INTEGRASI KARAKTER POSITIF DAN REDUKSI KARAKTER NEGATIF DALAM SUPERVISI PEMBELAJARAN Ali Imron Jurusan Administrasi Pendidikan FIP Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang email:
[email protected]
Abstrak: Selama ini, sasaran pendidikan karakter hanya tertuju pada peserta didik. Pada hal, penyemai utama pendidikan karakter di sekolah adalah guru. Bagaimana mungkin guru yang tidak berkarakter, dapat menyemaikan karakter kepada peserta didiknya. Oleh karena itu, diperlukan guru yang berkarakter agar dapat menyemai karakter kepada peserta didiknya. Supervisi pembelajaran yang mengintegrasikan karakter positif dan mereduksi karakter negatif diharapkan mampu membina guru agar menjadi pendidik yang berkarakter. Model, pendekatan dan teknik supervisi pembelajaran yang mengintegrasikan karakter positif dan mereduksi karakter negatif dapat dirancang, dikembangkan, dan diuji secara konsptual-teoritik, dan diuji secara empiris. Kata kunci: supervisi pembelajaran, pendidikan karakter, karakter positif, dan karakter negatif. Abstract: During this time, the target character education focused only on the learner. In fact, the main seedman character education in schools is the teacher. How could a teacher who is not in character, can sow a character to the learners. Therefore, teachers need to be able to sow the character to the character of learners. Supervision of learning that integrates the positive character and reduce the negative character of teachers are expected to develop in order to become educators of character. Models, approaches and techniques that integrate learning supervision positive character and reduce the negative character can be designed, developed, and tested a conceptual-theoretical, and tested empirically. Keywords: learning supervision, character education, positive character, and negative character.
Pendidikan karakter telah menjadi kebijakan pemerintah. Berbagai kebijakan, model, pendekatan dan teknik intervensi dan habituasi karakter hanya difokuskan pada peserta didik. Pada hal, sebagai penyemai, intervensionis dan habituator karakter, posisi guru justru lebih strategis, mengingat tidak mungkin penyemaian karakter dapat dilakukan oleh guru yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, diperlukan supervisi pembelajaran kepada guru, dengan mengintegrasikan karakter positif dan pereduksian karakter negatif. Dengan demikian, akan memberikan kontribusi dan penguatan terhadap karakter positif guru, dan pelemahan terhadap karakter negatif guru. Ujung dari penguatan karakter positif guru dan pelemahan karakter negatif guru, adalah makin lancarnya pembentukan karakter peserta didik.
Hasil longitudinal study yang dilakukan oleh para ahli di Amerika menunjukkan, bahwa kegagalan pendekatan moral reasoning dan values clarification telah dirasakan sebagai akibat dari demoralisasi masyarakat di era tahun 90-an. Berdasarkan atas realitas empirik terebut, maka pada tahun 1992 para ahli pendidikan, pemimpin remaja, dan sarjana etik (ethics scholars) yang menaruh perhatian pada kondisi ini melakukan pertemuan di Aspen dan Colorado. Pertemuan fenomenal tersebut menghasilkan deklarasi Aspen yang bersubstansikan (antara lain): keyakinan bahwa generasi mendatang
adalah penentu
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Keyakinan lain, seseorang tidak secara otomatis memiliki karakter moral yang baik; oleh karena itu perlu dipikirkan pendidikan karakter yang efektif (effective character education). Model-model pendidikan moral dan karakterpun banyak disusun, dengan harapan mengerucut pada pendidikan karakter dan pengobatan berbagai patologi sosial baik dalam konteks masyarakat Amerika maupun yang lain. Brooks dan Goble dalam The Case for Character Education merekomendasikan agar sistem pendidikan moral tidak hanya mengajarkan tentang nilai-nilai siapa, akan tetapi lebih mengajarkan ke nilai-nilai apa (what values should we teach?). Dia juga menekankan, agama-agama besar di Amerika telah memiliki kesamaan dalam hal pendidikan karakter, dan mempunyai nilai-nilai luhur yang dapat dipertemukan. Menurut Bennett (1991), sekolah mempunyai peran amat penting dalam pendidikan karakter anak, terutama jika mereka tidak mendapatkan pendidikan karakter di rumah. Argumennya, anak-anak Amerika menghabiskan cukup banyak waktu di sekolah, dan apa yang terekam dalam memori anak-anak di sekolah akan mempengaruhi kepribadian anak ketika dewasa kelak. Apa yang dikedepankan oleh Bernett tersebut, tampaknya ada kemiripan dengan yang terjadi di Indonesia, mengingat banyak orang tua dan masyarakat yang memberikan tanggungjawab penuh kepada sekolah. Mengigat demikian besarnya karakter dan moral yang diharapkan oleh masyarakat
terhadap sekolah, maka SDM
pendidikan yang berada di sekolahpun, sepatutnya juga terdiri atas orang-orang yang bermoral dan berkarakter. Bagaimana mungkin jika seseorang yang tidak berkarakter, harus membangun karakter anak didiknya. Setelah melakukan riset secara berulang, Alfonso (1981) tiba pada suatu kesimpulan, bahwa perilaku beralajar siswa (learning behavior), banyak ditentukan oleh perilaku mengajar gurunya (teaching behavior). Karakter peserta didik (student character), di sekolah, dengan sendirinya banyak ditentukan oleh kakakter gurunya (teacher character). Dalam penelitian-penelitian lanjutannya, sebagaimana yang dipublikasikan pada tahun 1981,
Alfonso menemukan bahwa perilaku mengajar guru (teaching behavior), banyak ditentukan oleh perilaku supervisi para supervisornya (supervision behavior). Berarti, karater guru (teacher character) di sekolah, juga dipengaruhi oleh karakter supervisonya (supervisor character). Berdasarkan realitas itulah, maka bisa daipahami jika Akbar (2011) menyatakan bahwa pendidikan karakter hendaknya dilakukan dengan pendekatan menyeluruh. Apa yang disampaikan Akbar (2011) tersebut, dapatlah dimaknai bahwa sasaran pendidikan karakter tersebut, hendaknya tidak hanya terbatas pada siswa saja; tetapi juga kepada seluruh komponen SDM sekolah, terutama guru. Lickona (1992)
menekankan pentingya tiga komponen
karakter yang baik
(components of good character), yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Menurut Brooks dan Gooble, dalam menjalankan pendidikan karakter terdapat tiga elemen yang penting untuk diperhatikan yaitu prinsip, proses dan praktik. Nilai-nilai yang diajarkan harus mengerucut
dalam kurikulum sehingga semua siswa mengerti tentang nilai-nilai
tersebut dan mampu menerjemahkannya dalam perilaku nyata. Selama ini, hampir semua usaha pembentukan karakter, hanya ditujukan kepada siswa saja. Berbagai panduan tentang pendidikan karakter yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Ditjen Dikdas Kemendikbud (2011), di mana peneliti juga banyak berkecimpung di dalamnya, hanya menyentuh ke arah siswa belaka, dan tidak ada yang menyentuh ke gurunya. Jauh sebelumnya, Kemdikbud juga banyak menyusun kebijakan dan berbagai panduan yang terkait dengan pembentukan karakter dan karakter bangsa. Dilihat dari substansinya, kebijakan dan panduan tersebut juga mengarah ke pembentukan karakter siswa. Sampai dengan saat ini, tidak ada kebijakan, panduan, model, stategi, pendekatan dan teknik pembangunan karakter dan karakter bangsa yang secara eksplisit ditujukan kepada guru. Pada hal, telah lama disadari, bahwa pembentukan karakter kepada siswa itu, akan mustahil dapat diberikan oleh mereka yang kurang, apa lagi tidak berkarakter. KARAKTER POSITIF YANG DIINTERGASIKAN DAN KARAKTER NEGATIF YANG DIREDUKSI Terdapat 18 karakter yang dapat diintegrasikan dalam supervisi pembelajaran, ialah relegius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, punya rasa ingin tahu yang tinggi, punya semangat kebangsaan yang tinggi, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, punya kepedulian sosial dan tanggungjawab. Kedelapan belas karakter tersebut, dapat
diintegrasikan dalam supervisi pembelajaran yang dilakukan oleh pengawas sekolah, kepala sekolah, guru senior dan supervisor lainnya. Terdapat 18 karakter negatif yang dapat direduksi dalam supervisi pembelajaran, ialah: tidak agamis, curang, intoleran, indisipliner, malas, tidak kreatif, bergantung, tidak demokratis, masa bodoh, tidak punya rasa kebanggaan berbangsa, tidak cinta tanah air, tidak menghargai prestasi, tidak bersahabat, suka berkonflik/bertengkar, malas membaca, tidak peduli lingkungan, tidak punya kepedulian sosial dan tidak bertanggungjawab. . Kedelapan belas karakter tersebut, dapat direduksi melalui supervisi pembelajaran yang dilakukan oleh pengawas sekolah, kepala sekolah, guru senior dan supervisor lainnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, model supervisi pembelajaran koraboratif ditemukan cocok untuk mengintegrasikan 18 karakter positif dan mereduksi 18 karakter negatif, selanjutnya model non directive dan directive. Model non directive dan directive ditemukan dipandang kurang cocok untuk mengintegrasikan karakter positif dan mereduksi karakter negatif. Jika model non directive dan directive dipergunakan untuk mengintegrasikan karakter positif dan mereduksi karakter negatif, hendaknya dilakukan dengan hati-hati. Pendekatan klinik ditemukan sebagai model yang cocok untuk mengintegrasikan 18 karakter positif dan mereduksi 18 karakter negatif, selanjutnya pendekatan ilmiah dan artistic. Pendekatan ilmiah dan artistic dipandang kurang cocok untuk mengintegrasikan karakter positif dan mereduksi karakter negatif. Jika pendekatan ilmiah dan artistic dipergunakan untuk mengintegrasikan karakter positif dan mereduksi karakter negatif, hendaknya dilakukan dengan hati-hati. Teknik supervisi pembelajaran pertemuan pribadi, kunjungan kelas, kunjungan antar kelas dan pertemuan dalam kelompok kerja ditemukan sebagai teknik yang cocok untuk mengintegrasikan karakter positif. Sementara yang lebih cocok untuk mereduksi karakter negatif adalah teknik supervisi pembelajaran: pertemuan dalam kelompok kerja, kunjungan kelas, pertemuan pribadi, saling mengunjungi kelas. Stake holder yang diharapkan memberikan dukungan terhadap integrasi karakter positif dan reduksi karakter negatif adalah: pengawas sekolah, kepala sekolah, guru (terutama guru mata pelajaran yang terkait), terkait dengan karakter yang hendak dibentuk). Bentuk-bentuk dukungan yang diharapkan diberikan oleh stake holder adalah: memberikan keteladanan, menjadi contoh, memberikan contoh konkret, membiasakan, memberikan inspirasi, memberikan kepercayaan, memberikan reward, memberikan iklim yang positif, memberikan dorongan, memberikan rangsangan, memberikan kebebasan berekspresi,
mengkondisikan pertemuan, penyediaan kegiatan bakti sosial di sekolah dan memulai dari lingkungan sekolah. Stake holder yang diharapkan memberikan dukungan terhadap reduksi karakter negatif melalui supervisi pembelajaran, adalah kepala UPTD, pengawas sekolah, kepala sekolah, guru (terutama guru mata pelajaran yang terkait). Bentuk-bentuk dukungan yang diharapkan diberikan oleh stake holder terkait reduksi karakter negatif dalam supervisi pembelajaran adalah memberikan keteladanan, menjadi contoh, memberikan contoh konkret, membiasakan, memberikan inspirasi, memberikan kepercayaan, memberikan reward, memberikan iklim yang positif, memberikan dorongan, memberikan rangsangan, memberikan kebebasan berekspresi, mengkondisikan pertemuan, penyediaan kegiatan bakti sosial di sekolah dan memulai dari lingkungan sekolah. Model supervisi pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk mengintegrasikan karakter positif dan mereduksi karakter negatif adalah model kolaboratif. Perilaku supervisor saat melakukan superisi kolaboratif terdiri atas: mendengarkan, klarifikasi, mendorong, presentasi, pemecahan masalah, negosiasi, demonstrasi, mengarahkan, standirisasi dan penguatan. Pendekatan
supervisi
pembelajaran
yang
dapat
dipergunakan
untuk
mengintegrasikan karakter positif dan mereduksi karakter negatif adalah jenis pendekatan klinik. Tahapan supervisi klinik yang sepatutnya ditempuh oleh supervisor terdiri atas: pertemuan pendahluan, observasi dan pertemuan balikan. Teknik supervisi pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk mengintegrasikan karakter positif dan mereduksi karakter negatif adalah pertemuan dalam kelompok kerja. kunjungan kelas, pertemuan pribadi, dan saling mengunjungi kelas. Tahapan pelaksanaan teknik supervisi pembelajaran yang mengintegrasikan karakter positif dan mereduksi karakter negatif terdiri atas: perencaaan pelaksanaan teknik supervisi, pelaksanaan teknik supervisi, evaluasi pelaksanaan teknik supervisi dan tindak lanjut pelaksanaan supervisi.
MODEL YANG TELAH DIHASILKAN MELALUI RISET PENGEMBANGAN 1. Model Supervisi Pembelajaran yang Dapat Mengintegrasikan Karakter Positif Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan di atas, dan berdasarkan telaah pustaka tentang model supervisi pembelajaran dan integrasi karakter positif, berikut diformulasikan model supervisi pembelajaran yang mengintegrasikan karakter positif (Periksa Gambar 1.)
Gambar 1 Model Supervisi Pembelajaran yang Mengintegrasikan Karakter Positif SUPERVISI KOLABORATIF
PELAKU Pengawas Kepala Sekolah Guru Senior Supervisor Lainnya
KARAKTER POSITIF YANG DINTEGRASIKAN Religius Jujur Toleran Disiplin Kerja keras Kreatif Mandiri Demokratis Rasa ingin tahu Semangat kebangsaan Cinta tanah air Menghargai prestasi Bersahabat/komunikatif Cinta damai Gemar membaca Peduli lingkungan Peduli sosial Tanggung jawab
PERILAKU SUPERVISOR Mendengarkan Klarifikasi Mendorong Presentasi Pemecahan masalah Negosiasi Demonstrasi Mengarahkan Standarisasi Penguatan
Berdasarkan Gambar 1, model supervisi pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk mengintegrasikan karakter positif adalah model kolaboratif. Sebagai pelaku supervisi pembelajaran adalah pengawas, kepala sekolah, guru senior dan supervisor lainnya. Yang dapat diintegrasikan dalam supervisi pembelajaran tersebut, adalah 18 karakter positif yang dikemukakan oleh Kemendikbud. Sementara perilaku supervisor saat melakukan superisi kolaboratif terdiri atas: mendengarkan, klarifikasi, mendorong, presentasi, pemecahan masalah, negosiasi, demonstrasi, mengarahkan, standirisasi dan penguatan.
2. Model Supervisi Pembelajaran yang Dapat Mereduksi Karakter Negatif Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan di atas, dan berdasarkan telaah pustaka tentang model supervisi pembelajaran dan reduksi
karakter negatif berikut
diformulasikan model supervisi pembelajaran yang mereduksi karakter negatif (Periksa Gambar 2)
Gambar 2 Model Supervisi Pembelajaran yang Dapat Mereduksi Karakter Negatif SUPERVISI KOLABORATIF
PELAKU Pengawas Kepala Sekolah Guru Senior Supervisor Lainnya
KARAKTER NEGATIF YANG DIREDUKSI Tidak agamis Curang Intoleran Indisipliner Malas Tidak Kreatif Bergantung Tidak demokratis Masa bodoh Tidak Bangga bangsa Tidak cinta tanah air Tak hargai prestasi Tidak bersahabat Suka konflik Malas membaca Tak peduli lingkungan Tak peduli sosial Tak bertanggungjawab
PERILAKU SUPERVISOR Mendengarkan Klarifikasi Mendorong Presentasi Pemecahan masalah Negosiasi Demonstrasi Mengarahkan Standarisasi Penguatan
Berdasarkan Gambar 2 model supervisi pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk mereduksi karakter negatif adalah model kolaboratif. Sebagai pelaku supervisi pembelajaran yang mereduksi karakter negatif adalah pengawas, kepala sekolah, guru senior dan supervisor lainnya. Yang dapat direduksi dalam supervisi pembelajaran tersebut, adalah 18 karakter negatif, sebagai anti tesis dari karate positif yang dikemukakan oleh Kemendikbud. Sementara perilaku supervisor saat melakukan superisi kolaboratif yang mereduksi karakter negatif terdiri atas: mendengarkan, klarifikasi, mendorong, presentasi, pemecahan masalah, negosiasi, demonstrasi, mengarahkan, standirisasi dan penguatan. 3.
Pendekatan Supervisi Pembelajaran yang Dapat Mengintegrasikan Karakter Positif Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan di atas, dan berdasarkan telaah
pustaka tentang pendekatan supervisi pembelajaran dan integrasi karakter positif, berikut diformulasikan pendekatan supervisi pembelajaran yang mengintegrasikan karakter positif (Periksa Gambar 3)
Gambar 3 Pendekatan Supervisi Pembelajaran yang Mengintegrasikan Karakter Positif PENDEKATAN KLINIK
PELAKU Pengawas Kepala Sekolah Guru Senior Supervisor Lainnya
KARAKTER POSITIF YANG DINTEGRASIKAN Religius Jujur Toleran Disiplin Kerja keras Kreatif Mandiri Demokratis Rasa ingin tahu Semangat kebangsaan Cinta tanah air Menghargai prestasi Bersahabat/komunikatif Cinta damai Gemar membaca Peduli lingkungan Peduli sosial Tanggung jawab
TAHAPAN SUPERVISI Pertemuan Pendahuluan Observasi Pertemuan Balikan
Berdasarkan Gambar 3 pendekatan supervisi pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk mengintegrasikan karakter positif adalah jenis pendekatan klinik. Sebagai pelaku pendekatan supervisi pembelajaran tersebut adalah pengawas, kepala sekolah, guru senior dan supervisor lainnya. Yang dapat diintegrasikan dalam pendekatan supervisi pembelajaran tersebut, adalah 18 karakter positif yang dikemukakan oleh Kemendikbud. Sementara tahapan supervisi klinik yang sepatutnya ditempuh oleh supervisor terdiri atas: pertemuan pendahluan, observasi dan pertemuan balikan.
4.
Pendekatan Supervisi Pembelajaran yang Dapat Mereduksi Karakter Negatif Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan di atas, dan berdasarkan telaah
pustaka tentang pendekatan supervisi pembelajaran dan reduksi karakter negatif berikut diformulasikan pendekatan (Periksa Gambar 4)
supervisi pembelajaran yang mereduksi karakter negatif
Gambar 4. Pendekatan Supervisi Pembelajaran yang Mereduksi Karakter Negatif PENDEKATAN KLINIK
PELAKU Pengawas Kepala Sekolah Guru Senior Supervisor Lainnya
KARAKTER NEGATIF YANG DIREDUKSI Tidak agamis Curang Intoleran Indisipliner Malas Tidak Kreatif Bergantung Tidak demokratis Masa bodoh Tidak Bangga bangsa Tidak cinta tanah air Tak hargai prestasi Tidak bersahabat Suka konflik Malas membaca Tak peduli lingkungan Tak peduli sosial Tak bertanggungjawab
TAHAPAN SUPERVISI Pertemuan Pendahuluan Observasi Pertemuan Balikan
Berdasarkan Gambar 4 pendekatan supervisi pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk mereduksi karakter negatif
adalah jenis pendekatan klinik.
Sebagai pelaku
pendekatan supervisi pembelajaran tersebut adalah pengawas, kepala sekolah, guru senior dan supervisor lainnya. Yang dapat direduksi dalam pendekatan supervisi pembelajaran tersebut, adalah anti tesis dari 18 karakter positif yang dikemukakan oleh Kemendikbud. Sementara tahapan supervisi klinik yang sepatutnya ditempuh oleh supervisor terdiri atas: pertemuan pendahluan, observasi dan pertemuan balikan.
5. Teknik Supervisi Pembelajaran yang Mengintegrasikan Karakter Positif Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan di atas, dan berdasarkan telaah pustaka tentang teknik supervisi pembelajaran dan integrasi karakter positif, berikut diformulasikan teknik (Periksa Gambar 5)
supervisi pembelajaran yang mengintegrasikan karakter positif
Gambar 5 Teknik Supervisi Pembelajaran yang Mengintegrasikan Karakter Positif TEKNIK SUPERVISI PEMBELAJARAN Kunjungan Kelas Pertemuan Pribadi Saling Mengunjun gi Kelas Pertemuan dalam Kelompok Kerja
PELAKU Pengawas Kepala Sekolah Guru Senior Supervisor Lainnya
KARAKTER POSITIF YANG DINTEGRASIKAN Religius Jujur Toleran Disiplin Kerja keras Kreatif Mandiri Demokratis Rasa ingin tahu Semangat kebangsaan Cinta tanah air Menghargai prestasi Bersahabat/komunikatif Cinta damai Gemar membaca Peduli lingkungan Peduli sosial Tanggung jawab
TAHAPAN PELAKSANAAN TEKNIK SUPERVISI Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Tindak Lanjut
Berdasarkan Gambar 5, teknik supervisi pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk mengintegrasikan karakter positif adalah Kunjungan Kelas, Pertemuan Pribadi, Saling Mengunjungi Kelas, dan Pertemuan dalam Kelompok Kerja. Sebagai pelaku pelaksanaan teknik pendekatan supervisi pembelajaran tersebut adalah pengawas, kepala sekolah, guru senior dan supervisor lainnya. Yang dapat diintegrasikan dalam teknik supervisi pembelajaran tersebut, adalah 18 karakter positif yang dikemukakan oleh Kemendikbud. Sementara tahapan pelaksanaan teknik supervisipembelajaran yang sepatutnya dilakukan oleh supervisor terdiri atas: perencaaan pelaksanaan teknik supervisi, pelaksanaan teknik supervisi, evaluasi pelaksanaan teknik supervisi dan tindak lanjut pelaksanaan supervisi.
6.
Teknik Supervisi Pembelajaran yang Mereduksi Karakter Negatif Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan di atas, dan berdasarkan telaah
pustaka tentang teknik supervisi pembelajaran dan reduksi
karakter negatif,
berikut
diformulasikan teknik supervisi pembelajaran yang mereduksi karakter negatif (Periksa Gambar 6).
Gambar 6. Teknik Supervisi Pembelajaran yang Mereduksi Karakter Negatif TEKNIK SUPERVISI PEMBELAJARAN Pertemuan dalam Kelompok Kerja Kunjungan Kelas Pertemuan Pribadi Saling Mengunjun gi Kelas
PELAKU Pengawas Kepala Sekolah Guru Senior Supervisor Lainnya
KARAKTER NEGATIF YANG DIREDUKSI Tidak agamis Curang Intoleran Indisipliner Malas Tidak Kreatif Bergantung Tidak demokratis Masa bodoh Tidak Bangga bangsa Tidak cinta tanah air Tak hargai prestasi Tidak bersahabat Suka konflik Malas membaca Tak peduli lingkungan Tak peduli sosial Tak bertanggungjawab
TAHAPAN PELAKSANAAN TEKNIK SUPERVISI Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Tindak Lanjut
Berdasarkan Gambar 6, teknik supervisi pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk mereduksi karakter negatif adalah pertemuan dalam kelompok kerja. kunjungan kelas, pertemuan pribadi, dan saling mengunjungi kelas. Sebagai pelaku pelaksanaan teknik supervisi pembelajaran tersebut
adalah pengawas, kepala sekolah, guru senior dan
supervisor lainnya. Yang dapat direduksi dalam teknik supervisi pembelajaran tersebut, adalah anti tesis dari 18 karakter yang dikemukakan oleh Kemendikbud. Sementara tahapan pelaksanaan teknik supervisi pembelajaran yang mereduksi karakter negatif dan sepatutnya dilakukan oleh supervisor terdiri atas: perencaaan pelaksanaan teknik supervisi, pelaksanaan teknik supervisi, evaluasi pelaksanaan teknik supervisi dan tindak lanjut pelaksanaan supervisi.
KESIMPULAN Berdasarkan keseluruhan uraian di atas, dapatlah dikedepankan simpulan sebagai berikut. Pertama, terdapat 18 karakter positif yang dapat diintegrasikan ke dalam supervise pembelajaran, dan terdapat 18 karakter negative yang dapat direduksi dalam supervise pembelajaran; baik yang dilakukan oleh pengawas SD, kepala SD, dan guru senior maupun supervisor lainnya.
Kedua, terdapat dukungan dari stake holder terhadap integrasi karakter positif dan reduksi karakter negative dalam supervise pembelajaran. Stake holder yang memberikan dukungan adalah Kepala UPTD, Pengawas, Kepala Sekolah, Guru dan Karyawan. Bentuk dukungan yang diberikan bisa berupa: memberikan keteladanan, menjadi contoh, memberikan
contoh
konkret,
membiasakan,
memberikan
inspirasi,
memberikan
kepercayaan, memberikan reward, memberikan iklim yang positif, memberikan dorongan, memberikan rangsangan, memberikan kebebasan berekspresi, mengkondisikan pertemuan, penyediaan kegiatan bakti sosial di sekolah dan memulai dari lingkungan sekolah. Ketiga, model kolaboratif ditemukan sebagai model yang tepat untuk integrasi karakter positif dan reduksi karakter negatif dibandingkan model directive dan non directive. Perilaku supervisor ketika menerapkan model kolaboratif adalah: mendengarkan, klarifikasi, mendorong, presentasi, pemecahan masalah, negosiasi, demonstrasi, mengarahkan, standirisasi dan penguatan. Keempat, pendekatan klinik ditemukan sebagai model yang tepat untuk integrasi karakter positif dan reduksi karakter negatif dibandingkanpendekatan ilmiah dan artistik. Langkah-langkah yang sepatutnya ditempuh oleh supervisor ketika menerapkan pendekatan klinik adalah: pertemuan pendahluan, observasi dan pertemuan balikan. Kelima, teknik kunjungan kelas, pertemuan pribadi, saling mengunjungi kelas, dan pertemuan dalam kelompok kerja lebih tepat untuk untuk integrasi karakter positif dan reduksi karakter negatif dibandingkan dengan kunjungan sekolah, kunjungan antar sekolah dan kunjungan antar kelas. Tahapan pelaksanaan teknik supervisi pembelajaran yang sepatutnya dilakukan oleh supervisor terdiri atas: perencaaan pelaksanaan teknik supervisi, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut. Saran yang dapat diberikan terkait kesimpulan tersebut adalah: pertama, Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Ditjen Dikdas Kemendikbud, Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten Kota,
dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai input kebijakan dalam
pendidikan karakter, melalui pembentukan karakter yang dilakukan oleh supervisor (kepala sekolah dan pengawas) kepada guru. Kedua, pengawas, kepala sekolah dan supervisor lainnya, disarankan memilih model kolaboratif, pendekatan klinik, dan teknik kunjungan kelas, pertemuan pribadi, saling mengunjungi kelas, dan pertemuan dalam kelompok kerja dalam melaksanakan supervisi pembelajaran yang mengintegrasikan karakter positif dan mereduksi karakter negatif. mahasiswa S3 yang
Ketiga, mahasiswa S2 yang sedang menulis tesis dan
menulis disertasi tentang supervisi pembelajaran dan pendidikan
karakter, hendaknya menjadikan hasil penelitian sebagai rujukan, menjadikannya sebagai
bahan yang dapat menginspirasi, sehingga mendukung percepatan penyelesaian dan peningkatan kualitas karya mereka.
DAFTAR RUJUKAN
Akbar, S. 2011. Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Menyeluruh. Makalah Workshop Penyusunan Panduan Pendidikan Karakter. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Ditjen Dikdas Kemendikbud. Alfonso, R. J. 1981. Instructional Supervision. New York: Macmillan. Barach, A.B. 1996.Chaning technology & draging culture. Dalam Brikchman, W. & Lehre, L. Automotion Education & Human Values. New York: School Society. Bennett, R.C dan Stevahn, L. 1991. Cooperative Learning. Toronto: Professional Development Associates, Bothell, Washington and Educational Connections. Bogdan, R. dan Biklen, S.K. 1985. Qualitatif Research in Education. New Yok: Macmillan. Borg, W. R. & Gall, M.D. 1992. Educational Research. London: Longman Coles, Robert 1997. The Moral Intelligence of Children. New York. Random Haouse, Inc. Creswell, JW. 2002 Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methodes Approach. London: Sage Publication. De Young, C.A., dan Wynn, R. 1964. American Edication. New York: McGraw-Hill Book Dick dan Carey, 1996. Rancangan Sistem Pengajaran. Terjemahan Munandir. Jakarta: P2LPTK Gardner, Howard 1993. Multiple Intelligences. New York. Basic Books Harper Collins Publ., Inc. Glickman, C.D. 1995. Supervison as Instructional Leadership. New York: ACSD Glickman, C.D. 1981. Developmental Supervision. New York: ACSD Goldman, Daniel 1995. Emotional Intelligence. New York. Bantam Books. Hibbard, K. Michael. 1993.Performance Assessment in The Science Classroom. New York: Mc Graw-Hill Companies, Inc. Hood, A.B. & Johnson, R.W. 1991. Assessment in counseling: A guide to the use of assessment procedures. United States America: American Counseling Association. Imron, A. 1991. Studi tentang Kesukaran-kesukaran Kepala Sekolah Dasar Dalam Pelaksanaan Teknik Pembinaan Guru (Supervisi Pembelajaran). Tesis Tidak Diterbitkan. Malang: FPS IKIP Malang. Imron, A. 1995. Kesukaran-kesukaran Kepala SDN dalam Pelaksanaan Pembinaan Guru Ditinjau dari Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman dan Masa Kerjanya. Laporan Penelitian. Malang: Puslit IKIP Malang. Imron, A. 1996. Pelaksanaan Teknik-teknik Supervisi Pembelajaran Kepala MI, MTs dan Ditinjau dari Latar Belakang Pendidikan dan Pengalamannya. Laporan Penelitian. Malang: Puslit IKIP Malang. Imron, A. 2011. Panduan Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Ekstra Kurikuler. Jakarta: Dit Pembinaan SD Ditjen Dikdas Kemendikbud.
Imron, A. 2011. Pendidikan Karakter: Perspektif Psikologi Behavioristik, Kognitif, Humatistik dan Gestalt. Makalah Workshop Pendidikan Karakter untuk Kepala Madrasah se Kecamatan Gondang Legi Malang. Malang: MTs Al-Khoiriyah Gondang Legi Malang. Imron, A. 2011. Supervisi Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Imron, A., Iriaji dan Dayati, U. 2009/2010. Peningkatan Ketahanan Mental Remaja Melalui Integrasi Kearifan Lokal dan Soft Skill dalam Pembelajaran di SMP. Laporan Penelitian Strategis Nasional. Jakarta: DP2M Ditjen Dikti. Levine, D.U., dan Havighurst, R.J. 1992. Society and Education. Nedham Heights, Massachusetts: A Division of Simon & Schuster, Inc. Lickona. 1992. Educating for Character: How our school can teach respect &responsibility. New York: Macmillan.