PYTHAGORAS: Jurnal Pendidikan Matematika Volume 10 – Nomor 1, Juni 2015, (1-14) Available online at: http://journal.uny.ac.id/index.php/pythagoras
Keefektifan Cooperative Learning Tipe Jigsaw dan STAD Ditinjau dari Prestasi Belajar dan Kepercayaan Diri Siswa Curie Putri Hijrihani 1), Dhoriva Urwatul Wutsqa 2) 1 SMA Negeri 1 Ngaglik Sleman, Jalan Kayunan, Donoharjo, Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Email:
[email protected] 2 Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Yogyakarta, Jl. Colombo No. 1, Karangmalang, Yogyakarta 55281, Indonesia. Email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan Student Teams Achievement Divisions (STAD) ditinjau dari prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa SMP dan (2) perbandingan keefektifan antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD ditinjau dari prestasi belajar siswa dan kepercayaan diri siswa SMP. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang menggunakan dua kelompok eksperimen. Teknik analisis data yang digunakan meliputi: (1) one sample t-test yang digunakan untuk mendeskripsikan keefektifan Jigsaw dan STAD pada masing-masing variabel; (2) analisis multivariat yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan keefektifan Jigsaw dan STAD secara simultan; (3) uji lanjut dengan prosedur Bonferroni, yang digunakan untuk untuk mengetahui model pembelajaran yang lebih efektif antara Jigsaw dan STAD ditinjau dari prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD tidak efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa, tetapi efektif ditinjau dari kepercayaan diri siswa dan (2) model pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak lebih efektif daripada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ditinjau dari prestasi belajar siswa, dan (3) model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tidak lebih efektif daripada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari kepercayaan diri siswa. Kata Kunci: Jigsaw, STAD, prestasi, dan kepercayaan diri
The Effectiveness of Cooperative Learning in Terms of Students’achievement and Self-Confidence Abstract This research was aimed to describe: (1) the effectiveness of cooperative learning models of Jigsaw and STAD in terms of junior high school students’ achievement and self-confidence, (2) the difference of the effectiveness of cooperative learning models of Jigsaw and STAD in terms of junior high school students’ achievement and self-confidence. This research was a quasi-experimental study using two experimental groups. The data analysis techniques consisted of: (1) one sample t-test carried out to investigate the effectiveness of the Jigsaw and the STAD in each variable; (2) the multivariate analysis carried out to investigate the difference of the effectiveness of the Jigsaw and the STAD on two dependent variables simultaneously; (3) post-hoc test involving the Bonferroni procedure carried out to analyze which one was more effective between the Jigsaw and STAD in terms of students’ achievement and self-confidence. The results of the research showed that: (1) the cooperative learning models of Jigsaw and STAD were not effective in terms of students’ achievement, but effective in terms of students’ self-confidence; (2) the cooperative learning model of STAD was not more effective than Jigsaw in terms of students’ achievement; and (3) the cooperative learning model of Jigsaw was not more effective than STAD in terms of students’ achievement self-confidence. Keywords: Jigsaw, STAD, achievement, and self-confidence How to Cite Item: Hijrihani, C., & Wutsqa, D. (2015). Keefektifan cooperative learning tipe jigsaw dan STAD ditinjau dari prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa. PYTHAGORAS: Jurnal Pendidikan Matematika, 10(1), 1-14. Retrieved fromhttp://journal.uny.ac.id/index.php/pythagoras/article/view/9091
Copyright © 2015, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 10 (1), Juni 2015 - 2 Curie Putri Hijrihani, Dhoriva Urwatul Wutsqa PENDAHULUAN Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menyatakan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Depdiknas, 2007). Namun, saat ini masih ada proses pembelajaran yang dilaksanakan masih jauh dari standar proses yang telah ditetapkan. Menurut Tanabi (2011) seorang Dosen Universitas Indonesia menyatakan bahwa fakta yang terjadi sejak 60 tahun lalu hingga sekarang, sekolah-sekolah melakukan pengajaran bukan pembelajaran. Akibatnya akan menghasilkan SDM yang pintar menghafal saja. Hal yang dilakukan tersebut tidak mampu membangkitkan aspek pembelajaran yang sesuai dengan standar proses, sehingga akan berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam belajar khususnya matematika. Pembelajaran pada dasarnya tidak hanya sekedar menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa, akan tetapi merupakan aktivitas yang menuntut seorang guru untuk mampu menggunakan ketrampilan dasar mengajar secara terpadu serta menciptakan lingkungan yang mendukung terselenggaranya aktivitas belajar siswa. Pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan guru yang dirancang untuk menciptakan interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pembelajaran atau pelaksanaan proses belajar mengajar matematika akan bermakna jika materi yang diberikan guru kepada siswa dapat dimengerti. Perlu proses dan cara yang tepat agar pembelajaran yang diberikan dapat dimengerti oleh siswa, salah satunya menciptakan pembelajaran yang efektif. NCTM (2000, p.16) menyatakan bahwa “effective mathematics teaching requires understanding what students know and need to learn then challenging and supporting them to learn it well.” Pembelajaran matematika yang efektif membutuhkan pemahaman tentang apa yang siswa tahu dan butuhkan untuk dipelajari, kemudian menantang dan mendukung mereka mempelajarinya dengan baik. Menurut Arends (2008, p. 19), pembelajaran
matematika yang efektif dapat dicapai apabila dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang baik untuk mencapai tujuan yang diharapkan berdasarkan kriteria dan indikator yang ditetapkan. Kyriacou (2009, p.9) menyatakan bahwa hasil pembelajaran yang paling penting untuk siswa dapat dilihat dari: (1) peningkatan pengetahuan dan ketrampilan; (2) peningkatan minat terhadap materi pelajaran; (3) peningkatan motivasi intelektual; (4) peningkatan kepercayaan diri dalam bidang akademik; (5) peningkatan kemampuan otonomi; dan (6) peningkatan pengembangan sosial. Bagian keempat panduan penyusunan KTSP 2006 menjelaskan bahwa satuan pendidikan harus menentukan kriteria minimal ketuntasan pembelajaran dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung yang dimiliki. Kriteria keberhasilan ditentukan oleh sejauh mana peserta didik telah menguasai kompetensi dasar tertentu. Berdasarkan pendapat maka dapat disimpulkan bahwa keefektifan pembelajaran merupakan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran atau ketuntasan belajar siswa yang dinyatakan dalam nilai rata-rata siswa dan disesuaikan dengan kriteria dan indikator yang telah ditetapkan. Dalam proses pembelajaran dikatakan berhasil atau efektif jika daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi baik individu maupun kelompok (Usman, 2000, p. 7). Salah satu indikator keberhasilan dalam belajar adalah memperoleh prestasi akademik sesuai dengan target yang telah ditentukan. Siswa dikatakan berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar ketuntasan minimal yang ditentukan sebelumnya atau yang biasa disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kenyataan di sekolah banyak ditemukan siswa yang prestasi belajarnya masih rendah. Dikatakan rendah karena nilai yang diperoleh masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditetapkan. Hal ini diketahui dari hasil uji coba instrumen soal ujian akhir semester genap 2011/2012 yang dilakukan di beberapa sekolah menengah baik SMP kelas VII dan VIII maupun SMA kelas X dan XI. Hasil uji coba tersebut menunjukkan bahwa hanya sekitar 0 % sampai 10 % siswa yang memenuhi KKM. Berdasarkan hasil UN terlihat pula persentase daya serap siswa pada pembelajaran bangun ruang sisi datar masih rendah. Rendahnya daya
Copyright © 2015, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 10 (1), Juni 2015 - 3 Curie Putri Hijrihani, Dhoriva Urwatul Wutsqa serap siswa dalam menguasai materi merupakan indikasi terhadap prestasi belajar siswa yang juga cenderung rendah. Pembelajaran bangun ruang sisi datar merupakan bagian dari geometri. Geometri merupakan pelajaran yang menarik dalam matematika. Jones (2002, p.122) menyatakan bahwa “teaching geometry well can mean enabling more students to find success in mathematics”. Maksud dari pernyataan tersebut adalah mempelajari geometri dengan baik memungkinkan siswa lebih berhasil dalam matematika. Namun, materi ini dianggap cukup sulit bagi siswa. Hal ini mungkin dikarenakan objek geometri yang dipelajari tidak dapat dibayangkan siswa secara nyata. Pandangan ini membuat sebagian besar guru bersikap memberi tahu secara langsung defini, konsep, dan cara menggunakannya. Guru cenderung hanya mentransfer pengetahuan yang dimilikinya ke pikiran siswa dan siswa hanya mendengarkan,mencatat, mengikuti contoh, dan mengerjakan soal‐soal latihan tanpa terlibat dalam membangun konsep, prinsip ataupun struktur berdasarkan pemikirannya sendiri. Pembelajaran seperti ini akan berdampak negatif pada siswa. Siswa tidak mendapat kesempatan untuk mengembangkan ide‐ide dan menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah. Siswa tidak terbiasa melihat alternatif lain yang mungkin dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Hal ini akan menyebabkan siswa tidak aktif dalam berinteraksi dengan guru ataupun dengan temannya, bahkan bersikap acuh tak acuh terhadap materi yang sedang dipelajari. Padahal Haggarty (2002, pp.132-133) menyatakan bahwa “more effective teaching approaches encourage students to recognise connections between different ways of representing geometric ideas and between geometry and other areas of mathematics.” Pendekatan pengajaran yang lebih efektif dapat mendorong siswa untuk mengenal hubungan antara perbedaan cara dalam merepresentasikan ide-ide geometri dan geometri dan bidang lain dari matematika. Oleh sebab itu, perlu kreativitas guru dalam mendesain pembelajaran sehingga bervariasi dan menarik. Faktor internal dari dalam diri siswa juga dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, salah satunya yaitu percaya diri. Kepercayaan diri sangat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar, karena percaya diri yang tinggi dapat menimbulkan semangat dan motivasi siswa dalam belajar matematika. Siswa tidak akan pernah merasa kesulitan dalam belajar matematika
jika mereka mempunyai rasa percaya diri yang tinggi. Mereka tidak akan merasa takut untuk mengemukakan pendapat, mengajukan pertanyaan, menjelaskan hasil diskusi di depan kelas dan lain-lain. Semakin tinggi rasa percaya diri semakin tinggi pula prestasi belajar siswa. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Hamdan (2009, p.14) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi pada siswa. Selain itu juga didukung pendapat Hannula, Majaila, & Pehkonen (2004, p.23) bahwa “self-confidence is another variable that seems to be an important predictor for future development. A pupil’s self-confidence predicts largely the development of self confidence in the future, but also the development of success orientation and achievement.” Tidak semua siswa memiliki rasa kepercayaan diri yang sama. Ada siswa yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, sedang, dan rendah. Kepercayaan diri yang rendah merupakan penghambat seseorang untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Perasaan takut salah, minder, malu, sungkan pada diri siswa dapat menjadi kendala dalam proses belajarnya karena dengan rasa minder tersebut siswa akan sering merasa tidak yakin dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya sehingga akan menjadikan siswa tersebut memiliki rasa kurang percaya diri. Gejala yang tampak pada siswa yang kurang percaya diri adalah tidak berani mengemukakan pendapat, tidak berani mengajukan pertanyaan, tidak bersedia tampil di depan kelas, menghindar jika akan diberi pertanyaan oleh guru. Kepercayaan diri seseorang bukanlah sesuatu yang bersifat bawaan, melainkan terbentuk dari interaksi dan perkembangan melalui proses belajar secara individu maupun kelompok. Pembentuk karakteristik kepercayaan diri siswa dalam proses pembelajaran adalah kondisi pada saat proses belajar. Interaksi siswa terhadap guru, siswa dengan siswa yang lain dapat berpengaruh terhadap kepercayaan diri siswa. Hal ini didukung dengan pendapat dari Jurdak (2009, p.111) yang menyatakan bahwa “student self confidence in learning mathematics is primarily formed as a result of student’s interactions with the math teacher and with classroom peers during math instruction.” Selain itu juga model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran berpengaruh terhadap kepercayaan diri siswa.
Copyright © 2015, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 10 (1), Juni 2015 - 4 Curie Putri Hijrihani, Dhoriva Urwatul Wutsqa Nunes, et al. (2009, p.5) mengemukakan bahwa “children’s self confidence in maths is predicted most strongly by their own competence, but also by gender and by the ability group in which the child is placed.” Kepercayaan diri anak dalam matematika diprediksi sangat kuat dipengaruhi oleh kompetensi mereka sendiri, jenis kelamin, dan kemampuan kelompok di mana anak ditempatkan. Penerapan model pembelajaran kooperatif dipandang dapat dijadikan salah satu upaya dalam meningkatkan prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa dalam belajar matematika. Jhonson, Jhonson & Stane (2000, p.1) menyatakan bahwa “all eight cooperative learning methods had a significan positive impact on student achievement.” Selain itu juga Killen (2009, p.216) juga menyatakan bahwa “cooperative learning can boost students confidence and self esteem because it allows all students to experience learning success”. Namun dalam penelitian ini akan digunakan dua tipe yaitu Jigsaw dan Student Teams Achievement Divisions (STAD). Jigsaw adalah suatu pembelajaran yang berorientasi pada proses, sehingga pembelajaran lebih bermakna dan lebih meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran yang pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa. Zakaria, et al. (2013, p. 98) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif khususnya tipe Jigsaw dapat meningkatkan prestasi matematika dan juga meningkatkan pemahaman serta kepercayaan diri. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson pada tahun 1978 (Slavin, 1995, p.6). Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan positif dan juga bertanggung jawab secara mandiri. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab kepada anggota kelompok lain dalam penyampaian materi dan penyelesaian masalah yang diperoleh. Siswa juga bekerja sama dengan anggota kelompok dari kelompok asal maupun kelompok ahli. Selain itu, siswa bekerja sama dengan temannya dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan ketrampilan berkomunikasi siswa (Lie, 2008, p.69). Borich ( 2007, p.389) menyatakan “in the cooperative learning activity called Jigsaw II, you assign student to 4 to 6 member teams to
work on an academic task broken into several subtask, depending on the number of group. You assign students to teams and then assign a unique responsibility to teach team member.” Maksud pernyataan di atas adalah bahwa dalam kegiatan pembelajaran kooperatif yang disebut Jigsaw II, guru menetapkan satu tim terdiri atas 4 – 6 orang yang masing-masing mendapat tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran. Guru menentukan anggota tim dan menjelaskan tanggung jawab setiap anggota untuk mengajari teman dalam satu tim. Slavin (1995, p.122) mengemukakan bahwa dalam Jigsaw para siswa bekerja dalam tim yang heterogen. Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit dan diberikan lembar ahli yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca. Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim yang berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskusikan topik mereka sekitar 30 menit. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Yang terakhir adalah para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Arends (2008, p. 43) mengilustrasikan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada Gambar 1. Kelompok Asal
Kelompok Ahli Gambar 1. Ilustrasi pembelajaran Jigsaw Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki perbedaan dengan model pembelajaran yang lain. Kelebihan Jigsaw adalah pembelajaran yang efektif dan efisien. Hal ini dikarenakan selain prestasi akademik siswa lebih baik, hal lain seperti kerja sama, keakraban, komunikasi baik antar siswa maupun dengan guru akan lebih baik seiring meningkatnya kepercayaan diri siswa. Hal tersebut didukung dengan penelitian Tran & Lewis (2012, p.15) yang
Copyright © 2015, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 10 (1), Juni 2015 - 5 Curie Putri Hijrihani, Dhoriva Urwatul Wutsqa menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif khususnya Jigsaw memberikan hasil yang positif terhadap sikap siswa dalam belajar. Siswa akan lebih perhatian, lebih mandiri, banyak belajar dan merasa lebih percaya diri. Siswa merasa sangat percaya diri dalam mengemukakan pendapatnya dan menjelaskan apa yang siswa tahu kepada kelompoknya. Mereka juga merasa hanya sedikit grogi dan lebih berani untuk berbicara. Selain itu juga Zakaria, et al. (2013, p.99) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif yang digunakan, khususnya Jigsaw, memberikan hasil yang baik pada prestasi matematika. Alasannya adalah ketika siswa menjelaskan dan menerima penjelasan dari siswa lain dalam satu kelompoknya, mereka dapat menerima dan mengingat konsep baru lebih lama dalam memorinya. Mereka lebih memahami apa yang mereka pelajari sehingga dapat meningkatkan kemampuannya. Adapun untuk pembelajaran kooperatif STAD memiliki komponen yang terdiri atas tahapan pengajaran yang teratur (presentasi kelas), belajar dalam kelompok dengan kemampuan yang heterogen, pemberian kuis, dan penghargaan kepada tim. Belajar dalam kelompok yang heterogen memungkinkan terjadinya proses berbagi pengetahuan antara anggota kelompok. Selain itu, adanya kuis dan penghargaan bagi kelompok yang mampu mencapai nilai yang baik dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa bahwa mereka memiliki kemampuan yang baik sehingga akan berpengaruh pada prestasi belajar yang baik pula. Hal ini didukung oleh Zakaria, et al. (2010, p.272) yang menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif khususnya STAD dapat meningkatkan prestasi dan juga sikap terhadap matematika. Selain itu, juga dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam memecahkan masalah matematika. Pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Divisions atau biasa disingkat STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, sehingga tipe ini dapat digunakan oleh guru-guru yang baru mulai menggunakan model pembelajaran kooperatif. Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Dalam STAD siswa dibagi dalam beberapa kelompok, yang setiap kelompoknya beranggotakan 4 orang. Pengelompokannya dibedakan dengan didasar-
kan perbedaan tingkat kemampuan akademis, jenis kelamin, latar belakang etnis, dan lain-lain (Slavin, 1995, p.5). Slavin (2006, p. 257) menyatakan bahwa “an effective cooperative learning method is called Student Teams Achievement Division, or STAD. STAD consists of a regular cycle of teaching, cooperative study in mixed-ability teams, and quizzes, with recognition or other rewards provided to teams whose members excel”. Salah satu metode pembelajaran kooperatif yang efektif disebut STAD. STAD terdiri atas siklus pengajaran biasa, pembelajaran kerja sama dalam tim dengan berbagai kemampuan, dan terdapat tes atau kuis dengan penghargaan atau imbalan lain yang diberikan kepada tim yang anggota-anggota yang tampil sangat baik. Cohen, Brody, & Mara (2004, p.85) mengemukakan, “student teams achievement divisions, another strong example of the research base for cooperative learning in improving student achievement, motivation, and inter-group relations in urban, culturally diverse.” Maksud dari pernyataan tersebut adalah STAD merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang berdasarkan penelitian dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, motivasi, dan hubungan antar anggota kelompok dari berbagai macam latar belakang budaya yang berbeda. Tran (2013, p.1) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif menggunakan STAD efektif dalam meningkatkan prestasi akademik siswa dan juga sikap yang positif terhadap matematika. Hal tersebut sejalan dengan Zakaria, et al. (2010, p.272) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif khususnya STAD dapat meningkatkan prestasi dan juga sikap terhadap matematika. Peningkatan prestasi siswa ini disebabkan oleh adanya keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran. Siswa diberikan banyak kesempatan untuk membangun sendiri pengetahuannya. Siswa menjelaskan dan menerima penjelasan dari antar siswa dalam satu kelompok dimana konsep ini dapat dengan mudah dipahami. Peningkatan sikap siswa terhadap matematika ini disebabkan karena pada saat siswa bekerja dalam kelompok, mereka merasa dapat saling bergantung satu sama lain untuk saling membantu sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam memecahkan masalah matematika. Hal tersebut diungkapkan oleh Zakaria, et al. (2010: 274) yang menyatakan bahwa “cooperative learning approach increase attitude towards mathematics. This is probably because when students work in group they feel
Copyright © 2015, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 10 (1), Juni 2015 - 6 Curie Putri Hijrihani, Dhoriva Urwatul Wutsqa that they can depend on others for help and therefore increase their confidence in solving mathematics problem.” Adapun menurut Slavin (1995, p.71), STAD terdiri atas lima bagian utama yaitu class presentastion, team, quizzes, individual improvement scores, dan team recognation. Class presentations atau presentasi kelas di mana kegiatan pembelajaran diawali dengan penyampaian materi atau presentasi oleh guru. Guru menyampaikan garis besar materi, misalnya dengan pengarahan secara langsung atau dengan memandu siswa untuk berdiskusi. Teams yaitu siswa bekerja dalam tim/kelompok mereka dengan dipandu oleh lembar kegiatan siswa untuk menuntaskan materi pelajaran. Kelompok terdiri atas empat atau lima orang yang berbeda tingkat kemampuan akademik, jenis kelamin, atau sukunya. Fungsi utama kelompok adalah untuk meyakinkan bahwa seluruh anggota kelompok benar-benar belajar dan lebih khusus lagi untuk mempersiapkan anggota kelompok untuk mengerjakan kuis dengan baik. Setelah kurang lebih satu atau dua periode guru menerangkan dan satu atau dua periode siswa bekerja dalam kelompok, siswa diberikan kuis individu. Kuis tersebut harus dikerjakan secara mandiri dan tidak boleh dibantu oleh siswa lain. Hal itu dilakukan agar setiap siswa memiliki tanggung jawab pribadi untuk memahami materi (Slavin, 1995, p.73). Setelah dilakukan kuis, sesegera mungkin guru menentukan peningkatan nilai individu, skor kelompok, dan memberikan penghargaan pada kelompok yang mendapatkan skor tertinggi. Peningkatan nilai individu pada siswa dalam STAD adalah nilai yang diperoleh berdasarkan kriteria tertentu, dengan membandingkan perolehan nilai tes terbaru dan nilai rata-rata tes sebelumnya. Gagasan yang mendasari peningkatan nilai individu ini adalah untuk memberikan suatu tujuan prestasi yang dapat dicapai tiap siswa dan hal ini dapat diraih jika siswa tersebut berusaha lebih keras dan memperoleh prestasi yang lebih baik dari apa yang diperoleh sebelumnya. Dengan sistem peningkatan nilai individu siswa seperti ini maka siswa dapat menyumbangkan nilai maksimum pada kelompok, berapapun skor yang mereka peroleh pada kuis. Kelompok yang mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan penghargaan. Pemberian penghargaan tiap kelompok dapat ditentukan dengan mencari rata-rata skor peningkatan anggota kelompoknya. Atas dasar pemikiran tersebut, penelitian yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran Bang-
un Ruang Sisi Datar Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw dan Student Teams Achievement Divisions (STAD) Ditinjau dari prestasi Belajar dan Kepercayaan Diri Siswa SMP” dipandang perlu untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan yang dimaksud adalah untuk mendeskripsikan keefektifan pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan Student Teams Achievement Divisions (STAD) ditinjau dari prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa SMP. Tujuan lainnya adalah untuk mendeskripsikan apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif daripada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ditinjau dari prestasi belajar siswa SMP dan apakah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih efektif daripada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari kepercayaan diri siswa SMP. METODE Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Eksperimen semu dipilih karena peneliti tidak dapat memilih unit-unit eksperimen secara acak. Jadi, kelompok-kelompok yang diberikan perlakuan adalah kelas-kelas sebagaimana adanya. Desain atau Rancangan penelitian eksperimen yang digunakan adalah nonequivalent multiple-group pretest-posttest. Populasi dan Sampel Penelitian Kelompok yang diberikan perlakuan adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Ngaglik semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Selanjutnya 2 kelas dari 4 kelas yang terpilih diambil secara acak untuk memilih kelas yang dijadikan kelompok eksperimen. Pada Kelas VIII A diterapkan model cooperative learning tipe Jigsaw dan kelas VIII C diterapkan model cooperative learning tipe STAD. Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini data diperoleh langsung oleh peneliti dengan memberikan pretest dan angket pada kedua kelompok sebelum diberikan perlakuan serta postest dan angket setelah diberikan perlakuan. Untuk instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan nontes.
Copyright © 2015, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 10 (1), Juni 2015 - 7 Curie Putri Hijrihani, Dhoriva Urwatul Wutsqa Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data Instrumen tes yang digunakan untuk mengukur prestasi belajar matematika pada penelitian ini berupa seperangkat tes tertulis pilihan ganda. Instrumen tes prestasi ini disusun berdasarkan kisi-kisi soal dengan mengacu pada standar isi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Instrumen nontes digunakan untuk mengukur kepercayaan diri siswa yang berbentuk angket. Angket ini disusun berdasarkan kisi-kisi dengan mengacu pada teori yang sudah ada. Aspek yang diukur dalam penelitian ini adalah pemahaman tentang diri sendiri, tanggung jawab, berpikir positif, dan rasional dan realistis. Suatu instrumen yang sudah disusun perlu dilakukan validasi dan diestimasi reliabilitas instrumen. Untuk memperoleh bukti validitas instrumen dengan bukti validitas isi dan validitas konstruk. Untuk instrumen tes, validitas yang digunakan adalah validitas isi, sedangkan untuk instrumen nontes yaitu instrumen kepercayaan diri, validitas yang digunakan adalah validitas isi dan validitas konstruk. Validitas isi instrumen tes dapat diketahui dari kesesuaian instrumen tes tersebut dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan untuk angket kepercayaan diri diketahui dari kesesuaian instrumen yang telah dikembangkan dengan kisi-kisinya. Setelah instrumen dikonstruksi, instrumen dikonsultasikan dengan ahli. Validasi oleh ahli ini bertujuan untuk memperoleh bukti validitas isi. Adapun untuk validitas konstruk mengacu pada sejauh mana suatu instrumen mengukur konstruk teoritik yang hendak diukurnya. Untuk memperoleh bukti validitas konstruk khususnya untuk instrumen nontes yakni instrumen kepercayaan diri terhadap matematika, dilakukan uji coba instrumen terhadap responden. Data yang diperoleh dari hasil uji coba tersebut dianalisis dengan exploratory factor analysis. Analisis dilakukan dengan bantuan software SPSS 16,0 for Windows. Instrumen yang digunakan selain divalidasi juga diestimasi reliabilitasnya. Reliabilitas menunjuk pada pengertian apakah sebuah instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu. Dengan kata lain, ukuran yang ditampilkan dalam koefisien reliabilitas merupakan ukuran yang menyatakan keabsahan atau kekonsistenan suatu instrumen. Untuk mengestimasi koefisien reliabilitas digunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut:
[
]
(Ebel & Frisbie, 1986, p.79) Keterangan : = koefisien reliabilitas instrumen k = banyaknya item tes = varian skor siswa pada suatu item tes = varians skor total Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS 16 for windows diperoleh koefisien reliabilitas instrumen tes prestasi belajar yaitu soal pretest dan postest serta angket kepercayaan diri siswa berturut-turut adalah 0,872; 0,719; dan 0,772. Setelah diperoleh koefisien reliabilitas instrumen dengan rumus Alpha Cronbach, dilakukan penghitungan Standar Error Measurement (SEM) untuk masing-masing instrumen dengan menerapkan rumus : √ Keterangan: = Standar error measurement (SEM) = Standar deviasi (Nitko & Brookhart, 2007, p.76) Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS 16 for windows diperoleh SEM instrumen tes prestasi belajar yaitu soal pretest dan postest serta angket kepercayaan diri siswa berturut-turut adalah 1,808; 1,899; 3,796. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan analisis inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data yang telah diperoleh melalui hasil pretest maupun posttest prestasi belajar dan kepercayaan diri pada kelompok yang dikenakan perlakuan yaitu meliputi mean, standar deviasi, varians, skor minimum, dan skor maksimum. Perhitungan statistik deskriptif menggunakan SPSS 16 for windows. Analisis inferensial meliputi one sample t-test, uji multivariat dan uji lanjut menggunakan prosedur Bonferroni. Pada analisis inferensial, langkah awal dilakukan uji asumsi pada data terlebih dahulu yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan terhadap data yang diperoleh baik sebelum maupun setelah perlakuan. Data sebelum dan setelah perlakuan meliputi data tes prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa baik pada kelompok yang menerapkan
Copyright © 2015, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 10 (1), Juni 2015 - 8 Curie Putri Hijrihani, Dhoriva Urwatul Wutsqa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw maupun STAD. Adapun uji normalitas yang dimaksud adalah normalitas multivariat dan univariat. Pemeriksaan multivariat normal dilakukan secara manual dengan menentukan nilai jarak kuadrat (mahalanobis) untuk setiap titik pengamatan pada setiap kelas. Hasil perhitungan untuk data sebelum perlakuan diperoleh bahwa untuk kelas Jigsaw sebesar 50% dari keseluruhan nilai , sedangkan kelas STAD sebesar 55,56% dari keseluruhan nilai Hasil perhitungan untuk data setelah perlakuan diperoleh bahwa untuk kelas Jigsaw sebesar 55,56% dari keseluruhan nilai , sedangkan untuk kelas STAD sebesar 47,22% dari keseluruhan nilai . Berdasarkan hasil tersebut, karena pada masing-masing kelas diperoleh nilai yang kurang dari sekitar 50%, maka data dikatakan berdistribusi normal multivariat. Jadi asumsi normalitas terpenuhi untuk data sebelum dan setelah perlakuan. Pemeriksaan normalitas univariat dilakukan melalui uji Saphiro-Wilk. Uji normalitas dilakukan pada data setelah perlakuan dengan bantuan SPSS 16 for windows dengan taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai signifikansi data setelah perlakuan untuk variabel prestasi pada kelas Jigsaw adalah 0,135 dan kelas STAD adalah 0,165. Berdasarkan hasil tersebut, karena pada kelas Jigsaw dan STAD diperoleh nilai signifikansi > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data berasal dari sampel yang berdistribusi normal. Untuk variabel kepercayaan diri, dperoleh nilai signifikansi kelas Jigsaw dan STAD adalah 0,520 dan 0,890. Karena pada kelas Jigsaw dan STAD diperoleh nilai signifikansi > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data berasal dari sampel yang berdistribusi normal. Jadi, asumsi normalitas univariat terpenuhi. Uji asumsi yang dilakukan selanjutnya adalah uji homogenitas. Uji homogenitas mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok eksperimen mempunyai matriks varian-kovarians yang homogen atau tidak. Uji homogenitas pada penelitian ini dilakukan terhadap masing-masing variabel dependent yaitu skor pretest dan posttest dan terhadap keseluruhan variabel dependen. Adapun uji homogenitas yang dimaksud adalah homogenitas multivariat dan univariat dengan taraf signifikansi 5%. Untuk mengetahui tingkat homogenitas multivariat matriks varian-kovarians dilakukan melalui uji homogenitas Box-M. Hasil perhi-
tungan untuk data sebelum perlakuan diperoleh nilai signifikansi Box’s M adalah 0,769. Karena nilai signifikansi Box’s M lebih dari 0,05 maka H0 diterima. Untuk data setelah perlakuan diperoleh nilai signifikansi Box’s M adalah 0,784. Karena nilai signifikansi Box’s M lebih dari 0,05 maka H0 diterima. Oleh karena itu, asumsi homogenitas terpenuhi untuk data yang diperoleh sebelum dan setelah perlakuan Untuk mengetahui tingkat homogenitas univariat dilakukan melalui uji Levene statistic. Analisis untuk menguji homogenitas ini dilakukan dengan bantuan SPSS 16 for windows. Hasil perhitungan nilai Levene Statistic untuk variabel prestasi dan kepercayaan diri pada data sebelum perlakuan adalah 0,084 dan 2,029 dengan nilai signifikansi 0,773 dan 0,159. Karena nilai signifikansi Levene Statistic lebih dari 0,05, maka H0 diterima, sedangkan hasil perhitungan nilai Levene Statistic untuk variabel prestasi dan kepercayaan diri pada data setelah perlakuan adalah 1,463 dan 0,300 dengan nilai signifikansi 0,230 dan 0,586. Karena nilai signifikansi Levene Statistic lebih dari 0,05, maka H0 diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa asumsi homogenitas data sebelum dan setelah perlakuan terpenuhi. Setelah uji asumsi terpenuhi, maka dapat dilakukan analisis keefektifan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD ditinjau dari prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa. Analisis untuk menguji hipotesisnya menggunakan one sample t-test dengan rumus berikut: ̅ √
(Tatsuoka, 1971, p.77) Keterangan: ̅ : nilai rata-rata yang diperoleh : nilai yang dihipotesiskan : standar deviasi sampel/simpangan baku : ukuran sampel Pengujian hipotesis tersebut menggunakan bantuan SPSS 16 for windows. Kriteria pengujiannya adalah Ho ditolak jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Analisis yang dilakukan selanjutnya adalah analisis perbedaan keefektifan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD ditinjau dari prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa. Analisis yang dimaksud dilakukan secara multivariat dan univariat. Perhitungan uji multivariat menggunakan statistik T2 Hotteling sebagai berikut.
Copyright © 2015, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 10 (1), Juni 2015 - 9 Curie Putri Hijrihani, Dhoriva Urwatul Wutsqa ̅
̅
̅
̅
y1 : nilai rata-rata sampel I
Keterangan: : ukuran sampel kelas I : ukuran sampel kelas II ̅ : vektor rata-rata skor kelas I ̅ : vektor rata-rata skor kelas II : Invers matriks kovarians Selanjutnya ditransformasikan untuk memperoleh nilai dari distribusi F dengan menggunakan formula berikut.
F
n1 n2 p 1 2 T (n1 n2 2) p
(Stevens, 2009, p.148) Kriteria pengujiannya adalah Ho ditolak jika atau angka signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05. Analisis untuk menguji hipotesis ini menggunakan bantuan SPSS 16 for windows. Uji univariat dilakukan jika dalam uji multivariat diperoleh hasil yang signifikan. Uji univariat ini menggunakan prosedur pengujian Bonferroni yang bertujuan untuk mengetahui model pembelajaran yang lebih efektif di antara dua model yang ditinjau dari prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa. Taraf signifikansi yang digunakan adalah ⁄ dengan p adalah banyak variabel dependen. Penggunaan prosedur pengujian Bonferroni memberikan keyakinan bahwa tingkat kesalahan akan kurang dari . Prosedur tersebut berlaku jika variabel dependen kurang dari 7 (Stevens, 2009, p.152). Selanjutnya rumus yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah dengan menggunakan statistik uji t. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut. ̅ ̅ √
(
)
(Stevens, 2009, p.147) Keterangan:
̅ : nilai rata-rata sampel II : varian sampel kelompok I : varian sampel kelompok II : banyak anggota sampel I : banyak anggota sampel II Berdasarkan kriteria Bonferroni ⁄ , maka dalam penelitian ini untuk masing-masing ⁄ uji t digunakan kriteria ⁄ . Adapun kriteria pengujiannya adalah jika , maka Ho ditolak. Analisis untuk menguji hipotesis ini menggunakan bantuan SPSS 16 for windows. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Penelitian Data yang dideskripsikan pada bagian ini adalah data hasil tes prestasi dan data hasil angket kepercayaan diri siswa yang diperoleh dari kedua kelas eksperimen. Kelas eksperimen pertama menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada kelas VIIIA dan kelas eksperimen kedua menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas VIIIC. Data tes prestasi belajar matematika meliputi data sebelum diberi perlakuan (pretest) dan setelah diberi perlakuan (posttest) pada kedua kelas eksperimen. Berikut ini disajikan analisis deskriptif untuk data prestasi belajar sebelum diberi perlakuan (pretest) dan setelah diberi perlakuan (postest) seperti pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, terjadi peningkatan nilai rata-rata untuk pembelajaran dengan Jigsaw yaitu dari 52,78 menjadi 66,67, sedangkan peningkatan nilai rata-rata untuk pembelajaran dengan STAD yaitu dari 47,78 menjadi 64. Dilihat dari hasil posttest terlihat bahwa terjadi peningkatan ketuntasan pada masing-masing kelas. Peningkatan ketuntasan tersebut menunjukkan hasil yang sama baik pada kelas Jigsaw dan STAD yaitu sebesar 27,78 %.
Tabel 1. Ringkasan Deskriptif Data Pretest dan Postest Jigsaw
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Skor Rata-rata Nilai Maksimum ideal Nilai Maksimum Nilai Minimum ideal Nilai Minimum Varians Standar Deviasi Persentase ketuntasan
STAD
Pretest
Posttest
Pretest
Posttest
52,78 100 72 0 32 127,54 11,05 0,00 %
66,67 100 96 0 36 201,14 14,18 27,78 %
47,78 100 72 0 32 121,55 11,025 0,00
64 100 88 0 28 244,11 15,63 27,78%
Copyright © 2015, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 10 (1), Juni 2015 - 10 Curie Putri Hijrihani, Dhoriva Urwatul Wutsqa Tabel 2. Ringkasan Deskriptif Data Angket Kepercayaan Diri No 1 2 3 4 5 6 7
Pretest 72,42 100 86 20 59 46,14 11,05
Skor Rata-rata Nilai Maksimum ideal Nilai Maksimum Nilai Minimum ideal Nilai Minimum Varians Standar Deviasi
Selanjutnya untuk data angket kepercayaan diri yang terdiri atas 20 item juga meliputi data yang diberikan sebelum dan setelah perlakuan pada kedua kelas eksperimen. Data tersebut disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, terjadi peningkatan nilai rata-rata skor kepercayaan diri untuk pembelajaran dengan Jigsaw yaitu dari 72,42 (kriteria sedang) menjadi 75,39 (kriteria tinggi). Adapun peningkatan nilai rata-rata skor kepercayaan diri untuk pembelajaran dengan STAD yaitu dari 73 (kriteria sedang) menjadi 78,81 (kriteria tinggi). Selanjutnya ditentukan keefektifan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD ditinjau dari prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa. Pengujian keefektifan ini menggunakan one sample t-test dengan perhitungan manual. Indeks keefektifannya adalah dengan standar lebih dari 75 untuk variabel prestasi dan lebih dari 73,3 untuk variabel kepercayaan diri. Perhitungan one sample t-test ini menggunakan taraf signifikansi 0,05 dan derajat bebasnya adalah 36 – 1 = 35. Kriteria keputusannya adalah Ho ditolak jika . Hasil perhitungan one sample t-test secara ringkas disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Keefektifan Pembelajaran dengan Jigsaw dan STAD No
Variabel
Kelas
thitung
ttabel
1
Prestasi
Jigsaw
-3,53
1,69
STAD
-4,22
1,69
Jigsaw
1,93
1,69
STAD
5,53
1,69
2
Kepercayaan Diri
Ket
H0 diterima H0 diterima H0 ditolak H0 ditolak
Berdasarkan Tabel, untuk variabel prestasi pada kelas Jigsaw diperoleh nilai . Hal ini menunjukkan bahwa berarti diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw Posttest 75,39 100 87 20 59 42,24 14,18
STAD Pretest 73 100 86 20 57 34,46 11,025
Posttest 78,81 100 93 20 64 35,65 15,63
Jigsaw tidak efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa. Pada kelas STAD, diperoleh . Hal ini menunjukkan bahwa berarti diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa. Adapun untuk variabel kepercayaan diri siswa pada kelas Jigsaw diperoleh nilai berarti ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw efektif ditinjau dari kepercayaan diri siswa. Pada kelas STAD diperoleh berarti ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif ditinjau dari kepercayaan diri siswa. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD tidak efektif ditinjau dari prestasi belajar, akan tetapi efektif ditinjau dari kepercayaan diri. Langkah selanjutnya adalah mengetahui perbedaan keefektifan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD ditinjau dari prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa. Uji perbandingan keefektifan antara pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian yang telah ditentukan. Terdapat dua uji yang akan dilakukan, yaitu uji multivariat dan uji univariat. Dalam penelitian ini uji multivariat terbagi menjadi dua yaitu uji multivariat kondisi awal dan uji multivariat kondisi akhir. Uji multivariat awal dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata antara prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa terhadap kelompok siswa yang diberi perlakuan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan kelompok siswa yang diberi perlakuan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hasil analisis multivariat kondisi awal dengan T2 Hotteling diperoleh hasil perhitungan bahwa dengan signifikansi nilai Hotelling's Trace adalah 0,139. Karena nilai signifikansi sama dengan
Copyright © 2015, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 10 (1), Juni 2015 - 11 Curie Putri Hijrihani, Dhoriva Urwatul Wutsqa 0,139 > 0,05, maka H0 diterima yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata antara prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa terhadap kelompok siswa yang diberi perlakuan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan kelompok siswa yang diberi perlakuan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Selanjutnya untuk uji multivariat kondisi akhir digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD ditinjau dari prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa. Berdasarkan hasil perhitungan uji multivariat kondisi akhir diperoleh dengan signifikansi nilai Hotelling's Trace adalah 0,041. Karena nilai signifikansi sama dengan 0,041 < 0,05 maka ditolak yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD ditinjau dari prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa. Berdasarkan hasil dari uji multivariat yang menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD ditinjau dari prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa, maka selanjutnya akan dilakukan uji lanjut Bonferroni. Hasil uji univariat dengan Bonferroni secara ringkas disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Perbandingan Keefektifan dengan Bonferroni No 1 2
Variabel Prestasi Kepercayaan diri
thitung -0,758 -2,323
ttabel 1,99 1,99
Ket H0 diterima H0 diterima
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4 diperoleh untuk variabel prestasi adalah -0,758 lebih kecil dari = 1,99 sehingga diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tidak lebih efektif daripada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4 diperoleh nilai untuk kepercayaan diri adalah = 1,99 sehingga diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tidak lebih efektif daripada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari kepercayaan diri siswa. Pembahasan Keefektifan pembelajaran ditentukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini terdapat dua kriteria keefektifan
pembelajaran. Untuk variabel prestasi belajar, jika nilai rata-rata kelas lebih dari KKM yaitu 75 maka pembelajaran kooperatif dikatakan efektif. Sebaliknya jika nilai rata-rata kelas kurang dari KKM yaitu 75 maka pembelajaran kooperatif dikatakan tidak efektif. Untuk variabel kepercayaan diri, jika nilai rata-rata kelas lebih dari skor yang yang telah ditetapkan yaitu 73,3 maka pembelajaran kooperatif dikatakan efektif. Sebaliknya jika nilai rata-rata kelas kurang dari skor yang yang telah ditetapkan yaitu 73,3 maka pembelajaran kooperatif dikatakan tidak efektif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model cooperative learning tipe Jigsaw dan STAD tidak efektif ditinjau dari prestasi belajar. Hasil penelitian ini berbeda jika dibandingkan dengan beberapa teori yang menyebutkan bahwa cooperative learning dapat meningkatkan hasil belajar akademik. Slavin (1995, p.2) menyatakan bahwa “one is the extraordinary research base supporting the use of cooperative learning to increase student achievement, ....” Hal ini sesuai dengan Zakaria et al. (2013, p.100) yang menyatakan bahwa “cooperative learning can increase mathematics achievement. ” Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi matematika. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Arends (2008, p.5) yang menyatakan bahwa salah satu tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan prestasi akademik. Perbedaan ini dapat terjadi dikarenakan beberapa faktor. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan ketidakefektifan itu adalah faktor model pembelajaran yang digunakan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Muhibbin Syah (1995, p.132) bahwa faktor pendekatan belajar mempengaruhi prestasi belajar. Model pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran ini tidak pernah diterapkan sebelumnya oleh guru sebagai alternatif pembelajaran sehingga siswa merasa asing dan merasa kesulitan dengan model pembelajaran yang diterapkan. Selain itu juga faktor waktu belajar. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD seharusnya siswa harus diberikan cukup waktu ketika belajar dalam kelompok. Hal ini dimaksudkan agar siswa saling belajar dan mengajar sehingga dapat menguasai materi, sebagaimana diungkapkan oleh Killen (2009, p.229), yaitu “give the learners sufficient time to work together to understand the ideas you have presented several periods if necessary.” Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, alokasi waktu yang diberikan ketika belajar di kelompok dianggap kurang oleh para siswa
Copyright © 2015, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 10 (1), Juni 2015 - 12 Curie Putri Hijrihani, Dhoriva Urwatul Wutsqa karena terbatasnya waktu yang tersedia dalam pembelajaran. Seharusnya, pada saat belajar dalam kelompoknya, tidak satu pun dari siswa berhenti belajar sampai mereka benar-benar yakin bahwa teman satu kelompok sudah benarbenar menguasai dan memahami materi. Namun dalam penelitian ini, hal ini tidak dapat terlaksana dengan maksimal. Hal ini dikarenakan adanya siswa yang tidak serius dalam belajar kelompok dan hanya bergantung kepada teman satu kelompoknya. Selain itu juga masih adanya siswa yang belum memahami dan menguasai materi yang berkaitan dengan bangun ruang sisi datar, seperti luas bangun datar dan teorema Pythagoras. Untuk kepercayaan diri siswa, hasil analisis yang diperoleh adalah model cooperative learning tipe Jigsaw dan STAD efektif ditinjau dari kepercayaan diri siswa. Hasil tesebut sesuai dengan beberapa teori yang menyebutkan bahwa cooperative learning dapat membangun kepercayaan diri siswa. Hal ini sesuai dengan Zakaria, et al. (2013, p.100) yang menyatakan bahwa “cooperative learning also enhances understanding and self-confidence.” Giliies dan Ashman (Gillies, 2007, p.50) juga menjelaskan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa siswa yang belajar dalam kelompok akan lebih kooperatif dan saling membantu satu sama lain. Hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan pemahaman metakognitif yang lebih baik dan juga meningkatkan rasa percaya diri dalam pembelajaran. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari materi-materi yang diberikan dengan bekerja sama dalam kelompok. Mereka saling membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah dan saling memberikan dorongan dan semangat untuk mencapai keberhasilan yang maksimal. Bekerja sama dengan teman dalam satu kelompok dapat meminimalkan rasa kurang percaya diri. Alasan yang mendasari hal tersebut adalah belajar dengan teman sebaya akan dapat menghilangkan rasa canggung, enggan, malu untuk bertanya ataupun meminta bantuan. Selanjutnya berdasarkan hasil Manova, penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keefektifan antara pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD ditinjau dari prestasi belajar dan kepercayaan diri siswa. Dalam hal ini karena diperoleh kesimpulan terdapat perbedaan keeektifan maka dapat dilakukan uji univariat dengan Bonferroni. Setelah dilanjutkan
dengan uji univariat dengan Bonferroni diperoleh hasil untuk prestasi belajar adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak lebih efektif daripada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ditinjau dari prestasi belajar siswa. Secara deskriptif juga dapat dilihat bahwa kelas STAD memperoleh rata-rata sebesar 64 di bawah rata-rata kelas Jigsaw yaitu 66,67. Artinya bahwa cooperative learning tipe STAD tidak lebih baik dari tipe Jigsaw dilihat dari prestasi belajar siswa. Kedua model pembelajaran tersebut memiliki pengaruh yang sama dalam peningkatan prestasi siswa. Hal ini dikarenakan selisih rata-rata yang diperoleh antara kelas Jigsaw dan STAD tidak terlalu besar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa rata-rata kedua kelas tersebut tidak berbeda secara signifikan. Hasil uji lanjut untuk variabel kepercayaan diri menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tidak lebih efektif daripada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari kepercayaan diri siswa. Secara deskriptif juga dapat dilihat bahwa kelas Jigsaw memperoleh rata-rata sebesar 75,39 di bawah rata-rata kelas STAD yaitu 78,81. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Van Dat Tran (Tran & Lewis, 2012, p.15) yaitu “Finally, five students (12.5%) perceived that cooperative learning improves confidence. For example, one student said, “I think that I was more confident because of the Jigsaw learning groups.” Pendapat dari seorang siswa yang menyatakan bahwa dirinya merasa lebih percaya diri dikarenakan pembelajaran Jigsaw yang diterapkan. Perbedaan hasil ini dapat terjadi dikarenakan terdapat faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri siswa adalah lingkungan, kemampuan diri, proses pembelajaran, dan kemampuan kelompok di mana anak ditempatkan. Jurdak (2009, p.111) menyatakan bahwa “student self confidence in learning mathematics is primarily formed as a result of student’s interactions with the math teacher and with classroom peers during math instruction.” Kepercayaan diri itu akan terbentuk sebagai hasil interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa dalam proses pembelajaran. Nunes, et al. (2009, p.5) mengemukakan bahwa kepercayaan diri anak dalam matematika diprediksi sangat kuat dipengaruhi oleh kompetensi mereka sendiri dan kemampuan kelompok di mana anak ditempatkan. Dalam penelitian ini hal-hal tersebut dapat terjadi. Hal ini dikarenakan siswa belajar
Copyright © 2015, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 10 (1), Juni 2015 - 13 Curie Putri Hijrihani, Dhoriva Urwatul Wutsqa dalam kelompok yang heterogen sehingga kemampuan setiap anak berbeda dan akan berpengaruh terhadap kemampuan kelompok serta proses pembelajaran di kelas. Berdasarkan pengamatan pada saat penelitian siswa yang memiliki kompetensi sedang terkadang merasa minder, takut untuk turut berpartisipasi dalam diskusi kelompoknya. Interaksi antar anggota kelompok menjadi kurang baik sehingga dalam diskusi kelompok masih terdapat siswa yang bergantung kepada teman satu kelompoknya. Interaksi siswa dengan guru juga kurang karena siswa merasa takut untuk bertanya sendiri jika masih mengalami kesulitan. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap kepercayaan diri siswa. Secara umum Tran & Lewis (2012, p.15) mengatakan bahwa, “since students in the treatment group often referred to “more attention”, “more independence”,“more learning”, “more confidence”, the implication is that students in the treatment group experienced more positive attitudes toward their learning during cooperative learning than they had previously experienced when engaged in traditional teacher-centered classrooms.” Maksud dari pernyataan tersebut adalah penerapan pembelajaran kooperatif akan memberikan pengaruh yang baik terhadap sikap siswa. Siswa akan lebih perhatian, lebih mandiri, banyak belajar dan lebih percaya diri. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat direkomendasikan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD dapat diterapkan untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa.
yaitu dalam pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD disarankan kepada guru untuk selalu memberikan motivasi dan semangat kepada siswa agar siswa aktif terlibat mengikuti pembelajaran dengan serius. Selain itu, dalam pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD disarankan kepada guru untuk mengatur jalannya diskusi dengan baik sehingga dengan alokasi waktu yang diberikan siswa dapat saling membantu satu sama lain agar semua anggota memahami dan menguasai pelajaran yang sedang didiskusikan. DAFTAR PUSTAKA Arends, R.I. (2008). Learning to teach. (terjemahan Herlly Prajitno S & Sri Mulyantini S). New York, NY: McGraw Hill Companies. (buku asli diterbitkan tahun 2007) Borich, G.D. (2000). Effective teaching methods (4th Edition). Columbus, OH: Meril an Imprint of Prentice Hall. Cohen, E.G., Brody, C.M., Mara, S.S. (2004). Teaching cooperative learning the challenge for teacher education. Albany, New York, NY: State University of New York Press. Depdiknas. (2007). Peraturan Menteri No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Suatu Pendidikan Dasar dan Menengah. Ebel, R.I. & Frisbie, D.A. (1986). Essential of educational measurement. (4thed). Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD tidak efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa, akan tetapi efektif ditinjau dari kepercayaan diri siswa. Ditinjau dari prestasi belajar siswa disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak lebih efektif daripada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Selain itu juga ditinjau dari kepercayaan diri siswa, model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tidak lebih efektif daripada model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Saran Berdasarkan kesimpulan yang sudah diperoleh, maka dapat dikemukakan saran-saran
Gillies, R. M. (2007). Cooperative learning. integrating theory and practice. Thousand Oaks, CA: SAGE Publications. Haggarty, L. (2002). Aspects of teaching secondary mathematics: perspectives on practice. London: RoutledgeFalmer. Hamdan. (2009). Hubungan antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi pada siswa SMUN 1 Setu Bekasi. Diambil pada tanggal 1 Agustus 2012,dari http://www.gunadarma.ac.id/library/articl es/graduates/psychology/2009/Artikel_10 504066.pdf. Hannula, M.S., Maijala, H., & Pehkonen, E. (2004). Development of understanding and self confidence in mathematics;
Copyright © 2015, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 10 (1), Juni 2015 - 14 Curie Putri Hijrihani, Dhoriva Urwatul Wutsqa grades 5–8. Diambil pada tanggal 23 Juli 2012, dari http://www.emis.de/proceedings/PME28/ RR/RR162_Hannula.pdf. Jhonson, D.W. & Jhonson, R.T., & Stanne, M.B. (2000). Cooperative learning methods: a meta analysis. University of Minnesota. Diambil pada tanggal 9 Juli 2012, dari www.cimt.plymouth.ac.uk/journal.pdf. Jones, K. (2002), Issues in the teaching and learning of geometry. Dalam: Linda Haggarty (Ed), Aspects of teaching secondary mathematics: perspectives on practice. London: RoutledgeFalmer. Chapter 8, pp 121-139 . Jurdak, M. (2009). Toward equity in quality in mathematics education. New York, NY: Springer Science Business Media, LI.C. Killen, R. (2009). Effective teaching strategies: lessons from research and practice (5th ed.). South Melbourne: Cengage Learning. Tanabi, K. (6 Agustus 2011). Pembelajaran yang sesuai standar proses dalam standar pendidikan indonesia. Diambil pada tanggal 22 Oktober 2012, dari http://edukasi.kompasiana.com/2011/08/0 6/pembelajaran-yang-sesuai-standarproses-dalam-standar-pendidikanindonesia/. Kyriacou, C. (2009). Effective teaching in schools. Cheltenham, UK: Stanley Thornes. Lie, A. (2008). Cooperative learning: Mempraktekkan cooperative learning di ruangruang kelas. Jakarta: Grasindo. Syah, M. (1995). Psikologi pendidikan suatu pendekatan baru. Bandung. Rosdakarya Usman, M. U. (2000). Menjadi guru profesional. Bandung. Remaja Rosdakarya. NCTM. (2000). Principles and standards for school mathematics. Reston, VA:
National Council Mathematics, Inc.
of
Teachers
of
Nitko, A.J., & Brookhart, S.M. (2007). Educational assesment of students. Boston, MA: Pearson Education, Inc. Nunes, et al. (2009). Development of maths capabilities and confidence in primary school. Research Rreport DCSF-RR118. Slavin, R.E. (1995). Cooperative learning: theory, research and practice. Needham Heights, MA: Allyn and Bacon. Slavin, R.E. (2006). Education psychology, theory and practice. (2nd ed). Boston, MA. Pearson Education, Inc. Stevens, J. (2009). Applied multivariate statistics for thesosial science (fourth edition). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates (LEA), Publisher. Tatsuoka, M. M. (1971). Multivariate analysis: techniques for educational and psychological research. Canada: John Wiley & Sons, Inc. Tran, V.D. (2013). Effects of Student Teams Achievement Division (STAD) on Academic Achievement, and Attitudes of Grade 9th Secondary School Students towards Mathematics. International Journal of Science, Vol 2 Issue Apr 2013. Tran, V.D & Lewis, R. (2012). The effects of Jigsaw learning on students’attitudes in a vietnamese higher education classroom. International Journal of Higher Education, Vol. 1, No. 2; 2012. Zakaria, E, et al. (2013). Effect of cooperative learning on secondary school students’ mathematics achievement. Scientific Research. Vol. 4, No.2, 98-100. Zakaria, E, et al. (2010). The effects of cooperative learning on students’ mathematics achievement and attitude towards mathematics. Journal of Social Sciences, 6 (2): 272-275.
Copyright © 2015, Pythagoras, ISSN: 1978-4538