LUGAS Jurnal Komunikasi ISSN 2580-8338
Volume I, Nomor 01, Juni 2017
PEMBERITAAN BANGKITNYA PKI DALAM MEDIA MASSA (Analisis Semiotika Sosial M.A.K Halliday pada Isu Pemberitaan Bangkitnya Partai Komunis Indonesia di Media Online) Ade Tuti Turistiati Manajemen Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Manajemen Institut STIAMI Email :
[email protected] Abstract Mass media coverage on the rise of the Communist Party of Indonesia (PKI) became public attention including its news on online media. Online media that reported it among others are Republika.co.id, Liputan6.com, and Merdeka.com. The purpose of this study is to find out how online media in Indonesia discourse news text in the issue of the rise of PKI by using a qualitative approach, social semiotics method version of M.A.K Halliday. As an online medium that has certain characteristics such as speed, it was clearly seen in this news. The media became biased and ignored journalistic principles, including the principle of online journalism. The three online media that became the object of this study showed images and illustrations which were provocative and not in accordance to the reported facts. The three media have done news construction subjectively and were less professional. Keywords: Online Media Online, Social Semiotics of M.A.K Halliday, Constructivism Abstrak Pemberitaan media massa tentang kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi perhatian publik termasuk pemberitaannya pada media online. Media online yang memberitakan di antaranya adalah Republika.co.id, Liputan6.com, dan Merdeka.com. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana media online di Indonesia mewacanakan teks berita dalam isu bangkitnya PKI dengan menggunakan pendekatan kualitatif, metode semiotika sosial versi M.A.K Halliday. Sebagai media online yang memiliki karakteristik tertentu seperti kecepatan, maka jelas terlihat pada pemberitaan ini. Media menjadi bias dan mengabaikan prinsip-prinsip jurnalistik, termasuk prinsip jurnalistik online. Ketiga media online yang menjadi obyek penelitian ini menampilkan gambar dan ilustrasi yang provokatif dan tidak sesuai dengan fakta yang diberitakan. Ketiga media sudah melakukan konstruksi pemberitaan secara subjektif dan kurang profesional. Kunci: Media Online, Semiotika Sosial M.A.K Halliday, konstruksivisme (PKI) semakin gencar. Berbagai media massa seperti televisi, media cetak, termasuk media on line berlomba-lomba mengangkatnya ke permukaan.
PENDAHULUAN Dewasa ini pemberitaan tentang kebangkitan Partai Komunis Indonesia 55
LUGAS Jurnal Komunikasi ISSN 2580-8338
Volume I, Nomor 01, Juni 2017
Meningkatnya kerjasama Indonesia dengan Cina di berbagai bidang dan banyaknya sumber daya manusia asal Cina yang bekerja di Indonesia pun dianggap sebagai salah satu indikasi kebangkitan PKI. Hal ini disebabkan Cina dikenal sebagai negara berideologi komunis. Cerita-cerita dan ilustrasi tentang kebiadaban PKI pada masa lalu yang telah membunuh ribuan orang menghiasi pemberitaan media massa dan mengundang pro-kontra, opini, serta diskusi tak berkesudahan. Nara sumber utama yang sering dijadikan referensi pemberitaan tentang bangkitnya PKI ini adalah mantan Kepala Staf Kostrad Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen. Media elektronik terutama media online dengan cepat dan gencar memberitakan apapun yang dikatakannya terkait PKI. Pada bulan Mei dan Juni 2016 media massa di Indonesia ramai mewartakan tentang kebangkitan PKI. Media elektronik terutama media online dan beberapa stasiun televisi memberitakan tentang kasus tersebut. Pemberitaan beberapa media online tentang kebangkitan PKI memicu reaksi beberapa kalangan yang menganggap media terlalu membesar-besarkan ucapan atau pendapat Kivlan tanpa melakukan proses verifikasi dalam melaporkan pemberitaannya. Kaum konstruksionis meyakini bahwa berita tidaklah mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas. Hal ini disebabkan karena dalam prosesnya berita yang terbentuk merupakan konstruksi dari realitas. Lebih lanjut kaum konstruksionis memandang berita seperti sebuah
drama. Ia bukan menggambarkan realitas, tetapi potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa (Eriyanto, 2007: 25). Seperti sebuah drama, ada pihak yang didefinisikan sebagai pahlawan (hero), tetapi ada juga pihak yang didefinisikan musuh dan pecundang. Melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana media online di Indonesia mewacanakan teks berita dalam kasus pemberitaan bangkitnya PKI di Indonesia dengan menggunakan pendekatan kualitatif, metode semiotika sosial. Peneliti menggunakan analisis semiotika sosial karena semiotika ini khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia berupa lambang dan kalimat. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana media online di Indonesia mengkonstruksi makna isu bangkitnya PKI dalam pemberitaannya? TINJAUAN TEORI/KONSEP Media Massa Media Massa atau yang sering disingkat “media” saja adalah medium, alat yang atau saluran yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa, yakni komunikasi yang diarahkan kepada orang banyak. Media massa adalah alat atau media penyampai pesan dari proses komunikasi massa dan merupakan saluran komunikasi yang memproduksi dan mendistribusikan berita, konten hiburan, visual art, dan produk budaya lainnya untuk sejumlah besar orang. 56
Ade Tuti Turistiati, Pemberitaan Bangkitnya PKI Dalam Media Massa….
Media massa dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok besar berdasarkan sifat fisik-nya: Media Cetak seperti, Surat Kabar, Majalah, buku Media Elektronik seperti, Radio, Televisi, Film, video dan audio record Media online sebagai media baru (Vera, 2016: 6-7). Media baru adalah bentuk baru media yang berbasis komputer yang mana teknologi komunikasi menjadi bagian penting dalam munculnya media baru. Ragam media baru adalah internet, pesan singkat (sms), DVD, televisi kabel, Smartphone, dan lainlain. Pesan dalam media massa dapat berupa informasi atau berita dan hiburan yang dikemas sesuai dengan bentuk medianya. Dalam paper ini penulis hanya membahas mengenai berita sebagai sebuah karya jurnalistik.
wartawan (bukan opini atau pendapat wartawan). Objektivitas Berita Menurut Eriyanto (2002:132133), objektivitas dalam proses produksi berita secara umum digambarkan sebagai tidak mencampuradukkan antara fakta dengan opini. Ada banyak kriteria yang disodorkan untuk mengamati objektivitas media massa. Dengan kelebihan dan kekurangan yang melekat, satu di antaranya adalah apa yang pernah disampaikan Westerstahl (1983) yang dikutip dari buku Dennis McQuails, McQuails’s Mass Communication Theory (2000). Lihat Gambar 1. Konstruksi Realitas Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat merepresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya, media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk memengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstrusikannya. Menurut Eriyanto dalam bukunya Analisis Framing, “Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara alamiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan, tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda atau plural”. (Eriyanto, 2002:14-15).
Pengertian Berita Berita (news) merupakan informasi yang layak disajikan kepada publik. Berita yang tergolong layak adalah informasi yang sifatnya faktual, aktual, akurat, objektif, penting, dan tentu saja menarik perhatian publik. Biasanya, berita berupa pernyataan yang dipublikasikan melalui media massa (Suryawati, 2011:78). Intinya, berita adalah laporan yang berisikan informasi yang terbaru/aktual (baru telah terjadi, bisa sementara terjadi atau akan terjadi), bersifat penting dan menarik perhatian untuk diketahui oleh publik yang mencerminkan hasil kerja jurnalistik 57
LUGAS Jurnal Komunikasi ISSN 2580-8338
Volume I, Nomor 01, Juni 2017
Gambar 1. Bagan Westerstahl tentang Objektivitas Objectivity
Factuality
Truth
Impartiality
Relevance
Balance
Ibnu Hamad dalam bukunya “Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa” mengatakan bahwa setiap upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda adalah usaha mengkonstruksi realitas. Sifat dan fakta dari pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksikan berbagai realitas yang akan disiarkan. (Ibnu Hamad, 2004:11)
Neutrality
(2007:15), pengembang Semiotika Sosial, melihat bahwa teks memuat tiga komponen penting, yaitu: 1. Medan Wacana (field of discourse): menunjuk pada hal yang terjadi: Apa yang dijadikan wacana media massa mengenai sesuatu yang sedang terjadi di lapangan. 2. Pelibat Wacana (tenor of discourse): menunjuk pada orang-orang yang dicantumkan dalam teks (berita); sifat orang-orang itu, kedudukan dan peranan mereka. Dalam sebuah laporan (berita) ada orang dengan posisi atau jabatannya masingmasing dikutip. Mengapa orangorang itu menjadi narasumber; yang lainnya tidak. Mengapa sebuah koran dalam peristiwa itu banyak mengutip satu pihak; kurang di pihak lain? Benarkah atas alasan teknis belaka? Apalagi jika menyangkut satu pihak ditonjolkan yang baik-baiknya saja, sedangkan kalau menyangkut pihak
Semiotika Sosial Semiotika sosial yakni semiotika yang khusus menelaah lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud bukan kata dalam satuan yang disebut kalimat. Dengan kata lain, semiotika sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa. MAK. Halliday dan Ruqaiyya Hassan yang dikutip oleh Ibnu Hamad 58
Ade Tuti Turistiati, Pemberitaan Bangkitnya PKI Dalam Media Massa….
lainnya diketengahkan pendapat yang miring-miringnya saja. 3. Sarana Wacana (mode of discourse): menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa: bagaimana komunikator (baca, media massa) menggunakan gaya bahasa untuk
menggambarkan medan (situasi) dan pelibat (orang-orang yang dikutip); Apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau hiperbolik, eufimistik atau vulgar.
Tabel 1. Unsur Semiotika M.A.K Halliday Unsur Medan Wacana (field of discourse) Pelibat Wacana (tenor of discourse)
Sarana Wacana (mode of discourse)
Keterangan Menunjuk pada hal yang terjadi: apa yang dijadikan wacana oleh pelaku (media massa) mengenai sesuatu yang sedang terjadi di lapangan peristiwa Menunjuk pada orang-orang yang dicantumkan dalam teks (foto berita): sifat orang-orang itu, kedudukan dan peranan mereka. Dengan kata lain siapa saja yang dikutip dan bagaimana sumber itu digambarkan sifatnya Menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa: bagaimana komunikator (media massa) menggunakan gaya bahasa untuk menggambarkan medan (situasi) dan pelibat (orang yang dikutip) misalnya apakah menggunakan bahasa yang vulgar, diperhalus, atau eufemistik
(Sumber: Alex Sobur, 2009: 148) media online. Peneliti juga menggunakan pendekatan kualitatif ini karena berdasarkan data dari berita yang diperoleh akan diperoleh hasil penelitian yang bersifat deskriptif berupa kata dari objek penelitian. Selain itu dapat diperoleh hasil penelitian yang menjelaskan maksud dari peristiwa yang ada diberita tersebut. Untuk menganalisis berita dari masing-masing media online dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah analisis semiotika sosial dengan menggunakan model M.A.K Halliday. Halliday telah membangun suatu kerangka kerja yang memungkinan
METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam buku Lexy J. Moleong berjudul Metode Penelitian Kualitatif mendefinisikan metodologi penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh) (2007:11). Peneliti memperoleh data-data dari berita yang disebarkan berbagai 59
LUGAS Jurnal Komunikasi ISSN 2580-8338
Volume I, Nomor 01, Juni 2017
untuk interaksi antara teks dan situasi (konteks) yang didasarkan pada tiga konsep yaitu medan wacana (field of discourse), pelibat wacan (tenor of discourse), dan mode wacana (mode of discours) (Sudibyo, 2001:129). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana media massa online ini mengonstruksi realitas pada suatu peristiwa menjadi sebuah berita. Penelitian ini mengenai pemberitaan bangkitnya PKI di Indonesia. Data primer dalam penelitian ini diambil dari subjek penelitian yaitu
dokumentasi berita media online sebagai berikut: Republika.co.id, Liputan6.com, Merdeka.com. Data sekunder merupakan studi kepustakaan dengan mencari berbagai referensi yang terdiri dari buku-buku, jurnal ilmiah, dan artikel internet yang mendukung penelitian ini. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif dengan menggunakan metode semiotika sosial yang mengacu pada kerangka kerja semiotika sosial M.A.K Halliday.
ANALISIS/PEMBAHASAN Instrument Analisis Semiotika Sosial I Berita/Kasus : Kivlan Zen: Jangan Sampai PKI Bisa Balas Dendam Kembali Nama Media : Republika.co.id Hari, Tanggal : Senin, 23 Mei 2016, 13:50 WIB Aspek Semiotika Sosial 1. Medan Wacana
Bukti Dalam Teks …ada pihak-pihak yang mau membangkitkan komunis. Sebab, kondisi Indonesia saat ini tidak stabil.”(p1) “Pondok-pondok sekarang sudah lemas, komunis sudah menyusup ke mana-mana.” (p3)
Makna Kata-kata “ada pihak-pihak..” tidak jelas mengacu pada pihak mana. Kesannya menunjukkan banyak atau lebih dari satu pihak yang mau membangkitkan komunis. Alasan kondisi Indonesia tidak stabil digunakan sebagai satusatunya alasan untuk menguatkan bangkitnya komunis. Pondok-pondok yang lemas menunjukkan ketidakpastian. Pondok apa yang dimaksud, dimana, dan apa nama pondoknya tidak jelas. Kata “sudah lemas” tidak jelas
60
Ade Tuti Turistiati, Pemberitaan Bangkitnya PKI Dalam Media Massa….
Aspek Semiotika Sosial
Bukti Dalam Teks
2. Pelibat 1. Mantan Kepala Staf Konstrad Wacana dan Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Kutipannya Zen Indonesia mau maju, komunis mau menikam lagi. Sifat mereka memang seperti itu,” katanya. (p.2)
3. Moda Wacana
Makna maksudnya apa, indikasi lemas juga tidak dijelaskan. Kivlan menjadi satu-satunya nara sumber yang menjadi referensi bahwa PKI akan bangkit dan melakukan balas dendam. Wartawan banyak mengutip pernyataan Kivlan yang samar, ambigu, dan multitafsir. Alasan-alasan yang dia kemukakan samar dan seperti omong kosong belaka. Pewarta tidak melakukan verifikasi sama sekali dengan nara sumber lainnya, baik nara sumber yang mendukung atau tidak mendukung pernyataannya. Gambar dalam pemberitaan ini provokatif seolah-olah kondisi penangkapan PKI pada masa lalu akan membangkitkan balas dendam sekarang.
…”PKI di Indonesia sebenarnya masih ingin balas dendam. Apalagi mereka melihat Cina yang berideologi komunis semakin maju. "Cina memang punya ideologi komunis. Namun, ekonominya kapitalisme, sedangkan politiknya diktator sentralistik…(p.4) Ia berharap agar umat Islam, baik dari NU, Muhammadiyah, dan 61
Cina yang komunis dihubunghubungkan dengan kebangkitan PKI di Indonesia padahal komunis dengan PKI itu tidak sama. PKI pasti komunis tapi tidak semua komunis adalah PKI.
LUGAS Jurnal Komunikasi ISSN 2580-8338
Aspek Semiotika Sosial
4. Interpretasi dan Implikasi
Volume I, Nomor 01, Juni 2017
Bukti Dalam Teks gereja bersatu bergabung menjadi satu menghadapi PKI. Apalagi, saat ini pekerja yang berasal dari tentara Cina ada di mana-mana. Pekerja dari Cina sudah banyak bekerja di pabrik-pabrik di Indonesia. (p.5)
Makna
Pemberitaan seperti ini dapat menggiring opini pembaca bahwa PKI benar-benar akan atau sudah bangkit. Hal ini akan menimbulkan perasaan ketakutan pada masyarakat dan saling mencurigai yang berujung pada perpecahan.
Menghubung-hubungkan Cina dengan kebangkitan PKI akan menimbulkan persepsi negatif dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya, dan keamanan dengan orang Cina yang ada di Indonesia.
Instrument Analisis Semiotika Sosial II Berita/Kasus Nama Media Hari, Tanggal Aspek Semiotika Sosial 1. Medan Wacana
: PKI Menggeliat Lagi? : Liputan6.com : 3 Juni 2016, 00:16 WIB
Bukti Dalam Teks PKI akan bangkit. Peringatan ini diserukan oleh Mayjen TNI Purn Kivlan Zein agar masyarakat waspada. Pernyataan Kivlan ini bukan tanpa dasar, dia mengaku memiliki data yang dapat meyakinkan masyarakat jika partai berlambang palu arit itu mulai menggeliat. (p.1) "Ingat, kantor PKI yang ada di samping Hotel Acacia, Jalan Matraman sudah mulai direnovasi seolah-olah dikatakan itu kantor 62
Makna Pernyataan Kivlan bahwa dia mempunyai data tentang PKI akan bangkit merupakan gaya bahasa bahwa apa yang dia kemukakan punya dasar dan masyarakat seharusnya percaya. Namun, dalam artikel ini dia tidak sedikitpun mengemukakan data apa yang ia punyai. Masyarakat atau pembaca bisa jadi penasaran, merasa takut, atau apa yang dia katakana hanya omong kosong belaka karena tanpa adanya
Ade Tuti Turistiati, Pemberitaan Bangkitnya PKI Dalam Media Massa….
Aspek Semiotika Sosial
Bukti Dalam Teks milik PT. Itu mereka akan bangkit, di situlah PKI. Di depan itu indikasi kalau mereka sudah bangun," dia menerangkan. (p.5)
Makna bukti. Kivlan menyebut markas besar PKI seperti main tebak-tebakan dengan pembaca.
Melihat tanda-tanda tersebut, Kivlan pun meminta agar masyarakat siap berperang melawan PKI. Menurut dia, langkah preventif harus dilakukan sebelum PKI lebih kuat dan mengancam negara. (p.6) .. setelah reformasi materi pengkhianatan PKI telah dihapuskan dalam kurikulum pendidikan Indonesia. Kemudian, tidak ada lagi pemutaran film G30S/PKI di seluruh stasiun televisi. 2. Pelibat Wacana dan Kutipannya
1. Mantan Kepala Staf Kostrad Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen … markas pusat PKI tidak lagi berada di lokasi-lokasi senyap. Namun, mereka kini berkantor di tengah perkotaan, tepatnya di wilayah Jakarta Timur, tidak jauh dari kantor pusat Nahdlatul Ulama (NU). (p.4)
2. Habieb Rizieq, Ketua FPI “… setelah reformasi materi pengkhianatan PKI telah dihapuskan dalam kurikulum pendidikan Indonesia. Kemudian, 63
1. Pertanyaan wartawan tentang markas pusat PKI sengaja diajukan untuk memberi kesan bahwa jawaban tentang lokasi markas besar ini menunjukkan bahwa PKI benar-benar akan atau bahkan telah bangkit dan terorganisir dengan baik. Jawaban Kivlan sendiri tidak begitu jelas karena kantor di tengah perkotaan yang tidak jauh dari kantor pusat NU itu banyak dan tidak jauh itu ukurannya tidak jelas. 2. Habieb Rizieq sengaja
LUGAS Jurnal Komunikasi ISSN 2580-8338
Aspek Semiotika Sosial
Volume I, Nomor 01, Juni 2017
Bukti Dalam Teks tidak ada lagi pemutaran film G30S/PKI di seluruh stasiun televisi. (p.11)
3. Moda Wacana
…"Kita siap perang. Kalau PKI bangkit, kita pukul. Tidak akan lagi kita seperti tahun 1948 dan 1965. Tangkap mereka yang ngomong dan pakai logo PKI. Gerebek saja," kata dia. (p.7)
4. Interpretasi dan Implikasi
Makna dimintai pendapatnya oleh wartawan karena dia selalu vocal jika berbicara dan cenderung anti pemerintah. Namun demikian, Rizieq sebenarnya bukan orang yang berwenang berbicara tentang kurikulum. Pernyataannya bahwa materi pengkhianatan PKI telah dihapuskan dalam kurikulum dan tidak diputarnya film G30S PKI dianggap sebagai kebangkitan PKI adalah mengada-ngada. Gambar kerumunan massa dengan tangan mengepal ke atas dan lambang palu arit dapat dimaknai sebagai pro PKI atau pengikut PKI. Ilustrasi itupun menunjukkan bahwa PKI akan atau bahkan telah bangkit. Pernyataan dalam paragraf 7 sangat provokatif dan memicu tindakan semena-mena masyarakat terhadap orang yang misalnya hanya memakai logo mirip PKI.
Berita Liputan6.com menunjukkan ciri media online yang hanya mengandalkan sensasi tanpa mempertimbangkan fakta yang didukung data. Ilustrasi tentang apa yang terjadi masa lalu dapat menggiring masyarakat atau pembaca bahwa kejadian kebangkitan PKI sudah terjadi.
Instrument Analisis Semiotika Sosial III 64
Ade Tuti Turistiati, Pemberitaan Bangkitnya PKI Dalam Media Massa….
Berita/Kasus Nama Media Hari, Tanggal
Aspek Semiotika Sosial 1. Medan Wacana
: 'Ayo Jokowi selamatkan NKRI dari rongrongan PKI' : Merdeka.com : Jumat, 3 Juni 2016 14:58 WIB
Bukti Dalam Teks Ribuan massa dari organisasi Islam dan organisasi kebangsaan melakukan unjuk rasa di depan Istana Negara. Mereka menolak Partai Komunis Indonesia (PKI) tumbuh subur di Indonesia. (p.1)
2. Pelibat 1. Sulaiman Nakil, anggota Wacana dan Pergerakan Pemuda Islam. Kutipannya “ Ayo… ayo Jokowi selamatkan NKRI dari rongrongan PKI”
3. Moda Wacana
Penulisan “ribuan masa” seolah ingin memberikan kesan pada pembaca bahwa jumlah pengunjuk rasa demikian banyak dan mereka pastinya yakin PKI tumbuh subur di Indonesia. Wartawan tidak menjelaskan Pergerakan Pemuda Islam itu dari mana dan sebesar apa organisasinya. Namun, teriakan yang dikutipnya menimbulkan kesan bahwa NKRI dalam keadaan bahaya karena adanya rongrongan dari PKI. Ilustrasi yang ditampilkan dalam berita tersebut nampak tidak sesuai dengan pengunjuk rasa yang ditulis berjumlah ribuan.
Ribuan massa dari organisasi Islam dan organisasi kebangsaan melakukan unjuk rasa di depan Istana Negara. Mereka menolak Partai Komunis Indonesia (PKI) tumbuh subur di Indonesia. (p.1) 4. Interpretasi
Makna Pernyataan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) tumbuh subur dapat dimaknai sebagai bangkitnya PKI.
Wartawan seolah menyembunyikan jumlah kerumunan masa tersebut dan berusaha mengekskalasi jumlahnya.
Berita Merdeka.com menunjukkan ciri media online yang hanya 65
LUGAS Jurnal Komunikasi ISSN 2580-8338
Aspek Semiotika Sosial dan Implikasi
Volume I, Nomor 01, Juni 2017
Bukti Dalam Teks Makna mengandalkan sensasi dan kecepatan tanpa mempertimbangkan keakurataan data. menggunakan kata “kebangkitan” PKI dan gambar yang disajikan tidak sesuai dengan kejadian. 2. Liputan6.com melakukan konstruksi berita dengan pilihan kata yang ambigu, belum jelas, dan multitafsir. 3. Merdeka.com melakukan konstruksi berita yang data-datanya diduga keras tidak akurat dan cenderung membesar-besarkan fakta yang sebenarnya. Secara keseluruhan kesimpulan yang ada yaitu, media online di Indonesia kurang cermat, lemah dalam hal verifikasi, dan subjektif dalam menyampaikan informasi mengenai isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI), mengejar sensasi, dan mengabaikan prinsip kehati-hatiaan yang menjadi tujuan utama jurnalisme.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat dipahami bahwa setiap media memiliki konstruksi yang berbeda dalam setiap memberitakan suatu peristiwa. Hal tersebut karena setiap media memiliki tujuan yang berbeda, tergantung dari visi dan misi media tersebut dan maksud yang ingin disampaikan kepada masyarakat melalui pemberitaan itu. Kaum konstruksionis berkeyakinan bahwa berita tidaklah mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas. Hal ini disebabkan karena dalam prosesnya berita yang terbentuk merupakan konstruksi dari realitas. Dengan menggunakan analisis semiotika sosial model M.A.K Halliday dan Hasan yang memiliki tiga elemen yaitu medan wacana, pelibat wacana, dan moda wacana untuk menganalisis berita diperoleh hasil bahwa wacana dominan yang muncul dari berita-berita tersebut adalah kebangkitan PKI di Indonesia. Menurut peneliti ketiga media sudah melakukan konstruksi secara subjektif dan provokatif.
DAFTAR PUSTAKA Eriyanto. 2002. Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LKiS. Halliday. M.A.K. dan Ruqaiya Hasan. 1994. Bahasa, Konteks, dan Teks, Aspek-Aspek bahasan dalam Pandangan Semiotik Sosial. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.
KESIMPULAN Berdasarkan analisis dari teks berita yang tentang isu kebangkitan PKI yang dipublikasikan di situs berita Republika.co.id, Liputan6.com, dan Merdeka.com peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Republika.co.id melakukan konstruksi berita dengan
Hamad, Ibnu, 2007. Analisis Wacana (Discourse Analysis) Sebuah Pengenalan Awal Jakarta, Diktat Perkuliahamn Metode Penelitian 66
Ade Tuti Turistiati, Pemberitaan Bangkitnya PKI Dalam Media Massa….
Komunikasi Kulaitatif, PPS UI Jakarta, hlm.15.
Moleong, J. Lexy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dan Media Massa. Jakarta: Granit.
Sobur, Alex. 2009. Analisis Teks Media “Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
McQuail, Denis. 2000. McQuail’s Mass Communication Theory, 4th Edition, London: Sage Publication,
Sudibyo, Agus. 2001. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta: LKiS
67