MENGANALISIS DAN MENINGKATKAN KINERJA INTERNAL SUPPLY CHAIN DI P.T. XYZ
GROUP FIELD PROJECT
Leonard Wigan
0440000883
Andre Drajat Setiamanah
0440000984
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN SISTEM INFORMASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA JAKARTA 2005
MENGANALISIS DAN MENINGKATKAN KINERJA INTERNAL SUPPLY CHAIN DI P.T. XYZ
GROUP FIELD PROJECT
Leonard Wigan
0440000883
Andre Drajat Setiamanah
0440000984
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Manajemen Pada Program Pascasarjana Universitas Bina Nusantara
MENGANALISIS DAN MENINGKATKAN KINERJA INTERNAL SUPPLY CHAIN DI P.T. XYZ
GROUP FIELD PROJECT
Leonard Wigan
0440000883
Andre Drajat Setiamanah
0440000984
Pembimbing:
Minaldi Loeis, M.Sc., M.M. 07 – 12 – 2005
Life does not require us to be the biggest or the best. It only asks that we try.
KATA PENGANTAR Puji syukur pertama-tama kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkat dan anugerah-Nya dari awal penyusunan tesis ini hingga akhirnya dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tesis dengan judul “Menganalisa Dan Meningkatkan Kinerja Internal Supply Chain di P.T. XYZ” disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Manajemen di Universitas Bina Nusantara. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian tesis ini, yaitu: 1. Bapak Firdaus Alamsjah, Ph.D, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Bina Nusantara yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan program pascasarjana di kampus ini dan membantu kami dalam memberikan masukan serta arahan dalam pengerjaan tesis 2. Bapak Minaldi Loeis, M.Sc, selaku dosen pembimbing kami yang telah banyak memberikan arahan, masukan, serta ide-ide dalam pengerjaan tesis 3. Bapak Suwarno Mustakini selaku Manajer QMS P.T. XYZ 4. Ibu Melati selaku Manajer Accounting P.T. XYZ 5. Bapak Johannes S. Sidharta selaku Manajer MIS P.T. XYZ 6. Bapak Anton, Bapak Dedin, Bapak Imam, Bapak Jamal, Iwan, Ferry, Setriani, Tuty, Erlia, Dinar, Baby, Happy, Reza, Stefanus, Eri, Wendy, Djuwanto, Kristin, Yanthie, Steven, Erwin, Anthony, Ratna, Ronny, Bapak Arman, Bapak Soewandi, Bapak Hadi, Halimantoro, Sri, Adelina, Surya, Nina, Lia, Yohanes, dan seluruh jajaran Manajer, Supervisor, Staff serta petugas P.T. XYZ atas semua dukungan selama kami belajar dan menyelesaikan tesis ini 7. Bapak Hanny Santoso, M.Sc, selaku Program Direktur Sistem Informasi yang telah mengkoordinasi program Magister Pascasarjana jurusan Sistem Informasi
vi
8. Seluruh dosen Program Pascasarjana Universitas Bina Nusantara yang telah membagikan ilmu-ilmu dan pengalamannya yang sangat bermanfaat selama kami belajar di kampus ini 9. Para staf Student Service, Library, dan seluruh staff dan petugas yang ada di Universitas Bina Nusantara atas semua layanan dan dukungan selama kami belajar dan menyelesaikan tesis ini 10. Orang tua, kakak – adik, dan seluruh keluarga yang selalu membantu kami baik secara moril maupun materiil selama kami belajar dan menyelesaikan tesis ini 11. Vivi dan Silvi yang selalu memberikan dukungan dan semangat selama penyusunan dan penyelesaian tesis ini 12. Lina, Kartono, Peggy, Tipenk, Dea, Meiryana, Lany, dan teman-teman program pascasarjana UBiNus lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu, yang telah banyak membantu dan memberikan masukan selama penyusunan tesis ini
Walaupun kami telah berusaha memberikan yang terbaik dalam penyusunan tesis ini, tetapi kami menyadari bahwa tesis ini belumlah sempurna. Meski demikian kami berharap bahwa tesis ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.
Jakarta, 15 Oktober 2005
Penulis
vii
ABSTRAK Suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi sudah seharusnya memperhatikan desain model jaringan distribusi yang tepat dan handal agar dapat melayani kebutuhan konsumennya dengan baik. P.T. XYZ ingin menganalisa model jaringan distribusi internal yang ada serta membandingkan dengan suatu model baru yang ingin dikembangkan. Model distribusi yang sedang berjalan saat ini merupakan sistem sentralisasi dengan satu gudang utama yang dinamakan central distribution center (CDC), sedangkan model yang diusulkan adalah distribusi dengan sistem desentralisasi dengan dua atau lebih CDC. Tujuan penelitian pada tesis ini adalah untuk mengukur tingkat efektivitas dan efesiensi kedua model tersebut serta mendapatkan model yang paling tepat untuk diterapkan oleh P.T. XYZ. Analisa dan perbandingan kedua model distribusi tersebut ditinjau dari segi biaya safety stock dan biaya transportasi berdasarkan data-data secara kuantitatif dan kualitatif sampai dengan akhir tahun 2004. Hasil analisa menunjukkan bahwa biaya transportasi mempunyai kontribusi yang jauh lebih besar daripada biaya safety stock, sehingga model distribusi yang paling tepat untuk P.T. XYZ adalah model dengan biaya transportasi yang paling minimum, yaitu sistem desentralisasi dengan dua CDC. Model desentralisasi ini dapat dikembangkan menjadi lebih dari dua CDC yang disesuaikan berdasarkan kebutuhan masing-masing area dan perkembangan bisnis selanjutnya.
Kata kunci: sentralisasi, desentralisasi, safety stock, transportasi
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….. i HALAMAN PERNYATAAN …………………………………………………… ii PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………………………….. iii MOTTO…………………………………………………………………………... iv PERNYATAAN DEWAN PENGUJI……………………………………………. v KATA PENGANTAR ………………………………………………………….... vi ABSTRAK ……………………………………………………………………….. viii DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… ix DAFTAR TABEL….……………………………………………………………… xii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………… xiii DAFTAR GRAFIK………………………………………………………………. xiv BAB I
PENDAHULUAN …………………………………………………… 1
1.1
Latar Belakang Masalah……………………………………………… 1
1.2
Rumusan Permasalahan…………………………………………....…. 2
1.3
Tujuan Dan Manfaat………..………………………………………… 5
1.4
Ruang Lingkup……………………..…………………………………. 6
BAB II
LANDASAN TEORI …………………………………………………. 7
2.1
Pengertian Supply Chain……………………………………………… 9
2.2
Strategi Push Dan Pull Dalam Proses Supply Chain…………………. 12
2.3
Lima Komponen Utama Penggerak Supply Chain……………….…… 13
2.3.1
Produksi…..…………………………………………………………… 14
2.3.2
Persediaan…….……………………………………………………….. 15
2.3.3
Lokasi….……………………………………………………………… 15
2.3.4
Transportasi…………………………………………………………….16
2.3.5
Informasi………………………………………………………………. 16
ix
2.4
Pengukuran Kinerja Supply Chain Dengan Matrix…………………… 18
2.4.1
Kategori Pasar.……..…………………………………………………. 18
2.4.2
Empat Kategori Pengukuran Kinerja Supply Chain...………………… 20
2.5
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Design Jaringan Distribusi.......... 25
2.6
Desain Jaringan Untuk Situasi Yang Tidak Menentu………………… 26
2.7
Manajemen Dan Koordinasi Dalam Supply Chain…………………… 27
2.7.1
Efek Bullwhip…………………………………………………............ 28
2.7.2
Efek Akibat Lemahnya Koordinasi Kinerja Supply Chain…………… 28
2.7.3
Hambatan-Hambatan Dalam Suatu Supply Chain………..………….. 31
2.8
Konfigurasi Jaringan Logistik………………………………………... 32
2.8
Sistem Sentralisasi Dan Desentralisasi………………..……………… 33
2.10
Gudang Publik Dan Individu…………………………………………. 34
2.10.1
Keuntungan Dan kerugian Gudang Publik………………..………….. 34
2.10.2
Keuntungan Dan kerugian gudang Individu………………………….. 36
BAB III
METODOLOGI ………………………………………………………. 39
3.1
Kerangka Pikir………………………………………………………… 39
3.2
Model Dan metode Analisis…………..………………………………. 40
3.3
Variabel Yang Akan Diukur……………...…………………………… 42
3.4
Hipotesis…….………………………………………………………… 42
3.5
Populasi Dan Sample……….……………………………………….... 42
3.6
Metode Pengumpulan Data………….………………………………… 43
3.7
Model Jaringan…………………………………………………………43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN.. …………………………………….. 44
4.1
Analisis Model Porter………..……………………………………….. 44
4.1.1
Persaingan Antar Perusahaan Industri Sejenis…………………….….. 45
4.1.2
Pemain Baru Yang Berpotensial…………….………………………… 46
4.1.3
Kekuatan Supplier / Principal…………………………………………. 47
4.1.4
Kekuatan Pembeli………..……………………………………………. 48 x
4.1.5
Produk Pengganti………...……………………………………………. 49
4.2
Analisis SWOT……………………………………………………….. 50
4.2.1
Kekuatan (Strengths)………………………………………..………… 50
4.2.2
Kelemahan (Weaknesses)………..…………………………………… 51
4.2.3
Peluang ( Opportunities)………..…………………………………….. 52
4.2.4
Ancaman (Threats)…………………………………………………… 53
4.2.5
Matriks SWOT….……………………………………………………. 54
4.3
Titik-Titik Pusat Distribusi Dan Logistik……………………………. 57
4.4
Asumsi Yang Digunakan……….…………………………………….. 58
4.5
Pengumpulan Data……..…………………………………………….. 58
4.5.1
Data Jarak Dan Waktu Tempuh Area…………….………………….. 58
4.5.2
Data Penjualan Per Area……………………………………………… 60
4.5.3
Data Mengenai Pengiriman Dan Pembelian Dari Principal ………….. 68
4.6
Analisis Model Distribusi Yang Sedang Berjalan……………………. 68
4.7
Analisis Model Distribusi Yang Diusulkan……………….………….. 70
4.8
Perbandingan Safety Stock……………………………………………. 74
4.9
Perbandingan Biaya Distribusi……………………………………….. 77
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN..…………………………………….. 80
5.1
Kesimpulan…………………………………………………………… 80
5.2
Rekomendasi……..…………………………………………………… 81
DAFTAR ACUAN ……………………………………………………………… 83 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 84 RIWAYAT HIDUP PENULIS (CV)…………………………………………….. 86
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Jarak, Waktu Tempuh, dan Biaya dari Jakarta…………………. 59 Tabel 4.2 Data Jarak, Waktu Tempuh, dan Biaya dari Surabaya……………….. 59 Tabel 4.3 Data Penjualan Per Area Tahun 2004………………………………… 60 Tabel 4.4 Perhitungan Safety Stock Dengan Sistem Desentralisasi……………. 75 Tabel 4.5 Perhitungan Safety Stock Dengan Satu Gudang Utama……………… 76 Tabel 4.6 Perhitungan Safety Stock Dengan Dua Gudang Utama……………… 76 Tabel 4.7 Perhitungan Biaya Distribusi Dengan Satu Gudang Utama.................. 78 Tabel 4.8 Perhitungan Biaya Distribusi Dengan Dua Gudang Utama................... 79
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Model Distribusi Dengan Satu Gudang Utama………………….... 3
Gambar 1.2
Model Distribusi Dengan Beberapa Gudang Utama………………. 4
Gambar 2.1
Contoh Tahapan Supply Chain Untuk Produk Makanan Kering..… 10
Gambar 2.2
Jaringan Dalam Suatu Supply Chain…………………………..…... 10
Gambar 2.3
Lima Komponen Penggerak Utama Supply Chain………………… 13
Gambar 2.4
Empat Kategori Pasar……………………………………………… 19
Gambar 3.1
Kerangka Pikir…………………………………………………….. 40
Gambar 3.2
Metode Analisis……………………………………………………. 41
Gambar 4.1
Model Porter……………………………………………………….. 46
Gambar 4.2
Matriks SWOT…………………………………………………….. 55
Gambar 4.3
Model Distribusi Dengan Satu Gudang Utama……………………. 69
Gambar 4.4
Model Distribusi Dengan Dua Gudang Utama……………………. 71
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Fluktuasi Permintaan di Area Cikarang……………………….. …….. 61 Grafik 4.2 Fluktuasi Permintaan di Area Bandung………………………………. 61 Grafik 4.3 Fluktuasi Permintaan di Area Semarang……………………………… 62 Grafik 4.4 Fluktuasi Permintaan di Area Surabaya………………………………. 62 Grafik 4.5 Fluktuasi Permintaan di Area Solo……………………………………. 63 Grafik 4.6 Fluktuasi Permintaan di Area MT. Haryono – Jakarta………………... 63 Grafik 4.7 Fluktuasi Permintaan di Area Bogor………………………………….. 64 Grafik 4.8 Fluktuasi Permintaan di Area Malang………………………………… 64 Grafik 4.9 Fluktuasi Permintaan di Area Cirebon………………………………… 65 Grafik 4.10 Fluktuasi Permintaan di Area Medan…………………………………. 65 Grafik 4.11 Fluktuasi Permintaan di Area Palembang…………………………….. 66 Grafik 4.12 Fluktuasi Permintaan di Area Makasar……………………………….. 66 Grafik 4.13 Koefisien Variasi Masing-Masing Area……………………………… 67
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang masalah Salah satu faktor penting dalam dunia industri modern saat ini adalah sistem
distribusi barang. Pada dasarnya sistem distribusi dimulai dari pengadaan barang dari produsen ke pihak distributor utama, selanjutnya akan disalurkan ke agen-agen yang lebih kecil dan pada akhirnya barang tersebut akan sampai di tangan konsumen. Pada prakteknya, tidak sedikit produsen-produsen di Indonesia yang menggunakan jasa perusahaan distributor untuk memasarkan produk-produk mereka. Pihak produsen tidak lagi memikirkan mengenai masalah pemasaran ataupun penjualan produk, sehingga mereka dapat lebih memfokuskan diri pada sistem produksinya. Pada umumnya, pihak produsen akan menunjuk satu distributor tunggal untuk satu negara, dan menyerahkan proses distribusi selanjutnya kepada distributor tunggal tersebut. Suatu perusahaan distributor consumer goods yang cukup besar dapat menangani proses distribusi dan pemasaran beberapa jenis produk sekaligus dari pihak produsen yang berbeda. Distributor tunggal ini biasanya hanya akan memasarkan produknya kepada distributor yang lebih kecil, agen-agen di daerah, pengecer atau supermarket, dan sangat jarang yang menjual langsung ke pihak konsumen. Khususnya untuk jenis consumer goods, proses distribusi ini akan menjadi cukup kompleks, karena pihak distributor tunggal tersebut akan berhubungan dengan 1
2
banyak distributor-distributor yang lebih kecil atau agen-agen di daerah yang jumlahnya dapat mencapai ratusan bahkan ribuan. P.T. XYZ adalah salah satu distributor besar yang menangani proses pemasaran beberapa jenis produk consumer goods di Indonesia. Beberapa produk yang kategorinya cukup dikenal luas oleh masyarakat seperti bumbu-bumbu masakan, keju, minuman supplemen kesehatan, aneka ragam biskuit dan minyak goreng. P.T. XYZ membeli produk-produk tersebut langsung dari pihak produsen (selanjutnya akan disebut sebagai principal), kemudian dipasarkan ke distributor di tingkat yang lebih rendah, agen di daerah, pengecer, dan supermarket.
1.2
Rumusan Permasalahan Pihak manajemen P.T. XYZ menilai proses distribusi yang saat ini terjadi di
dalam perusahaannya kurang efektif dan efisien. Hal ini terlihat dari lamanya waktu yang diperlukan untuk melakukan pengiriman suatu produk dari pihak principal untuk sampai ke pelanggan, yang terkadang membutuhkan waktu hingga lebih dari satu bulan. Selain itu pihak manajemen juga ingin menekan biaya transportasi untuk proses distribusi barang tersebut untuk meningkatkan efisiensi biaya. Gambar 1.1 menunjukkan proses distribusi barang yang saat ini dilakukan oleh P.T. XYZ dalam bentuk yang disederhanakan. Selain pihak principal dan pelanggan, ada tiga komponen penting dalam proses distribusi tersebut, yaitu gudang utama, gudang area (distribution center), dan gudang sub-area.
3
Principal I
Principal II
Principal III
Principal IV
Gudang Utama
Distribution Center
Distribution Center
A
B
C
P
P
P
D
E
P
G
F
P P
AREA I
Distribution Center
P
P P
I
P P
AREA II II
Keterangan: = Gudang sub-area
H
J
P P
AREA III III
P
= Pelanggan
Gambar 1.1. Model Distribusi Dengan Satu Gudang Utama
Pada dasarnya ada tiga macam alur distribusi yang terjadi, yang pertama yaitu pengiriman barang dari principal ke gudang utama, kemudian diteruskan ke distribution center dan gudang sub-area. Kedua, principal mengirim ke distribution center atau gudang sub-area tanpa melalui gudang utama. Ketiga, principal langsung mengirim ke pelanggan tanpa melalui gudang utama, distribution center, maupun gudang sub-area.
4
Pihak manajemen P.T. XYZ ingin menerapkan suatu model distribusi baru untuk meningkatkan efisiensi serta menekan biaya transportasi. Model distribusi baru yang diusulkan seperti terlihat pada Gambar 1.2. Dalam model distribusi yang diusulkan tersebut, intinya adalah menambah gudang utama yang bertugas melayani beberapa distribution center. Principal I
Principal II
Principal III
Gudang Utama I
Gudang Utama II
Gudang Utama III
DC 1
A
DC 2
B
C
D
P
P
AREA I
E
P
P
P
DC 3
F
H
P
P
P
AREA II II
Keterangan: = Gudang sub-area
DC 4
G
P
P
I
I
J
P
J
P
P
AREA III III
DC
Principal IV
= Distribution Center
P
P
P
AREA IV IV
P
= Pelanggan
Gambar 1.2. Model Distribusi Dengan Beberapa Gudang Utama
P
5
Sebelum menerapkan model distribusi yang diusulkan tersebut, maka pihak manajemen P.T. XYZ ingin membandingkan kinerjanya. Jadi masalah utama yang dihadapi saat ini, apakah model distribusi baru yang diusulkan tersebut dapat memberikan tingkat efektifitas serta efisiensi yang lebih baik daripada model distribusi yang telah ada. Parameter yang akan digunakan untuk mengukur serta membandingkan kedua model tersebut adalah:
Persediaan cadangan (safety stock) Nilai persediaan yang harus dicadangkan selama menunggu pengiriman barang
dari pihak principal..
Biaya transportasi Biaya transportasi yang dikenakan untuk setiap barang yang dipindahkan dari
suatu gudang ke gudang yang lainnya di area yang berbeda..
1.3
Tujuan dan Manfaat Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mengukur tingkat efektifitas dan
efisiensi antara model distribusi yang telah ada di P.T. XYZ dengan model distribusi baru yang diusulkan. Manfaat dari penulisan tesis ini antara lain adalah:
Mengetahui model distribusi yang paling tepat untuk diterapkan di P.T. XYZ.
Mengetahui tingkat efektifitas dan efisiensi model distribusi yang ada saat ini.
Mengetahui kelebihan dan kekurangan kedua model distribusi tersebut.
6
Meningkatkan kinerja operasional perusahaan dengan cara mengoptimumkan proses distribusi barang.
1.4
Ruang Lingkup Ruang lingkup yang dibahas dalam penulisan tesis ini adalah:
Analisis hanya dilakukan untuk dua model distribusi yaitu model dengan satu gudang utama dan model dengan dua gudang utama.
Data-data yang akan dianalisis adalah data sampai akhir tahun finansial 2004.
Data diasumsikan cukup untuk digunakan sebagai sampel dan dilakukan analisis guna membandingkan kedua model distribusi tersebut.
Sedangkan hal yang tidak termasuk dalam pembahasan tesis ini adalah perbandingan dari segi investasi, baik untuk model distribusi yang telah ada maupun model distribusi yang diusulkan.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam dunia bisnis akhir-akhir ini semakin sering digunakannya istilah supply chain. Supply chain ini muncul seiring dengan perkembangan dunia usaha yang dituntut untuk semakin efisien dan responsif terhadap perubahan yang terjadi, terutama dalam hal memenuhi kebutuhan konsumen. Efisien dalam arti meminimalkan biaya dalam rangka pengadaan barang maupun jasa. Sedangkan responsif maksudnya adalah cepat dan tanggap dalam menyediakan barang dan jasa tersebut, sehingga pelanggan dapat memperolehnya tepat di saat mereka membutuhkannya atau sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan sebelumnya. Dalam kenyataannya, untuk dapat melakukan efisiensi dan sekaligus responsif itu tidak mudah, seringkali keduanya justru bertentangan. Sebagai contoh, untuk dapat efisien, maka suatu perusahaan harus mempunyai tingkat persediaan (inventory level) yang serendah mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk menekan biaya persediaan seperti sewa gudang dan pekerja. Sedangkan untuk dapat bersikap responsif, perusahaan tersebut harus mampu memenuhi kebutuhan pelanggannya secara cepat. Salah satu caranya adalah dengan mempunyai jumlah persediaan barang yang cukup sehingga perusahaan tersebut akan dapat memenuhi permintaan pelanggannya tanpa harus menunggu proses produksi ataupun pemesanan dari supplier lainnya. Seringkali suatu perusahaan menimbun jumlah persediaan yang cukup besar, karena permintaan 7
8
dari pelanggan seringkali yang tidak menentu dan tidak sesuai dengan prediksi (forecasting) yang telah dilakukan sebelumnya. Contoh lainnya adalah dalam hal distribusi barang dari gudang utama (central warehouse) ke gudang-gudang lebih kecil yang tersebar di daerah-daerah. Suatu perusahaan dapat melakukan efisiensi biaya transportasi dengan cara melakukan pengiriman yang seminim mungkin. Barang dalam kuantitas yang kecil disimpan terlebih dulu di gudang utama sambil menunggu kedatangan barang-barang lainnya untuk selanjutnya dikirimkan secara bersamaan ke gudang-gudang di daerah. Dengan cara ini maka perusahaan tersebut dapat menghemat biaya transportasi karena tidak perlu melakukan pengiriman barang secara berkali-kali untuk kuantitas yang kecil. Namun di lain pihak, untuk dapat bersikap responsif terhadap kebutuhan para pelanggannya, perusahaan tersebut dituntut untuk melakukan pengiriman barang sesegera mungkin, walaupun barang yang akan dikirim itu hanya dalam kuantitas yang sedikit. Hal ini tentunya akan meningkatkan biaya transportasi bagi perusahaan tersebut. Dari kedua contoh di atas, dapat terlihat bahwa untuk melakukan efisiensi sekaligus bersikap responsif seringkali bertolak belakang. Strategi supply chain yang akan dibahas kemudian dapat menjadi sebuah kerangka kerja (framework) untuk memberikan solusi yang terbaik dalam mengatasi masalah tersebut.
9
2.1
Pengertian supply chain Supply chain yang juga berarti sebagai jaringan logistik (logistics networks)
seperti yang ditulis oleh Chopra dan Meindl dalam bukunya Supply Chain Management, pada dasarnya melibatkan semua pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan kebutuhan pelanggan. Supply chain tidak hanya meliputi principal (manufacturers) dan supplier saja, tetapi juga penyedia jasa transportasi, gudang, distributor, agen, pengecer, dan pelanggan itu sendiri. Dalam setiap organisasi, seperti principal, supply chain meliputi semua proses dan fungsi yang terlibat dalam hal menerima pesanan dan memenuhi kebutuhan pelanggannya. Fungsi-fungsi tersebut antara lain: pengadaan produk baru, marketing, operasional, distribusi, keuangan, dan pelayanan pelanggan. Namun juga tidak hanya terbatas pada hal-hal tersebut. Sebagai contoh, seorang konsumen berjalan memasuki sebuah supermarket untuk membeli produk makanan kering. Maka supply chain berawal dari konsumen itu dan kebutuhannya akan produk makanan kering. Tahap berikutnya dalam supply chain adalah supermarket yang dikunjungi oleh konsumen tersebut. Supermarket itu mempunyai sejumlah persediaan produk yang diperoleh dari distributor. Distributor tersebut dapat saja menggunakan jasa pihak ketiga untuk fasilitas gudang dan layanan transportasinya. Sementara distributor memperoleh produk makanan tersebut dari pihak principal utama yang memproduksinya. Suatu supply chain yang utuh tidak hanya berhenti sampai tahap pihak principal ini, tetapi masih akan berlanjut ke supplier-supplier yang berkaitan dengan principal tersebut. Misalnya supplier yang
10
menyediakan kemasan plastik sebagai bahan pembungkus, dan supplier yang menyediakan bahan mentah untuk memproduksi makanan kering tersebut, sampai dengan para petani yang menanam bahan pokok untuk membuat produk makanan kering tersebut. Melakukan koordinasi secara penuh terhadap supply chain mulai dari ujung yang satu sampai dengan ujung lainnya tentunya sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Tetapi semakin banyak titik dalam supply chain ini yang berhasil untuk disatukan dan dikoordinasi, maka akan semakin baik pula kinerjanya. Gambar 2.1 merupakan contoh tahapan-tahapan yang ada dalam sebuah supply chain.
Pabrik kimia
Pabrik kemasan plastik
Pabrik pengolah coklat
Pabrik makanan kering
Distributor
Pengecer / Supermarket
Konsumen
Pabrik tepung Third party logistic (3PL) Pabrik gula
Gambar 2.1. Contoh Tahapan Supply Chain Untuk Produk Makanan Kering
Penting untuk disadari bahwa pelanggan merupakan salah satu bagian dalam supply chain, karena pada dasarnya tujuan utama dari adanya suatu supply chain adalah untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut dalam rangka memperoleh keuntungan. Aktivitas suatu supply chain berawal dari pesanan pelanggan (customer
11
order) dan akan berakhir ketika pelanggan tersebut merasa puas dan melakukan pembayaran atas pembeliannya. Dalam suatu supply chain tidak hanya barang atau produk yang bergerak dari satu pihak ke pihak yang lainnya, tetapi mengalir juga informasi, keuangan, dan jasa. Istilah supply chain seolah-olah juga mengkondisikan hanya ada satu pihak yang terkait dalam setiap tahapannya. Dalam kenyataannya, suatu principal dapat berhubungan dengan dua supplier atau bahkan lebih. Sehingga hampir setiap supply chain pada kenyataannya adalah merupakan sebuah jaringan (networks). Gambar 2.2 memberikan ilustrasi kondisi suatu jaringan dalam sebuah supply chain.
Supplier
Supplier
Manufacturer
Distributor
Supplier Manufacturer
Supplier
Manufacturer
Customer
Retailer
Customer
Retailer
Customer
Retailer
Customer
Retailer
Customer
Retailer
Customer
Distributor
Supplier
Supplier
Retailer
Distributor
Gambar 2.2. Jaringan Dalam Suatu Supply Chain
12
2.2
Strategi push dan pull dalam proses supply chain Ada dua kategori dasar dalam proses suatu supply chain, yaitu strategi
mendorong (push) dan menarik (pull). Dalam strategi push, maka eksekusi akan dilakukan untuk mengantisipasi pesanan dari pelanggan. Sedangkan dalam strategi pull, eksekusi akan dilakukan sebagai respon terhadap suatu pesanan pelanggan. Sehingga hal ini berpengaruh pada permintaan (demand) pelanggan yang akan dihadapi. Dalam pelaksanaan proses pull, permintaan pelanggan telah diketahui dengan pasti, sedangkan dalam proses push, permintaan pelanggan tidak atau belum diketahui dan harus dilakukan dengan cara prediksi (forecasting). Maka proses pull ini seringkali juga disebut sebagai proses reaktif (reactive processes), sementara proses push disebut sebagai proses spekulatif (speculative processes). Sebagai contoh penerapan strategi pull adalah produsen komputer Dell. Dell menjual secara langsung kepada pelanggannya melalui internet (web site), tanpa melalui distributor. Maka proses produksi atau perakitan komputer di Dell akan bergantung pada jumlah pesanan yang diterima dari pelanggannya. Proses produksi ini dipicu dan merupakan reaksi atas adanya pesanan dari pelanggan. Sedangkan contoh strategi push adalah produsen makanan kering yang telah dibahas sebelumnya. Jumlah barang yang diproduksi oleh pabrik tersebut tentunya tidak menunggu adanya pesanan dari pelanggan, tetapi proses produksi dilakukan berdasarkan prediksi akan kebutuhan konsumen. Dengan kata lain, proses produksi tersebut dilakukan untuk mengantisipasi akan adanya permintaan pelanggan.
13
2.3
Lima komponen utama penggerak supply chain Hugos, Michel, dalam bukunya Essentials of Supply Chain Management,
menyatakan adanya lima komponen utama sebagai penggerak supply chain, yaitu: produksi (production), persediaan (inventory), lokasi (location), transportasi (transportation), dan informasi (information). Dalam setiap komponen tersebut, akan timbul konflik antara efisiensi dan responsif. Gambar 2.3 menunjukkan keterkaitan kelima komponen utama tersebut.
1. PRODUKSI
2. PERSEDIAAN
Apa, bagaimana, dan kapan untuk melakukan produksi
Berapa banyak yang dibuat dan berapa banyak yang disimpan
5. INFORMASI Merupakan dasar untuk membuat keputusan dalam keempat komponen lainnya
4. TRANSPORTASI
3. LOKASI
Bagaimana dan kapan untuk memindahkan produk
Di mana tempat yang terbaik untuk melakukan aktivitas
Gambar 2.3. Lima Komponen Penggerak Utama Supply Chain (Sumber: Hugos, Michael, Essentials of Supply Chain Management, 1st ed., John Wiley & Son, New Jersey, 2003)
14
2.3.1 Produksi Produksi dalam hal ini mengacu pada kapasitas suatu supply chain untuk membuat dan menyimpan barang. Fasilitas-fasilitas dalam produksi ini antara lain adalah pabrik dan gudang. Hal yang menjadi pertimbangan dalam produksi ini adalah besar kecilnya kapasitas produksi dan penyimpanan yang akan dibangun untuk memenuhi permintaan pasar. Semakin besar kapasitas tentunya akan semakin responsif, tetapi juga tidak efisien karena membutuhkan biaya yang besar. Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam hal pergudangan, yaitu:
Stock keeping unit (SKU) – merupakan salah satu pendekatan tradisional yang sering digunakan, yaitu suatu produk akan disimpan bersama-sama berdasarkan SKU masing-masing. Cara ini efisien dan mudah untuk dimengerti dalam hal penyimpanan barang.
Job lot storage – dengan pendekatan ini, maka produk yang berbeda tetapi yang berkaitan dengan kebutuhan yang sama untuk suatu pelanggan atau suatu pekerjaan tertentu akan disimpan bersama-sama. Hal ini memberikan efisiensi dalam hal pengambilan (picking) dan pembungkusan (packing), tetapi umumnya membutuhkan area penyimpanan yang lebih besar daripada sistem tradisional SKU. Crossdocking – pendekatan ini dilakukan pertama kali oleh Wal-Mart dalam
rangka meningkatkan efisiensi supply chain. Barang tidak benar-benar disimpan dalam suatu gudang, tetapi gudang tersebut digunakan sebagai area bongkar muat. Truk yang datang dari supplier akan membongkar muatan dalam jumlah besar,
15
kemudian akan dibagi-bagi menjadi lot yang lebih kecil. Lot-lot yang kecil ini kemudian akan dikombinasi kembali berdasarkan kebutuhan untuk hari tersebut dan dimuat kembali ke dalam truk yang akan mengirimkan ke tempat yang terakhir, yaitu supermarket.
2.3.2 Persediaan Persediaan ini meliputi segala sesuatu dari bahan mentah (raw material) sampai dengan barang jadi yang tersebar pada supplier, principal, distributor, dan pengecer dalam suatu supply chain. Hal yang dipertimbangkan dalam persediaan ini adalah jumlah yang akan disimpan. Semakin banyak jumlah persediaan yang dimiliki maka akan semakin responsif terhadap permintaan pasar, tetapi juga semakin tidak efisien, karena membutuhkan area penyimpanan yang besar sekaligus biaya persediaan yang tinggi.
2.3.3 Lokasi Lokasi dalam hal ini mengacu pada letak geografis dari suatu fasilitas dalam suatu supply chain. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi maksudnya adalah kegiatan lebih dipusatkan pada jumlah lokasi yang lebih sedikit, sehingga memiliki skala ekonomis yang baik (economies of scale) dan lebih efisien. Sedangkan dalam desentralisasi, kegiatan dilakukan di banyak lokasi yang letaknya lebih dekat dengan pelanggan dan supplier, dengan tujuan agar dapat lebih responsif.
16
Banyak faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan lokasi ini, antara lain adalah biaya pembangunan fasilitas, biaya pekerja setempat, kemampuan pekerja lokal, kondisi infrastruktur yang ada, pajak dan bea cukai, peraturan yang berlaku di daerah tersebut, serta jarak dengan supplier dan pelanggan.
2.3.4 Transportasi Transportasi meliputi semua hal yang berhubungan dengan perpindahan mulai dari bahan mentah sampai barang jadi di antara fasilitas-fasilitas yang ada dalam suatu supply chain. Hal yang menjadi pertimbangan adalah jenis transportasi yang digunakan. Transportasi jenis cepat seperti pesawat akan sangat responsif tetapi juga mahal, sedangkan transportasi jenis lambat seperti kapal laut dan kereta lebih efisiensi dalam segi biaya namun kurang responsif. Menentukan jenis transportasi yang tepat untuk digunakan dalam suatu jaringan logistik sangat penting, karena biaya transportasi mempunyai proporsi yang besar.
2.3.5 Informasi Informasi merupakan basis utama untuk mengambil keputusan dalam keempat faktor penggerak supply chain lainnya. Informasi merupakan penghubung antara semua aktivitas dan operasi dalam sebuah supply chain. Data yang akurat, tepat waktu, dan lengkap akan memungkinkan suatu perusahaan untuk dapat mengambil keputusan secara tepat, sekaligus juga meningkatkan kinerja dan nilai supply chain secara keseluruhan.
17
Informasi pada dasarnya akan digunakan untuk dua tujuan utama dalam suatu supply chain, yaitu:
Koordinasi aktivitas harian – berhubungan dengan fungsi keempat faktor penggerak supply chain lainnya, yaitu produksi, persediaan, lokasi, dan transportasi. Data permintaan dan penawaran digunakan untuk membuat jadwal produksi, menentukan tingkat persediaan (inventory levels), rute transportasi, dan lokasi penyimpanan.
Membuat ramalan dan rencana – bertujuan untuk mengantisipasi dan memenuhi permintaan yang akan datang. Informasi yang ada digunakan untuk membuat prediksi yang nantinya menjadi patokan untuk jadwal produksi bulanan. Hasil peramalan juga digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, seperti perlu tidaknya membangun fasilitas baru, memasuki pasar baru, atau keluar dari pasar yang ada.
Pertimbangan antara efisiensi dan responsif meliputi pentingnya untuk memperoleh informasi yang bagus dan biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi tersebut. Informasi yang melimpah dan akurat akan dapat menunjang keputusan operasional yang efisien dan hasil peramalan yang lebih baik. Tetapi biaya untuk membangun sistem dalam rangka mengumpulkan informasi tersebut tentunya tidak murah dan membutuhkan waktu. Dalam suatu supply chain juga perlu dipertimbangkan seberapa banyak informasi yang akan dibagi dengan pihak lainnya untuk meningkatkan efisiensi kerja bersama dalam supply chain tersebut.
18
2.4
Pengukuran kinerja supply chain dengan matriks Ada pepatah yang mengatakan bahwa tidak ada hal yang pasti di dunia ini
selain perubahan itu sendiri. Demikian pula halnya dengan supply chain, yang akan selalu berubah dan menyesuaikan diri dengan keadaan penawaran dan permintaan suatu produk. Sementara itu, setiap perusahaan yang terlibat dalam supply chain itu tentunya perlu untuk melakukan pengawasan dan kontrol dalam operasionalnya. Maka dibutuhkan suatu metode untuk melakukan pengukuran kinerja supply chain tersebut. Namun sebelumnya akan dibahas terlebih dulu mengenai model pasar yang terbagi dalam empat kuadran, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.4.
2.4.1 Kategori pasar Dalam pasar yang masih dalam masa pembentukan (developing market), pada umumnya jumlah penawaran dan permintaan masih rendah. Pasar yang baru ini biasanya terjadi karena adanya teknologi baru atau adanya tren sosial dan ekonomi yang kemudian menciptakan suatu kebutuhan yang baru bagi sekelompok konsumen. Peluang yang dapat diambil dalam pasar ini adalah dengan bekerja sama dengan perusahaan lain dalam supply chain untuk mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan oleh pasar. Biaya penjualan pada umumnya adalah tinggi dan tingkat persediaan rendah. Pasar yang sedang berkembang (growth market) biasanya mempunyai jumlah permintaan yang lebih tinggi daripada penawaran yang ada, sehingga suplai seringkali tidak menentu. Peluang yang ada pada pasar jenis ini adalah dengan
19
memberikan tingkat pelayanan pelanggan yang baik, yang dapat diukur berdasarkan tingkat pemenuhan pesanan (order fill rates) dan pengiriman yang tepat waktu (ontime deliveries). Pelanggan pada umumnya mementingkan adanya keandalan (reliability) dan bersedia membayar mahal untuk hal itu. Biaya penjualan rendah, karena pelanggan mudah didapat dan tingkat persediaan adalah tinggi karena nilainya
SUPPLY
yang cenderung akan meningkat.
MATURE
STEADY
Supply melebihi demand
Pasar stabil, supply dan demand seimbang
Melakukan koordinasi dengan patner dalam supply chain untuk menyediakan variasi produk kepada pasar, mengakomodasi fluktuasi kebutuhan produk, serta mempertahankan tingkat pelayanan pelanggan yang tinggi.
Meningkatkan kinerja dan optimalisasi operasional internal perusahaan untuk mencapai tingkat efisiensi maksimum dan keuntungan supply chain yang terbaik.
DEVELOPING
GROWTH
Pasar baru, produk baru, supply dan demand masih rendah
Demand melebihi supplu
Melakukan kerja sama dengan perusahaan lain dalam supply chain untuk mengetahui keinginan pasar dan membuat produk yang menarik bagi pasar.
Membangun pangsa pasar dan pengenalan produk bersama patner dalam supply chain untuk memberikan tingkat pelayanan pelanggan yang tinggi berdasarkan tingkat pemenuhan pesanan dan pengiriman yang tepat waktu.
DEMAND Gambar 2.4. Empat Kategori Pasar (Sumber: Hugos, Michael, Essentials of Supply Chain Management, 1st ed., John Wiley & Son, New Jersey, 2003)
20
Pasar yang stabil (steady market), jumlah penawaran maupun permintaan adalah tinggi dan seimbang, sehingga relatif lebih mudah untuk diprediksi. Peluang dalam pasar ini adalah dengan meningkatkan kinerja internal dan mengoptimalisasi operasional perusahaan. Perusahaan seharusnya fokus untuk meminimalkan tingkat persediaan dan biaya penjualan sambil tetap mempertahankan tingkat pelayanan pelanggan yang tinggi. Pada pasar yang sudah jenuh (mature market), kondisi yang terjadi biasanya adalah penawaran telah melebihi permintaan. Kondisi permintaan secara keseluruhan pada umumnya telah stabil atau menurun secara perlahan akibat persaingan yang ketat dan keadaan penawaran yang berlebihan. Namun demikian, apabila dilihat dari sudut pandang setiap supplier, jumlah permintaan ini terlihat tidak menentu. Peluang dalam pasar kategori ini adalah dalam hal fleksibilitas, yang diukur dalam hal kemampuan untuk memberikan respon yang cepat terhadap perubahan permintaan produk serta tetap mempertahankan tingkat pelayanan pelanggan yang tinggi. Konsumen biasanya lebih menyukai nilai dari one stop shopping, di mana mereka dapat membeli berbagai kebutuhan dengan harga yang relatif rendah. Tingkat persediaan harus diminimalkan dan biaya penjualan biasanya cukup tinggi, karena harus menarik calon pelanggan dalam kondisi pasar yang penuh dengan persaingan.
2.4.2 Empat kategori pengukuran kinerja supply chain Hugos, Michael, mengemukakan empat kategori untuk mengukur kinerja supply chain, yaitu:
21
Pelayanan pelanggan (customer service) Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tujuan utama suatu supply chain
adalah untuk melayani dan memenuhi kebutuhan pasar, terutama pelanggannya. Pengukuran ini termasuk bagaimana suatu supply chain dapat memberikan dukungan yang baik kepada pasarnya. Ada dua jenis matriks untuk pelayanan pelanggan ini, yaitu build to stock (BTS) dan build to order (BTO). Matriks yang populer untuk situasi BTS adalah:
Tingkat pemenuhan pesanan secara lengkap (complete order fill rate) dan tingkat pemenuhan pesanan jenis produk (order line item fill rate)
Tingkat pengiriman yang tepat waktu (on-time delivery rate)
Nilai total pesanan yang terlambat dilayani (value of total backorders) atau jumlah pesanan yang terlambat dilayani (number of backorders)
Frekuensi dan durasi pesanan yang terlambat dilayani (frequency and duration of backorders)
Tingkat pengembalian produk (line item return rate)
Sedangkan matriks yang sering digunakan pada kondisi BTO adalah:
Permintaan waktu respon pelanggan (quoted customer response time) dan tingkat pemenuhan secara tepat waktu (on-time completion rate)
Tingkat pengiriman yang tepat waktu (on-time delivery rate)
Nilai keterlambatan pesanan (value of late orders) dan jumlah keterlambatan pesanan (number of late orders)
Frekuensi dan durasi keterlambatan pesanan (frequency and duration of late orders)
22
Jumlah garansi pengembalian dan perbaikan (number of warranty returns and repairs)
Efisiensi internal (internal efficiency) Efisiensi internal merupakan kemampuan suatu perusahaan atau suatu supply
chain untuk menggunakan aktiva yang ada untuk menghasilkan keuntungan yang semaksimal mungkin. Aktiva dalam hal ini adalah semua yang bernilai nyata (tangible), seperti pabrik, peralatan, persediaan, dan uang tunai. Pengukuran efisiensi internal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
Nilai persediaan (inventory value) Pengukuran ini dilakukan pada suatu waktu tertentu dan nilai secara ratarata untuk suatu periode waktu tertentu. Setiap perusahaan yang terdapat dalam supply chain akan selalu berusaha untuk mengurangi nilai persediaannya. Waktu di mana suatu perusahaan tidak keberatan untuk memiliki nilai persediaan yang melebihi penjualan adalah saat pasar dalam tahap perkembangan, karena nilai persediaan akan meningkat. Tetapi setelah kondisi pasar berubah, maka hal yang terbaik adalah berusaha mengurangi jumlah persediaan.
Perputaran persediaan (inventory turns) Cara lain untuk mengukur kinerja internal adalah kecepatan perputaran persediaan, yang sering disebut sebagai rasio perputaran persediaan (inventory turnover ratio), yang dapat dihitung dengan rumus:
23
Inventory turnover ratio =
Annual cos t of goods sold Annual average inventory value
Nilai laba penjualan (return on sales) Nilai laba penjualan ini dapat digunakan untuk mengukur bagaimana suatu perusahaan dapat memanajemen antara biaya tetap (fixed costs) dan biaya variabel (variables costs), serta pendapatan kotor dari hasil penjualan (gross profit). Nilai ini dapat dihitung dengan rumus: Return on sales =
Earnings before int erest & tax Sales
Waktu perputaran dari tunai menjadi tunai (cash-to-cash cycle time) Nilai ini adalah periode waktu sejak suatu perusahaan membayar kepada suppliernya sampai dengan perusahaan itu menerima pembayaran dari pelanggannya. Waktu ini dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus berikut: Cash − to − cash cycle time = Inventory Days of supply + Days sales outstanding − Average payment period on purchases
Maka semakin pendek nilai waktu ini adalah semakin bagus, karena berarti perusahaan tersebut mempunyai perputaran keuangan yang baik. Suatu perusahaan biasanya akan relatif lebih mudah untuk mengelola hutang dan piutangnya daripada mengelola persediaan.
Fleksibilitas permintaan pasar (demand flexibility) Matriks ini menggambarkan kemampuan suatu perusahaan untuk dapat
bersikap responsif terhadap adanya kebutuhan baru secara kuantitas dan jenis produk.
24
Kemampuan dalam hal ini diperlukan untuk mengatasi ketidakpastian dalam pasar. Beberapa ukuran fleksibilitas antara lain:
Waktu perputaran aktivitas (activity cycle time) Adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu aktivitas dalam supply chain, seperti pemenuhan pesanan, desain produk, perakitan produk, atau aktivitas lainnya yang mendukung dalam supply chain tersebut. Perputaran waktu ini dapat diukur baik untuk suatu perusahaan secara individu maupun untuk supply chain secara keseluruhan. Yang terpenting adalah waktu yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan kepada konsumen akhir dalam supply chain tersebut.
Fleksibilitas kapasitas (upside flexibility) Adalah kemampuan suatu perusahaan atau supply chain untuk menanggapi secara cepat terhadap adanya volume pesanan tambahan untuk produk yang mereka tawarkan. Misalnya jumlah pesanan normal adalah 100 unit per minggu untuk suatu produk. Apakah pesanan akan tetap dapat dipenuhi apabila meningkat sebesar 25 persen dalam suatu minggu ataukah tambahan pesanan tersebut harus menunggu lebih dulu, dan menjadi backorder. Upside flexibility ini dapat diukur dari persentase peningkatan permintaan yang diharapkan untuk suatu produk yang dapat diakomodasi.
Fleksibilitas tambahan (outside fleksibility) Adalah kemampuan suatu perusahaan untuk dapat menyediakan produk tambahan di luar produk normal yang ditawarkan kepada pelanggannya
25
secara cepat. Di saat pasar telah jenuh, maka produk yang dulunya tidak termasuk dalam produk yang ditawarkan, bisa saja menjadi produk tambahan atau komplemen yang dapat menarik pelanggan baru serta mampu meningkatkan penjualan kepada pelanggan yang telah ada.
Pengembangan produk (product development) Matriks pengembangan produk ini ditujukan untuk mengukur kemampuan
suatu perusahaan atau supply chain untuk melakukan desain, mengembangkan, dan mengeluarkan produk baru kepada pasar yang dilayaninya. Adanya inovasi teknis, perubahan sosial budaya, dan ekonomi dapat menyebabkan suatu pasar berubah seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini dapat diukur dari:
Persentase total produk yang terjual yang dipasarkan tahun sebelumnya
Persentase total penjualan produk yang dipasarkan tahun sebelumnya
Waktu yang diperlukan untuk mengembangkan dan meluncurkan suatu produk baru
2.5
Faktor-faktor yang mempengaruhi desain jaringan distribusi Suatu jaringan distribusi pada level yang tertinggi seharusnya di evaluasi dari
dua dimensi, yaitu:
Permintaan pelanggan yang terpenuhi
Biaya untuk memenuhi permintaan pelanggan tersebut
26
Pelayanan pelanggan pada dasarnya dapat diukur dari beberapa hal yang mempengaruhi struktur jaringan distribusi tersebut, yaitu:
Waktu respon (response time), yaitu waktu yang diperlukan sejak pelanggan melakukan pesanan sampai dengan menerima produk yang dipesan tersebut.
Variasi produk (product variation), yaitu jumlah produk yang berbeda atau konfigurasi produk yang diinginkan oleh pelanggan dari jaringan distribusi tersebut.
Ketersediaan produk (product availability), adalah kemungkinan bahwa produk yang dipesan oleh pelanggan telah terdapat dalam persediaan.
Pengalaman pelanggan (customer experience), yaitu mencakup kemudahan pelanggan untuk dapat melakukan pesanan dan menerima produk yang telah dipesan tersebut.
Penelusuran pesanan (order visibility), yaitu kemampuan untuk dapat menelusuri pesanan oleh pelanggan, dari sejak dilakukannya pemesanan sampai dengan pengiriman.
Kemudahan pengembalian (returnability), adalah kemampuan suatu jaringan distribusi untuk memberikan kemudahan bagi para pelanggannya untuk dapat mengembalikan atau menukarkan produk yang tidak memuaskan atau rusak.
2.6
Desain jaringan untuk situasi yang tidak menentu Keputusan yang diambil dalam mendesain suatu jaringan atau supply chain
biasanya melibatkan investasi yang nilainya tidak sedikit, seperti pembangunan
27
pabrik, pengadaan sarana transportasi, armada pengiriman barang, dan pembangunan gudang. Hal-hal tersebut pada umunya merupakan strategi jangka panjang dan apabila telah diputuskan dan dijalankan, akan sulit untuk diubah dalam waktu singkat. Maka sebelum menentukan desain suatu jaringan atau supply chain, adalah penting untuk melakukan evaluasi secara cermat dan akurat. Faktor yang paling berpengaruh dalam suatu jaringan supply chain adalah ketidakpastian (uncertainty). Ketidakpastian ini meliputi banyak hal, seperti permintaan, harga, nilai tukar mata uang, dan kondisi persaingan yang terjadi. Suatu keputusan yang baik untuk saat ini dapat menjadi suatu hal yang buruk di kemudian hari seiring dengan terjadinya perubahan. Ketidakpastian dalam hal permintaan pasar dan harga akan mendorong pembangunan pabrik dengan kapasitas produksi yang fleksibel. Sebagai contoh adalah Toyota, yang telah membuat pabrik perakitan globalnya menjadi lebih fleksibel, sehingga setiap pabrik tersebut dapat melayani beberapa pasar sekaligus. Salah satu kelebihan utama dari fleksibilitas ini adalah Toyota dapat menyesuaikan produksinya terhadap fluktuasi permintaan, nilai tukar mata uang, maupun harga pasar lokal untuk tetap dapat mencapai keuntungan secara maksimal.
2.7
Manajemen dan koordinasi dalam supply chain Koordinasi dalam suatu supply chain dapat meningkat apabila semua pihak
yang terlibat dalam setiap tahap mampu bekerja sama untuk meningkatkan nilai dan keuntungan supply chain tersebut secara keseluruhan. Sebaliknya, koordinasi supply
28
chain yang lemah, di mana setiap pihak yang terlibat hanya berusaha untuk mencapai keuntungan demi organisasinya masing-masing, maka akan menurunkan nilai supply chain secara keseluruhan.
2.7.1 Efek bullwhip Suatu fluktuasi permintaan konsumen yang terjadi pada level supermarket atau pengecer akan meningkat seiring dengan bergeraknya permintaan ke distributor, principal, dan supplier-supplier yang terkait di belakangnya. Kejadian ini disebut sebagai efek bullwhip. Efek bullwhip ini mengacaukan informasi permintaan konsumen sepanjang tahapan-tahapan yang ada dalam suatu supply chain, sehingga pada setiap tahapan terdapat prediksi permintaan konsumen yang berbeda-beda. Efek bullwhip mengurangi tingkat keuntungan suatu supply chain, karena meningkatkan biaya persediaan guna memenuhi permintaan suatu produk yang berfluktuasi.
2.7.2 Efek akibat lemahnya koordinasi kinerja supply chain Lemahnya koordinasi dalam suatu supply chain akan menurunkan nilai dan keuntungan supply chain tersebut secara keseluruhan. Apabila setiap pihak yang terlibat dalam tahapan supply chain hanya berusaha untuk mengoptimalkan kepentingannya sendiri tanpa menyadari keutuhan suatu supply chain, maka akan berakibat menurunnya kinerja supply chain itu sendiri. Koordinasi yang lemah juga akan berakibat terjadinya distorsi informasi sepanjang tahapan-tahapan yang ada
29
dalam supply chain. Berikut ini akan dibahas beberapa akibat dari lemahnya koordinasi dalam suatu supply chain.
Biaya produksi (manufacturing cost) Efek bullwhip menyebabkan meningkatnya biaya produksi dalam supply chain, karena supplier harus berusaha memenuhi permintaan dari pelanggannya yang lebih bervariasi daripada permintaan konsumen yang sebenarnya. Biaya ini juga meningkat karena digunakan untuk membangun kapasitas produksi yang lebih besar ataupun menambah jumlah barang persediaan, yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya produksi per unit.
Biaya persediaan (inventory cost) Efek bullwhip juga meningkatkan biaya persediaan dalam supply chain. Suatu perusahaan harus mempunyai kapasitas penyimpanan yang relatif lebih besar guna memenuhi permintaan pelanggan yang bervariasi, dibandingkan jika tidak adanya efek bullwhip. Akibatnya biaya persediaan dalam supply chain tersebut juga akan meningkat seiring dengan bertambahnya kapasitas serta biaya operasional gudang.
Waktu yang diperlukan untuk pengadaan barang (replenishment lead time) Akibat lain dari adanya efek bullwhip adalah bertambahnya waktu yang diperlukan untuk memenuhi suatu permintaan barang. Ada saat-saat tertentu di mana kapasitas produksi dan persediaan yang ada tidak mampu memenuhi pesanan pelanggan, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama sebelum pesanan tersebut akhirnya dapat dipenuhi.
30
Biaya transportasi (transportation cost) Biaya transportasi berkorelasi dengan pemenuhan permintaan yang ada, sehingga kebutuhan transportasi tersebut juga menjadi berfluktuasi. Akibatnya biaya transportasi ini akan meningkat karena kebutuhan kapasitas transport yang lebih banyak pada waktu terjadi permintaan yang tinggi.
Biaya pekerja untuk pengiriman dan penerimaan barang (labor cost for shipping and receiving) Peningkatan juga terjadi pada biaya pekerja yang menangani pengiriman dan penerimaan barang, terutama pada distributor dan pengecer. Adanya fluktuasi menyebabkan perusahaan harus memilih antara mempunyai jumlah pekerja yang lebih banyak atau menyesuaikan kapasitas pekerja seiring dengan terjadinya fluktuasi permintaan. Kedua pilihan tersebut pada akhirnya tetap akan menambah biaya pekerja secara keseluruhan.
Tingkat ketersediaan produk (level of product availability) Efek bullwhip juga mengakibatkan seringnya terjadi jumlah persediaan di pihak distributor dan pengecer tidak mampu memenuhi permintaan pelanggan ada. Hal ini menyebabkan kemungkinan kehabisan barang (out of stock) dan akhirnya kinerja penjualan tidak dapat meningkat dalam supply chain tersebut.
Hubungan sepanjang supply chain (relationships across the supply chain) Efek bullwhip juga berpengaruh negatif pada hubungan kerja sama antar pihak yang terkait dalam suatu supply chain. Ada kecenderungan untuk saling menyalahkan antara satu pihak dengan yang lain, karena masing-masing merasa telah berusaha melakukan yang terbaik. Hal ini dapat berujung pada hilangnya
31
kepercayaan antara pihak yang satu dengan yang lainnya dalam setiap tahapan supply chain, dan akhirnya akan membuat usaha koordinasi selanjutnya menjadi lebih sulit untuk dilakukan.
2.7.3 Hambatan-hambatan dalam koordinasi suatu supply chain Ada beberapa hambatan dalam melakukan koordinasi dalam suatu supply chain, antara lain:
Hambatan insentif (incentive obstacle), adalah suatu hambatan yang mengacu pada situasi di mana insentif yang ditawarkan pada setiap tahapan atau pihak yang ada dalam suatu supply chain akan mengakibatkan terjadinya kegiatan yang meningkatkan variasi dan mengurangi keuntungan total suatu supply chain.
Hambatan proses informasi (information process obstacle), adalah suatu hambatan yang mengacu pada situasi di mana informasi permintaan pasar yang sebenarnya akan terdistorsi seiring dengan informasi tersebut bergerak dari satu tahap ke tahap yang lainnya sepanjang supply chain, yang pada akhirnya akan meningkatkan variasi pesanan dalam supply chain tersebut.
Hambatan operasional (operational obstacle), adalah suatu hambatan yang mengacu pada kegiatan operasional yang terjadi dalam rangka melakukan pesanan dan memenuhi permintaan yang berujung pada meningkatnya variasi.
32
Hambatan harga (pricing obstacles), adalah hambatan yang mengacu pada kebijakan harga (pricing policy) untuk suatu produk yang menyebabkan terjadinya variasi pada jumlah pesanan.
Hambatan perilaku (behavioral obstacles), adalah masalah-masalah yang terjadi dalam suatu organisasi yang ikut menimbulkan terjadinya efek bullwhip. Masalah-masalah ini sering terkait dengan struktur suatu supply chain dan bentuk komunikasi yang terjadi di antara setiap tahapannya.
2.8
Konfigurasi jaringan logistik Simchi-Levi, (Designing and Managing the Supply Chain: Concepts,
Strategies, and Case Studies, 2003), menyatakan ada enam hal yang perlu diperhatikan untuk melakukan optimalisasi model jaringan, yaitu:
Customer-specific service level requirements – yaitu melihat dari segi tingkat pelayanan yang ingin diberikan kepada pelanggan.
Existing warehouses – yaitu gudang yang telah ada seharusnya tidak secara langsung ditutup, tetapi perlu dipertimbangkan kondisinya, dan sisa jangka waktu sewa.
Expansion of existing warehouses – yaitu gudang yang telah ada perlu dipertimbangkan kemungkinan untuk diperluas atau diperbesar kapasitasnya.
Specific flow patterns – dalam hal-hal tertentu rute yang spesifik tidak seharusnya diubah, seperti rute dari suatu gudang ke sekumpulan pelanggan, atau rute dari suatu principal ke gudang tertentu.
33
Warehouse-to-warehouse flow – yaitu pergerakan barang dari suatu gudang ke gudang yang lainnya.
Bill of materials – dalam kasus-kasus tertentu, proses perakitan akhir dilakukan di suatu gudang, sehingga data-data mengenai komponen yang diperlukan harus disediakan. Maka hal ini perlu menjadi pertimbangan dalam melakukan optimalisasi model.
2.9
Sistem sentralisasi dan desentralisasi Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan sistem
sentralisasi dan desentralisasi, yaitu:
Safety stock Sistem yang tersentralisasi akan menurunkan kebutuhan safety stock, sebaliknya sistem yang desentralisasi akan cenderung menambah kebutuhan akan safety stock.
Tingkat pelayanan (service level) Dengan asumsi bahwa jumlah total safety stock yang ada pada sistem sentralisasi dan desentralisasi, maka tingkat pelayanan yang diberikan oleh sistem sentralisasi akan lebih tinggi.
Overhead costs Pada umumnya biaya akan menjadi lebih besar pada sistem desentralisasi, karena kurangnya faktor skala ekonomis (economies of scale).
34
Waktu tunggu pelanggan (customer lead time) Sistem desentralisasi akan mampu memberikan waktu respon yang lebih singkat, karena letaknya relatif lebih dekat dengan supplier maupun pelanggan.
Biaya transportasi (transportation costs) Efek terhadap biaya transportasi ini spesifik untuk setiap keadaan. Sistem sentralisasi membutuhkan lebih sedikit transportasi internal, tetapi lebih banyak transportasi eksternal, yaitu pengiriman dari gudang ke pelanggan. Sedangkan sistem desentralisasi memerlukan transportasi internal yang relatif lebih banyak, namun transportasi eksternal yang lebih sedikit karena lebih dekat dengan pelanggan.
2.10 Gudang publik dan individu Salah satu hal penting yang menjadi pertimbangan dalam logistik adalah hal pengadaan tempat penyimpanan atau gudang. Gudang dapat diperoleh dengan cara menyewa dari pihak ketiga ataupun dibangung dan dimiliki sendiri.
2.10.1 Keuntungan dan kerugian gudang publik Gudang yang disediakan dengan cara menyewa dari pihak ketiga mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:
Tidak memerlukan investasi dalam jumlah yang besar untuk mendirikan gudang tersebut, karena perusahaan cukup mengeluarkan biaya sewa tempat sesuai dengan kapasitas yang diperlukan.
35
Dapat memperoleh kapasitas yang lebih besar pada waktu yang dibutuhkan, sementara gudang yang dibangun dan dimiliki sendiri biasanya memiliki keterbatasan dalam hal kapasitasnya yang relatif lebih kecil.
Skala ekonomis (economies of scale) – yaitu gudang yang disewakan pada umumnya memiliki kapasitas yang cukup besar sehingga dapat digunakan oleh lebih dari satu perusahaan secara bersama-sama. Hal ini tentunya mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi daripada gudang yang dimiliki secara individu.
Gudang yang disewa lebih fleksibel, karena kapasitasnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang ada pada waktu-waktu tertentu. Sementara gudang yang dimiliki sendiri dapat menjadi beban pada saat kondisi operasional perusahaan kurang baik.
Biaya penyimpanan dapat dihitung dengan lebih jelas, karena perusahaan yang menyewa akan menerima tagihan setiap periode waktu tertentu. Sedangkan perusahaan yang memiliki dan mengoperasikan gudangnya sendiri, biasanya mengalami kesulitan untuk menghitung biaya tetap dan biaya variabel tersebut.
Waktu yang lebih singkat – perusahaan dapat dengan segera memperoleh kapasitas penyimpanan yang diperlukan dengan menyewa gudang publik, dan tidak membutuhkan waktu untuk membangun gudang lebih dulu.
Disamping keuntungan-keuntungan yang telah disebutkan di atas, gudang sewa juga memiliki beberapa kerugian, yaitu:
Masalah komunikasi – perusahaan yang menyewa gudang atau tempat penyimpanan dengan pihak ketiga biasanya akan mengalami hambatan dalam
36
hal komunikasi, baik dari segi infrastruktur (seperti komputer, sistem informasi) maupun dari segi organisasi. Sistem informasi yang terdapat pada gudang tersebut belum tentu cocok (compatible) dengan sistem yang ada di perusahaan yang menyewa. Sehingga dapat menyebabkan masalah-masalah dalam hal standarisasi. Sedangkan dari segi organisasi, pekerja di gudang yang disewa tersebut tentunya lebih sulit untuk dikontrol dan diawasi karena mereka bekerja untuk pihak ketiga.
Pelayanan khusus – gudang-gudang yang disewakan untuk umum biasanya hanya memiliki fasilitas-fasilitas standar saja. Pelayanan yang khusus mungkin dapat disediakan oleh pihak pemilik gudang setelah ada beberapa kliennya yang membutuhkan fasilitas tersebut. Sehingga hal ini membatasi jenis fasilitas dan pelayanan khusus yang ada pada gudang tersebut.
Keterbatasan kapasitas – gudang yang disewa suatu ketika juga dapat mencapai batasan kapasitasnya, sehingga perusahaan yang menyewa akan kesulitan untuk memperoleh tambahan kapasitas. Atau kapasitas tambahan tersebut bisa diperoleh tetapi dengan biaya yang lebih mahal.
2.10.2 Keuntungan dan kerugian gudang individu Gudang yang dibangun dan dimiliki oleh perusahaan secara individu mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:
37
Fungsi kontrol yang lebih baik – gudang yang dimiliki sendiri oleh suatu perusahaan tentunya akan lebih mudah untuk dikontrol dan diawasi, sehingga akan lebih mudah untuk diintegrasikan ke dalam jaringan logistiknya.
Fleksibilitas dalam hal desain dan operasional – perusahaan dapat memasang fasilitas atau menyediakan pelayanan khusus yang dibutuhkan pada gudang yang dimilikinya sendiri dengan lebih mudah.
Biaya penyimpanan dapat menjadi lebih murah dalam jangka panjang bagi perusahaan yang membangun gudangnya sendiri, dengan catatan kapasitas yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal.
Tenaga kerja – dengan memiliki gudang sendiri, suatu perusahaan dapat lebih memanfaatkan secara optimal tenaga kerja yang dimilikinya. Pekerja di gudang tersebut tentunya juga lebih bertanggung jawab terhadap barang-barang yang ada, karena bekerja pada perusahaan yang sama. Namun ada juga gudang publik yang disewakan dan mengijinkan perusahaan yang menyewa untuk menggunakan tenaga kerjanya sendiri.
Keuntungan pajak – hal ini dapat diperoleh karena dengan memiliki gudang sendiri, suatu perusahaan akan memperoleh tambahan biaya depresiasi, sehingga dapat mengurangi nilai pajak yang harus dibayar.
Selain keuntungan-keuntungan yang telah dijelaskan tersebut, gudang yang dimiliki sendiri juga mempunyai beberapa kerugian, antara lain:
Fleksibilitas dalam hal kapasitas – yaitu gudang yang dimiliki sendiri oleh suatu perusahaan akan menjadi kurang fleksibel, karena perusahaan harus
38
menanggung biaya operasional dan kapasitas yang tetap. Apabila kapasitas dalam gudang tersebut tidak mampu dimanfaatkan secara optimal, maka biaya penyimpanan dapat menjadi lebih mahal daripada biaya sewa gudang publik.
Nilai investasi – suatu perusahaan tentunya harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk mendirikan dan memiliki gudangnya sendiri. Sementara gudang yang disewa tidak memerlukan nilai investasi awal yang sedemikian besar.
Waktu yang lebih lama – suatu perusahaan akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendirikan gudangnya sendiri. Apabila gudang tersebut diperoleh dengan jalan menyewa, maka akan dibutuhkan waktu yang relatif lebih singkat, karena gudang tersebut telah tersedia.
BAB III METODOLOGI
3.1
Kerangka pikir P.T. XYZ menghadapi permasalahan dalam hal model jaringan distribusi dan
logistiknya. Model yang saat ini sedang berjalan dinilai kurang efisien dan masih belum adanya patokan-patokan yang jelas dalam hal logistiknya. Aliran informasi internal dan eksternal perusahaan masih belum terkoordinasi dengan baik, sehingga menyebabkan sulitnya untuk mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Setelah mengidentifikasi permasalahan, maka akan dikumpulkan informasi berdasarkan hasil survey, pengamatan, interview, serta data-data kuantitatif yang diperlukan untuk melakukan proses analisis. Model jaringan logistik atau internal supply chain yang ada akan dianalisis berdasarkan beberapa batasan-batasan tertentu. Proses analisis ini juga akan didukung oleh simulasi model yang diusulkan untuk mendapatkan perbandingan. Dengan melakukan proses analisis tersebut maka akan diketahui faktor-faktor penting yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan pada model distribusi yang telah ada. Selain itu juga tidak menutup kemungkinan diusulkannya suatu model jaringan logistik yang lebih cocok untuk diterapkan di P.T. XYZ berdasarkan hasil perbandingan simulasi yang telah dilakukan. Gambar 3.1 merupakan pola pikir secara keseluruhan dari kegiatan penulisan tesis ini.
39
40
MASALAH Model jaringan distribusi yang ada dinilai kurang efisien Adanya usulan suatu model jaringan distribusi baru Belum adanya standarisasi yang jelas dalam hal logistik
Survey Interview
Studi literatur
Data kuantitatif
PROSES ANALISIS Mengidentifikasi model jaringan distribusi yang sedang berjalan
Melakukan analisa pada model jaringan distribusi dan logistik yang sedang berjalan 1
2
Data kualitatif
OUTPUT Memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kinerja logistik untuk model yang telah ada
Mendapatkan model jaringan distribusi yang cocok untuk diterapkan 1
2
Gambar 3.1. Kerangka Pikir
3.2
Model dan metode analisis Metode analisis secara garis besar seperti yang ditunjukkan dalam Gambar
3.2, yaitu dimulai dari identifikasi masalah, melakukan survey dan pengumpulan data, kemudian dilakukan analisis dan simulasi model jaringan distribusi dan logistik berdasarkan lead time, inventory turnover dan volume turnover. Hasil yang akan
41
diperoleh adalah rekomendasi untuk peningkatan kinerja serta model jaringan logistik yang baru.
MULAI
Identifikasi masalah
Hasil survey, interview
Analisa model jaringan distribusi dan logistik yang ada
Biaya safety stock Biaya distribusi
Analisa model jaringan distribusi yang diusulkan
Rekomendasi Hasil analisis model
SELESAI
Gambar 3.2. Metode Analisis
42
3.3
Variabel yang akan diukur Ada dua variabel utama yang akan dianalisis sebagai patokan untuk mengukur
kinerja jaringan logistik yang telah ada, yaitu:
Ssafety stock – yaitu nilai persediaan berdasarkan jumlah barang yang harus dicadangkan selama menunggu waktu pengiriman dari principal..
Biaya transportasi – yaitu biaya pengiriman yang dikenakan apabila suatu produk dipindahkan dari satu gudang ke gudang yang lain.
3.4
Hipotesis Model jaringan logistik yang saat ini diterapkan di P.T. XYZ masih belum
optimal dan kurang efisien. Ada faktor-faktor tertentu yang masih perlu diperbaiki dan dapat ditingkatkan lagi. Pengubahan model jaringan logistik juga dapat dilakukan untuk memperoleh kinerja operasional yang lebih efektif, efisien, dan responsif.
3.5
Populasi dan sampel Yang menjadi obyek atau populasi area dalam penelitian ini adalah seluruh
area yang terdapat dalam jaringan distribusi dan logistik P.T. XYZ. Sedangkan sampel yang akan digunakan mengacu pada central distribution center (CDC) di Cikarang dan distribution center (DC) untuk area di Surabaya.
43
3.6
Metode pengumpulan data Pengumpulan data akan dilakukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Data kuantitatif antara lain adalah data-data logistik yang berkaitan dengan area yang akan dianalisis. Data kuantitatif ini dapat diperoleh dari sistem informasi yang terdapat pada P.T. XYZ, dan akan digunakan sebagai input untuk melakukan analisis dan simulasi model jaringan logistik. Sedangkan data kualitatif adalah informasi yang diperoleh dari hasil wawancara, survey, pengamatan, dan studi literatur. Informasi ini akan digunakan untuk menggambarkan kondisi, struktur, dan model jaringan logistik yang saat ini sedang digunakan.
3.7
Model Jaringan Model jaringan yang akan dianalisa merupakan penyederhanaan dari kondisi
yang sebenarnya di lapangan, yaitu dengan mengambil model distribusi yang digunakan oleh pihak principal dengan jumlah transaksi yang paling berpengaruh.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis yang akan dibahas dalam penelitan ini adalah secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan model Porter dan analisis SWOT, di mana masing-masing akan memberikan gambaran mengenai kondisi P.T. XYZ secara keseluruhan dalam bisnis. Selanjutnya analisis kualitatif ini akan dipertajam dengan analisis kuantitatif dengan berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dari P.T. XYZ. Metode kuantitatif ini terutama ditujukan untuk menganalisis jaringan distribusi dan logistik P.T. XYZ yang disederhanakan dalam bentuk model sentralisasi dan desentralisasi.
4.1
Analisis Model Porter Michael E. Porter dalam bukunya Competitive Strategy mengemukakan suatu
model analisa industri yang terdiri dari lima kekuatan utama, yaitu persaingan antar perusahaan dalam industri sejenis (rivalry among existing firms), pemain baru yang berpotensial (potential entrants), kekuatan supplier (bargaining power of suppliers), kekuatan pembeli (buyers), dan produk pengganti (substitutes products). Gambar 4.1 merupakan model Porter untuk jenis industri distribusi P.T. XYZ.
44
45
4.1.1. Persaingan antar perusahaan industri sejenis Pesaing dalam industri yang sejenis, dalam hal ini adalah perusahaan yang menangani masalah distribusi dan pemasaran suatu produk khususnya consumer goods di Indonesia cukup banyak. Walaupun merek dagang yang dipegang oleh masing-masing perusahaan pada umumnya berbeda, namun karena terjadinya persaingan di antara merek untuk produk yang sejenis, maka tingkat persaingan yang terjadi cukup signifikan. Produk yang ditangani oleh distributor dengan kinerja yang buruk akan mengakibatkan produk tersebut kalah bersaing dengan produk-produk sejenis lainnya. Persaingan antar perusahaan distribusi dan pemasaran ini secara tidak langsung juga merupakan persaingan antar merek dagang produk.
Strategi: Untuk menyikapi tingginya kompetisi di antara sesama perusahaan distribusi ini, maka P.T. XYZ seharusnya melakukan dua hal utama. Yang pertama yaitu meningkatkan mutu pelayanan baik kepada principal maupun pelanggan yang telah ada saat ini, dan yang kedua berusaha melakukan efisiensi secara internal, sehingga dapat menekan biaya operasional perusahaan.
46
POTENTIAL ENTRANTS (LOW)
SUPPLIERS/ PRINCIPALS (HIGH)
INDUSTRY COMPETITORS
BUYERS (MEDIUM)
(HIGH)
SUBSTITUTES (LOW)
Gambar 4.1. Model Porter
4.1.2. Pemain baru yang berpotensial Pemain-pemain baru yang berpotensial dalam industri ini hampir tidak ada atau sangat sedikit sekali, kecuali ada suatu principal yang ingin membentuk divisi distribusi dan pemasaran produknya sendiri. Hal ini disebabkan karena relatif tingginya hambatan untuk masuk (entry barrier). Perusahaan distribusi yang telah ada sejak lama pada umumnya memiliki jaringan yang kuat di berbagai daerah dan armada pengiriman dalam jumlah besar, sehingga tidak mudah bagi pemain baru
47
untuk membangun infrastruktur dan armadanya karena membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit.
Strategi: Untuk mencegah masuknya pemain baru dalam industri ini, strategi yang dapat dilakukan oleh P.T. XYZ adalah meningkatkan hambatan untuk masuk (entry barrier). Caranya adalah dengan memperluas jaringan distribusinya ke daerahdaerah, terutama di luar pulau Jawa, di mana tingkat penetrasinya relatif masih rendah. Hal ini perlu diperhatikan karena pemain baru pada umumnya suka untuk menyerang daerah-daerah yang tingkat persaingannya masih rendah.
4.1.3. Kekuatan supplier/principal Posisi supplier atau principal terhadap perusahaan adalah relatif tinggi, hal ini karena principal sebagai produsen produk dapat menentukan kuantitas barang yang dikirimkan.
Ketergantungan
jumlah
produk
terhadap
principal
ini
dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan, karena jumlah yang terlalu berlebihan akan menambah persediaan yang sia-sia (waste inventory), sedangkan jumlah yang sedikit dapat menyebabkan perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan pasar. Selain itu, principal dapat saja suatu ketika memutuskan untuk menghentikan kerja sama, dan beralih ke perusahaan pesaing. Principal yang besar dan memiliki banyak ragam produk tentunya memiliki posisi yang lebih kuat, sementara principal yang relatif
48
lebih kecil atau masih baru dengan sedikit variasi produk akan lebih lemah posisinya terhadap perusahaan.
Strategi: Untuk menjaga posisi yang seimbang antara perusahaan dengan pihak principal, maka P.T. XYZ dapat meningkatkan kualitas hubungan yang telah terjalin saat ini. Caranya adalah dengan berbagi data untuk mencegah terjadinya bullwhip effect. Dengan demikian akan terjadi hubungan mutualisme antara perusahaan dengan principal, karena masing-masing pihak akan saling membutuhkan satu dengan yang lainnya serta dapat memperoleh keuntungan bersama.
4.1.4. Kekuatan pembeli Pembeli (buyers) dalam industri ini adalah para agen dan distributor yang lebih kecil, toko ritel, serta pengecer di daerah-daerah. Toko ritel atau hypermarket dengan modal yang kuat serta agen dengan jaringan kuat di daerah memiliki posisi yang cukup kuat, karena mereka dapat menekan perusahaan untuk memberikan harga yang lebih murah dibandingkan dengan para agen atau pengecer yang kecil.
Strategi: Walaupun perusahaan memiliki posisi yang lebih baik daripada para agen atau pengecer kecil, namun sebaiknya tidak mengabaikan atau bahkan menekan mereka. Para agen serta pengecer tersebut meskipun ukurannya kecil, tetapi jumlah mereka
49
adalah sangat banyak dan tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Justru dengan tetap menjaga hubungan baik serta berusaha bekerja sama dengan agen dan pengecer baru, maka perusahaan akan semakin mantap posisinya di daerah-daerah.
4.1.5. Produk pengganti Ada dua jenis produk pengganti dalam industri ini, yaitu apabila suatu principal membangun sendiri divisi distribusi serta marketingnya atau pihak principal menjual langsung ke toko. Kemungkinan suatu principal membangun sendiri divisi distribusi dan marketing untuk memasarkan produknya dapat terjadi terutama pada principal-principal yang besar dan memiliki beraneka ragam produk, karena mereka pada umumnya memiliki dukungan modal yang cukup kuat. Sementara kemungkinan yang kedua, yaitu pihak principal menjual langsung ke toko adalah kecil, karena sangat jarang atau hampir tidak ada principal yang menjual produknya eceran langsung kepada konsumen.
Strategi: Sumber dari produk pengganti ini pada dasarnya adalah principal itu sendiri. Maka strategi yang perlu dilakukan dalam hal ini adalah sama dengan strategi untuk menghadapi principal, yaitu dengan meningkatkan kualitas hubungan kerja sama dengan pihak principal sehingga terjalin hubungan mutualisme.
50
4.2
Analisis SWOT Analisis SWOT ini meninjau dari empat sisi, yaitu kekuatan (strengths),
kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Analisis SWOT ini bertujuan agar perusahaan mengetahui kelebihan serta kekurangannya secara internal, serta memahami kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya, yaitu peluang dan ancaman yang ada. Kekuatan dan kelemahan pada dasarnya dapat dikendalikan karena berasal dari dalam perusahaan itu sendiri (internal). Sebaliknya peluang dan ancaman itu pada umumnya sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dikendalikan karena sifatnya yang berasal dari faktor-faktor di luar perusahaan (eksternal). Suatu perusahaan yang mengerti akan kondisi SWOT ini, maka akan dapat memaksimalkan kekuatan dan memanfaatkan peluang yang dimilikinya, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman yang ada. Apabila analisis ini dilakukan dengan benar dan akurat, maka akan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam mendesain serta mengeksekusi suatu strategi yang sukses.
4.2.1. Kekuatan (Strengths)
Pengetahuan dan pengalaman yang mendalam mengenai pasar di Indonesia. Aset intangible ini saat penting artinya karena merupakan suatu competitive advantage yang sangat sulit untuk ditiru oleh perusahaan pesaing. Dengan mengenal dan menguasai medan pertempuran (pasar) maka suatu perusahaan dapat memilih dan menerapkan strategi yang jitu pada waktu yang tepat.
51
Aset yang berupa infrastruktur distribusi, fasilitas pergudangan, dan armada pengiriman di berbagai kota besar di Indonesia. Dengan memiliki sendiri berbagai infrastruktur tersebut, maka perusahaan dapat melakukan kontrol secara penuh dan memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik kepada pelanggannya.
Jaringan distribusi yang terdiri atas principal, agen, pengecer, toko ritel dan pelanggan lainnya yang tersebar di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Jaringan yang sudah terbentuk saat ini akan memudahkan perusahaan dalam menyalurkan produk-produknya ke seluruh wilayah Indonesia.
Variasi produk yang banyak mulai dari tepung bumbu, makanan ringan, minuman kesehatan, hingga perlengkapan dan perawatan kesehatan (health care). Banyaknya ragam produk ini dapat saling melengkapi satu sama lain serta saling mendukung dalam hal pemasaran serta penjualannya.
Sebagian besar produk-produk yang telah ditangani oleh perusahan merupakan produk yang telah dikenal masyarakat luas, sehingga akan mempermudah dalam melakukan pemasaran ke agen-agen baru, serta mengurangi biaya marketing.
4.2.2. Kelemahan (Weaknesses)
Perusahaan masih dalam tahap pertumbuhan dari sistem konvensional menjadi perusahaan yang berbasis teknologi informasi. Kondisi ini merupakan suatu
52
kelemahan selama periode waktu tertentu, karena perusahaan berada dalam kondisi yang kurang stabil akibat proses transisi ini.
Susunan organisasi serta deskripsi pekerjaan yang belum jelas dan stabil. Keadaan ini juga akibat dari masa transisi yang sedang terjadi dalam perusahaan, sehingga dapat saja terjadi tumpang tindih (overlapping) pekerjaan antar divisi atau departemen, yang pada akhirnya akan menyebabkan operasional perusahaan kurang efisien.
Aset infrastruktur distribusi dan armada pengiriman di satu sisi juga dapat menjadi kelemahan bagi perusahaan apabila tidak dilakukan manajemen secara baik. Penggunaan aset yang tidak optimal akan merugikan perusahaan, karena biaya tetap (fixed cost) yang harus dikeluarkan untuk memelihara aset-aset tersebut akan membebani keuangan perusahaan.
Belum terjalinnya hubungan kerja sama (partnership) secara mendalam dengan pihak principal maupun pelanggan, sehingga besar kemungkinannya dapat terjadi bullwhip effect dalam supply chain perusahaan.
4.2.3. Peluang (Opportunities)
Semakin banyaknya produk konsumen (consumer goods) baru yang beredar di pasaran memberikan peluang untuk bekerja sama dengan principal-principal baru dalam hal distribusi dan pemasaran produk tersebut.
53
Keadaan perekonomian Indonesia yang sudah membaik setelah terjadinya krisis moneter pada tahun 1998 yang mengindikasikan meningkatnya daya beli masyarakat secara umum.
Peluang untuk mendistribusikan produk ke negara-negara tetangga di Asia Tenggara semakin terbuka lebar dengan adanya regulasi NAFTA, sehingga perusahaan berkesempatan untuk meluaskan pasar yang telah ada saat ini.
Munculnya berbagai macam iklan dan teknik marketing dari principal baik di media cetak, elektronik, papan reklame di tepi jalan, serta media advertising lainnya akan semakin menumbuhkan daya beli masyarakat Indonesia.
Pembangunan infrastuktur di daerah-daerah kecil di Indonesia akan semakin memudahkan akses transportasi serta komunikasi dari pusat ke daerah-daerah di pelosok tersebut. Dengan demikian biaya transportasi dapat ditekan sehingga dapat mengurangi biaya operasional perusahaan.
4.2.4. Ancaman (Threats)
Meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) secara internasional dan Indonesia pada khususnya akan menyebabkan meningkatnya biaya transportasi perusahaan secara keseluruhan. Distribusi dan transportasi merupakan komponen biaya terbesar yang dikeluarkan perusahaan, sehingga kenaikan harga BBM ini akan banyak mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.
54
Kenaikan harga BBM ini pada umumnya akan diikuti pula dengan kenaikan harga dasar kebutuhan pokok, yang pada akhirnya dapat menyebabkan berkurangnya daya beli masyarakat.
Kondisi politik dan ekonomi di Indonesia yang masih belum stabil dapat mengakibatkan perubahan peraturan dan regulasi yang dapat mempengaruhi proses produksi dan aktivitas bisnis secara keseluruhan.
Nilai tukar rupiah yang tidak stabil dan cenderung melemah terhadap dolar U.S. akan mempengaruhi sebagian biaya pengadaan barang maupun pemeliharaan armada kendaraan, yang pada akhirnya akan mengurangi daya saing perusahaan.
Adanya NAFTA selain memberikan peluang untuk meluaskan usaha juga merupakan sebuah ancaman, karena perusahaan-perusahaan pesaing dari negara-negara tetangga juga dapat masuk ke Indonesia serta mengambil sebagian pangsa pasar.
4.2.5. Matriks SWOT Setelah mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancaman yang ada, maka dapat dilakukan kombinasi untuk mengetahui strategi-strategi yang paling cocok untuk diterapkan pada masing-masing keadaan. Kombinasi ini dapat diringkas menjadi suatu matriks SWOT seperti yang terlihat pada Gambar 4.2.
55
WEAKNESSES
STRENGTHS
OPPORTUNITIES
THREATS
Aggressive Strategy
Diversification Strategy
Mengadakan kerja sama dengan principal baru Mengembangkan jaringan distribusi ke luar pulau atau ke negara tetangga
Menawarkan jasa solusi total kepada principal
Turnaround Strategy
Defensive Strategy
Menyesuaikan struktur organisasi perusahaan Mencari patner untuk memperkuat posisi perusahaan
Menjaga hubungan baik dengan principal dan pelanggan yang telah ada
Gambar 4.2. Matriks SWOT
Strategi agresif dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kekuatan serta memanfaatkan peluang yang ada. Caranya yaitu mengadakan kerja sama dengan principal baru yang memiliki produk-produk konsumen potensial. Bekerja sama dengan principal baru akan dapat menambah jenis produk yang dipasarkan sekaligus meningkatkan pendapatan. Cara lainnya adalah dengan mengembangkan jaringan distribusi ke luar pulau atau bahkan ke negara-negara tetangga. Dengan memperluas jaringan distribusi ini selain akan memperkuat posisi perusahaan juga dapat meningkatkan hambatan masuk (entry barrier) bagi perusahaan yang baru atau yang lebih kecil. Strategi diversifikasi cocok untuk menggunakan kekuatan yang telah dimiliki untuk mengatasi ancaman yang ada, yaitu dengan jalan mengembangkan jenis
56
layanan yang ada. Perusahaan dapat menawarkan jasa pemasaran produk termasuk pemasangan iklan dan promosi disamping menangani masalah distribusi. Dengan menawarkan solusi yang lebih lengkap, maka perusahaan akan mempunyai nilai lebih (value added) sehingga kompetitor akan semakin sulit untuk mengikutinya. Sedangkan untuk meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada dapat diterapkan strategi turnaround. Yang pertama yaitu dengan menyesuaikan struktur organisasi perusahaan dengan kondisi saat ini, memperjelas status dan wewenang masing-masing departemen. Restrukturisasi organisasi ini perlu untuk dilakukan guna meningkatkan kinerja internal perusahaan agar menjadi lebih optimal dan efisien. Cara yang kedua yaitu dengan mencari patner dalam bisnis yang dapat saling melengkapi, seperti perusahaan penyedia jasa marketing dan jasa logistik. Yang keempat adalah strategi bertahan (defensive strategy) yang bertujuan untuk meminimalkan kelemahan internal sekaligus bertahan terhadap ancaman yang muncul dari luar. Caranya yaitu dengan menjaga hubungan kerja sama dengan principal yang telah ada saat ini, terutama dengan principal-principal yang produkproduknya merupakan sumber pemasukan utama bagi perusahaan. Kerja sama dengan agen, pengecer, toko ritel, serta pelanggan lainnya juga perlu dibina dan dijaga agar perusahaan tetap mempunyai channel yang luas.
57
4.3
Titik-Titik Pusat Distribusi dan Logistik Ada tiga jenis titik pusat distribusi dan logistik yang ada di P.T. XYZ, yaitu:
Central Distribution Center (CDC) – merupakan titik pusat utama yang terdapat di daerah Cikarang, Jawa Barat. CDC ini menerima produk dari principal serta melayani area-area distribusi di bawahnya, baik untuk daerah sekitarnya maupun secara nasional. CDC ini hanya menjalankan fungsi logistik dan distribusi saja, dan tidak melakukan penjualan kepada pelanggan.
Distribution Center (DC) – merupakan titik pusat distribusi yang berada satu level di bawah CDC. Secara prinsip, DC ini menerima pengiriman barang dari CDC untuk diteruskan ke area-area penjualan yang tercakup dalam wilayahnya. Namun demikian ada beberapa DC yang dapat langsung menerima pengiriman barang dari principal karena faktor jarak yang lebih dekat dan efisiensi. Seperti halnya CDC, DC ini juga hanya menjalankan fungsi logistik dan distribusi saja dan tidak melakukan penjualan kepada pelanggan. Namun demikian, DC dapat saja mengirimkan barang kepada pelanggan atas permintaan dan persetujuan dari sales area.
Sales Area (SA) – merupakan titik pusat distribusi pada level paling rendah dan sekaligus memiliki wewenang untuk melakukan penjualan dan pengiriman produk ke pelanggan. Fungsi utama SA ini adalah melakukan penjualan dan berhubungan dengan pelanggan, mengumpulkan permintaan (demand) untuk diteruskan ke level yang diatasnya. Secara prinsip pada level SA ini tidak terdapat stok barang, karena hanya menerima order dan meneruskannya ke DC.
58
4.4
Asumsi Yang Digunakan Beberapa standarisasi dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan serta
pengolahan data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
Satuan kuantitas yang dipergunakan adalah karton.
Alur pengiriman produk dari principal ke gudang milik P.T. XYZ digeneralisasi menurut model yang akan dianalisis.
Lead time pengiriman produk dari principal adalah sama untuk semua produk.
Rata-rata dan fluktuasi permintaan adalah sama untuk semua jenis produk.
Jumlah permintaan adalah sama untuk kedua model yang dianalisis.
Harga pokok penjualan adalah sama untuk semua jenis produk, yaitu 90% dari harga jual.
4.5
Tidak memperhitungkan adanya kenaikan biaya bahan bakar minyak (BBM).
Pengumpulan Data Data-data yang telah dikumpulkan terbagi menjadi dua kategori, yaitu data
penjualan dan data logistik. Sebagian dari data-data tersebut diperoleh berdasarkan transaksi yang telah terjadi selama tahun 2004, sedangkan sebagian lainnya diperoleh dari hasil wawancara kualitatif dengan personel yang berkompeten dalam bagiannya.
4.5.1. Data Jarak Dan Waktu Tempuh Area Distribusi P.T. XYZ terbagi dalam 12 area utama yang tersebar mulai dari pulau Sumatra, Jawa, Bali, dan Sulawesi. Jarak dan waktu tempuh serta biaya
59
pengangkutan per karton yang dihitung dari Jakarta seperti yang terlihat pada Tabel 4.1. Sedangkan Tabel 4.2. menunjukkan data jarak, waktu tempuh, dan biaya pengangkutan per karton yang dihitung dari Surabaya.
Tabel 4.1. Data Jarak, Waktu Tempuh, dan Biaya dari Jakarta Asal
Cikarang - Jakarta
Tujuan
Jarak (km)
LT (hari)
LT (hari)
Jakarta
47
1.3
0.2
1
500
MT Haryono
42
1.2
0.2
1
1,000
t-rata2 (jam)
Biaya (rp/karton)
Bogor
107
3.1
0.4
1
1,100
Bandung
134
3.8
0.5
1
1,000
Cirebon
202
5.8
0.7
1
2,000
Semarang
418
11.9
1.5
2
1,800
Solo
490
14.0
1.8
2
2,000
Surabaya
725
20.7
2.6
3
2,100 2,500
Malang
800
22.9
2.9
3
Makassar
1416
72.4
5.0
5
4,100
Medan
1422
72.7
5.0
5
4,200
Keterangan:
via darat : kecepatan rata2 = 35 km/jam 1 hari = 8 jam via laut : kecepatan rata2 = 19,56 km/jam 1 hari = 24 jam waktu bongkar/muat = 2 hr
Tabel 4.2. Data Jarak, Waktu Tempuh, dan Biaya dari Surabaya Asal Tujuan
Surabaya Jarak (km)
LT (hari)
LT (hari)
Semarang
307
8.8
1.1
2
1,400
Solo
235
6.7
0.8
1
1,000
75
2.1
0.3
1
300
691
35.3
3.5
4
2,100
Malang Makassar Keterangan:
t-rata2 (jam)
via darat : kecepatan rata2 = 35 km/jam 1 hari = 8 jam via laut : kecepatan rata2 = 19,56 km/jam 1 hari = 24 jam waktu bongkar/muat = 2 hr
Biaya (rp/karton)
60
4.5.2. Data Penjualan Per Area Tabel 4.3. menunjukkan data jumlah penjualan selama tahun 2004 per area beserta nilai rata-rata dan standar deviasinya. Data ini selanjutnya akan digunakan sebagai acuan untuk menentukan besarnya permintaan pasar terhadap produk.
Tabel 4.3. Data Penjualan Per Area Tahun 2004 Area
Jumlah Penjualan (karton) Per tahun 2004 Total
Rata-rata
Per hari Std.Dev Rata-rata Std.Dev
4A
Cikarang
1,672,183
139,349
7,055
382
19
4B
Bandung
1,111,067
92,589
5,023
254
14
4D
Semarang
4E
Surabaya
4H
Solo
4K
MT. Haryono
4L
Bogor
665,037
55,420
3,389
130
12
4M
Malang
682,492
56,874
11,537
496
75
4P
Cirebon
301,133
25,094
1,312
99
17
4Q
Medan
437,349
36,446
2,951
149
29
4R
Palembang
570,000
47,500
4,207
156
32
4S
Makasar
618,028
51,502
6,804
141
19
TOTAL
435,755
36,313
6,026
404
29
2,173,218
181,102
27,400
152
9
651,737
54,311
10,572
69
4
1,769,276
147,440
10,501
100
8
11,087,275
Besarnya fluktuasi permintaan barang setiap area per bulan selama tahun 2004 adalah seperti yang terlihat pada Grafik 4.1 sampai dengan Grafik 4.12.
61
Fluktuasi Demand (Cikarang) 155,000 150,000
Qty (karton)
145,000 140,000 135,000 130,000 125,000 120,000 115,000 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
NOV
DES
Tahun 2004
Grafik 4.1. Fluktuasi Permintaan di Area Cikarang Fluktuasi Demand (Bandung) 120,000
100,000
Qty (karton)
80,000
60,000
40,000
20,000
0 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
Tahun 2004
Grafik 4.2. Fluktuasi Permintaan di Area Bandung
62
Fluktuasi Demand (Semarang) 50,000 45,000 40,000
Qty (karton)
35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
NOV
DES
Tahun 2004
Grafik 4.3. Fluktuasi Permintaan di Area Semarang Fluktuasi Demand (Surabaya) 250,000
Qty (karton)
200,000
150,000
100,000
50,000
0 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
Tahun 2004
Grafik 4.4. Fluktuasi Permintaan di Area Surabaya
63
Fluktuasi Demand (Solo) 80,000 70,000
Qty (karton)
60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
OKT
NOV
DES
Tahun 2004
Grafik 4.5. Fluktuasi Permintaan di Area Solo Fluktuasi Demand (MTH) 180,000 160,000 140,000
Qty (karton)
120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
Tahun 2004
Grafik 4.6. Fluktuasi Permintaan di Area MT. Haryono - Jakarta
64
Fluktuasi Demand (Bogor) 62,000 60,000 58,000
Qty (karton)
56,000 54,000 52,000 50,000 48,000 46,000 44,000 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
OKT
NOV
DES
Tahun 2004
Grafik 4.7. Fluktuasi Permintaan di Area Bogor Fluktuasi Demand (Malang) 90,000 80,000 70,000
Qty (karton)
60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
Tahun 2004
Grafik 4.8. Fluktuasi Permintaan di Area Malang
65
Fluktuasi Demand (Cirebon) 29,000 28,000 27,000
Qty (karton)
26,000 25,000 24,000 23,000 22,000 21,000 20,000 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
NOV
DES
Tahun 2004
Grafik 4.9. Fluktuasi Permintaan di Area Cirebon Fluktuasi Demand (Medan) 45,000 40,000 35,000
Qty (karton)
30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
Tahun 2004
Grafik 4.10. Fluktuasi Permintaan di Area Medan
66
Fluktuasi Demand (Palembang) 60,000
50,000
Qty (karton)
40,000
30,000
20,000
10,000
0 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
NOV
DES
Tahun 2004
Grafik 4.11. Fluktuasi Permintaan di Area Palembang Fluktuasi Demand (Makasar) 70,000 60,000
Qty (karton)
50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
Tahun 2004
Grafik 4.12. Fluktuasi Permintaan di Area Makasar
67
Fluktuasi permintaan dari masing-masing area tersebut dapat dibandingkan dengan menggunakan koefisien variasi (coefficient of variation) untuk mengetahui area yang memiliki tingkat fluktuasi paling tinggi dan area dengan fluktuasi yang rendah. Perhitungan koefisien variasi ini dapat dilakukan dengan rumus 4.1, sedangkan Grafik 4.13 menggambarkan tinggi rendahnya tingkat fluktuasi tersebut.
Koefisien variasi =
(4.1)
Standar deviasi Rata − rata jumlah permintaan
Koefisien Variasi Tiap Area 0.2500
0.2029 0.2000
0.1947
Coef. of Variation
0.1659 0.1500
0.1513
0.1321
0.1000 0.0886 0.0712 0.0612
0.0543
0.0500
0.0810 0.0523
0.0506
0.0000 4A
4B
4D
4E
4H
4K
4L
4M
4P
4Q
Area
Grafik 4.13. Koefisien Variasi Masing-Masing Area
4R
4S
68
4.5.3. Data Mengenai Pengiriman dan Pembelian Dari Principal Principal mengirimkan barang secara periodik dalam waktu 7 hari, yang sudah termasuk waktu pemesanan (purchase order), dan waktu pengiriman hingga barang tersebut sampai di lokasi gudang milik P.T. XYZ yang bersangkutan. Sedangkan nilai rata-rata harga pokok pembelian barang per karton untuk semua jenis produk adalah sebesar Rp. 125.000,- Nilai rata-rata harga pokok pembelian ini nantinya akan digunakan untuk menghitung nilai persediaan safety stock pada masing-masing area.
4.6
Analisis Model Distribusi Yang Sedang Berjalan Model distribusi yang sedang berjalan untuk daerah Jakarta dan Surabaya
adalah seperti yang terlihat pada Gambar 4.3. Walaupun model ini tidak diterapkan oleh semua principal P.T. XYZ, namun sebagian besar principal terutama untuk produk-produk utama mengikuti pola ini. Terlihat pada model ada tiga level distribusi, yaitu pada central distribution center (CDC), distribution center (DC), dan sales area (SA). Principal pada umumnya akan mengirimkan barang ke CDC, yang kemudian akan diteruskan ke level di bawahnya yaitu DC dan SA. Namun untuk principal tertentu, produk langsung dikirimkan ke DC Surabaya, karena lokasi plant principal yang lebih dekat dengan DC tersebut daripada CDC di Cikarang.
69
70
4.7
Analisis Model Distribusi Yang Diusulkan Model distribusi yang diusulkan adalah seperti yang terlihat pada Gambar 4.4.
Perbedaan yang mendasar antara kedua model ini adalah pada pengurangan level distribusi. Apabila pada model yang sedang berjalan terdapat tiga level yaitu CDC, DC, dan SA, maka pada model yang baru ini hanya terdapat dua level, yaitu DC dan SA. Pembentukan model distribusi dan logistik yang baru ini didasarkan pada beberapa hal sebagai berikut:
Lebih responsif Pengurangan jumlah level atau tingkatan distribusi akan meningkatkan respon fungsi logistik dalam memenuhi permintaan dari departemen penjualan. Unit SA dapat langsung menyatakan permintaan order pembelian kepada DC yang kemudian diteruskan ke principal. Sementara pengiriman barang dari principal dapat langsung ditujukan kepada DC tanpa melalui CDC. Responsivitas ini berkaitan erat dengan sistem birokrasi perusahaan. Dengan dua tingkatan distribusi maka birokrasi akan jauh lebih sederhana dan efisien.
Pengurangan nilai persediaan Model yang baru ini juga akan memberikan keuntungan dalam hal pengurangan nilai persediaan secara umum dan persediaan darurat (safety stock). Model yang pertama mempunyai tiga level distribusi yang juga berarti memiliki tiga macam level persediaan. Sedangkan model yang baru secara konsep hanya memerlukan dua level persediaan. Pengurangan nilai persediaan ini tentunya akan diikuti dengan pengurangan biaya persediaan secara keseluruhan.
71
72
Efisiensi transportasi Hal lainnya yang jelas terlihat pada model yang baru ini adalah efisiensi transportasi. Jalur-jalur pada model pertama yang hanya merupakan perpindahan barang antar DC internal perusahaan dihapuskan dan yang tersisa adalah jalur-jalur pengiriman barang yang utama saja.
Peningkatan kualitas Salah satu tujuan paling mendasar dari suatu operasional perusahaan adalah peningkatan kualitas. Yang dimaksud peningkatkan kualitas dalam hal ini adalah peningkatan kualitas pelayanan baik kepada principal maupun pelanggan sebagai patner bisnis. Model yang baru akan memberikan peningkatan kualitas layanan karena dapat mempersingkat proses distribusi serta mengurangi biaya operasional (distribusi dan transportasi).
Jadi secara konsep, model yang diusulkan ini mempunyai kinerja yang lebih baik daripada model pertama. Namun demikian untuk menerapkan model yang baru ini akan ditemui dua hambatan utama, yaitu:
Penyesuaian struktur organisasi Hal yang paling mendasar yang harus dilakukan perusahaan untuk menerapkan model yang diusulkan ini adalah melakukan perubahan struktur organisasi terutama yang terkait dengan distribusi dan logistik. Selain itu susunan tanggung jawab dan wewenang dari masing-masing bagian atau departemen juga harus disesuaikan dengan struktur yang baru tersebut. Perubahan struktur organisasi ini adalah suatu hal yang pada umumnya sulit untuk dilaksanakan
73
dalam suatu perusahaan dan seringkali akan ada pihak-pihak yang tidak setuju dan menentang perubahan ini. Apabila perusahaan mampu melakukan perubahan struktur organisasi ini dan menyesuaikannya dengan model yang baru, maka kinerja operasional perusahaan secara keseluruhan akan meningkat. Sebaliknya apabila perusahaan gagal dan tidak mampu untuk melakukan penyesuaian struktur organisasi, maka akibatnya akan fatal karena susunan organisasi menjadi tidak jelas dan tidak ada koordinasi yang baik antar bagian.
Sumber daya manusia Hal kedua yang akan menjadi hambatan adalah sumber daya manusia, karena setiap proses perubahan akan selalu membutuhkan waktu, biaya, serta tenaga yang tidak sedikit. Sumber daya manusia yang lemah atau tidak mempunyai kapabilitas akan menjadi suatu hambatan dalam mewujudkan perubahan tersebut. Maka yang sering terjadi adalah penggantian personel dalam suatu departemen dengan personel yang baru.
74
4.8
Perbandingan Safety Stock Pada ketiga model distribusi yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat
perbedaan dalam hal safety stock. Model pertama, di mana pengiriman dari principal berpusat pada satu gudang utama yaitu CDC maka harus memperhitungkan fluktuasi permintaan dari semua gudang area atau DC yang berada di tingkat bawahnya. Perhitungan fluktuasi permintaan ini dapat diperoleh dengan menggabungkan standar deviasi dari semua area di tingkat lebih rendah sehingga diperoleh suatu standar deviasi gabungan. Standar deviasi gabungan tersebut dapat diperoleh dengan rumus 4.2 berikut. σ gabungan =
i=n
(4.2)
∑ vi 2
i =1
σ = Standar Deviasi v = Varian Dengan berdasarkan pada standar deviasi gabungan tersebut maka dapat dihitung jumlah safety stock yang diperlukan dengan rumus 4.3 berikut.:
Safety Stock = z × σ × L
(4.3)
z = safety factor σ = standar deviasi permintaan harian L = waktu pemenuhan barang dari principal Dalam hal ini digunakan nilai z = 1,65 untuk memenuhi service level sebesar 95%. Sedangkan waktu pemenuhan barang dari principal (L) adalah selama 7 hari. Hasil perhitungan safety stock berdasarkan fluktuasi permintaan harian untuk setiap area adalah seperti terlihat pada Tabel 4.4.
75
Tabel 4.4. Perhitungan Safety Stock Dengan Sistem Desentralisasi AREA
Permintaan Barang Total
Rata-2 Std.Dev
Safety Stock
4A
Cikarang
4,581
382
19
84
4B
Bandung
3,044
254
14
60
4K
MT. Haryono
4,847
404
29
126
4L
Bogor
1,822
152
9
41
4P
Cirebon
825
69
4
16
4Q
Medan
1,198
100
8
35
4R
Palembang
1,562
130
12
50
4E
Surabaya
5,954
496
75
328
4D
Semarang
1,194
99
17
72
4H
Solo
1,786
149
29
126
4M
Malang
1,870
156
32
138
4S
Makasar
1,693
141
19
81
30,376
211
TOTAL Rata-rata Harga Pokok Nilai safety stock
1,157
125,000 144,686,010
Pada model pertama di mana principal hanya mengirimkan barang ke satu gudang utama atau CDC, maka fluktuasi permintaan barang dari semua area digabungkan menjadi satu. Perhitungan safety stock untuk model ini dapat dilihat pada tabel 4.5. Sedangkan pada model kedua, di mana principal mengirimkan barang kepada dua gudang utama yaitu di Cikarang dan Surabaya, maka fluktuasi permintaan masing-masing area dikumpulkan menjadi dua dengan cara perhitungan yang sama. Hasil perhitungan safety stock ini seperti yang terlihat pada Tabel 4.6.
76
Tabel 4.5. Perhitungan Safety Stock Dengan Satu Gudang Utama AREA
Permintaan Barang Rata-2 Std.Dev
4A
Cikarang
4B
Bandung
4K
MT. Haryono
4L
Bogor
4P
Cirebon
4Q
Medan
4R
Palembang
4E
Surabaya
4D
Semarang
4H
Solo
4M
Malang
4S
Makasar
2,531
99
TOTAL
Safety Stock 432
432
Rata-rata Harga Pokok Nilai safety stock
53,968,993
Tabel 4.6. Perhitungan Safety Stock Dengan Dua Gudang Utama AREA
Permintaan Barang Rata-2 Std.Dev
4A
Cikarang
4B
Bandung
4K
MT. Haryono
4L
Bogor
4P
Cirebon
4Q
Medan
4R
Palembang
4E
Surabaya
4D
Semarang
4H
Solo
4M
Malang
4S
Makasar
TOTAL
Safety Stock
2,554
41
179
2,499
90
393
572
Rata-rata Harga Pokok Nilai safety stock
71,511,909
77
Dengan membandingkan ketiga hasil perhitungan safety stock tersebut maka didapatkan bahwa model pertama dengan satu gudang utama atau CDC mempunyai nilai safety stock yang paling minimum. Hal ini terjadi karena fluktuasi permintaan dari semua area dikumpulkan menjadi satu dan terjadi suatu keadaan yang saling menutupi antara kelebihan stok dengan kekurangan stok. Sehingga nilai standar deviasi permintaan lebih kecil daripada kondisi desentralisasi.
4.9
Perbandingan Biaya Distribusi Biaya distribusi yang akan dibandingkan dalam hal ini adalah biaya
transportasi dari gudang utama ke gudang yang terdapat di masing-masing area. Asumsi yang digunakan adalah pada kedua model yang dibandingkan, setiap area memperoleh pengiriman barang berdasarkan monthly purchase order (MPO) dengan proporsi yang sama. Tabel 4.7. menunjukkan hasil perhitungan biaya distribusi untuk model pertama yang menggunakan satu gudang utama saja. Terlihat bahwa biaya distribusi yang terbesar adalah untuk area Surabaya. Hal ini terjadi karena jumlah barang yang dikirimkan dari CDC ke DC tersebut sangat besar sehingga mencapai hampir 25% dari total biaya transportasi yang dikeluarkan oleh perusahaan. Apabila komponen biaya transportasi untuk area ini dapat ditekan atau dibagi bersama dengan pihak principal tentunya akan sangat menghemat pengeluaran perusahaan.
78
Tabel 4.7. Perhitungan Biaya Distribusi Dengan Satu Gudang Utama Kode Area
MPO Terkirim
Faktor MPO
(karton)
Biaya
Jarak
Biaya Transport
(Rp/karton)
(km)
(Rp)
4A
Cikarang
1,776,579
0.1549
0
0
0
4B
Bandung
1,133,359
0.0988
1000
134
1,133,359,000
4K
MT. Haryono
1,846,693
0.1610
1000
42
1,846,693,000
4L
Bogor
686,073
0.0598
1100
107
754,680,300
4P
Cirebon
311,845
0.0272
2000
202
623,690,000
4Q
Medan
428,767
0.0374
4200
1422
1,800,821,400
4R
Palembang
569,819
0.0497
2800
800
1,595,493,200
4E
Surabaya
2,197,376
0.1916
2100
725
4,614,489,600
4D
Semarang
457,057
0.0399
1800
418
822,702,600
4H
Solo
681,996
0.0595
2000
490
1,363,992,000
4M
Malang
727,000
0.0634
2500
850
1,817,500,000
4S
Makasar
652,822
0.0569
4100
1416
2,676,570,200
1.0000
2050
550.5
19,049,991,300
TOTAL
11,469,386
Pada model kedua, di mana principal mengirimkan barang ke dua gudang utama di Cikarang dan Surabaya, maka komponen biaya transportasi untuk gudang yang termasuk dalam area Surabaya berubah sesuai dengan jaraknya. Hasil perhitungan untuk model ini dapat dilihat pada Tabel 4.8. Pada model dengan dua gudang utama ini, maka yang ditekan adalah komponen biaya transportasi dari CDC kedua ke daerah yang berada di sekitarnya. Dengan asumsi bahwa pengiriman barang dari CDC pertama ke CDC kedua tidak diperhitungkan, karena pengiriman tersebut telah dilakukan oleh principal.
79
Tabel 4.8. Perhitungan Biaya Distribusi Dengan Dua Gudang Utama Kode Area
MPO Terkirim
Faktor MPO
Biaya
Jarak
Biaya Transport
(Rp/karton)
(km)
(Rp)
Dari Cikarang ke4A
Cikarang
1,776,579
0.1549
0
0
0
4B
Bandung
1,133,359
0.0988
1,000
134
1,133,359,000
4K
MT. Haryono
1,846,693
0.1610
1,000
42
1,846,693,000
4L
Bogor
686,073
0.0598
1,100
107
754,680,300
4P
Cirebon
311,845
0.0272
2,000
202
623,690,000
4Q
Medan
428,767
0.0374
4,200
1422
1,800,821,400
4R
Palembang
569,819
0.0497
2,800
800
1,595,493,200
2,197,376
0.1916
2,100
0
4,614,489,600
Dari Surabaya ke4E
Surabaya
4D
Semarang
457,057
0.0399
1,400
307
639,879,800
4H
Solo
681,996
0.0595
1,000
235
681,996,000
4M
Malang
727,000
0.0634
300
75
218,100,000
4S
Makasar
652,822
0.0569
2,100
691
1,370,926,200
1.0000
1,583
TOTAL
11,469,386
15,280,128,500
Dengan membandingkan kedua hasil perhitungan tersebut maka diketahui bahwa model dengan dua gudang utama dapat memberikan penghematan biaya distribusi hingga sekitar empat milyar rupiah. Hal ini terjadi karena biaya transportasi yang lebih murah dari Surabaya ke area-area yang berada di bawahnya. Sedangkan pada model pertama, semua biaya transportasi dihitung relatif terhadap gudang utama di Cikarang, Jakarta sehingga totalnya adalah lebih mahal.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan perbandingan yang telah dilakukan, maka
didapatkan beberapa kesimpulan mengenai kinerja distribusi dan logistik di P.T. XYZ sebagai berikut:
Metode sentralisasi atau distribusi dengan satu gudang utama dapat mengurangi tingkat fluktuasi permintaan yang terjadi pada area-area di bawahnya. Sedangkan metode desentralisasi mengakibatkan tingkat fluktuasi permintaan yang lebih tinggi.
Sistem distribusi dengan satu gudang utama atau sentralisasi lebih hemat dalam hal safety stock, tetapi lebih boros dalam biaya transportasi. Sedangkan sistem distribusi dengan dua gudang utama atau lebih akan menghemat biaya transportasi tetapi membutuhkan jumlah safety stock yang lebih banyak.
Kombinasi dari biaya untuk safety stock dan biaya transportasi menunjukkan bahwa komponen biaya transportasi jauh lebih signifikan, sehingga distribusi dengan sistem desentralisasi lebih cocok untuk diterapkan dengan kondisi yang ada saat ini.
80
81
5.2
Rekomendasi Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan kepada P.T. XYZ berdasarkan
hasil analisis yang telah dilakukan, antara lain adalah:
Mengarahkan semua principal untuk melakukan pengiriman langsung ke gudang-gudang di area, atau setidaknya ke dua gudang utama di region barat dan timur.
Menempatkan personel P.T. XYZ di perusahaan principal, dengan tujuan agar personel tersebut dapat melakukan koordinasi pengiriman barang dari pabrik principal ke gudang milik P.T. XYZ. Hal ini akan membantu principal dalam menyusun serta membagi jadwal pengiriman barang sekaligus mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengiriman barang.
Penelitian dapat dilanjutkan lebih mendalam dengan menganalisa jalur-jalur distribusi yang lebih spesifik untuk masing-masing principal dengan proporsi pengiriman produk yang disesuaikan, sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih akurat untuk setiap kondisi yang terjadi.
Sedangkan rekomendasi untuk industri distribusi secara keseluruhan berdasarkan hasil penelitan yang telah dilakukan adalah:
Sistem distribusi sentralisasi dan desentralisasi memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing, Sistem distribusi sentralisasi mungkin sesuai bagi perusahaan A, namun belum tentu bagi perusahaan B, dan sebaliknya. Maka suatu perusahaan distribusi seharusnya menganalisa terlebih dulu kondisi
82
bisnis serta luas area distribusinya untuk menentukan sistem mana yang paling tepat dan optimal. Setelah menentukan sistem distribusi yang paling sesuai, maka suatu perusahaan distribusi harus membangun kapabilitasnya untuk mewujudkan model tersebut, sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja internalnya.
Pemilihan
sistem
distribusi
yang
tepat
akan
sangat
mempengaruhi
kelangsungan bisnis. Perusahaan distribusi yang mengalami kesulitan untuk menentukan model yang optimal serta membangun kapabilitasnya sebaiknya memfokuskan pada pelayanan distribusinya saja, dan mengadakan kerja sama atau outsourcing dengan penyedia jasa logistik pihak ketiga (third party logistic provider) untuk masalah infrastruktur dan armada transportasi. Dengan demikian maka perusahaan tersebut dapat menjadi lebih fokus pada bisnis utamanya, yaitu pelayanan distribusi dan hubungan kerja sama dengan principal dan pelanggan.
DAFTAR ACUAN
Bowersox, Donald J., David J. Closs, M. Bixby Cooper, 2002, Supply Chain Logistics Management, 1st ed., McGraw-Hill/Irwin, New York. Chopra, Sunil, Peter Meindl, 2004, Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operations, 2nd ed., International Edition, Prentice Hall, Inc., New Jersey. Hugos, Michael, 2003, Essentials of Supply Chain Management, John Wiley & Son, New Jersey. Simchi-Levi, David, Philip Kaminsky, Edith Simchi-Levi, 2003, Designing and Managing the Supply Chain – Concepts, Strategies and Case Studies, 2nd ed., International Edition, McGraw-Hill/Irwin, New York.
83
DAFTAR PUSTAKA
Bolstroff, Peter, Robert Rosenbaum, 2003, Supply Chain Excellence – A Handbook For Dramatic Improvement Using the SCOR Model, 1st ed., AMACOM, New York. Chase, Jacobs, Aquilano, 2004, Operations Management for Competitive Advantage, 10th ed., McGraw-Hill/Irwin, New York. Fitzsimmons, James and Mona Fitzsimmons, 2003, Service Management: Operations, Strategy, and Information Technology, 4th ed., McGraw-Hill/Irwin, New York. Harvard Business Review, 2000, Harvard Business Review on Managing the Value Chain, Harvard Business School Press, Boston. Porter, Michael E., 1980, Competitive Strategy – Techniques for Analyzing Industries and Competitors, Free Press, Brookline, Massachusetts. Schoeder, Roger G., 2003, Operations Management – Contemporary Concepts and Cases, 2nd ed., McGraw-Hill/Irwin, New York. Stock, James R., Douglas M. Lambert, 2001, Strategic Logistic Management, 4th ed., McGraw-Hill/Irwin, New York. Taylor, David A., 2004, Supply Chains – A Manager’s Guide, 1st ed., AddisonWesley, California.
84
Turban, Efraim, Ephraim McLean, James Wetherbe, 2004, Information Technology for Management – Transforming Organizations in the Digital Economy, 4th ed., John Wiley & Son, New Jersey.
85
CURRICULUM VITAE Name
: Leonard Wigan
Title
: Sarjana Teknik
Current address
: Jl. K.H. Royani I no. 22 Karet – Jakarta Selatan
Contact number
: 0816-540-7605
Email
:
[email protected]
PERSONAL DETAILS Gender
: Male
Place, Date of birth
: Surabaya, July 25th 1978
Marital status
: Single
Religion
: Catholic
Age
: 27
FORMAL EDUCATION 2004 – Now
Graduate Program – Magister Management Single major: Information System Bina Nusantara University – Joseph Wibowo Center, Jakarta
1996 – 2001
Civil Engineering majoring at Structural Petra Christian University Surabaya GPA: 3.11 of 4.00
1993 – 1996
SMA Kristen Petra I – Surabaya
1990 – 1993
SMP Kristen Petra I – Surabaya
1984 – 1990
SD Katolik Karitas III – Surabaya
86
WORKING EXPERIENCE Software Developer, October 2000 – January 2002 P.T. Adi Citra Teknologi Semesta (ACTS) Graha Pena – Jl. A. Yani 88 – Surabaya 60234 Designing, developing, and maintaining ERP software/application Giving solutions/recommendation for clients IT Manager, August 2002 – April 2004 Hartono Elektronika (P.T. Hatsonsurya Electric) Jl. Kertajaya 202 – Surabaya Implementing, managing, controlling, and maintaining information system Creating reports for other departments and directors
CERTIFICATION
Certification of Attendance Microskills Training Centre Software Applications Course – Level 1, September 14th 1991 – March 14th 1992 Software Applications Course – Level 2, April 24th 1992 – October 9th 1992
Certificate of Completion SIT – School of International Training AutoCAD 2D Interactive Course, August 7th 1998 – October 23rd 1998 Autodesk Training Center – Petra Christian University, Surabaya AutoCAD Application in Building Design, September 3rd 1999 – November 19th 1999
87
CURRICULUM VITAE Name
: Andre Drajat Setiamanah
Title
: Sarjana Komputer
Current address
: Jl. Redaksi blok N / 234 Komp. PWI – Cipinang Muara Jakarta Timur 13410
Phone number
: 021 - 8501215
Contact number
: 0856-100-9720
Email
:
[email protected]
or
021-926-48361
PERSONAL DETAILS Gender
: Male
Place, Date of birth
: Jakarta, Auguts 15th 1980
Marital status
: Single
Religion
: Christian
Age
: 25
FORMAL EDUCATION 2004 – Now
Graduate Program – Magister Management Dual major: Information System; Financial & Investment Bina Nusantara University – Joseph Wibowo Center, Jakarta
1999 – 2003
Information System majoring at Computerized Accounting Bina Nusantara University, Jakarta GPA: 2.99 of 4.00
1996 – 1999
SMU Don Bosco II, Jakarta
1995 – 1996
SMP PSKD 3, Jakarta
1993 – 1995
SMPK 3 BPK Penabur, KPS Jakarta
1986 – 1993
SDK 8 BPK Penabur, KPS Jakarta
88
INFORMAL EDUCATION 2002
2000
Cisco Networking Academy Program at BiNus Center Coldfusion Workshop with Bina Nusantara Computer Club (BNCC) Visual Basic and Assembly Workshop, Coldfusion Workshop, BNCC Event Delphi Fundamental at BiNus Center C++ Programming at BiNus Center Linux Seminar, topic “Pendayagunaan Linux Sebagai Sistem Operasi Jaringan Alternatif” Animation Seminar, Digital Studio (Adobe) & Maya, BNCC Event Goethe Institut – Deutch Lernen (Eins A)
WORKING EXPERIENCE INDOSOFT 2001, July 9 – 13th, 2001 Exhibitor for ASP Linux at INDOSOFT 2001. PT Atlas Transindo Raya, September 2002 – January 2003 Participate as Development Consultant for designing Business Process from PT Atlas Transindo Raya. Job Criteria: Analyze the needs of the system, estimating requirement for network system infrastructure. Responsible for internal systems: workstation hardware, office network and server. Monitoring the implementation, and make report for the following bugs and network troubleshooting. For you information, this project was to fulfuill the final assignment for Bachelor Degree Thesis Requirement. Zi Technology, June 2003 – August 2003 Working as On-site Consultant for Client Technical Support Engineer. Client: PT Valspar Indonesia – Ink Technology, Singapore based company, based in Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP). Responsible for maintaining the hardware & software infrastructure. PT DIC, Coating Technology, responsible for maintaining H/W & Software infrastructure. Dept. Perhubungan dan telekomunikasi. Responsible for Implementing infrastructure migration & reporting activities.
89
Working Experience continued… PT. Rodamas – Consumer Product Division Management Trainee, September 2003 – March 2003 MIS Business Process Integration, April 2003 – NOW
CERTIFICATION
Sertifikat Binusian 2003 (1999) Seminar Sehari “Pendayagunaan Linux Sebagai Sistem Operasi Jaringan yang Ekonomis”, BNCC (1999) Visual Basic & Assembly Workshop, BNCC (2000) Delphi Fundamental, BiNus Center (2000) C++ Programming, BiNus Center (2000) Seminar Nasional, “The World of Digital Animation”, BNCC (2000) Goethe Institut, Surat Keterangan Lulus Tingkat eins A, Pusat Kebudayaan Jerman (2000) Seminar “Safeguarding the E-Business Network” with Paulus Sugeng Widodo as guest presenter from Cisco Indonesia Cisco Networking Academy Program, BiNus Center (2002) Coldfusion Workshop, BNCC (2002) Effective Supervision Workshop, PT Rodamas Company (2004) with MDI Tack Training International (2003) M-Power Training, Module 1 – Readiness To Change (2003) TOEFL, BNCC (2004) ORACLE e-Business Suite Financial & Distribution training completion, Mitra Integrasi Informatika
90