Keragaman Anopheles spp pada ... (Yusran Udin, et. al)
KERAGAMAN Anopheles spp PADA EKOSISTEM PEDALAMAN DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN SIGI, SULAWESI TENGAH Yusran Udin, Malonda Maksud, Risti, Yuyun Srikandi, Ade Kurniawan, Hasrida Mustafa Balai Litbang P2B2 Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan R.I. Jl. Masitudju No. 58 Labuan Panimba Kec. Labuan Kab. Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia Email :
[email protected]
Diversity of Anopheles spp. Distributed in Inland and Mountain Ecosystems in Sigit District, Central Sulawesi Province Naskah masuk: 10 Agustus 2016 Revisi I: 22 Agustus 2016 Revisi II: 14 September 2016 Naskah diterima: 29 September 2016
Abstrak Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data distribusi dan keragaman spesies nyamuk Anopheles di pedalaman dan pegunungan. Penelitian ini dilaksanakan pada dua wilayah Puskesmas di Kabupaten Sigi, yaitu Puskesmas Kaleke di Desa Kaluku Tinggu dan Puskesmas Palolo di Desa Rejeki. Jenis penelitian ini observasional deskriptif dengan menggunakan rancangan potong lintang. Penangkapan nyamuk Anopheles dilakukan dengan survei sewaktu, metode penangkapan Night-Landing Collection (NLC) dan Night Resting Collection (NRC). Hasil penelitian di pedalaman tertangkap empat spesies Anopheles dan di pegunungan tujuh spesies. Kepadatan per jam (MHD) nyamuk Anopheles dalam rumah (indoor collection), di pedalaman 0,09 ekor/orang/jam dan di pegunungan 0,12 ekor/orang/jam. MHD luar rumah (outdoor collection), di pedalaman 0,29 ekor/orang/jam dan di pegunungan 0,16 ekor/orang/jam. Kepadatan per malam (MBR) dalam rumah, di pedalaman 0,92 ekor/orang/malam dan di pegunungan 1,25 ekor/orang/malam. MBR luar rumah, di pedalaman 3,08 ekor/orang/malam dan di pegunungan 1,67 ekor/orang/malam. Spesies Anopheles yang melimpah dan dominan di pedalaman dan pegunungan adalah An. vagus. Spesies yang tertangkap setiap jam di pedalaman yaitu An. vagus dan di pegunungan An. nigerrimus. Indeks keragaman Anopheles spp, di pedalaman keragamannya rendah (H = 0,53) dan di pegunungan keragamannya sedang (H = 1,32). Kata kunci: keragaman, Anopheles, ekosistem, pedalaman, pegunungan Abstract Malaria disease is transmitted by a female Anopheles spp. The aim of study was to investigate diversity of Anopheles spp distributed in inland an mountain ecosystems. Two central of public health located in Sigi District were selected for the study i.e. Kaleke in Kaluku village and Palolo in Rejeki village. A cross sectional design was used in this descriptive observational study. The mosquitoes were trapped using various methods i.e. one time surveillance, Night-Landing Collection (NLC) and Night Resting Collection (NRC) techniques. Results showed that number of species found in the inland and mountain were four and seven species, respectively. Man bitting rate (MBR) indoor result demonstrated that the number of mosquitoes in the mountain (1,25 mosquitoes/man/night) was found more abundant than in the inland (0,92 mosquitoes/ man/night). MBR outdoor analysis showed that the number of mosquitoes in the mountain (1,67 mosquitoes/ man/night) was found less abundant than in the inland (3,08 mosquitoes/man/night). Anopheles vagus was the most abundant species found in both inland and mountain. The species of Anopheles captured per hour in the inland and mountain were A. vagus and A. nigerrimus, respectively. The diversity index of Anopheles spp in the mountain (H=1,32) was higher than in the inland (0,53). Keywords: diversity, Anopheles, ecosystem, inland, mountain
61
Vektora Volume 8 Nomor 2, Oktober 2016: 61 - 70
PENDAHULUAN
Salah satu indikator keberhasilan Milenium Deve lopment Goals (MDGs) yang harus dicapai Indonesia adalah pengendalian penyebaran dan penurunan jumlah kasus malaria menjadi setengahnya yaitu dari 2 menjadi 1 per 1000 penduduk pada tahun 2015. Annual Parasite Incidence (API) nasional menunjukkan penurunan pada tahun 2008 ke 2009 dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85. Sesuai target Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, API harus diturunkan menjadi 1 per 1000 penduduk pada tahun 2014 (Kementerian Kesehatan RI 2011; Roosihermiatie & Rukmini 2012). Pencapaian target Renstra Kemenkes ini akan tercapai apabila pengendalian malaria dilaksanakan se cara komprehensif. Penyakit malaria merupakan masalah yang komplek dan terkait dengan aspek penyebab penyakit (parasit), lingkungan (fisik dan biologis) dan nyamuk Anopheles sebagai vektor. Nyamuk Anopheles yang ditemukan di Indonesia berjumlah sekitar 80 spesies, namun sampai saat ini baru 22 spesies Anopheles yang dapat menularkan malaria (Achmadi 2005; Elyazar et al. 2013). Nyamuk Anopheles dapat hidup di daerah tertentu dengan kondisi habitat lingkungan yang spesifik seperti daerah pantai, rawa-rawa, persawahan, hutan dan pegunungan (Arsin 2012). Nyamuk Anopheles yang hidup di alam hampir pada semua tempat, baik di ekosistem pantai sampai pegunungan dan hutan. Dalam menjaga keseimbangan ekosistem populasi nyamuk alamiah dipengaruhi oleh faktor biotik (predator, parasit) dan abiotik (suhu, curah hujan, iklim). Demikian pula bahwa setiap spesies memiliki relungnya yang khas. Nyamuk Anopheles ditemukan pada berbagai ekosistem yaitu pantai, persa wahan, hutan/pedalaman, dan pegunungan. Spesies nyamuk Anopheles ditemukan di daerah pantai hingga daerah pegunungan. Untuk spesies An. sundaicus, An. subpictus dan An. minimus ditemukan di daerah pantai. Untuk An. barbirostris dan An. aconitus ditemukan di daerah persawahan. An. umbrosus dan An. balabacensis ditemukan di daerah hutan; dan An. aconitus, An. maculatus dan An. leucospyrus group ditemukan di daerah bukit dan pegunungan (Ditjend P2PL 2007; Munif et al. 2010). Distribusi habitat perkembangbiakan dan keragaman Anopheles spp pada berbagai ekosistem tersebut di atas dapat berubah sebagai dampak dari kegiatan manusia, sehingga penting diketahui distribusi habitat dan keragaman Anopheles spp untuk setiap ekosistem yang telah dikelolah oleh manusia. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan data distribusi habitat dan keragaman Anopheles spp pada ekosistem pedalaman
62
dengan topografi dataran rendah (<500 meter dpl) dan ekosistem pegunungan dengan topografi dataran tinggi (≥500 meter dpl) di Kabupaten Sigi. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret s/d Juni 2014 pada dua wilayah ekosistem yang berbeda, yaitu lokasi pertama di wilayah Puskesmas Kaleke Keca matan Dolo Barat Desa Kaluku Tinggu yang merupakan ekosistem pedalaman dengan topografi dataran rendah (<500 meter dpl). Lokasi kedua di wilayah Puskesmas Palolo Kecamatan Palolo Desa Rejeki yang merupakan ekosistem pegunungan (≥500 meter dpl). Pemilihan lokasi berdasarkan data kasus malaria dengan API >50/00 tahun 2012 (Dinkes Kab. Sigi 2013). Populasi da lam penelitian ini adalah seluruh nyamuk yang ada di wilayah Kabupaten Sigi. Sampel penelitian adalah se luruh nyamuk dewasa yang tertangkap selama peneli tian. Peralatan dan bahan yang digunakan adalah peralat an survey entomologi lapangan (Ditjend P2PL 2013a). Metode survey entomologi yang dilakukan adalah dengan menggunakan Night-Landing Collection (NLC) dan Night Resting Collection (NRC). Penangkapan nya muk metode NLC di dalam dan luar rumah dilakukan semalam suntuk dari pukul 18.00–06.00. Penangkapan nyamuk yang hinggap pada orang baik di dalam maupun di luar rumah selama 40 menit, dilakukan oleh 6 orang yaitu 3 orang di dalam rumah dan 3 orang di luar rumah. Setelah penangkapan dengan metode NLC kemudian dilanjutkan dengan metode NRC. Caranya adalah kolektor yang bertugas di dalam rumah melakukan penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding selama 10 menit, sedangkan yang di luar rumah melakukan penangkapan nyamuk di sekitar kandang selama 10 menit pula (Ditjend P2PL 2013a; Ditjend P2PL 2013b). Nyamuk Anopheles yang tertangkap diidentifikasi menu rut kunci bergambar nyamuk Anopheles di Indonesia (O’Connor & Soepanto 2013). Analisis data Hasil identifikasi dianalisis untuk mengetahui keragaman fauna, kepadatan populasi menghisap darah, kelimpahan nisbi, frekuensi tertangkap, dominansi dan keragaman spesies nyamuk pada ekosistem pedalaman dan pegunungan. Kepadatan nyamuk yaitu jumlah nyamuk yang hinggap per orang per jam (MHD = Man Hour Dencity), dan jumlah nyamuk yang mengisap darah per orang per malam (MBR = Man Bitting Rate), dihitung menurut metode (Ditjend P2PL 2013b; Munif et al. 2010) sebagai berikut:
Keragaman Anopheles spp pada ... (Yusran Udin, et. al)
Indeks keragaman spesies (H) dihitung dengan meng gunakan rumus menurut Shannon-whiener (Magurran 2004).
Kelimpahan nisbi adalah perbandingan antara banyaknya nyamuk suatu spesies dengan jumlah nyamuk dari berbagai spesies yang tertangkap, dan dinyatakan dalam persentase.
Angka frekuensi nyamuk tertangkap adalah perbandingan antara jumlah suatu spesies nyamuk diketemukan dalam penangkapan dan banyaknya penangkapan.
Angka dominansi spesies diperoleh dari hasil perkalian kelimpahan nisbi dan frekuensi nyamuk tersebut tertangkap.
Keterangan : H = Indeks keragaman spesies pi = Proporsi spesies yaitu perbandingan antara banyaknya nyamuk suatu spesies dan jumlah semua nyamuk dari berbagai spesies yang tertangkap. HASIL Fauna nyamuk Anopheles di ekosistem pedalaman dan pegunungan Hasil penangkapan nyamuk di ekosistem pedalam an tertangkap 627 ekor nyamuk Anopheles, yaitu An. barbirostris 21 ekor, An. parangensis 4 ekor, An. indefinitus 67 ekor dan An. vagus 535 ekor. Di ekosistem pegunungan tertangkap 994 ekor, yaitu An. barbirostris 53 ekor, An. nigerrimus 209 ekor, An. tesselatus 176 ekor, An. indefinitus 58 ekor, An. vagus 496 ekor, An. umbrosus 1 ekor dan An. peditaeniatus 1 ekor. Proporsi nyamuk Anopheles spp yang tertangkap dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Proporsi spesies nyamuk Anopheles yang tertangkap pada ekosistem pedalaman dan pegunungan di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, 2014
63
Vektora Volume 8 Nomor 2, Oktober 2016: 61 - 70
Kepadatan nyamuk/orang/jam (Man Hour Dencity = MHD) Hasil analisis kepadatan nyamuk yang tertangkap menghisap darah manusia, diketahui bahwa pada ekosistem pedalaman spesies dengan MHD tertinggi adalah An. vagus yaitu masing-masing, 0,04 ekor/ orang/jam di dalam rumah (UOD) dan 0,17 ekor/orang/ jam di luar rumah (UOL). Sedangkan pada ekosistem pegunungan, spesies dengan MHD tertinggi adalah An. barbirostris yaitu masing-masing 0,06 ekor/orang/ jam di dalam dan di luar rumah. Berdasarkan lokasi nyamuk tertangkap diketahui bahwa, kepadatan (MHD) nyamuk yang tertangkap di luar rumah lebih tinggi, jika dibandingkan dengan nyamuk yang tertangkap di dalam rumah. Hasil analisis kepadatan/orang/jam dan lokasi penangkapan nyamuk disajikan Tabel 1.
pedalaman, yang tertinggi adalah An. vagus, yaitu 0,42 ekor/orang/malam di dalam rumah dan 1,83 ekor/orang/ malam di luar rumah. Pada ekosistem pegunungan, spesies dengan MBR yang tertinggi di dalam dan di luar rumah, adalah An. barbirostris masing-masing 0,58 ekor/orang/malam. Berdasarkan lokasi penangkapan nyamuk, MBR nyamuk Anopheles yang menghisap darah manusia di pedalaman dan pegunungan, lebih tinggi kepadatannya di luar rumah dari pada di dalam rumah. MBR di luar rumah adalah 3,08 ekor/orang/malam pada ekosistem pedalaman dan 1,67 ekor/orang/malam pada ekosistem pegunungan. Sedangkan MBR di dalam rumah adalah 0,92 ekor/orang/malam pada ekosistem pedalaman dan 1,25 ekor/orang/malam pada ekosistem pegunungan. Hasil analisis disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1. Kepadatan (MHD) nyamuk Anopheles spp yang menusuk-menghisap darah manusia pada ekosistem pedalaman dan pegunungan di Kab. Sigi, Sulawesi Tengah, 2014 No
Spesies nyamuk
EKOSISTEM PEDALAMAN 1 An. barbirostris 2 An. indenfinitus 3 An. vagus Total EKOSISTEM PEGUNUNGAN 1 An. barbirostris 2 An. nigerrimus 3 An. tesselatus 4 An. indefinitus 5 An. vagus Total
Umpan Orang Dalam Rumah (UOD) Jumlah nyamuk MHD 4 2 5 11
0,03 0,02 0,04 0,09
9 6 22 37
0,07 0,05 0,17 0,29
7 5 0 1 2 15
0,06 0,04 0,00 0,01 0,02 0,12
7 2 4 1 6 20
0,06 0,02 0,03 0,01 0,05 0,16
Kepadatan nyamuk/orang/malam (Man Bitting Rate = MBR) Kepadatan permalam (MBR) spesies nyamuk Ano pheles yang menghisap darah manusia pada ekosistem
64
Umpan Orang Luar Rumah (UOL) Jumlah nyamuk MHD
Kelimpahan Nisbi, Frekuensi Tertangkap, Dominansi dan Keragaman Spesies. Terhadap nyamuk Anopheles spp yang tertangkap di ekosistem pedalaman dan pegunungan, dilakukan
Keragaman Anopheles spp pada ... (Yusran Udin, et. al)
Tabel 2. Kepadatan permalam (MBR) nyamuk Anopheles spp menusuk-menghisap darah manusia pada ekosistem pedalaman dan pegunungan di Kab. Sigi, Sulawesi Tengah, 2014 No
Umpan Orang Dalam Rumah (UOD) Jumlah nyamuk MBR
Spesies nyamuk
EKOSISTEM PEDALAMAN 1 An. barbirostris 2 An. indenfinitus 3 An. vagus Total EKOSISTEM PEGUNUNGAN 1 An. barbirostris 2 An. nigerrimus 3 An. tesselatus 4 An. indefinitus 5 An. vagus Total
Umpan Orang Luar Rumah (UOL) Jumlah nyamuk MBR
4 2 5 11
0,33 0,17 0,42 0,92
9 6 22 37
0,75 0,50 1,83 3,08
7 5 0 1 2 15
0,58 0,42 0,00 0,08 0,17 1,25
7 2 4 1 6 20
0,58 0,17 0,33 0,08 0,50 1,67
Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles. Hasil survei habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles yang dilakukan di sekitar lokasi penangkapan nyamuk dewasa, pada ekosistem pedalaman ditemukan 13 titik lokasi yang potensial sebagai habitat perkembangbiakan nyamuk, sedangkan pada ekosistem pegunungan hanya ditemukan tujuh titik lokasi. Setiap habitat perkembangbiakan nyamuk yang ditemukan, dilakukan pengukuran suhu air, pH air, ketinggian lokasi dan pencidukan jentik nyamuk. Hasil pencidukan
analisis kelimpahan nisbi, frekwensi tertangkap, dominansi dan keragaman spesies. Analisis kelimpahan nisbi untuk mengetahui proporsi spesies tertentu yang melimpah. Analisis frekuensi tertangkap untuk mengetahui berapa kali spesies tertentu tertangkap dalam jangka waktu penangkapan. Angka dominansi menunjukkan spesies tertentu yang mendominasi total nyamuk yang tertangkap. Indeks keragaman dianalisis per spesies, kemudian ditotalkan dari semua spesies untuk mengetahui indeks keragaman spesies Anopheles. Hasil analisis disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kelimpahan nisbi, frekuensi, dominansi dan indeks keragaman Anopheles spp pada ekosistem pedalaman dan pegunungan di Kab. Sigi, Sulawesi Tengah, 2014 No
Spesies nyamuk
EKOSISTEM PEDALAMAN 1 An. barbirostris 2 An. parangensis 3 An. indenfinitus 4 An. vagus Total EKOSISTEM PEGUNUNGAN 1 An. barbirostris 2 An. nigerrimus 3 An. tesselatus 4 An. indefinitus 5 An. vagus 6 An. umbrosus 7 An. peditaeniatus Total
Kelimpahan nisbi (%)
Frekuensi tertangkap
3,35 0,64 10,69 85,33
0,28 0,07 0,67 1,00
5,33 21,03 17,71 5,84 49,90 0,10 0,10
0,68 1,00 0,71 0,59 0,98 0,02 0,02
Dominansi spesies Indeks Keragaman (%) Spesies (H)
0,93 0,04 7,21 85,33
0,10 0,05 0,25 0,14 0,53
3,64 21,03 12,52 3,42 48,68 0,00 0,00
0,16 0,33 0,31 0,17 0,35 0,01 0,01 1,32
65
Vektora Volume 8 Nomor 2, Oktober 2016: 61 - 70
jentik nyamuk pada ekosistem pedalaman, terdapat empat lokasi habitat yang ditemukan jentik Anopheles. Sedangkan pada ekosistem pegunungan hanya dua lokasi habitat yang ditemukan jentik Anopheles. Karakteristik habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles dan kepadatan jentik Anopheles disajikan pada Tabel 4.
pada musim kemarau. Sehingga lokasi sekitar kebun coklat, mata air dan sungai kecil yang ada disekitar pemukiman penduduk mengalami kekeringan dan tidak ditemukan genangan air. Lokasi tersebut pada musim hujan sangat berpotensi terjadinya genangan air sebagai habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp.
Tabel 4. Karakteristik habitat perkembangbiakan dan kepadatan jentik Anopheles spp pada ekosistem pedalaman dan pegunungan di Kab. Sigi, Sulawesi Tengah, 2014 No
Jenis Habitat
EKOSISTEM PEDALAMAN Sawah padi umur ±1 minggu 1 Kolam ikan I 2 Kobakan air di sungai kecil 3 Kolam ikan II 4 Sawah tidak diolah (kering) 5 Sawah padi umur ± 2 bulan 6 Kolam ikan III 7 Sawah padi siap panen 8 Selokan di pinggir jalan 9 Kolam ikan IV 10 Sawah padi umur ±1 bulan 11 12 Sawah padi sedang di tanam 13 Sawah padi umur ± 2 bulan EKOSISTEM PEGUNUNGAN Sungai kecil, aliran airnya lambat 1 Sawah padi sudah panen 2 Sawah padi umur ±2 minggu 3 4 5 6 7
Kolam ikan I Kolam ikan II Kolam ikan III Sawah padi umur ±1 bulan
Suhu (ºC)
pH
Tinggi (mtr dpl)
Rata-rata kepadatan jentik/cidukan
Keterangan
26 25 25,5 25,5 26 25,5 24,5 25 25 27
6 6 7 6 5 6 6 5,5 5 5,5
117 131 129 134 130 126 133 139 131 130 122 118 123
9,7 0 0 0 0 0 0 0 2,4 0 5,0 1,1 0
jentik An. vagus potensial potensial potensial potensial potensial potensial potensial jentik An. vagus potensial jentik An. vagus jentik An. vagus potensial
26 24
6 6
636 636 645
0,1 0 1,1
25 23 24 26
6 6 6 6
632 641 640 644
0 0 0 1,2
jentik An. vagus potensial An. vagus dan An. barbirostris potensial potensial potensial An. Vagus
Jenis habitat perkembangbiakan jentik Anopheles yang ditemukan pada ekosistem pedalaman dan pegunungan, sebagian besar adalah daerah persawahan. Hal ini dapat terjadi karena penelitian ini dilaksanakan
66
Distribusi habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp pada wilayah ekosistem pedalaman di Desa Kaluku Tinggu dan ekosistem pegunungan di Desa Rejeki, disajikan pada gambar 2 dan 3.
Keragaman Anopheles spp pada ... (Yusran Udin, et. al)
Gambar 2. Peta distribusi habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp pada ekosistem pedalaman di Desa Kaluku Tinggu Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, 2014
Gambar 3. Peta Distribusi habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp pada wilayah ekosistem pegunungan di Desa Rejeki Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, 2014
67
Vektora Volume 8 Nomor 2, Oktober 2016: 61 - 70
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada ekosistem pedalaman di Desa Kaluku Tinggu Kec. Dolo Barat Kab. Sigi tahun 2014, ditemukan empat spesies nyamuk Anopheles yaitu An. barbirostris, An. parangensis, An. indefinitus dan An. vagus, Dari empat spesies yang tertangkap, terdapat dua spesies yang secara rutin ditemukan setiap penangkapan yaitu An. indefinitus dan An. vagus. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil survei rekonfirmasi vektor filariasis di Desa Tuwa Kab. Sigi, yang menemukan enam spesies Anopheles yaitu An. barbirostris, An. vagus, An. parangensis, An. hyrcanus grup, An. tesselatus dan An. kochi (Loka Litbang P2B2 Donggala 2004). Dari kedua lokasi penangkapan nyamuk Anopheles tersebut diatas, terdapat tiga spesies yang sama ditemukan pada kedua lokasi, yaitu An. vagus, An. indefinitus dan An. barbirostris. Hal ini dapat terjadi karena kondisi ekosistem dan jenis habitat yang tidak jauh berbeda pada kedua wilayah desa tersebut. Penelitian lain yang relevan dengan data hasil penangkapan nyamuk Anopheles pada ekosistem pedalaman, adalah penelitian Noshirma, dkk (Noshirma et al. 2012) pada dataran rendah di Kabupaten Sumba Tengah. Hasil penelitian Noshirma menemukan delapan spesies Anopheles yaitu An. kochi, An. aconitus, An. tesselatus, An. barbirostris, An. vagus, An. flavirostris, An. maculatus dan An. indefinitus. Data ini menunjukkan bahwa jumlah spesies Anopheles yang ditemukan di Kabupaten Sumba, dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah spesies Anopheles yang ditemukan pada ekosistem pedalaman di Kabupaten Sigi. Dari delapan spesies yang tertangkap di Sumba, terdapat tiga spesies yang sama dengan yang tertangkap pada ekosistem pedalaman di Sigi, yaitu An. vagus, An. indefinitus dan An. barbirostris. Hal ini dapat terjadi karena tipe habitat yang ditemukan pada kedua lokasi penangkapan nyamuk adalah daerah persawahan. Hasil penelitian yang dilaksanakan pada ekosistem pegunungan di Desa Rejeki Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi tahun 2014, ditemukan tujuh spesies nyamuk Anopheles dan terdapat lima spesies yang secara rutin tertangkap setiap penangkapan, yaitu An. barbirostris, An. nigerrimus, An. tesselatus, An. vagus dan An. indefinitus. Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Jastal (Jastal 2005) di Desa Tongoa Kecamatan Palolo Kabupten Sigi, yang menemukan delapan spesies nyamuk Anopheles, yaitu An. barbirostris, An. nigerrimus, An. barbumbrosus, An. tesselatus, An. vagus, An. kochi, An. punctulatus dan An. maculatus. Hasil penelitian yang dilakasanakan pada ekosistem pegunungan di wilayah Kecamatan 68
Palolo, ditemukan empat spesies yang mengindikasikan bahwa fauna nyamuk Anopheles Jumlah spesies yang ditemukan Jastal (2005) pada ekosistem pegunungan di Desa Tongoa, hampir sama dengan jumlah spesies yang ditemukan di Desa Rejeki. Terdapat empat spesies nyamuk Anopheles yang sama ditemukan pada kedua wilayah tersebut, yaitu An. barbirostris, An. nigerrimus, An. tesselatus dan An. vagus. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa fauna nyamuk Anopheles pada ekosistem pegunungan di wilayah Kecamatan Palolo, belum banyak mengalami perubahan setelah sembilan tahun yang lalu. Relevansi hasil penelitian ini dapat terjadi karena kedua lokasi penelitian berada pada wilayah ekosistem pegunungan yang sama dan tipe habitat yang tidak jauh berbeda yaitu daerah persawahan dan sungai-sungai kecil. Penelitian Lestari (2007) di Desa Kaliwader Daerah Bukit Menoreh, Purworejo, Jawa Tengah, menemukan tujuh spesies Anopheles, yaitu An. maculatus, An. balabacensis, An. vagus, An. barbirostris, An. aconitus, An. kochi dan An. flavirostris (Lestari et al. 2007). Hasil penelitian ini menemukan jumlah spesies yang sama dengan hasil penelitian pada ekosistem pegunungan di Desa Rejeki Kabupaten Sigi tahun 2014, yaitu samasama menemukan tujuh spesies Anopheles. Namun hanya dua spesies yang sama ditemukan yaitu An. barbirostris dan An. vagus. Spesies yang dominan tertangkap, juga berbeda yaitu di Desa Kaliwader adalah An. maculatus, sedangkan di Desa Rejeki adalah An. vagus. Data hasil penelitian pada ekosistem perbukitan/ pegunungan tersebut diatas, menunjukkan bahwa keragaman fauna nyamuk Anopheles pada kedua lokasi penelitian cenderung berbeda, karena lokasi penelitian ini berada pada wilayah zoogeografi yang berbeda yaitu pulau Jawa di wilayah oriental dan pulau Sulawesi berada di antara wilayah Australia dan oriental. Perbedaan spesies Anopheles pada setiap daerah merupakan sifat khas lokal, disamping faktor lingkungan yang menyediakan habitat perkembangbiakan dengan perbedaan kandungan sumber makanan yang cukup bagi jentik Anopheles, juga di pengaruhi ketinggian lokasi diatas permukaan laut (Fahmi et al. 2014). Hasil analisis aktifitas nyamuk Anopheles spp menghisap darah manusia di pedalaman dan pegunungan tahun 2014, diketahui kepadatan di luar rumah lebih tinggi dari pada yang di dalam rumah. Hal ini menunjukkan bahwa Anopheles spp di pedalaman dan pegunungan, cenderung bersifat eksofagik. Karena vektor cenderung bersifat eksofagik, maka pengendalian vektor malaria dengan menggunakan kelambu kurang efektif. Dengan demikian maka masyarakat yang melakukan aktifitas di luar rumah pada malam hari,
Keragaman Anopheles spp pada ... (Yusran Udin, et. al)
labih berisiko tertular malaria dibandingkan dengan yang hanya beraktifitas di dalam rumah. Pengendalian malaria harus disertai dengan perubahan kebiasaan masyarakat untuk mengurangi aktifitas di luar rumah pada malam hari. Berdasarkan nilai angka kepadatan per jam (MHD) dan kepadatan per malam (MBR) nyamuk Anopheles spp di pedalaman dan pegunungan, baik di dalam maupun di luar rumah (Tabel 1 dan 2), lebih tinggi dari nilai standar MHD dan MBR yang berpotensi terjadinya penularan malaria, yaitu nilai MHD 0,0025 ekor/orang/ jam dan MBR 0,025 ekor/orang/malam (Gilles dan Warel, 2002 dalam Panji, 2013) (Dhewantara et al. 2011). Data ini mengindikasikan bahwa di wilayah Kabupaten Sigi, masih berpotensi terjadinya penularan malaria, baik pada wilayah ekosistem pedalaman maupun pada ekosistem pegunungan. Hasil analisis spesies nyamuk Anopheles yang tertangkap pada ekosistem pedalaman dan pegunungan, diketahui bahwa spesies yang paling melimpah dan dominan tertangkap adalah An. vagus. Dengan demikian maka data ini mengindikasikan bahwa An. vagus mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk beradaptasi terhadap lingkungan tempat berkembangbiak. Sedangkan spesies yang paling sering tertangkap mengisap darah, di pedalaman adalah An. vagus dan di pegunungan adalah An. nigerrimus. Hal ini menunjukkan bahwa spesies yang paling aktif mengisap darah manusia sepanjang malam, pada ekosistem pedalaman adalah An. vagus dan pada ekosistem pegunungan adalah An. nigerrimus. Berdasarkan hasil analisis indeks keragaman spesies nyamuk Anopheles yang tertangkap pada ekosistem pedalaman adalah H = 0,53 dan pada ekosistem pegunungan adalah H = 1,32. Menurut Michael (1995) dalam Saragih (2008), ada tiga kriteria keragaman, yaitu : jika nilai H˂1 menunjukkan bahwa keragaman rendah dengan indikasi adanya tekanan ekologis yang berat dan ekosistem tidak stabil. Jika nilai H = 1-3 menunjukkan bahwa keragaman sedang, hal ini terjadi bila kondisi ekosistem cukup seimbang dan tekanan ekologis sedang. Sedangkan jika nilai H> 3 menunjukkan keragaman tinggi dengan indikasi stabilitas ekosistem mantap, produktivitas tinggi dan tahan terhadap tekanan ekologis. Kondisi - kondisi tersebut bisa disebabkan oleh tindakan manusia dalam mengolah dan mengelola ekosistem untuk kepentingannya (Saragih 2008). Berdasarkan standar nilai keragaman (H) tersebut diatas, maka indeks keragaman nyamuk Anopheles spp pada ekosistem pedalaman termasuk dalam kategori keragaman rendah (H = 0,53) dan pada ekosistem pegunungan keragamannya sedang (H = 1,32). Hasil
analisis indeks keragaman ini mengindikasikan bahwa kondisi ekosistem di wilayah pegunungan cukup seimbang dan tekanan ekologis sedang. Sedangkan di wilayah pedalaman, kondisi ekosistemnya tidak stabil dan mengalami tekanan ekologis yang berat. Kondisi ekosistem pegunungan yang cukup seimbang di dukung oleh data fauna nyamuk Anopheles yang tertangkap setelah sembilan tahun, belum banyak mengalami perubahan (Jastal, 2005). Semakin tinggi keragaman spesies, maka semakin tinggi pula kekuatan spesies tersebut untuk beradaptasi terhadap perubahanperubahan yang spesifik di lingkungannya. Kondisi ekosistem pegunungan yang cukup seimbang untuk perkembagbiakan nyamuk Anopheles, dapat terjadi karena pada ekosistem pegunungan terdapat daerah persawahan dengan pengairan irigasi dan airnya mengalir sepanjang tahun. Dengan demikian maka habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp, tersedia sepanjang tahun dan relatif menimbulkan kestabilan ekosistem. Sedangkan pada ekosistem pedalaman area persawahannya adalah sawah tadah hujan, sehingga habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles tidak tersedia sepanjang tahun. Kondisi lingkungan yang tidak stabil dan tekanan ekologis yang berat pada ekosistem pedalaman, dapat mempengaruhi kestabilan perkembangbiakan nyamuk Anopheles. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Spesies nyamuk Anopheles yang tertangkap di ekosistem pegunungan lebih bervariasi dibandingkan dengan di pedalaman. Spesies Anopheles yang dominan tertangkap di ekosistem pedalaman dan pegunungan adalah An. vagus. Frekuensi tertangkap yang paling tinggi di ekosistem pedalaman adalah An. vagus dan di pegunungan adalah An. nigerrimus. Indeks keragaman Anopheles spp di pegunungan keragamannya sedang dan di pedalaman keragamannya rendah. Saran Perlu dilakukan kajian lanjutan pada ekosistem pedalaman tentang jenis dan karakteristik habitat per kembangbiakan nyamuk Anopheles yang dilaksanakan pada saat musim hujan. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada: Kepala Badan Litbang Kesehatan yang telah membiayai penelitian ini. Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala atas izin dan dukungannya dalam pelaksanaan penelitian. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten 69
Vektora Volume 8 Nomor 2, Oktober 2016: 61 - 70
Sigi yang telah mengizinkan pelaksanaan penelitian di wilayah Kabupaten Sigi. Prof. Supratman Sukowati (Alm), Prof. Dr. Amrul Munif, M.Sc. dan Dra. Blondine Christina P., M.Kes. atas bimbingannya selama penelitian sampai penyusunan laporan akhir. Bapak Mappiwaris (Pengelola Program Malaria Dinkes Kab. Sigi), Zulfitriana Mandai, S.Si (Pengelola Program Malaria Puskesmas Kaleke) dan Agustin Rinny, Amd. Kep (Pengelola Program Malaria Puskesmas Palolo) yang telah membantu kami di lapangan selama pengumpulan data. Pemerintah Desa Kaluku Tinggu dan Desa Rejeki yang telah memfasilitasi kami dalam pelaksanaan penelitian dan masyarakat yang telah membantu kami menangkap nyamuk Anopheles pada malam hari. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U.F., 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Arsin, A.A., 2012. Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi, Makassar: Masagena Press. Dhewantara, P.W., Astuti, E.P. & Yanuar, F., 2011. Kapsitas Vektor Nyamuk Anopheles (Diptera culicidae) di Desa Pamotan Kecamatan Kalipucang Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Studi Ekologi Vektor Malaria di Desa Suka Resik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis Jawa Barat, Ciamis. Dinkes Kab. Sigi, 2013. Laporan Kasus Malaria Tahun 2012, Sigi. Ditjend P2PL, 2007. Ekologi Vektor dan Beberapa Aspek Perilaku Jakarta., Depkes RI. Ditjend P2PL, 2013a. Modul Entomologi Malaria, Jakarta: Kemenkes RI. Ditjend P2PL, 2013b. Pedoman Survei Entomologi Malaria dan Pedoman Vektor Malaria di Indonesia, Jakarta: Kemenkes RI. Elyazar, I.R.F. et al., 2013. The Distribution and Bionomics of Anopheles Malaria Vector Mosquitoes in Indonesia 1st ed., Elsevier Ltd.
70
Available at: http://dx.doi.org/10.1016/B978-012-407705-8.00003-3. Fahmi, M. et al., 2014. Studi Keanekaragaman Spesies Nyamuk Anopheles sp. Di Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Online Jurnal of Natural Science, 3(2), pp.95–108. Jastal, 2005. Perilaku Nyamuk Anopheles Menghisap Darah di Desa Tongoa, Donggala, Sulawesi Tengah. Institut Pertanian Bogor. Kementerian Kesehatan RI, 2011. Buku Saku Menuju Eliminasi Malaria, Jakarta: Ditjend P2PL. Lestari, E.W. et al., 2007. Vektor Malaria di Daerah Bukit Menoreh, Purworejo, Jawa Tengah. Media Litbang Kesehatan, XVII(1), pp.30–35. Loka Litbang P2B2 Donggala, 2004. Laporan Survei Rekonfirmasi Vektor Filariasis di Kab. Donggala, Sulawesi Tengah, Donggala. Magurran, A.E., 2004. Measuring Biological Diversity, New Jersey: Princeton University Press. Munif, A. et al., 2010. Panduan Pengamatan Nyamuk Vektor Malaria, Jakarta: CV. Agung Seto. Noshirma, M., Willa, R.W. & Adnyana, N.W.D., 2012. Beberapa Aspek Perilaku Nyamuk Anopheles barbirostris di Kabupaten Sumba Tengah Tahun 2011. Media Litbang Kesehatan, 22(4), pp.161– 166. O’Connor, C. & Soepanto, A., 2013. Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles Dewasa di Indonesia dan Bergambar Jentik Anopheles di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jenderal P2PL, Kemenkes RI. Roosihermiatie, B. & Rukmini, 2012. Analisis Implementasi Kebijakan Eliminasi Malaria di Provinsi Bali. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 15(2), pp.143–153. Saragih, A., 2008. Indeks Keragaman Jenis Serangga Pada Tanaman Stroberi (Fragaria Sp) di Lapangan. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.