KETAHANANDANKEAMANANPANGAN
LAPORAN BASIL PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
VARIASI SOMAKLONAL PADA KALUS EMBRIOGENIK DAN SELEKSI IN VITRO UNTUK REGENERASI KLON PADI TOLERAN TERHADAP KEKERINGAN DAN SALINITAS
Dr. Ir. Efendi, M.Agric. Sc. NIDN: 0001016446 Dr. Ir. Elly Kesumawati, M.Agric. Sc. NIDN: 0011036603 Prof. Dr. Ir. Sabaruddin, M.Agr. NIDN: 0010066803
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sesnai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Strategis Nasional Nasional Nomor: 01l/SP2H1PLlDit.LitabmasIIlll2012, tanggal 7 Maret 2012
PROGRAMSTUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA NOVEMBER 2012
KET AHANAN DAN KEAMANAN
P ANGAN
LAPORAN BASIL PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
VARIASI SOMAKLONAL PADA KALUS EMBRIOGENIK DAN SELEKSI IN VITRO UNTUK REGENERASI KLON PADI TOLERAN TERHADAP KEKERINGAN DAN SALINITAS
Dr. Ir. Efendi, M.Agrie. Se. NIDN: 0001016446 Dr. Ir. Elly Kesumawati, M.Agrie. Se. NIDN: 0011036603 Prof. Dr. Ir. Sabaruddin, M.Agr. NIDN: 0010066803
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Strategis Nasional Nasional Nomor: 011/SP2HlPLlDit.Litabmas/Illl2012, tanggal7 Maret 2012
PROGRAMSTUDIAGROTEKNOLOGI FAKULTASPERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA NOVEMBER 2012
1
1. Judul Penelitian
2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c.NIP d. Jabatan Fungsional e. Jabatan Struktural f. Bidang Keahlian g. Fakultas/Jurusan h. Perguruan Tinggi i. Tim Peneliti
Variasi Somaklonal pada Kalus Embriogenik dan Seleksi In Vitro untuk Regenerasi Klon Padi Toleran terhadap Kekeringan dan Salinitas Dr. Ir. Efendi, M.Agric.Sc. Laki-Iaki 196412311989031032 : Lektor Kepala Pembina IV -a : Bioteknologi Pertanian : Pertanianl Agroteknologi : Universitas Syiah Kuala
No
Nama
1
Dr. Ir. Elly Kesumawati, M.Agric. Sc. Prof. Dr. Ir. Sabaruddin,
2
Bidang Keahlian Kultur Jaringan Tanaman Agronomi
Fakultas/Jurusan
Perguruan
Pertanian/ Agroteknologi
Universitas Syiah Kuala Universitas Syiah Kuala
Pertanian/ Agroteknologi
M.Agr.
4. Jangka Waktu Penelitian : 3 tahun (keseluruhan) Laporan ini adalah pelaksanaan tahun ke-I 5. Pendanaan dan Jangka Waktu Penelitia a. Jangka Waktu penelitian yang diusulkan b. Biaya total yang diusulkan (Tahun ke-I) c. Biaya yang disetujui tahun ke-1
: 3 tahun : Rp 99.845.000 : Rp 86.000.000 Banda Aceh, 23 November 2012 Ketua Peneliti,
Dr. Ir. Efendi, M.Agric.Sc NIP. 196412311989031032
RINGKASAN DAN SUMMARY
RINGKASAN Variasi somaklonal pada kalus embriogenik dan seleksi in vitro untuk regenerasi klon padi toleran terhadap kekeringan dan salinitas dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan secara cepat varietas padi unggul baru dan spesifik lokasi, seperti varietas toleran terhadap lahan bekas tsunami, lahan pasang surut, lahan kering atau sawab tadah hujan. Metode pemuliaan yang dipakai adalah mutasi variasi somaklonal dengan
2,4-D, yang dimanfaatkan untuk
meningkatkan keragaman dan stabilitas genetik melalui seleksi in vitro kalus embriogenik dengan polyethylene glycol (PEG) dan NaCl. Zat pengatur tumbuh 2,4-D dimanfaatkan untuk menginduksi variasi somaklonal pada kalus embriogenik.
PEG berfungsi untuk mengatur
tingkat osmositas media seleksi yang mencerminkan tingkat ketersediaan air atau kekeringan. NaCl berguna untuk menciptakan kondisi salinitas yang menunjukkan kondisi media yang tahan terhadap keracunan atau kadar garam tinggi. Percobaan dilakukan dalam lima tahap: pembentukan kalus embryonik, induksi variasi somaklonal, seleksi in vitro, regenerasi plantlet, dan uji multilokasi. Kalus embryogenik akan diinduksi dari varietas lokal yang mewakili wilayah Indonesia bagian barat. Seleksi in vitro untuk mendapatkan varian yang toleran kekeringan digunakan PEG-6000. Seleksi in vitro untuk mendapatkan varian yang toleran salinitas digunakan NaCI. Regenerasi planlet toleran terhadap kekeringan dan salinitas dilakukan melaui seleksi in vitro tunas embriogenik. Varietas sangat mempengaruhi variasi komponen pertumbuhan dan produksi tanaman padi yang meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan umur, umur mulai berbunga, panjang malai, persentase berat gabab berisi, persentase berat gabah hampa, berat 1000 butir, hasil tanaman per pot, dan potensi hasiL Respon pertumbuhan dan produksi tanaman padi varietas lokal Aceh lebih baik dibandingkan tanaman padi varietas Nasional apabila dibudidayakan secara SRI organik. Hasil observasi menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh sangat nyata terhadap hasil tanaman per pot (g). Hasil tanaman per pot terberat ada pada varietas Pade Manggeng dan berbeda sangat nyata dengan varietas Asi Puteh, Pade P66, Ciherang, Situ Bagendit, dan Ramos 4 Bulan. Tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Aweuh, Sigupai, Bo Santeut, Sikuneng, dan Pade Mas. Kalus embryogenik telah berhasil diinduksi dari lima aksesi/varietas lokal yang merupakan hasil seleksi aksesi dengan metode SRI. Pada tahun ke dua dan ke tiga
akan
dilakukan uji lapangan untuk peJepasan varietas, yaitu melalui uji multilokasi dan adaptasi galur harapan. 111
SUMMARY The research attempts to explore SRI technology by studying the phenotypic performances of local variety as their response in growth and reproductive components. we attempted to select some characters of Acehnese germ plasm of rice using SRI approach in the Post-Tsunami affected Area of Aceh province, Indonesia. The selected material will be used as a material in further studying somaclonal variation of embryogenic callus for in vitro selection and regeneration of plantlets that are tolerant to drought and salinity stresses. the differences among the genotypes were significant for the Acehnese accession of rice. In this study, we found the significant results of days to tillage formation, numbers of tillage, pJant height, days to flowering, and weight of 1000 grain for 30 genotypes of rice germplasm collection. The Acehnese accession of rice have a range 6-18 days to tillage formation after planting. Accession of Ramos has the shortest time to form their tillages. While, the longest period for tillage formation occur on Pade Mirah accession, 18 days after planting. The results of study showed a phenotypic variation in days to tillage formation as plant responses in the method of SRI. The variety of Rom liang and Dupa had the highest plant at 30 days after planting with height of plant 68 em, While, variety of Tawoti had the lowest plant height at 30 days after planting with the plant height 43 em. this study showed a phenotypic variation in days to flowering as plant responses to SRI method of cultivation. We found that the days to flowering of all accession formed flower in different period from 57.7 to 90.3 days. The shortest period of flowering found at Limboto variety. Meanwhile, the Cut Krusek of local Acehnese accession produced flower at the longest period for flowering or heading. According to the measurement of grains weight, the results showed a phenotype variation in grains size and others performance of Acehnese rice accession by way of plant responses to the system of rice intensification. We concluded that the diversity of Acehnese rice is very rich. The Acehnese accession of rice showed a phenotypic variation in days to tillage formation as plant responses in the method of SRI. The number of tillages at 30 and 60 days after planting indicated a high genetic variation in morphological characters. Results of this study also showed a phenotypic variation in days to flowering as plant responses to SRI method of cultivation. We found that the days to flowering of all accession formed flower in different period. We also successful to identify high genotype performances in grains size by way of plant responses to the system of rice intensification. The identified accession might provide the improved sustainability of intensified systems through durable crop resistance to biotic and abiotic stress. In the future, characterization traits will be selected for resistance to pestsdiseases, and tolerance to drought and salinity stresses, as well as analysis of grain quality. 4
PRAKATA Tidak diragukan bahwa pemanasan global turut berperan dalam menyebabkan krisis pangan, termasuk di Indonesia, karena pemanasan global menimbulkan periode musim hujan dan musim kemarau yang makin kacau. Pola tanam dan estimasi produksi pertanian serta persediaan pangan menjadi sulit diprediksi. Pertanian, terutama pertanian pangan, merupakan sektor yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim, khususnya yang mengakibatkan musim kering berkepanjangan, mengingat pertanian pangan di Indonesia masih sangat mengandalkan pada pertanian sawah yang berarti sangat memerlukan air yang tidak sedikit. Selain perubahan ikIim, peningkatan permukaan air Iaut yang sudah terjadi di beberapa wilayah Indonesia diperkirakan akan terus meningkat di masa depan. Kondisi ini juga akan mengancam produksi pangan Indonesia khususnya wilayah pertanian yang ada di sepanjang pesisir, karena terjadinya peningkatan salinitas air tanah. Salah satu upaya untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan merakit varietas baru yang toleran terhadap cekaman abiotik. Perakitan varietas memerlukan sumber genetik dengan keragaman yang luas. Peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan dengan teknik variasi somaklonaI dan induksi mutasi. Perubahan genetik yang ditimbulkannya bersifat acak. Untuk mengarahkan keragaman somaklonal maupun induksi mutasi ke perubahan yang diinginkan, dapat digunakan teknik seleksi in vitro. Seleksi in vitro yang dikombinasikan dengan variasi somaklonal merupakan alternatif teknologi yang banyak digunakan untuk menghasilkan varietas tanaman yang toleran terhadap cekaman abiotik. Oleh karena itu, kombinasi antara induksi variasi somaklonal dan seleksi in vitro merupakan altematif teknologi yang efektif dalam menghasilkan individu dengan karakter yang spesifik . Dengan demikian, penelitian diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam mengatasi permasalah ketahanan dan keamanan pangan di Indonesia.
Banda Aceh, 23 November 2012
Tim Peneliti
5
DAFTARISI RINGKASANDANSUMMARY
HI
PRAKATA
v
DAFTAR lSI
vi
DAFTA.R TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I. PENDAHULUm
..
1.1 Latar Belakang 1.2 Urgensi Penelitian
. ..
BA'B II. STU'DI PUSTAKA 2.1 Variasi SomakJonai padaPemuIiaan Tanaman SecaraIn Vitro
. .
4
2.2 Penggunaan Seleksi In Vitro dalam Pembentukan Keragaman Genetik
..
5
2.3 Seleksi In Vitro untuk Toleransi terhadap Kekeringan 2.4. Seleksi In Vitro untuk Toleransi terhadap Salinitas
.. .
5
BAB III. TUm AN DAN MANF AA T PENELITIm
2
4
6 8
.
BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
. .
9
4.2 Seleksi AksesiNarietas Padi Lokal
..
9
4.3 Pembentukan Kalus Embrionik
.
11
4.4 Induksi Variasi Somaklonal pada Kalus Embriogenik
.
12
dan Salinitas 4.6 Regenerasi Plantlet yang Toleran terhadap Kekeringan dan Salinitas
. ..
13
4.7 Uji Lapangan/Uji Multi Lokasi untuk Pelepasan Varietas
..
14
4.8 Ouput yang Dihasilkan
.
14
BAB V. HASIL Dm PEMBAHASAN
.
16
9
4.5 Seleksi In Vitro Kalus Embriogenik Toleran Terhadap Kekeringan
5.1 Hasil Penelitian 5.2 Pembahasan Hasil Penelitian 5.3 Pembentukan Kalus Embriogenik
BAB VI PENUTUP
14
.
16
..
.
28 33
..
35
6.1 Kesimpulan
.
35
6.2 Saran
.
35
DAFTAR PUSTAKA
..
36
LAMPIRAN-LAMPIRAN
.
39 VI
DAFTAR TABEL
Tabell.
Jadwal pelaksanaan dan hasil yang diharapkan dari penelitian variasi somaklonal untuk menghasilkan varietas yang toleran terhadap kekeringan dan salinitas
9
Tabel 2. Susunan kombinasi perlakuan zat pengatur tumbub (ZPT) dengan PEG-6000 danNaCl Tabel 3. Output dan prod uk yang dapat dihasilkan selama 3 tahun penelitian
12 15
Tabel 4. Pengaruh perbedaan varietas padi terhadap rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan pada umur 30 dan 60 HST pada sistem budidaya SRI
17
Tabel5. Keragaman umur mulai berbunga, persentase malai produktif dan panjang malai pada berbagai varietas tanaman padi yang dibudidayakan dengan sistem SRI
20
TabeI 6. Persentase berat gabab berisi, persentase berat gabah hampa, dan berat 1000 butir akibat perbedaan varietas padi yang dibudidayakan dengan metode SRI
.24
Tabel 7. Hasil tanaman per pot dan potensi hasil untuk masing-masing varietas tanaman padi yang dibudidayakan secara SRI
29
vii
DAFfAR GAMBAR Gambar 1. Bagan alir percobaan variasi somaklonal untuk menghasilkan padi lokal yang toleran terhadap kekeringan dan salinitas
10
Gambar 2. Keragaman tinggi tanaman umur 30 dan 60 HST pada berbagai varietas tanaman padi yang dibudidayakan secara SRl
18
Gambar 3. Variasi j umlah anakan umur 30 dan 60 HST pada berbagai varietas tanaman padi dengan menggunakan metode SRl
19
Gambar 4. Keragaman umur mulai berbunga pada berbagai varietas tanaman padi yang dibudidayakan dengan metode SRI
21
Gambar 5. Variasi persentase jum lah malai produktif (%) pada berbagai varietas tanaman padi yang dibudidayakan dengan penedekatan metode SRI
22
Gambar 6. Perbedaan panjang malai pada berbagai varietas tanaman padi yang dibudidayakan dengan sistem SRI
24
Gambar 7. Keragaman persentase berat gabah berisi dan persentase berat gabah hampa akibat perbedaan varietas padi yang dibudidayakan secara SRI
26
Gambar 8. Perbedaan berat 1000 butir gabah (g) pada masing-masing varietas padi yang dibudidayakan dengan metode SRI
28
Gambar 9. Variasi hasil tanaman per pot untuk masing-masing varietas tanaman padi yang dibudidayakan dengan sistem SRI
30
Gambar 10. Perbedaan potensi hasil untuk masing-masing varietas tanaman padi yang dibudidayakan dengan sistem SRI
.31
Gambar 11. Kalus embriogenik dari lima varietas padi, Bo 100, Bo Santeut, Pade Barcelona, Salah Mayang Ru, dan Sigupai terbentuk setelah diinduksi dengan media MS dasar dengan penggunaan auksin 2.5 mg/l 2,4-D selama 2 minggu
.33
Gambar 12. Varietas padi Bo 100 nampak membentuk kalus embriogenik dengan cepat setelah diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 28°C
34
8
DAFTAR LAMPmAN LAMPIRAN DATA HASIL PENELlTIAN PENGGUNAAN DANA TAHUN 2012 PERSONALIA TENAGA PENELITI BUKU CATATAN HARlAN PENELITIAN PROCEEDING SEMINAR HASIL PENELITIAN LEITER OF ACCEPTANCE PUBLIKASI SEMINAR INTERNASIONAL ARTIKEL YANG TELAH DIPUBLIKASlKAN DRAFT ARTIKEL JURNAL INTERNATIONAL DRAFT BUKU AJAR PENEGELOLAAN TANAMAN PADI SINOPSIS PROPOSAL PENELITIAN TABUN KE-2
9
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peningkatan produksi pertanian dewasa ini terkendala oleh perubahan iklim global, seperti perubahan suhu udara, pola curah hujan, dan tingkat permukaan air laut. Peningkatan suhu udara akan menyebabkan
aktifnya fotorespirasi
yang dapat menurunkan
produktivitas
tanaman. Selain itu,
pergeseran musim dan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrirn, seperti El-Nino dan La-Nina, terutama kekeringan
dan kebanjiran, juga menjadi penyebab gagal panen di beberapa wilayah
Indonesia. Masalah lainnya adalah peningkatan perrnukaan air laut yang berpengaruh kepada salinitas tanah. Salinitas bersifat racun bagi tanarnan sehingga rnengancam produksi pertanian, Disamping rawannya bencana tsunami, Indonesia juga dikenal sebagai negara kepulauan yang mempunyai garis pantai yang sangat panjang sehingga penciutan lahan pertanian akibat peningkatan permukaan air laut menjadi sangat penting diperhatikan. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan nasional di masa depan akan terkendala oleh ancaman kekeringan dan peningkatan salinitas tanah. Untuk menghadapi masalah-masalah akibat penyimpangan iklim, maka salah satu strateginya adalah pemuliaan tanaman yang menghasilkan varietas-varietas unggul baru yang lebih resilien atau toleran terhadap kekeringan dan salinitas. Pada saat ini sangat sulit mencari sumber gen ketahanan terhadap cekaman abiotik dari tanaman yang sejenis. Namun demikian, dengan mengeksplorasi varietas lokal dengan pendekatan bioteknologi merupakan pilihan yang menarik. Eksplorasi dan identifikasi plasma nutfah padi lokal sangat penting untuk mengkaji sifat morfologi dan anatomi untuk tujuan agronomis. Observasi dan karakterisasi plasma nutfah merupakan bagian yang esensial dalam perbaikan varietas. Departernen Pertanian (2003) mengemukakan bahwa bahan pemuliaan yang dikembangkan
secara konvensional atau biologi molekuler untuk evaluasi
penampilan fenotip pada cekaman lingkungan untuk perakitan varietas. Penelitian ini dilaksanakan melalui budidaya tanaman dengan System Of Rice Intensification (SRI) secara organik. Sistem ini digunakan untuk mendapatkan plasma nutfah padi yang organik yang tidak tergantung pada agroinput luar. Santoso (2005) menyatakan bahwa teknik SRI akan menghemat penggunaan air, hemat benih, memakai pupuk organik dan bukan pupuk anorganik serta tidak memakai pestisida sintesis. Disamping itu, bioteknologi
dapat dimanfaatkan
dalam perakitan varietas toleran cekaman
abiotik tersebut. Salah satu metode cepat adalah pemuliaan mutasi melalui variasi somatik yang dilalukan secara in vitro atau teknik kultur jaringan tanaman. Oleh karena itu, Untuk meningkatkan keragaman genetik pada tanaman yang bernilai ekonomis tinggi dapat memanfaatkan teknik variasi sornaklonal dan induksi mutasi. Perubahan sifat genetik yang dihasilkan dengan metode ini sangat beragam. Untuk mengarahkan perubahan sifat ke arah yang diinginkan dapat digunakan metode seleksi
in
1
vitro.
Pemuliaan tanaman melalui kultur jaringan bermanfaat dalam merangsang keragaman genetik dan mempertahankan kestabilan genetik. Saleem et. al. (2005) menyatakan bahwa keragaman genetik dapat dicapai melalui proses non-diffensiasi
sel-sel kalus. Namun demikian, bagaimana respon
varietas padi lokal, khususnya varietas-varietas padi lokal di provinsi Aceh belum banyak diteliti sampai saat ini. Penelitian ini akan menguji 100 jenis varietas lokal dari berbagai daerah di Provinsi Aceh untuk memperoleh 5 varietas lokal yang terbaik untuk variasi somaklonal secara in vitro.
1.2 Urgensi Penelitian Peningkatan penduduk Indonesia dari tahun 2000 sampai 2010 adalah tidak kurang dari 31 juta jiwa (BPS, 2011) yang memerlukan persedian pangan setiap harinya. Di sisi lain perubahan iklim diperkirakan akan menimbulkan dampak negatifterhadap produksi pertanian di Indonesia, khususnya tanaman
pangan.
meningkatnya
Dampaknyadapat
suhuudara
meningkatnyafrekuensi memperkirakan
dan
pola
kejadian
penurunan
bersifat hujan
langsung yaitu menurunnya
produktivitas
karena
serta
gagal
akibat
semakin
seringnya
panen
iklim ekstrim seperti banjir dan kekeringan.Tschirley
hasil pada tanaman
padi dapat mencapailebih
(2007)
dari 20% apabila
peningkatan suhu meningkat sampai 5°C. Tidak diragukan bahwa pemanasan global turut berperan dalam menyebabkan krisis pangan, termasuk di Indonesia, karena pemanasan global menimbulkan periode musim hujan dan musim kemarau yang makin kacau. Pola tanam dan estimasi produksi pertanian serta persediaan pangan menjadi sulit diprediksi. Pertanian, terutama pertanian pangan, merupakan sektor yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim, khususnya yang mengakibatkan musim kering berkepanjangan, mengingat pertanian pangan di Indonesia masih sangat mengandalkan pada pertanian sawah yang berarti sangat memerlukan air yang tidak sedikit. Selain perubahan iklim, peningkatan permukaan air laut yang sudah terjadi dibeberapa wilayah Indonesia diperkirakan akan terus meningkat di masa depan.Kondisi ini juga akan mengancam produksi pangan Indonesia khususnya wilayahpertanian
yang ada di sepanjang pesisir, karena
terjadinya peningkatan salinitas airtanah. Kondisi ini akan diperparah apabila tinggi hujan dan volume air sungai semakinturun pada musim kemarau karen a intrusi air laut akan semakin masuk ke wilayahdaratan
sehingga
salinitas
akan
semakin
meningkat.
Hasil
penelitian
menunjukkan,
produktivitas tanaman padi menurun secara linear dengan meningkatnya salinitas air tanah (Grattan et
al.,2002). Menurut Depkominfo (2008) luas areal yang terkena fuso atau gagal panen mencapai 59.211 ha. Disamping itu, padi sawah tadah hujan yang terdapat seluas 59 juta ha atau 44% dari luas total pertanaman padi Asia juga akan terancam. Hasil rata-rata padi sawah tadah hujan masih rendah yaitu 2.1 ton/ha (Boling, 2007). Hal ini salah satunya disebabkan oleh ketidakpastian ketersediaan air atau
2
kekeringan. Sawah tadah hujan merupakan agroekosistem yang beresiko tinggi terhadap kekeringan dan salinitas. Salah satu upaya untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan merakit varietas baru yang toleran terhadap cekaman abiotik. Perakitan varietas memerlukan sumber genetik dengan keragaman yang luas. Yunita (2009) mengemukakan
bahwa peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan
dengan teknik variasi somaklonal dan induksi mutasi. Perubahan genetik yang ditimbulkannya bersifat acak. Untuk mengarahkan
keragaman
somaklonal
maupun induksi mutasi ke perubahan yang
diinginkan dapat digunakan teknik seleksi in vitro. Seleksi in vitro yang dikombinasikan
dengan variasi somaklonal
teknologi yang banyak digunakan untuk menghasilkan
merupakan
alternatif
varietas tanaman yang toleran terhadap
cekaman abiotik. Agens seleksi yang digunakan pada tiap cekaman abiotik berbeda, bergantung pada kondisi cekaman. Seleksi toleransi terhadap kekeringan dapat menggunakan PEG. Seleksi tanaman yang toleran pada kondisi salinitas dapat menggunakan media seleksi NaCl dengan dosis tinggi. Seleksi in vitro lebih efisien karena kondisi seleksi dapat dibuat homogen, temp at yang dibutuhkan relatif sedikit, dan efektivitas seleksi tinggi. 01eh karena itu, kombinasi an tara induksi variasi somaklonal dan seleksi in vitro merupakan altematif teknologi yang efektif dalam menghasilkan individu dengan karakter yang spesifik (Kadir, 2007). Penggunaan teknik in vitro akan menghasilkan populasi sel varian melalui seleksi pada media yang sesuai. Intensitas seleksi dapat diperkuat dan dibuat lebih homo gen.
3
BAD
n,
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Variasi Somaklonal pada Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro Cekaman abiotik pada lahan pertanian seperti kekeringan, keraeunan AI, kahat hara, dan salinitas merupakan kondisi lingkungan dengan segala dampaknya yang perIu ditangani seeara baik. Salah satu upaya untuk mengatasinya adalah dengan merakit varietas tanaman yang toleran pada kondisi tersebut. Variasi somaklonal atau mutasi genetik yang dikombinasikan dengan seleksi in vitro merupakan alternatif teknologi yang banyak digunakan untuk menghasilkan varietas tanaman yang toleran terhadap eekaman abiotik seperti pada kedelai, padi, dan nilam. Agens seleksi yang digunakan pada tiap eekaman abiotik berbeda, bergantung pada kondisi eekaman. Seleksi toleransi terhadap kekeringan dapat menggunakan PEG (polyethylene glycol). Seleksi tanaman yang toleran pada kondisi salinitas dapat menggunakanmedia seleksi Na tinggi. Variasi somaklonal pertama kali dikemukakan oleh Larkin dan Seoweroft (1981) dalam Kadir (2007), yang membuat keragaman genetik dari tanaman yang dihasilkan melalui kultur sel. Variasi somaklonal merupakan keragaman genetik tanaman yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan. Variasi tersebut dapat berasal dari keragaman genetik eksplan yang digunakan atau yang terjadi dalam kultur jaringan. Variasi somaklonal yang terjadi dalam kultur jaringan merupakan hasil kumulatif dari mutasi genetik pada eksplan yang diinduksi pada kondisi in vitro. Variasi somaklonal merupakan perubahan genetik yang bukan disebabkan oleh segregasi atau rekombinasi gen, seperti yang biasa terjadi akibat proses persilangan. Thrope (1990) menggunakan istilah pre-existing cellular genetic, yaitu keragaman yang diinduksi oleh kultur jaringan. Keragaman ini dapat muncul akibat penggandaan dalam kromosom (fusi, endomitosis), perubahan jumlah kromosom, perubahan struktur kromosom, perubahan gen, dan perubahan sitoplasma (Kumar dan Mathur, 2004). Variasi somaklonal dapat dikelompokkan menjadi keragaman yang diwariskan, yaitu yang dikendalikan seeara genetik, dan keragaman yang tidak diwariskan, yakni yang dikendalikan seeara epigenetik. Keragaman somaklonal yang dikendalikan seeara genetik biasanya bersifat stabil dan dapat diturunkan seeara seksual ke generasi selanjutnya. Keragaman epigenetik biasanya akan hilang bila diturunkan seeara seksual (Skirvin et al. 1993). Dalam kultur jaringan, variasi somaklonal terjadi akibat penggunaan zat pengatur tumbuh dan tingkat konsentrasinya, lama fase pertumbuhan kalus, tipe kultur yang digunakan (sel, rotoplasma, kalus jaringan), serta digunakan atau tidaknya media seleksi dalam kultur in vitro (Jain, 2001). Zat pengatur tumbuh kelompok auksin 2,4-D dan 2,4,5-T biasanya dapat menyebabkan terjadinya variasi somaklonal. Pada tanaman kelapa sawit, perlakuan 2,4-D pada kultur kalus yang mampu beregenerasi membentuk tunas menyebabkanvariasi somaklonal saat aklimatisasi di lapangan (Jayasankar, 2005). Beberapa sifat tanaman dapat berubah akibat variasi somaklonal, namun sifat lainnya tetap menyerupai induknya. Dengan demikian, variasi somaklonal sangat memungkinkan untuk mengubah satu atau beberapa sifat yang diinginkan dengan tetap mempertahankan karakter unggul lainnya yang 4
sudah dimiliki oleh tanaman induk. Mattjik (2005) menyatakan, dalam perbanyakan secara in vitro,
yang terjadi adalah mutasi somatik. Sel yang bermutasi saat membelah akan membentuk sekumpulan sel yang berbeda dengan sel asalnya. Tanaman yang berasal dari sel-sel yang bermutasi akan membentuk tanaman yang mungkin merupakan klon baru yang berbeda dengan induknya Perbaikan tanaman rnelalui variasi somaklonal telah banyak dilakukan, antara lain untuk sifat ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik. Cara tersebut bermanfaat bila dapat menambah komponen keragaman genetik yang tidak ditemukan di alam serta mengubah sifat dari kultivar yang ada menjadi lebih baik, terutama untuk tanaman yang diperbanyak secara vegetatif atau menyerbuk sendiri (Ahloowalia, 1990). 2.2 Penggunaan SeleksiIn Vitro dalam Pembentukan Keragaman Genetik Keragaman genetik yang ditimbulkan oleh variasi somaklonal dan induksi mutasi bersifat acak. Untuk mengidentifikasi keragaman somaklonal maupun induksi mutasi ke arah perubahan yang diinginkan, dapat digunakan teknik seleksi in vitro. Pada teknik in vitro, seleksi ketahanan terhadap cekaman abiotik seperti kekeringan, keracunan AI, pH tanah rendah, dan salinitas dapat digabungkan dalam media kultur in vitro dan digunakan untuk menumbuhkan varian somaklon yang diperoleh. Tanaman hasil regenerasi jaringan pada kultur in vitro kemungkinan akan mempunyai fenotipe yang toJeranterhadap kondisi seleksi (Yunita, 2009). Populasi jaringan atau sel tanaman dapat diseleksi dalam media seleksi sehingga akan meningkatkan frekuensi varian dengan sifat yang diinginkan (Biswas et al. 2002). Dilaporkan bahwa kombinasi kedua perlakuan tersebut lebih efektif dan lebih efisien dibandingkan perlakuan tunggal. Melalui seleksi in vitro telah dihasilkan varietas baru tanaman yang tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik dengan sifat yang diwariskan (Remotti et al. 1995). Beberapa gen seleksi dapat digunakan pada teknik in vitro untuk menghasilkan tanaman yang toleran terhadap beberapa cekaman abiotik seperti kekeringan, keracunan AI, pH tanah rendah, dan salinitas. 2.3 SeleksiIn Vitro untuk Toleransi terhadap Kekeringan Seleksi in vitro untuk mendapatkan varian yang toleran terhadap kekeringan dapat menggunakan agens seleksi berupa senyawa osmotik. Senyawa ini dapat menyimulasi kondisi kekeringan di lapangan. Senyawa osmotik yang paling banyak digunakan dalam simulasi cekaman kekeringan adaJahpolyethylene glycol (Santos dan Ochoa 1994; Dami dan Hughes 1997). Senyawa PEG bersifat
larut dalam air dan dapat menyebabkan penurunan potensi air secara homogen. Besarnya penurunan potensial air sangat bergantung pada konsentrasi dan berat molekul PEG. Keadaan seperti ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan simulasi penurunan potensial air yang mencerminkan cekaman kekeringan bagi tanaman. Penggunaan PEG sebagai media seleksi tidak membahayakan tanaman karena mempunyai berat molekullebih besar dari 4.000 (Michel dan Kaufmann, 1973).
5
Dengan demikian, kerusakan atau kematian tanaman pada simulasi menggunakan senyawa PEG diyakini sebagai efek kekeringan, bukan efek Iangsung dari senyawa PEG karena senyawa tersebut tidak diserap oleh tanaman (VerIues et al. 1998). Penggunaan PEG dalam induksi stres air pada
tanaman sudah diterapkan cukup lama (Krizek, 1985). Menurut Adkins et al. (1995), PEG mampu mendeteksi sel/kalus sebagai penapis in vitro sehingga dapat menyeleksi sellkalus dan beregenerasi membentuk tanaman lengkap dengan tingkat toleransi yang lebih baik. Salah satu faktor yang sangat berkaitan dengan sifat fisik fisiologi tanaman untuk bertahan dalam kondisi tercekam kekeringan adalah perubahan akumulasi prolin dalam jaringan. Prolin berperan sebagai osmoregulator (Hever, 1999), yaitu dalam pengaturan tekanan osmotik di dalam sel tanaman. Namun, tidak semua tanaman memiliki kandungan prolin yang tinggi dalam kondisi tercekam (Deb et al. 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman serealia menunjukkan variasi kuantitatif akumulasi prolin untuk karakter fisiologi sebagai respons terhadap cekaman kekeringan (Richard et al. 1987).
2.4. Seleksi In Vitro untuk Toleransi terhadap Salinitas
Yunita (2009) mengemukakan bahwa pengaruh merusak dari garam pada tanaman merupakan akibat dari kekurangan air, disebabkan oleh konsentrasi garam yang terlarnt dalam tanah. Kondisi ini mempengaruhi rasio K+/Na+karena pemasukan Na+ dan konsentrasi ion Na yang merugikan tanaman. Respons umum tanaman terhadap cekaman garam, kekeringan, dan suhu rendah berupa akumulasi gula dan senyawa kompatibel lainnya. Senyawa ini berfungsi sebagai osmoprotektan (penjaga osmolaritas). Pada beberapa kasus, senyawa osmoprotektan berfungsi menjaga stabilitas biomolekul pada kondisi tercekam. Tanaman yang toleran dan tumbuh pada tanah bergaram mempunyai kandungan garam yang tinggi pada selnya. Penggunaan ion anorganik untuk mengatur tekanan osmosis menunjukkan bahwa tanaman harus mampu mentoleransi kandungan garam yang tinggi dalam sel. Na+ bersifat toksik bagi tanaman karena berpengaruh negatifterhadap nutrisi K+, aktivitas enzim sitosol, fotosintesis, dan metabolisme. Berdasarkan analisis aktivitas enzim terhadap garam dapat disimpulkan bahwa tanaman yang toleran garam dapat menjauhkan Na+dari sitosol. Tanaman melakukan beberapa cara untuk mempertahankan konsentrasi Na yang rendah dalam seI, yaitu dengan menghambat pemasukan garam, kompartementasi Na+ pada vakuola, dan mengaktifkan efluks Na+. Uraian di atas menunjukkan bahwa keragaman genetik tanaman dapat ditingkatkan melalui variasi somaklonal dan induksi mutasi, dan perubahannya diarahkan melalui seleksi in vitro. Komponen seIeksi yang digunakan adalah NaCl. Metode ini telah dicoba pada tanaman tebu (Farid et al. 2006). Seleksi dimuIai pada tahap kalus yang diregenerasi menjadi tunas. Metode tersebut juga telah diterapkan oleh Saleem et al. (2005) pada tanaman padi. Kalus embriogenik padi yang telah diradiasi sinar gama mampu beregenerasi membentuk tunas pada media seleksi yang mengandung NaCl tinggi. Metode ini juga telah dicoba oleh Pesqueira et al. (2006) pada
6
tanaman jagung.
Kalus embriogenik jagung
yang telah dimutasi dengan sinar gama mampu
beregenerasi membentuk tunas pada media yang mengandung NaCI tinggi. Selain pada tanaman padi dan jagung, seleksi in vitro telah digunakan untuk meningkatkan ketahanan sel terhadap salinitas pada beberapa tanaman yang bernilai ekonomis seperti alpokat (Rosas et al. 2003). Produksi kalus embriogenik dan mampu diregenerasikan merupakan faktor penting dalam kultur jaringan, khususnya dalam transformasi, induksi keragaman somaklonal dan seleksi in vitro (Meneses
et al., 2005). Kalus padi dari golongan Indica pada umumnya lebih sulit diregenerasikan dibandingkan Japonica, sehingga untuk mendapatkan tingkat keberhasilan regenerasi tunas yang tinggi diperlukan formulasi media yang kompleks (Saharan et al., 2004). Keberhasilan regenerasi tunas dari kalus selain dipengaruhi oleh media kultur dan genotipe tanaman,
kondisi fisiologi eksplan juga menjadi faktor penentu. Dari berbagai eksplan yang
digunakan, embrio zigotik merupakan eksplan yang terbaik karena memiliki daya totipotensi tertinggi di antara sumber eksplan lainnya (Maggioni et al., 1989). Kalus yang barn terbentuk berpeluang menghasilkan
tunas lebih tinggi dibandingkan
kalus yang telah disubkultur
berkali-kali
atau
mengalami periode kultur yang panjang, dan telah mengalami perlakuan radiasi atau seleksi, karena kalus yang baru terbentuk, kandungan poliamin atau senyawa yang berperan dalam sistem regenerasi masih tinggi (Biswas et al., 2002). Dalam memacu pembentukan tunas biasanya dilakukan dengan memanipulasi dosis auksin dan sitokinin (Poonsapaya et a/., 1989). Pada tanaman jenis monokotil, zat pengatur tumbuh golongan auksin dengan konsentrasi 1-10 rng/l berperan dalam menghambat proses diferensiasi sel sebingga pembentukan organ dapat dihambat dan hanya menghasilkan kalus. Zat pengatur tumbuh 2.4-D merupakan golongan auksin yang sering digunakan untuk menginduksi pembentukan kalus embriogenik pada serealia, 2.4-D berperan dalam memacu hipermethilasi
pada DNA, sehingga pembelahan sel selalu dalam fase mitosis, dengan
demikian maka pembentukan kalus menjadi optimal (Meneses et al., 2005). Penambahan kasein hidrolisat kedalam media yang sudah mengandung 2,4-D dapat memacu pembentukan kalus yang embriogenik karena kasein hidrolisat merupakan sumber N di dalam media. Selain kasein hidrolisat, pemberian asam amino glutamin atau arginin pada media yang sudah mengandung auksin dapat pula meningkatkan keberhasilan pembentukan kalus embriogenik karena di dalam kioroplas, asam amino dapat berperan sebagai prekursor untuk pembentukan asam nukleat dan proses selular lainnya (Gunawan, 1988). Regenerasi tanaman
melalui
organogenesis terjadi melalui diferensiasi sel somatik, bukan
dari sel embrionik atau pembentukan embrio somatik (purnamaningsih, 2008). Regenerasi tanaman melalui organogenesis, ada dua macam yaitu organogenesis langsung dan tidak langsung. Pada organogenesis langsung, tunas dapat terbentuk dari potongan organ, sedangkan pada organogenesis tidak langsung, tunas yang terbentuk melalui tahapan pembentukan kalus. Proses yang terjadi dalam organogenesis meliputi respon sel somatik terhadap zat pengatur tumbuh, diikuti dengan inisiasi dan perkembangan
tunas
barn
dari
sel
yang
7
respon
(Zhang
dan
Lemaux,
2004).
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut: a. Melakukan seleksi varietas padi lokal Aceh dengan pendekatan SRI (system of rice intensification) b. Mengidentifikasi secara in vitro tingkat toleransi varietas-varietas lokal yang ada di provinsi Aceh terhadap salinitas dan kekeringan c. Mendapatkan metode mutasi variasi somaklonal yang terbaik untuk menimbulkan keragaman genetis pada varietas-varietas padi lokal. d. Memperoleh klon-klon padi lokal yang toleran terhadap kekeringan dan salinitas. Klon ini akan menjadi baban baku sumber keragaman genetik barn dalam melakukan perakitan berbagai varietas unggul baru di masa mendatang e. Menghasilkan varietas unggul lokal yang baru dan spesifik lokasi, seperti varietas yang toleran terhadap laban bekas tsunami, laban pasang surut, lahan-lahan kering atau sawah tadah hujan.
3.2 Manfaat Penelitian Adapaun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: a. Teridentifikasinya varietas-varietas lokal yang sangat toleran, toleran, kurang toleran, atau tidak toleran terhadap kekeringan dan salinitas di provinsi Aceh, Indonesia. Dengan demikian, petani dapat melakukan pemilihan varietas lokal yang lebih tepat untuk lokasi yang spesifik, khususnya laban-laban kering atau bersalinitas. b. Dihasilkannya metode mutasi variasi somaklonal yang terbaik untuk menimbulkan keragaman genetis pada setiap varietas-varietaspadi lokal yang ada di provinsi Aceh, Indonesia. c. Terbentuknya klon-klon padi lokal yang toleran terhadap kekeringan dan salinitas. Klon ini akan menjadi baban baku sumber keragaman genetik baru bagi pemulia tanaman dalam melakukan perakitan berbagai varietas unggul baru di masa mendatang. d. Ikut membantu mengatasi permasalaban atau krisis pangan di masa depan dengan dilepasnya varietas unggul lokal yang baru dan spesifik lokasi, seperti varietas yang toleran terhadap laban bekas tsunami, laban pasang surut, lahan-lahan kering atau sawab tadah hujan.
8
BAB IV. MET ODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, dan Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala. Penelitian akan berlangsung dari Bulan Maret 2012 sampai dengan Desember 2012 (Tabell).
Percobaan yang dilakukan terdiri lima tahap (Gambar
1) yaitu: (1) seleksi dan evaluasi aksesi padi, (2) pembentukan kalus embryonik, (2) induksi variasi somaklonal, (3) seleksi in vitro, (4) regenerasi plantlet, dan (5) uji lapangan/uji multilokasi di beberapa wilayah provinsi Aceh tentang toleransi varietas (klon) terhadap kekeringan dan salinitas. Tabel 1. Jadwal pelaksanaan dan hasil yang diharapkan dari penelitian variasi somaklonal untuk menghasilkan varietas yang toleran terhadap kekeringan dan salinitas. Bulan Kegiatan No Nov Agust Sept Okt Mei Juni Juli Maret April
1 2
Seleksi Aksesi/ Varietas Lokal Pembentukan kalus embryonik
Des
...
3
Induksi variasi somaklonal
4
Seleksi in vitro
5
Regenerasi plantlet
6
Seleksi Klon
Tahun ke-Z
7
Uji multilokasi
Tahunke-3
~"C
4.2 Seleksi AksesiNarietas Padi Lokal Aksesi atau varietas lokal padi Aceh sebanyak
100 jenis diseleksi dengan menggunakan
pendekatan metode SRI organik untuk mendapatkan lima aksesi terbaik (umur genjah dan komponen hasil lebih tinggi). Implementasi SRI dilaksanakan secara intermitten, 8 hari tidak diairi dan 2 hari diairi 2 em, teknik ini diulang empat kali selama fase pertumbuhan vegetatif. Seleksi dilakukan dengan mengamati karakter morfologis dan agronomis seperti arsitektur tanaman, umur berbunga, dan komponen-komponen
hasil. Pengamatan
dilakukan pada tanaman padi baik pada fase vegetatif
maupun generatif, parameter yang diamati adalah: tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, umur mulai berbunga, panjang malai, persentase jumlah malai produktif, persentase berat gabah herisi, persentase
berat gabah hampa,
berat 1000 butir gabah, hasil tanaman per pot, dan potensi hasil.
9
Seleksi AksesiN arietas Lokal (lOOJenis) - SRI Organik - 6 Bulan (25 minggu)
Benib Varietas Lokal (5 Varietas): - Isolasi embriozigotik - Induksi Kalus - Media MS+2.5 mgll2,4-D
1
2 minggu, total 27 minggu
Pembentukan Kalus Embriogenik: - Induksi kalus Embriogenik - Media MS+2.5 mg/l 2,4-D+ 0.5 mg/l kinetin
13 Variasi Somaklonal dengan 2,4-D: a. 0.0 mg/l 2,4-D b. 2.5 mg/ I2,4-D c 5.0 mg/ I2,4-D d. 7.5 mg/ I2,4-D
!
I
-
a. b. c d.
mmggu, total
Variasi Somaklonal 2,4-D+PEG-6000: 0.0 mg/l 2,4-D+ I % PEG-6000 2.5 mg/l 2,4-D+ 1% PEG-6000 5.0 rog/12,4-D+l% PEG-6000 7.5 mg/l 2,4-D+ 1% PEG-6000
30 minggu a. b. c d.
Variasi Somaklonal 2,4-D+NaCI: 0.0 mg/I 2,4-D+ 1% NaCI 2.5 mg/I 2,4-D+ 1% NaCI 5.0 mgll2,4-D+ 1% NaCI 7.5 mg/I2,4-D+1% NaCl
i
1
2 mmggu, ",tal 32 minggu
Seleksi In vitro Toleransi Kekeringan: a. Media MS, 0.0%PEG-6000 , b. Media MS + 0.5%PEG-6000 c. Media MS + 1.0%PEG-6000 d. Media MS + 1.5%PEG-6000 L e. Media MS + 2.0%PEG-6000
Seleksi In vitro Toleransi Salinitas: a. Media MS, O.O%NaCI b. Media MS + 0.5%NaCI c. Media MS + 1.0%NaCI d. Media MS + 1.5%NaCl e. Media MS + 2.0%NaCI
I
I
I
2-4 minggu, total 34-36 minggu
IR-eg-e-n-e-r-as-i-p-Ia....'!n'-t-Ie-t-To._leran
I
l
Kekeringan: -Media MS +
Toleransi Salinitas:
(BA 2 mg/I, IAA 0.8 mg/l , zeatin (0.1; 0.2 dan 0.3 mg/I) Tambah 2% PEG- 6000
Tabun ke-2 dan ke-3
I
~R-eg-e-n-e-r-.a.Ps..-lia-n-t-le-t------,.
- Media MS + (BA 2 mg/I, IAA 0.8 mg/I, zeatin (0.1; 0.2 dan 0.3 mg/I) - Tambah 2% NaCI
I
I Tabon
ke-2 dan ke-3
Gambar 1. Bagan alir percobaan variasi somaklonal untuk menghasilkan padi lokal yang toleran terhadap kekeringan dan salinitas.
1 0
Penelitian didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola non faktorial dengan 3 ulangan. Nama-nama varietas yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Padi varietas lokal (Acong, Asi Puteh, Aweuh, Bo 100, Bo Santeut, Sikuneng, Sigudang, Sanbei, Sigupai, Sepuluo, Salah Mayang Ru, Sipirok, Rom Mokot, Rangkop Mirah, Ramos 4 Bulan, Pade Pangku, Pade Manggeng, Pandrah, Pade Mirah, Pade Peunataran, Pade P66, Pade Barcelona, Pade Das, Pade Mas); Varietas unggul nasional (Ciherang dan IR64); Varietas gogo nasional (Situ Patenggang dan Situ Bagendit); dan Varietas hibrida (lnpari dan DG I SHS). Data dianalisis menggunakan
uji F ANOV A, apabila anal isis ragam terdapat
perbedaan yang nyata diantara
perlakuan, rnaka analisis akan diteruskan dengan Uji Jarak Duncan (UNJ) pada taraf 5% (JNDO,05). Seleksi varietas dilaksanakan berdasarkan tiga kriteria, yaitu: umur tanaman,berat benih per pot, potensi hasil per hektar, dan kemampuan eksplant membentuk kalus. Dari 100 varietas yang dibudidayakan
telah diseleksi pada tingkat lapangan untuk mendapatkan
mempertimbangkan
30 varietas
dengan
parameter perturnbuhan dan komponen hasil. Benih dari 30 varietas tersebut
kemudian dianalisis di laboratorium untuk mendapatkan 15 varieatas. Kriteria seleksi benih yang digunakan adalah berat benih per pot dan umur panen. Benih dari 15 varietas kemudian dikulturkan pada media MS untuk memilih 5 varietas yang baik baik dalam pembentukan kalus embrionik. Kriteria yang diapakai dalam seleksi kalus adalah kecepatan dan ukuran kalus, yaitu kalus yang terbentuk maksimal 14 hari dengan ukuran minimal sebesar ukuran kariopsisnya. 4.3 Pembentukan Kalus Embrionik Kalus embryogenik diinduksi dari lima aksesilvarietas lokal yang merupakan hasil seleksi aksesi. Benih dikecambahkan secara steril dengan menggunakan media MS. Biji dikupas kulitnya kemudian disterilisasi berturut-turut menggunakan alkohol 70% selama 5 menit, kloroks 30% 15 menit, kloroks 20% selama 15 menit kemudian dibilas dengan aquades steril 3 kali dan terakhir direndam selama 5 menit dalam larutan betadin 10%. Kemudian benih dikering anginkan di atas kertas saring di dalam laminar flow dan selanjutnya ditanam pada media perlakuan untuk induksi kalus. Media yang digunakan untuk induksi kalus adalah media dasar MS
+ vitamin grup B terdiri atas (piridoksin HC)
0.5 mg/I; asam nikotinat 0.5 mg/I; thiamin 0.1 mg/l, myoinositol 100 mg/l dan glisin 0.2 mg/l), dan ditambah sukrosa 30 gil. Zat pengatur tumbuh dan suplemen yang ditambahkan adalah 2.5 mgll2.4-D
+ 3 gil kasein hidrolisat (CH) + prolin (0.1 g/l). Media dipadatkan dengan agar swallow sebanyak 8.0 g/l. Sterilisasi media menggunakan otoklaf dengan tekanan 121 psi selama 30 menit. Dalam satu petridisk ditanam 20 eksplan embrio zigotik dan masing-masing perlakuan terdiri 3 petridisk.
Jika
digunakan 5 varietas, maka akan diperlukan 15 petridisk (300 eksplant) untuk pembentukan embrio somatik. Media yang telah ditanami eksplan selanjutnya diletakkan dalam keadaan gelap dengan suhu ruangan 25°C selama 2 minggu. Kalus yang berwarna kuning muda merupakan kalus yang baik untuk pembentukan kalus embriogenik. Pembentukan kalus ini dilakukan dengan sub-kultur ke media MS
1 1
yang mengandung
2.5 mg/l 2.4-D, 0.5 mg/1 kinetin + 3 g/l kasein hidrolisat + prolin (0.1 g/l). Media
dipadatkan dengan agar swallow sebanyak 8.0 g/l. Kultur kalus embryonik ditempat di dalam rak kultur dalam keadaan terang dengan suhu 25°C, intensitas cahaya 1.000 lux, dan fotoperiodisitas 14 jam terang dan 10 jam gelap selama 4 minggu. Peubah yang diamati adalah persentase eksplan berkalus, diameter kalus dan warna kalus. Persentase eksplant berkalus dihitung bersarkan jumlab eksplant yang berhasil membentuk kalus yang berwarna putih kekuningan. Diameter kalus diukur dengan menggunkan kertas milimeter block yang ditempatkan dibawah petrisk. 4.4 Induksi Variasi Somaklonal pad a Kalus Embriogeneik Variasi somaklonal dalam kultur jaringan dapat terjadi akibat penggunaan zat pengaturtumbuh dan tingkat konsentrasinya, lamafase pertumbuhan kalus, tipe kultur yangdigunakan serta digunakan atau tidaknyamedia seleksi dalam kultur in vitro. Variasi somaklonal untuk menginduksi mutasi gen dilakukan dengan menggunakantiga 2,4-D
metode:(1) penggunaan zat pengaturtumbuh kelompok auksin
dengan taraf 0.0, 2.5, dan 5.0, dan 7.5 mg/I; (2) penggunaan zat pengaturtumbuh 2,4-D
dengan tarafO.O, 2.5, dan 5.0, dan 7.5 mg/I (sarna dengan no. 1) + 1% PEG-6000;
(3) penggunaan
zat pengaturtumbuh 2,4-D dengan tarafO.O, 2.5, dan 5.0, dan 7.5 mg/I (sarna dengan no. 1) + 1% NaCl (Tabel 2). Tabel 2. Susunan kombinasi perlakuan zat pengatur tumbuh (ZPT) dengan PEG-6000 dan NaCI MetodelKondisi Dosis 2,4-D (mg/l) PEG-6000 (%) NaCl(%) Media
2,4-D
2,4-D + PEG6000
2,4-D+NaCI
0
0
0
2.5
0
0
5.0
0
0
7.5
0
0
0
1
0
2.5
1
0
5.0
1
0
7.5
1
0
0
0
1
2.5
0
1
5.0
0
1
7.5
0
1
Tabe12 menunjukkan adanya 12 kondisi media untuk rnenimbulkan variasi somaklonal terhadap 5 varietas padi lokal, sehingga akan terdapat 60 (12 x 5) kombinasi perlakuan, tiap perlakuan akan direplikasi sebanyak 3 kali, sehingga dihasilkan 180 unit percobaan. Tiap unit percobaan akan ditanam sebanyak 20 kalus embriogenik dalam satu petrisk, sehingga terdapat 3.600 kalus embriogenik yang
12
akan diseleksi secara in vitro. Peubah yang diamati adalah persentase kalus yang membentuk kalus
embriogenik, diameter kalus dan warna kalus. Percobaan induksi variasi somaklonal dilaksanakan berdasarkan hari yang berbeda untuk setiap ulangan, karena dibuat 3 ulangan, maka penelitian akan dilaksanakan dalam 3 hari yang berbeda. Oleh karena itu, percobaan ini menggunakanRancangan Acak Kelompok dengan pola faktorial, yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah varietas yang terdiri dari 5 jenis varietas lokal. Faktor kedua adalah konsentrasi 2,4-D, yang terdiri dari 4 taraf, yaitu 0.0 mg/I2,4-D, 2.5 mg/l 2,4-D. 5.0 mg/12,4D, dan 7.5 mgll 2,4-D (metode 1). Oleh karena itu, diperoleh 20 kombinasi perlakuan, tiap kombinasi diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 60 unit perlakuan. Tiap unit perlakuan ditanam sebanyak 20 kalus embriogenik, sehingga diperlukan 1.200 potong kalus, Kemudian, metode percobaan ini dilakukan dengan dua lagi treatmen yang berbeda: (metode 2) penggunaan 2,4-D yang sarna seperti di atas (metode 1), tetapi tiap perlakuan ditambah dengan 1% PEG-6000, (metode 3) penggunaan 2,4-D yang sama seperti di atas (metode 1), tetapi tiap perlakuan ditambah dengan 1% NaCl. Dengan demikian, ke tiga metode tersebut memerlukan 3.600 kalus untuk diseleksi. Sernua parameter dari ke tiga rnetode percobaan di atas yang diamati adalah (a) persentase kalus embriogenik yang berhasil hidup dengan kriteria warna kalus putih kekuningan, (b) ukuran kalus embriogenik, yang diamati dengan menggunakan kertas milimeter blok, (c) berat kalus embriogenik yang bertahan hidup, diukur dengan timbangan analitik pada saat pemindahan ke medium barn, beratnya dinyatakan dengan miligram. Data hasil pengamatan akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Apabila terdapat pengaruh yang nyata, maka analisis data akan dilanjutkan dengan Uji BNJ. 4.5 Seleksi In Vitro Kalus Emhriogenik Toleran Terhadap Kekeringan dan Salinitas
Seleksi in vitro untuk mendapatkan varian yang toleran terhadap kekeringan rnenggunakanagens seleksi berupa senyawa osmotik. Senyawa ini dapat rnenyimulasi kondisi kekeringan di lapangan. Senyawa osmotik yang paling banyak digunakan dalam simulasi cekaman kekeringan adalah polyethylene glycol(PEG). Senyawa PEG bersifat larut dalam air dan dapat menyebabkan penurunan potensi air secara homogen. Penelitian ini menggunakan PEG dengan berat molekul 6000 (PEG-6000) sebagai agen penyeleksi. Seleksi in vitro tentang toleransi terhadap kekeringan digunakan (a) Media MS + 0.5% PEG-6000 (b) Media MS +1.0% PEG-6000, (c) Media MS + 1.5% PEG-6000, dan (d) Media MS + 2.0% PEG-6000. Media MS untuk seleksi mengandung 2.5 mg/l 2A-D,
0.5 mgll
kinetin + 3 gil kasein hidrolisat (CH) + prolin (0.1 gil). Media dipadatkan dengan agar swallow sebanyak 7.5 gil. Inkubasi kultur dilakukan keadaan terang dengan suhu 250C, intensitas cahaya 1.000 lux, dan fotoperiodisitas 14 jam terang dan 10 jam gelapselama 6 minggu.Seleksi in vitro untuk mendapatkan varian yang toleran terhadap salinitas, pada dasarnya, rnenggunakan rnetode yang sarna dengan seleksi in vitro terhadap kekeringan. Kecuali, pada seleksi in vitro varian yang toleran terhadap salinitas
13
digunakan NaCl sebagai agen penyeleksi. Metode tersebut adalah (a) Media MS + 0.5% NaCl, (b) Media MS +1.0% NaCl, (c) Media MS + 1.5% NaCl, dan (d) Media MS + 2.0% NaCl. Media MS untuk seleksi juga mengandung
2.5 mg/I 2.4-D, 0.5 mg/l kinetin + 3 g/I kasein hidrolisat (CH) +
prolin (0.1 g/l), Media dipadatkan dengan agar swallow sebanyak 8.0 g/l dan dinkubasi dalam keadaan terang suhu 2SoC, intensitas cahaya 1.000 lux, dan fotoperiodisitas 14 jam terang selama 6 minggu. Peubah yang diamati adalah persentase kalus membentuk kalus embriogenik, diameter kalus, warna kalus, danjumlah kalus yang mati. 4.6 Regenerasi Plantlet yang Toleran terhadap Kekeringan dan Salinitas Bahan yang digunakan sebagai eksplan adalah kalus embriogenik hasil seleksi in vitro, dengan ukuran kalus ± 2-4 mm. Mediadasar MS untuk regenerasi tunas terdiri dari beberapa kombinasi antara sitokinin dan auksin yaitu: (1) BA (1, 2, dan 3 mg/I) + IAA 0.8 mgll + prolin (0.1 mg/I) (2) BA 2 mg/I + IAA 0.8 mgll + zeatin (0.1; 0.2 dan 0.3 mg/I). Media dibuat padat dengan menambahkan agar swalow sebanyak 8.0 g/l. Botol yang telah ditanami eksplan kemudian diletakkan di dalam rak kultur dengan intensitas penyinaran sebesarlOOO lux dan lama penyinaran 14 jam dalam sehari. Masing-masing perlakuan terdiri dari 10 botol dan masingmasing botol terdiri atas 5 eksplan kalus. Peubah yang diamati yaitu jurnlah eksplan menghasilkan spot hijau dan jumlah eksplan bertunas.Tanda bahwa kalus dapat membentuk tunas antara lain terjadinya perubahan warna dari dari kuning menjadi putih kekuningan selanjutnya menjadi kehijauan, perubahan warna tersebut merupakan tanda adanya morfogenesis. Perubahan warna ini umumnya terjadi pada minggu ke dua setelah subkultur. 4.7 Uji LapanganlUji Multi Lokasi untuk Pelepasan Varietas Pada tahun ke dua, dan ke tiga akan dilakukan uji multilokasi untuk tujuan pelepasan varietas yang unggul. Kegiatan uji multilokasi dan adaptasi galur harapan/varietas
unggul baru padi hasil
mutasi variasi somaklonal yang toleran terhadap kekeringan akan dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun lokasi yang dijadikan sasaran uji adalah (a) lahan bersalinitas bekas tsunami di Kabutaten Aceh Besar, provinsi Aceh, (b) lahan sawah pasang surut di Kabuapten Aceh Utara, dan (c) lahan sawah tadah hujan di kabupaten Aceh Barat. Beberapa klon yang toleran terhadap kekeringan dan salinitas akan diuji dengan tujuan untuk mendapatkan beberapa varietas/galur yang adaptif dan potensi hasil tinggi. 4.8. Ouput yang Dihasilkan Output yang akan dihasilkan serta produk yang diharapkan dari penelitian variasi somakional ini adaIah: (1) Plantlet padi yang toleran terhadap kekeringan dan padi Iokal toleran terhadap salinitas, (2) Galur harapan padi yang
toleran terhadap kekeringan dan padi yang toleran terhadap salinitas, (3)
14
Pelepasan varietas unggul baru padi tahan kekeringan dan varietas tahan salinitasyang dapat dilihat pada Tabe13 berikut ini. Tabe13. Output dan produk yang dapat dihasilkan selama 3 tahun penelitian Tahun
Output
Produk
Ke-l
Plantlet padi yang toleran
a. Klon padi yang sesuai untuk lahan kering
(2012)
terhadapkekeringan dan padi lokal toleran terhadap
atau padi gogo, dan laban sawah tadah hujan. b. Klon padi yang sesuai untuk lahan bersalinitas tinggi atau laban bekas tsunami
salinitas Ke-2
Galur barapan padi yang
(2013)
toleran terhadap kekeringan dan padi yang toleran
a Benih padi F-I sebagai calon varietas unggul yang taban kekeringan b. Benih padi F-l sebagai calon varietas unggul
terhdap salinitas Ke-3
Pelepasan varietas unggul
(2014)
baru padi tahan kekeringan dan varietas tahan salinitas
yang tahan salinitas
a Benih pemulia (Breeder seed) untuk perbanyakan benih unggul tahan kekeringan b. Benih pemulia untuk perbanyakan benih unggul tahan salinitas
15
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Analisis statistik dengan metode ANOVA (lampiran 2, 4,6,8,
10, 12, 14, 16, 18,20,22,
dan 24)
memperlihatkan bahwa varietas sangat mempengaruhi tinggi tanaman umur 30 dan 60 HST, jumlah anakan umur 30 dan 60 HST, umur mulai berbunga, panjang mal ai, persentase berat gabah berisi, persentase berat gabah bampa, berat 1000 butir, basil tanaman per pot, dan potensi basil. Namun demikian, varietas tidak mempengaruhi persentase jumlah malai produktif.
5.1.1 Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas sangat mempengaruhi tinggi tanaman dan jumlab anakan padi umur 30 dan 60 HST (TabeI4). Tanaman padi tertinggi pada umur 30 HST dijumpai pada varietas Pade Pangku yang berbeda nyata dengan Pade Barcelona, DG I SHS, Pade Mirah, IR64, Salah Mayang Ru, Sipirok, Pade Peunataran, Pade P66, Bo Santeut, Pade Das, Rangkop Mirah, Sanbei, dan BO 100. Namun demikian, tidak berbeda nyata dengan varietas Sikuneng, Asi Puteh, A weuh, Sigupai, dan Sepuluo. Pada umur 60 HST varietas tertinggi adalah Pade Pangku mencapai 123 em, yang tidak berbeda nyata dengan varietas Sikuneng, Rom Mokot, Sepuluo, Pade Mas, dan Sigupai. Namun, berbeda nyata dengan varietas Pade Peunataran, Inpari, Pade Mirah, Situ Bagendit, DG I SHS, Ciherang, Salah Mayang Ru, Pade Das, dan IR64. Pola perubahan tinggi tanaman dari seluruh varietas umur 30 dan 60 HST pada berbagai perbedaan varietas disajikan pada Gambar 3. Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah anakan terbanyak pada umur 30 HST adalah varietas Pandrah yang berbeda sangat nyata dengan Pade Pangku, Situ Patenggang, Sikuneng, Pade Manggeng, dan Sigupai. Tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Pade P66, Ramos 4 Bulan, Sigudang, dan Bo Santeut. Pada umur 60 HST jumlah anakan terbanyak juga dijumpai pada varietas Pandrah yang berbeda nyata dengan varietas Pade Pangku, Sikuneng, Situ Patenggang, Pade Manggeng, Pade Das, Pade Barcelona, Sigupai, Ramos 4 Bulan, dan Pade Mas. Namun tidak berbeda nyata dengan varietas Asi Puteh, Sigudang, Bo Santeut, Pade Mirah, Pade P66, IR64, Sanbei, Aweuh, Acong, Bo 100, Salah Mayang Ru, dan Sipirok. Pola Perubahan jumlah anakan seluruh varietas padi diuji dari umur 30 dan 60 HST pada berbagai perbedaan varietas disajikan pada Gambar 2.
5.1.2 Umur Mulai Berbunga, Persentase Jumlah Malai Produktif, dan Panjang Malai Hasil studi menunjukkan bahwa varietas sangat mempengaruhi umur berbunga tanaman padi. Umur tanaman yang paling cepat berbunga terdapat pada varietas Situ Patenggang (58 HST). Varietas yang paling lama mengeluarkan bunga terdapat pada varietas Rangkop Mirah dengan umur berbunga 120 HST (Tabel S), Pola keragaman umur berbunga seluruh varietas padi yang dibudidayakan dengan metode SRI disajikan pada Gambar 3. Namun demikian, varietas berpengaruh tidak nyata terhadap persentase jumlah malai yang produktif pada berbagai varietas tanaman padi (Gambar 4). Persentase jumlah
malai
produktifterbesar
terdapat
16
pada
varietas
Sikuneng
(Tabe15).
Tabel 4. Pengaruh perbedaan varietas padi terhadap rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan pada umur 30 dan 60 HST pada sistem budidaya SRI. Tinggi Tanaman (em) No
Jumlah Anakan
Varietas 30HST
30HST
60HST
60HST
1
Ciherang
50,33 abcdefghi
6,22 fghijk
10,34 bcde
82,00 a
2
IR64
45,70 abc
6,67 ghijkl
13,67 cdef
82,90 a
3
Jnpari
52,67 bcdefghij
5,22 cdefghij
11,22 cde
77,87 a
4
DGISHS
43,20 ab
6,11 efghijk
] 1,47 cde
81,67 a
5
Situ Patenggang
55,47 cdefghij
2,89 ab
5,78
107,33 fgh
6
Situ Bagendit
52,90 bcdefghij
6,33 fghijk
11,79 cde
79,13 a
7
Acong
50,33 abcdefghi
6,33 fghijk
13,22 cdef
87,67 abc
8
Asi Puteh
57,90 fghij
5,11 cdefghi
15,10 ef
102,00 defg
9
Aweuh
57,47 fghij
5,33 cdefghij
13,23 cdef
107,90 fgh
10
Bo 100
49,53 abcdefgh
5,22 cdefghij
13,10 cdef
91,90 abcde
11
Bo Santeut
46,47 abed
7,00 hijkl
15,00 ef
89,67 abcd
12
Sikuneng
60,57 ij
2,89 ab
5,55
121
13
Sigudang
50,57 abcdefghi
7,11 ijkl
15,13 ef
88,57 abcd
14
Sanbei
48,33 abedefg
5,89 defghijk
13,53 cdef
91,57 abede
15
Sigupai
58,23 ghij
3,89 abcd
9,45
III
16
Sepuluo
59,43 hij
4,89 bcdefgh
11,67 cde
113,90 ghi
17
Salah Mayang Ru
44,90 abc
5,56 defghij
12,87 cdef
82,43 a
18
Sipirok
46,2 abe
6,56 ghijkl
12,79 cdef
86,87 abc
19
Rom Mokot
53,03 bcdefghij
6,67 ghijkl
12,43 cde
119,33 hi
20
Rangkop Mirah
47,47 abcdef
4,33 bcdef
11,77 cde
98,57 cdef
21
Ramos 4 Bulan
50,77 abcdefghi
7,33 jkl
9,56
abcd
88,10 abed
22
PadePangku
62,00j
2,00 a
5,11
a
123,00 i
23
Pade Manggeng
56,77 defghij
3,44 abc
8,89
abc
103,67 efg
24
Pandrah
55,23 cdefghij
8,46 1
17,87 f
97,77 bcdef
25
PadeMirah
43,00 ab
4,78 bcdefg
14,67 def
78,47 a
26
Pade Peunataran
45,90 abc
4,67 bcdefg
11,32 cde
77,80 a
27
Pade P66
44,90 abc
7,67 kl
14,00 cdef
83,57 ab
28
Pade Barcelona
40,90 a
6,11 efghijk
9,34
abed
87,53 abe
29
PadeDas
46,67 abcde
6,11 efghijk
9,01
abc
82,77 a
30
Pade Mas
57,1 efghij
4,11 bcde
10,00 abcde
ab
ab
abcd
hi
fghi
111,77 fghi
BNJO.05 Ket: Angka yang diikuti oleh hurufyang sarna pada kolorn yang sarna tidak berbeda nyata pada Uji Duncan 5%.
17
Vl
..... Vl
a m
a " "
.....
I
I
• •
I
J"(!)
I
~~ J"(!)
I
I
::<>(')
(!)
i
j_
I
I
0'
Oei)
Vo
::<>(')
2
0'
:rei).)
..9&
V(!)
\Il
O'ei) ~~ ::<>@ ::<>@ @..'. 0' 0' @",(!) ~@ ~
!
i I
,
I
v~
I
':"% ~
~@
~
v(!)
:.a
~@~ei)
I
I
I
0'
Y.
O>,!!.
~.., '?o
I
J
"'o~
I
;1'0
L
I
,
~~~
~o;. ~
....§
~
o
ell
.r.o..
~
'7~ ~ %
,
/ei)
7(!)
~(!)
of
-g
V"
.D
I
I
,
~" ei) 0> y. ~f>.
I
I
, I
0.. Eo-<
.,~~J'o
I
,
ro
(r
"'''ei)
I
io
:I: 0
0>
7'0
1.0
§ '"0 0
~
~
I
M
....::s
"0'
.{l-f>. 0.) 7>-
S ::s
>?{O
I
t:i
ro
Vei)~
~
I
S ro
~ @~
~
,
~
"
t:i
?(r
ci>,l
J'/ @
.v(!)
I
I
I
I a N
IZ
I
~ 0;-
I
I
.-I
""
-900'"",/.
,!!...9
I
~ .~
~~ v(!)
00
I
I
J'
.~
;o~
I
~
...... 00
Q)
'C
9~
J
I
I
§
~
~
I
0..
"IY.§!'J'
/(!) O'~
I
§
;;.-..
§
I
I
~
b.O
00* ~
@
I
0'
:.aro
I
I
::<>@
':"% J'!o~
I I
,
~
~ ~ ::s .D
0'
~
";t
t:i
:.a
, J
ell
0'
.§!
vei)
I
'0v@ ~ 0'
I
r..o.. ro
(.J
~vei)
~6
'J'
.r.o.. .....
b.O .S en
....
t:i
ro S ro
.... ~ Q)
a§ a 0
a
a co N .-I
a a
..,f
.... ro
.D
§
0
t:i :r:
o
• m
lV)
:c o \ D
• I I I I
J'~
I
~~ J'~
.o@
~
.o@
0IY
I
"0
I I
I
I
I
I I
I
.o@
~
Q'
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
Q'
':'% ~ 'h
~
~@
~ Q'
Q'
I::
01}
I::
Q' ~
t-
Y.@ 0>.6~
':'%
Q'
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I::
00* ~
"'0
~
I I
I
1
/~ %J' ~~ 0:, ~'3'
~
I
I
I
I
I o
\D
N
00
\D
't1Y ~(r
of Q)
;;0..,
;.>
.D
-gco
~
Q.;
00 J'o 7'0 0>
E-< VJ
::r::
~~ 0>
0 \0
~-t, ~IY;' 'J,.
§
"Q'
"'0
0
...
r<"\
'J,.
>?~
S
VIY.&l
~f)
~
";.
/
Q'
§ ~
.<,.~~ ~O
...0
0-
"./'3' ..
§ co
"8
...... ...... ;:l
0)-
i{l
.;:::
~~
> ~6
o
;:l
J;y,3' ~V~II@.~ .6.,9
N
(SuePlq) uelleuv lfelwnr
~
V" .,.,.~ . ~(r
N
-.~
.&l~
V@.
I r
§
.... co .;>;;
9~
I
Q.;
§
'7~ ~
I
~
§
o ~@-r.
I
S § Q)
/IY
I
Q)
01}
O~
7-0
"
I:: co
51
"* ,,~
..O .. ~
~ ~
(»~
~~
Q)
"'tl 0
,,~
~@
I
I
VJ
.o@
~~
~@
~
I
;;;:
f) IY
Q'IY
I
I
Q'
7~.)
.9& ..@... ~
I
Q'
co ('.l
§.D~
0
...... 0\
Tabel S, Keragaman umur rnulai berbunga, persentase rnalai produktif dan panjang malai pada berbagai varietas tanarnan padi yang dibudidayakan dengan sistem SRI
No
Varietas
UrnurMulai
Persentase Malai
Panjang Malai
Berbunga (bari)
Produktif (%)
(cm)
1
Ciherang
62,33 bcde
61,19
22,67 abc
2
IR64
60,67 ab
46,01
24,06 abcde
3
Inpari
62
55,32
24,41 abedef
4
DGISHS
66,67 f
55,44
26,30 defghi
5
Situ Patenggang
58,00 a
63,87
24,12 abcdef
6
Situ Bagendit
59,67 ab
51,92
25,30 bcdefg
7
Acong
94,00 jk
52,35
25,65 edefgh
8
Asi Puteh
119,33 n
47,55
23,83 abcd
9
Aweub
96,67 kl
48,62
27,62 ghi
10
Bo 100
86,33 i
52,25
27,11 efghi
11
Bo Santeut
86,33
1
40,55
28,96 ij
12
Sikuneng
92
j
74,09
25,19 bcdefg
13
Sigudang
61,67 abc
44,14
25,25 bcdefg
14
Sanbei
72,33 g
46,53
26,24 defghi
15
Sigupai
99
1m
50,65
23,98 abede
16
Sepuluo
98,00 1m
38,85
27,21 fghi
17
Salah Mayang Ru
66,00 def
44,83
24,90 bcdefg
18
Sipirok
66,00 def
60,11
21,52 a
19
RornMokot
73,67 gb
48,58
28,54 hij
20
Rangkop Mirah
120,33 n
56,45
24,06 abcde
21
Ramos 4 Bulan
76,67 h
67,32
24,33 abedef
22
PadePangku
86,67 i
63,40
30,57 j
23
Pade Manggeng
101,67 m
56,68
26,43 defghi
24
Pandrah
72
g
48,68
24,03 abcde
25
Pade
72,33 g
37,60
23,62 abed
26
Pade Peunataran
65,00 cdef
57,88
23,00 abc
27
Pade P66
60,67 ab
42,14
23,86 abed
28
Pade Barcelona
66,33 ef
59,76
22,32 ab
29
Pade Das
59,33 ab
63,75
24,37 abedef
30
PadeMas
77
71,73
24,71 bcdefg
Mirah
abed
h
Ket: Angka yang diikuti oleh hurufyang sama pada kolorn yang sarna tidak berbeda nyata pada Uji Duncan 5%.
20
I J'~
~~ :;o~
J'~
O~
~
Q'
:;o~
Vo
Q'
:7~,)
-9,,9
...~. Q'~ i9~ :;o~ :;o~
Go;
~..'.
~~
Q'
Q'
~~
':'%- ~
<1)
~~ ~ ~~ Q' '0V. ~ Q' ~~bl~ (,9.
"'7_:
I
Go;
V~
~~~~
Q' ~-'/. ~
I
Q'
.£:l
OIl
t:: c:I:S
>.
o
:.a
'7-'/. ~
I
/~
O'~
c:I:S
~~
0:, ~ /~ '3'
0..
~
8
..~ ....
;§>G-; ~
~ ~ bl ~~ '3' V",
ilv(>.
S'o
00
r;
Q>
bl-1f
0..
c:I:S
.<S-p.. 'I>-
0,)
>?0 v~~ ~ ~~~ ?
~
'Y~Q;..90 "'>?~
~ ~
&>-9
I
~6
o N rl
o o rl
o 00
o \0
(lSH) eSunqJag JnWn
o
N
o
'"' .0 c:I:S
~
J'/
~
.0
.gj
'I>-
"'Q'
~
<1)
<1)
~-'/. Q> ~bl.l
S
·c :> .~ c:I:S
..".'~ S!'~
-
~ c:I:S
9Go;
I
c:I:S
~
~
'" '3'
I
"0 Q
:.:3a :.a
~ 0d-
'7~
~
"0
~
?-O
St:: c:I:S
O~
%7_: ~
..O . ~
......
<1)
~
':'%
I
"0 0
Q
:;o~
Y, Q>z, ~ '@
;:2 r:n
v-'/.
OIl
§
.0
'"'
<1)
.0
.~
] ...
S
:3
~
§OIl
...
c:I:S
<1)
~ -.:i
8
S c:I:S
o
......
N
;i rr.J
"0 0
I
.....
J'~
S
~~
J'~
j()~ Q' ~ j()~ ~o Q' 7~.,>
o~
~
..9& "'~ -, Q'~ 6>ti)
I
~~
CO
j()~ j()~ j()~ Q' Q' Q'
s:
~~ Q' Q'
~C>}
~~
~:t ~~
=,
<>t~ Q'~
j()~ 7~6> j()~ Q' ~~ 11> Q' ,,~
~ J'o 10~~OO ~~
o 7'~ -?-O ~~ ~~ '90;
-» .~
00-
~'" ~
/~ ~J' .3'
9v.
;.>,,~
-g ,-...
'$.
.'..-...' "0 0
a
.@
~C>}
~6>
i!)~
.£
0...
~;:::l
t-
ot
~
~
?~
IYJ' ~/~ /
Q' .""~0;-90 ~,l.~
~ ~
S -§
e
;:::l .-,
11>,.9
c:
ot
00
~C>}
~() 0
·C es
00 J'o ?'O 0> ~., 0>
>?{O
0
00
«:l
t)
~J'
ot0.,>.~p.
rl
§ S
~
~,l ~Q'
0 N
«:l
0...
..D ...
~ 'tfp.
...,
;;.-.
:.a
ot~ ~.3'
~
o lJ")
OIl s:: <':!
;>
~~
\.0
;:::l
·ta
I~C>}
o
:.a .D :.a
~~ ~~
:.0.,
,....
«:l
~
"0
.§ ._. ~~ 7~
%~
/6)
§ ...>0:
«:l
%
o
§
"0
~~ ~ "0 i!)
~
00
e
i,)
~%
o
"0
....
0...
.~
.s:: <':! :> -.:t
a
.D
s
«:l
0
N N
Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berpengaruh sangat nyata terhadap panjang malai tanaman padi. Adapun rata-rata panjang malai tanaman padi untuk masing-masing varietas disajikan pada Tabel 5. Rata-rata malai terpanjang terdapat pada varietas Pade Pangku yang berbeda nyata dengan varietas Sipirok, Pade Barcelona, Ciherang, dan Pade Peunataran. Tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Bo Santeut. Variasi panjang malai seIuruh varietas padi pada berbagai perbedaan varietas disajikan pada Gambar 5.
5.1.3 Persentase Berat Gabah Berisi, Persentase Berat Gabah Hampa, dan Berat 1000 Butir Gabah Hasil pengamatan menunjukkan bahwa varietas berpengaruh sangat nyata terhadap persentase berat gabah berisi dan persentase berat gabah hampa. Persentase berat gabah berisi terbanyak
pada
varietas Pandrah (96,96%) dan berbeda sangat nyata dengan varietas Asi Puteh (3,04%), tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Acong, Sigupai, Sipirok, dan Pade Mas. Sedangkan persentase berat gabah hampa terbanyak pada varietas Asi puteh dan berbeda sangat nyata dengan varietas Pandrah. Adapun rata-rata persentase berat gabah berisi dan persentase berat gabah hampa tanaman padi untuk masing-masing varietas dapat disajikan pada Tabel 6. Variasi berat gabah berisi dan berat gabah hampa seluruh varietas padi disajikan pada Gambar 6. Selanjutnya, Uji F menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh sangat nyata terhadap berat 1000 butir gabah. Berat 1000 butir gabah yang Iebih tinggi ada pada varietas Pade Pangku dan Rom Mokot dan tidak berbeda nyata dengan varietas Inpari, Situ Patenggang, Sigupai, Sipirok, Pade Peunataran, dan Pade Das. Sedangkan berat 1000 butir gabah terendah terdapat pada varietas Asi Puteh dan Pade Mas. Adapun rata-rata berat 1000 butir gabah pada masing-masing varietas tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 6. Variasi berat 1000 butir gabah (g) seluruh varietas padi yang diuji pada berbagai perbedaan varietas, disajikan pada Gambar 7.
23
tID I'CI ._ .~ I'CI
c-
I'CI
•
o..~
I'CI
J'~
~~
:;o~
J'~
o~
~ :;o~ Vo 0' 7~.., 9& v~
~~
~~~ v,~ ,Y,
.~
~*':~;o~~ ~ ~ v~ 0' v~
0'
~
"*
,,~ 0'~ :;o~ 7"<9 :;o~
~~
2 s .....
rJJ
o~
00
'00 ~ OJ)
c::
0)
">o~ 00-;1:: ~
""0
"'0
...>
~
Yo;. ~ 00.-~
[?
"
o
~
/~
O'~
""0
~"- ~ <Jf:,
~~
7~
~ /ci)
~
ro
'J'
9v.
~~
V~
ot.~;~0" .J' ">,,~""~(r
)?V~ J'o :1'0 C9
00
:u::l .0 :u OJ)
fa;>.. :uro 0..
s:: ro
§s::
.r..o..
00
-ro
~"- C9
'I: ro
y~,(.'P-
'ro OJ)
~-1t
~
'?
v.0..,0.';/j'0t>-
> ro
P-
-€ O)
V~..§l
""0
'!'~
ot.~.0 9,~ "
~~ < t~,.>~?(r / 0' .v~ ~o "..l ~ 0J$,9 ~
.0
ro ro
0..
'a
""iii
S OJ)
s:: ro '2 to 0..
ot.
~""ci)
~6
~ ro
"0
....
.0 _"I
0
m
LI')
N
0
N
LI')
rl
(WJ) !elew 8uefued
0 rl
0
~
'"8
.0
o~
-.:t
N
Tabel 6. Persentase berat gabah berisi, persentase berat gabah harnpa, dan berat 1000 butir akibat perbedaan varietas padi yang dibudidayakan dengan metode SRI.
No
Varietas
Persentase Berat
Persentase Berat
Berat 1000 Butir
Gabah Berisi (%)
Gabah Hampa (%)
Gabah (g)
1
Ciherang
74,21 bed
25,79 bed
23,87 defg
2
IR64
78,23 bed
21,77 bed
23,47 edefg
3
Inpari
87,45 ede
12,55 abe
24,36 efg
4
DGI SHS
68,91 b
31,09 d
24,04 defg
5
Situ Patenggang
87,56 ede
12,44 abc
24,89 efg
6
Situ Bagendit
72,13 be
27,87 cd
23,33 cdefg
7
Aeong
90,38 de
9,62
19,47 bed
8
Asi Puteh
18,06 a
81,94 e
13,29 a
9
Aweuh
88,28 ede
11,72 abc
2],74
10
Bo 100
84,02 bede
15,98 abed
18,93 be
11
Bo Santeut
89,12 ede
10,88 abc
23,11 edefg
12
Sikuneng
81,49 bcde
18,51 abed
24,18 defg
13
Sigudang
88,68 ede
11,32 abc
17,20 ab
14
Sanbei
82,44 bede
17,56 abed
18,71 be
15
Sigupai
91,29 de
8,71
25,78 efg
16
Sepuluo
79,81 bede
20,19 abed
23,25 edefg
17
Salah Mayang Ru
82,82 bede
17,18 abed
23,07 edefg
18
Sipirok
92,24 de
7,76
26,58 fg
19
Rom Mokot
83,14 bede
16,86 abed
27,16 g
20
Rangkop Mirah
81,68 bede
18,32 abed
22,26 edef
21
Ramos 4 Bulan
87,90 cde
12,10 abc
23,20 edefg
22
PadePangku
81,43 bede
18,57 abed
27,55 g
23
Pade Manggeng
87,48 ede
12,52 abc
23,80 defg
24
Pandrah
96,96 e
3,04
24,27 defg
25
Pade Mirah
78,94 bed
21,06 bed
23,38 edefg
26
Pade Peunataran
86,81 ede
13,19 abc
25,15 efg
27
PadeP66
69,10 b
30,90 d
21,05 bede
28
Pade Barcelona
83,47 bede
16,53 abed
22,13 edef
29
PadeDas
68,50 b
31,50 d
24,93 efg
30
PadeMas
90,56 de
9,44
14,00 a
ab
ab
ab
a
ab
edef
Ket: Aogka yang diikuti oleh hurufyang sarna pada kolom yang sarna tidak berbeda nyata pada Uji Duncan 5%.
25
I'D +-'
t'D +-'
'
~ ~
~ ...0
•
0.. l!l
"* ~
'
"*
E t'D
r=.s:: t'D ~..c
0;;:
•
co
0..
t'D
t'D C.
l!l :I:
I I
......
;i 00 ....~ o
J'~
~~
'" §
A::I~
J'~
o~ 0'
~ ~ i;' -e
~ A::I~ Vo 0'
I
:7~" .9,9 "'~ 0' ~
I
~
-,
]
~
,.D
~ ~ ~0' ~0'
I
0'
..r
~~
'?~
~~ ~ '0v~ ~ 0'
~
0..
't
I
-
C)~
~
.~
a
0'
v~
Q~
ot~-, A::I~ v. 0' ~~ ~
~ C9~ ~
':'%
....i
't-
J'!
0'
o~
OO~~d-
,107;
~~ ~ ~ " ':"'~ 0d~ .~ 1'0
'3"-
..D
~ '"
1::
~S'
~., C9
~~.l t~O'
't>-
't~~ ~Q 3"-/
o
o
1.0
o
N
t;;i
v~.<§l
-ty,
00
..r:: ~ ..D ~ en
0"
~
~.l
?~
~
,v~~O '?~ ~ ~.9 ~
o
§
"'0
,.D
't .