MELAWAN DI TENGAH ANCAMAN Annual Report 2015 INDONESIA CORRUPTION WATCH
INDONESIA CORRUPTION WATCH
1
Untuk Kita Semua yang Antikorupsi, Tahun 2015 mungkin terasa berat untuk melanjutkan usaha melawan korupsi. Stagnasi –untuk tidak dibilang kemunduran- dalam gerakan antikorupsi begitu terasa. KPK, sebagai lembaga yang masih sangat dipercaya kita semua, kembali mengalami ujian berat. Bahkan lebih berat dari sebelumnya karena diserang dari berbagai penjuru secara bersamaan. Pimpinan KPK dan beberapa stafnya dikriminalisasi. Lembaga lain yang memberikan dukungan kepada KPK juga tak luput dari intimidasi. Komisioner KY menjadi tersangka di Mabes Polri, ORI dan Komnas HAM juga mendapatkan ancaman. Ditambah tekanan psikis maupun teror ‘hukum’ kepada para aktivis antikorupsi di berbagai wilayah.
Jl. Kalibata Timur 4D No 6 Kalibata, Jakarta Selatan Tlp : 021.790.1885 / 799.4015 Fax : 021.799.4005 w : www.antikorupsi.org e :
[email protected] t : @sahabaticw/@antikorupsi f : Sahabat ICW ig : Sahabat ICW
2
Aksi Sapu Bersih Koruptor di depan Gedung balai Kota Foto : Dokumentasi ICW
Namun, semua kesulitan itu bisa kita atasi, meski bisa dibilang lamban. Sikap Presiden yang tarik ulur memperlama proses penyelesaian masalah yang dihadapi. Mungkin saja karena informasi yang didapatkan Presiden tak utuh, atau sengaja didistorsi. Yang pasti, sikap Presiden kian terang mendukung gerakan antikorupsi karena tekanan yang terus menerus dari kita semua. Kita yang berlatar belakang akademisi, aktivis, pengacara, professional swasta, ibu rumah tangga, petani, dan berbagai elemen masyarakat lain yang telah
melantangkan suara “SaveKPK” tanpa kenal putus. Resonansi teriakan yang besar itu pada akhirnya bisa mengetuk dinding istana. Namun pekerjaan rumah kita tentu masih banyak. Terutama merajut kekuatan yang lebih besar untuk menghadang para pencoleng, perampok dan pencuri kekayaan Indonesia. Mereka yang serakah karena ambisi politik dan bisnis, akan tetapi bisa mengendalikan dan menentukan kebijakan publik. ICW dan elemen masyarakat sipil lainnya tetap akan berada pada posisi ditengah-tengah yang lemah, tidak memiliki akses politik, dan dirugikan langsung dari kejahatan korupsi. ICW berterima kasih atas semua dukungan dari semua pihak untuk mengawal gerakan antikorupsi supaya tetap pada jalur sebenarnya. Dukungan dari elemen masyarakat sipil, individu antikorupsi, donor internasional dan supporter ICW menjadikan kerja melawan politik yang tamak menjadi lebih mudah dilakukan. Mari terus dukung gerakan antikorupsi dengan apapun yang bisa kita lakukan dan dapat berikan.
Kata Pengantar Tahun 2015 dapat dianggap tahun paling sulit dalam mendorong agenda antikorupsi. Pemimpin baru tak selamanya berarti harapan semakin besar. Pada awalnya mungkin iya, meski realitas politik menggerus sedikit demi sedikit suasana batin publik yang memimpikan Indonesia dibawah Presiden baru akan lebih berani melawan korupsi. Karena kenyataannya justru berbalik arah dengan harapan. Tali temali upaya dari berbagai sisi dan kekuatan untuk meredam agenda antikorupsi kian telanjang ditunjukkan. Hasilnya adalah pukulan mundur bagi gerakan antikorupsi. Kriminalisasi terhadap Pimpinan KPK dan staff mereka, terhadap Komisioner Komisi Yudisial (KY), ancaman kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI), ancaman kepada Komnas HAM, usulan revisi UU KPK yang materinya mencerminkan ambisi politik Sengkuni untuk membubarkan atau memandulkan lembaga anti-rasuah ini, dan tebaran teror psikologis dan teror ‘hukum’ terhadap aktivis antikorupsi, baik di pusat maupun di daerah menjadikan tahun 2015 adalah tahun teror bagi gerakan antikorupsi secara keseluruhan.
ICW, meskipun menghadapi ujian berat, menempatkan perhatian utamanya untuk terus menerus memberdayakan masyarakat, melalui berbagai macam agenda aksi, pendekatan, dan cara yang memungkinkan. Sementara momentum reformasi –meski bersifat kasuistik di daerah tertentuyang ada di depan mata, terutama memanfaatkan para aktor kunci di lembaga pemerintah yang memiliki komitmen kuat melakukan perbaikan tata kelola, baik pada tingkat nasional maupun lokal, juga dipandang penting untuk digarap.
Berbagai pengalaman internasional menunjukkan bahwa kemauan politik adalah conditio sine qua non untuk mencapai agenda pemberantasan korupsi yang efektif. Oleh karena itu, peran negara dalam memberantas korupsi selalu penting. Naik turunnya semangat melawan korupsi ditentukan oleh kemauan politik dan aksi konkret yang ditunjukkan negara, dalam hal ini adalah Presiden, DPR dan berbagai elemen penting lainnya yang ada di pemerintahan. Indonesia menjadi contoh dari sebuah negara yang masih labil, tidak konsisten dan oleh karena itu, grafik kepercayaan publik terhadap pemerintah didalam memberantas korupsi acapkali naik turun karena tergantung dari situasi politik yang menjadi konteksnya.
Pada konteks yang pertama, agenda utama ICW adalah melakukan konsolidasi gerakan antikorupsi di beberapa daerah yang cenderung melemah selama beberapa periode terakhir. Merawat jaringan baru, seperti Pemuda Muhammadiyah, dengan mendorong berbagai macam agenda advokasi berjamaah, menyusun agenda kerja di bidang antikorupsi, termasuk mencanangkan Madrasah Antikorupsi yang diselenggarakan di berbagai kampus dibawah naungan Muhammadiyah. Disamping menggerakkan energi kelompok masyarakat yang potensial, seperti perempuan, untuk turut serta melakukan advokasi antikorupsi, seperti gerakan nasional “SaveKPK”. Gerakan semacam “KainPercaKPK”, Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK), Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA), dan Srikandi Antikorupsi merupakan sebuah ikhtiar dan kontribusi ICW untuk memperluas aktor masyarakat sipil yang aktif memberantas korupsi.
Akan tetapi peran melawan korupsi bukan semata monopoli negara, meskipun mereka memiliki tingkat tanggungjawab yang terbesar. Masyarakat, sebagai korban korupsi - baik langsung maupun tak langsung- juga selalu dalam posisi yang penting.
3
Kerja utama ICW pada 2015 ini adalah kombinasi dari dua pendekatan diatas, serta memberikan respon secara lebih sistematis terhadap tantangan eksternal yang muncul, terutama karena situasi politik yang tidak mendukung gerakan antikorupsi. Pada satu sisi terus mendorong penguatan posisi tawar masyarakat sipil, pada sisi yang lain berkolaborasi dengan para champions di pemerintahan untuk mempercepat perbaikan.
Sementara untuk mempersiapkan kader-kader aktivis antikorupsi, Sekolah Antikorupsi (SAKTI) dihelat, dengan harapan tunas-tunas baru, terutama di kalangan pemuda, yang memiliki visi,
misi, komitmen yang kuat untuk memerangi korupsi akan tumbuh melalui sebuah proses yang direncanakan. Pendekatan seperti SAKTI ternyata memberikan inspirasi karena berbagai daerah pada akhirnya membuat agenda yang identik, dengan nama yang berbeda-beda. Penguatan kapasitas masyarakat sipil, terutama NGO antikorupsi di berbagai wilayah, dilakukan dengan memberikan pelatihan dalam berbagai isu, sementara pengembangan instrumen pengawasan pemerintah juga terus dilakukan. Opentender.net, rekamjejak.net, modul budget tracking, dan berbagai tools lainnya telah diproduksi, dengan harapan bisa membantu kerja-kerja advokasi antikorupsi. Pada konteks kolaborasi dengan aktor negara, ICW menggandeng dan digandeng beberapa instansi, seperti Pemprov DKI, Pemkot Bandung, dan beberapa pemerintah daerah lainnya untuk membantu dan mempercepat reformasi birokrasi. Sistem pelaporan gratifikasi, peningkatan transparansi pengadaan barang dan jasa, kerjasama dengan LKPP adalah salah satu contoh konkret dari usaha itu. Hasilnya memang belum bisa dipetik langsung, akan tetapi hadirnya para champions yang menganggap masyarakat sipil adalah mitra, bukan musuh, merupakan fenomena yang baru, dan memberikan angin segar bagi gerakan antikorupsi di Indonesia. Adnan Topan Husodo Koordinator ICW
4
Masyarakat ikut serta dalam mendukung gerakan Save KPK Foto : Dokumentasi ICW
Executive Summary Laporan ini merefleksikan agenda kerja ICW di 2015, berikut capaian yang paling berhasil menurut penilaian subjektif kami, dengan dilandasi oleh empat misi utama organisasi, yakni pemberdayaan dan pendidikan rakyat, advokasi kebijakan publik yang berpihak pada agenda antikorupsi, perluasan dan penguatan jaringan antikorupsi dan penguatan internal ICW pada aspek sumber daya manusia dan akuntabilitas publiknya. Pemberdayaan dan pendidikan rakyat dalam gerakan antikorupsi dimaknai sebagai strategi untuk meningkatkan daya tawar publik, melalui penguatan pengetahuan dan kemampuan dalam menjalankan kerja-kerja antikorupsi. Pada posisi ini, ICW berperan sebagai fasilitator, sekaligus sumber utama dalam mempersiapkan berbagai macam instrumen advokasi antikorupsi. Berbagai modul telah disusun, seperti opentender.net, sebagai instrumen pengawasan publik atas pengadaan barang dan jasa pemerintah, rekamjejak.net yang didedikasikan untuk merekam semua potensi konflik kepentingan yang dimiliki pejabat politik, serta berbagai macam modul pengawasan, diantaranya modul budget tracking, modul investigasi korupsi sektor kehutanan, dan modul uji informasi publik. Sementara advokasi kebijakan publik difokuskan pada agenda reformasi penegakan
5
hukum, melalui berbagai macam kerja monitoring dan advokasi. Gerakan tolak Budi Gunawan sebagai calon Kapolri, gerakan Save KPK, advokasi seleksi calon pimpinan KPK Jilid III, dan penolakan calon kepala daerah berstatus terpidana korupsi merupakan beberapa kerja konkret yang telah dilakukan. Hasilnya tak semuanya sesuai rencana. Akan tetapi dapat dianggap baik karena BG lantas batal jadi Kapolri, UU KPK batal direvisi DPR, dan beberapa Pimpinan KPK memiliki integritas yang baik. Lebih jauh, untuk menajamkan agenda reformasi penegakan hukum, kajian tren vonis korupsi dan tren korupsi diluncurkan, dan dijadikan bahan utama dalam mendesak institusi penegak hukum untuk melakukan berbagai aksi perubahan yang lebih konkret. Berkaitan dengan perluasan dan penguatan jaringan antikorupsi, ICW menetapkan beberapa agenda aksi utama, yakni penguatan kerjasama dakwah antikorupsi bersama Pemuda Muhammadiyah, konsolidasai gerakan antikorupsi di berbagai daerah, serta pelaksanaan Sekolah Antikorupsi (SAKTI) sebagai wadah untuk menempa kader-kader aktivis antikorupsi. Selain itu, publik luas perlu dilibatkan dalam melawan korupsi, salah satunya dengan menjadi donatur ICW. Mereka yang disebut sebagai supporter ICW jumlahnya kian meningkat. Dukungan dan kepercayaan publik terhadap ICW adalah modal besar untuk terus berkiprah melawan korupsi. Kerja keras diatas tentu perlu ditopang oleh organisasi yang terus belajar untuk memperkuat dirinya. Prioritas yang dipilih ICW pada 2015
adalah penguatan SDM muda ICW, melalui berbagai macam kegiatan in-house training pada beberapa isu pokok, seperti investigasi korupsi, bedah anggaran, legal drafting dan lain sebagainya. Sedangkan penguatan akuntabilitas ICW dilaksanakan melalui perbaikan sistem keuangan agar informasi yang diolah menjadi lebih cepat, akurat dan tepat waktu dalam pelaksanaan audit. Semua agenda diatas dikemas dan dikampanyekan melalui berbagai macam media, termasuk yang penting adalah media sosial. Tak terhindarkan ICW harus menggarap arena ini mengingat perkembangan teknologi informasi membuat masyarakat semakin banyak yang mengakses internet. Karena itu, potensi untuk melibatkan publik dalam advokasi antikorupsi semakin besar. Hal itu ditunjukkan dengan antusiasme publik untuk terlibat dalam petisi, seperti petisi tolak revisi UU KPK, petisi tolak BG sebagai calon Kapolri, maupun kegiatan kampanye antikorupsi lainnya.***
Tren Vonis Putusan Perkara Tindak Pidana Korupsi Tahun 2015
68BEBAS
401 Dihukum ringan. 1-4 tahun
56
3
Dihukum sedang. 4-10 tahun
Dihukum berat. Diatas 10 tahun *Data ICW
DAFTAR ISI
2 3 5 6 7 12 17 Aksi Musisi di launching album Antikorupsi FPT Vol 2 Foto : Dokumentasi ICW
6
20
Untuk Kita yang Antikorupsi Kata Pengantar Executive Summary Daftar Isi Advokasi Kebijakan Publik Memupuk Dukungan Melawan Korupsi Meningkatkan Kompetensi Menjaga Generasi Penguatan Jaringan Antikorupsi
ADVOKASI KEBIJAKAN PUBLIK
Dalam negara yang kekuasaannya tidak dipertanggungjawabkan dengan baik, kebijakan publik banyak ditelikung dan dimanipulasi untuk kepentingan segelintir orang. Sementara akibat atau konsekuensi atas kebijakan publik yang mengalami distorsi tersebut adalah derita publik yang panjang. Tak hanya karena sarat muatan konflik kepentingan, pengambilan keputusan dan kebijakan publik juga kadangkala tak tepat dan keliru sasaran. Hal-hal demikian mencerminkan bahwa terdapat berbagai permasalahan dalam kebijakan publik. Korupsi dimulai dari kekeliruan dalam menyusun kebijakan. Kebijakan yang koruptif lahir karena buruknya tata kelola. ICW memandang bahwa tanpa pengawasan yang ketat, proses penyusunan kebijakan publik akan rentan dieksploitasi untuk kepentingan kelompok tertentu.
Tokoh Masyarakat mendatangi KPK untuk menolak BG menjadi Kapolri Foto : Dokumentasi ICW
7
Korupsi dimulai dari kekeliruan dalam menyusun kebijakan.
Masyarakat luas ikut serta dalam gerakan #saveKPK, tidak terkecuali PP Pemuda Muhammadiyah Foto : Dokumentasi ICW
Memastikan Lembaga Penegak Hukum Dipimpin Mereka yang Berintegritas
Upaya penegakan hukum mesti didukung oleh komitmen tegas dari para pimpinan penegak hukum itu sendiri. Sosok pemimpin penegak hukum yang berintegritas dan memiliki komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi adalah suatu keharusan. Tanpa adanya sosok tersebut, upaya penegakan hukum tentu akan diragukan. Menengok hal tersebut ICW melakukan rangkaian advokasi dan pengawalan untuk memastikan mereka yang memimpin penegakan hukum adalah mereka yang berintegritas. ICW melakukan penolakan keras ketika nama tunggal Budi Gunawan (BG) yang diajukan sebagai calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Nama tersebut dianggap bermasalah karena telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bersama jejaring ICW lain yang juga memiliki komitmen antikorupsi, tuntutan agar membatalkan pencalonan BG diserukan kepada Presiden RI Joko Widodo. Hasilnya, Presiden membatalkan pencalonan mantan ajudan Presiden RI Megawati Soekarnoputri itu. ICW juga turut melakukan pengawalan proses seleksi calon pimpinan KPK. Dalam pengawalan ini, ICW melakukan proses penelusuran terhadap para calon yang akan berperan penting dalam upaya penegakan hukum. Hasilnya, ditemukan jejak-jejak kurang elok dari beberapa calon. Sebagian yang terpilih di DPR
8
merupakan calon yang menjanjikan. Tak hanya itu, ICW juga melakukan pemantauan terhadap kelembagaan KPK. Sehingga hasil pemantauan dapat dijadikan rujukan untuk memilih calon pemimpin yang tepat. Selain itu, ICW turut berpartisipasi dalam mengawasi proses seleksi calon pimpinan KY. Kali ini ICW bekerja bersama lembaga lain yang memiliki perhatian serupa. Lembagalembaga tersebut tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan. Dalam hal ini, ICW memberikan peran supporting terhadap lembaga seperti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) yang telah melakukan advokasi dan penelusuran terlebih dahulu terhadap proses seleksi calon pimpinan KY.
Betti Alisjahbana (Mantan Pansel Capim KPK)
Aksi Tolak BG di depan Istana Presiden RI Foto : Dokumentasi ICW
Cerita Sukses Mengawal Seleksi Pimpinan KPK periode 2015-2019 ICW bersama koalisi masyarakat sipil memantau dan mengawal proses seleksi pimpinan KPK periode 2015-2019. Pemantauan dan pengawalan ini sedikit banyak telah berhasil mempengaruhi pansel KPK untuk tidak meloloskan sebagian besar kandidat bermasalah dan mendorong sebagian kandidat bersih. Pada tahap awal, koalisi memantau pembentukan pansel KPK. Pengawalan pansel KPK sangat penting terutama menjaga agar proses seleksi berjalan obyektif, profesional dan independen dari kepentingan yang ingin melemahkan KPK. Masyarakat sipil melakukan advokasi publik dan mendesak Presiden RI untuk memilih ketua dan anggota pansel yang tepat. Akhirnya, Presiden memilih 9 orang perempuan sebagai anggota pansel. Masyarakat sipil memandang ketua dan anggota pansel sudah cukup baik dan memenuhi kriteria yang diharapkan. Langkah selanjutnya adalah mendukung sosialisasi seleksi Capim KPK yang diselenggarakan oleh pansel dibeberapa daerah. Sosialiasi bertujuan untuk mendorong kandidat potensial yang berintegritas dan bersih dari korupsi agar mendaftar dalam proses seleksi. Pansel KPK sempat khawatir karena sedikitnya pendaftar. Pendaftaranpun
diperpanjang beberapa hari dan akhirnya ditutup dengan jumlah pelamar sebanyak 452 orang. Sosialisasi seleksi Capim KPK 2015 sedikit banyak telah berkontribusi terhadap meningkatnya calon yang mendaftar. Selain itu, pelacakan rekam jejak terhadap kandidat yang lolos melalui tahap administrasi dan tes assesment juga dilakukan. Pada tahap ini terdapat 48 kandidat yang telah melalui dua tahap seleksi sebelumnya. Pelacakan dilakukan diwilayah Jabodetabek, Medan, Lampung, Makassar, Bali, Semarang, Yogyakarta, Purwokerto dan Surabaya. Berdasarkan pelacakan diperoleh 31 temuan negatif pada 23 orang capim. Atas temuan ini, masyarakat sipil telah menyampaikan hasil pelacakan disertai dengan data, informasi dan bukti pada pansel KPK. Hasil pelacakan ini diapresiasi pansel dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menyeleksi 48 kandidat tersebut. Agenda pengawalan berikutnya adalah wawancara terbuka. Semua data yang didapatkan dari hasil tracking dibuka kembali dalam wawancara terbuka. Seorang kandidat diantaranya diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi di sebuah BUMN. Masyarakat sipil juga menyikapi proses wawancara terbuka terutama terkait dengan pandangan dan pendapat kandidat tentang pemberantasan korupsi dan KPK. Pansel Capim KPK akhirnya mengumumkan 8 nama yang lolos melalui proses wawancara dan dapat mengikuti proses fit and proper test di DPR. 2 kandidat
ICW serius dalam melakukan penelusuran rekam jejak. Hasil penelusuran itu kami jadikan pertimbangan untuk menentukan nama-nama yang lolos. Kami berharap ICW dapat menjaga kualitas dan cara kerja agar dapat menjaga kredibilitasnya. lain sudah diseleksi pada periode sebelumnya. Dari 8 nama yang lolos tersebut, 3 diantaranya adalah kandidat bermasalah yang telah diidentifikasi sejak awal oleh masyarakat sipil namun tetap diloloskan oleh pansel. Proses politik di DPR menetapkan 5 pimpinan KPK terpilih, yakni Agus Rahardjo , Laode Syarif, Basaria Pandjaitan, Saut Situmorang, dan Alexander Marwata. Tiga pimpinan KPK terpilih dianggap kandidat yang dipertanyakan kualifikasinya berdasarkan hasil pelacakan rekam jejak versi masyarakat sipil. Meski tidak sepenuhnya berhasil, usaha memantau dan mengawal proses seleksi masyarakat sipil cukup berpengaruh. Beberapa kandidat bersih, kompeten dan berintegritas telah lolos dalam seleksi.
Cerita Sukses Menyelamatkan APBD DKI Jakarta: Memperjuangkan Hak Warga Atas Anggaran Pada Februari 2015, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam pembahasan RAPBD 2015 menyatakan ada anggaran siluman sebesar Rp 12 triliun yang diselipkan dalam RAPBD tersebut. Menurutnya usulan tersebut tidak pernah dibahas bersama DPRD atau tercatat dalam sistem e-budgeting yang sudah mulai diterapkan oleh pemda DKI sejak 2014. Anggaran siluman ini tersebar di banyak dinas dan diyakini prakteknya sudah berlangsung sejak lama. Patung Dirgantara atau yang biasa disebut Patung Pancoran Foto : Dokumentasi ICW
Menyelamatkan Dana Milik Publik
Dana publik yang tercermin baik dalam APBN maupun APBD rentan dikorupsi. Pemborosan atau bahkan penyelewengan masih jadi hal yang lumrah. Salah satu provinsi yang memiliki anggaran luar biasa besar adalah Pemprov DKI Jakarta. Berbekal kerjasama penguatan sistem antikorupsi, yakni pelaporan gratifikasi dan LHKPN, ICW melakukan kajian terhadap draft APBD DKI Jakarta yang berujung pada temuan adanya dana siluman. Akses yang cukup mudah atas dokumen raperda APBD dan berbagai macam informasi lain yang penting, ICW menemukan berbagai macam indikasi penggelembungan proyek, khususnya di Dinas Pendidikan. Salah satu temuan yang kemudian diangkat sebagai perkara korupsi adalah pengadaan UPS, scanner, dan beberapa mata anggaran lain yang nilai penggelembungannya cukup fantastis. Sampai hari ini proses hukum terhadap berbagai proyek itu masih berjalan di Polda Metro Jaya.
9
Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak beberapa tahun terakhir mulai intens melakukan pengawasan APBD DKI dan aktif mendorong perbaikan pengelolaan anggaran serta peningkatan kualitas layanan publik provinsi Ibu Kota Negara ini. Hal ini dapat dilakukan salah satunya karena adanya keinginan dari Ahok dan internal birokrasi Pemprov DKI untuk memperbaiki pengelolaan dan meningkatkan transparansi anggaran. Dalam melakukan kajian APBD DKI, ICW fokus pada satu sektor, yakni pendidikan. Dari kajian tersebut ditemukan beberapa kejanggalan. Misalnya dalam APBDP DKI TA 2014, bidang pendidikan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 7,08 triliun dan diantaranya sebesar Rp 5,07 triliun untuk pengadaan sarana dan prasarana pendidikan (belanja barang dan jasa). Dari hasil penelusuran dan analisis yang dilakukan ,ditemukan dugaan penyimpangan pada anggaran belanja sarana dan prasarana pendidikan. Temuan itu diantaranya, Rp 2,01 triliun dari total Rp 5,07 diindikasikan sebagai alokasi belanja kegiatan yang bermasalah (siluman). Kemudian dari keseluruhan realisasi belanja barang dan jasa untuk pendidikan Rp 2,3 triliun sebanyak 51,4% atau Rp 1,194 triliun diantaranya diindikasikan menyimpang atau ada indikasi tindak pidana korupsi. Hasil temuan dugaan penyimpangan APBD DKI Jakarta, khususnya untuk tahun anggaran 2014 kemudian disampaikan kepada Gubernur sebagai masukan untuk perbaikan dan beberapa temuan pengadaan barang yang berindikasi korupsi juga telah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam konteks pencegahan dan pengawasan pengelolaan anggaran, ICW juga merekomendasikan agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit yang lebih dalam pada APBD DKI Jakarta. Hasilnya, temuan ICW ini juga diamini oleh BPK dan dimasukan sebagai temuan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) APBD TA 2014 pada bulan Juni 2015. Beberapa temuan ICW terkait indikasi korupsi bahkan sudah masuk dalam proses penyidikan di Polda Metro Jaya dan beberapanya masuk dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Demikian halnya hasil kegiatan koordinasi, supervisi dan pencegahan (KORSUPGAH) yang dilakukan oleh KPK, BPK dan BPKP yang dimulai sejak tahun 2012 menemukan indikasi banyaknya anggaran siluman dalam APBD DKI Jakarta. Modus yang sering muncul adalah anggaran atau kegiatan yang tidak diusulkan oleh Dinas (SKPD) tetapi muncul dalam daftar pelaksaan anggaran yang disahkan.
Penurunan banner raksasa di Gedung Balai Kota Jakarta tahun 2012 Foto : Dokumentasi ICW
Cerita Sukses MENGGAGALKAN UPAYA PELEMAHAN KPK Sejak Komisi Pemberantsan Korupsi (KPK) berdiri 2003 lalu upaya pelemahan terhadap lembaga ini datang silih berganti dan dengan berbagai cara. Salah satu yang menonjol adalah melalui proses penyusunan regulasi (legislasi) dengan cara melakukan Revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 (Revisi UU KPK). Sejak 2011 upaya merevisi UU KPK sudah mulai digagas. Upaya melakukan Revisi UU KPK makin agresif dilakukan pemerintah dan DPR pada tahun 2015. Tercatat 3 (tiga) kali upaya pembahasan Revisi UU KPK akan dilakukan yaitu pada Juni, Oktober dan Desember 2015. Pada naskah Revisi UU KPK per 2015, ICW mencatat sedikitnya terdapat 17 (tujuh belas) hal krusial yang berpotensi melemahkan KPK. Beberapa diantaranya adalah pembatasan usia KPK hanya 12 tahun,
memangkas kewenangan penuntutan, memberikan kewenangan penghentian penyidikan, mereduksi kewenangan penyadapan, membatasi proses rekruitmen penyidik hingga membatasi kasus korupsi ditangani.
yang berkepentingan.
Jika Revisi UU KPK disahkan, maka tidak saja KPK yang terancam namun juga agenda pemberantasan korupsi di negeri ini. Beruntung akibat banyak penolakan, proses pembahasan Revisi UU KPK gagal dilaksanakan hingga penghujung tahun 2015.
Serangkaian aksi ICW bersama Koalisi antara lain Aksi Satir peletakan batu pertama “Pembangunan Museum KPK” pada 8 Oktober 2015, menyambut Hari Antikorupsi Internasional 9 Desember digelar aksi di depan DPR berupa pemasangan spanduk (banner) raksasa sebagai bentuk kritik terhadap DPR yang berusaha memperlemah KPK melalui revisi UU KPK. Terakhir adalah aksi pemberian karangan bunga duka cita di depan Gedung KPK pada 17 Desember 2015.
Gagalnya upaya pelemahan KPK melalui Revisi UU KPK pada tahun 2015 tidak bisa dilepaskan dari sejumlah aktivitas Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama dengan berbagai elemen masyarakat. Aktivitas tersebut antara lain aksi, diskusi dan penyikapan bersama, menggalang dukungan publik melalui petisi penolakan Revisi UU KPK, dan melakukan audiensi dengan pihak
Diskusi dan pernyataan sikap dengan melibatkan media tentang Revisi UU KPK secara rutin dilakukan selama tahun 2015. Audiensi untuk mendorong penolakan terhadap pelemahan KPK juga dilakukan misalnya dengan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (Februari 2015), Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah (September 2015) dan perwakilan Partai Demokrat (Oktober 2015).
Untuk menggalang dukungan publik, ICW bersama Bagus Suryo (alumni Sekolah Antikorupsi ICW) mengkampanyekan petisi online “Jangan Bunuh KPK, Hentikan Revisi UU KPK”. Hingga akhir Desember 2015 petisi ini sudah ditandatangani oleh sedikitnya 50 ribu orang. Meskipun pada tahun 2015 upaya pelemahan terhadap KPK berhasil digagalkan namun pengawalan dari berbagai kalangan tetap harus dilakukan. Hal ini karena proses legislasi Revisi UU KPK ternyata tidak berhenti namun justru terus berlanjut hingga tahun 2016.
Budi Setyarso (Wartawan Tempo)
10
ICW selalu mengingatkan publik pada bahaya-bahaya yang mengancam gerakan antikorupsi, termasuk usaha pengurangan kewenangan KPK melalui DPR. Gerakan para aktivis ICW sangat penting dalam menggagalkan usaha pembonsaian KPK itu
Gerakan masyarakat selamatkan KPK di Bundaran Hotel Indonesia Foto : Dokumentasi ICW
Mendorong Reformasi Partai Politik dan Advokasi Pemilihan Umum Kepala Daerah
Salah satu elemen penting dalam demokrasi adalah eksistensi partai politik. Namun parpol masih menghadapi banyak masalah internal, yakni buruknya tata kelola partai, tidak transparannya pengelolaan pendanaan partai, buruknya mekanisme rekrutmen internal, dan tradisi demokrasi internal yang belum hadir. Dari berbagai permasalahan itu, ICW melihat isu pendanaan politik dan kampanye adalah suatu kelemahan yang mesti diperbaiki. Hal ini untuk mendorong partai politik dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Atas itu, advokasi untuk mereformasi keuangan Partai Politik pun dilakukan. ICW melakukan serangkaian kegiatan untuk mendorong reformasi keuangan partai politik. Berbekal hasil riset tentang persoalan keuangan partai politik, ICW melakukan roadshow ke berbagai parpol untuk menyampaikan hasil kajiannya. Selain itu, ICW turut berperan dalam menyusun dan mengadvokasi Revisi Peraturan Pemerintah tentang Bantuan keuangan Partai Politik, membantu Departemen Dalam Negeri memberikan kajian yang lebih komprehensif. Partai politik menerima usulan untuk meningkatkan bantuan negara dengan persyaratan pengetatan tata kelola dan sanksi yang lebih keras bagi yang melanggar. Namun konsensus ini belum sampai pada keluarnya kebijakan konret dari Pemerintah.
11
Selain itu, ICW turut melakukan advokasi dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2015. ICW bersama Koalisi Masyarakat Sipil lainnya mendesak KPU RI, Bawaslu RI, dan KPUD di daerah yang memiliki calon bermasalah. Hasilnya, dua calon yang masih berstatus narapidana kasus korupsi dengan status bebas bersyarat dicoret dari proses pencalonan Kepala Daerah.
Selfi dalam acara launching gerakan “tolak politik uang” tahun 2014 Foto : Dokumentasi ICW
Cerita Sukses Berjuang Membatalkan Pencalonan Narapidana Korupsi menjadi Calon Kepala Daerah! 2015 adalah tahun bersejarah bagi demokrasi Indonesia. Untuk pertama kalinya pilkada serentak digelar secara nasional. Namun disayangkan, dalam perjalanannya masih banyak kerikil persoalan yang muncul khususnya terkait tahapan pencalonan para kepala daerah. Salah satu kegaduhan pencalonan terjadi saat terpidana kasus korupsi yang masih menjalani masa bebas bersyarat diloloskan dalam pencalonan tersebut. Jimmy Rimba Rogi dan Yusak Yaluwo adalah dua diantaranya. Keduanya ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sebagai calon kepala daerah, masing-masing di Kota Manado dan di Boven Digoel. Padahal, mereka tengah menjalani masa bebas bersyarat atas kasus korupsi yang pernah mereka lakukan saat menjabat sebagai kepala daerah. Guna mengkoreksi kekeliruan KPU dan Panwaslu dalam meloloskan kandidat tersebut, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan jaringan NGO yang concern mendorong pilkada bersih bersama-sama mengadvokasi pembatalan penetapan calon kepala daerah bebas bersyarat. Upaya yang pertama dilakukan adalah mengadakan pertemuan dengan Bawaslu RI. Selanjutnya kami juga mengadakan pertemuan dengan KPU RI untuk membatalkan pencalonan mereka yang masih dalam status bebas bersyarat. Tidak henti disitu saja, ICW juga menjalin
koordinasi dengan sejumlah aktivis pemilu lokal yang turut mengawal pilkada di daerah mereka untuk menolak pencalonan mereka yang sedang menjalani pidana karena korupsi. Berkali-kali konferensi pers juga dilakukan untuk memperkuat genderang penolakan. Setelah melewati proses yang panjang, penetapan Jimmy Rimba Rogi dan Yusak Yaluwo dibatalkan. Jimmy sempat melakukan perlawanan dengan menggugat pembatalan tersebut ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN). Hal tersebut membuat Pemilu Kota Manado yang seharusnya diselenggarakan pada 9 Desember 2015 ditunda hingga 17 Februari 2016. Kasus gagalnya dua terpidana korupsi menjadi calon kepala daerah ini merupakan kemenangan kecil untuk mendorong pemerintahan daerah hasil pilkada yang lebih bersih. Ke depan, diperlukan langkah lanjutan untuk menjaga pemerintahan daerah bersih dari kepala daerah korup sejak tahap pilkada. Pelajaran berharga atas upaya ini semakin menegaskan pentingnya peran serta masyarakat dalam mengawal pilkada. Salah satu tahapan paling krusial dimulai dari masa pencalonan dan penetapan oleh penyelenggara itu sendiri.
Romo Franz Magnis Suseno (Budayawan dan Tokoh Agama)
Saya berharap ICW tidak menyerah, dan tidak capek, karena korupsi masih merajalela. ICW harus jalan terus dan jangan mau diintimidasi oleh apapun
Anda dan Bonita, 2 musisi yang ikut dalam album kompilasi “frekuensi Perangkap Tikus” volume 2 Foto : Dokumentasi ICW
memupuk dukungan melawan korupsi 12
Korupsi masih menjadi masalah yang serius karena menyebar di berbagai sektor kehidupan, baik di tingkat lokal maupun nasional, baik pada level pemerintah, swasta maupun masyarakat. Cara baru untuk melakukan korupsi juga terus diproduksi, untuk menghindari deteksi. Keadaan ini diperparah dengan buruknya penegakan hukum terhadap pelaku dan penghukuman yang lemah. Berkaca dari keadaan ini, ICW sadar bahwa melawan korupsi tidak bisa hanya dilakukan oleh segelintir orang. Melawan korupsi adalah tugas semua orang. Sebab semakin banyak masyarakat terlibat dalam gerakan ini maka semakin besar kemungkinan berhasilnya. Oleh sebab itu, ICW berkhidmat untuk terus menerus memperkuat partisipasi masyarakat dalam gerakan antikorupsi melalui pendidikan dan pemberdayaan kepada publik luas.
Karya peserta juara 1 kompetisi “Infografis Lawan Korupsi” Foto : Dokumentasi ICW
Memperkaya Instrumen Pengawasan
Untuk memperkuat posisi masyarakat dalam mengawasi negara, maka instrumen pengawasan yang efektif juga harus terus diproduksi. Pada ranah wakil rakyat, ICW menginisasi kajian potensi konflik kepentingan anggota DPR, khususnya yang terkait dengan kepemilikan usaha dan tupoksi masing-masing anggota di Komisi tertentu. Kajian itu sudah bisa diakses melalui website rekamjejak.net dan masyarakat luas juga bisa memberikan update data dan informasi yang dianggap penting. Selain itu, ICW juga mendorong jaringan CSO di daerah untuk aktif melakukan uji informasi pendanaan partai politik melalui UU KIP. Untuk memandu bagaimana cara melakukannya, ICW juga telah menyediakan modul uji informasi. Isu ini penting sebab salah satu penyebab banyaknya kader partai politik melakukan korupsi karena besarnya kebutuhan pendanaan politik, Uji informasi juga dimaksudkan untuk menilai apakah partai sudah melaporkan penerimaan sumbangannya secara transparan atau tidak. Hal ini karena partai secara umum masih dikendalikan sepenuhnya oleh pemilik modal, bukan oleh sistem demokrasi internalnya. Pelatihan dilakukan di Provinsi Banten bersama Mata Banten, di Kota Medan bersama SAHDAR dan di Kota Riau bersama Fitra Riau. Dokumen yang didapatkan dari uji informasi ini kemudian dijadikan data dan kajian ICW untuk mendorong perbaikan sistem pendanaan partai politik yang sehat. Pada aspek penegakan hukum, ICW telah menyusun modul pemantauan kinerja pengadilan tindak pidana kasus korupsi dan pemantauan tren vonis kasus korupsi. Namun, kedua modul tersebut hingga kini belum dipergunakan oleh mitra dan jaringan daerah. Hambatan utamanya adalah konsentrasi ICW pada advokasi pelemahan KPK dan kriminalisasi yang terjadi sepanjang 2015. Hasil kajian tren vonis harus diakui belum mampu menjadi alat penekan bagi pengadilan tipikor untuk memperberat hukuman, namun telah menjadi perhatian Mahkamah Agung RI. Sementara pada saat yang sama, mitra kerja dan jaringan ICW di daerah juga telah melakukan usaha yang sama, meski dengan level konsistensi yang berbeda.
13
Persentase Jumlah Pengusaha di DPR RI
Pelatihan pemantauan life style checking oleh ICW
Pengusaha
52.3% Non Pengusaha 47.68%
Foto : Dokumentasi ICW
Jumlah Pengusaha Dilihat Dari Asal Komisi di DPR • Jika dilihat berdasarkan kedudukan anggota DPR dari komisinya, maka komisi yang paling banyak anggota dengan latar belakang pengusaha dalam peneilitian ini adalah Kom 3, kom 5, kom 6 dan Kom 7 yang masing – masing sebanyak 13 orang. • Komisi 3 memiliki wewenang dibidang hukum, HAM dan kemanan • Komisi 5 memiliki wewenang di bidang infrastruktur dan perhubungan. • Sedangkan Komisi 6 memiliki wewenang di bidang Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi, UKM & BUMN, Standarisasi Nasional • Komisi 7 memiliki wewenang di bidang Energi Sumber Daya Mineral, Riset & Teknologi, Lingkungan Hidup.
13 13 13
8
12
10
9 7
13
6 4
XI
X
IX
VIII
VII
VI
V
IV
III
II
I
Cerita Sukses
Menyebarkan Virus Antikorupsi
Perluasan Gerakan Antikorupsi menggunakan Media Sosial Perkembangan media sosial, telah membuat jalur penyebaran informasi menjadi semakin cepat. Bahkan pada situasi tertentu, media sosial mampu membuat media konvensional kewalahan untuk menandingi kecepatan dari sebuah pemberitaan. Hal penting lainnya, sosial media semakin membuka lebar ruang interaksi dengan publik. Konsekuensinya, suka atau tidak, gerakan masyarakat sipil harus mulai beradaptasi dengan kondisi ini. Bagi ICW, hal ini tentu saja menjadi peluang yang harus dimanfaatkan dengan baik. Media sosial bisa dijadikan alat kampanye yang efektif. Melalui media sosial, ICW akan lebih mudah menjangkau masyarakat luas. Khususnya untuk menyebarkan informasi, mengajak, menggerakan masyarakat untuk terlibat, bahkan untuk membangun persepsi publik terhadap sebuah issue korupsi. Selama beberapa tahun terakhir, ICW berupaya untuk memaksimalkan peran sosial media dalam menunjang aktivitas kampanye dan advokasi. Bahkan beberapa peran ICW di bidang monitoring, sudah mulai mendekatkan diri dengan teknologi. Tidak hanya sebatas memanfaatkan fitur - fitur yang tersedia di platform media sosial, tetapi juga sudah membangun dan menggunakan aplikasi untuk melakukan monitoring. Misalnya dengan terus mengembangkan www.opentender.net, untuk memantau pengadaan barang dan jasa di seluruh Indonesia. Demikian halnya, aplikasi berbasis teknologi informasi untuk pengawasan layanan publik juga sudah mulai dimanfaatkan, bahkan diadopsi oleh beberapa Kepala Daerah yang reformis. Di tahun 2015, performa media sosial ICW menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Diantaranya, seperti twitter, facebook, instagram, youtube, dan change.org. Bahkan ICW sudah mulai menggunakan tokopedia, untuk menggalang dana publik dengan menjual merchandise. Pada sisi twitter saja misalnya, akun @SahabatICW diestimasi mampu menjangkau 1,29 juta akun lainnya dalam sekali menyebarkan suatu ide. Hasilnya, selama tahun 2015 ada beberapa tagar (hastag) ICW yang sempat menjadi tending topic. Yaitu tagar #17thnICW yang digunakan untuk perayaan 17 tahun ICW, #BersihkanDPR untuk merespon pemeriksaan etik Ketua DPR, dan #HAKI2015 untuk memperingati hari antikorupsi sedunia di Bandung. Tagar #BersihkanDPR mampu membuat sidang Mahkamah Kehormatan Dewan, yang tadinya tertutup menjadi terbuka. Selain itu, kampanye ini mampu mendesak ketua DPR mengundurkan diri. Meskipun penting untuk ingat, bahwa usaha ini tidak akan memberikan hasil yang maksimal, jika tidak ada upaya lain yang dilakukan di dunia nyata. Misalnya seperti aksi massa, konferensi pers, penggalangan petisi, dan audiensi dengan pemangku kebijakan. Pada sisi produksi konten, tahun 2015 merupakan ajang eksperimen dan belajar bagi ICW. Di tahun tersebut, terjadi perubahan konten yang cukup besar. ICW menurunkan bahasa – bahasa yang selama ini dianggap berat, menjadi lebih ringan dan mudah untuk dipahami oleh semua kalangan. Bahkan untuk kampanye di media sosial, ICW sudah rutin menggunakan meme, infografis, motion grafis, dan video. Tiga hal yang bisa di pelajari dari aktivitas media sosial ICW di tahun 2015. Pertama, menggunakan media sosial harus menggunakan strategi yang matang. Kedua, penggunaan bahasa yang sederhana, menarik dan mudah dipahami menjadi syarat untuk mendapatkan outreach yang lebih luas. Dan ketiga, kegiatan di dunia maya harus ditopang dengan aktivitas di dunia nyata.***
14
@antikorupsi 9.599 Followers @sahabatICW 30.630 Followers @aktivisual 1.723 Followers
Sahabat ICW 13.676 Like
Pendidikan antikorupsi bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, termasuk dengan pendekatan kekinian misalnya melalui lagu. Pada tahun 2015, ICW merampungkan album Frekuensi Perangkap Tikus Vol. 2 yang merupakan kolaborasi 9 musisi. Masing-masing membawakan lagu bertema antikorupsi. Mereka adalah Ebiet G Ade feat L’alphalpha dengan judul lagu “Orator” dan Sore dengan judul lagu “Diputusan”. Tidak hanya itu, ICW telah merampungkan album Lagu Anak Hebat yang ditujukan untuk kategori anak usia dini (PAUD dan TK). Tujuannya adalah memupuk nilai integritas, dari mulai hal yang sederhana seperti lagu yang berjudul “Taat” dan “Antri Masuk Kelas”. Momentum untuk mendorong kampanye dan pendidikan antikorupsi juga didapatkan pada Hari Antikorupsi Sedunia yang jatuh pada 9 Desember 2015 lalu. ICW bersama bersama berbagai organisasi dan komunitas antikorupsi terlibat dalam persiapan dan kegiatan utama perayaan hari antikorupsi yang dipusatkan di Bandung. Acara utamanya adalah diskusi komunitas, mulai dari kelompok seniman, perempuan, birokrasi dan lain sebagainya. Untuk mengefektifkan penyebaran virus antikorupsi, ICW memanfaatkan media baik offline maupun online. Seluruh usaha yang dilakukan ICW serta advokasi yang dilakukan disebarkan kepada publik melalui twitter, facebook, dan Instagram. Bahkan beberapa kali tagar yang digunakan di media sosial menjadi trending topic yang menindikasikan banyak pengguna media sosial online membicarakannya.
Aktivisual 2.950 Like
Sahabat ICW 109 Pelanggan 28.918 Kali Penayangan
ICW juga memberikan penghargaan kepada para jurnalis yang turut membantu penyebaran kampanye antikorupsi Foto : Dokumentasi ICW
Mencari Cara Melawan Korupsi
ICW terus menerus melebarkan sayapnya kepada berbagai macam kelompok untuk ikut serta melawan korupsi. Pada tahun 2015 ICW menyelenggarakan kompetisi Hackhaton Antikorupsi yang dihelat di 12 negara dan sebanyak 720 programmer Teknologi Informasi (TI) berpartisipasi. Mereka ditantang untuk menyelesaikan berbagai persoalan korupsi melalui TI. Bagi masyarakat yang memiliki kemampuan desain, ICW juga mengadakan lomba desain infografik dan lomba motion grafik ”INFOGRAFIS LAWAN KORUPSI” serta lomba infografis korupsi sumber daya alam. Peserta ditantang untuk membuat desain yang mudah dipahami masyarakat umum atas topik-topik korupsi yang dirasa sulit dipahami, seperti korupsi sumber daya alam. ICW juga mengapresiasi para jurnalis yang berperan dalam memberitakan dan mengungkap korupsi melalui penghargaan karya jurnalistik bagi insan jurnalis.
Menjadi Sahabat ICW adalah salah satu cara untuk ikut mendukung gerakan antikorupsi Foto : Dokumentasi ICW
Mengembangkan Donasi Publik
Jendela adalah sebuah inisiatif untuk meningkatkan transparansi pelayanan publik dan melawan praktek suap dengan cara mengajak partisipasi masyarakat untuk menceritakan pengalaman mereka di portal ini. Setiap orang bisa memberikan penilaian dan ulasan atas layanan publik yang diterimanya seperti proses pembuatan KTP, Kartu Keluarga, SIM, dll. Bahkan, masyarakat juga bisa melaporkan praktek korupsi yang dialaminya secara anonim. Kemudian, Jendela akan mengkompilasi semua data yang diterima dan menampilkannya dalam bentuk visualisasi data. Visualisasi data dan ulasan lengkap tentang pelayanan public ini bisa digunakan bagi: 1. Masyarakat umum untuk melihat kualitas layanan publik di daerahnya 2. Para kepala daerah dan pejabat publik untuk mengawasi layanan publik di daerahnya dan melakukan aksi akan setiap praktek suap yang dilaporkan oleh masyarakat Nantinya kami berharap dengan adanya transparansi data maka layanan publik bisa ditingkatkan.
15
Untuk menjaga independensi dan legitimasi ICW dalam gerakan antikorupsi, usaha yang telah dilakukan adalah pengembangan donasi publik. Donasi atau sumbangan merupakan salah satu cara bagi siapapun untuk terlibat melawan korupsi. Donasi publik yang telah berhasil dikumpulkan digunakan sepenuhnya untuk kegiatan advokasi antikorupsi. Masyarakat bisa berdonasi dengan memberikan sejumlah uang dengan syarat tertentu atau membeli merchandise ICW yang seluruh hasil penjualannya digunakan untuk gerakan antikorupsi. Hingga saat ini sudah ada sekitar 500 supporter ICW yang tiap bulannya memberikan donasi dengan jumlah yang beragam dan banyak masyarakat yang telah membeli merchandise seperti baju, tempat minum, gelas dan topi.
Pada tahun 2015, ICW berhasil membangun online shop merchandise dan berhasil mengumpulkan Rp 41 juta melalui penjualan offline. Saat ini juga ICW membuat paket – paket donasi yang berisi merchandise dan CD album frekuensi perangkap tikus. Untuk menjaga komunikasi dan sebagai ucapan terimakasih kepada supporter ICW yang telah berdonasi, setiap kegiatan yang dilakukan ICW diinformasikan kepada supporter, termasuk dengan mengirimkan kartu ucapan dan merchandise ucapan terimakasih.
Cerita Sukses Donasi publik untuk gerakan anti korupsi ICW menyadari bahwa kepemilikan gerakan antikorupsi harus semakin kuat mengakar di masyarakat Indonesia. Hal ini supaya perlawanan terhadap korupsi bisa dilakukan secara lebih massif, dengan melibatkan berbagai kelompok yang ada. Sementara itu, ICW juga sadar bahwa eksistensi lembaga donor internasional untuk mendukung agenda advokasi ICW tak mungkin akan berlangsung selamanya, karena perkembangan global juga menuntut perhatian yang lebih, khususnya untuk negara atau benua yang memiliki masalah korupsi yang lebih serius dan karenanya sangat membutuhkan dukungan mereka. Demikian halnya, ICW menyadari bahwa legitimasi gerakan antikorupsi juga dipengaruhi oleh siapa yang mendukung, baik secara finansial maupun non-finansial. Untuk mencapai tujuan lahirnya gerakan sosial antikorupsi dan memperkuat legitimasinya, ICW memandang donasi publik dari masyarakat Indonesia, siapapun mereka, penting untuk dikelola. Pada tahun 2015, ICW fokus pada pembenahan database supporter, sebutan bagi para donatur, untuk memetakan mana yang masih aktif dan mana yang sudah tidak aktif. Harapannya, yang masih aktif akan dilibatkan secara lebih serius untuk melawan korupsi, dengan apa yang mereka bisa. Untuk daftar supporter yang sudah tidak aktif, ditemukan beberapa sebabnya, terutama karena kartu kredit atau kartu debit yang mereka gunakan sudah tidak aktif lagi. Dengan demikian, masih ada kesempatan untuk mengajak mereka terlibat kembali mendukung ICW. Capaian yang setidaknya telah didapat oleh ICW pada 2015 kemarin adalah teridentifikasinya supporter aktif ICW yang mencapai angka kurang lebih 500 orang. Masing-masing orang memberikan donasi rata-rata Rp 75 ribu/bulan. Mereka terdiri dari berbagai macam profesi, ada yang berlatar belakang pengacara, dokter, pelajar, ibu rumah tangga dan lain sebagainya. Komposisi supporter cukup seimbang antara perempuan dan laki-laki. Sementara itu, selain melakukan upaya memperluas cakupan donatur, ICW juga pada saat yang sama mengembangkan pendekatan donasi publik melalui penjualan merchandise antikorupsi.
16
Sweather adalah salah satu merchandise yang dimiliki oleh ICW foto : Dokumentasi ICW
Pendapatan ICW melalui Program Donasi dan Merchandise
Merchandise
Rp48.970.500 Donasi Melalui Auto Debet
Produk-produk yang disediakan antara lain t-shirt, hoody, tumbler, toot bag, CD Frekuensi Perangkap Tikus serta topi. Semua produk ini diberikan label atau pesan antikorupsi sehingga orang yang memakai secara tidak langsung ikut menyuarakan atau mengkampanyekan pesan-pesan antikorupsi. Dari penjualan merchandise itu setidaknya ICW sudah bisa mengumpulkan dana Rp 11 juta. Dana itu akan tetap diputar sebagai alat untuk memperluas kampanye antikorupsi. Produk ini tidak hanya dijual dalam bentuk display, akan tetapi juga dijajakan secara online, menyasar pengguna media sosial. Pendekatan untuk menjaring supporter dilakukan juga dengan memanfaatkan event-event besar yang diselenggarakan sendiri oleh ICW, maupun oleh mitra atau pihak lain. Sebagai contoh, pada peringatan Hari Antikorupsi Dunia di Bandung, ICW membuka booth merchandise, sekaligus menyediakan pusat informasi mengenai ICW sehingga pengunjung bisa lebih mengetahui apa yang dikerjakan oleh ICW, visi misi ICW dan semua hal yang berkaitan dengan kelembagaan ICW. Demikian halnya booth yang dibuka pada saat penyerahan Anugerah Karya Jurnalistik Antikorupsi di Jakarta, Deklarasi Madrasah Antikorupsi Muhammadiyah di kantor pusat PP Muhammadiyah, Menteng Jakarta, Pameran Infografis dan lain sebagainya. Donasi publik harus beririsan dengan gerakan antikorupsinya. Oleh karena itu, tim Divisi Fund Raising juga aktif membangun jaringan dukungan, termasuk terlibat aktif dalam gerakan Kampanye “PercaKPK”, “Parenting Anti Korupsi”, “Gradasi – Gerakan Difabel Anti Korupsi” dan Keluarga Pemberantas Korupsi (KPK). Mereka yang terlibat dalam gerakan ini juga sebagiannya adalah para donatur ICW.***
Rp347.096.198 Donasi Melalui Transfer
Rp138.825.554
Erlina (Supporter ICW) Saya ingin berdonasi untuk ICW karena saya mengharapkan ICW dapat tetap exist untuk membantu mengawasi adanya penyimpangan yang terjadi di lingkungan Pejabat Negara/Badan Negara
Kunjungan peserta SAKTI ke KPK Foto : Dokumentasi ICW
Gerakan anti-korupsi yang berhasil adalah gerakan yang melibatkan berbagai macam kelompok dan lapisan masyarakat. Siklus hidup organisasi selalu mengalami pasang surut. Ada beberapa organisasi yang tak sanggup mengatasi situasi titik nadir hingga bubar, namun ada juga yang tetap kokoh meski dihantam perubahan, bahkan kemudian menjadi bagian dari perubahan itu sendiri. Usia Indonesia Corruption Watch (ICW) yang sudah memasuki 18 tahun tentu tak bisa berpuas diri dengan capaian yang sudah diperoleh. Tak dielakkan, arena yang dipilih ICW dalam mewujudkan visi dan misinya menuntut pembuktian terlebih dahulu dari dalam. Gerakan anti-korupsi yang menjadi tema besar perlawanan dan perjuangan ICW sejak berdirinya pertama kali menjadikan ICW harus menjadi contoh sebagai organisasi yang kredibel, kapabel, akuntabel dan profesional, termasuk sumber daya manusia (SDM) yang ada didalamnya.
Meningkatkan Kompetensi, Menjaga Regenerasi 17
Sebagai organisasi, ICW juga tak bisa dilepaskan dari persoalan aktual yang dihadapi lembaga manapun, yakni regenerasi. Pengakuan dari beberapa kalangan bahwa regenerasi ICW telah berjalan dengan baik bukan tanpa perencanaan. Namun kami tak bisa berpuas diri karena ada konsekuensi logis dari regenerasi, yakni jurang pengetahuan dan ketrampilan antara staff junior dan staff senior yang cukup lebar. Untuk menutup celah itu, ICW pada 2015 fokus untuk membangun kapasitas SDM, khususnya untuk aspek pengetahuan dan ketrampilan yang dipandang masih perlu diupgrade cepat. ICW juga menyadari bahwa gerakan anti-korupsi juga harus tetap dipelihara keberlanjutannya. ICW bukanlah satu-satunya organ, dan tidak boleh menjadi satu-satunya NGO anti-korupsi. Gerakan anti-korupsi yang berhasil adalah gerakan yang melibatkan berbagai macam kelompok dan lapisan masyarakat. Untuk menjaga asa gerakan anti-korupsi, ICW melihat ada kebutuhan untuk menumbuhkan dan menjaga regenerasi aktivis anti-korupsi, baik pada skup lokal maupun nasional. Oleh karena itu, pada 2015, ICW kembali menyelenggarakan Sekolah Anti Korupsi (SAKTI).
Memperbaiki Akuntabilitas Keuangan
Sebagai strategi kelembagaan untuk meningkatkan akuntabilitas kepada stakeholders gerakan antikorupsi, sistem keuangan yang transparan, akuntabel dan imun dari berbagai macam bentuk penyimpangan terus diusahakan. ICW, atas dukungan DANIDA dan The Asia Foundation, mendorong transformasi sistem keuangan, dari sebuah mekanisme offline ke mekanisme online. Proyek ini sudah mulai dijalankan pada pertengahan 2015 dan diharapkan selesai pada April 2016. Pada intinya, ICW menginginkan agar audit laporan keuangan bisa berjalan tepat waktu, informasi yang disajikan kredibel, dan pengguna anggaran, dalam hal ini staff ICW juga bisa mempertanggungjawabkan dengan cepat setiap penggunaannya. Jika installasi sistem aplikasi keuangan dan akuntansi ini berjalan sesuai jadwal, bisa dikatakan ICW akan menjadi NGO pionir dari pendekatan baru ini, setidaknya di Indonesia.
18
AKTIVA Aktiva Lancar Kas dan setara kas
Rp.
13.162.139.437
Piutang karyawan
Rp.
1.171.378.383
Uang muka & beban dibayar di muka
Rp.
539.006.206
Piutang program
Rp.
912.368.355
Jumlah aktiva lancar
Rp.
15.784.892.381
Harga perolehan
Rp.
1.145.023.881
Akumulasi penyusutan
Rp.
(898.129.648)
TOTAL AKTIVA
Rp.
16.031.786.614
Aktiva tetap
Aktivitas diskusi dengan tema “Buruh Go Politic” di kantor ICW
KEWAJIBAN DAN AKTIVA BERSIH Kewajiban Kewajiban lancar
Rp.
1.860.040.016
Total kewajiban
Rp.
1.860.040.016
Tidak terikat
Rp.
8.435.486.470
Terikat kontemporer
Rp.
5.736.260.128
Total aktiva bersih
Rp.
14.171.746.598
TOTAL KEWAJIBAN DAN AKTIVA
Rp.
16.031.786.614
Foto : Dokumentasi ICW
Aktiva bersih
PENERIMAAN Dana dari grantor
Rp.
13.299.519.029
Dana tidak terikat
Rp.
4.589.894.402
Total penerimaan
Rp.
17.889.413.431
Program
Rp.
11.621.392.659
Pengembalian dana
Rp.
608.556.822
Dana tidak terikat
Rp.
4.385.129.583
Total pengeluaran
Rp.
16.615.079.064
Kenaikan/(penurunan) Aktiva Bersih
Rp.
1.274.334.367
PENGELUARAN
Mengikis Jurang Pengetahuan dan Ketrampilan
Core competency yang harus dimiliki oleh staff ICW meliputi semua ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mencapai gerakan anti-korupsi yang efektif. In-house training, dengan mengundang narasumber yang kompeten, dan dikombinasikan oleh praktek dan simulasi konsep dan teori yang diperoleh telah dilakukan, dengan menitikberatkan pada staff junior ICW, yang jumlahnya mencapai separoh dari seluruh staff ICW yang berjumlah 36 orang. Analisis APBD, strategi advokasi, teknik investigasi, dan legal drafting adalah serangkaian agenda capacity building internal yang telah dirampungkan. Mungkin, kendala yang masih menghadang adalah mengukur capaian training bagi tiap-tiap peserta. Usaha untuk mengukur peningkatan kemampuan paska pelatihan adalah dengan membuat studi kasus, dimana masing-masing staff memiliki pekerjaan rumah untuk membedah anggaran, melakukan investigasi kasus korupsi dan terjun langsung pada beberapa agenda advokasi anti-korupsi yang dilakukan.
Regenerasi Aktivis dan Gerakan Anti Korupsi melalui SAKTI
Dua kali kegiatan Sekolah Anti Korupsi (SAKTI) telah diselenggarakan, pada tahun 2013 dan 2015. Mengingat ada kebutuhan lebih besar, ICW berniat mengadakan SAKTI setiap tahun. SAKTI adalah sarana untuk melatih, memupuk dan menularkan gerakan anti-korupsi pada setiap peserta. Meskipun target utama peserta SAKTI adalah mahasiswa, namun ada antusiasme dimana berbagai macam kalangan, termasuk PNS mengajukan minat untuk menjadi peserta. Hanya saja, proses untuk terpilih menjadi peserta memang tidak mudah. Ada tahap-tahap yang harus dilalui, mulai dari pembuatan surat motivasi diri, paper, resensi buku hingga wawancara. Peserta yang terpilih bisa dianggap adalah calon yang paling siap mengikuti SAKTI mengingat mereka harus siap selama 10 hari digembleng, berinteraksi dengan peserta lain, oleh para fasilitator yang kompeten, dan narasumber yang relevan tanpa jeda. Hasilnya cukup memuaskan. Para alumni SAKTI, baik 2013 dan 2015 memiliki berbagai aktivitas kampanye antikorupsi di daerah mereka masing-masing, sebagai langkah konkret terlibat dalam gerakan anti-korupsi. Sebagian dari mereka kini bergabung dengan ICW, untuk mendorong gerakan donasi publik untuk gerakan antikorupsi yang lebih luas.
Safrin Salam (SAKTI 2015) SAKTI adalah pendidikan dasar gerakan antikorupsi yang memberikan stimulus untuk lebih responsif memahami korupsi dari berbagai macam sisi dan dengan melibatkan partisipasi pemuda, saya merasa bahwa ada harapan besar tanggung jawab pemberantasan korupsi ternyata ada di pundak pemuda.
19
Model SAKTI juga berkembang, diadopsi oleh berbagai macam lembaga anti-korupsi di berbagai daerah. Di Tangerang Selatan, adalah TRUTH, satu organ anti-korupsi, yang menginisiasi SAKTI Tangsel. Sampai hari ini, sudah dua kali kegiatan SAKTI Tangsel dilaksanakan. Di NTB, NGO SOMASI menggunakan nama SANTRI (Sekolah Anti Korupsi), yang mana ICW juga menjadi salah satu narasumbernya. Di Sumatera Barat, sekolah itu bernama INTEGRITAS. Diawaki oleh pentolan aktivis antikorupsi dari PUSAKO dan LBH Padang. Sementara di Aceh, Mata Aceh, lembaga antikorupsi berbasis di Banda Aceh, mengadakan SAKTI Aceh. Itu memang harapan ICW. Tumbuhnya berbagai macam inisiatif lokal untuk mendorong gerakan anti-korupsi yang lebih mengakar, di banyak tempat dan di banyak kelompok.
Foto bersama para peserta SAKTI 2 015 Foto : Dokumentasi ICW
PENGUATAN JARINGAN ANTIKORUPSI
stamina organisasi masyarakat sipil untuk melawan korupsi justru melemah, minim perlindungan hukum dan keterbatasan akses terhadap pendanaan organisasi.
Tahun 2015 adalah era terberat bagi gerakan antikorupsi di Indonesia, meski harapan itu pada awalnya membuncah, terutama setelah Jokowi yang dipandang sebagai ikon pemimpin yang bersih terpilih sebagai presiden. Namun faktanya jauh panggang dari api. Pelemahan terhadap gerakan antikorupsi terlihat semakin nyata, selain melemahkan lembaga anti korupsi (KPK) melalui judicial review dan revisi UU, kriminalisasi pimpinan dan pegawainya dengan rekayasa hukum, kini para aktifis organisasi masyarakat antikorupsi pun mulai dijerat dengan pencemaran nama baik. Salah satunya adalah Ronny Maryanto, Aktifis KP2KKN, yang baru saja divonis 6 bulan penjara dengan masa percobaan 10 bulan karena dianggap mencemarkan nama baik pimpinan DPR, Fadli Zon dalam kampanye legislatif tahun 2014. Situasi ini tentu sangat memperihatinkan, ditengah meluasnya kekuatan oligarki hingga ke pusat kekuasaan baru di daerah untuk menghisap kekayaan negara dan sumber daya alam, stamina organisasi masyarakat sipil untuk melawan korupsi justru melemah, minim perlindungan hukum dan keterbatasan akses terhadap pendanaan organisasi.
“Berjamaah Lawan Korupsi” menjadi slogan besar dalam Madrasah antikorupsi Foto : Dokumentasi ICW
20
Berkaca dari kondisi obyektif itu maka sesuai mandat rencana strategis 2014-2019, ICW memandang bahwa penguatan dan pengembangan jaringan antikorupsi adalah agenda strategis Berdasarkan analisis, paling tidak terdapat elemen-elemen kunci yang potensial untuk dikembangkan, diantaranya, kelompok CSOs lokal, organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama serta kelompok akademisi khususnya guru-guru besar di berbagai kampus.
Konsolidasi Jaringan CSO
Foto bersama dengan Warga Jalasutra Blitar yang masih terlibat konflik dengan pemerintah setempat terkait tanah pertanian mereka
ICW mulai mengubah cara pandang terkait pola relasi dengan jaringan antikorupsi daerah, dari sekedar kerjasama program menjadi bergerak bersama mewujudkan agenda (platform) bersama gerakan antikorupsi yang lebih terkonsolidasi.
Foto : Dokumentasi ICW
Hal ini dilakukan untuk menjawab persoalan dan tantangan kekinian dimana secara eksternal terjadi fenomena perlawanan balik koruptor (corruptor fight back) baik ditingkat nasional maupun lokal. Namun disisi lain banyak CSOs yang mengalami kendala pada manajemen internal kelembagaan, kaderisasi, pengelolaan pengetahuan, pembiyaan berkelanjutan baik dari donasi publik dan donor luar negeri. Oleh karena itu, ICW memfasilitasi proses konsolidasi simpul-simpul jaringan antikorupsi di setiap daerah. Salah satu contohnya adalah di Jawa Timur, bersama Malang Corruption Watch (MCW) dan Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) Blitar berupaya memperluas jaringan ke Surabaya, Sidoarjo, Madiun, Kediri, Lamongan, dan berbagai daerah lain di Jawa Timur.
21
Muhammad Triyanto (KRPK Blitar) Kita berharap agar ICW tetap konsisten membuka mata hati rakyat terkait baya laten korupsi melalui aneka programnya. Semoga ICW tetap mempertahankan statusnya sebagai barometer NGO tingkat Nasiona dan bahkan Internasional.
Integrasi Gerakan Antikorupsi dengan Organisasi Sosial Keagamaan
ICW dan Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah sepakat bekerjasama dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Salah satu bentuk nyatanya adalah membuat Madrasah Anti Korupsi (MAK) yang dilaksanakan di sebagian besar perguruan tinggi dibawah naungan organisasi Muhammadiyah.
Peluncuran pertama kali MAK dilakukan pada 8 Februari 2015, di kantor PP Muhammadiyah. Hingga akhir desember 2015, telah terbentuk lima Madrasah antikorupsi, antara lain Universitas Muhammadiyah Tangerang, Universitas Buya Hamka Jakarta, dan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Universitas Muhammadiyah Gresik, dan Universitas Muhammadiyah Solo. Salah satu aktifitas MAK adalah pembentukan satgas antikorupsi yang aktif
memantau pelayanan publik, penyelenggaraan pilkada dan aksi dan kampanye penolakan revisi UU KPK.
Deklarasi “Berjamaah Lawan Korupsi” bersama dengan tokoh masyarakat Foto : Dokumentasi ICW
Abdul Rahman Syahputra Batubara (PP Pemuda Muhammadiyah) ICW punya peran penting dalam membentuk Madrasah Anti Korupsi. Bersama PP Pemuda Muhammadiyah ICW jadi inisiator awal lahirnya Gerakan Berjamaah Lawan Korupsi.
Cerita Sukses Madrasah Anti-Korupsi Gerakan Berjamaah Melawan Korupsi Berjamaah Korupsi berjamaah harus dilawan dengan berjamaah pula. Tanpa membangun perlawanan yang terorganisasi dan berkelompok, korupsi sulit untuk dihancurkan. Karena itu, ICW masuk ke berbagai kelompok atau organisasi, yang potensial menjadi kelompok antikorupsi, termasuk kelompok berbasis agama. Madrasah Anti-Korupsi yang diselenggarakan oleh Indonesia Corruption Watch bersama Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah merupakan salah satu ikhtiar dalam mencegah dan memerangi korupsi. Pembentukannya dideklarasikan pada 8 Februari 2015 di kantor Pengurus Pusat Muhammadiyah. Selain pengurus ICW dan PP Pemuda Muhammadiyah, deklarasi juga dihadiri oleh komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto, HS Dillon, dan Usman Hamid.
22
Menurut Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, Madrasah akan menjadi pusat kampanye pencegahan, pemantauan, dan pelaporan bersama korupsi kepada aparat penegak hukum. “Jumlah warga Muhammadiyah setidaknya ada 35 juta orang. Kami memiliki cabang di seluruh Indonesia, hingga tingkat kelurahan. Kami juga memiliki kampuskampus. Mereka siap ikut jihad melawan korupsi. Kami belajar cara melawan korupsi kepada ICW dan ICW bisa belajar kepada pemuda Muhammadiyah mengajak banyak rakyat terlibat aktif dalam melawan korupsi” Selama 2015 sudah ada delapan daerah yang menyelenggarakan Madrasah Anti-Korupsi yakni Tangerang, Gresik, Surakarta, Jogjakarta, Padang Sidempuan, Bangka Belitung, Pariaman, dan Medan. Penyelenggara madrasah adalah kampus Muhammadiyah setempat. Tiap kelas diikuti oleh 30 peserta yang akan belajar selama satu semester mengenai teori/perspektif tentang korupsi, metodologi dan teknik metoda melawan korupsi. Pengajar
madrasah berasal dari ICW, PP Pemuda Muhammadiyah, dan akademisi. Saat ini setidaknya sudah ada 240 kader yang dilahirkan Madrasah Anti-Korupsi. Penyelenggaraan madrasah akan terus bergulir tiap semester. Kader yang telah lulus membentuk pusat antikorupsi yang tugasnya antara lain melakukan pendidikan antikorupsi, pemantauan pelayanan publik dan pemilu/pemilukada, serta pelatihan dan pelaporan korupsi seperti investigasi dan analisis anggaran. Madrasah pun akan teus dikembangkan ke kampus-kampus Muhammadiyah lainnya di seluruh Indonesia. Selain itu, dalam rangka memperluas jangkauan pembelajaran madrasah, ICW dan PP Pemuda Muhammadiyah membuat Madrasah On TV di TV Muhammadiyah. Sasaran utamanya 35 juta warga Muhammadiyah. Kegiatannya berupa diskusi mengenai berbagai isu korupsi kontemporer. Narasumber utamanya berasal dari ICW dan PP Pemuda Muhammadiyah.
Kerjasama ICW dan PP Pemuda Muhammadiyah bisa menjadi awalan untuk melibatkan secara luas rakyat dalam mencegah dan melawan korupsi di Indonesia. Kerjasama ini setidaknya bisa melibatkan puluhan juta rakyat dalam perang melawan koruspi. Itu sebabnya, komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto, dalam deklarasi Madrasah Antikorupsi dan dukungan untuk KPK, menganggap kerjasama ICW dan Pemuda Muhammadiyah sebagai sejarah baru dalam pemberantasan korupsi. “Ini bagian dari kebangkitan nilai-nilai perlawanan kepada seluruh gerakan pembodohan korupsi dan antek-antek koruptor” Tegas Bambang.
Mendukung Komitmen Antikorupsi Aktor-aktor Potensial di Kementerian/ Lembaga dan Pemda
Terpilihnya para pemimpin yang inovatif, terbuka dan memiliki komitmen antikorupsi di Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah, mendorong ICW untuk mengembangkan strategi advokasi yang lebih kolaboratif tanpa meninggalkan khittahnya sebagai organisasi watchdog yang kritis.
Penandatangan MoU antara ICW, LKPP dan IAPI di Jakarta. Foto : Dokumentasi ICW
23
Kolaborasi yang dilakukan selain dengan KPK adalah dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) melalui pembangunan keterbukaan data (open data) untuk mendeteksi indikasi korupsi dalam pengadaan barang dan jasa secara elektronik. Selain itu, menjelang hari Anti Korupsi Internasional 9 Desember 2015, ICW bersama LKPP dan KPK melakukan kegiatan bersama yang disebut “Hacketon Merdeka 3.0”, memperlombakan karya-karya anak bangsa
untuk menghasilkan Aplikasi (Aps) antikorupsi. Kini ICW yang juga tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transformasi Pendidikan (KMSTP) mulai membuka peluang kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) karena Anies Baswedan sebagai Mendikbud sangat terbuka dengan partisipasi dan masukan masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan bersama adalah dialog kebijakan dan aksi bersama Kementerian dan masyarakat sipil untuk mendorong lahirnya kebijakan pendidikan yang partisipatif seperti aturan penataan guru dan kurikulum, tata kelola anggaran, dan pencegahan korupsi. Meskipun belum ada hasil dalam bentuk aturan atau kebijakan pendidikan, namun terbukanya akses informasi dan pelibatan masyarakat sipil dalam perumusan kebijakan sudah merupakan capaian signifikan sebagai milestone untuk mendapatkan hasil yang lebih besar.
List Program dan Donor ICW di Tahun 2015
Penghargaan yang diterima ICW selama tahun 2015
No
PROGRAM
DONOR
NILAI
1
Fundraising
11.11.11
Rp.
996.928
2
Mengawasi Politik Uang Dalam Rangka Mendorong Pemilu yang Berkualitas dan Berintegritas
The Asia Foundation
Rp.
649.549.595
3
AIPJ
The Asia Foundation
Rp.
1.919.930.907
4
Pemetaan Politik Bisnis Anggota DPR RI Periode 2014-2019
TIFA
Rp.
352.160.016
5
Harmonization of Laws Related to Anticorruption in Indonesia with the UNCAC Monitoring Campaign Finance Promoting Increased Access to Political Party Financial Reports Strengthening KPK and Civil Society in Fighting against Corruption in Indonesia Advocacy of Political Party Finance Regulation
MSI
Rp.
2.718.897.227
6
Improving the Governance of Land Use, Land Use Change, and Forestry (LULUCF) in Indonesia Through Civil Society Participation
The Asia Foundation
Rp.
148.966
7
Strengthening Monitoring Capacity Towards Local Procurement in Indonesia (PPY SEA 1324) Managing Conflict of Interest for Enhancing Transparency and Accountability of Jakarta Public Procurement System (PPY SEA 1325) Illicit Enrichment mitigation to enhance transparency and accountability of public procurement system in DKI Jakarta
UKFCO
Rp.
881.628.941
8
Penggunaan UU Pencucian Uang dan UU Pajak dalam Sektor Kehutanan di Indonesia
ULU Foundation
Rp.
349.229.964
9
Addressing Forestland Encroachment in Kalimantan
CLUA Aid Environment
Rp.
224.343.540
10
Core Support to ICW Strategic Plan 2014-2018
DANIDA
Rp.
2.014.239.037
11
Program to Monitor the Indonesian Government’s Electronic Procurement System
HIVOS
Rp.
700.912.815
12
Evaluation of a Joint Ministerial Decree (SKB) From Five Ministries on the Management and Even Distribution of Government Teachers Strengthening the Indonesian Anti-corruption Commission’s (Komisi Pemberantasan Korupsi or KPK) Anti-corruption Efforts through Monitoring, Research, and Advocacy Strengthening Teacher Management and Even Distribution of Teachers: Advocacy to the Government Decree on Teacher Management through Submission of Civil Society’s Academic Paper
PROREP
Rp.
1.352.328.519
For support for analysis of corruption in the forestry sector and advocacy to bring cases to the anti-corruption commission
FORD Foundation
13
TOTAL
24
1. ‘2015 Honourable Mention’ Allard Prize for International Integrity. 2. Peringkat 22 Transparency and Good Governance Think Tanks University of Pennsylvania 3. Peringkat 57 Think Tank To Watch University of Pennsylvania 4. Lalola Easter dinobatkan sebagai perempuan pembela HAM versi KONTRAS 5. International Integrity Awards dari British Columbia University
Piala Allard Prize 2015 yang diterima oleh ICW Foto : Dokumentasi ICW
Rp.
2.135.152.574
Rp.
13.299.519.029
INDONESIA CORRUPTION WATCH
MARI BERGABUNG DALAM UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI” Jadilah suporter ICW dengan memberikan donasi publik UNTUK gerakan antikorupsi. kirim donasi anda ke BCA 878.016.1737 BNI 0064.3607.42 Bank Mandiri 126.000.566.9600 atas nama Indonesia Corruption Watch
25
26