BAB HI
LANDASANTEORI
3.1. Lmum
Struktur rangka merupakan gabungan elemen-elemen yang membentuk segitiga yang dihubungkan melalui titik simpul.
Terdapat beberapa jenis struktur rangka jembatan yang masing-masing
mempunyai penempatan batang yang berbeda-beda. Di Indonesia jenis yang banyak digunakan adalah rangka Single Warren dan rangka Callender Hamilton, seperti diuraikan berikut ini. a. Rangka Single Warren
Batang atas merupakan batang tekan, batang bawah merupakan batang tank, batang diagonal sebagian batang tekan dan sebagian batang tarik. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Gaya-gaya batang rangka Single Warren
b. Rangka Callender Hamilton
Pada rangka Callender Hamilton terdapat batang sekunder yang berfungsi
untuk memperpendek panjang tekuk batang tekan. Batang atas merupakan batang tekan, batang bawah merupakan batang tarik, batang diagonal dan batang sekunder sebagian
merupakan
batang
tekan
dan
sebagian
merupakan batang tarik. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2 berikut ini.
Gambar 3.2. Gaya-gaya batang rangka Callender Hamilton
3.2. Analisis Struktur
3.2.1. Deformasi Pada Rangka Batang Bidang ( Truss element) a. Persamaan dasar
X,,u,
0
©
AE
X2,U2
L
Gambar 3.3 Deformasi pada rangka batang ( Truss )
Arah gaya defonnasi yang tampak pada Gambar 3.3 adalah arah positif, maka :
3-f
i
-i
-i
i
(3.1)
{A'} =[*]M
(3.2)
AH
(3.3)
W ,
dengan : {x}= vektor gaya, [ft] =matrik kekakuan pada sistem koordinat lokal, dan \i<}= vektor defonnasi. Pada
rangka
batang
bidang
kedudukan
batang-batangnya
adalah
sembarang, sehingga untuk menganalisis konstruksi ini diperlukan transfomiasi koordinat.
b. Matrik transfomiasi
Garis putus-putus pada Gambar 3.4 menunjukkan sistem koordinat global ( sistem koordinat struktur ). Pada umumnya sumbu 1 (sumbu x) diambil
horizontal dan sumbu 2 (sumbu y) diambil vertikal. Sedang sistem koordinat lokal digambarkan dengan garis penuh, sumbu 1( sumbu x ) diambil horizontal sumbu
batang dan sumbu 2 ( sumbu y ) diambil tegak lurus sumbu batang.
«, .A\
v„K
Gambar 3.4. (a) kondisi local, (b) kondisi global, (c) transfonnasi ujung a, (d) transfomiasi ujung b
Dari Gambar 3.4.c akan diperoleh persamaan sebagai berikut.
u^-u^coscj) + r, sin$>
(34)
dalam bentuk matrik
.ifw,
ii) - [cos (f>. sin
(3.5)
Dari Gambar 3.4.c analog dengan persamaan 3.5. dapat diperoleh
u-, =[cos^.sin^K dengan : w, =defonnasi lokal ujung a
(3.6)
u2 = deformasi lokal ujung b Ui,V| = deformasi global ujung a U2.v 2= deformasi global ujung b
Untuk memudahkan dalam penjelasan lebih lanjut ujung-ujung batang disebut
dengan ujung a dan b seperti nampak pada gambar 3.4.a dengan demikian
persamaan 3.5 dan 3.6 dapat dituliskan sebagai berikut: «.. = X
Ua = fJ
(3.7)
ub = X
Ub= JU
(3.8)
dengan: /i=cos^, p = sin^
jika diambil T= [/l.//]maka persamaan 3.7 dan 3.8 dapat dituliskan : T
0
0
T
(3.9)
dengan : T = matrik transformasi
Untuk menyederhanakan penulisan dan penjabaran lebih lanjut Persamaan
(3.9) dapat dituliskan sebagai berikut:
{m}=[a]M
(3.10)
Analog dari Persamaan (3.9), akan dapat disusun persamaan berikut: T
0
0
T
(3.11) X,
Dari Persamaan (3.9) dan Persamaan (3.11) dapat diperoleh
atau :
'tt
0
0
TT
M-WM
u
a
(3.12)
u.
(3.13)
!>7 dan
0
atau:
0
Xu
T1
xk
(3.14)
M=[AfM
(3.15)
Dari Persamaan ( 3.2 ) dan ( 3.15 ) akan diperoleh :
{x}=Ark.u
(3.16)
Dari Persamaan (3.1) dan Persamaan (3.13), dapat diperoleh (3.17)
X=ATk.A.u
Untuk tiap-tiap batang berlaku rumus X = k.u , maka pada system struktur juga berlaku rumus : X=k.u
(3.18)
Dari Persamaan (3.17) dan Persamaan (3.18) dapat diperoleh : k=ATkA
(3.19)
sehingga
-TT K = 0
o" ~h«
T\ K
Kb~ ~T
0"
'ihb_ 0
T
(3.20)
T'KJ T'kabr TTkkT vba
(3.21)
TTkJ bb1
Dengan : Kaa =TTkaaT ; Kab =TrkabT ; Kba =TTkbaT ; dan Kbb =TTkbbT
7^7' =H^tl] p) L
[A M] =
AE
L
i2
A
"
Ap
Ap U2 _
(3.22)
dengan cara yang sama akan didapat Kaa, Kab, Kba, Kbb sehmgga didapat kekakuan pada sistem koordinat global :
12
M=
A
kp
- ?C
AE
Ap
p2
- Ap - p2
L
- ?C
- Ap
-Ap
- p
,2
- Ap
p"
Ap
A^p
p
(3.23)
dengan :[k]= matrik kekakuan pada sistem koordinat global. Dari
penjelasan Analisis Struktur diatas dapat disimpulkan bahwa
kekakuan elemen Truss dipengaruhi oleh panjang dari elemen tersebut. Semakin panjang elemen, kekakuannya semakin kecil.
3.3. Batang tarik
Batang tarik adalah batang yang mengalami tegangan tarik aksial akibat beban yang bekerja pada ujung-ujung batang. Desain batang tarik merupakan salah satu masalah teknik struktur yang paling sederhana dibandingkan desain struktur yang lain. Karena stabilitas bukan merupakan hal utama, perencanaan
batang tarik pada hakekatnya menentukan luas penampang lintang batang yang cukup untuk menahan beban yang bekerja ( Salmon dan Johnson, 1990 ). Secara umum kekuatan batas batang tarik ditunjukkan dengan Persamaan (3.24) dan ( 3.25 ) berikut ini. Tu = Ae. Fu
Tu = Ag. Fy
(3.24)
(3.25)
dengan : Tu = beban tarik, Ae = luas efektif netto , Ag = luas bruto, Fu = kekuatan tarik minimum, dan Fy = kuat leleh yang dispesifikasikan untuk baja tersebut.
Batang tank yang terlalu panjang bisa melendut secara berlebihan akibat
berat sendiri, untuk mencegah hal tersebut panjang batang perlu dibatasi. Kriteria penentuan panjang batang ini didasarkan pada angka kelangsingan batang ( kl / r ) dengan 1 adalah panjang batang dan r adalah jari-jari girasi. Menurut AASHTO besar angka kelangsingan yang berlaku untuk batang tarik adalah kl / r < 200.
3.3.1. Luas efektif netto
Pada batang tarik dimana tidak semua penampang melintangnya dihubungkan dengan batang penumpunya sehingga beban runtuhnya akan lebih
kecil. Fenomena seperti ini disebut shear lag. Profil siku yang dihubungkan dengan satu kaki seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4, hal ini mengakibatkan terjadinya pemusatan tegangan disepanjang kaki itu, pada kaki lainnya tidak ada
tegangan ( atau mungkin kecil sekali ). Sehingga tegangan yang terjadi harus direduksi ( Spiegel dan Limbrunner, 1991 ).
Luas efektif netto menurut LRFD dihitung dengan rumus : Ae = U. An dengan : U = koefisien reduksi, An = luas netto
(3.26)
14
Plat sambung
o
o
oii
-*Tu
X
Gambar 3.5 luas efektif sambungan baut
Persamaan (3.26) berlaku untuk jenis penyambung yang memiliki lubang, yaitu sambungan baut dan paku keling. Nilai koefisien reduksi dihitung dengan rumus :
U = 1-(X-L)
(3.27)
dengan : x = jarak pusat berat profil ke tepi plat sambung, 1 = jarak baut Untuk sambungan las luas bersihnya sama dengan luas bruto karena tidak
mempunyai lubang, sehingga luas efektif netto untuk sambungan las dapat dihitung dengan rumus : Ae = U. Ag
(3.28)
Plat sambung
•
Gambar 3.6 luas efektif sambungan las
Tu
Koefisien reduksi diambil dengan ketentuan : L>2W
U-l
2W>L>I,5W I,5W>L>W
U = 0,87 U = 0,75
dengan : I = panjang las, w = lebar plat 3.4. Batang tekan
Batang tekan merupakan batang-batang lurus yang mengalami tekanan
akibat kerja gaya-gaya aksial. Analisis kuat batang tekan pertama kali dikemukakam oleh Euler ( 1757 ), yang diuraikan sebagai berikut.
Akibat beban ( P ) pada pelenturan ( y ), pada penampang tersebut bekerja momen lentur. Seperti terlihat pada Gambar 3.7.
X
y
^ —fe
^
—
(A^^
^
...
L
Gambar 3.7. Batang lurus dibebani gaya tekan aksial
M = -P.y
(3.29)
d~y
karena M= EI ~f , maka Persamaan (3.29) menjadi
EI^-P, dx2
(3.30)
dengan E - modulus elastis, P = gaya aksial, I - inersia, dan y = pelenturan
Penyelesaian Persamaan (3.30) mengliasilkan beban kritis ( Pkr) sebagai berikut kK.I
(3.31)
kr
Persamaan (3.31) menunjukkan beban kritis menurut Euler, jika masing-masing
ruas dibagi dengan luas penampang ( A), akan memperoleh tegangan kritis (akr). K2E.l
~ajT
(3.32)
karena y - Vi2, dan panjang ( L)diganti dengan panjang tekuk ( Lk )maka Persamaan (3.31) dapat dinyatakan dengan Persamaan (3.32). n2E
~Lk~~
(3.33)
i
dengan
Lk
adalah kelangsingan ( A )
Tampak disini bahwa kuat tekan kolom dipengaruhi oleh kelangsingannya, semakin langsing kolom, kuat tekannya semakin kecil.
Kelangsingan batang merupakan rasio antara panjang tekuk ( kl ) dengan jari-jari girasi ( r ). Kuat tekan suatu batang akan menumn seiring dengan makin
besaniya nilai kelangsingan batang tersebut. Menurut AASHTO besaniya angka kelangsingan yang berlaku untuk batang tekan adalah kl / r < 120.
3.5. Batas Lebar / Tebal untuk Mencapai Tegangan Leleh tanpa Tekuk Lokal Pelat
Kegagalan akibat tekuk setempat dapat terjadi apabila rasio lebar / tebal dari
elemen suatu kolom terlalu tinggi. Untuk menghindan terjadinya tekuk setempat maka rasio lebar / tebal hams memenuhi batasan.
Menurut Salmon dan Johnson (1992), tegangan tekuk elastis teoritik atau
tegangan kritik pelat yang tertekan dapat dinyatakan sebagai:
l'cr = k-—7
n2.E
7T7
^
12.(l-/i2)(ty if
(3.34)
dengan : b = lebarpelat; t = tebal pelat; p = 0,3 ( angka poison untuk baja ); k =
koefisien tekuk pelat; E = modulus elastisitas baja ; Fy = tegangan leleh baja.
Koefisien tekuk pelat ( k ) merupakan sebuah konstanta yang tergantung
pada tipe tegangan, kondisi tumpuan tepi. dan rasio panjang terhadap lebar (a/ b) dari pelat yang bersangkutan. Selanjutnya harga koefisien tekuk pelat dapat ditunjukkan pada Gambar 3.8.
18
jepit
jepit
1
B tumpuan
*jepit
1
sedemana
|
14
i
tumpuansettomana
I
C tumpuan
1
sedemana
jepit 0 jepit
12
1
1 tumpuan
A*
10
11« \ •5
I
Zj~ sedemana ~t*~
F
—J
Ejepit P
—
Tepi yang dibebani teijepit
I v v^— 8
f
Tape tumpuan
di sepanjang tepi yang tidak dibebani
Tepi yang dibebani dtoeri tumpuan sedemana
•
C «
A
S
s
6 B
-
1\ 1
*»« - 5.42
N> ~~ —
4
_ \ 2
*M - *•<* 0
\\
1
w
:^
0
i
i.-il'-?77 e 2
Rasio aspetc a/b
3
*m~ " 0.425
Gambar 3.8. Koefisien tekuk elastik untuk tekan pada pelat segiempat (Salmon dan Johnson, 1992).
Elemen tekan pelat dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu elemen yang
diberi tumpuan disepanjang kedua tepi yang sejajar dengan arah tegangan tekan dan elemen yang diberi tumpuan pada salah satu tepi dan bebas ditepi lainnya
yang searah tegangan tekan, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9. ssrs-
(a) Pelat dengan satu tepinya bebas
(b) Pelat ditumpu pada kedua tepinya
Gambar 3.9. Defleksi tekuk pelat yang ditekan secara merata
19
Kekuatan pelat yang menerima tekanan tepi terdiri dari jumlah dua
komponen, yaitu tegangan tekuk elastik atau tak-elastik dan kekuatan pasca tekuk. Kekuatan pasca tekuk akan menjadi lebih tinggi pada saat rasio lebar/tebal bertambah besar. Untuk harga b/tyang rendah, bukan hanya kekuatan pasca tekuk
yang akan hilang, melainkan keseluruhan pelat pun mungkin telah meleleh dan mencapai kondisi pengerasan tegangan (strain hardening ), seperti ditunjukkan pada Gambar 3.10.
2.0 r
(a) Kolom
1.5
!*:
1.0 Hiperbola Euler
^
(Tekuk elastik) " JT
r-^
. Kurva transisi, termasuk
0.5
tegangan sisa
0.2
0.4
0.6
0.8
Ac V Fa
1.0
tV
1.2
•,
1.4
1.6
,*Ek
Gambar 3.10. Perbandingan tekuk pelat dengan tekuk kolom (Salmon dan Johnson, 1992 )
Dari grafik untuk tekuk elastik ( hiperbola Euler ) pada Gambar 3.10. didapat persamaan kerampingan kolom :
(3.35)
A =
F_
20
Bila Fcr / Fy didefinisikan sebagai 1/ A2, sehingga Persamaan (3.35) untuk pelat menjadi :
b /V(12).(l-/r)
^ =7v —^n— t V n .h.k
(
}
h-= *-n~K , .k I VFyA2.{[-p2)
(3.37)
atau
Pada Gambar 3.10 didapatkan harga Ac= 0,46 untuk pelat ditumpu pada salah satu sisinya dan bebas untuk sisi yang lain ( elemen tanpa pengaku ). Dengan
memasukkan harga Ac = 0,46; k = 0,76 ( dari Gambar 3. untuk pelat dengan tepi
yang dibebani terjepit ); p= 0,3 untuk baja dan E = 2.103 Mpa kedalam Persamaan (3.36) atau (3.37) didapatkan batasan lebar/tebal LRFD untuk elemen tekan tanpa pengaku seperti ditunjukkan pada Persamaan (3.38).
171
/
JrFy~Mpa
(3.38)
3.6, Tekuk Puntir
Tekuk puntir terjadi akibat beban aksial yang bekerja pada bidang profil
yang tidak melalui pusat geser atau terjadinya momen dalam pembebanan ( Salmon dan Johnson,!996 ).
21
Karena desain struktur menuntut pemahaman atas stabilitas secara menyeluruh, panjang tak berpenopang lateral yang panjang akan menunjukkan kekuatan momen Mcr yang dikontrol tekuk puntir lateral elastis. Dengan mengacu pada Gambar 3.11, yang mem perl ihatkan balok 1 dalam keadaan posisi tertekuk,
Momen M0 bekerja pada bidang yz akan meningkatkan komponen momen Mx,
My, Mz. Batang mengalami lentur pada bidang X1 z1 dan Y1 z1 dan lengkungan torsi pada sumbu X (akibat M z).
♦*- z
du/dz
X
z
X
1
y o
y
-O
i
- dv/dz
z
du/dz
dv/dz
1
dv/dz
3.11. Tekuk puntir lateral balok
- du'dz
71
Dengan
asumsi
deformasi
kecil,
lenturan
pada
bidang
YZ
( dengan
memperhitungkan kosinus arahnya adalah satu antara sumbu-sumbu Y1 dan Y, dan z dan z ) dapat ditulis:
L^r =A/x =A
(3.39)
dz~
di mana v = perpindahan lokasi titik berat arah Y Li.
jadi lenturan pada bidang x z
Ely^r =Myt =MO0
(3.40)
Dari persamaan momen torsi total diketahui :
M,=GJC^-EcM dz
dz"
(3.41)
Komponen torsi dan M0 saat batang tertekuk sebanding dengan keminngan batang pada bidang XZ :
A-/1- = -—Mo
(3.42)
dx
dari Persamaan 3.41 dan 3.42 diperoleh du
Mo - CJ
~d='
dz
EC —r-
ndz'
^Xlo =GJ^-ECK^ ^Mo^GJ^-ECp d2z d2z d:
(j.4j)
(3.44)
dari Persamaan 3.40 disubsitusikan kedalam Persamaan 3.44 memberikan:
EC^-ajil-^-^Q dz-* d=* El,
(3.45)
23
Persamaan 3.45 dibagi denaan ECw, dan misalkan: GJ
Ma
la =
danlj = —
EC...
ICC.J..
maka Persamaan 3.45 menjadi:
dz'
(3.46)
dz-
misalkan
= a
d<j) _
d2
mAe'm
= m7Aen,z
dz2
= m4/le'"-" dz" •
Am4--2Am2 -A
=0
Diperoleh : m= ±ya ±y/?+a2
(3.47)
Miusalkan :
n2= a +^/3 +a2 (3.48)
\ = -a +yjj3 +a2 ^ = AfT + AC"~ + A.e"2 + AAe' iiqz
(3.49)
eM =cosqz+ 1 sinqz
(3.50)
e,-w-r = cos qz - 1 sin qz
(3.51)
<j) - A^e"~- + A2 ' + A,cos qz + A4 sm qz
(3.52)
24
Konstanta Aj dan A4 ditentukan oleh kondisi tumpuan ujung. Untuk kasus
tumpuan sederhana puntir, yakni ujung-ujung balok mungkin tidak terpilin tetapi bebas melengkung lateral (warping), kondisi-kondisinya adalah: pi
(j) = 0
—- = 0 pada z=0 dan z=L dz-
Untuk <j) = Odan z=0 Persamaan 3.52 memberikan:
(j) = A] (e'c -e """) + 4i sin qz
(3.53)
atau dapat ditulis sebagai:
= 24 sinh nL + A4 sin qz
(3.54)
<j) = A4smqL = 0
(3-55)
Pada z=L, <j> = 0
Ntt_ 1 =
(3.56)
L
Untuk tekuk dasar N =1
q=j-a+j0 +o7 =j f GJ ^
Mo1
GJ
-+
-+ .
2EC
WJy
V2EC «•/
(3.57)
n
a
(3.58)
Untuk Mo = Ma memberikan:
M2 = E2C,,E
M„ =
(n2
GJ
V
GJ
+
I:
2EC»
j
\ttaE2CJv n2EIfiJ 1:
(3.59)
2EC.
(3.60)
25
Pemfaktoran nj L dari dalam tanda akar memberikan kekuatan tekuk puntir lateral elastis sebagai berikut:
N 2
71
kE\
"-=IVU
CJV+EIVGJ
(3.61)
dimana : Ma. = kekuatan tekuk puntir lateral; L = panjang tak berpenopang; E =
modulus elastisitas; Cv= konstanta warping puntir; J = konstanta puntir; 1v= momen inertia terhadap sumbu y.
Untuk momen Mcr dalam rentang tak-elastis, suku yang melibatkan
regiditas puntir GJ dapat diabaikan, karena pada umumnya tumpuan lateral akan
diberikan pada lokasi-lokasi di mana momen plastis diharapkan terjadi. Maka Persamaan (3.61) dengan mengabaikan suku kedua, akan menjadi:
M„ =^JCj;
(3.62)
1'
Karena MCT harus mencapai Mp, substitusikan Mp = ZxFy untuk Mcr. Perhitungan
dengan menggunakan profil-I, maka Cw = Iy h2/4, Iv = Ar, dan L = untuk panjang yang tidak berpenopang.
3.6.1. Persyaratan Topangan Lateral tanpa Tekuk Puntir - LRFD
Persyaratan kekuatan menurut LRFD dapat dinyatakan sebagai :
(f)hMn > Mu
(3.63)
26
di mana A = faktor reduksi kekuatan untuk lentur = 0,9, Mn = kekuatan momen
nominal, Mu = momen beban layan terfaktor.
Mn
0
Lpd
Lp
U
Panjang tak-berpenopang lateral
Gambar 3.12. Kekuatan Nominal Mn dari penampang "kompak" yang dipengaruhi oleh tekuk puntir lateral
Kekuatan tekuk lateral akibat pengaruh panjang tak-berpenopang lateral
(Gambar 3.12) terdapat beberapa kasus, sebagai berikut:
1. Momen plastis dicapai ( Mn = Mp ) bersama dengan kapasitas rotasi plastis yang besar.
24.800 + 15.200 M
V -
M„
(3.64)
Fv,Mpa
panjang tak berpenopang lateral ( L ) tidak boleh melampaui Lpd, dimana : Mp = Fy.Zx
(3.65)
27
A/,
= momen pada ujung-ujung segmen yang tidak berpenopang lateral
2. Momen plastis dicapai ( Mn = Mp ) tetapi dengan kapasitas rotasi yang relatif kecil.
Lp=- J^—.rv '
4l\,Mpa
(3.66)
dimana : rv = jari-jari girasi terhadap sumbu y panjang tak berpenopang ( L ) tidak boleh melampaui Lp. 3. Tekuk puntir lateral yang terjadi dalam daerah tak-elastis ( Mp > Mn> Mr) Kekuatan momen elastis maksimimum (Mr) apat dihitumg dengan rumus :
Mr={Fy-Fr}Sx
(3.67)
dimana : Fv= tegangan leleh minimum ; Fr= sisa tekan dalam flens = 10 Ksi
untuk penampang giling; Sx= modulus elastis = IJ (d/ 2); lx = momen inertia terhadap sunbu x ; d = tinggi keseluruhan penanlpdttg.
Panjang tak berpenopang (Er) diperoleh dengan menyamakan kekuatan momen elastis maksimum Mr dengan kekuatan tekuk puntir lateral elastis
Mcr (Persamaan 3.61), sehingga didapat harga Lr seperti ditunjukkan Persamman (3.68) sebagai berikut:
K=jjT^-hf^^Fy-F^
(3-68)
28
dimana
n
E.G.J. A
S.
1
X, =
c (s v
A\ = 4.-^. / .•
v
(3.69)
(3.70)
GJ)
3.7. Hubungan Beban dan Lendutan
Kekakuan suatu struktur (k) menurut Gere dan Timoshenko (1987)
didifinisikan sebagai rasio beban dan lendutan, yang dinyatakan dengan :
k = Pi A
(3.71)
Tampak babwa kekakuan berbanding terbalik dengan lendutan. Apabila suatu strktur diberi beban aksial ( P ), maka akan diketuhui lendutan ( A ) yang terjadi, sehingga kekakuan ( k ) dapat dicari.
Gambar 3.13. Rangka jembatan yang diberi beban aksial (P) Akan terjadi lendutan (A)
29
Hubungan beban dan lendutan untuk berbagai macain struktur ditunjukkan oleh Gambar 3.14.
p
Av
A
Gambar 3.14. Grafik hubungan beban (P) dan lendutan (A)
Pada Gambar 3.14. terlihat bahwa kekakuan struktur nampak linier sampai
pada beban batas (Py). Selanjutnya struktur hanya mampu menahan beban konstan sedangkan lendutan yang terjadi terus bertambah sampai struktur tersebut hancur.
Dari grafik beban dan lendutan akan membentuk sudut sebesar 6, dimana : tg / A)
(3.72)
fmaks A
Callender Hamilton - Sinele Warren
A
Gambar 3.15 Grafik hubungan beban dan lendutan Rangka Single Warren dan Callender Hamilton
30
Untuk membandmgkan kekakuan struktur dapat dilihat dari besarnya 0,
seperti terlihat pada Gambar 3.15, bahwa pada struktur rangka Callender Hamilton mempunyai kekakuan yang lebih besar di bandingkan dengan struktur Single Warren.
3.8. Hubungan Momen Dan Kelengkungan
Kelengkungan adalah angka yang menunjukkan berubahnya arah suatu
garis lengkung. Kelengkungan berbanding terbalik dengan jari-jari kelengkungan ( Gere dan Timoshenko, 1987 ) Kelengkungan dapat dicari dengan rumus : dy d.x
cp=l/ p1+
(3.73}
fdy^ \dxj
dengan : <£> = kelengkungan, p= jari-jari kelengkungan Pemberian beban aksial terpusat (P) pada struktur rangka jembatan akan di
dapatkan perpindahan yang diukur pada tiga titik yang berurutan seperti yang terlihat pada Gambar 3.16.
| Ay I Ay I Gambar 3.16. Penurunan yang terjadi akibat beban (P)
Dengan to1-
dy _ yi+\ ~ >'i-i dx
(3.74)
2Ax
Karena itkcc.l, maka dengan pendekatan central difference Cj- didekat, dengan dx
nol.
Sehingga didapat kelengkungan : d2v
dx2
(3.75)
J.Y2
(2A*)
2
karena ( 2Ay ) adalah konstanta maka
ii(2AY) =0
c/2v_
(2Ax)
dx2
(3-77)
(2Ax)_
(378)
(2Ay)2
f/2j;_ y,+2-2yi+y>-2 <&2
(2Ay)2
f^y _ yM - 2y,+ y>-i dx2
(3.79) (3.80)
(Ay)2
Jadi kelengkungan
a, _ yM ' 2>'i +>vi
(3.81)
(A-y)2
Hubungan antara momen dan kelengkungan dapat ditunjukkan dengan Persamaan (3.82).
O
d-y _ M_ dx2
(3.82)
El
dengan : = kelengkungan, M = momen lenturan, dan El = faktor kekakuan. Tampak
bahwa
faktor
kekakuan
berbanding
terbalik
dengan
kelengkungan, sehingga semakin besar kelengkungan semakin kecil kekakuan suatu struktur.
Setelah momen (M) dan kelengkungan (O) diketahui, maka faktor
kekakuan (EI) dapat dicari. Grafik hubungan momen dan kelengkungan ditunjukkan pada Gambar 3.16 berikut ini. MA
My
cb
O
Gambar 3.17. Grafik hubungan momen dan kelengkungan
Gambar 3.17. menunjukkan hubungan momen dan kelengkungan. Tampak
bahwa pada grafik hubungan momen dan kelengkungan akan membentuk sudut (a), dimana tg a = M/O
33
M
• Callender Hamilton
-Single Warren
•(£
Gambar 3.18. Grafik hubungan momen dan kelengkungan Rangka Single Warren dan Callender Hamilton
Untuk membandmgkan kekakuan struktur dapat dilihat besamya a.
Seperti terlihat pada Gambar 3.18, maka struktur rangka Callender Hamilton mempunyai kekakuan yang lebih besar dibandingkan dengan struktur rangka Single Warren.
3.9. Hipotesis Berdasarkan analisis dari landasan teori, dengan pembenan baban yang
sama, struktur rangka Callender Hamilton mempunyai kekakuan yang lebih besar
dibandingkan dengan struktur rangka Single Warren, hal ini disebabkan rangka Callender Hamilton mempunyai panjang elemen batang tekan lebih pendek dan mempunyai joint lebih banyak.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah urutan pelaksanaan penelitian dalam rangka mencari jawaban atas permasalahan penelitian yang diajukan dalam penulisan tugas akhir.
4.2. Bahan dan Alat yang digunakan
Untuk kelancaran penelitian diperlukan beberapa peralatan dan bahan yang
akan digunakan sebagai sarana mencapai maksud dan tujuan penelitian. Adapun bahan dan alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
4.2.1. Bahan
a. Baja Profil
Baja profil yang digunakan adalah baja profil 2L 50x50x5, 2L 40x40x4, dan 2L 30x30x3. b.
Baut
Sambungan menggunakan baut hitam dengan diameter Vi Inci dan 3/8 Inci.
34
35
c,
Pelat Sambung
Masing-masing sambungan menggunakan pelat sambung dengan tebal 5 mm
4.2.2. Peralatan Penelitian
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Alat Pengukur
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur dimensi dinding rangka jembatan benda uji. b. Mesin Uji Kuat Tarik
Digunakan untuk mengetahui kuat tarik baja. Pada penelitian ini digunakan UNIVERSAL TESTING MATERIAL (UTM) merk SHIMATSU type UMH 30, kapasitas 30 ton, seperti pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Universal Testing Material Shimatzu UMH30
36
c.
Dukungan Sendi dan Rol
Untuk membuat model rangka jembatan sesuai dengan dilapangan, maka
pada dukungan dipasang dudukan sendi dan rol, seperti pada Gambar 4.2.
ff=f
(a.) dukungan rol
(b.) dukungan sendi
Gambar 4.2. Dukungan rol dan sendi
d.
Loading Frame
Untuk menempatkan benda uji, pada penelitian ini digunakan Loading frame dari bahan baja profil WF 450x200x9x14. Seperti pada Gambar 4.3.
37
Gambar 4.3. Loading Frame Bentuk dasar Loading Frame berupa portal segi empat yang berdiri diatas lantai beton dengan perantara pelat dasar dari besi setebal 14 mm. Agar Loading Frame tetap stabil, pelat dasar dibaut ke lantai beton dan kedua kolomnya
dihubungkan oleh balok Wf 450x200x9x14mm. Posisi balok portal dapat diatur untuk menyesuaikan dengan bentuk dan ukuran model yang akan diuji dengan cara melepas sambungan baut.
e. Dial Gauge
Alat ini digunakan untuk mengukur besar lendutan yang terjadi. Untuk
penelitian skala penuh digunakan dial gauge dengan kapasitas lendutan maksimum 50 mm dan ketelitian 0,01 mm. Pada pengujian balok kecil dipakai
dial gauge dengan kapasitas lendutan maksimum 20 mm dan ketelitian 0,01 mm.
38
Pada penelitian tugas akhir ini, digunakan dial gauge sebanyak 3 buah, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Dial Gauge
f.
Hidraulic Jack
Alat ini dipakai untuk memberikan pembebanan pada pengujian lentur
rangka jembatan skala penuh, Dalam penelitian ini digunakan hidraulic jack
dengan kapasitas maksimum yang dimiliki adalah 30 ton dan ketelitian pembacaan sebesar 0,25 ton. Bentuk fisik dari hydraulicjack dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan 4.6.
39
Gambar 4,5. Tampak samping Hydraulic jack
Gambar 4.6. Hidraulic Jack
40
g. Penahan Lateral Buckling
Alat yang digunakan untuk menahan terjadinya lateral buckling pada
sample benda uji. Alat ini dibuat sebanyak empat buah, dengan menempatkannya
pada join bagian atas benda uji dan diikat dengan baut Penahan lateral buckling untuk rangka Single Warren dan rangka Callender Hamilton ditunjukkan pada Gambar 4.7 dan 4.8
\
A Keterangan : lantai
2. 3.
balok dudukan benda uji benda uji single warren
4.
pengaku lateral
5.
balok transfer beban
Gambar 4.7. Penahan Lateral Buckling Rangka Single Warren
^K
41
/]
iv^^C"^ ,^'
•/••; <
J
/
/
C\
/
/
Keterangan : 1.
lantai
2.
balok dudukan benda uji
3. 4.
benda uji callender hamilton pengaku lateral
5.
balok transfer beban
I
Gambar 4.8. Penahan Lateral Buckling
Rangka Callender Hamilton
4.3. Pembuatan Sampel
Pembuatan sampel tersebut meliputi:
a. Dua buah sample uji tank baja dan dua buah sample uji geser baut, b.
Satu buah sample rangka single warren,
c. Satu buah sampel rangka callender hamilton.
42
4.4. Pengujian Sampel
Pengujian pendahuluan berupa uji tarik baja dan uji geser baut untuk
mengetahui kuat tarik baja dan kuat geser baut. Setelah pembuatan sample benda
uji selesai kemudian langsung dilakukan pengujian sampel rangka jembatan dengan beban terpusat untuk mengetahui dcfleksi yang terjadi pada rangka jembatan. Seperti ditunjukkan pada Gambar 4.9 dan 4.10.
.;.,,,,,- -, p
I ,. .••
t /GO
Dial I®
Dial II®
'L^ " s'-<{$)Dial HI
SACK)
Gambar 4.9. Rangka jembatan Callender Hamilton
700
t I
1'
21.40x40x4
750
(^) Dial 1^
L2ia0x,,^A
®DialII
®Dial III
5600
Gambar 4.10. Rangka jembatan Single Warren