1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tahun 2001 tercatat skandal keuangan di perusahaan publik yang melibatkan manipulasi laporan keuangan oleh PT Lippo Tbk dan PT Kimia Farma Tbk. Hal tersebut membuktikan bahwa praktik manipulasi laporan keuangan tetap dilakukan oleh pihak korporat meskipun sudah menjauhi periode krisis tahun 1997-1998. Salah satu penyebab kondisi ini adalah kurangnya penerapan corporate governance. Bukti menunjukkan lemahnya praktik corporate governance di Indonesia mengarah pada defisiensi pembuatan keputusan dalam perusahaan dan tindakan perusahaan. Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Teori keagenan mendeskripsikan pemegang saham sebagai principal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham.
2
Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu (1) agen dan principal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri, (2) risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya. Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, yang berarti kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen dan majikan selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dibandingkan dengan principal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati.
Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang bersifat oportunistis yang merugikan principal, baik memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, perekayasaan kinerja perusahaan, maupun mangkir kerja. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham).
3
Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi (information asymmetric). Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) (Richardson, 1998). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsikan pemegang saham sebagai principal dan manajemen sebagai agen. Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan.
Tindakan earnings management telah memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, antara lain Enron, Merck, World Com dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi. Dengan melihat beberapa contoh kasus tersebut, sangat relevan bila ditarik suatu pertanyaan tentang efektivitas penerapan corporate governance. Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya.
Corporate
governance
juga
memberikan
suatu
struktur
yang
memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai
4
sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004). Corporate Governance adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas. Corporate governance adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk
mengoptimalisasi
hasil
ekonomi,
dengan
penekanan
kuat
pada
kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menuntuk perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan. Konsep corporate governance digunakan untuk mempermudah pihak-pihak yang berkepentingan untuk lebih mengetahui kemungkinan diterapkannya manajemen laba oleh manajer dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan terutama dalam hal pelaporan keuangan perusahaan.
5
Perilaku manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik kepentingan tersebut dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan tersebut. Pertama, dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership) (Jensen dan Meckling, 1976), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer. Kedua, kepemilikan saham oleh investor institusional. Moh’d et al. (1998) dalam Pratana dan Mas’ud (2003) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang dapat memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi manajer untuk mengatur laba menjadi berkurang. Ketiga, melalui peran monitoring oleh dewan komisaris (board of directors). Dechow et al. (1996) dan Beasly (1996) menemukan hubungan yang signifikan antara peran dewan komisaris dengan pelaporan keuangan. Mereka menemukan bahwa ukuran dan independensi dewan komisaris mempengaruhi kemampuan mereka dalam memonitor proses pelaporan keuangan.
Discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen. Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian Cornett et al. (2006) di Amerika Serikat, dengan objek penelitian pada perusahaan go public di Indonesia. Konsep Indikator mekanisme corporate governance terdiri dari; kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan ukuran dewan komisaris. Dalam penelitian ini corporate governance dirumuskan dan dihitung berdasarkan proksi yang mewakilinya, yaitu diantaranya : kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan proporsi dewan komisaris independen. Kepemilikan institusional
6
memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Gideon, 2005). Cornet et al., (2006) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri.
Kepemilikan manajerial dari sudut pandang teori akuntansi, merupakan kepemilikan seorang manajer, dalam hal ini akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola. Secara umum dapat dikatakan bahwa persentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba (Gideon, 2005). Warfield et al., (1995) menemukan adanya hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan discretionary accruals sebagai ukuran dari manajemen laba dan berhubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan kandungan informasi dalam laba.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa guna mengurangi konflik kepentingan antara prinsipal dan agen dapat dilakukan dengan meningkatkan kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan. Hal itu berarti bahwa kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan target akan mendorong penyatuan kepentingan antara prinsipal dan agen dalam mendorong informasi positif yang
7
lebih banyak pada publikasi terakhir sebelum pengumuman akuisisi. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa saat publikasi terakhir sebelum tanggal pengumuman akuisisi manajemen perusahaan target mendorong informasi positif yang lebih banyak. Tujuannya adalah untuk meningkatkan harga sahamnya sehingga harga pasar yang digunakan sebagai pedoman negosiasi telah berada pada tingkat harga ekuilibrium baru yang diinginkan oleh pemegang saham perusahaan target, yang pada akhirnya mampu meningkatkan nilai tak eover saat pengumuman merger dan akuisisi. Manajemen laba dengan motivasi yang sama telah dilakukan, baik untuk program bonus, motivasi penundaan penggantian CEO ( chief executive officer ) kepala manajer sebuah peusahaan atau organisasi besar, maupun motivasi IPO ( initial public offering) yang pertama menawarkan kepada publik sebuah perusahaan saham di pasar saham.
Proporsi dewan komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance. Hasil penelitian Wallace dan Peter (2003) memberikan simpulan bahwa perusahaan yang memiliki proporsi anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan atau outside director dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba. Sehingga, jika anggota dewan komisaris dari luar meningkatkan tindakan pengawasan, hal ini juga akan berhubungan dengan makin rendahnya penggunaan discretionary accruals (Cornett et al., 2006)
8
Beberapa teori mengenai kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan proporsi dewan komisaris independen dapat dipahami melalui penelitian yang dilakukan oleh Muh. Arief dan Bambang (2008) menyatakan bahwa variabel kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap variabel discretionary accruals dengan tingkat signifikan 5%. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa kepemilikan instutusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba ditolak. Hasil penelitian ini sejalan dengan pandangan atau konsep yang mengatakan bahwa institusional adalah pemilik yang lebih memfokuskan pada current earnings (Porter, 1992 dalam Pranata dan Mas’ud 2003).
Variabel kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap discretionary accruals. Sehingga hipotesis kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba diterima. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan Jensen dan Meckling (1976) yang menemukan adanya pengaruh negatif signifikan. Variabel proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap variabel discretionary accruals. Hipotesis yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba ditolak.
Dari hasil pengujian yang dilakukan oleh Marihot dan Doddy (2008) diketahui variabel komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif secara signifikan (0,067) akan terjadinya manajemen laba di perusahaan perbankan, berarti makin banyak komisaris independen dalam perusahaan berhasil mengurangi manajemen laba yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa komisaris independen telah efektif
9
dalam menjalankan tanggung jawabnya mengawasi kualitas pelaporan keuangan demi membatasi manajemen laba di perusahaan. Hal tersebut disebabkan karena dengan makin banyak anggota komisaris independen maka proses pengawasan yang dilakukan dewan ini makin berkualitas dengan makin banyaknya pihak independen dalam perusahaan yang menuntut adanya transparansi dalam pelaporan keuangan perusahaan.
Berikut ini tabel 1 data susunan pemegang saham 10 (sepuluh) Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia,antara lain :
Tabel 1. 10 Perusahaan Manufaktur Susunan Pemegang Saham
Perusahaan Surabaya Agung Industri Bentoel Gudang Garam Bintang semesta raya Indocement Medco Semen Gresik Kimia Farma Pabrik Kertas Tjiwi Sierad Produce
Kepemilikan Institusional 2005 2006 2007 72.80% 16.34% 72.12% 86.96% 78.17% 50.70% 76.54% 90.03% 63.4% 64.44%
72.80% 40.77% 72.12% 86.96% 78.17% 50.70% 75.91% 90.03% 63.4% 64.44%
72.80% 41.73% 72.12% 86.96% 78.17% 51.34% 75.91% 90.03% 63.40% 64.44%
Kepemilikan Manajerial 2005 2006 2007 26.00% 82.00% 25.82% 12.14% 20.00% 48.39% 22.00% 9.57% 36.5% 27.22%
26.00% 49.13% 25.82% 12.14% 20.00% 48.12% 23.00% 9.58% 36.5% 27.22%
26.00% 43.79% 25.82% 12.14% 20.00% 48.30% 23.00% 9.58% 36.50% 27.22%
Proporsi Komisaris Independen
2005
2006
2007
1.20% 1.66% 2.06% 0.90% 1.83% 0.91% 1.46% 0.40% 0.1% 8.34%
1.20% 10.10% 2.06% 0.90% 1.83% 1.18% 1.09% 0.39% 0.1% 8.34%
1.20% 14.48% 2.06% 0.90% 1.83% 0.06% 1.09% 0.39% 0.10% 8.34%
(sumber : BEI, data diolah 2009) Berdasarkan data susunan pemegang saham terlihat bahwa pada PT Medco Energi Internasional Tbk kepemilikan institusional sebesar 50,70%; kepemilikan manajerial sebesar 48,39% dan komisaris independen sebesar 0,91% tahun 2005. Sedangkan untuk tahun yang sama PT Kimia Farma (Persero) Tbk kepemilikan institusional sebesar 90,03%; kepemilikan manajerial 9,57% dan komisaris
10
independen sebesar 0,40%. Data mengenai susunan pemegang saham perusahaan sampel yang lain dapat dilihat pada tabel diatas.
Berikut ini tabel 2 data perusahaan yang diukur dari net income yang merupakan indikator dari laba 10 (sepuluh) Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Tabel 2. 10 Perusahaan Manufaktur yang diukur dari Net Income
Perusahaan Surabaya Agung Industri Bentoel Gudang Garam Bintang semesta raya Indocement Medco Semen Gresik Kimia Farma Pabrik Kertas Tjiwi Sierad Produce
2005
Net Income 2006
2007
Rata-rata
Rp 601,188,479,711 Rp 108,165,604,794 Rp 1,889,646,000,000 Rp (1,678,179,436) Rp 739,685,877,628 Rp 746,972,590,000 Rp 1,001,772,122,000 Rp 52,826,570,670 Rp 180,214,290,000 Rp (122,479,667,812)
Rp 18,259,547,682 Rp 145,509,661,778 Rp 1,007,822,000,000 Rp (2,905,702,376) Rp 592,802,016,775 Rp 381,703,680,000 Rp 1,295,520,421,000 Rp 43,989,948,288 Rp (633,099,560,000) Rp 40,953,736,070
Rp (46,726,901,428) Rp 169,516,261,729 Rp 1,217,497,000,000 Rp (2,291,940,906) Rp 692,802,016,875 Rp 383,550,450,000 Rp 1,395,520,421,100 Rp 33,989,948,188 Rp (533,099,570,100) Rp 30,953,735,970
Rp 190,907,041,988 Rp 141,063,842,767 Rp 1,371,655,000,000 Rp (2,291,940,906) Rp 675,096,637,093 Rp 504,075,573,333 Rp 1,230,937,654,700 Rp 43,602,155,715 Rp (328,661,613,367) Rp (16,857,398,591)
(sumber: BEI data diolah 2009) Berdasarkan perhitungan dan persentase laba bersih dari beberapa sampel perusahaan manufaktur di Indonesia, terlihat pergerakan/penaikan dan penurunan perolehan laba dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. sebagai contoh PT. Gudang Garam Indonesia Tbk yang memperoleh laba bersih tahun 2005 sebesar Rp 1.889.646.000.000, sebesar Rp 1.007.822.000.000 pada tahun 2006 dan sebesar Rp 1.217.497.000.000 pada tahun 2007. PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk memperoleh laba bersih pada tahun 2005 sebesar Rp 739.685.877.628, laba bersih sebesar Rp 592.802.016.775 pada tahun 2006 dan laba bersih sebesar Rp 699.467.311.078 pada tahun 2007. Berdasarkan data diatas pula, terlihat adanya pertumbuhan (growth) laba bersih dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 yang terjadi pada beberapa perusahaan manufaktur yang
11
dijadikan sampel penelitian. Sebagai contoh PT. Bentoel Internasional Investama Tbk, pada perusahaan manufaktur ini terjadi pertumbuhan perolehan laba bersih dari tahun 2005 sebesar Rp 108.165.604.794 menjadi sebesar Rp 145.509.661.778 pada tahun 2006, selanjutnya mengalami pertumbuhan lagi pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp 169.516.261.729. Pertumbuhan perolehan laba bersih tiap tahunnya juga dialami oleh beberapa perusahaan manufaktur di Indonesia yang dijadikan sampel penelitian.
Corporate governance memiliki kaitan yang erat dengan praktik manajemen laba didalam suatu perusahaan. Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan proporsi dewan komisaris independen yang merupakan proksi dari corporate governance dapat digunakan untuk mengukur dan mendeteksi kemungkinan terjadinya praktik manajemen laba didalam suatu perusahaan. Sehingga hasil yang diperoleh dari pengukuran tersebut dapat digunakan oleh para pemegang saham untuk menentukan arah kebijakan ekonomi dalam bisnis perusahaan.
Dari uraian diatas dapat dilihat pendapat dari berbagai penelitian dan data tentang pengaruh corporate governance terhadap manajemen laba, maka penulis ingin mengetahui dan membuktikan secara empiris apakah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan proporsi dewan komisaris independen perusahaan yang merupakan proksi dari corporate governance berpengaruh terhadap manajemen laba. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI)”
12
1.2. Perumusan Masalah Manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Manajemen laba dilakukan oleh manajer pada faktor-faktor fundamental perusahaan, yaitu dengan intervensi pada penyusunan laporan keuangan berdasarkan akuntansi akrual. Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, permasalahan yang ingin diangkat dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap manajemen laba ? 2. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh signifikan secara parsial terhadap manajemen laba ? 3. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan secara parsial terhadap manajemen laba ? 4. Apakah
proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan
secara parsial terhadap manajemen laba ?
1.3. Batasan Masalah a) Materi yang dibahas adalah corporate governance dan manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. b) Data penelitian adalah data yang berkaitan dengan corporate governance dan manajemen laba dalam suatu perusahaan.
13
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba. 2. Mengetahui pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba. 3.
Mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba.
4. Mengetahui pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah : a) Bagi
peneliti
diharapkan
dapat
mengetahui
pengaruh
corporate
governance terhadap manajemen laba yang diterapkan dalam perusahaan. b) Bagi perusahaan yang menerapkan praktik corporate governance dan manajemen laba diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau dasar pemikiran dalam aktivitas normal perusahaan. c) Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat memacu penelitian yang lebih baik mengenai penerapan corporate governance dalam suatu perusahaan.
14