KAJIAN TATA KELOLA BANTUAN SOSIAL KEMENTERIAN/LEMBAGA
DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN KEMENTERIAN KEUANGAN 2015
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam UU Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dijelaskan bahwa Pancasila
dan
Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945
mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan sosial serta melindungi masyarakat dari risiko-risiko sosial yang mungkin timbul. Untuk melaksanakan hal tersebut, negara menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan spesifik. Khusus untuk penjaminan kesejahteraan dan perlindungan terhadap risiko sosial, pemerintah memilikisatu pos yang dinamakan bantuan sosial (bansos) di dalamAPBN. Dalam PMK Nomor 81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada K/L, bansos merupakan pengeluaran berupa transfer uang, barang, atau jasa yang diberikan oleh pemerintah pusat/daerah kepada masyarakat guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Risiko sosial yang dimaksud di sini adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial baik itu yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat sebagai dampak dari krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi yang wajar. Beberapa
K/L
menggunakan
jenis
belanja
Bansos,
meskipun
program/kegiatan/outputnya bukan untuk inividu/ kelompok masyarakat dengan kriteria memiliki masalah sosial seperti dibatasi dalam UU 11/2009 dan PMK 81/2012 karena mekanisme penyaluran belanja bansos memungkinkan adanya transfer uang. Berdasarkan laporan hasil reviu atas anggaran belanja bantuan sosial (bansos) TA 2014 pada 11 Kementerian/Lembaga (K/L) oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dapat diketahui antara lain bahwa dari alokasi bansos pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan TA 2014 sebesar Rp7.345,90 miliar terdapat alokasi yang tidak tepat sasaran sebesar Rp7.274,96 miliar dan sebesar Rp57,50 miliar merupakan alokasi anggaran yang tumpang tindih, sedangkan pada Kementerian Agama, dari alokasi bansos sebesar Rp1.487,19 miliar terdapat alokasi yang tidak tepat sasaran sebesar Rp973,11 miliar dan sebesar Rp1.487,18 miliar tidak transparan dan tidak akuntabel. Alokasi anggaran belanja bantuan sosial yang tidak tepat sasaran tersebut disebabkan karena kriteria 1
penerima manfaat tidak sesuai dengan ketentuan pada PMK 81/2012. Sedangkan alokasi anggaran belanja bantuan sosial yang tumpang tindih disebabkan adanya kesamaan substansi penerima manfaat baik antar unit Eselon I pada K/L maupun antar K/L. Selanjutnya, alokasi anggaran belanja bantuan sosial
yang tidak transparan dan tidak akuntabel disebabkan
rencana pelaksanaannya tidak didukung pedoman yang jelas, program, kegiatan, dan pedoman tidak dipublikasikan, dan atau daftar penerima dan jumlahnya tidak ditetapkan secara jelas dan diumumkan secara terbuka. Atas hasil temuan BPKP tersebut, khususnya terkait ketidaktepatan sasaran atas alokasi bansos, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama mengajukan surat kepada Kementerian Keuangan untuk mempertanyakan klasifikasi jenis belanja dan akun kegiatan-kegiatan yang saat ini masuk dalam belanja bantuan sosial, melalui Surat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 154124/MPK/KU/2014 tanggal 17 Oktober 2014 hal Penataan Akun Bansos dan Surat Sekjen Kementerian Agama Nomor: SJ/N.I/2.3.4/KU.00.1/5782/2014 tanggal 20 Oktober 2014 hal Jenis Belanja untuk Kegiatan Bantuan Kementerian Agama terkait dengan Tugas dan Fungsi kepada Mitra Kerja Kementerian Agama. Menanggapi kedua surat tersebut di atas, Menteri Keuangan melalui suratnya Nomor S-848/MK.05/2014 tanggal 16 Desember 2014 tentang Penataan Akun Bantuan Sosial dan surat Dirjen Perbendaharaan Nomor: S-8245/PB/2014 tanggal 28 November 2014 Hal Jenis Belanja untuk Kegiatan Bantuan Kementerian Agama terkait dengan Tugas dan Fungsi Kepada Mitra Kerja Kementerian Agama. Melalui surat tersebut, Menteri Keuangan menyampaikan hal-hal sebagai berikut, (i)Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama agar mengidentifikasi dan mengklasifikasi jenis belanja dan akun yang akan digunakan pada kegiatan yang ada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama sesuai peruntukannya dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.05/2013 tentang Bagan Akun Standar dan Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 224/PB/2013 tentang Kodefikasi Segmen Akun pada Bagan Akun Standar, (ii) Mengatur mekanisme pelaksanaan belanja bantuan yang ada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama, dan (iii) Menyampaikan daftar lampiran output yang menggunakan akun
bansos yang perlu diidentifikasi dan
diklasifikasi kembali dengan akun yang disarankan. Untuk meningkatkan efektivitas dan governance pelaksanaan belanja bansos dan sebagai tindaklanjut kedua surat tersebut, Menteri Keuangan menerbitkan PMK Nomor 168/PMK.05/2015 tanggal 3 September 2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran 2
Bantuan Pemerintah pada Kementerian negara/Lembaga. PMK tersebut mengatur Bantuan Pemerintah yang tidak termasuk dalam kriteria Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga sertapengalokasian, pencairan, penyaluran dan pertanggungjawaban Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersumber dari APBN. Bantuan Pemerintah adalah bantuan yang tidak memenuhi kriteria bantuan sosial yang diberikan oleh Pemerintah kepada perseorangan, kelompok masyarakat atau lembaga pemerintah/nonpemerintah. Pengalokasian belanja bantuan pemerintah adalah sebagai berikut:
Dengan keluarnya kedua surat tersebut di atas dan diterbitkannya PMK 168/2015 diharapkan pada RKA-K/L TA 2015 dan TA 2016, anggaran yang semula menggunakan akun bansos (akun 57) sudah disesuaikan menjadi akun belanja barang (52). Akan tetapi dalam pelaksanaannya, berdasarkan hasil reviu data RKA-K/L TA 2015 dan TA 2016 dari Business Intelegence - DJA masih terdapat anggaran belanja bansos untuk kegiatan tersebut. Pengalokasian anggaran bansos yang tidak sesuai ketentuan mengindikasikan adanya ketidaktaatan dalam pengelolaan (good governance) Keuangan Negara yang berpotensi penyalahgunaan anggaran dan pemborosan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas perlu dilakukan kajian terhadap pengelolaan bantuan sosial sesuai Surat Menteri Keuangan Nomor S-848/MK.05/2014 dan Surat Dirjen Perbendaharaan Nomor: S-8245/PB/2014 serta PMK Nomor 168/PMK.05/2015.
3
I.2 Rumusan Permasalahan 1. Berapa besar alokasi bantuan sosial TA 2015 pada Kementerian Negara/Lembaga yang tidak/telah sesuai dengan Surat Menteri Keuangan dan Dirjen Perbendaharaan serta PMK tersebut? 2. Berapa besar alokasi bantuan sosial TA 2016 pada Kementerian Negara/Lembaga yang tidak/telah sesuai dengan Surat Menteri Keuangan dan Dirjen Perbendaharaan serta PMK tersebut? I.3 Tujuan 1. Mengetahui alokasi bantuan sosial TA 2015 pada Kementerian Negara/Lembaga yang tidak/telah sesuai dengan Surat Menteri Keuangan dan Dirjen Perbendaharaan serta PMK tersebut. 2. Mengetahui alokasi bantuan sosial TA 2016 pada Kementerian Negara/Lembaga yang tidak/telah sesuai dengan Surat Menteri Keuangan dan Dirjen Perbendaharaan serta PMK tersebut.
I.4 Ruang Lingkup Kajian 1. Surat Menteri Keuangan Nomor S-848/MK.05/2014 tanggal 16 Desember 2014 tentang Penataan Akun Bantuan Sosial, Surat Dirjen Perbendaharaan Nomor S8245/PB/2014 tanggal 28 November 2014 hal Jenis Belanja untuk Kegiatan Bantuan Kementerian Agama terkait dengan Tugas dan Fungsi kepada Mitra Kerja Kementerian Agama, dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga, yang merupakan tindak lanjut dari kedua surat Kementerian Keuangan tersebut diatas. 2. Data Belanja Bansos TA 2015 dan TA 2016 dari Business Intelegence – DJA.
4
II. STUDI PUSTAKA
II.1 Dasar Hukum Bantuan Sosial Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, antara lain diatur bahwa belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Rincian belanja negara menurut jenis belanja antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Khusus belanja bantuan sosial, pada PP Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara mengatur bahwa penyediaan alokasinya sebagai upaya melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi, dan/atau kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya, mekanisme alokasi belanja bantuan sosial lebih lanjut diatur dalam PMK Nomor 81/PMK.05/2012 tentang Bantuan Sosial pada Kementerian/Lembaga. Dalam PMK tersebut, yang dimaksud dengan Bantuan Sosial adalah pengeluaran berupa transfer uang, barang atau jasa yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, meningkatkan ekonomi dan/atau kesejahteraan rakyat. Risiko Sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam, dan bencana alam yang jika tidak diberikan Belanja Bantuan Sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
II.2 Hasil Penelitian/Kajian Sebelumnya II.2.1 Kajian oleh KPK 1. Hasil kajian kebijakan bansos pada K/L tahun 2012 s.d 2013. Berdasarkan hasil kajian tersebut ditemukan tiga permasalahan Bansos, yaitu: a. Aspek Regulasi
5
i. Definisi/ruang lingkup bansos dalam Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintah (Bultek SAP) No. 10/2011*) lebih luas dari definisi bansos dalam Pasal 14 UU No. 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial, ii. Definisi dalam UU 11/2009, bansos hanya untuk program/kegiatan perlindungan sosial; sedangkan dalam Bultek 10/2011, bansos untuk program/kegiatan perlindungan sosial, rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan penanggulangan kemiskinan. b. Aspek Kelembagaan Pemberian bansos oleh kementerian teknis tidak sesuai dengan aturan dalam Pasal 1 angka 15 dan Pasal 24 UU No.11/2009 c. Masalah pada kedua aspek tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh Penyelenggara Negara. 2. Hasil kajian KPK atas belanja Bansos berdasarkan UU Nomor 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial merekomendasikan: a) Perlu perbaikan kebijakan Bansos karena sesuai UU Nomor 11/2009 bansos hanya merupakan bagian dari perlindungan sosial, praktek saat ini cakupan bansos tidak hanya untuk perlindungan sosial sehingga berpotensi penyalahgunaan kewenangan b) Belanja bansos perlu dipusatkan di Kementerian Sosial dan Pemerintah mendesain ulang serta menetapkan grand design penyelenggaraan bantuan sosial dan menyusun basis data terpadu belanja bantuan sosial.
II.2.2 Kajian oleh BPKP 2 2.3 Reviu BPKP atas Belanja Bansos 2014 di 11 K/L, dari nilai bansos Rp18,6 T menemukan: (a) 45,2persen tidak tepat sasaran di 9 K/L, 54,8persen tepat sasaran; (b) 0,3persen tumpang tindih (1 K/L), 99,7persen tidak tumpang tindih; (c) 8,6persen tidak transparan-tidak akuntabel (4 K/L), 91,4persen transparan & akuntabel; (d) Alokasi bansos 2015 pada 12 K/L dipandang perlu
6
dilakukan kajian untuk mengetahui efektivitas, efisiensi, dan governance yang hasilnya akan dilaporkan kepada Menteri Keuangan.
II.2.3 Kajian Bansos Oleh Tim Kerja Bantuan Sosial Kementerian Keuangan Kesimpulan hasil kajian Tim Kerja Bantuan Sosial Kemenkeu yang di lead oleh DJPB (disampaikan ke Menteri Keuangan 14 Januari 2015): 1.
Terdapat perbedaan pandangan terkait belanja bantuan sosial antara hasil kajian tim kerja bansos dan hasil kajian KPK, yaitu: a. Hasil Kajian Tim Kerja Bansos: belanja bantuan sosial sesuai UU 17/2003 lebih luas penggunaannya karena diperuntukkan bagi rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial, penanggulangan kemiskinan, dan penanggulangan bencana. b. Hasil kajian KPK: bantuan sosial sesuai UU Nomor 11/2009 hanya diperuntukkan bagi perlindungan sosial.
2.
Rekomendasi KPK agar belanja bantuan sosial hanya dilaksanakan oleh Kemensos berdasarkan UU 11/2009 tidak sejalan dengan UU sektoral pada K/L masing-masing yang mengamanatkan membantu masyarakat miskin dan tidak mampu.
3.
Perlu perbaikan atas alokasi belanja bantuan sosial pada K/L dalam menempatkan program/ kegiatan pada jenis belanja yang tepat.
4.
Perlu penyempurnaan PMK 81/2012 tentang belanja bantuan sosial pada K/L berupa penegasan atas definisi belanja bantuan sosial dan pengaturan pada pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja bantuan sosial.
II.3 Surat Kementerian Keuangan dan Aturan Lain terkait Bantuan Sosial 1. Surat Menteri Keuangan Nomor S-848/MK.05/2015 tanggal 16 Desember 2014 Hal Penataan Akun Bantuan Sosial meliputi penataan bansos pada seluruh Unit Eselon I, antara lain bantuan biaya sarana pendidikan, organisasi kesenian, museum daerah, perpustakaan daerah, sastra dan bahasa, pemuda dan olah raga, masyarakat bidang pendidikan,
bantuan
pembangunan
pusat
pendidikan
keberbakatan,
bantuan
pendampingan PT/Lembaga, bantuan rehabilitasi ruang kegiatan belajar, bantuan 7
pembangunan unit sekolah baru, ruang laboratorium, ruang perpustakaan, dan pembangunan asrama siswa. 2. Surat Dirjen Perbendaharaan Nomor S-8245/PB/2014 tanggal 28 November 2014 Hal Jenis Belanja untuk Kegiatan Bantuan Kementerian Agama terkait dengan Tugas dan Fungsi kepada Mitra Kerja Kementerian Agama, meliputi penataan bansos dalam 4 (empat) kelompok yaitu Beasiswa/Beasisma Mahasiswa Miskin (BSM), Tunjangan, Operasional Lembaga/Administrasi, dan Pengadaan Fisik pada seluruh Unit Eselon I. 3. Untuk melaksanakan penyaluran Bantuan Pemerintah pada K/L yang tertib, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel maka Kementerian Keuangan mengatur ketentuan pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah yang tidak termasuk dalam kriteria bansos dalam PMK Nomor 168/PMK.05/2015. Yang dimaksud dengan Bantuan Pemerintah adalah bantuan yang tidak memenuhi kriteria bansos yang diberikan oleh Pemerintah kepada perseorangan, kelompok masyarakat atau lembaga pemerintah/nonpemerintah. Anggaran Bantuan Pemerintah sebagaimana dimaksud meliputi: a.
Pemberian penghargaan;
b.
Beasiswa;
c.
Tunjangan profesi guru dan tunjangan lainnya;
d.
Bantuan operasional;
e.
Bantuan sarana/prasarana;
f.
Bantuan rehabilitasi/pembangunan gedung/bangunan; dan
g.
Bantuan lainnya yang memiliki karakteristik Bantuan Pemerintah yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran (PA). Berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu, dasar hukum, teori/konsep, beberapa
kajian terkait bantuan sosial, maka K/L dalam menyusun alokasi bantuan sosial perlu memperhatikan tujuan penggunaan bantuan sosial, pemberi bantuan sosial, penerima bantuan sosial, dan bentuk bantuan sosial yang akan disalurkan. Di samping itu, pengelolaan Bantuan Sosial perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam rangka mendukung terwujudnya good governance.
8
III. METODOLOGI PENELITIAN
III.1
Variabel Penelitian Objek pada penelitian ini adalah Belanja Bantuan Sosial (Bansos) pada K/L TA 2015 dan TA 2016.
III.2
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data Belanja Bantuan Sosial pada K/L. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data Business Intelligence yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Anggaran.
III.3
Metode Pengumpulan Data Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka dan observasi. Studi pustaka merupakan teknik untuk mendapatkan informasi melalui catatan, literatur, dokumentasi dan lain-lain yang masih relevan dengan penelitian ini.
III.4
Metode Analisis Metode analisis data adalah suatu metode yang digunakan untuk memperoleh hasil penelitian guna memperoleh suatu kesimpulan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui analisis data secara deskriptif dan interpretatif. Data sekunder akan dianalisis secara kualitatif untuk kemudian diinterpretasikan.
9
IV. PEMBAHASAN
IV.1 Belanja Bantuan Sosial dalam APBN Indonesia sebagai negara berkembang dan memiliki jumlah penduduk yang besar tentu tidak dapat terhindar dari permasalahan sosial seperti kemiskinan. Berdasarkan data BPS pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin sebanyak 28,59 Juta Jiwa atau 11,22persen penduduk Indonesia secara keseluruhan, jumlah penduduk miskin tersebut meningkat apabila dibandingkan data pada tahun 2014 sebanyak 27,73 Juta Jiwa atau 10,96persen penduduk Indonesia secara keseluruhan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu langkah yang ditempuh Pemerintah adalah dengan mengalokasikan belanja bansos dalam APBN secara continue dari tahun ke tahun sebagaimana digambarkan dalam Grafik 1. Tujuan alokasi belanja bansos sebagaimana dalam PMK 81/2012 antara lain digunakan untuk rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial, penanggulangan kemiskinan, dan penanggulangan bencana. Grafik 1 Alokasi Belanja Bantuan Sosial Dalam APBN TA 2011 – 2015
10
Pengalokasian bansos dalam APBN cenderung meningkat dari tahun ke tahun, dari tahun 2011 s.d 2015 rata-rata pengalokasian belanja bansos sebesar Rp89.988,2 miliar atau 14,3persen dari rata-rata pagu 2011 s.d 2015 sebesar Rp630.405,6 miliar. Terdapat peningkatan yang cukup signifikan terhadap alokasi belanja bansos TA 2013 sebesar Rp21,52persen menjadi Rp95.925,6 miliar apabila dibandingkan dengan alokasi belanja bansos TA 2012 sebesar Rp78.937,7 miliar. Akan tetapi pada TA 2015, dimana saat terdapat kenaikan cukup signifikan terhadap pagu harian K/L sebesar 30,37persen dari TA 2014 sebesar Rp640.345,7 miliar menjadi 834.825,1 miliar di TA 2015, alokasi belanja bansos cenderung sama atau bahkan turun sebesar 0,01persen dari TA 2014 sebesar Rp100.713,6 miliar menjadi Rp100.699,1 miliar. Hal ini disebabkan karena Menteri Keuangan telah melakukan penataan akun belanja bansos agar lebih tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab melalui Surat Menteri Keuangan Nomor S848/MK.05/2014 tanggal 16 Desember 2014 dan Surat Dirjen Perbendaharaan Nomor S8245/PB/2014 tanggal 28 November 2014 serta PMK Nomor 168/PMK.05/2015 tanggal 7 September 2015 sebagai tindaklanjut kajian KPK, BPKP, dan Tim Kerja Bansos Kementerian Keuangan. IV.2 Alokasi Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga TA 2015 Belanja bansos pada TA 2015 dialokasikan pada 11 K/L dengan total pagu sebesar Rp100.699,11 miliar atau 12,06persen dari total APBN TA 2015. Sebagaimana dijelaskan pada tabel 1 di bawah ini, alokasi belanja bansos terbesar terdapat pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan total pagu sebesar Rp38.156,9 miliar atau naik 14,4persen dari belanja bansos TA 2014 sebesar Rp33.354,8 miliar. Disamping 11
Kemendikbud, masih terdapat K/L lainnya yang alokasi belanja bansosnya meningkat antara lain Kementerian Sosial (Kemensos) sebesar 58,6persen dari Rp11.092,6 miliar di TA 2014 menjadi Rp17.588,1 miliar di TA 2015, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU Pera) sebesar 40,6persen dari Rp3.663,0 miliar di TA 2014 menjadi Rp5.149,0 miliar di TA 2015, Kementerian Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah (Kemen KUKM) sebesar 21,3persen dari Rp260,7 miliar di TA 2014 menjadi Rp316,1 miliar di TA 2015, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebesar 53,5persen dari Rp1.262,7 miliar di TA 2014 menjadi Rp1.938,4 di TA 2015, dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) sebesar Rp11,5persen dari Rp11,5 miliar di TA 2014 menjadi Rp12,2 miliar di TA 2015. Disamping itu. Terdapat kenaikan cukup signifikan belanja bansos TA 2015 pada Kementerian Pertanian (Kementan) yaitu sebesar 197,2persen dari TA 2014 sebesar Rp4.371,4 miliar menjadi Rp12.990,3 miliar. Dengan dilaksanakannya PMK 168/2015, Bantuan Pemerintah yang tidak memiliki kriteria bansos disalurkan dengan menggunakan akun belanja barang, sehingga pada TA 2015 terdapat beberapa K/L yang tidak lagi mengalokasikan belanja bansos di TA 2015 antara lain Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH dan Hut), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Pariwisata (Kemenpar), serta Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Disamping itu, terdapat beberapa K/L yang alokasinya belanja bansosnya turun dari tahun sebelumnya, antara lain: Kementerian Kesehatan (Kemenkes)turun sebesar 12,6persen dari Rp23.301,5persen di TA 2014 menjadi Rp20.360,1 miliar, Kementerian Agama (Kemenag)turun sebesar 83,7persen dari Rp12.488,7 miliar di TA 2014 menjadi Rp2.036,4 miliar di TA 2015, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi (KPDT dan Trans) turun sebesar 12,7persen dari Rp736,8 miliar menjadi Rp643,1 miliar. Tabel 1 Belanja Bansos per Kementerian Negara/Lembaga TA 2013 – 2015
12
2013
NO.
KL-SINGKAT
2014
2015
Alokasi Bansos
Naik/Turun dari Tahun Sebelumnya
Alokasi Bansos
Naik/Turun dari Tahun Sebelumnya
Belanja Bansos Pagu Harian
(Miliar Rp)
(%)
(Miliar Rp)
(%)
(Miliar Rp)
Naik/Turun dari Tahun Sebelumnya (%)
1
010 KEMENDAGRI
8.506,5
(4,8)
8.403,7
(1,2)
-
(100,0)
2
018 KEMENTAN
5.756,6
(40,1)
4.371,4
(24,1)
12.990,3
197,2
3
023 KEMENDIKBUD
32.589,6
0,2
33.354,8
2,3
38.156,9
14,4
4
024 KEMENKES
8.109,8
12,8
23.301,5
187,3
20.360,1
(12,6)
5
025 KEMENAG
12.762,0
49,6
12.488,7
(2,1)
2.036,4
(83,7)
7
026 KEMENAKERTRANS
68,9
911,9
-
(100,0)
6
027 KEMENSOS
13.447,1
387,6
11.092,6
(17,5)
17.588,1
58,6
7
029 KEMENHUT
200,1
100,1
34,4
(82,8)
8
032 KEMEN. KP
731,9
(6,7)
363,4
(50,3)
9
033 KEMEN. PU
7.709,6
81,2
3.663,0
(52,5)
10
040 KEMENBUDPAR
105,5
24,1
27,5
(74,0)
11
042 MENRISTEK
12
044 MENNEG KUKM
-
-
(100,0) (100,0) 5.149,0
40,6 (100,0)
-
-
-
1.520,0
-
445,7
160,5
260,7
(41,5)
316,1
21,3
13
067 MENNEG PDT
1.091,4
35,2
736,8
(32,5)
643,1
(12,7)
14
091 MENNEG PERA
2.031,2
(10,2)
1.350,9
(33,5)
-
(100,0)
15
092 MENNEG PORA
16
103 BNPB
17
105 BPLS JUMLAH
580,0
45,8
1,2
(99,8)
1.777,3
295,0
1.262,7
(29,0)
11,5
(81,4)
0,5
(95,4)
95.925,6
21,5
100.713,6
5,0
(100,0) 1.938,4 0,6 100.699,1
53,5 12,2 (0,0)
Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa beberapa K/L yang sebelumnya mengalokasikan belanja bansos meskipun tidak sesuai dengan PMK 81/2012, di TA 2015 sudah tidak mengalokasikan lagi dan dialihkan ke Belanja Barang atau Belanja Pegawai sebagaimana diatur dalam Surat Menteri Keuangan, Surat Dirjen Perbendaharaan, dan PMK 168/2015. World Bank mendefinisikan good governanceyaitu bagaimana pemerintah mengelola sektor publik secara efisien, efektif, akuntabel, transparan dan sesuai peraturan perundangundangan untuk melaksanakan pembangunan. Sebagaimana pengertian good governance tersebut, untuk mengukur tingkat good governance belanja bansos yang telah dialokasikan di TA 2015 dan TA 2016 pada K/L, maka perlu dilakukan identifikasi lebih mendalam per masing-masing Program/Kegiatan/Output pada K/L terhadap alokasi belanja bansos berdasarkan klasifikasinya. Tabel 2 Identifikasi Belanja Bansos Pagu Harian per Kementerian Negara/Lembaga TA 2015
13
NO.
K/L
PAGU BANSOS 2015
REALISASI BANSOS 2015
Pelaksanaan PMK 168/2015 PAGU BANSOS Sesuai (Miliar Rp)
1
018 KEMENTAN
12.990,30
11.869,53
0,00
REALISASI BANSOS
Tidak Sesuai (%)
-
Sesuai
(Miliar Rp)
(%)
12.990,30
100,00
(Miliar Rp)
0,00
Tidak Sesuai (%)
(Miliar Rp)
(%)
-
11869,53
100,00 74,15
2
023 KEMENDIKBUD
38.156,90
37.882,66
9813,76
25,72
28343,15
74,28
9791,23
25,85
28091,43
3
024 KEMENKES
20.360,08
19.884,36
20355,08
99,98
5,00
0,02
19884,36
100,00
0,00
-
4
025 KEMENAG
2.036,44
1.599,33
1938,43
95,19
98,01
4,81
1515,86
94,78
83,47
5,22
100,00
-
16878,03
100,00
5
027 KEMENSOS
17.588,12
16.878,03
17588,12
6
033 KEMEN. PU
5.149,03
4.853,57
0,00
7
042 MENRISTEK
1.519,99
1.485,53
1513,19
8
044 MENNEG KUKM
316,12
266,73
0,00
-
0,00 5149,03
99,55
100,00
0,00
6,80
0,45
1479,76
-
316,12
100,00
0,00
-
643,11
100,00
99,61
0,00 4853,57 5,77
0,39
266,73
100,00
-
598,63
100,00
9
067 MENNEG PDT
643,11
598,63
0,00
103 BNPB
1.938,41
1.213,31
1938,41
100,00
0,00
-
1213,31
100,00
0,00
11
105 BPLS
0,60
0,05
0,60
100,00
0,00
-
0,05
100,00
0,00
100.699,10
96.531,73
53.147,58
52,78
47.551,52
47,22
50.762,61
100,00
-
10
JUMLAH
0,00
-
52,59
45.769,12
47,41
Berdasarkan identifikasi sebagaimana tabel 2 di atas, di TA 2015 masih terdapat K/L yang belum sepenuhnya menerapkan PMK 168/2015. Dari total pagu belanja bansos sebesar Rp100.699,10 miliar, hanya 52,78persen atau Rp53.147,58 miliar yang telah sesuai dengan PMK 168/2015 dan sisanya sebesar Rp47.551,52 miliar atau 47,22persendari total pagu belanja bansos yang tidak sesuai PMK 168/2015. Kemensos, BNPB, dan BPLS 100persen alokasi bansosnya sudah sesuai dengan ketentuan, hal ini sesuai dengan tugas pokok dan fungsi K/L tersebut yaitu mengenai rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial, penanggulangan kemisikinan, dan penanggulangan bencana. Sedangkan pada Kementan, Kemen PU Pera, Kemen KUKM, sertaKPDT dan Transmigrasi 100persen alokasi bansos tidak sesuai kriteria sebagaimana diatur dalam PMK 81/2015 dan seharusnya sesuai dengan ketentuanbelanja bansos tersebut sudah dialokasikan sebagai kelompok Akun Belanja Barang Lainnya untuk Diserahkan Kepada Masyarakat /Pemda. Pada Kemendikbud hanya Rp9.813,76 miliar atau 25,72persen dari total pagu belanja bansos yang sesuai dengan PMK 168/2015. SebesarRp28.343,15 miliar atau 74,28persen tidak sesuai dengan PMK 168/2015. Masih besarnya alokasi belanja bansos yang tidak sesuai dengan ketentuan karena pada Kemendikbud alokasi belanja untuk Beasiswa, Ruang Kelas Baru, Rehab Ruang Baru, Tunjangan Profesi dan Fungsional, Kurikulum, dan Unit Sekolah Dasar masih dialokasikan menggunakan belanja bansos dan sebagian besar sudah terealisasi pada saat PMK Bantuan Pemerintah ditetapkan di bulan September 2015. Pada Kemenag, alokasi belanja bansos sebesar Rp2.036,4 miliar, pagu belanja bansos ini lebih rendah 83,7persen dari pagu belanja bansos TA 2014 sebesar Rp12.488,7 miliar. Hal ini sebagai dampak pelaksanaan Surat Dirjen Perbendaharaan Nomor S-8245/PB/2014 tanggal 28 November 2014 hal Jenis Belanja untuk Kegiatan Bantuan Kementerian Agama terkait dengan Tugas dan Fungsi kepada Mitra Kerja Kementerian Agama. Sebagai tindaklanjut dari surat tersebut, berdasarkan PMK 168/2015 masih terdapat kegiatan bansos 14
yang tidak sesuai PMK 168/2015 sebesar Rp83,47 miliar atau 5,22persen, karena masih ada Tunjangan Profesi Guru Non-PNS dan beasiswa di TA 2015 yang belum dialihkan ke Akun Belanja Barang (52). IV.3 Alokasi Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga TA 2016 Pada TA 2016, alokasi belanja bansos Pagu Himpunan sebesar Rp74.635,2 miliar, lebih rendah 25,9persen atau Rp26.063,9 miliar apabila dibandingkan dengan alokasi belanja bansos Pagu Harian TA 2015 sebesar Rp100.699,1 miliar. Dalam proses penganggaran berikutnya, alokasi belanja bansos Pagu Keppres TA 2016 kembali turun sebesar 32,4persen atau Rp24.198,4 miliar menjadi Rp50.436,8 miliar sebagaimana dijelaskan pada tabel 3 di bawah. Disamping penurunan alokasi belanja bansos Pagu Himpunan TA 2016 jika dibandingkan dengan belanja bansos Pagu Harian TA 2015, terdapat kenaikan alokasi bansos pada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tingggi (Kemenristek Dikti) sebesar 102,9persen atau Rp1.564,2 miliar dari TA 2015 sebesar Rp1.520,0 miliar menjadi sebesar Rp3.084,1 miliar. Kenaikan alokasi tersebut dikarenakan terdapat kenaikan target capaian output kegiatan Peningkatan Layanan Kemahasiswaan dan Penyiapan Karir dari tahun 2015 sebanyak 224.605 Mahasiswa menjadi 380.280 Mahasiswa di tahun 2016. Selain itu, Kemenkes juga meningkat alokasi belanja bansosnya sebesar 25,3persen atau sebesar Rp5.142,3 miliar dari Rp20.360,1 miliar di TA 2015 menjadi Rp25.502,4 miliar di TA 2016. Peningkatan alokasi belanja bansos pada Kemenkes tersebut dikarenakan terdapat peningkatan jumlah coverage Program KIS yang dialokasikan untuk premi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari 88,2 Juta Jiwa pada tahun 2015 menjadi 92,4 Juta Jiwa di tahun 2016, disamping itu terdapat peningkatan premi PBI dari Rp19.225,- di tahun 2015 menjadi sebesar Rp23.000,- di tahun 2016.
15
Tabel 3 Belanja Bansos per Kementerian Negara/Lembaga TA 2015 – 2016 2015
NO.
KL-SINGKAT
2016
Belanja Bansos Pagu Harian
Naik/Turun dari Tahun Sebelumnya
Belanja Bansos Pagu Himpunan
(Miliar Rp)
(%)
(Miliar Rp)
Naik/Turun dari Tahun Sebelumnya
Belanja Bansos Pagu Keppres
(Miliar Rp)
(Miliar Rp)
Naik/Turun dari Pagu Himpunan
(%)
1
018 KEMENTAN
12.990,3
197,2
-
(100,0)
-
0
2
023 KEMENDIKBUD
38.156,9
14,4
31.310,1
(17,9)
10.274,7
(67,2)
3
024 KEMENKES
20.360,1
(12,6)
25.502,4
25,3
25.502,4
-
4
025 KEMENAG
2.036,4
(83,7)
1.901,2
(6,6)
1.255,4
(34,0)
5
027 KEMENSOS
17.588,1
58,6
11.814,3
(32,8)
10.337,6
(12,5)
6
033 KEMEN. PU
5.149,0
40,6
812,7
(84,2)
-
(100,0)
7
042 MENRISTEK
1.520,0
-
3.084,1
102,9
3.016,2
(2,2)
8
044 MENNEG KUKM
316,1
21,3
-
(100,0)
-
-
9
067 MENNEG PDT
643,1
(12,7)
159,9
(75,1)
-
(100,0)
10
103 BNPB
1.938,4
53,5
50,0
(97,4)
50,0
-
11
105 BPLS
0,6
12,2
0,5
(21,7)
0,5
-
JUMLAH
100.699,1
(0,0)
74.635,2
(25,9)
50.436,8
(32,4)
Berdasarkan hasil identifikasi RKA-K/L Pagu Himpunan TA 2016, belanja bansos yang sesuai dengan PMK 168/2015 sebesar 72,11persen atau Rp53.818,03 miliar, sedangkan yang tidak sesuai PMK 168/2015 sebesar 27,89persen atau Rp20.817,19 (Tabel 4). Berdasarkan tabel 4 di bawah ini, terdapat 4 K/L yang telah sesuai merencanakan dan mengalokasikan belanja bansos yaitu Kemenkes, Kemensos, BNPB, dan BPLS. Masih terdapat beberapa K/L yang tidak sesuai dengan PMK 168/2015 yaitu Kemendikbud sebesar Rp19.548,17 atau 62,43persen, Kemenag sebesar Rp283,31 miliar atau 14,90persen, dan Kemenristek Dikti sebesar Rp13,10 miliar atau 0,42persen. Alokasi belanja bansos tersebut masih belum sesuai diantaranya digunakan untuk kegiatan Beasiswa, Ruang Kelas Baru, Rehab Ruang Baru, Tunjangan Profesi dan Fungsional, Kurikulum, dan Unit Sekolah Dasar, BOS pada Kemenag, dan Layanan Pengembangan Organisasi Mahasiswa.
16
Tabel 4 Identifikasi Belanja Bansos Pagu Himpunan per Kementerian Negara/Lembaga TA 2016 NO.
K/L
PAGU HIMPUNAN 2016 (Miliar Rp)
PELAKSANAAN PMK 168/2015 SESUAI (Miliar Rp)
TIDAK SESUAI (%)
(Miliar Rp)
(%)
1
023 KEMENDIKBUD
31.310,13
11.761,96
37,57
19.548,17
2
024 KEMENKES
25.502,40
25.502,40
100,00
-
62,43 -
3
025 KEMENAG
1.901,22
1.617,91
85,10
283,31
14,90
4
027 KEMENSOS
11.814,25
11.814,25
100,00
-
-
5
033 KEMEN. PU
812,68
-
-
812,68
100,00
3.084,14
3.071,04
99,58
13,10
0,42
159,93
-
-
159,93
100,00
6
042 MENRISTEK
7
067 MENNEG PDT
8
103 BNPB
50,00
50,00
100,00
-
-
9
105 BPLS
0,47
0,47
100,00
-
-
74.635,22
53.818,03
72,11
20.817,19
27,89
JUMLAH
Pada kemen PU Pera sertaKPDT dan Transmigrasi 100persen alokasi belanja bansosnya tidak sesuai dan kemudian sebagai tindaklanjut alokasi tersebut sudah dialihkan menjadi belanja barang pada penyusunan Alokasi Anggaran (Pagu Keppres) sebagaimana dijelaskan pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5 Identifikasi Belanja Bansos Pagu Keppres per Kementerian Negara/Lembaga berdasarkan TA 2016 PELAKSANAAN PMK 168/2015 NO.
K/L
PAGU KEPPRES 2016 SESUAI (Miliar Rp)
(Miliar Rp)
TIDAK SESUAI (%)
(Miliar Rp)
(%)
1
023 KEMENDIKBUD
10.274,7
10.268,5
99,94
6,3
0,06
2
024 KEMENKES
25.502,4
25.502,4
100,00
-
-
3
025 KEMENAG
1.255,4
1.240,3
98,80
15,1
1,20
4
027 KEMENSOS
10.337,6
10.337,6
100,00
-
-
5
042 MENRISTEK
3.016,2
3.016,2
100,00
-
-
6
103 BNPB
50,0
50,0
100,00
-
-
7
105 BPLS
0,5
0,5
100,00
-
-
50.436,8
50.415,5
99,96
21,3
0,04
JUMLAH
Alokasi belanja bansos Pagu Keppres TA 2016 sebesar Rp50.436,8 miliar. Alokasi belanja bansos tersebut semakin governance, hal ini dapat dilihat dari persentase belanja bansos yang sesuai dengan pelaksanaan PMK 168/2015 semakin besar yaitu sebesar 99,96persen atau Rp50.415,5 miliar. Pelaksanaan alokasi belanja bansos yang tidak sesuai
17
sesuai dengan PMK 168/2015 sebesar Rp21,3 miliar atau 0,04persen dari alokasi belanja bansos Pagu Keppres TA 2016. Alokasi belanja bansos yang tidak sesuai dengan PMK 168/2015 tersebut terdapat pada dua Kementerian yaitu Kemendikbud sebesar Rp6,3 miliar atau 0,06persen dari alokasi belanja bansos Kemendikbud. Hal ini karena Kemendikbud masih mengalokasikan Penyediaan Layanan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan dan Penyediaan Layanan Pendidikan Keluarga menggunakan Akun Belanja Bansos. Pada Kemenag sebesar Rp15,1 miliar atau 1,20persen dari alokasi belanja bansos Kemenag masih tidak sesuai dengan PMK 168/2015 karena pada Kemenag masih mengalokasikan BOS pada MI/Ula dan MTs/Wustha, Sarana dan Prasarana Penunjang Pendidikan Madrasah, serta Mahasiswa Penerima Beasiswa dengan menggunakan Akun Belanja Bansos.
18
V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan 1.
Pengalokasian bansos dalam APBN cenderung meningkat dari tahun ke tahun, dari tahun 2011 s.d 2015 rata-rata pengalokasian belanja bansos sebesar Rp89.988,2 miliar atau 14,3persen dari rata-rata pagu 2011 s.d 2015 sebesar Rp630.405,6 miliar. Dengan ditetapkannya Surat Dirjen Perbendaharaan, Surat Menteri Keuangan, dan dikuatkan dengan PMK 168/2015 terjadi perbaikan dalam perencanaan dan pengalokasian bansos dimana alokasi bansos Pagu Himpunan TA 2016 turun menjadi sebesar Rp74.635,22 miliar dan kemudian alokasi belanja bansos Pagu Keppres TA 2016 menjadi sebesar Rp50.436,8 miliar.
2.
Berdasarkan hasil identifikasi belanja bansos Pagu Harian TA 2015, Dari total pagu belanja bansos sebesar Rp100.699,10 miliar, hanya 52,78persen atau Rp53.147,58 miliar yang telah sesuai dengan PMK 168/2015 dan sisanya sebesar Rp47.551,52 miliar atau 47,22persen dari total pagu belanja bansos yang tidak sesuai PMK 168/2015.
3.
Alokasi belanja bansos Pagu Harian TA 2015 yang sudah sesuai yaitu Kemensos, BNPB, dan BPLS. Sedangkan pada Kementan, Kemen PU Pera, Kemen KUKM, serta KPDT dan Trans alokasi belanja bansos tidak sesuai kriteria. Pada beberapa K/L hanya sebagian alokasi belanja bansos yang sesuai dengan kriteria PMK 168/2015 yaitu Kemendikbud sebesar Rp9.813,76 miliar (25,72persen), Kemenkes sebesar Rp20.355,08 miliar (99,98persen), Kemenag sebesar Rp1.938,43 miliar (95,19persen), dan Kemenristek Dikti sebesar Rp1.513,19 (99,55persen)
4.
Berdasarkan hasil identifikasi RKA-K/L Pagu Himpunan TA 2016, belanja bansos yang sesuai dengan PMK 168/2015 sebesar 72,11persen atau Rp53.818,03 miliar, sedangkan yang tidak sesuai PMK 168/2015 sebesar 27,89persen atau Rp20.817,19 miliar.K/L yang telah sesuai merencanakan dan mengalokasikan belanja bansos yaitu Kemenkes, Kemsos, BNPB, dan BPLS. Sedangkan pada Kemen PU Pera serta KPDT dan Transmigrasi 100persen alokasinya tidak sesuai.Masih terdapat beberapa K/L yang tidak sesuai dengan PMK 168/2015 yaitu Kemendikbud sebesar
19
Rp19.548,17 miliar (62,43persen), Kemenag sebesar Rp283,31 miliar (14,90persen), dan Kemenristek Dikti sebesar Rp13,10 miliar (0,42persen). 5.
Belanja bansos Pagu Keppres TA 2016 sebesar Rp50.436,8 miliar. Berdasarkan hasil identifikasi, belanja bansos yang telah sesuai dengan PMK 168/2015 yaitu sebesar 99,96persen atau Rp50.415,5 miliar sedangkan alokasi belanja bansos yang tidak sesuai sesuai dengan PMK 168/2015 sebesar Rp21,3 miliar atau 0,04persen terdapat pada Kemendikbud sebesar Rp6,3 miliar atau 0,06persen dari alokasi belanja bansos Kemendikbud dan pada Kemenag sebesar Rp15,1 miliar atau 1,20persen dari alokasi belanja bansos Kemenag.
V.2 Saran 1.
APBN tahun 2016 adalah anggaran yang menerapkan PMK 168/2015 untuk pertama kalinya. Langkah tersebut merupakan upaya pemerintah untuk melakukan percepatan pembangunan tanpa harus melanggarar aturan-aturan yang ada. Penerapan aturan tersebut
memang
perlu
kiranya
dicermati
dan
dimonitor
efektivitas
pelaksanaan/realisasi belanja yang telah dialihkan dari bansos. Salah satu hal yang dapat menjadi obyek monitoring dan evaluasi antara lain potensi hambatan pada mekanisme
pencairan dan pertanggungjawaban penggunaan bansos. Dengan
demikian, apabila terdapat kesulitan implementasi di lapangan dan dimungkinkan adanya regulasi baru, maka telah diperoleh informasi yang lebih real sebagai data untuk penyempurnaan kebijakan ke depannya. 2.
Dikarenakan keterbatasan waktu dan sumberdaya dalam penyusunan kajian ini, maka perlu dilakukan penelitian dan kajian lanjutan terkait pengalokasian dan pelaksanaan belanja bansos di lapangan serta bagaimana dampaknya apabila dihubungkan dengan tujuan penggunaan belanja bansos sebagaiamana diatur dalam PMK 81/2012.
20
DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN KEMENTERIAN KEUANGAN 2015