Karangan Asli
Hubungan kadar adiponektin dengan migren dan tension type headache Eva Meutia, Alfansuri Kadri, Khairul P. Surbakti, Hasan Sjahrir Departemen Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP. H. Adam Malik, Medan.
Abstrak Latar belakang: Migren dan tension type headache (TTH) merupakan nyeri kepala primer yang paling banyak dikeluhkan dan dapat mengakibatkan disabilitas yang signifikan. Obesitas telah diketahui menjadi salah satu faktor resiko dari chronification headache, dan adiponektin merupakan sitokin yang disekresikan secara primer oleh jaringan adiposit. Adiponektin telah diketahui berperan dalam memodulasi beberapa pathways inflamasi dalam patofisiologi nyeri kepala primer atau dalam proses sensitisiasi sentral dalam hal hubungannya dengan nyeri kepala kronik. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kadar adiponektin dengan migren dan TTH. Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan pada pasien migren dan TTH yang datang berobat ke poli rawat jalan sefalgia RSUP HAM, dimana dilakukan matching pada jenis kelamin dan usia pada sampel penelitian. Setiap subjek mengisi kuesioner yang diadaptasi dari penelitian Ho K-H dan Ong BK-C dan dilakukan pemeriksaan antropometri serta adiponektin di laboratorium Prodia. Hasil: Ditemukan perbedaan yang signifikan antara rerata kadar adiponektin pada migren yaitu 7.58 (SD 4.69) dan TTH yaitu 4.99 (SD 2.63) (P = 0.008). Hubungan kadar adiponektin dengan migren episodik ditemukan tidak signifikan (P = 0.35) tetapi hubungan yang signifkan ditemukan pada TTH (P = 0.013), dimana kadar adiponketin pada TTH kronik ditemukan lebih tinggi yaitu 8.5 (SD 1.39) dibandingkan TTH episodik yaitu 4.64 (SD 2.47). Dari uji korelasi Spearman ditemukan hubungan negatif yang signifikan antara WHR dengan kadar adiponektin (r = -0.28; P = 0.02). Kesimpulan: Terdapat hubungan kadar adiponektin dengan TTH yang signifikan tetapi tidak signifkan dengan migren yang episodik, dan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara WHR dengan kadar adiponketin. Kata kunci : migren, tension type headache; kadar adiponektin; obesitas; waist hip ratio
Abstract Background: Migraine and tension type headache (TTH) are the primary headaches that most complained and can lead to disability significantly. Obesity is already known to be one of the headache chronification risk factors, and adiponectin is a cytokine that is secreted by adipocytes tissue primarily. Adiponectin has been known to play a role in modulated some inflammatory pathways of the primary headache pathophysiology or in central sensitization process in conjunction with chronic headache. Objective: To evaluate association level of adiponectin with migraine and TTH. Methods: This cross-sectional study was conducted in migraine and TTH patients who came to sefalgia outpatient department of Adam Malik Hospital, which sex-and age matched for this study sample. Each subject completed a questionnaire adapted from the research Ho KH and BK Ong-C, and do anthropometric examination also adiponectin examination at Prodia laboratory. Result: There is significantly difference of mean adiponectin level between migraine 7.58 (SD 4.69) and TTH 4.99 (SD 2.63) (P = 0.008). Association of adiponectin level with episodic migraine is found not significant (P = 0.35), but the significant association is found with TTH (P = 0.013), which adiponectin level is found higher in chronic TTH 8.5 (SD 1.39) than episodic TTH 4.64 (SD 2.47). From the Spearman correlation test, there is negative association between WHR with adiponectin level significantly (r = -0.28. P = 0.02). Conclusion: There is association between adiponectin level with TTH, but it’s not significant with episodic migraine, and there is negative association between WHR and adiponectin level. Keywords : migraine; tension type headache; adiponectin level; obesity; waist hip ratio
The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara |
90
Eva Meutia, dkk
PENDAHULUAN Nyeri kepala merupakan gejala neurologis yang paling sering dikeluhkan pada hampir semua orang dan dapat mengakibatkan disabilitas yang signifikan1 dengan kehilangan waktu untuk sekolah, kerja dan interaksi sosial.2 Nyeri kepala primer yang mengenai 80% populasi diseluruh dunia adalah migren dan tension type headache (TTH)3, dimana sekitar 3-4% populasi tersebut adalah menderita nyeri kepala primer kronik. Secara keseluruhan, prevalensi global nyeri kepala adalah 47%, dengan 10% migren, 38% TTH, dan 3% nyeri kepala kronik.4 Life time prevalence nyeri kepala ditemukan lebih tinggi, yaitu 66%, dengan 14% migren, 46% TTH, dan 3,4% nyeri kepala kronik.4 Dari hasil pengamatan insiden jenis penyakit dari praktek klinik di Medan selama tahun 2003, ditemukan bahwa nyeri kepala memiliki komposisi jumlah pasien terbanyak yang berobat jalan ke dokter saraf yaitu sebesar 42%, dan berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit (RS) pada 5 RS besar di Indonesia (Medan, Bandung, Makasar dan Denpasar), didapatkan prevalensi migren tanpa aura sebesar 10%, migren dengan aura 1,8%, TTH episodik 31% dan TTH kronik 24%.5 Adiponektin telah dilaporkan memiliki efek anti-inflamasi, dimana adiponektin dilaporkan dapat menginhibisi IL-6 dan TNF yang menginduksi pembentukan IL-8, serta menginduksi sitokin anti-inflamasi seperti IL-10 dan IL-1RA (reseptor antagonis), sehingga terdapat spekulasi bahwa level adiponektin yang tetap dipertahankan tinggi, memiliki efek protektif terhadap cascade infalamasi yang menyebabkan terjadinya migren dan nyeri kepala tipe lainnya.6,7 Hubungan adiponektin dengan TTH masih belum diketahui, tetapi diduga hubungan ini juga dimediasi melalui peningkatan mediator inflamasi yang ditemukan pada trigger point yang aktif pada TTH seperti CGRP, substansi P, serotonin, IL-1•, dan TNF-•.8 Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dilakukan selain untuk melihat perbedaan rerata kadar adiponketin antara migren dan TTH, tetapi juga untuk mengetahui hubungan kadar adiponektin dengan TTH serta hubungan kadar adiponektin dengan antropometri. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat potong lintang yang dilakukan di Poliklinik Sefalgia Neurologi RSUP. HAM dari 15 Juni 2012 hingga 15 Desember 2012. Subjek penelitian diperoleh dengan menggunakan metode non randomize sampling secara purposive dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi penelitian ini yaitu semua pasien nyeri kepala yang berobat jalan di Poliklinik Sefalgia Neurologi yang memenuhi kriteria diagnostik migren dan TTH, serta memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian, dan kriteria eksklusi penelitian ini adalah penderita dengan riwayat stroke, hipertensi yang belum terkontrol, penyakit jantung, gangguan ginjal, sedang menderita arthritis dan diabetes melitus. Subjek penelitian akan dilakukan proses matching berdasarkan jenis kelamin dan usia antara kelompok migren
dan TTH. Seluruh sampel yang masukkan ke dalam penelitin ini akan diberikan kuesioner yang diadaptasi dari penelitian Ho K-H dan Ong BK-C di Singapura, dimana kuesioner ini merujuk kepada kriteria nyeri kepala berdasarkan IHS (1988), dan dilakukan pemeriksaan antropometri berupa body mass index (BMI), waist circumference (WC), dan waist to hip ratio (WHR), serta pemeriksaan kadar adiponektin ke Lanoratorium Prodia. Rentang nilai kadar adiponektin yang diperoleh dari orang yang normal adalah 3- 30 •g/ml.1 Body mass index dihitung dengan cara membagi berat badan dalam kilogram (kg) dengan tinggi badan dalam meter (m2).10 Berdasarkan WHO cut-off point, BMI dikategorikan menjadi; underweight (<18.5 kg/m2), normal (18.5-24.9 kg/m2), overweight (25-29.9 kg/m2), dan obese (•'3d30 kg/m2).1 Waist circumference diukur dengan menggunakan pita centimeter yang diletakkan pada midpoint antara rusuk terbawah dan bagian atas iliac crest.7 Berdasarkan kriteria WHO, WC dikategorikan menjadi: normal (-93.9 cm pada pria dan <79.9 cm pada wanita), overweight (94-101.9 cm pada pria dan 80-87.9 cm pada wanita) dan abdominal obesity (• 102 cm pada pria dan •188 cm pada wanita).1 Waist to hip ratio diperoleh dengan membagi WC dengan hip circumference (HC) yang diukur melalui lebar maksimum trochanter. Waist to hip ratio • 0.90 pada pria dan 0.85 pada wanita dikategorikan sebagai abdominal obesity.11 Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan bantuan program komputer SPSS (statistical product and science service). Analisis deskriptik digunakan untuk melihat gambaran karakteristik subjek penelitian berupa umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, rerata BMI, WC dan WHR. Untuk mengetahui perbedaan gambaran karakteristik pada kelompok subjek migren dengan TTH pada variabel kuantitatif digunakan uji T-berpasangan, sedangkan untuk variabel yang nominal atau kategorik digunakan uji Wilcoxon. Untuk melihat perbe-daaan rerata adiponektin pada pasien migren dengan TTH digunakan uji-T berpasangan. Untuk melihat hubungan adiponektin dengan migren atau TTH, digunakan uji T-independent, dan untuk melihat hubungan antropometri dengan adiponektin, digunakan uji pearson jika data tersebar normal dan spearman jika data tidak terdistribusi normal. HASIL 1. Karakteristik Subjek Penelitian Pada penelitian ini subjek penelitian dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu migren dan TTH, dimana masingmasing kelompok terdiri dari 33 subjek penelitian dengan 10 orang (30.3%) pria dan 23 orang (69.7%) wanita, dan rerata usia adalah 34.88 (SD 1.82) tahun. Dari 33 subjek dengan migren, ditemukan suku terbanyak adalah Batak (12 orang (36.4%)) dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah sarjana (21 orang (63.6%)), dan dari 33 pasien dengan TTH, ditemukan suku terbanyak adalah Jawa (17 orang (51.5%)) dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah sarjana (17 orang (51.5%)).
91 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 45 • No. 2 • Agustus 2012
Hubungan kadar adiponektin dengan migren dan tension type headache
Berdasarkan uji Wilcoxon, tidak ditemukan perbedaan gambaran karakteristik yang signifikan antara kelompok migren dengan kelompok TTH (P >0.05). Rerata BMI pada kelompok migren adalah 24.78 (SD 4.68) kg/m2, dan pada kelompok TTH adalah 24.72 (SD 4.57) kg/m2, dimana pada masing-masing kelompok ditemukan 5 orang (15.2%) yang obese berdasarkan BMI. Berdasarkan uji T-berpasangan, tidak ditemukan perbedaan rerata BMI yang signifikan antara kedua kelompok tersebut (P = 0.96). Rerata WC juga tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada kelompok migren yaitu 84.05 (SD 9.29) cm dan kelompok TTH yaitu 83.66 (SD 9.53) cm (P = 0.86). Ditemukan 4 orang (12.1%) dari kelompok migren dan 11 orang (33.3%) dari kelompok TTH yang memenuhi kriteria abdominal obesity berdasarkan WC. Rerata WHR yang ditemukan pada kelompok migren adalah 0.84 (SD 0.04), dan pada kelompok TTH adalah 0.83 (SD 0.03), dimana berdasarkan uji T-berpasangan, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok tersebut (P = 0.86), dan ditemukan 6 orang (18.2%) pada kelompok migren, dan 13 orang (39.4%) pada kelompok TTH yang ditemukan memenuhi kriteria abdominal obesity berdasarkan WHR. (Tabel 1). Kelompok subjek dengan migren pada penelitian ini terdiri atas 6 orang (18.8%) migren dengan aura dan 23 orang (81.8%) migren tanpa aura (Tabel 2). Sedangkan 33 subjek TTH terdiri atas 30 orang (90.9%) TTH episodik dan 3 orang (9.1%) TTH kronik (Tabel 3). Secara statistik, juga tidak ditemukan perbedaan gambaran karakteristik dan antropometri yang signifikan antara kelompok migren tanpa aura dengan kelompok migren dengan aura (P >0.05), serta antara kelompok TTH episodik dengan TTH kronik (P >0.05).
* Uji Wilcoxon; ** Uji T-berpasangan # BMI (underweight (<18.5 kg/m2), normal (18.5-24.9 kg/m2), overweight (25-29.9 kg/m2), obese (•'3d30 kg/m2, WC (normal weight (-93.9 cm pada pria dan < 79.9 cm pada wanita) overweight (94 101.9 cm pada pria dan 80-87.9 cm pada wanita), abdominal obesity (•102 cm pada pria dan •88 cm pada wanita)), WHR (abdominal \obesity(• 0.90 pada pria dan •0.85 pada wanita) P - 0.05 adalah signifikan
Tabel 2. Karakteristik subjek migren Karakteristik
Usia, Mean (SD) Jenis kelamin, n(%) Pria Wanita Suku, n(%) Jawa Batak Melayu Aceh Pendidikan, n (%) Sarjana Diploma SMA < SMA Pekerjaan, n (%) PNS Pegawai Swasta Wiraswasta IRT Antropometri BMI (kg/m2), n(%) Mean (SD) Underweight Normal Overweight Obese WC (cm), n(%) Mean (SD) Normal Overweight Abdominal obesity WHR, n(% ) Mean (SD) Abdominal obesity
Migren dengan aura (n=6)
Migren tanpa aura (n=27)
37.67 (11.67)
34.26 (10.25)
0.48*
9 (33.3) 1 8 ( 6 6 .7 )
0.54**
9 (33.3) 1 0 ( 3 7 .1 ) 7 (25.9) 1 (3.7)
0.98**
1 9 ( 7 0 .4 ) 4 (14.8) 2 (7.4) 2 (7.4)
0.09**
3 (50) 1 (16.7) 1(16.7) 1 (16.7) 3 (50) 1 (16.7)
4 (14.8) 1 3 ( 4 8 .2 ) 8 (29.6) 2 (7.4)
0.35**
26.966(5.47) 0 4 1 (16. 1 (16.
24.29 (4.46) 2 (7.4) 1 8 ( 6 6 .7 ) 3 (11.1) 4 (14.8)
0.21* 0.67**
89.70 (7.42) 1 (16.7) 3 (50) 2 (33.3)
82.79 (9.30) 10 (37) 1 5 ( 5 5 .6 ) 2 (7.4)
0.10* 0.19**
0.84 (0.02) 1 (16.7)
0.84 (0.04) 7 (25.9)
0.94* 0.73**
1 (16.7) 5 (83.3) 2 r3.1 2 33.3 2 33.3 0 2 (33.3)
* uji T-independent ** Mann whitney test P - 0.05 adalah signifikan
Tabel 3. Karakteristik subjek T Karakteristik
TTH episodik n=30
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian Karakteristik Usia, Mean (SD) Jenis Kelamin, n(%) Pria Wanita Suku, n (%) Jawa Batak Melayu Aceh Pendidikan, n (%) Sarjana Diploma SMA < SMA Pekerjaan, n (%) PNS Pegawai Swasta Wiraswasta IRT Antropgmetri,, BMI (kg/m""), n(%) Mean (SD) Underweight Normal Overweight OPese WC (cm), n(% ) Mean (SD) Normal Overweight Akominal obesity WHR , n(% ) Mean (SD) Abdominal obesity
Migren n = 33
TTH n=33
34.88 (1.82)
34.88 (1.82)
1 0 ( 3 0 .3 ) 2 3 ( 6 9 .7 )
1 0 ( 3 0 .3 ) 2 3 ( 6 9 .7 )
1 1 ( 3 3 .3 ) 1 2 ( 3 6 .4 ) 9 (27.3) 1 (3)
1 7 ( 5 1 .5 ) 7 (21.2) 5 (15.2) 4 (12.1)
0.73*
2 1 ( 6 3 .6 ) 4 (12.1) 5 (15.2) 3 (9.1)
1 7 ( 5 1 .5 ) 7 (21.2) 6 (18.2) 3 (9.1)
0.47*
5 (15.2) 1 4 ( 4 2 .4 ) 1 1 ( 3 3 .3 ) 3 (9.1)
3 (9.1) 1 3 ( 3 9 .4 ) 8 (24.2) 9 (27.3)
0.26*
24.78 (4.68) 2 (6) 2 2 ( 6 6 .7 ) 4 (12.1) 5 (15.2) 84.05 (9.29) 11 (33.3) 18 (54.6) 4 (12.1)
24.72 (4.57) 4 (12.1) 1 5 ( 4 5 .5 ) 9 (27.3) 5 (15.2)
0 .9 6 * * 0.56*
83.66 (9.53) 1 4 ( 4 2 .4 ) 8 (24.2) 1 1 ( 3 3 .3 )
0 .8 6 * * 0.91*
0.84 (0.04) 6 (18.2)
0.83 (0.36) 1 3 ( 3 9 .4 )
0 .5 1 * * 0.06*
p
Usia, Mean (SD) Jenis kelamin, n(%) Pria Wanita Suku, n(%) Jawa Batak Melayu Aceh Pendidikan, n (%) Sarjana Diploma SMA < SMA Pekerjaan, n (%) PNS Pegawai Swasta Wiraswasta IRT Antropometri BMI (kg/m2), n(%) Mean (SD) Underweight Normal Overweight Obese WC (cm), n(%) Mean (SD) Normal Overweight Abdominal obesity WHR, n(% ) Mean (SD) Abdominal obesity
p
*
TTH kronik n=3
p
34.47 (10.24)
39 (14)
0.48*
9 (27.3) 2 1 ( 8 3 .6 )
1(33.3) 2 (66.7)
0 .9 3 * *
1 6 ( 5 3 .3 ) 6 (20) 4 (13.3) 4 (13.3)
1(3) 1(3) 1(3) 0
0 .7 5 * *
1 6 ( 5 3 .3 ) 7 (23.3) 5 (16.7) 2 (6.7)
1(33.3) 0 1(33.3) 1(33.3)
0 .2 9 * *
3 (10) 12 (40) 8 (26.7) 7 (23.3)
0
0 .3 2 * *
1(3 0 3.3) 2 (66.7)
24.75 (4.65) 3 (10) 1 4 ( 4 6 .7 ) 8 (26.7) 5 (16.6)
24.44 (4.56) 1 (33.3) 1 (33.3) 1 (33.3) 0
0.91* 0 .4 5 * *
84.07 (9.32) 1 3 ( 4 3 .3 ) 7 (23.3) 1 0 ( 3 3 .3 )
79.5 (12.890 2 (66.7) 1 (33.3) 0
0.44* 0 .3 5 * *
0.85 (0.350 1(33.3)
0.69* 0 .8 8 * *
0.84 (0.56) 12 (40)
* uji T-independent ** Mann whitney test P - 0.05 adalah signifikan
The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara |
92
Eva Meutia, dkk
2. Hubungan kadar adiponektin dengan migren dan TTH Pada penelitian ini ditemukan rerata kadar adiponektin pada kelompok migren lebih tinggi yaitu 7.58 (SD 4.69) µg/ml dibandingkan kelompok TTH yaitu 4.99 (SD 2.63) µg/ml, dan dengan menggunakan uji T-berpasangan, ditemukan perbedaan kadar adiponektin yang signifikan antara kedua kelompok tersebut (P = 0.008) (Tabel 4).
Tabel 7. Hubungan antropometri dengan kadar adiponektin
Tabel 4. Perbedaan rerata kadar adiponektin pada migren dan TTH
Gambar 1. Grafik korelasi WHR dengan adiponektin
Kadar adiponektin Migren TTH 95% CI (µg/ml) Mean (SD) 7.58 (4.69) 4.99 (2.63) 0.69 - 4.46
Kadar adiponektin (µg/ml) BMI WC WHR
p* 0.23 0.25 0.02**
* Uji Pearson ** P - 0.05 adalah signifikan
25.00
p* 0.008
R - 0.15 - 0.14 - 0.28
o o
20.00
o
* Uji T berpasangan P - 0.05 adalah signifikan
Untuk melihat hubungan kadar adiponektin dengan migren atau TTH digunakan uji T-independent. Dari uji ini ditemukan hubungan antara kadar adiponektin dengan migren episodik yang tidak signifikan (P = 0.35) (Tabel 5), dimana rerata kadar adiponektin ditemukan lebih tinggi pada kelompok migren tanpa aura yaitu 7.94 (SD 5.07), dibandingkan kelompok migren dengan aura yaitu 5.94 (SD 1.93).
15.00
o o
o o
10.00
o
o 5.00
oo o
oo
o o o o o o o o o o o oo o ooo oo o
o
o
o
o
o
o
oo
oo
o
oo o
o o
o
o
o o
o o
o R2 Linear = 0.079
0.00 Kadar Adiponektin
0.75
0.80
0.85
0.90
0.95
W/H Ratio
Tabel 5. Hubungan kadar adiponektin dengan migren Kadar adiponektin (µg/ml) Mean (SD)
Migren dengan aura (n=2) 5.94 (1.93)
Migren tanpa aura (n=27) 7.94 (5.07)
95% CI
p*
-6.33 – 2.34
0.35
* Uji T-independent P - 0.05 adalah signifikan
Dengan menggunakan uji T-Independent, ditemukan hubungan antara kadar adiponektin dengan TTH yang signifikan (P = 0.01), dimana rerata kadar adiponektin pada TTH kronik ditemukan lebih tinggi yaitu 8.5 (SD 1.39) dibandingkan dengan rerata kadar adiponektin pada TTH yang episodik yaitu 4.64 (SD 2.47) (Tabel 6). Tabel 6. Hubungan kadar adiponektin dengan TTH Kadar adiponektin TTH episodik TTH kronik n=30 n=3 (µg/ml) Mean (SD)
4.64 (2.47)
95% CI
p*
8.5 (1.39) -6.59 - (-1.11) 0.013*
* Uji T-independent P - 0.05 adalah signifikan
3. Hubungan antropometri dengan kadar adiponektin Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan kadar adiponektin dengan antropometri, dimana dari uji tersebut ditemukan bahwa kadar adiponektin memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan WHR (r = -0.25; P = 0.043) (Gambar 1), sedangkan hubungan terbalik yang tidak signifikan ditemukan dengan BMI (r = -0.15; P = 0.23) dan WC (r = - 0.14; P = 0.25) (Tabel 7).
DISKUSI Pada penelitian ini ditemukan perbedaan kadar adiponektin yang signifikan antara kelompok migren dan TTH (P = 0.008), dimana rerata kadar adiponektin pada kelompok migren ditemukan lebih tinggi yaitu 7.58 (SD 4.69) µg/ml dibandingkan dengan kelompok TTH yaitu 4.99 (SD 2.63) µg/ml. Temuan ini mendukung teori dari Peterlin et al. yang menduga bahwa adiponektin memiliki efek pro-inflamasi pada migren.1 Tetapi, berdasarkan Uji T-independent, ditemukan hubungan kadar adiponektin yang tidak signifikan dengan migren episodik (P = 0.35). Hubungan yang tidak signifikan antara kadar adiponektin dengan migren pada penelitian ini, diduga akibat tidak terdapatnya subjek dengan migren kronik yang menjadi sampel dalam penelitian ini, dimana asumsi hubungan yang tidak signifikan ini diperoleh dari 2 kelompok migren yang merupakan migren episodik. Seperti yang ditemukan pada penelitian Peterlin et al., dimana mereka menemukan bahwa kadar total adiponektin lebih tinggi pada kelompok CDH yaitu 10.1(SD 4) µg/ml, dibandingkan migren episodik yaitu 8.6(SD 3.5) µg/ml atau kontrol yaitu 7.5 (SD 2.4) µg/ml (P = 0.024), dan ketika kelompok subjek dengan migren dibedakan menjadi migren dengan aura dan tanpa aura, tidak ditemukan perbedaan total adiponektin dan multimernya yang signifikan pada kedua kelompok tersebut.6 Pada penelitian ini ditemukan hubungan rerata kadar adiponektin dengan TTH yang signifikan (P = 0.013), dimana kadar adiponektin pada TTH kronik ditemukan lebih tinggi dibandingkan TTH episodik. Penelitian sebelumnya yang menghubungkan kadar adiponketin dengan TTH masih belum
93 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 45 • No. 2 • Agustus 2012
Hubungan kadar adiponektin dengan migren dan tension type headache
ditemukan. Berdasarkan temuan penelitin ini, diduga bahwa efek adiponektin sebagai proinflamasi berperan dalam terjadinya migren dan nyeri kepala primer kronik melalui cascade inflamasi neurogenik yang mempengaruhi terjadinya sensitisasi sentral1, dimana sensitisasi sentral telah diketahui berperan dalam terjadinya nyeri kepala kronik2. Pada penelitian sebelumnya, Perini et al. menemukan level TNF-• , IL-1•, dan IL-10 yang tinggi pada pasien migren episodik pada saat iktal. Sarchille et al. menemukan peningkatan level TNF, IL-6, dan NF-K• selama serangan akut migren pada 7 pasien dengan migren episodik,6 menemukan peningkatan mediator inflamasi yang ditemukan pada trigger point yang aktif pada TTH kronik seperti CGRP, substansi P, serotonin, IL-1•, dan TNF-•.7 Sedangkan Haugen et al., menemukan bahwa globular adiponektin (gAd) menginduksi sekresi TNF-• dan IL-8 yang konsisten dengan peningkatan aktivitas NF-K•.12 Abke et al., menemukan bahwa adiponektin HMW menginduksi sekresi IL-6 dari sel monosit pada manusia.13 Pada penelitian binatang, ditemukan bahwa gAd mempengaruhi aktivasi NFK• secara dose dependent. Transaktivasi NF-K• ditemukan meningkat sebanyak 13.6 kali pada konsentrasi gAd sebesar 10 µg/ml gAd, dan 3.3 kali pada konsentrasi adiponektin HMW sebesar 10µg/ml.14 Haugen et al. menemukan bahwa gAd menginduksi NF-K• secara time dan dose-dependent manner. Mereka menemukan bahwa puncak aktivasi NF-K• terjadi pada 4 - 6 jam pada kadar adiponektin 5-10 µg/ml. Nuclear factor-K• merupakan faktor transkripsi esensial yang diperlukan untuk ekspresi protein yang mempengaruhi sekresi faktor inflamasi.12 Dari penelitian binatang lainnya, ditemukan bahwa NF-K• dapat mempotensiasi dan meningkatkan respon inflamasi, dimana produksi NO dan ekspresi iNOS ditemukan meningkat, serta ekspresi sejumlah gen kemokin, matrix metalloproteinase, dan anti-apoptotic. 15 Penelitian ini juga menemukan hubungan negatif antara antropometri dengan kadar adiponektin yag signifkan. Hal yang serupa juga ditemukanpada penelitian Peterlin et al., dimana mereka menemukan hubungan terbalik yang signifikan antara WHR dengan kadar total adiponektin (r = -0.38) dan kadar adiponektin HMW (r = -0.36) (P <0.01), tetapi hubungan terbalik WHR dengan kadar adiponketin LMW (r = -0.11) tidak ditemukan signifikan.6 Asayama et al., menemukan kadar serum adiponektin yang rendah pada anak yang obese dibandingkan kontrol (P <0.001), dan mereka menemukan hubungan terbalik kadar adiponektin dengan jaringan adiposit visceral pada anak yang obese (r = -0.531; P <0.001).16 Temuan diatas mungkin dapat menjelaskan perbedaan rerata kadar adiponektin yang signifikan anatar kelompok migren dengan TTH, dimana rerata kadar adiponektin pada kelompok TTH ditemukan lebih rendah dibandingkan kelompok migren. Hal ini diduga berkaitan dengan persentase kategori abdominal obesity berdasarkan WHR yang lebih banyak
ditemukan pada kelompok TTH (13 orang (39.4%)) dibandingkan kelompok migren (6 orang (18.2%)). Temuan lainnya, seperti Saltevo et al. yang melakukan penelitian population based-cohort yang telah merekam data antropometri sejak umur 7 tahun pada 368 subjek, menemukan korelasi negatif yang signifikan antara perubahan relatif BMI dengan kadar adiponektin baik pada pria (r = -0.13) dan wanita (r = -0.29).17 Weiss et al. juga menemukan bahwa kadar adiponketin plasma yang bersirkulasi ditemukan lebih rendah pada orang yang obese dibandingkan non-obese (P <0.001),dan hubungan negatif antara plasma adiponektin dengan persentase total body fat (r = -0.48; P <0.05).18 Hubungan negatif diatas antara antropometri dengan kadar adiponektin adalah diduga berhubungan dengan distribusi jaringan adiposit, dimana diketahui bahwa adiponektin banyak diekspresikan pada jaringan adiposit superfisial dibandingkan jaringan adiposit visceral (abdomen).19 KESIMPULAN Terdapat hubungan antara kadar adiponektin dengan migren episodik yang tidak signifikan, tetapi ditemukan hubungan yang signifikan antara kadar adiponektin dengan TTH, dan ditemukan hubungan negatif yang signifkan antara kadar adiponektin dengan WHR. DAFTAR PUSTAKA 1. Peterlin BL, Bigal ME, Tepper SJ, Urakaze M, Sheftell FD, Rapoport AM. Migraine and adiponectine: is there a connection?. Cephalgia. 2007;27:435-46. 2. Sjahrir H. Nyeri kepala dan vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press; 2008. 3. Katsarava Z, Manack A, Yoon MS, Obermann M, Becker H, Dommes P, et al. Chronic migraine: classification and comparisons. Cephalgia. 2010;31:520-9. 4. Jensen R, Stovner LJ. Epidemiology and comorbidity of headache. Lancet Neurol. 2008;7:354-61. 5. Sjahrir H. Nyeri kepala. 1st ed. Medan: USU Press; 2004. 6. Peterlin BL, Alexander G, Tabby D, Reichenberger E. Oligomerization state dependent elevation of adiponectin in chronic daily headache. Neurology. 2008;70:1905-11. 7. Aprahamian TR, Sam F. Adiponectin in cardiovascular inflammation and obesity. International Journal of Inflammation. 2011:1-8. 8. Fernandez DC, Arendt NL, Simons DG. Contribution of myofascial trigger points to chronic tension type headache. The journal of Manual and Manipulative Therapht. 2006;14:222-31. 9. Machfoed MH, Suharjanti I. Konsensus nasional III diagnostik dan penatalaksanaan nyeri kepala. Surabaya: Airlangga University Press; 2010. 10. Hirani V. Adult anthropometric measures, overweight and obesity. Health and Social care. 2010;1:1-26. 11. World Health Organization. Waist circumference and waisthip ratio. Proceeding of WHO Expert Consultation. WHO Document Production Services; 2008; Geneva; 2008.
The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara |
94
Eva Meutia, dkk
12. Haugen F, Drevon CA. Activation of nuclear factor-kB by high molecular weight and globular adiponectin. Endocrinology. 2007;148:5478-86. 13. Abke S, Neumeier M, Weigert J, Wehrwein J. Wehrwein G, Eggenhofer E, et al. Adiponectin-induced secretion of interleukin-6 (IL-6), monocyte chemotactic protein-I (MCP1,CCL2) and interleukin-8 (IL-8,CXCL8) is impaired in monocyte from patients with type I diabetes. Cardiovascular diabetology. 2006;5:1-8. 14. Tomizawa A, Hattori Y, Kasai K, Nakano Y. Adiponectin induces NF-kB activation that leads to suppression of cytokine-induced NF-kB activation in vascular endothelial cells: globular adiponectin vs. high molecular weight adiponectin. Diabetes Vasc Dis Res. 2008;5:123-7. 15. Bai Y, Onuma H, Bai X, Medvedev AV, Misukonis M, Weinberg JB, et al. Persistent nuclear factor-ê• activation in Ucp2-/- mice leads to enhanced nitric oxide and inflammation cytokine production. J Biol Chem. 2005;280:1962-9.
Hubungan kadar adiponektin dengan migren dan tension type headache
16. Asayama K, Hayashibe H, Dobashi K, Uchida N, Nakane T, Kodera K, Shirahata A, Taniyama M. Decrease in serum adiponectin level due to obesity and visceral fat accumulation in children. Obesity Research. 2003;11:1072-9. 17. Saltevo J, Vanhala M, Kautiainen H, Laakso M.. Levels of adiponectin, C-reactive protein and interleukin-1 receptor antagonist are associated with the relative change in body mass index between childhood and adulthood. Diabetes and Vascular Research. 2007;4:328-31. 18. Weiss R, Dufour S, Groszmann A, Petersen K, Dziura J, Taksali SE, Shulman G, Caprio S. Low adiponectin levels in adolescent obesity: a marker of increased intramyocellular lipid accumulation. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2003;88:2014-18. 19. Peterlin BL, Rapoport AM, Kurth T. Migraine and obesity: epidemiology, mechanism, and implications. Headache. 2010;50:631-48.**
95 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 45 • No. 2 • Agustus 2012