Irwan P. Ratu Bangsawan
Aku Ingin Berdusta Padamu
Dewan Kesenian Banyuasin 2010
Irwan P. Ratu Bangsawan
Aku Ingin Berdusta Padamu
Dewan Kesenian Banyuasin 2010
Aku Ingin Berdusta Padamu/ Irwan P. Ratu Bangsawan Pangkalan Balai, Penerbit Dewan Kesenian Banyuasin
Diterbitkan oleh: Dewan Kesenian Banyuasin
Hak Cipta © Irwan P. Ratu Bangsawan Cetakan I, Desember 2010
Penulis Tata sampul dan isi
: Irwan P. Ratu Bangsawan : Joko Martono
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1987 tentang Hak Cipta Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987. Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
DAFTAR ISI
Halaman Judul Daftar isi Pengantar Penerbit Luluhkan hatimu Ah ... dinda Wanita di Seberang Jalan Aku Ingin Berdusta Padamu Tasawuf Cinta Cintaku sungguh aneh Soulmate Yeisha Jemput aku di terminal ini Purnama di Jogja Kutunggu Engkau di Dermaga Ini Senyummu Abadi Rara Jonggrang Biarkan aku berbaju ungu Hujan di Ujung Bulan Januari Khayalku Tak terduga Bolehkah Aku Cemburu Namun Aku Tetap Tersenyum Bibirmu Masih Tersenyum Ceritaku Pada Bungaku Bolehkah aku jatuh cinta padamu? Jangan Tinggalkan Aku Hujan Telah Menghinaku Mengapa Begitu?
PENGANTAR PENERBIT Menurut Pradopo (1987) puisi adalah pengekspresian pemikiran yang membangkitkan perasaan yang merangsang imajinasi pancaindra dalam susunan yang berirama. Perngertian puisi di atas mencakup arti cukup luas karena menafsirkan puisi sebagai hasil penjaringan penglaman yang dapat atau dialami oleh seseorang. Dan menyusunnya secara sistematis sebagai makna satu dan yang lainnya. Dari pengertian di atas juga diartikan bahwa puisi merupakan karya seni yang erat hubungannya dengan bahasa dan jiwa. Tersusun dengan kata-kata yang baik sebagai hasil curahan lewat media tulis yang bersifat imajinatif oleh pengarangnya untuk menyoroti aspek kehidupan yang dialaminya. Ditinjau dari pendekatan intuisi, puisi merupakan hasil karya yang mengandung pancaran kebenaran dan dapat diterima secara universal. Karenanya, karya puisi sangat dekat dengan lingkungannya, mudah diketahui bahkan sudah diketahui dan bukan sebaliknya menimbulkan keanehan atau bahkan kekaburan (Pradopo 1987:8). Puisi-puisi Irwan P. Ratu Bangsawan yang terkumpul dalam buku Aku Ingin Berdusta Padamu ini telah menggambarkan sebagaimana yang telah diungkapkan Pradopo di atas. Sebagai Ketua Dewan Kesenian Banyuasin, saya menyambut baik antologi puisi ini dan menerbitkannya untuk dihadirkan ke sidang pembaca di tengah-tengah masih minimnya penulis sastra di Banyuasin. Ke depan, Dewan Kesenian Banyuasin akan terus mendorong upaya-upaya penerbitan karya-karya sastra yang dihasilkan oleh sastrawan Banyuasin. Pangkalan Balai, 2010 Ketua Dewan Kesenian Banyuasin,
Hazairin H. Zabidi
Luluhkan hatimu luluhkan hatimu biarkan angin membawamu melayang melintas dedaunan, sungai-sungai, danau-danau, gunung-gunung, lautan dan samudra biarkan hatimu memilih jangan kau pikirkan hujan dan debu silih berganti panas dan dingin adalah keniscayaan biarkan hatimu tersenyum rasakan dan rasakan cinta adalah kesempatan merasakan getaran-getaran dari pembuluh darahmu alirannya berdetak waktu demi waktu biarkan hatimu menikmatinya cinta adalah aroma surga semerbak bunga-bunga tersebar di pojok-pojok hati berpikir dan bercanda tak ada bedanya biarkan hatimu terhangatkan api asmara luluhkan hatimu jadilah pecinta yang dicintai katakan, ”Wahai engkau hati yang selalu berubah-ubah. Teguhkan cintaku sedalam gunung yang tertancap di punggung bumi. Biarkan aku mengungkapkan perasaanku. Jangan dibolak-balik perasaanku. Biarkan kimia cintaku menyebar hingga ke pori-pori.” luluhkan hatimu ungkapkan, ”Wahai engkau yang kucintai. Biarkan hatiku menembus sudut-sudut hatimu. Izinkan, walau engkau tak sudi. Aku hanya seorang pecinta yang sederhana.
Yang kutahu hanyalah bahwa hatiku telah menuntunku untuk mencintaimu. Izinkan, walau engkau tak suka. Biarkan, walau kuharus berkhayal bahwa engkau mengizinkanku untuk mencintaimu.” Banyuasin, 5 November 2009
Ah ... dinda bukan … bukan senyummu yang membuatku membayangkan berlari-lari di padang savana memetik bunga-bunga liar bernyanyi-nyanyi kecil bersiul-siul gembira dan membasuh mukaku di dinginnya air sungai yang mengalir dari pegunungan bukan … bukan tawamu yang membuatku membayangkan menyusuri Parangtritis mengumpulkan kerang-kerang kecil menulis kata cinta di pasir memandang matahari tenggelam dan membasuh mukaku di hangatnya lair laut pantai selatan bukan ... bukan matamu yang membuatku membayangkan mendaki Tangkuban Perahu menghirup udara segar membeli seikat edelweis mencicipi stoberi yang asam-asam manis dan membasuh mukaku di segarnya air pancuran yang mengalir tak beratur Ah ... dinda izinkan aku izinkan aku izinkan aku merasakan getaran ini walau tanpa alasan walau engkau enggan walau engkau tak percaya Ah ... dinda engkau tertawa geli tatkala aku berkata, ”Dinda, aku jatuh cinta!” engkau tersenyum aneh tatkala aku berkata, ”Dinda, aku jatuh cinta!”
engkau hanya berkata dengan suara sengau, ”Kok, bisa?” Ah ... dinda ingin aku berkuda sembrani melintas awang-awang menebar senyum pada burung-burung yang menatapku janggal aku tentu tak peduli, dinda aku ingin tersenyum pada awan-awan yang membentuk mozaik dirimu tapi, angin tak bersahabat, dinda mozaikmu hancur menjadi awan yang berbentuk aneh Ah ... dinda aku teringat lagi saat kau tertawa geli ketika aku berkata, ”Dinda, aku jatuh cinta!” aku tertawa geli juga, dinda ketika kuingat lagi kau tersenyum aneh dan berkata sengau, ”Kok, bisa?” Banyuasin, 6 November 2009
Wanita di Seberang Jalan setiap pagi wanita di seberang jalan itu duduk dengan anggun di teras rumah panggungnya ia tak peduli dengan kokok ayam jantan atau kicau burung prenjak di dahan pohon rambutan ia hanya diam dengan anggun ia tak peduli dengan lebah-lebah yang menghisap nektar bunga mawar ungunya atau lincahnya kupu-kupu yang terbang rendah ia hanya diam dengan anggun walau hujan, wanita di seberang jalan itu tetap duduk dengan anggun di teras rumah panggungnya segelas teh selalu ada di atas meja jatinya ia minum dengan gerakan yang teratur sungguh anggun! wanita di seberang jalan itu memejamkan matanya dengan perlahan rambutnya tertiup angin pagi dan bergerak dengan anggun di telinganya terselip bunga melati sungguh anggun! wanita di seberang jalan itu berdiri dengan perlahan berjalan ke arah tangga rumahnya dengan anggun menatap ke arah jalan dengan anggun entah apa yang dicarinya sungguh anggun! wanita di seberang jalan itu tak pernah berbicara denganku tapi, pagi itu tiba-tiba kepalanya menoleh dengan anggun ia berkata berkata padaku dari kejauhan tanpa bersuara mulutnya yang anggun bergerak lambat: ”Ja-ngan-u-sil!”
aku tertawa senang bertahun-tahun aku mengenalnya tak pernah sekalipun ia berbicara denganku kecuali pagi ini walau tanpa bersuara, tapi ia telah berkata dari kejauhan ”Ja-ngan-u-sil!” Banyuasin, 7 November 2009
Aku Ingin Berdusta Padamu ingin kudustai dirimu sebab setiap lelaki suka berdusta tapi, perlukah aku berdusta padamu padahal wajahmu terlalu indah aku ingin berdusta padamu di sore yang gerimis ini kubayangkan dustaku ini adalah dusta yang puitis ingin kususun kata-kataku dalam rangkaian kalimat yang menakjubkan engkau terpukau padaku padahal aku sedang berdusta! engkau merengek padaku padahal aku sedang berdusta! ah, sungguh dusta yang indah! gerimis semakin tipis tapi aku belum juga berdusta padamu kubayangkan dustaku ini adalah dusta yang indah engkau begitu gembira mendengar dustaku engkau begitu bersemangat mendengar dustaku engkau begitu terasuki dusta-dustaku padahal aku sedang berdusta! gerimis telah berhenti tapi aku belum juga berdusta padamu padahal setiap lelaki suka berdusta! Banyuasin, 8 November 2009
Tasawuf Cinta I Rinduku padamu adalah rindu malam pada siang rinduku padamu adalah rindu sungai pada muara rinduku padamu adalah rindu kemarau pada hujan tapi, mengapa engkau masih sangsi? Kasihku padamu adalah kasih Adam pada Hawa kasihku padamu adalah kasih Sulaiman pada Balqis kasihku padamu adalah kasih Yusuf pada Zulaikha tapi, mengapa engkau masih ragu? II. ”Aku tak ingin bersamamu!” ungkapmu ketus di pagi itu bibirku tersenyum rapuh tetes embun pagi kulihat telah membeku di ujung dahan menggigil tubuhku tapi, engkau tak peduli ”Aku tak ingin melihatmu lagi!” ungkapmu ketus di sore itu mataku meredup hampa debu berterbangan di tiup angin sore sesak napasku tapi, engkau tak peduli III Duhai engkau yang kurindu bencilah aku walau hatiku luka walau hatiku perih
Duhai engkau yang kukasihi sakitilah aku walau hatiku lebam walau hatiku membiru IV ”Duh, mengapa aku tetap merindu dan mengasihimu?” kataku tersenyum pada bianglala : sore pun menghening : senyap Banyuasin, 9 November 2009
Cintaku sungguh aneh
Kutulis namamu dengan tinta cina di cawan anggur merah kuukir doa-doa cinta Nabi Sulaiman : Ah sungguh aneh! tapi, aku tetap terpanah kutuang air dari sumur tak bertuan di ujung desa namamu dan doa-doa bercampur dalam cawan anggur merah : Ah sungguh aneh! tapi, aku tak peduli buku ajaib yang kugenggam menitahkan agar aku meminum air dari cawan yang telah bertulis namamu dan doa-doa cinta : Ah sungguh aneh! cintakulah yang menuntunku meminum ramuan ajaib mujarobat kubayangkan engkau esok hari di pagi yang dingin mengetuk pintu rumah panggungku dan berkata, “Kanda … Kanda …. lamarlah aku. bawa aku dalam rengkuhan asmaramu!!” Banyuasin, 4 Januari 2010
Soulmate
Bulan tersaput awan gelap bahkan kunang-kunang pun berhenti bersinar angin membawa embun menapaki bumi membasahi jalan-jalan berdebu bau tanah tertiup hingga jauh aku menggigil berdiri kaku berusaha menapaktilasi hari-hari kita tapi, hatiku tak berbulan kunang-kunang pun terbang menjauh kucoba mengingatmu lagi tapi, tubuhku menggigil wajahmu tak berhasil kuingat hanya bibirmu yang sering bergerak lucu yang masih kuingat senyummu aku lupa aku juga lupa apakah ada tahi lalat penghias di wajahmu malam makin dingin embun makin cair aku masih cinta padamu walau aku sudah lupa siapa dirimu tapi, apakah aku salah? Banyuasin, 7 Januari 2010
Yeisha Yeisha, gadis mungil bermata jernih tersenyum ramah padaku bibirnya bergerak lucu selalu begitu Yeisha, bercerita bahwa hujan telah mengguyur kota kecilnya hatinya selalu luka bila ingat hujan wajahnya yang imut bergetar bibirnya yang biasanya disaput lipstik warna merah bata sudah berubah menjadi putih pucat Yeisha, pernah kukatakan padanya tak ada luka yang tak dapat dibilas dengan air mata tak ada kesedihan yang tak dapat dihanyutkan dengan air mata tak ada kepedihan yang tak dapat dibersihkan dengan air mata jadi, menangislah menangislah menangislah menangislah Yeisha, pernah kau berkata padaku tentang arti senyummu tapi, aku hanya tersenyum saja mendengarnya senyummu bagiku: selalu ramah bibirmu bagiku: selalu bergerak lucu selalu begitu Banyuasin, 12/02/10 untuk Yeisha yang selalu baik hatinya
Jemput aku di terminal ini Jangan tinggalkan aku di terminal tak berpenghuni ini tikus-tikus berkejar-kejaran tak mempedulikanku aku terduduk tak bergerak aku ingat saat kau pergi meninggalkanku kau diam dingin tak melambaikan tangan tak berkata tak terduga aku cuma ingin berbisik padamu tapi kau tak mendengarkannya kucoba berteriak kau hanya melirik dan terdiam seperti biasa jangan tinggalkan aku di terminal ini jemput aku kau boleh tetap diam kau boleh tidak minta maaf padaku tapi, jemputlah aku di terminal ini. bila sampai sore kau tak menjemputku mungkin aku akan menangis sendiri mungkin menangis sendu mungkin menangis sedih mungkin menangis aneh mungkin menangis sambil tertawa jadi, tolonglah jemput aku di terminal aneh ini aku tak kenal engkau aku hanya mengikuti langkahmu aku hanya ingin berbisik padamu jadi, mengapa kau tinggalkan aku di terminal ini? Banyuasin, 17 Januari 2010
Purnama di Jogja Kubayangkan purnama di Jogja akan selalu indah bintang terang benderang bagai matahari angin bertiup sepoi-sepoi suara jangkrik terdengar sayup-sayup Kubayangkan purnama di Jogja adalah purnama terindah di negeriku anak-anak bermain di halaman rumah gadis-gadis bercengkrama di teras rumah jejaka tertawa-tawa senang melihat para gadis bersenda gurau Kubayangkan purnama di Jogja adalah saat bagiku mengungkapkan rasa kasihku mandi bersih di sore hari berkeramas berbaju yang disetrika rapi berminyak wangi merek inoui berminyak rambut merek tancho warna hijau bersepatu yang dibersihkan dengan kain basah sungguh sempurna! Kubayangkan purnama di Jogja akan membahagiakanku kudatangi rumah kekasihku berbasa-basi cerita sana-sini sampailah pada saat kasihku berkata, “Mas, kita putus saja!” Kubayangkan purnama di Jogja tiba-tiba tertutup awan tebal hujan turun lebat petir sambar-menyambar pohon tumbang di mana-mana jalan-jaan tergenang banjir Jogja banjir rumah kekasihku banjir terbawa arus
terbawa hingga ke laut “Mas, kita putus!” tiba-tiba suaramu meninggi Kubayangkan aku bertanya dengan sengit, “Atas dasar apa kita putus?” tapi, aku tak bertanya Jogja mengajarkanku untuk diam walau aku harus sakit walau aku harus dikhianati Kubayangkan purnama di Jogja dari tempatku saat ini dingin sedikit ngilu tapi, tak apalah!!! Banyuasin, 18 Januari 2010
Kutunggu Engkau di Dermaga Ini walau dermaga ini semakin renta aku tetap ada di sini sebab selalu ada rinduku untukmu walau engkau entah kapan akan kembali aku tetap di dermaga ini menanti senyummu seperti yang dulu kutulis namamu di tiang-tiang dermaga ada rasa senang bila ingat senyummu walau tak ada yang tahu aku selalu ingat senyummu bila sedang menatapku indah! kunanti engkau di dermaga ini
Banyuasin, 19 Januari 2010
Senyummu Abadi Rara Jonggrang sudah kuduga kita kan bertemu malam ini, Rara Jonggrang sudah kuduga .... walau telah lama terpekur di Prambanan senyummu masih anggun seperti dulu duhai putri Prabu Boko, aku Bandung Bondowoso dari Pengging sumur Jalatunda yang engkau pinta telah kubuatkan tapi, jangan kau pinta aku memeriksa kedalaman sumur dan menguburku di dalamnya duhai putri Prabu Boko, aku Bandung Bondowoso dari Pengging seribu candi yang engkau pinta telah kulaksanakan tapi, jangan kau bakar jerami-jerami di ladang-ladang desa jangan kau tumbuk padi-padi di kegelapan malam sudah kuduga kita kan bertemu malam ini, Rara Jonggrang sudah kuduga .... sudah kugenapkan seribu candi dengan engkau di tengahnya, duhai Durgaku sudah kuduga kita kan bertemu malam ini, Rara Jonggrang walau senyummu terasa aneh tapi jangan kau pinta aku menyesali jangan kau pinta .... aku Bandung Bondowoso tak kusesali tak kusesali ..................
Banyuasin, 22 Januari 2010
Biarkan aku berbaju ungu jangan katakan hal yang aneh bila aku berbaju ungu jangan katakan berbagai tafsir bila aku berbaju ungu jadi, biarkan aku berbaju ungu jangan katakan aku memiliki kekuatan spiritual jangan katakan aku memiliki keajaiban jangan katakan aku memilki pengetahuan tersembunyi jangan katakan aku memiliki arogansi jangan katakan aku memiliki ambisi sebab aku hanya memiliki empati dan intuisi jadi, biarkan aku berbaju ungu aku ingin berlari menuruni bukit-bukit dengan berbaju ungu aku ingin menyusuri sungai-sungai dengan berbaju ungu aku ingin melalui malam-malam yang tanpa bintang dengan berbaju ungu jadi, biarkan aku berbaju ungu aku ingin menikmati kesendirianku aku ingin diam tanpa berkata aku ingin tidak ragu-ragu aku ingin kekuatan hati dalam cinta jadi, biarkan aku berbaju ungu Banyuasin, 23 Januari 2010
Hujan di Ujung Bulan Januari hujan di ujung bulan Januari yang basah: mentari bangun siang-siang sedangkan pelangi turun malu-malu hujan di ujung bulan Januari yang basah: tak ada tawa tak ada juga tangis hanya ada perselingkuhan yang membawa luka hujan di ujung bulan Januari yang basah: lindap hatiku aku tertegun sedangkan kau mendesah hujan di ujung bulan Januari yang basah: tahukah engkau aku hanyalah lelaki tirus yang kesepian hujan di ujung bulan Januari yang basah: kujelajah pelangi hingga ke ujung sungai berjeram dan menceburkan diriku di air terjun yang tak bernama ini kutemukan para bidadari yang sedang bercengkrama wajah cantik nan rupawan berkilau diterpa mentari bulan Januari aku lupa perselingkuhan kita aku terbang bersama para bidadari menuju angkasa meninggalkanmu merana! Banyuasin, 17/02/2010
Khayalku Tak terduga khayalku tentangmu sungguh tak terduga kata-katamu memabukkanku napas kasturimu menghangatkan tubuhku linglung aku menghirup duniamu terhuyung menuju nirwana tak bertepimu terhempas … tak terduga! [kau hanya diam dan tak terduga] Banyuasin 18/02/10
Bolehkah Aku Cemburu Bolehkah aku cemburu padamu? Aku cuma bisa tersenyum getir waktu kau katakan, “Tidak!” Bolehkah aku cemburu padamu? Kau tersenyum sinis “Aku bukan siapa-siapamu!” katamu Jadi, bolehkah aku cemburu padamu? “Aku tidak mau semua mata menatap curiga padaku” suaramu meninggi Jadi, aku tetap tidak boleh cemburu? ”Tidak!” Aku terdiam tertuduk ada luka perih pedih sedangkan engkau selalu begitu Bolehkah aku cemburu padamu? : Jangan kau jawab aku hanya menginggau tersedak dalam impian tak berbatas biarlah Banyuasin, 7/4/10
Namun Aku Tetap Tersenyum angin menghembus ulam jantungku berkabut dan meneteskan embun dukaku namun aku tetap tersenyum walau jantungku berdetak tak beratur menggebu dan perlahan tak terdengar detaknya namun aku tetap tersenyum angin telah membawa aroma tubuhmu jauh hingga ke sudut-sudut kota tua ini namun aku tetap tersenyum tak bolehkah aku jatuh cinta walau cintaku ini adalah cinta platonik tak bolehkah aku jatuh cinta padahal cintaku ini berselimut suka cita pahamkah engkau: walau cintakuku ini ’kan melintas sahara namun aku tetap tersenyum lihatlah mataku walau letih dan tak berair mata lagi namun aku tetap tersenyum bolehkah aku jatuh cinta walau cintaku ini adalah cinta terakhirku walau tak ada yang peduli walau kau pergi walau semua pergi dan aku kesepian namun aku tetap tersenyum dan berharap besok malam kau mengetuk pintu rumahku tersenyum tersenyum tersenyum Banyuasin, 5 Juni 20120
Bibirmu Masih Tersenyum maafkan aku bila masih mencintaimu bibirmu yang selalu tersenyum menghalangiku untuk melupakanmu maafkan aku, bila bibirmu masih tersenyum aku tak dapat mengabaikanmu cemberut dan marahlah sekali saja mungkin aku akan pergi dan mengalami amnesia bila senyum manismu masih seperti dulu aku akan selalu terpanah dan menggilaimu selamanya maafkan aku bila masih mencintaimu bibirmu yang selalu bergerak indah membuatku s’lalu mengenangmu buang senyummu lampiaskan amarahmu mungkin aku akan pergi dan menghilang tak hadir lagi tak hadir lagi maafkan aku Banyuasin, 10/06/10
Ceritaku Pada Bungaku tak pernah lagi kudengar sapamu tak pernah lagi kulihat senyummu tapi tak mengapa tak pernah lagi kudengar nyanyian kecilmu tak pernah lagi kulihat wajah sumringahmu tapi tak mengapa tapi, lihatlah mataku masihkah tersisa amarahku? lihatlah bibirku masihkah tersisa sinisku? lihatlah wajahku masihkah tersisa benciku tak mengapa semua berlalu tak mengapa semua tetap terluka tak mengapa semua tetap berduka tak mengapa tapi, masihkah serpihan cinta itu? jika tidak, katakan, ”Semua t’lah berlalu”. dan aku pun dapat tetap melanjutkan hidupku wahai bungaku walau tertatih dan terluka ...........
Banyuasin, 12 Juni 2010
Bolehkah aku jatuh cinta padamu? pernah kuungkapkan rasa cintaku padanya tapi, seperti biasa dia selalu tersenyum pernah kukatakan rasa sayangku padanya tapi, seperti biasa dia hanya tersenyum hatiku bukanlah pualam hatiku bukanlah mutiara hatiku seperti hati manusia lainnya ada rasa perih jika diabaikan ada rasa sakit jika ditiadakan ada rasa linu jika dilupakan jadi, bolehkah aku jatuh cinta padamu? ingin ku katakan padamu aku hanya ingin memilihmu ingin sekali ku katakan ingin sekali tapi, sudahlah....... ingin kulupakan dirimu dan terbang melayang bersama bidadari di sore gerimis ini aku ingin tersenyum seperti senyum yang sering kau pamerkan padaku tapi, jiwaku jadi linglung dan perih sementara gerimis semakin melebat dan aku cuma terpekur menatap langit yang semakin gelap jadi, bolehkah aku jatuh cinta padamu?
Banyuasin, 23/07/2010
Jangan Tinggalkan Aku Jangan tinggalkan aku walau syak wasangka ada di hatimu jangan tinggalkan aku walau rasa sakit masih bersamamu ini aku sang pemuja setiamu tapi, hatiku rapuh jangan tinggalkan aku melepuh dalam memujamu datanglah selalu padaku cukup dalam mimpi tapi, jangan tinggalkan aku tertinggal dalam alam mimpiku bila engkau memang membenciku aku memahamimu bila engkau ingin meninggalkanku tolong .......... jangan tinggalkan aku hati ini terlalu rawan dan tak dapat membayangkan bila hidup tanpa dirimu jadi, jangan tinggalkan aku tersenyumlah selalu padaku cukup satu kali sehari jadi, jangan bermuram durja dan berniat meninggalkanku
Banyuasin, 25 Juli 2010
Hujan Telah Menghinaku Untuk seseorang yang hatinya beku ingin tersenyum di saat hujan menderas ingin bercerita di saat hujan masih menderas ingin menumpahkan semua rasa di saat hujan makin menderas ini bukan soal cinta ini bukan soal memendam rasa ini juga bukan soal engkau yang semakin mendiam ini soal hujan yang semakin menghanyutkan perasaanku yang terhina katakanlah engkau tidak sengaja katakanlah engkau tidak bermaksud menyakitiku katakanlah engkau tidak berniat menghinaku namun, jelaskan padaku mengapa hujan semakin menyiksaku namun, terangkan padaku mengapa hujan semakin membuatku terhuyung namun, ungkapkan padaku mengapa hujan semakin membuatku terhina berandailah semua akan berlalu berandailah semua tak pernah terjadi berandailah semua adalah kesalahan tapi, katakan padaku mengapa hatiku tak dapat melupakanmu tapi, katakan padaku mengapa hatiku tak dapat melepaskanmu tapi, katakan padaku mengapa hatiku tak dapat menghindarimu kalaupun hujan tak mau mereda biarlah
biarlah aku akan tetap di sini menatap senyummu yang sinis aku akan tetap di sini menanti senyummu semakin sinis aku akan tetap di sini
Banyuasin, 26/07/10
Mengapa Begitu? awan tak terlihat indah lagi sungai tak terlihat jernih lagi padang rumput tak terlihat hijau lagi matamu yang kukagumi tak bercahaya lagi mengapa begitu? bertahun aku selalu mengagumi awan awan selalu berhasil menghiburku kutemukan malaikat sedang tersenyum padaku para bidadari sedang berlari-lari senang dan beribu-ribu bentuk lainnya tapi, semuanya kini telah sirna bertahun aku hidup bersama jernihnya sungai terhanyut dalam tenangnya sungai yang mengalir dari hulu ke hilir bermain kecipak air berenang dengan teman-teman masa kecilku atau terjun dari pohon yang doyong ke sungai dan tertawa-tawa gembira tapi, semuanya kini telah sirna bertahun aku menghirup aroma rumput padang hijau di belakang rumahku bermain layang-layang berkejar-kejaran berlari tak tentu arah tertidur penuh senyum di bawah pohon beringin tua dan terbangun menjelang azan maghrib tiba tapi, semuanya kini telah sirna bertahun aku mengagumi mata jernihmu sudut matamu sungguh selalu tak terduga bila mengerling matamu mengerjap lucu bila sedang senang matamu mengerjap aneh bila sedang marah sungguh aku selalu mengagumi mata jernihmu tak pernah mata itu tak bersahabat
selalu jernih tapi, semuanya kini telah sirna mengapa, Dinda?
Banyuasin, 12/7-27/8-2010
Irwan P. Ratu Bangsawan dilahirkan di Pangkalan Balai, Banyuasin, Sumsel tanggal 7 Februari 1968. Pendidikan dasar dan menengah di tempuh di MI Nurul Iman Palembang (1977-1982), SMP Negeri Musi Landas (1982-1985), dan SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta (1985-1988). Pendidikan strata satunya diselesaikannya di IKIP Muhammadiyah Yogyakarta (sekarang Universitas KHA Dahlan Yogyakarta) pada tahun 1994. Sementara pendidikan strata duanya diselesaikannya di Program Studi Pendidikan Bahasa Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya Palembang (lulus 2004). Selain menulis puisi, Irwan P. Ratu Bangsawan juga menulis kajian politik dan perilaku aparatur negara di berbagai koran. Saat ini ia merupakan Sekretaris Dewan Kesenian Banyuasin (2009-2014).