50
HASIL Isolat-isolat Bakteri yang Didapatkan Tanah sawah diambil dari Leuwisadeng dan Sipak yang berada di wilayah Kabupaten Bogor, Situgede 1 dan Situgede 2 di Kota Bogor serta Belendung dan Cipete yang berada di wilayah Kota Tangerang. Semua lokasi pengambilan sampel merupakan sawah irigasi. Ketinggian air berkisar 1-3 cm dari permukaan tanah. Situgede lokasi 2 merupakan tempat persemaian padi dengan kondisi tanah lembek bercampur air. Sawah di 5 lokasi lain berada pada musim tanam padi. Tanah sawah di Leuwisadeng lebih padat dibandingkan tanah di lokasi lain. Sampel tanah memiliki pH berkisar 5.0-6.0. Jenis tanah berbeda di antara lokasi pengambilan sampel, kecuali antara Situgede 1 dan Situgede 2. Tekstur tanah didominasi oleh liat di 5 lokasi kecuali Sipak, kandungan liat sama dengan kandungan pasir (Lampiran 4). Sebanyak 24 isolat bakteri didapatkan dari 6 lokasi pengambilan sampel. Sepuluh dari 24 isolat didapatkan dari medium biakan yang diinkubasi secara aerob sedangkan 14 isolat lainnya didapatkan dalam kondisi isolasi anaerob. Hasil uji oksidatif/fermentatif menunjukkan 15 isolat bersifat oksidatif sedangkan 9 isolat lainnya fermentatif. Isolat-isolat bakteri yang dapat diisolasi dari 5 di antara 6 lokasi masing-masing memiliki sifat metabolisme yang seragam, oksidatif atau fermentatif. Hanya dari Situgede 2 didapatkan isolat-isolat dengan sifat yang berbeda, yaitu 1 isolat oksidatif dan 3 isolat fermentatif (Tabel 1). Isolat-isolat yang akan digunakan untuk penelitian selanjutnya adalah yang bersifat oksidatif karena memberikan indikasi awal sebagai bakteri denitrifikasi. Dari 15 isolat oksidatif, 10 isolat dipilih untuk penelitian selanjutnya karena pada awal pembiakan di laboratorium 10 isolat tersebut menunjukkan pertumbuhan lebih baik dibandingkan 5 isolat lainnya.
51
Tabel 1 Jumlah isolat bakteri yang didapatkan dari tanah sawah di daerah Bogor dan Tangerang Asal isolat
pH
Leuwisadeng
5.5
Sipak
5.0
2
3
0
5
Situgede 1
6.0
2
6
8
0
Situgede 2
6.0
3
1
1
3
Belendung
5.0
2
2
4
0
Cipete
5.5
1
0
0
1
10
14
15
9
Jumlah
Jumlah isolat Aerob Anaerob Oksidatif Fermentatif 0 2 2 0
Kemampuan Bakteri Mereduksi NO3- dan Mengakumulasi NO2Sepuluh isolat yang diuji mampu mereduksi NO3- berkisar 883.7-1164.5 µM setelah diinkubasi selama tiga hari di medium yang mengandung NO3- awal 1500 µM. Isolat SGN4 memiliki kemampuan paling tinggi mereduksi NO3- yaitu sampai sebesar 1164.5 µM sedangkan isolat LSN2 paling sedikit mereduksi NO3yaitu sebesar 883.7 µM. Reduksi NO3- menghasilkan NO2- yang dikeluarkan ke medium. Semua isolat mengakumulasi NO2- yang nilainya berkisar 3.2-11.7 µM. NO2- yang terakumulasi nilainya relatif kecil dibandingkan NO3- yang tereduksi (0.35-1.24%), hal ini menunjukkan bahwa NO2- yang terbentuk mengalami proses reduksi selanjutnya. Isolat SG1 paling banyak mengakumulasi NO2- yaitu sebesar 11.7 µM sedangkan LSN1 paling sedikit mengakumulasi NO2- yaitu 3.2 µM (Tabel 2).
52
Tabel 2 Kemampuan isolat-isolat bakteri mereduksi NO3- dan mengakumulasi NO2- pada inkubasi selama 3 hari Isolat
NO3- tereduksi (µM)*
NO2- terakumulasi (µM)
SG1
939.7 ± 4.0
11.7 ± 0.5
SS2
938.4 ± 32.6
4.5 ± 0.7
BL1
991.0 ± 16.7
4.5 ± 0.2
BL2
943.6 ± 6.8
5.3 ± 2.6
LSN1
901.9 ± 16.7
3.2 ± 0.1
LSN2
883.7 ± 43.9
3.8 ± 0.1
SGN4
1164.5 ± 6.1
4.6 ± 0.7
SGN6
1106.4 ± 12.6
9.1 ± 5.3
SGN7
1025.9 ± 51.6
4.3 ± 0.6
BLN1
926.2 ± 28.5
6.4 ± 0.7
Keterangan: *Konsentrasi NO3- awal di medium sebesar 1500 µM Angka setelah tanda ± menunjukkan kesalahan baku Pertumbuhan Bakteri dan Kemampuan Mereduksi N2O Sepuluh isolat bakteri denitrifikasi yang diuji semuanya dapat tumbuh dalam biakan dengan N2O sebagai satu-satunya penerima elektron. Konsentrasi N2O di headspace menurun sedangkan jumlah bakteri meningkat pada inkubasi selama 5 hari yang ditunjukkan oleh kenaikan OD (Tabel 3). Pertumbuhan yang terjadi dan adanya reduksi N2O menunjukkan bahwa bakteri tumbuh menggunakan N2O sebagai penerima elektron karena dalam biakan tidak ada penerima elektron lainnya. Dalam waktu 5 hari isolat BL2 mereduksi N2O paling banyak di antara isolat-isolat lain yang diuji meskipun pertumbuhan isolat BL1, SG1 dan BLN1 lebih baik dari pada BL2. Isolat BL2 dapat mereduksi N2O sampai 5.41 µmol mL-1 biakan, diikuti oleh BL1 dan BLN1 dengan kemampuan mereduksi masing-masing sebesar 4.09 dan 3.91 µmol mL-1 biakan. Isolat-isolat lain mereduksi N2O sebesar 1.02-3.55 µmol mL-1 biakan. Pertumbuhan paling baik ditunjukkan oleh isolat BL1 dengan OD 0.47, berikutnya adalah SG1 dengan OD 0.45 dan BLN1 dengan OD 0.43.
53
Tabel 3 Pertumbuhan isolat-isolat bakteri dan reduksi N2O setelah diinkubasi selama 5 hari Isolat
Pertumbuhan (ODλ550 nm)
N2O tereduksi (µmol mL-1 biakan)*
SG1 SS2
0.45 ± 0.00 0.37 ± 0.02
3.55 ± 0.23 1.30 ± 0.00
BL1 BL2 LSN1
0.47 ± 0.00 0.39 ± 0.03 0.25 ± 0.02
4.09 ± 0.92 5.41 ± 0.03 1.33 ± 0.00
LSN2 SGN4
0.20 ± 0.10 0.35 ± 0.01
1.02 ± 0.00 1.02 ± 0.04
SGN6 SGN7 BLN1
0.12 ± 0.01 0.21 ± 0.02 0.43 ± 0.01
1.11 ± 0.00 1.51 ± 0.04 3.91 ± 0.12
Keterangan: *Konsentrasi N2O awal di headspace sebesar 3.54 µmol mL-1 volume headspace Angka setelah tanda ± menunjukkan kesalahan baku
Kinetika Pertumbuhan Bakteri Menggunakan N2O Tiga isolat bakteri yang memiliki kemampuan mereduksi N2O paling tinggi yaitu BL1, BL2 dan BLN1 dipilih untuk uji kinetika pertumbuhan dengan 4 tingkat konsentrasi awal N2O. Terdapat pola pertumbuhan yang berbeda bila bakteri ditumbuhkan dalam biakan dengan konsentrasi N2O berbeda, terutama antara konsentrasi 88 µM dengan konsentrasi yang lebih tinggi (900, 1380 dan 1979 µM) (Gambar 6). Biakan dengan kosentrasi N2O sebesar 88 µM pada 3 isolat hanya menunjukkan sedikit pertumbuhan dibandingkan dengan pertumbuhan biakan dengan konsentrasi N2O lebih tinggi. Meskipun tidak menunjukkan pertumbuhan yang berarti setelah jam ke-6 pada isolat BL1, namun sampai jam ke-10 masih belum terjadi penurunan jumlah sel. Pada isolat BL2, jumlah sel berfluktuasi tetapi jumlahnya tidak meningkat banyak dari awal inkubasi. Antara jam ke-8 dan jam ke-10 terjadi penurunan jumlah sel secara drastis. Sedangkan isolat BLN1 telah mulai mengalami penurunan jumlah sel pada jam ke-8.
54
BL1
Pertumbuhan -1 (Ln jumlah bakteri mL )
20
88 µM 900 µM
19
1380 µM 1979 µM
18 17 16 15 14 0
2
4
6
8
10
Waktu (jam)
BL2
Pertumbuhan -1 (Ln jumlah bakteri mL )
20
88 µM 900 µM
19
1380 µM 1979 µM
18 17 16 15 14 0
2
4
6
8
10
8
10
Waktu (jam)
BLN1 88 µM
Pertumbuhan (Ln jumlah bakteri mL-1)
20
900 uM
19
1380 uM
18
1979 uM
17 16 15 14 0
2
4
6
Waktu (jam)
Gambar 6 Pola pertumbuhan isolat BL1, BL2 dan BLN1 dalam biakan dengan konsentrasi N2O terlarut 88, 900, 1380 dan 1979 µM. Potongan garis tegak menunjukkan kesalahan baku.
55
Biakan isolat BL1 dengan konsentrasi N2O sebesar masing-masing 900, 1380 dan 1979 µM tidak menunjukkan perbedaan pola pertumbuhan. Untuk isolat BL2, terdapat persamaan pola pertumbuhan dalam biakan dengan konsentrasi N2O 1380 dan 1979 µM sampai jam ke-10 sedangkan pada konsentrasi 900 µM fase stasioner sudah mulai pada jam ke-8. Untuk isolat BLN1, bakteri masih tumbuh sampai jam ke-10 pada konsentrasi N2O awal 900, 1380 dan 1979 µM. Isolat BL2 memiliki kecepatan pertumbuhan maksimum (µmax) paling besar di antara tiga isolat yaitu 0.23 jam-1 sedangkan BLN1 memiliki nilai µmax terkecil yaitu 0.18 jam-1. Konstanta Monod (Ks) isolat BL2 lebih besar dari pada Ks dua isolat lainnya yaitu sebesar 213.3 µM jam-1 sedangkan BL1 memiliki nilai Ks terendah yaitu 102.3 µM jam-1 (Tabel 4). Nilai µmax dan Ks dihitung menggunakan plot Hanes (Gambar 7).
Tabel 4 Kecepatan pertumbuhan maksimum (µmax) dan konstanta Monod (Ks) isolat BL1, BL2 dan BLN1 Isolat
µmax (jam-1)
Ks (µM jam-1)
BL1
0.21 ± 0.01
102.3 ± 31.3
BL2
0.23 ± 0.01
213.3 ± 66.1
BLN1
0.18 ± 0.01
172.4 ± 35.8
Keterangan: angka setelah tanda ± menunjukkan kesalahan baku.
BL1 14000 S /µ (µM jam)
12000
y = 4.8362x + 494.85 R2 = 0.9961
10000 8000 6000 4000 2000 0 0
500
1000
1500
2000
2500
S (µM)
BL2 14000 S /µ (µM jam)
12000
y = 4.3745x + 932.95 R2 = 0.988
10000 8000 6000 4000 2000 0 0
500
1000
1500
2000
2500
S (µM)
BLN1 14000 y = 5.5881x + 963.48 R2 = 0.9623
S /µ (µM jam)
12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 0
500
1000
1500
2000
2500
S (µM)
Gambar 7 Plot Hanes dari isolat BL1, BL2 dan BLN1 yang ditumbuhkan menggunakan N2O.
57
Kecepatan Reduksi N2O dan Pertumbuhan Isolat BLN1 memiliki kecepatan reduksi N2O paling tinggi dibandingkan 2 isolat lainnya yaitu sebesar 0.43 µmol mL-1 jam-1. Dari hasil pengukuran kecepatan reduksi N2O dan kecepatan pertumbuhan maka dapat diketahui bahwa isolat yang memiliki kecepatan reduksi N2O paling tinggi yaitu BLN1 bukan merupakan isolat yang memiliki kecepatan pertumbuhan tertinggi, karena BL2 memiliki kecepatan pertumbuhan paling tinggi. Isolat BL2 juga memiliki waktu generasi paling singkat dibandingkan 2 isolat lainnya (Tabel 5).
Tabel 5 Kecepatan reduksi (vred ) N2O, kecepatan pertumbuhan spesifik (µ), dan waktu generasi (g) isolat BL1, BL2 dan BLN1 Isolat
vred µ g -1 -1 -1 (µmol mL jam ) (jam ) (jam) BL1 0.26 ± 0.03 0.17 ± 0.02 4.35 ± 0.69 BL2 0.28 ± 0.03 0.23 ± 0.02 3.10 ± 0.33 BLN1 0.43 ± 0.03 0.17 ± 0.03 4.46 ± 0.99 Keterangan: angka setelah tanda ± menunjukkan kesalahan baku
Pertumbuhan isolat BL1, BL2 dan BLN1 terjadi bersama-sama dengan aktivitas reduksi N2O. Meskipun demikian terdapat perbedaan kesejajaran grafik pertumbuhan dan aktivitas reduksi N2O di antara ketiga isolat yang menunjukkan perbedaan rasio antara kecepatan pertumbuhan dengan kecepatan reduksi N2O (Gambar 8). Isolat BL1, BL2 dan BLN1 memiliki rasio kecepatan pertumbuhan : kecepatan reduksi N2O masing-masing sebesar 0.65, 0.82 dan 0.40. Rasio antara kecepatan pertumbuhan dengan kecepatan reduksi N2O berhubungan dengan efisiensi penggunaan N2O untuk pertumbuhan sel bakteri atau kemampuan bakteri tumbuh menggunakan N2O. BL2 memiliki efisiensi lebih tinggi dalam penggunaan N2O untuk pertumbuhannya dibandingkan dua isolat lainnya. Efisiensi penggunaan N2O berbanding terbalik dengan kemampuan reduksi N2O. Jika efisiensi penggunaan N2O tinggi berarti N2O hanya sedikit digunakan dan sedikit direduksi.
58
Pertumbuhan bakteri
10
23
N2O tereduksi
8
22
6
21
4
20
2
19
(µmol mL -1)
24
N2O tereduksi
Pertumbuhan -1 (Ln jumlah bakteri mL )
BL1
0 0
3
6
9
12
15
18
Waktu (jam)
10
23
N2O tereduksi
8
22
6
21
4
20
2
19
0 0
3
6
9
12
15
(µmol mL )
Pertumbuhan bakteri
-1
24
N2O tereduksi
Pertumbuhan (Ln jumlah bakteri mL-1)
BL2
18
Waktu (jam)
BLN1 10
Pertumbuhan bakteri
N2O tereduksi
8
22
6
21
4
20
2
19
-1
(µmol mL )
23
N2O tereduksi
Pertumbuhan -1 (Ln jumlah bakteri mL )
24
0 0
3
6
9
12
15
18
Waktu (jam)
Gambar 8 Pertumbuhan dan aktivitas reduksi N2O isolat BL1, BL2 dan BLN1. Potongan garis tegak menunjukkan kesalahan baku.
59
Karakter dan Identitas Bakteri Koloni dari ketiga isolat bakteri yang ditumbuhkan di permukaan medium agar-agar umur tiga hari memiliki permukaan cembung dengan tepian licin dan berwarna krem. Koloni BL1 dan BLN1 berbentuk bundar sedangkan BL2 berbentuk elips dengan 2 ujungnya agak meruncing. Permukaan koloni isolat BLN1 mengkilap (Gambar 9). Semua sel isolat terpilih berbentuk batang, Gram negatif dan bersifat motil.
5 mm
5 mm
BL1
BL2
5 mm
BLN1
Gambar 9 Koloni isolat BL1, BL2 dan BLN1 yang ditumbuhkan di permukaan medium denitrifikasi agar-agar.
Dari dua puluh karakter fisiologis yang diujikan menggunakan API 20NE (Biomérieux) dan uji oksidase, ketiga isolat memiliki empat karakter berbeda dalam hal hidrolisis eskulin dan P-nitrofenil-β-D-galaktopiranosida serta asimilasi potasium glukonat dan trisodium sitrat (Tabel 6). Identifikasi menggunakan apiwebTM identification software berdasarkan dua puluh satu karakter fisiologis
60
menunjukkan bahwa isolat BLN1 memiliki persentase identitas sebesar 99.9% dengan Ochrobactrum anthropi sedangkan isolat BL1 dan BL2 tidak teridentifikasi (Tabel 7, Lampiran 5). Dari hasil uji beberapa karakter morfologis maupun fisiologis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa isolat BL1, BL2 dan BLN1 adalah isolat yang berbeda.
Tabel 6 Karakter fisiologis isolat BL1, BL2 dan BLN1 berdasarkan API 20NE Jenis Uji Fisiologis Reduksi nitrat Pembentukan indol Fermentasi glukosa Hidrolisis : Arginin Urea Eskulin Gelatin P-nitrofenil-β-D-galaktopiranosida Asimilasi : D-glukosa L-arabinosa D-manosa D-manitol N-asetil glukosamin D-maltosa Potasium glukonat Asam kaprat Asam adipat Asam malat Trisodium sitrat Asam fenilasetat Uji oksidase
BL1 + -
BL2 + -
BLN1 + -
+ + + +
+ + + -
+ + -
+ + + + + + + + +
+ + + + + + +
+ + + + + + + +
Analisis molekuler terhadap gen penyandi 16S rRNA dari isolat-isolat BL1, BL2 dan BLN1 memberikan hasil bahwa pita potongan DNA hasil amplifikasi menggunakan PCR yang terlihat pada gel elektroforesis berada di antara pita dengan panjang 1000-1500 pasangan basa (base pair = bp) (Gambar 10). Berdasarkan analisis BLASTN dari urutan nukleotida (Lampiran 6) yang
61
didapatkan dari hasil sekuensing dengan data 16S rRNA yang ada di bank data NCBI diketahui bahwa isolat BL1 (1233 basa), BL2 (1259 basa) dan BLN1 (700 basa) memiliki kemiripan masing-masing 99, 95 dan 98% dengan Ochrobactrum anthropi ATCC 49188 (Tabel 7).
1
2
3
4
1500 bp 1000 bp
Gambar 10 Gel agarosa yang menunjukkan pita potongan DNA dari gen penyandi 16S rRNA hasil amplifikasi PCR menggunakan primer 63F dan 1387R. Jalur 1: marker; 2: BL1; 3: BL2 dan 4: BLN1. Tabel 7 Perbandingan hasil identifikasi menggunakan API 20NE dan sekuen 16S rRNA dari isolat BL1, BL2 dan BLN1 Isolat
API 20NE
16S rRNA
BL1
Tidak diketahui
BL2
Tidak diketahui
O. anthropi ATCC 49188 (99%) O. anthropi ATCC 49188 (95%) O. anthropi ATCC 49188 (98%)
BLN1
O. anthropi (99.9%)
Nomor data di NCBI BLAST Id 54065 Id 55161 Id 22663
Pohon filogenetik dibuat dari potongan gen penyandi 16S rRNA (700 basa) dan menggunakan beberapa bakteri dari filum Proteobacteria kelas Alphaproteobacteria, Betaproteobacteria dan Gammaproteobacteria sebagai
62
pembanding. Pohon filogenetik menunjukkan bahwa isolat BL1 dan BLN1 memiliki kekerabatan dekat dan kedua isolat tersebut berkerabat dekat dengan O. anthropi ATCC 49188 dan O. anthropi W24. Isolat BL2 agak jauh kekerabatannya dengan BL1 maupun BLN1 dan memiliki kekerabatan lebih dekat dengan Ochrobactrum sp. M15 (Gambar 11).
57 73
BL1 BLN1 Ochrobactrum anthropi W24
81 76
Ochrobactrum anthropi ATCC 49188 BL2
55 74 100
Ochrobactrum sp. M15 Ochrobactrum intermedium BJ-37
α-Proteobacteria
Ochrobactrum sp. BK-17 100
Ochrobactrum grignonense d131
72 100
Ochrobactrum sp. c254
Azorhizobium caulinodans ORS571 Azospirillum brasilense SP7 100
Herbaspirillum seropedicae Z67 Aquaspirillum autotrophicum
Frateuria aurantia
100 68
Pseudomonas stutzeri
β-Proteobacteria γ-Proteobacteria
0.02
Gambar 11 Pohon filogenetik dari potongan gen penyandi 16S rRNA (700 basa) isolat BL1, BL2 dan BLN1 serta beberapa bakteri anggota filum Proteobacteria. Skala pada potongan garis menunjukkan perbedaan sebesar 2%. Uji bootstrap sebanyak 500 ulangan. Gen nosZ Pita potongan DNA hasil amplifikasi menggunakan PCR dengan primer nosZ661F dan nosZ1773R tampak sebagai pita tunggal pada gel agarosa setelah dilakukan elektroforesis, dengan panjang sekitar 1000 bp (Gambar 12). Hasil sekuensing pertama dari pita potongan DNA tersebut mengandung banyak N yang
63
menunjukkan urutan basa tidak dapat dideteksi dengan baik oleh mesin sekuenser (Lampiran 7) dan bagian forward tidak dapat disambung dengan bagian reverse.
1
2
3
4
1000 bp
Gambar 12 Gel agarosa yang menunjukkan pita potongan DNA hasil amplifikasi PCR menggunakan primer nosZ661F dan nosZ1773R. Jalur 1: marker; 2: BL1; 3: BL2 dan 4: BLN1.
Analisis BLASTX dari urutan basa yang didapatkan terhadap urutan asam amino yang tercatat di bank data NCBI memberikan hasil bahwa bagian reverse dari
isolat
BL2
menunjukkan
kemiripan
Diaphorobacter nitroreducens dan dua
dengan
N2O reduktase dari
galur bakteri yang tidak dibiakkan
(uncultured bacterium). Dari 700 basa yang digunakan untuk BLASTX, perbandingan dengan Diaphorobacter nitroreducens menunjukkan hanya 17% dapat disejajarkan, dengan kemiripan
83% pada basa ke 246 sampai 296,
kemiripan 100% pada basa ke 347 sampai 376 dan kemiripan 62% pada basa ke 151 sampai 189 (Lampiran 8). Pada isolat BL1 dan BLN1 hanya dari bagian forward dapat dilakukan BLASTX dan hasilnya tidak menunjukkan adanya kemiripan antara potongan DNA yang didapatkan dengan N2O reduktase tetapi memiliki kemiripan dengan asetolaktat sintase (Lampiran 8). Untuk mendapatkan hasil sekuensing yang lebih baik dilakukan kloning terhadap isolat BL2 dan BLN1 menggunakan plasmid pGEMT Easy yang
64
memiliki panjang 3015 bp. Koloni putih yang tumbuh pada seleksi putih biru dari E. coli DH5α yang diduga membawa gen nosZ dari galur BLN1 dipotong dengan enzim restriksi EcoRI. Pemotongan ini dilakukan untuk memastikan bahwa potongan DNA yang diduga sebagai nosZ telah menyisip. Hasil elektroforesis menunjukkan bahwa dari plasmid yang dipotong didapatkan dua potongan, salah satunya berukuran sekitar 1000 bp yang diduga merupakan gen yang disisipkan, sedangkan satu potongan lagi adalah plasmid vektornya (Lampiran 9). Meskipun demikian hasil sekuensing dari pita yang berukuran 1000 bp setelah dianalisis dengan BLASTX tidak menunjukkan hasil berupa enzim N2O reduktase melainkan enzim asetolaktat sintase (Lampiran 10). Plasmid hasil kloning yang disisipi oleh gen yang diduga nosZ pada galur BL2 diuji dengan melakukan PCR menggunakan primer yang sama dengan primer yang digunakan untuk amplifikasi potongan DNA yang diduga nosZ dari genom yaitu nosZ661F dan nosZ1773R. Hasil PCR yang dilihat dengan elektroforesis menunjukkan adanya pita dengan panjang sekitar 1000 bp (Lampiran 10). Hasil sekuensing dari pita ini setelah dianalisis dengan BLASTX juga tidak menunjukkan hasil berupa N2O reduktase melainkan ABC transporter ATP-binding (Lampiran 10).
N2O di Udara Tanah tergenang yang digunakan untuk perlakuan memiliki pH 6.7. Tekstur tanah berupa 15% pasir, 34% debu dan 51% liat. Banyaknya N2O di udara pada awal perlakuan sebesar 6.86 nmol. Selama 9 jam pengamatan terdapat fluktuasi banyaknya N2O di udara (Gambar 13). Meskipun demikian, N2O yang diemisikan ke udara dari tanah tanpa isolat maupun dengan penambahan isolat selama 3, 6 dan 9 jam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan analisis varian (Tabel 8, Lampiran 11). Nilai emisi dihitung dengan cara mengurangkan konsentrasi N2O di udara pada waktu tertentu dengan konsentrasi N2O di udara pada awal perlakuan per satuan luas.
65
tanpa isolat dengan isolat
10 8 (nmol)
Banyaknya N2O di udara
12
6 4 2 0 0
3
6
9
Waktu (jam)
Gambar 13 Banyaknya N2O di udara tanpa dan dengan penambahan isolat BLN1 setelah penambahan 0.6 mmol NO3-. Tabel 8 Emisi N2O tanpa dan dengan penambahan isolat BLN1 setelah penambahan 0.6 mmol NO3Waktu (jam)
Tanpa isolat (nmol m-2)
Dengan isolat (nmol m-2)
3
0.30 a
-0.11 a
6
0.12 a
0.29 a
9
0.20 a
0.28 a
Keterangan: semua angka diikuti huruf yang sama, menunjukkan tidak ada beda nyata pada analisis varian dengan α = 0.05 N2O di Air Permukaan Konsentrasi N2O di air permukaan pada awal perlakuan sebesar 0.70 nmol L-1. Konsentrasi N2O meningkat tajam 6 jam setelah penambahan NO3- di tanah tanpa isolat namun pada jam ke-9 konsentrasinya sudah turun lagi. Di tanah dengan penambahan isolat tidak terdapat peningkatan konsentrasi N2O yang tajam seperti yang terjadi di tanah tanpa isolat (Gambar 14). Peningkatan konsentrasi N2O di air permukaan tanpa isolat selama 6 jam berbeda nyata berdasarkan analisis varian dibandingkan peningkatan konsentrasi N2O pada waktu lain maupun pada perlakuan dengan penambahan isolat. Terdapat interaksi antara waktu dengan perlakuan penambahan isolat. Penambahan isolat BLN1
66
menghambat peningkatan konsentrasi N2O yang terbentuk dari NO3- setelah 6 jam penambahan NO3- yaitu dari 31.12 menjadi 12.94 nmol L-1 (Tabel 9, Lampiran
45
tanpa isolat
40
dengan isolat
35
-1
permukaan (nmol L )
Konsentrasi N 2O di air
11).
30 25 20 15 10 5 0 0
3
6
9
Waktu (jam)
Gambar 14 Konsentrasi N2O di air permukaan tanpa dan dengan penambahan isolat BLN1 setelah penambahan 0.6 mmol NO3Tabel 9 Peningkatan konsentrasi N2O di air permukaan tanpa dan dengan penambahan isolat BLN1 setelah penambahan 0.6 mmol NO3Waktu (jam)
Tanpa isolat (nmol L-1)
Dengan isolat (nmol L-1)
3
6.07 a
11.53 a
6
31.12 b
12.94 a
9
7.59 a
5.95 a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada analisis varian dilanjutkan uji jarak berganda Duncan dengan α = 0.05