisis data-data yang diperoleh di lapang serta difokuskan pada uji coba lapang selama kurun waktu satu tahun. Pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada berbagai pihak yangtelah membantu terwujudnya penelitian ini: 1. PT. Mulialand yang telah memberikan bantuan dana kepada penulis untuk melaksanakn penelitian dan penulisan ini. 2. Ibu Ir. Tri Rosandari MSi, sebagai Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian ITI atas bantuan dan ijin yang diberikan. 3. Bapak Dr.rer.nat. Abu Amar, sebagai Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat ITI atas dukungan yang diberikan. 4. Berbagai pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. Kami menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu kami menerima kritik dan saran guna perbaikan tulisan ini. Tulisan ini kami buat dengan harapan dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat petani padi. Serpong, September 2010 Penulis,
(Dra. Setiarti Sukotjo MSc)
i CSS Research – Hybrid Rice
2
DAFTAR ISI Hal PRAKATA ………………………………………………………………….
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………..
ii
I.
PENDAHULUAN 1. Penugasan ……………………………………………………….. 1 2. Tempat dan Waktu Penanaman …………………………………. 2
I.
II.
METODOLOGI 1. Metode Penanaman …………………..…………………………
3
1.a.
Di Simprug dan Cipete ………………..………………..
3
1.b.
Di Karawang dan Cikampek …………….……………..
4
2. Pemupukan ………………………..…………………………….
5
3. Proteksi Tanaman ………………………..……………………...
6
4. Irigasi ……………………………………………………..……..
7
HASIL PERTUMBUHAN TANAMAN PADI 1. Pembibitan dan Penanaman ……………………………………... 8 1.a.
Simprug dan Cipete …………………………………….
8
1.b.
Karawang dan Cikampek ……………………………….
10
2. Pertumbuhan Vegetatif .................................................................
11
2.a.
Varietas Prima ..................................................................
12
2.b.
Varietas WN 209 ..............................................................
13
2.c.
Varietas Super ..................................................................
14
2.d.
Varietas WN 609.............................................................
16
2.e.
Varietas P 56 B................................................................
17
3. Pertumbuhan Generatif ..............................................................
18
3.a.
Varietas Prima ..................................................................... 18
3.b.
Varietas WN 209 ................................................................ 19
3.c.
Varietas Super .................................................................... 20
CSS Research – Hybrid Rice
ii
3
III.
3.d.
Varietas WN 609 ................................................................ 21
3.e.
Varietas P 56 B .............................................................
24
PANEN, PROSESING DAN ORGANOLEPTIK 1. Umum ........................................................................................
25
2. Hasil Panen .................................................................................
29
2.a.
Varietas Prima ................................................................
32
2.b.
Varietas WN 209 ............................................................
33
2.c.
Varietas Super .................................................................
34
2.d.
Varietas WN 609 .............................................................
37
2.e.
Varietas P 56 B ................................................................
39
V. HASIL 3 MUSIM TANAM 1. Varietas Prima .............................................................................
41
2. Varietas Super .............................................................................
42
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
43
CSS Research – Hybrid Rice
iii
4
I.
PENDAHULUAN
1. PENUGASAN Mulia Land untuk ketiga kalinya menugaskan Tim CSS melakukan percobaan lanjutan untuk pertanaman 5 jenis padi hibrida, yaitu: Super, Prima, WN 209, WN 609 dan P 56B (nama perdagangan) pada musim Mareng (Maret~Juli) tahun 2010. Pertanaman ke 2 varietas padi hibrida (Super dan Prima) kali ini sebagai kelanjutan dan validasi membakukan „pakem‟ pertanaman musim kemarau 2009 yang telah dilaksanakan pada bulan April~Juli 2009 dan musim hujan, yaitu bulan Oktober 2009 ~ Februari 2010. Sementara 3 varietas baru, yaitu WN 209, WN 609 dan P 56B ditanam untuk mengetahui kemampuan produksi , kelebihan dan kelemahan didaerah tropis dan dibandingkan dengan 2 varietas sebelumnya. Pertanaman pada musim Mereng ini bertujuan untuk (1)
kemampuan adaptasi tingkat hasil,
memperoleh data tentang
(2)
(3)
kelemahan dan
kelebihan, serta
(4)
tingkat
ketahanannya pada hama penyakit dari 3 varietas baru, yaitu WN 209, WN 609 dan P (5)
56B. Selain itu pertanaman kali ini juga bertujuan untuk
membandingkan Gabah
Kering Giling (GKG) menjadi beras putih (rendemen) padi hibrida P 56 B, WN 209 dan WN 609 dengan padi hibrida yang sebelumnya sudah ditanam, yaitu Padi Super dan Prima dan membandingkan GKG dari kelima varietas padi hibrida tersebut di lokasi pertanaman yang berbeda. Permintaan kegiatan tersebut dalam pelaksanaannya oleh Tim CSS dilengkapi dengan kegiatan „benchmarking‟ berlokasi di Cipete, kegiatan validasi
2)
kegiatan verifikasi di lokasi Cipete,
di lokasi Cipete dan Simprug, dan
4)
Karawang dan Cikampek. Kegiatan-kegiatan tersebut untuk
1) 3)
kegiatan adaptif di lokasi (1)
memonitor,
(2)
validasi dan
(3)
mengawal kelancaran mencapai tujuan pertanaman sebagai antisipasi terhadap hal-hal
yang kemungkinan tidak menentu, karena
(1)
merupakan varietas baru di Indonesia, dimana
varietas padi hibrida yang ditanam (2)
adaptasi terhadap lingkungan tropis
perlu mendapat perhatian ekstra, terutama yang berkaitan dengan hama penyakit ; dimana tanaman hibrida umumnya rentan pada serangan hama penyakit. Selain itu, karena (3)khas ditanam pada musim yang tidak seperti tradisi setempat dan
(4)
memasuki musim yang
‟salah mongso/salah musim‟
CSS Research – Hybrid Rice
1
2. TEMPAT DAN WAKTU PENANAMAN Tempat kegiatan penanaman padi hibrida untuk validasi dilakukan di Simprug dengan koordinat 6º13'40"LS, 106º47'43" BT dan 53 m dpal, menggunakan 50 pot berisi lumpur sawah dari Cikampek yang bersih dari hama penyakit dengan waktu percobaan antara tanggal 12 Maret 2010 hingga tanggal 19 Juni 2010. Eksperimen 50 pot ini diurus optimal dan ditambah 5 pot lagi terbuka alamiah tanda perlindungan khusus. Kegiatan „benchmarking‟, verifikasi dan validasi dilakukan di Cipete dengan koordinat 6º16'39"LS, 106º67'40" BT dan 39 m dpal, mengunakan 4 pot sebagai monitoring pertanaman padi dari Simprug (pokok) dan 4 pot tanaman dari lapang sebagai monitor terhadap pertanaman Cikampek (pendukung). Kegiatan adaptif di lapang/sawah dilakukan di Cikampek dengan koordinat 6º18'33"LS, 107º31'21"BT dan 16 m dpal. Pertanaman dilakukan pada luasan sawah masing-masing ±500 m2, untuk varietas Super, Prima, P 56 B, WN 209 dan WN 609. Selain itu, kegiatan adaptif pendukung juga dilakukan di sawah di daerah Karawang Barat (redundant experiment) dengan koordinat 6.14.50.44 LS 107. 19. 21. 63 BT 6 m dpl.
CSS Research – Hybrid Rice
2
II.
METODOLOGI
Padi Hibrida Super dan Prima yang sebelumnya telah dilakukan uji tanam 2 kali musim di Simprug adalah produk turunan padi dari persilangan antara dua tetua padi (parent stock) yang berbeda secara genetik. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat, maka hibrida turunannya akan memiliki kombinasi vigor dan daya hasil yang lebih tinggi dari kedua tetua tersebut. Padi Super yang diperkenalkan dari Cina merupakan keturunan pertama atau F1 dari persilangan antara CMS II-32-A dan restorer Mian Hui 725 dari golongan indica. Jenis ini memiliki potensi hasil sebanyak 12 ton/ha GKG. Umur tanamannya 111 hari dengan tinggi tanaman 108-113 cm dan anakan produktif 13-14 batang. Bentuk bijinya pendek dan bulat berwarna kuning serta dibagian ujung berwarna ungu. Jumlah gabah per malai 208 butir, bobot 1.000 butir mencapai 30,29 gram (kadar air 14%) serta kadar amilosa 23,50%, protein 8,49%, dan karbohidrat 69,95%. Padi Prima diperkenalkan dari Cina merupakan keturunan pertama atau F1 dari persilangan antara CMS D Xing A dan restorer Mian Hui 725 dari golongan indica. Memiliki karakteristik dengan potensi hasil, yakni 12,02 ton/ha, dengan rata-rata 8,82 ton/ha dan umurnya pendek 107-109 hari. Tinggi tanamannya 97-114 cm, anakan produktifnya 13-15 batang dan jumlah gabah per malai 205 butir. Bentuk gabahnya panjang dan sedikit tebal. Bobot 1.000 butir gabahnya mencapai 31,71 g (kadar air 14%) dan memiliki kadar amilosa 25,35%, protein 8,84%, serta tekstur nasinya pulen.
Untuk varietas padi hibrida dengan nama dagang P 56 B, WN 209 dan WN 609 belum diketahui informasi biologisnya. Catatan tentang ketiga varietas yang berasal dari Cina tersebut di atas adalah penting atas dasar keterkaitannya dengan informasi ciri biologi, untuk kepentingan agonomi (terutma penjadualan pemupukan) dan pengendalian hama penyakit yang tentunya perlu pembuktian bila ditanam di daerah tropis.
CSS Research – Hybrid Rice
3
1. METODE PENANAMAN
Metode penanaman yang khas dan tepat untuk varietas baru, yaitu WN209, WN609 dan P56B masih belum ditemukan, maka digunakan „pakem‟ yang telah diaplikasikan pada padi Prima dan Super. „Pakem‟ yang dipakai antara lain adalah setiap rumpun/lubang digunakan 2 benih, umur tanam 11 hari dari hari sebar, pemberian pupuk 1.5 kali standar umum dan pupuk urea diberikan 3 kali (pupuk basal, susulan I dan susulan II). Pemupukan susulan II tidak boleh melewati „titik‟ waktu dari awal primordial. Untuk menjaga keamanan atau „security‟ terhadap hama/penyakit maka dilakukan „seed treatment‟ dengan bakterisida, insektisida dan fungisida.
1.a. Di Simprug dan Cipete
Padi yang ditanam pada percobaan ini ada 5 varietas hibrida, seperti disebutkan di atas. Setiap pot ditanam 2 rumpun dan setiap rumpun terdiri atas 2 benih. Percobaan dilakukan dengan menggunakan metode/cara tanam “tranplanting” dengan umur bibit 14 hari. Waktu tanam dilakukan bersamaan untuk melihat perbedaan umur secara fisik atau fisual bagi masing-masing varietas. Catatan yang diperoleh dari produsen menunjukkan bahwa umur P 56 B sekitar 115 hari dan WN 609 lebih dari 100 hari, sedangkan yang lain kurang dari atau sekitar 100 hari. Langkah penanaman di Simprug dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Perlakuan Penanaman di Simprug No 1 2 3 4 5
Jenis Padi Hibrida Super Prima WN 209 WN 609 P 56 B
CSS Research – Hybrid Rice
Jumlah Pot 10 10 10 10 10
Waktu Pembenihan 12 Maret 2010 12 Maret 2010 12 Maret 2010 12 Maret 2010 12 Maret 2010
Waktu Tanam 26 Maret 2010 26 Maret 2010 26 Maret 2010 26 Maret 2010 26 Maret 2010
Umur bibit saat tanam di pot
14 hari 14 hari 14 hari 14 hari 14 hari
4
Untuk irigasi, air yang digunakan adalah air dari PAM yang sudah disanitasi dengan diberi kaporit
1.b.
Di Kerawang dan Cikampek
Pertanaman yang dilakukan di Karawang dan Cikampek dilakukan pada waktu yang berbeda sesuai umur varietas dengan tujuan untuk dapat melakukan yang bersamaan, dengan pertimbangan
(1)
panen pada saat
(2)
mengurangi serangan hama penyakit dan
(3)
mempermudah pemeliharaan. Sistem tanam adalah “transplanting” untuk kedua area
sawah, satu lubang/tancap 2 benih. Penanaman dilakukan dengan metode rel, namun di Cikampek ditambahkan 1 rumpun di tengah (diagonal). Perlakuan metode penanaman di Karawang dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Perlakuan Metoda Penanaman di Karawang Jenis Padi Hibrida Super Prima WN 209 WN 609 P 56 B
No 1 2 3 4 5
*)
Jarak Tanam (cm) 10 x 20 x 40 10 x 20 x 40 10 x 20 x 40 10 x 20 x 40 10 x 20 x 40
Waktu Pembenihan 5 April 2010 15 April 2010 15 April 2010 5 April 2010 5 April 2010
Waktu Tanam 25 April 2010 4 Mei 2010 4 Mei 2010 25 April 2010 25 April 2010
Umur bibit *) saat tanam di pot
20 hari 19 hari 19 hari 20 hari 20 hari
Direncanakan umur 15 hari, tapi mundur karena kelangkaan „tukang tandur‟
Pertanaman di Cikampek dilakukan pada waktu yang sedikit berbeda dari Karawang. Secara rinci, penanaman adalah seperti yang terlihat pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Perlakuan Metoda Penanaman di Cikampek No 1 2 3 4 5
Jenis Padi Hibrida Super Prima WN 209 WN 609 P 56 B
Jarak Tanam (cm)* 10 x 20 x 40 10 x 20 x 40 10 x 20 x 40 10 x 20 x 40 10 x 20 x 40
Waktu Pembenihan 7 April 2010 17 April 2010 17 April 2010 7 April 2010 7 April 2010
Waktu Tanam 24 April 2010 3 Mei 2010 3 Mei 2010 24 April 2010 24 April 2010
Umur bibit saat tanam di pot
17 hari 16 hari 16 hari 17 hari 17 hari
Keterangan: * ditambah 1 rumpun di tengah diagonal
CSS Research – Hybrid Rice
5
2. PEMUPUKAN Pada dasarnya teknik pemupukan yang dilakukan, berpedoman pada fase pertumbuhan biologis hibrida dengan memperhatikan perkembangan (elongation) 3 jenis perakaran, pertumbuhan daun, anakan dan awal dari perkembangan primordia. Fase fase ini menuntun jaduwal atau waktu pemupukan urea susulan I dan II. Jenis pupuk yang digunakan ada 3 macam, yaitu pupuk organik, kompos dan pupuk pabrik/kimia. Khusus untuk Super dan P 56 B ditambah dengan ‟feather tea‟ atau pupuk organik konsentrat berbentuk cair. Dosis pemupukan ditentukan dengan dua referensi yaitu: hasil eksperimen ‟multi variates‟ (pada waktu musim kemarau dan musim hujan tahun sebelumnya) serta pendekatan perkiraan hasil beras per Ha yang diharapkan, yaitu per 1 ton beras putih kira kira memerlukan 45 kg N dengan memperhatikan kesuburan sumber daya alam setempat) atau setara dengan 300 kg urea untuk hasil 3 ton beras putih per Ha.
Pemupukan diberikan dengan dihamburkan (prill) 1.5 kali dosis normal/anjuran umum untuk inhibrida dan diberikan dalam 3 tahap, yaitu pemupukan basal Urea, KCl dan TSP (komposit), susulan 1 urea dan susulan 2 urea. Jadi pemberian pupuk untuk setiap lokasi pertanaman adalah setara dengan 480 kg/Ha Urea, 450 kg/Ha campuran/komposit Urea, KCl dan TSP (16-16-16).
Sebagai tambahan untuk pertanaman di Simprug dilakukan uji coba pemberian pupuk organik/hormon “feather tea” untuk meningkatkan pengisian biji / hasil, namun masih dikonsentrasikan pada 2 varietas, yaitu Super dan P 56 B. Pemberian dosis “feather tea” juga masih bersifat uji coba, yaitu 15 ml pupuk per 1 liter karena belum ada referensi cara penggunaan untuk tanaman padi.
Kompos juga ditambahkan pada saat pengolahan lahan. Jumlah kompos adalah setara (sekitar) 5-6 Ton/Ha, sedangkan pupuk organik (di luar sitosin) diberikan 1 karung (25 Kg) untuk 500 m2 atau setara dengan 5 Ton/Ha.
3. PROTEKSI TANAMAN Proteksi tanaman padi di Simprug dilakukan secara intensif dengan penyemprotan insektida, fungisida, bakterisida dan ditambah dengan penyemprotan ekstrak tembakau
CSS Research – Hybrid Rice
6
(air rendaman tembakau) untuk menjauhkan vektor hama dan penyakit.
Hal ini
dilakukan juga untuk tanaman perdu dipinggir lantai percobaan yang merupakan habitat hama teruatma sewaktu tanaman padi tidak ada. Penyemprotan dilakukan 1 kali setiap minggu untuk masing-masing jenis insektisida. Insektisida yang digunakan adalah Spontan dengan zat aktif dimehipo, bakterisida dan fungisida, Bactosyl dengan zat aktif oksitetrasiklin, serta fungisida Score zat aktif difenokonazol. Serangan burung ditahan dengan memasang jaring dan bunyi-bunyian.
Perlindungan tanaman di sawah, baik Karawang maupun Cikampek dilakukan dengan menyemprotkan pestisida sesuai dengan kebiasaan setempat, yaitu 2 minggu sekali kecuali pada saat pembungaan dilakukan tiap minggu dengan dosis dan jenis pestisida sama dengan yang dilakukan di Simprug. Dicatat disini bahwa kombinasi antara IPM dan Kearifan Pranata Mangsa memmbuahkan hasil yang baik, dimana terjadi ledakan hama wereng di Pantura, namun petak petak experimen hibrida ini selamat yaitu hampir tidak ada serangan hama apapun,kecuali burung. Yang lebih penting lagi adalah diatur penyemaian bibit padi ditepatkan sewaktu hama selesai masa bertelurnya, yatitu menghindari 5-7 hari setelah bulan purnama (referensi parnata mangsa).
4. IRIGASI Pengairan/irigasi di Simprug menggunakan air tanah yang dipompa, tanaman digenangi air setinggi 5 cm di atas permukaan lumpur dan setiap 5 sampai 7 hari sekali dikurangi airnya (drainase) sampai macak-macak, untuk kemudian diantaranya dilakukan pemupukan susulan urea dan tanah diaduk supaya tetap berlumpur baik. Hal yang sama juga dilakukan di sawah di Karawang dan Cikampek, yaitu menggunakan sistem irigasi Daerah Aliran Sungai Citarum yang kaya akan mineral dan bahan organik, namun juga sudah tercemar dengan limbah pabrik dan buangan rumah tangga, terutama yang di Karawang.
CSS Research – Hybrid Rice
7
III. PERTUMBUHAN PADI HIBRIDA
4. PEMBIBITAN DAN PENANAMAN
1.a. Simprug dan Cipete Berdasarkan pengalaman sebelumnya, sebelum penanaman padi untuk lokasi Simprug dilakukan sanitasi lingkungan dengan menyemprot habitat hama dengan insektisida. Selain itu, tanah di dalam pot juga diganti dengan tanah sawah bebas hama dari sawah musim pertanaman sebelumnya.
Pembenihan dan pembibitan dilakukan pada tanggal 12 Maret 2010 diawali dengan memilih benih yang bernas dengan cara merendam pada larutan garam (1 sdt dalam 0.5 L air), benih yang mengapung tidak digunakan. Benih yang tenggelam dicuci dan direndam dengan air selama 24 jam dan dilanjutkan dengan diperam dalam kondisi lembab selama 24 jam, dengan suhu inkubator 34º~36ºC. Hasil perkecambahan benih menunjukkan bahwa 85~95 % benih (diluar benih yang mengapung) terlihat baik pertumbuhannya dan kemampuan germinasinya. Hal ini ditandai dengan munculnya akar dan daun pada benih untuk menjadi bibit dalam waktu 2 hari. Namun, pada varietas Prima ada beberapa benih yang pertumbuhannya tidak sebaik benih sejenis yang lain; hal tersebut dapat dilihat dari tinggi tanaman atau panjang daun dan jumlah biji tumbuh yang kurang merata. Sementara itu, untuk varietas lainnya secara umum lebih seragam. Benih kedua varietas, yaitu Prima dan Super tersebut diperoleh dari penyedia benih dengan nomor seri ijin usaha 0265/1.824.271 serta SK Mentan 590/Kpts/SR.120/10/2006 dan 591/Kpts/SR.120/10/2006 dikirim/diterima dengan label biru yang mencantumkan tanggal kadaluarsa benih (lihat Lampiran 1), berbeda dengan ketiga varietas lainnya, yaitu WN 209, WN 609 dan P 56B diterima dengan tidak ada tanggal kadaluarsa benih. Oleh karena itu dalam penanaman diperlakukan dengan hati-hati, terutama dalam proteksi tanaman.
CSS Research – Hybrid Rice
8
Gambar 1- 3 di bawah ini memperlihatkan contoh pertumbuhan benih yang akan ditanam di Simprug, mulai dari perkecambahan hingga bibit siap ditanam.
Gambar 1. Perkecambahan
Gambar 2. Pertumbuhan
Gambar 3. Benih siap
tanam Sementara pada Gambar 4 di bawah ini, menunjukkan benih yang siap untuk ditanam, terlihat keseragam tanaman pada persemaian dalam nampan. Hal ini dapat dilihat dari tinggi bibit yang sama, dan umumnya telah memiliki 3~4 daun setelah berumur 14 hari. Selanjutnya bibit siap untuk ditanam di dalam pot.
Gambar 4. Penanaman benih ke dalam pot Pengalaman ini mengajarkan bahwa memang diperlukan ketelitian pada pemeriksaan benih serta kehati-hatian jika dilakukan pada luasan yang besar. Perlu dilakukan sortasi dengan cermat untuk pemilihan bibit yang baik saja. Pada musim ini, seperti halnya musim yang lalu, padi Prima menunjukkan pertumbuhan pembenihan yang kurang baik.
CSS Research – Hybrid Rice
9
Cara penanaman di setiap pot (untuk kelima varietas) adalah ditanam 2 rumpun yang masing-masing rumpun berasal dari 2 benih.
1.b. Karawang dan Cikampek Pembenihan di Karawang dilakukan pada tanggal 5 April 2010 untuk padi Super, WN 609 dan P 56B, sedangkan untuk padi Prima dan WN 209 dilakukan pada tanggal 15 April 2010. Sementara itu untuk pembenihan di Cikampek dilaksanakan pada tanggal 7 April 2010 untuk padi Super, WN 609 dan P 56B, sedangkan untuk padi Prima dan WN 209 dilakukan pada tanggal 17 April 2010. Pembenihan di Karawang dan Cikampek dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6 di bawah ini.
Gambar 5. Pembenihan di Karawang
Gambar 6. Pembenihan di Cikampek
Ukuran petak sawah dan letak penanaman untuk masing-masing varietas dapat dilihat pada Gambar 7 untuk lokasi Karawang dan dan Gambar 8 untuk lokasi Cikampek.
Gambar 7. Petak Sawah di Karawang
CSS Research – Hybrid Rice
Gambar 8. Petak Sawah di Cikampek
10
Penanaman (tandur) di Karawang dilakukan pada saat benih berumur 19-20 hari, sedangkan di Cikampek dilakukan pada saat benih berumur 16-17 hari. Perbedaan umur tanam ini berkaitan dengan buruh tani yang akan menanam yang mana mulai sulit mendapatkannya, terutama di Karawang. Umumnya benih ditanam di sawah pada saat berumur 18-21 (inbrida), sedangkan untuk hibrida dapat dilakukan saat benih berusia 1114 hari. Di bawah ini adalah Gambar 9 dan 10 yang menunjukkan proses penanaman di Karawang dan di Cikampek.
Gambar 9. Penanaman Di Karawang
Gambar 10. Penanaman di Cikampek
Cara tanam di Karawang adalah dengan model „legowo‟, yaitu 20 x 30 x 40 cm, sedang di Cikampek adalah dengan model „rel dan jajar wayang‟, yaitu 10 x 20 x 40 cm. Pemupukan dilakukan dalam 3 tahap yaitu pemupukan basal urea, KCl dan TSP susulan 1 urea dan susulan 2 urea. Pemberian pupuk dengan dosis 1.5 kali normal yaitu setara dengan 480 Kg/Ha Urea, 450 Kg/Ha campuran KCl dan TSP atau pupuk majemuk/kompoun untuk pemupukan dasar (NPK), 480 Kg/Ha.
5. PERTUMBUHAN VEGETATIF
Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan setiap minggu untuk memonitor perkembangan tanaman yang dapat dilihat melalui pertumbuhan jumlah batang, anakan dan daun. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman tumbuh dengan baik pada awal masa pertumbuhan vegetatif. Hal ini terjadi karena kehati-hatian dalam merawat
CSS Research – Hybrid Rice
11
atau pemeliharaan tanaman dari para perkerja yang merawat tanaman di lokasi pertanaman, baik di sawah, maupun di pot.
2.a.
Varietas Prima
Varietas Prima pada fase vegetatif menunjukkan pertumbuhan yang baik, sesuai dengan pertanaman yang pernah dilakukan sebelumnya, walaupun perbenihannya kurang baik. Karakteristik tanaman pada fase vegetatif yang direpresentasikan oleh jumlah anakan dapat dilihat pada Tabel 3.1. di bawah ini.
Di Ragunan pertumbuhan varietas Prima menghasilkan anakan dalam jumlah yang paling besar diantara 4 lokasi lain, yaitu 38. Hal tersebut karena dilakukan pemupukan 1.5 kali dosis ditambah dengan pupuk kandang. Selain itu juga disebabkan oleh waktu pemupukan yang berbeda dari normal, yaitu dilakukan sesuai pertumbuhan akar, yaitu pada tingkat kemampuan menyerap nutrien, pertumbuhan daun, yaitu sesuai jumlah dan panjang daun dan jumlah anakan (hasil riset 2 musim atas karakteristik biologisnya). Pada waktu pembungaan disemprot dengan urea cair atau sitosin. Sementara di lokasi lain, dosis dan waktu pemupukan dilakukan 1.5 kali dosis normal, dan disesuaikan dengan cara yang dilakukan petani.
Tabel 3.1. Jumlah anakan padi Prima di lokasi berbeda No
Lokasi
Jumlah Anakan
1
Ragunan
38
2
Cipete
28
3
Simprug
23
4
Karawang
19
5
Cikampek
15
Rata-rata
24.6
Perbedaan jumlah anakan juga terlihat antara tanaman padi yang ditanam di pot (untuk lokasi Simprug dan Cipete) dan di sawah (untuk lokasi Karawang dan Cikampek). Tanaman padi yang ditanam di pot memiliki anakan lebih banyak, yaitu 23 dan 28
CSS Research – Hybrid Rice
12
dibandingkan yang di sawah, yaitu 19 dan 15. Hal tersebut karena teknik pemeliharaan di pot lebih terkontrol dibandingkan dengan di sawah. Namun kesuburan pengairan di sawah lebih baik, yaitu irigasi di sawah lebih banyak mengandung mineral dan bahan organik, walaupun yang di Karawang telah terpolusi limbah industri dan buangan rumah tangga, sedang yang di pot banyak mengandung kaporit.
Lebih jelas, pertumbuhan padi Prima pada umur yang berbeda di Simprug dan di Cikampek dapat dilihat pada Gambar 11-12 di bawah ini.
Gambar 11. Lokasi Simprug
2.b.
Gambar 12. Lokasi Cikampek
Varietas WN 209
WN 209 adalah salah satu varietas padi hibrida baru yang akan di uji coba pada musim ini, baik di dalam pot maupun di sawah. Jumlah anakan dari varietas ini untuk lokasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini. Tanaman padi tidak ditanam di Ragunan dan hanya di empat lokasi. Hal tersebut dilakukan karena musim ini Ragunan berfungsi sebagai konfirmasi keniscayaan dari pertanaman sebelumnya, jadi hanya padi Prima dan Super, tidak termasuk varietas baru. Konfirmasi ini untuk mebakukan „pakem‟ padi Prima dan Super.
Jumlah anakan padi WN 209 menunjukkan hasil yang berbeda di ke empat lokasi. Pertanaman di Cipete dan Simprug menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak, yaitu 23 dan 34 dibandingkan di Karawang dan Cikampek, yaitu 13 dan 15. Seperti halnya pada padi Prima, kondisi tanaman yang ditanam di pot menghasilkan anakan yang lebih banyak dibandingkan yang di sawah. Jumlah anakan yang ditumbuhkan di Simprug
CSS Research – Hybrid Rice
13
adalah yang paling banyak, karena pertumbuhannya lebih normal dibandingkan yang di Cipete yang terhambat pada umur 20-28 hari.
Tabel 3.2. Jumlah anakan padi WN 209 di lokasi berbeda No
Lokasi
Jumlah Anakan
1
Cipete
23
2
Simprug
34
3
Karawang
13
4
Cikampek
15
Rata-rata
21.25
Sebagai gambaran, pertumbuhan vegetatif tanaman padi WN 209 di Simprug dan Karawang dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14.
Gambar 13. Lokasi Simprug
2.c.
Gambar 14. Lokasi Karawang
Varietas Super
Berbeda
dengan
pertnaman
sebelumnya,
padi
hibrida
Super
memperlihatkan
pertumbuhan fase vegetatif yang cukup baik. Tanaman bebas hama penyakit, walaupun musim kali ini kurang mendukung/baik („salah mongso‟: banyak hujan di musim panas).
Di Ragunan pertumbuhan varietas Super ini memperlihatkan jumlah anakan yang terbanyak, yaitu 39. Hal ini sama halnya dengan varietas padi Prima, yaitu karena mendapatkan dosis pemupukan 1.5 kali dan waktu pemupukan yang berbeda dari waktu
CSS Research – Hybrid Rice
14
yang umum. Selain itu, sewaktu mulai awal promordia, daun disemprot dengan sitosin, sejenis pupuk cair yang berasal dari kotoran dan bulu ayam.
Untuk tanaman padi Super yang ditanam di pot, yaitu di lokasi Cipete dan Simprug memperlihatkan jumlah anakan yang sama, yaitu 18. Sementara itu, padi yang ditanam di sawah, yaitu yang di lokasi Karawang dan Cikampek menunjukkan jumlah anakan yang lebih rendah bila dibandingkan padi yang ditanam di pot, namun antara lokasi satu dan lainnya tidak terlalu berbeda, yaitu 13 dan 14 anakan.
Tabel 3.3. Jumlah anakan padi Super di lokasi berbeda No
Lokasi
Jumlah Anakan
1
Ragunan
39
2
Cipete
18
3
Simprug
18
4
Karawang
13
5
Cikampek
14
Rata-rata
20.4
Pertumbuhan padi Super pada fase vegetatif di lokasi Simprug dan Cikampek dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16 berikut ini.
Gambar 15. Lokasi Simprug
CSS Research – Hybrid Rice
Gambar 16. Lokasi Cikampek
15
2.d.
Varietas WN 609
Varietas WN 609 adalah juga salah satu padi hibrida baru yang juga di uji coba pada musim ini, baik di dalam pot maupun di sawah. Varietas ini tidak ditanam di Ragunan karena seperti yang telah disebutkan sebelumnya, lokasi Ragunan difokuskan untuk uji konfirmasi pertanaman sebelumnya, yaitu hanya padi Prima dan Super.
Pertanaman varietas baru ini menunjukkan pertumbuhan jumlah anakan yang sangat baik, yang umumnya di atas rata-rata varietas lain, kecuali yang di lokasi Karawang. Jumlah anakan tertinggi adalah yang di lokasi Cipete, yaitu 89. Panen baru dilakukan setelah tanaman berumur 118 hari. Secara umum tanaman ini sangat cepat menghasilkan anakan, sehingga rata-rata lebih tinggi dibanding varietas lain. Di lokasi Karawang jumlah anakan sangat sedikit karena lokasi lahan yang sangat dekat dengan perumahan, sehingga sering terkena aliran air cucian dari perumahan. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan anakannya terhambat. Tabel 3.4. Jumlah anakan padi WN 609 di lokasi berbeda No
Lokasi
Jumlah Anakan
1
Cipete
89
2
Simprug
45
3
Karawang
19
4
Cikampek
35
Rata-rata
47
Gambar 17 dan 18 di bawah ini memperlihatkan pertumbuhan tanaman padi WN 609 di lokasi Simprug dan Cikampek pada fase vegetatif.
Gambar 17. Lokasi Simprug
CSS Research – Hybrid Rice
Gambar 18. Lokasi Cikampek
16
2.e.
Varietas P 56 B
Sebagai varietas yang baru ditanam musim ini, P 56 B menunjukkan pertumbuhan yang baik, memiliki daun yang lebar dan tinggi tanaman di atas rata-rata. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, varietas ini juga tidak ditanam di Ragunan. Di Simprug dan Cipete pertumbuhan varietas P 56 B ini terlihat tidak banyak berbeda, yaitu dengan jumlah anakan 33 dan 30. Di lokasi Simprug, varietas ini disemprot juga dengan sitosin. Hal yang sama juga terjadi untuk tanaman yang ditanam di lokasi sawah, yaitu memiliki rata-rata anakan yang hampir sama, yaitu 17 untuk lokasi Karawang dan 18 untuk lokasi Cikampek. Tabel 3.5. Jumlah anakan padi P 56 B di lokasi berbeda No
Lokasi
Jumlah Anakan
1
Cipete
33
2
Simprug
30
3
Karawang
17
4
Cikampek
18
Rata-rata
24.5
Pertumbuahan vegetatif P56 B di lokasi Simprug dan Karawang dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20 berikut ini.
Gambar 19. Lokasi Simprug
CSS Research – Hybrid Rice
Gambar 20. Lokasi Karawang
17
6. PERTUMBUHAN GENERATIF Pertumbuhan generatif dimulai saat tumbuhnya primordial yang selanjutnya sebagai calon malai sewaktu padi bunting. Jumlah total malai dan malai bagus biasanya dipakai sebagai indikator pada fase generatif ini.
3.a.
Varietas Prima
Seperti halnya pertanaman sebelumnya pertumbuhan generatif padi Prima masih memperlihatkan konsistensinya, yaitu memiliki karakteristik biologi seperti pertumbuhan sebelumnya. Seperti telah disebutkan pada proses vegetatif, pertumbuhan malai terbaik (terbanyak) adalah yang ditanam di Ragunan, yaitu jumlah total malai adalah 38 dan jumlah malai bagus adalah 34.
Dapat pula dilihat pada Tabel 3.6 bahwa jumlah total malai padi yang ditanam dalam pot, yaitu yang di lokasi Cipete dan Simprug memperlihatkan jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditumbuhkan di sawah, yaitu di lokasi Karawang dan Cikampek. Hal tersebut sesuai pertumbuhan vegetatif yang direpresentasikan oleh jumlah anakan (lihat Tabel 3.1).
Secara umum hasil sangatlah baik, karena jumlah malai yang menjadi malai bagus secara umum di atas 85%, bahkan di lokasi Cipete 100 %. Hal tersebut karena waktu kondisi pertumbuhan di Cipete, jumlah sinar dan lama penyinaran cukup baik.
Tabel 3.6. Jumlah total malai dan malai bagus padi Prima di lokasi berbeda No
Lokasi
Jumlah Total Malai
Jumlah Malai Bagus
% Malai Bagus
1
Ragunan
38
34
89.5
2
Cipete
27
27
100
3
Simprug
22
20
90.9
4
Karawang
16
15
93.8
5
Cikampek
14
13
92.9
Rata-rata
23.4
21.8
93.2
CSS Research – Hybrid Rice
18
Lebih jelas, pertumbuhan generatif padi Prima di lokasi Simprug dan Karawang dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22 di bawah ini.
Gambar 21. Lokasi Simprug
3.b.
Gambar 22. Lokasi Karawang
Varietas WN 209
Sesuai pertumbuhan Prima dan dengan alasan yang sama dengan sebelumnya, pertumbuhan generatif padi WN 209 di sawah juga lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan di pot, kecuali di Cipete. Hal tersebut disebabkan oleh benih yang kurang baik, karena sejak pertumbuhan vegetatif terlihat pertumbuhannya sangat lambat dan kurang baik.
Tabel 3.7. Jumlah total malai dan malai bagus padi WN 209 di lokasi berbeda No
Lokasi
Jumlah Total Malai
Jumlah Malai Bagus
% Malai Bagus
1
Cipete
13
12
92.3
2
Simprug
31
24
77.4
3
Karawang
11
9
81.8
4
Cikampek
14
12
85.7
Rata-rata
17.3
14.3
82.6
CSS Research – Hybrid Rice
19
Pertumbuhan generatif padi WN 209 terlihat cukup baik, terlihat dari jumlah malai bagusnya yang relatif tinggi, yaitu lebih besar dari 77% dari total malai. Secara umum jumlah tertinggi total malai dan jumlah malai bagus dapat dilihat pada pertumbuhan di lokasi Simprug, yaitu berturut-turut 31 dan 24. Secara umum pertumbuhan generatif tanaman padi WN 209 di lokasi Cipete dan Cikampek dapat dilihat pada Gambar 23 dan 24 berikut ini
Gambar 23. Lokasi Cipete
3.c.
Gambar 24. Lokasi Cikampek
Varietas Super
Meski jumlah total malai sering digunakan untuk merepresentasikan pertumbuhan generatif tanaman, namun jumlah malai bagus juga penting untuk diketahui selain jumlah butir per malai. Pertumbuhan padi Super secara umum tidak sebaik pertanaman sebelumnya, bila dilihat dari jumlah total malai dan jumlah malai bagus. Pertanaman padi Super di pot sebelumnya menghasilkan malai sekitar 20 malai, yaitu 2-3 malai lebih banyak. Hal ini disebabkan oleh hujan yang sering jatuh di musim kemarau ini dan padi Super kurang tahan pada musim hujan seperti ini.
Tabel 3.8. memperlihatkan jumlah total malai tertinggi adalah di lokasi Ragunan, yaitu sebanyak 38 dan 34 yang tumbuh menjadi malai yang bagus, tidak busuk dan tidak muda/tidak berisi. Hal tersebut seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada pertumbuhan vegetatif. Selain ini itu padi Super di Ragunan juga disemprot sitosin di awal primordial sampai „njebul‟ (3 kali semprot).
CSS Research – Hybrid Rice
20
Sama seperti tanaman sebelumnya, pertumbuhan di pot menghasilkan malai lebih banyak dibandingkan pertumbuhan di sawah. Pada umumnya hampir semua malai menjadi malai bagus, yaitu sekitar hampir 90%.
Tabel 3.8. Jumlah total malai dan malai bagus padi Super di lokasi berbeda No
Lokasi
Jumlah Total Malai
Jumlah Malai
% Malai
Bagus
Bagus
1
Ragunan
38
34
89.5
2
Cipete
17
16
94.1
3
Simprug
18
17
94.4
4
Karawang
10
9
90
5
Cikampek
12
11
91.7
Rata-rata
19
17.4
91.6
Pertumbuhan generatif padi Super di lokasi Ragunan dan Karawang dapat dilihat pada Gambar 25 dan 26 seperti yang terlihat di bawah ini.
Gambar 25. Lokasi Ragunan
3.d.
Gambar 26. Lokasi Karawang
Varietas WN 609
Padi hibrida ini sangat menarik karena memiliki pertumbuhan generatif yang sangat cepat, yaitu mulai njebul saat berumur 27 hari di Karawang. Namun, sangat disayangkan karena pertumbuhan malai selanjutnya sangat lambat, yaitu tersusul oleh pertumbuhan
CSS Research – Hybrid Rice
21
malai varietas lain. Varietas ini sangat menarik karena membentuk cabang di bagian bawah, seperti yang terlihat pada Gambar 27 di bawah ini. Hal ini tidak lazim untuk tanaman padi. Selain itu, setelah membentuk cabang, umumnya malai yang tua hanya didukung oleh daun bendera, tidak ada daun lain, sehingga pengisian malai menjadi terhambat dikarenakan daun sebagai pusat fotosintesis tidak menghasilkan pati/yang cukup untuk mengisi malai. Akibatnya, lebih dari 80% malai tak berisi.
Gambar 27. Percabangan
Gambar 28. Malai njebul umur 27 hari
Kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh sifat genetik yang ada pada varietas ini. Tanaman ini mungkin direkayasa sifat genetiknya untuk menghasilkan jumlah anakan yang banyak, namun tidak didukung oleh sifat genetik lain, misalnya pembentukan jumlah daun, serta perubahan iklim dari sub tropis ke tropis. Selain itu, rekayasa gen mungkin dilakukan juga untuk menghasilkan malai yang cepat. Hal ini terbukti bahwa umur 27 hari malai sudah njebul, seperti yang terlihat pada Gambar 28 di atas (lihat lingkaran).
Perhitungan jumlah total malai dan malai bagus dapat dilihat pada Tabel 3.9 di bawah ini. Data menunjukkan bahwa jumlah total malai umumnya melebihi rata-rata malai dari varietas lain. Jumlah total malai tertinggi dijumpai di lokasi Cipete, yaitu 68 malai, sementara jumlah terendah adalah di Karawang, yaitu hanya 14. Hal tersebut karena pertumbuhan di Cipete sangat optimum, sementara di lokasi Karawang tidak.
CSS Research – Hybrid Rice
22
Tabel 3.9. Jumlah total malai dan malai bagus padi WN 609 di lokasi berbeda No
Lokasi
Jumlah Total Malai
Jumlah Malai Bagus
% Malai Bagus
1
Cipete
68
0
0
2
Simprug
39
5
12.8
3
Karawang
14
Data tidak tersedia
Data tidak tersedia
4
Cikampek
33
Data tidak tersedia
Data tidak tersedia
Rata-rata
38.5
Data tidak tersedia
Data tidak tersedia
Seperti yang telah dijelaskan di atas, jumlah malai bagus sangatlah sedikit, bahkan di Cipete tidak dihasilkan malai bagus sama sekali. Data pertumbuhan varietas ini di Simprug menunjukkan hanya 5 malai bagus (atau sekitar 13% yang menjadi malai bagus). Sementara itu, kondisi di Karawang dan Cikampek tidak jauh berbeda, namun sangat disayangkan tidak ada data yang tercatat yang signifikan.
Untuk lebih jelasnya, pertumbuhan generative varietas WN 609 di lokasi Simprug dan Cikampek dapat dilihat pada Gambar 29 dan 30 berikut ini.
Gambar 29. Lokasi Simprug
CSS Research – Hybrid Rice
Gambar 30. Lokasi Cikampek
23
3.e. Varietas P 56 B
Varietas P 56 B ini menghasilkan jumlah total malai yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan varietas lain, kecuali WN 609. Data pada Tabel 3.10. menunjukkan bahwa jumlah total malai yang ditanam di pot lebih banyak dibandingkan yang ditanam di sawah. Hal tersebut sama dengan varietas-varietas lainnya dan dengan alasan yang sama. Meskipun jumlah total malai relatif tinggi, namun umur padi ini lebih panjang dibandingkan varietas yang lain.
Tabel 3.10. Jumlah total malai dan malai bagus padi P 56 B di lokasi berbeda No
Lokasi
Jumlah Total
Jumlah Malai
% Malai
Malai
Bagus
Bagus
1
Cipete
31
30
96.8
2
Simprug
24
21
87.5
3
Karawang
16
13
81.3
4
Cikampek
15
12
80
Rata-rata
21.5
19
88.4
Jumlah malai bagus bila dibandingkan dengan total malai menunjukkan persentase yang tinggi, yaitu di atas 80% malai yang terbentuk dapat tumbuh menjadi malai bagus. Jumlah bagus tertinggi adalah dari lokasi Simprug yaitu sebanyak 30 malai atau 97% dari total malai.
Pertumbuhan generative P 56 B di lokasi Cipete dan Cikampek dapat dilihat pada Gambar 33 dan 34 berikut ini.
Gambar 33. Lokasi Cipete
CSS Research – Hybrid Rice
Gambar 34. Lokasi Cikampek
24
IV. PANEN, PROSESING DAN ORGANOLEPTIK I. Umum. Beberapa catatan
terminologi, satuan dan ukuran untuk penulisan panen, prosesing dan
organoleptic perlu disajikan seperti yang diuraikan di bawah ini:
1. Hibrida dianggap sudah layak panen apabila
rata rata malai yang sudah masak melebihi 85%
kandungan air berbasis hitungan basah diantara 18-22%
umur sesuai referensi untuk daerah tropis, dimana umur ini dapat berbeda dengan daerah sub-tropis.
dapat terjadi panen dilakukan diluar kelayakan apabila ada masalah, misalnya, roboh, banjir atau hal lain karena keadaan alam
2. Komponen dalam penghitungan hasil panen padi meliputi: jumlah malai per rumpun, jumlah seluruh biji, jumlah biji bernas, bobot 1000 biji. Perkembangan varitas yang makin konsisten dalam karakter biologisnya , memungkinkan memperhitungkan kesamaan berat 100 biji dan 1000 biji secara proporsional yang tidak berbeda signifikan. Artinya menimbang 100 biji dikalikan 10 tidak berbeda hasilnya dengan menimbang 1000 biji. Ini bermanfaat dalam segi efisiensy kerja penelitian.
3. Pada experimen musim ini, terlihat daun padi masih hijau, tidak seperti layaknya yang seharusnya sudah menguning walaupun sawah sudah dikeringkan. Hal ini karena hujan yang terus menerus menyebabkan padi terus membuat anakan dan daun tetap segar. Akibatnya banyak malai yang menghasilkan butir butir muda yang kalau diberaskan menjadi beras ”kapur” atau hancur. . 4. Hitungan atau satuan kandungan air dalam gabah didalam bab ini secara menyeluruh akan dipakai terminologi Gabah Kering Giling, (GKG) yaitu biji dengan kadar air (k.a).<14%. Hasil
CSS Research – Hybrid Rice
25
panen dengan berbagai kadar air dikonversi ke k.a 14% dan digunakan formula sebagai berikut:
Berat GKG =Berat Gabah Awal – { (m1-m2)/(100-14)} x Berat Awal m1: kandungan air bahan awal, m2: 14%
Contoh: 100 kg gabah k.a 20% dikonversikan menjadi 14%, maka akan menjadi: 100 kg – {(20%-14%)/(100-14)} x 100 kg 100 kg – 6.98 kg = 93.02 kg 6.98 kg ini adalah air yang diuapkan. 5. Untuk menyamakan persepsi, satuan berat untuk 1 m2 digunakan KG per musim, sedangkan untuk HA digunakan Ton per musin. Luas dan berat yang berbeda-beda disetarakan dengan satuan ini. Satuan luas Ha diartikan luas lahan netto, artinya tidak termasuk pematang atau galengan dan saluran air ataupun jalan sawah. Jadi sangat berbeda dengan luas lahan yang tercatat dalam sertifikat tanah. Hal yang sederhana ini diutarakan karena berguna untuk menghitung hasil panen secara benar, yaitu yang mendasarkan ubinan, rumpun count dan sampling malai diagonal per petak sawah. Untuk percobaan dilaboratorium dimana penghitungan hasil berdasarkan rumpun dan mengukur tebal tipisnya kulit padi, dipergunakan alat-alat atau instrumen presisi sampai skala 0.001 mgram, yaitu micro scale, seperti yang terlihat pada Gambar 1 dan kaliper (elektronik) dengan presisi 0.01 mm seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Gambar 1. Micro scale
CSS Research – Hybrid Rice
Gambar 2. Elektronik Kaliper
26
6. Pengambilan (contoh) hasil panen dilakukan dengan 4 cara yaitu : hasil seluruh petak sawah ditimbang (Kg), menggunakan ubinan 2.5 x 2.5 m2 (Kg), ”rumpun count” 1 x 1 m2 (Kg dengan 2 desimal) dan sampling 12 malai (sesuai dengan teori central limit theorem) diagonal (Gr) ditiap tiap petak sawah. Penghitungan atau prediksi hasil panen didasarkan 6 faktor penentu hasil yaitu (a) jumlah malai per rumpun, (b) jumlah biji per malai, (c) jumlah biji bernas per malai, (d) berat 1000 biji dalam gr, (e) wktu (umur hibrida).dan (f) rendemen beras putih. Pada kenyataan lapang, timbangan hasil sampling maupun per seluruh petak sawah memerlukan verifikasi berulang untuk memerkecil kemungkinan ”epsilon” karena faktor manusiawi ataupun experimental error.
7. Umur Hibrida dan Rendemen atau recovery gabah menjadi beras digunakan ukuran prosentase (%). Rendemen untuk hibrida dianggap wajar kalau setara dengan + 66%. Prosentase diatas atau dibawah indikator itu dianggap tinggi atapun nilai rendah. Hasil akhir beras putih. Dalam alam industri pertanian hibrida, perlu difikirkan penghitungan dengan hasil beras putih per Ha per hari, hal ini difikirkan agar supaya diketahui lebih pasti mana yang sebenarnya mengasilkan (efisiensi ekonomi) yang tertinggi, karena hasil tinggi tetapi kalau umur panjang akan memerlukan input yang lebih besar, apalagi kalau dipandang dari segi nilai uang per satuan waktu yang terus berubah.
Pada studi ini pemberasan menggunakan tiga alat pokok yaitu (1) padi/gabah(14%)
dibersihkan
dengan blower, (2) di masukan husker rubber roll dengan rpm 1100 dan 1400 dan pengaturan jarak renggang sesuai dengan 0.75 dari pipih gabah., (3) diputihkan dengan polisher amaril stone dengan test run pada rpm 1440 .
7. Hasil akhir panen menggunakan satuan Ton GKG (14%) per Ha per umur tanaman dan / atau Ton beras putih per Ha per hari. Hibrida dengan hasil GKG lebih tinggi per Ha per musim dapatlah menjadi lebih rendah beras putihnya per hari Ha nya dibanding dengan hibrida yang hasil lebih rendah tetapi berumur pendek dan rendemennya tinggi, Misalnya WN209 dibanding dengan P56B.
CSS Research – Hybrid Rice
27
Contoh Hasil panen per Ha per muism secara keseluruhan adalah sbb : WN209 9.91 ton GKG atau P56B
10.98 ton GKG atau
96.85 Kg beras putih Index organoleptic 9.4 94.66 Kg beras putih Index orhanoleptic 9.8
Dari perhitungan diatas ini terlihat bahwa hasil gabah P56B lebih tinggi tetapi hasil beras lebih rendah dari pada WN209, namun P56B rasa sedikit lebih enak.
9. Susut hasil dalam social memegang peranan yang cukup merisaukan apabila tidak dicermati secara serious apalagi didaerah padat penduduk yang sangat erat kaitannya dengan masalah social.
Gambar 3. Para pengasak gabah di sawah
Sewaktu merontog atau ”gebot” terlihat dilakukan hanya 3 kali ulangan (2 kali ayunan ditambah satu kali ayunan pelan pelan, kasus di Karawang). Seharusnya (sesuai hasil uji coba) 2 kali ditambah 2 kali gebot yang sama kuatnya dan ditambah 1 kali pelan untuk mendapatkan hasil yang baik. Akibat dari cara yang berlaku di sawah, maka banyak tertinggal biji padi di malai yang dibuang, apalagi hibrida umumnya sulit rontog. Ini di”asak” atau dirontog lagi oleh ”pengasak” (lihat Gambar 3 di atas) di luar transaksi antara pemilik dan tukang panen, sustu fungsi sosial ”tertutup”.
CSS Research – Hybrid Rice
28
Gambar 4. Penggebotan di Cikampek
Gambar 5. Penggebotan di Ragunan
Tercecer ”alamiah”. dijumpai sekitar 8-12% untuk kasus di Karawang dan Cikampek (Gambar 4). Oleh karena itu dari 2 contoh susut hasil ini, diperlukan check dan recheck di lapang atau verifikasi untuk memperoleh hasil experimen dengan error yang minimum..Untuk pembanding dilakukan penggebotan di Ragunan yang mana rumpun yang digebot dibungkus kantong plastik (lihat Gambar 5 di atas), dengan cara ini dapatlah diperhitungkan seberapa banyak susut hail karena tercecer.
10. Index organoleptic maximum10.00 terendah 1.00, angka index organoleptic diperoleh dari rata rata penilaian oleh kelompok panel. Kriteria penilaian terdiri atas 4 faktor, yaitu texture atau kepulenan, aroma, kenampakan dan aroma. Uji nilai nutirisi (biokimia) belum dilakukan. Index organoleptic ini bermanfaat untuk memperkirakan tingkat permintaan pasar terhadap beras..
2. Hasil Panen Gambaran hasil panen secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1. Ringkasan ini diharapkan mempermudah menelaah hasil panen dan juga dapat cepat memperbandingan hasil panen dari 5 varietas. Data yang disajikan berdasarkan rata rata dari 4 lokasi yang berbeda koordinatnya. Variasi dari data ini dapat dipelajari pada tabel tabel selanjutnya yang dibuat lebih rinci. Dari Tabel 1 di bawah terlihat bahwa 4 varitas mempunyai daya adaptasi baik di daerah tropis. Hal ini dapat diutarakan karena dua hal, yaitu
CSS Research – Hybrid Rice
29
(1) komponen ”yield determintaion” (panjang malai, malai baik/bernas, jumlah butir dan butir bernas, isi biji/cm dan berat 1000 biji) hampir semua lebih tinggi atau sama dengan varitas unggul nasional, keculai varitas WN609. Misalnya jumlah seluruh butir mencapai 174 dengan jumlah bernas 147 butir atau 82.25%, sekalipun pada musim yang ”salah mongso” dengan hujan yang berkelanjutan. (2) indikator relatif: standar deviasi terhadap data rata (CV%) dari 6 komponen ”yield determintaion” cukup baik, yaitu hampir semua dibawah 10%. Varitas WN609 mempunyai masalah tidak dapat menghasilkan malai bagus dan biji bernas walaupun element panen lainnya juga baik.
Hasil Panen Secara Umum Secara umum rata-rata hasil panen 5 varietas dari 4 lokasi experimen dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Hasil tertinggi ditulis dengan huruf tebal (bold). Tabel 1. Ringkasan data rata-rata hasil panen 5 varietas dari 4 lokasi experimen Panjang Varitas
Malai
Jumlah Butir
Jumlah
Butir
1000 biji
Butir
Bernas/
(Gr), Ka = 14%
Jumlah Butir/Cm
(Cm)
(Total)
Bernas
Total (%)
Prima
27
192
160
83
26
6
WN209
23
157
116
74
23
5
Super
26
183
163
89
25
7
WN609
23
153
140
81
22
7
P56B
27
184
155
83
23
7
Average
25.2
173.8
146.8
82
23.8
6.4
SD
2.0
17.6
19.4
5.4
1.6
0.9
CV(%)
8.1
10.1
13.2
6.6
6.9
14.0
CSS Research – Hybrid Rice
30
Dari data yang dapat dilihat di Tabel 1 di atas, diperoleh rata rata panjang malai dan butir bernas dari 4 varietas yang diuji coba adalah 25,2 dan 146,8, suatu hasil yang cukup bagus. Tabel 1 di atas menunjukan bahwa Super lebih unggul pada jumlah riel biji bernas, yaitu 166 dan persentase biji bernas yaitu 89%, diatas rata rata 82%. Dalam experimen terakhir ini Super disemprot daunnya dengan sitosin ”feather tea”, suatu jenis pupuk organik konsentrat cair.
Prima mempunyai keunggulan pada panjang malai, jumlah malai bagus, jumlah butir bernas per malai dan kepadatan isi per cm malai, yaitu masing masing 27 cm, 192 biji, 26 gram per 1000 biji. P56B mempunyai panjang malai terpanjang, yaitu 27 atau sama dengan panjang malai Prima serta prosentase biji bernas unggul kedua (setelah Prima) dibandingkan dengan varitas lainnya. WN609 menghasilkan kerapatan bunga terbanyak, namun tidak menghasilkan biji yang berisi. Data yang ditampilkan di atas adalah data dari sampel 12 malai bagus yang diambil dari Simprug dan Cikampek. Tabel 2. Ringkasan hasil prosesing. Kesetaraan hasil Ton/Ha Varitas
GKG
Beras
Rendemen
Putih
(%)
Beras Putih/HariHa
Super
9.54
5.99
62.79
59.89
Prima
10.33
6.47
62.63
69.57
WN209
8.71
5.31
60.96
57.72
P56B
9.18
5.47
62.42
47.16
WN609
1.43
0.43
30.07
3.58
Detail hasil experimen ini per varitas dapat dipelajari dari Tabel 2 di atas dan selanjutnya akan dibahas lebih rinci.
CSS Research – Hybrid Rice
31
2.a.
Varietas Prima (91-94 Hari)
Hasil panen varietas Prima dalam bentuk hitungan malai dan butir untuk lima lokasi tanam dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Panen: seperti dapat dilhat pada tabel di bawah menunjukan hasil cukup baik pada musim ”salah mongso” ini, seperti halnya Super. Prima selama 3 musim menunjukan lebih tahan terhadap kelembaban dan suhu tinggi pada waktu fase generatifnya. Angka yang ditulis tebal (bold) adalah hasil/angka tertinggi. Tabel 5. Hasil Panen varietas Prima di berbagai lokasi (umur 91 - 94 hari)
Lokasi Experimen
Panjang Malai (cm)
Jumlah Butir (Total)
Jumlah Butir Bernas
Butir Bernas/ Total (%)
1000 biji (gr), Ka=14.0%
Jumlah Butir/Cm
Cipete
25,71
149,50
135,75
90,47
24,68
5,82
Simprug
25,63
148,67
112,25
75,76
24,22
5,80
Karawang
28,75
242,8
200,92
82,75
25,71
6,99
Cikampek
29,33
225,58
191,33
84,82
28,22
6,52
Average
27,35
191,64
160,06
83,45
25,71
6,28
SD
1,96
49,64
42,91
6,08
1,79
0,58
CV (%)
7,17
25,90
26,81
7,29
6,95
9,22
Catatan: Data Jumlah malai bagus di Ragunan tidak diikutkan dalam perhitungan. Secara umum ada keseragaman hasil panen Prima bila dilihat dari 5 koordinat lokasi percobaan (CV dari 6 parameter berada dibawah 25% kecuali jumlah butir (total) dan jumlah butir bernas). Di lapang butir bernas jauh lebih tinggi dibandingkan di lab di 2 lokasi, Cipete dan Simprug. Ini menunjukan adanya konsistensi varitas Prima seperti halnya Super. Berat 1000 biji Prima menempati urutan pertama, namum kulit/sekamnya agak tebal, hingga rendemennya akan lebih rendah bila dibandingkan dengan Super. Pada proses pemberasan varietas Prima dari lokasi yang berbeda, hasil dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil tertinggi diperoleh dari tanaman Prima yang ditanam di Cipete, baik untuk GKG, beras putih, rendemen, dan beras putih per hari-Ha. Tabel 6. Hasil pemberasan hibrida Prima dilokasi eksperimen CSS Research – Hybrid Rice
32
Lokasi Experimen
Kesetaraan Hasil Ton/Ha Rendemen (%)
Beras Putih per Hari-Ha (Kg)
GKG (14%)
Beras Putih
Cipete
15,01
9,83
65,52
106
Simprug
8,07
4,79
59,38
52
7,93
4,78
60,28
51,4
Average
10,33
6,47
62,63
69,54
SD
4,05
2,91
3,31
31,33
CV(%)
39,16
45,05
5,37
45,05
Karawang Cikampek
Catatan: Data GKG di Ragunan tidak diikutkan dalam perhitungan. Meskipun Tabel 5 menunjukkan hasil malai yang baik untuk lahan sawah di Karawang maupun Cikampek. Hasil di sawah sangatlah rendah karena banyak yang tercecer, yaitu pada saat perontokan, pelepasan kulit dan pemutihan beras. Persentase tercecer pada saat panen adalah sekitar 8 – 12 %, yaitu yang terjadi secara alamiah. Namun, persentase tercecer terbesar adalah pada saat panen si sawah, karena perontokan (menggebotan) yang dilakukan secara manual (tidak menggunakan mesin).
2.b.
Varietas WN209 (Umur 90-93 Hari)
Hibrida baru dengan nama WN 209 memperlihatkan pertumbuhan dan hasil yang baik, yaitu dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini. Hasil terbaik/tertinggi ditulis dengan huruf tebal (bold).
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa malai terpanjang, yaitu 25.5 dijumpai di Karawang, sedang yang ditanam di Cikampek menghasilkan junlah butir total, jumlah butir bernas dan berat 1000 biji yang tertinggi. Jadi dapat dilihat bahwa hasil di sawah lebih baik bila dibandingkan hasil di pot.
CSS Research – Hybrid Rice
33
Tabel 9. Hasil Panen varietas WN 209 di berbagai lokasi (umur 90 - 93 hari)
Lokasi Experimen
Panjang Malai (cm)
Jumlah Butir (Total)
Jumlah Butir Bernas
Butir Bernas/ Total (%)
1000 biji (gr), Ka=14.0%
Jumlah Butir/Cm
Cipete Simprug Karawang Cikampek
17,50 23,67 25,5 24,92
59,00 125,58 217,00 225,18
45,17 91,92 161,25 167,08
77,62 71,01 74,31 74,2
20,46 22,92 23,26 24,61
3,37 5,31 6,32 6,71
Average SD CV (%)
22,90 3,68 16,06
156,69 79,24 50,57
116,35 58,46 50,25
74,29 2,70 3,63
22,81 1,73 7,58
5,43 1,49 27,50
Hasil pemberasan padi hibrida WN 209 dilokasi eksperimen di 4 lokasi eksperimen dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini. Hasil GKG tertinggi adalah yang berasal dari lokasi sawah di Cikampek dan Karawang, yaitu 9.01 untuk kelembaban 14%. Namun, untuk beras putih hasil terbaik adalah yang beasal dari Simprug yang ditanam di dalam pot. Tabel 10. Hasil pemberasan padi hibrida WN 209 dilokasi eksperimen
Lokasi Experimen
Cipete Simprug Karawang Cikampek Average SD CV(%)
Kesetaraan Hasil Ton/Ha
Rendemen (%)
Beras Putih per Hari-Ha (Kg)
GKG (14%)
Beras Putih
2,25 8,40
1,64 5,47
72,73 65,05
17,80 59,42
9,01
5,16
57,27
56,09
8,71 0,43 4,92
5,31 0,22 4,08
60,96 5,50 8,99
57,72 2,35 4,08
Catatan : hasil panen di Cipete sangat rendah karean WN209 tumbuh kerdil (bukan akrena hama atau Penyakit)
Secara umum pertumbuhan padi varietas WN 209 yang ditanam di sawah dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah ini. Terlihat pertumbuhan malai dan butir padi varietas ini sangat baik.
CSS Research – Hybrid Rice
34
WN209 Cikampek
Gambar 9. Tanaman WN 209 di Cikampek
2.c.
Varietas Super,
Panen: seperti dapat dilhat pada Tabel 3 dan 4 yang menunjukan hasil yang masih baik pada musim ”salah mongso” ini, dimana Super sebenarnya peka terhadap kelembaban tinggi pada waktu fase generatifnya. Secara umum ada keseragaman hasil panen Super bila dilihat dari 5 koordinat lokasi percobaan. Ini menunjukan adanya konsistensi varitas Super. Pada jumlah malai bagus terlihat adanya inkonsistensi yang tinggi karena di Karawang situasinya sangat berlumpur (berlebihan) dan irigasinya sudah terpolusi berat oleh limbah industri dan buangan rumah tangga, hingga banyak tanaman yang tidak sehat serta roboh serta terendam air. Hal ini dialami juga, bahkan lebih berat, pada P56B. Berat 1000 biji Super menempati urutan kedua setelah Prima, namum kulit sekamnya sangat tipis, hingga rndemennya akan lebih tinggi (akan dibahas pada sub bab prosesing).
Secara rinci data varietas Super di berbagai lokasi dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa nilai-nilai tertinggi ditulis huruf tebal (bold) dan secara umum rata-rata malai terpanjang adalah 28.17 cm dari lokasi Simprug, dan jumlah butir (total) terbanyak adalah 220.1 yang ada di lokasi Karawang, CSS Research – Hybrid Rice
35
Untuk jumlah butir bernas terbanyak adalah yang berasa di lokasi Kawarang, yaitu 198 butir (pembulatan dari 197,83) juga berasal dari lokasi Karawang. Sementara itu untuk berat 1000 biji, yang tertinggi adalah yang berasal dari lokasi Cipete. Secara umum penghitungan standar deviasi memperlihatkan bahwa data cukup homogen, kecuali untuk jumlah butir total dan jumlah butir bernas yang nemiliki standar deviasi besar, yaitu 38.89 dan 33.83. Tabel 3. Hasil Panen varietas Super di berbagai lokasi (umur 99-101 hari)
Lokasi Experimen
Panjang Malai (cm)
Jumlah Butir (Total)
Jumlah Butir Bernas
Butir Bernas/ Total (%)
1000 biji (gr), Ka=14.0%
Jumlah Butir/Cm
Cipete Simprug Karawang Cikampek
24,50 28,17 26,17 26,35
126,42 194,75 220,1 190,54
116,50 167,17 197,83 169,33
91,77 85,76 89,88 88,87
31,63 21,80 21,89 24,61
5,16 6,91 7,56 7,23
Average SD CV (%)
26,30 1,50 5,70
182,95 39,89 21,80
162,71 33,83 20,79
89,07 2,51 2,82
24,98 4,62 18,49
6,72 1,07 15,94
Proses pemberasan Hibrida Super memberikan hasil yang cukup baik. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. GKG tertinggi justru diperoleh dari sawah, yaitu sebesar 9.88 Ton/Ha, sedangkan beras putih adalah yang ditanam di Cipete, yaitu 6.31 Ton/Ha. Tabel 4. Hasil pemberasan hibrida Super di lokasi eksperimen
Lokasi Experimen Cipete Simprug Karawang Cikampek Average SD CV(%)
CSS Research – Hybrid Rice
Kesetaraan Hasil Ton/Ha
Rendemen (%)
Beras Putih per Hari-Ha (Kg)
GKG (14%)
Beras Putih
8,90 9,85
6,31 6,09
70,93 61,85
63,13 60,93
9,88
5,56
56,28
55,60
9,54 0,56 5,85
5,99 0,39 6,46
62,79 7,40 11,74
59,89 3,87 6,46
36
Produk beras putih maupun gabah kering giling, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, terlihat konsisten yang pada musim ini hasil adalah relatif lebih rendah dari hasil musim yang lalu di Cikampek.
Prosesing hibrida Super untuk pemberasan dilakukan dengan menggunakan alat pemecah kulit atau penggiling gabah seperti yang terlihat pada Gambar 7 di bawah ini. Secara umum proses pemberasan dilakukan di Ragunan menggunakan mini rice mill seperti yang terlihat pada Gambar 8 berikut ini.
Gambar 7. Alat Penggiling Gabah
2.d.
Gambar 8. Prosesing Pemberasan
Varietas WN 609 (Umur 112-120 Hari)
Padi varietas baru lain, yaitu WN 609 menghasilkan padi dalam bentuk hitungan malai dan butir untuk lokasi tanam seperti yang terlihat pada Tabel 13 di bawah ini. Dapat dilihat pada tabel di bawah bahwa hasil panen varietas ini dapat dikatakan kurang/tidak baik bila dibandingkan dengan varietas Prima dan Super, mungkin karena varietas dan bibit yang kurang baik serta ditanam pada musim yang ”salah mongso” ini. Data diambil sampel malai yang bagus, sehingga hasil butir yang bernas cukup baik. Hasil
CSS Research – Hybrid Rice
37
dari lokasi Cipete tidak dapat ditampilkan karena memang tidak dijumpai malai yang baik, sehingga hasil hanya diperoleh dari 3 lokasi saja. Angka yang ditulis tebal (bold) adalah hasil/angka tertinggi.
Tabel 13. Hasil Panen varietas WN 609 di berbagai lokasi (umur 112 - 120 hari) Lokasi Experimen
Panjang Malai (cm)
Jumlah Butir Bernas
1000 biji (gr), Ka=14.0%
Jumlah Butir/Cm
23,92
125,33 121,50 173,33
19,60
6,40
24,61
8,16
140,05 28,88 20,62
22,11 3,54 16,01
7,28 1,24 17,06
Simprug Karawang
21,25
Cikampek Average SD CV (%)
22,58 1,89 8,35
Hasil pemberasan varietas WN 609 di tiga lokasi dapat di pada Tabel 14 berikut ini. Pada Tabel terlihat bahwa hasil GKG maupun beras pulih sangatlah rendah bila dibandingkan dengan empat varietas lainnya. Hal tersebut dapat dipahami karena meskipun bunganya banyak, tapi tidak menjadi malai yang bernas, selain itu, banyaknya butir yang hampa, sedikit sekali yang bernas. Jadi, dapat diperoleh hasil bahwa varietas ini tidak memberikan harapan yang baik, mengingat hasilnya yang sangat rendah. Tabel 14. Hasil pemberasan hibrida WN 609 dilokasi eksperimen
Lokasi Experimen Simprug Karawang Cikampek Average SD CV(%)
Kesetaraan Hasil Ton/Ha GKG (14%) Beras Putih
Rendemen (%)
Beras Putih per HariHa (Kg)
2,5
1,61
64,40
13,42
1,43
0,43
30,07
3,58
1,97 0,76 38,50
1,02 0,83 81,80
47,23 24,28 51,39
8,50 6,96 81,86
CSS Research – Hybrid Rice
38
2.e.
Varietas P 56 B (103 – 116 Hari)
Hasil panen padi varietas P 56 B dalam bentuk hitungan malai dan butir untuk lokasi tanam dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini. Hasil panen seperti dapat dilhat pada Tabel di bawah terlihat cukup baik untuk kondisi yang salah musim ini, seperti halnya hibrida Super dan Prima. P 56 B pada musim tanam ini menunjukan ketahanan pada kelembaban dan kondisi suhu yang tidak stabil pada waktu fase generatifnya. Angka yang ditulis tebal (bold) adalah hasil/angka tertinggi. Secara umum hasil terbaik adalah yang ditanam di sawah, yaitu yang di Karawang dan Cikampek dibandingkan yang ditanam di pot. Hal ini di luar kebiasaan ataupun norma yang umum, yaitu hasil pot lebih tinggi dibanding hasil sawah, karena yang ditanam di pot hanya mendapat sinar 6 - 7,5 jam, sementara yang di sawah lebih lama, yaitu sekitar 10 – 11 jam. Jadi, kemungkinan varietas ini sangat dipengaruhi oleh sinar (fotosensitif) Tabel 11. Hasil Panen varietas P 56 B di berbagai lokasi (umur 103 - 116 hari)
Panjang Malai (cm)
Jumlah Butir (Total)
Jumlah Butir Bernas
Butir Bernas/ Total (%)
1000 biji (gr), Ka=14.0%
Jumlah Butir/Cm
Cipete
25,92
144,25
131,33
90,25
25,94
5,57
Simprug
25,00
138,92
114,33
81,51
22,10
5,56
Karawang
25,5
242,39
203,92
80,06
19,26
8,00
Cikampek
30,21
211
170,83
80,41
25,4
6,98
Average
26,66
184,14
155,10
83,06
23,18
6,52
SD
2,40
50,83
40,24
4,83
3,11
1,19
CV (%)
9,00
27,60
25,94
5,82
13,43
18,20
Lokasi Experimen
Prosesing hasil panen menjadi beras untuk varietas P 56 B dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini. Data menunjukkan bahwa GKG untuk ke 3 lokasi tanam tidak terlalu berbeda kecuali di Simprug. Hal tersebut dapat dipahami karena lama padi terkena sinar matahari hanya sekitar 6 jam. Untuk data Karawang dan CSS Research – Hybrid Rice
39
Cikampek digabungkan karena hasil yang diperoleh tidak berbeda. Hasil yang terbaik adalah yang dari lokasi Cipete, karena hasil pot tidak banyak yang tercecer, sementara yang di sawah lebih banyak yang tercecer. Tabel 12. Hasil pemberasan hibrida P 56 B dilokasi eksperimen Kesetaraan Hasil Ton/Ha
Lokasi Experimen
Beras Putih
Rendemen (%)
Beras Putih per HariHa (Kg)
GKG (14%)
Cipete
10,18
7,15
70,22
61,64
Simprug
7,37
4,30
58,34
36,44
9.98
4.96
49.70
42.76
Average
9.18
5.47
62.42*)
47.16
SD
1.57
1.49
15.19
12.86
CV(%)
17.08
27.27
24.31
27.27
Karawang Cikampek
*)
Koreksi terhadap angka sementara dalam laporan mingguan yang tertulis 59.59
Proses panen di lapang untuk varietas P 56 B dapat dilihat pada Gambar di bawah ini. Terlihat pada Gambar di bawah bahwa lebih dari 85 % tanaman sudah menguning dan di beberapa tempat banyak yang rebah. Untuk itu varietas ini membutuhkan unsur K lebih banyak bila dibandingkan varietas lain.
Gambar 10. Panen di Cikampek
CSS Research – Hybrid Rice
Gambar 11. Banyak batang yang rebah
40
III.
HASIL 3 MUSIM TANAM
Seperti telah disebutkan sebelumnya, padi hibrida Prima dan Super adalah berasal dari Cina, yaitu daerah subtropis yang memiliki 4 musin. Untuk itu pada saat akan di tanam di daerah lain seperti di Indonesia dengan musim yang berbeda membutuhkan beberapa penyesuaian dalam berbagai aspek. Pertanaman padi hibrida, yaitu: Super dan Prima selama 3 musim panen yang dilakukan baik di pot (3 musim) maupun di sawah (2 musim) menghasilkan „pakem‟ atau acuan yang dapat dipakai di daerah tropis, khususnya di Indonesia. „Pakem‟ tersebut dapat dideskripsikan berikut ini berdasarkan varietasnya.
3. Padi Prima ”Pakem” untuk penanaman Prima dapat dideskripsikan sebagai berikut: (1)
Beradaptif baik untuk dua duanya musim Kemarau ataupun musim Penghujan
(2)
Waktu sebar disesuaikan dengan methoda kombinasi : modern dan cara tradisional Pranata Mangsa
(3)
Umur tanam 11 hari dari sebar,
(4)
Tancap/tanam di 1 lubang 2 benih,
(5)
Pupuk 1.5 kali standar umum/anjuran (jadi:compound (NPK) untuk pupuk basal 480K/Ha, Urea susulan I dan II sejumlah 320 Kg/Ha,
(6)
Jadual susulan pemupukan urea disesuaikan dengan kebutuhan kemampuan akar, pertumbuhan daun, anakan dan primordia yaitu: proporsional basal (4/12 bagian dari 480 kg urea), susulan I (3/12 bagian) pada waktu berdaun 4-5, susulan II (5/12 bagian) umur < 30 hari dari sebar/tidak boleh lebih. Formula untuk pemupukan urea : { ∫ rasio 4 – 3 – 5 ║ max < 30 hari }.
(7)
Lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
(8)
Tidak mudah/tahan rontog.
(9)
Hasil berturut turut 3 musim yang lalu di laboratorium dengan methoda itu selalu diatas 18 ton GKG /Ha.(setara).
(10)
Index Organoleptic, tidak berubah, yaitu 7.81 dari tertinggi 10.00
CSS Research – Hybrid Rice
41
4. Padi Super ”Pakem” untuk penanaman Super : (1)
Beradaptasi baik untuk musim kemarau, namun banyak persoalan dimusim Penghujan, antara lain serangan berbagai hama dan penyakit. Musim tanam terbaik adalah kemarau.
(2)
Waktu menyebar benih dihindari waktu yang bersamaan dengan masa bertelurnya penggerek batang padi. Waktu sebar disesuaikan dengan methoda kombinasi : moderen dan Pranata Mangsa
(3)
Persemaian harus disemprot insektisida. Musim tanam ke tiga (sekarang), varitas Super yang peka terhadap hama (termasuk tungro) terhindar dari bahaya serangan hama, pada hal di Pantura beribu Ha tanaman rusak karena kerdil diserang tungro, termasuk tanaman padi yang tidak jauh letaknya dari petak sawah percobaan.
(4)
Tancap/tanam di 1 lubang 2 benih
(5)
Umur tanam 11 hari dari sebar
(6)
Pupuk 1.5 kali standar umum/anjuran untuk inhibrida (jadi:compound (NPK) untuk pupuk basal 480Kg/Ha, Urea susulan I dan II sejumlah 320 Kg/Ha,
(7)
Jadual susulan pemupukan urea disesuaikan dengan kemampuan serap akar, pertumbuhan daun, anakan dan primordia yaitu: basal (4/12 bagian dari 480 kg urea), susulan I (3/12) pada waktu berdaun 4-5, susulan II (5/12) umur < 36 hari dari sebar/tidak boleh lewat. Formula untuk pemupukan urea Super: { ∫ rasio 4 – 3 – 5 ║ batas max < 36 hari}.
(8)
Rawan terhadap serangan hama dan penyakit, terutama pada waktu pertumbuhan generatif di musim hujan.
(9)
Tidak mudah/tahan rontog.
(10)
Hasil berturut turut 3 musim (yang lalu) di laboratorium dengan methoda seperti ”pakem” ini selalu di atas 21 ton GKG /Ha.(setara).
(11)
Index Organoleptic, tidak berubah, yaitu 8.27 dari tertinggi 10.00
CSS Research – Hybrid Rice
42
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi: Deskripsi Varitas Padi, 2009. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, PengelolaanTanaman Terpadu: Padi Sawah Irigasi PT Speed Sindo Mandiri, Feather Tea, L254/Organik/Deptan-PPI/X/2008 Surono Danu : Benih Padi Hasil Tinggi – Sertani 8, 2011
CSS Research – Hybrid Rice
43