Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
ETNOGRAFI KOMUNIKASI DALAM ADAT PERKAWINAN ANTAR SUKU Oleh: HASTIKA INDRIYANA, SAPTA SARI, ANTONIO IMANDA Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Unived Bengkulu
ABSTRACT This Study aimed to determine the etnography of communication in marriage between Javanese ethnic and Lembaknese ethnic. Informants were determined by using purposive sampling technique with the number of 13 informants. From the research, it could be seen that the communicative situation in Javanese and Lembaknese traditional wedding occurred several times, that is at the time of Lamaran (marriage proposal) in which male family were welcomed by the female family, Akad Nikah (Solemnization), Pijak Telur (eggs stampede) which symbolizes the beginning of family life that could produce a future generation, Sungkeman (kneeling) that is requesting prayers of both parents for the blessing, and Dahar Klimah which symbolizes that the bride and groom will live together in every situation. In addition, other communicative acts can be found from the ceremony is the giving message (advices) from the elders to the bride and groom about living in harmony in the household despite coming from different ethnics. Keywords: ethnography of communication, traditional wedding ceremony, Javanesse, Lembaknese PENDAHULUAN Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki adat istiadat yang merupakan aturan tata hidupnya. Kebiasaan hidup suku bangsa yang satu berbeda dengan suku bangsa lainnya. Kebiasaan yang dianut berpuluh-puluh tahun oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa dikenal sebagai tradisi. Kebudayaan sebagai hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Kebudayaan setiap daerah memiliki arti tersendiri yang memiliki keunikan masingmasing di dalamnya. Van Peursen dalam Budiono Herusatono (2012) berpendapat mengenai kebudayaan, yaitu meliputi segala manifestasi dari kehidupan manusia yang berbudi luhur dan yang bersifat rohani, seperti agama, kesenian, filsafat, ilmu
pengetahuan, tata negara dan lain sebagainya. Kebudayaan Indonesia memiliki keaneka ragaman budaya daerah yang menjadi sumber kekayaan kebudayaan bangsa. Masing-masing daerah memiliki ciri khas tertentu yang mewakili setiap daerahnya. Salah satu hasil kebudayaan yang masih terus dilestarikan sebagai warisan budaya dalam suku Jawa dan suku Lembak adalah upacara adat perkawinan. Upacara adat perkawinan yang ada di Indonesia sangatlah beragam. Upacara perkawinan adalah termasuk upacara adat yang harus dijaga dan dilestarikan, karena dari situlah akan tercermin jati diri bangsa, bersatunya sebuah keluarga bisa mencerminkan bersatunya sebuah negara. Perkawinan bagi manusia yang berbudaya, tidak hanya sekedar meneruskan naluri para leluhurnya secara turun temurun untuk membentuk suatu keluarga dalam suatu ikatan resmi antara laki-laki dan 71
Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
perempuan, tetapi juga mempunyai arti yang luas bagi kepentingan manusia itu sendiri dan lingkungannya. Tuhan menciptakan manusia laki-laki dan perempuan untuk bersatu-padu dengan saling berpasangpasangan dalam suatu ikatan perkawinan yang sah untuk membina kebahagiaan bersama dan keturunannya sebagai penyambung sejarahnya. Setelah lama para ahli menelaah hubungan antara bahasa dan komunikasi, atau hubungan antara bahasa dan kebudayaan, mulailah dipikirkan suatu pendekatan yang melihat bahasa, komunikasi, dan kebudayaan secara bersamaan. Hal ini mengingat kaitan antar ketiganya yang sangat erat (Suwarno, 2008). Studi etnografi komunikasi adalah pengembangan dari antropologi linguistik yang dipahami dalam konteks komunikasi. Etnografi sendiri merupakan uraian terperinci mengenai pola-pola kelakuan suatu suku bangsa dalam etnologi (ilmu tentang bangsa-bangsa) (Koentjaraningrat dalam Kuswarno, 2008). Desa Margo Mulyo merupakan salah satu Kecamatan di Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah. Masyarakatnya terdiri dari berbagai suku bangsa yang sangat kompleks dan beragam adat istiadat, antara lain Suku Bangsa Jawa, Lembak, dan Rejang. Seperti tabel berikut ini: Tabel 1 Komposisi penduduk Desa Margo Mulyo berdasarkan suku bangsa No 1 2 3 4
N Suku Bangsa Jawa Lembak Rejang Padang Jumlah
Jumlah
Persen
757 221 117 35
67,00 % 19,56 % 10.35 % 3,09 %
1130
100 %
pernikahan dengan dua suku, sehingga kedua suku ini saling membaur tata cara adat dikeduanya sehingga menghasilkan tata cara adat perkawinan yang berbeda. Dari perbedaan budaya yang ada, diperlukan sikap saling memahami antara kedua suku tersebut yaitu, komunikasi dilandasi keterbukaan. Pada acara perkawinan masyarakat suku Jawa dan suku Lembak saling membantu dengan demikian akan terjadi komunikasi yang baik dan seimbang. Di Desa Margo Mulyo dalam adat perkawinan suku Jawa dengan suku Lembak belum terdapat kelembagaan dalam bentuk aturan adat. Geerzt (1982) menyatakan bahwa suatu tata cara perkawinan pada masyarakat Jawa yang bersifat parental tidak hanya dapat dilihat dari kerangka organisasi kekeluargaan semata-mata tetapi harus dilihat sebagai aspek dari sistem ekonomi dan gengsi pada masyarakat intern didalam keluarga oleh karena itu perkawinan pertama biasanya diadakan secara besarbesaran dan dengan biaya orang tua sepenuhnya. Upacara perkawinan adalah wadah kegiatan-kegiatan yang dilazimkan dalam mematangkan, melaksanakan dan memantapkan perkawinan. Upacara Perkawinan dapat upacara pelaksanaan perkawinan dan tahap upacara sesudah perkawinan (Depdikbud,1994). Untuk mengetahui tata cara adat perkawinan antara suku Jawa dengan suku Lembak yang dilihat dari sudut pandang etnografi komunikasi dalam aktifitas komunikasinya maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berjudul “Etnografi Komunikasi Dalam Adat Perkawinan Antar Suku (Studi Pada Aktivitas Komunikasi Adat Perkawinan Suku Jawa dengan Suku Lembak di Desa Margo Mulyo Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah).
Sumber: Buku Potensi Desa Margo Mulyo, 2016 Penduduk Desa Margo Mulyo mayoritas terdiri dari suku Jawa dan suku Lembak. Dalam hal tata cara adat perkawinan campuran antara kedua suku, telah mengalami perubahan dari budaya sebelumnya. Semua ini karena adanya
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan Metode penelitian kualitatif. Metode penelitian 72
Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
kualitatif menurut Sugiyono (2005) adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen ) dimana peneliti adalah instrumen kunci. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian Etnografi Komunikasi yang bertujuan untuk menggambarkan, menganalisis dan menjelaskan perilaku komunikasi dari suatu kelompok sosial (Kuswarno, 2008). Sesuai dengan dasar pemikiran etnografi komunikasi, yang menyatakan bahwa saluran komunikasi yang berbeda akan mengakibatkan perbedaan struktur berbicara, dan kebudayaan suatu kelompok masyarakat. Maka antara suku Jawa dan suku Lembak yang menggunakan bahasa yang berbeda sebagai saluran utama komunikasi, akan memiliki struktur bahasa perilaku komunikasi sendiri. Dalam konteks penelitian ini, yang menjadi unit diskrit aktivitas komunikasi pada adat perkawinan masyarakat tutur Suku Jawa dengan Suku Lembak adalah sebagai berikut: a.Situasi Komunikatif atau konteks terjadinya komunikasi yaitu dalam tata cara adat perkawinan adalah suasana pada saat lamaran, Pihak keluarga laki-laki membawa cincin untuk melamar anak dari pihak keluarga perempuan untuk mengikat gadis yang dicintai oleh anak laki-lakinya. b.Peristiwa Komunikatif atau keseluruhan perangkat komponen yang utuh yang dimulai dengan tujuan umum komunikasi, topik umum yang sama, dan melibatkan partisipan yang sama, yang secara umum menggunakan varietas bahasa yang sama, dan kaidah-kaidah yang sama untuk interaksi, dalam setting (lokasi) yang sama. Sebuah Peristiwa Komunikatif dinyatkan berakhir, ketika terjadi perubahan partisipan, adanya periode hening, atau perubahan posisi tubuh. Analisis peristiwa komunikatif dimulai dengan mendeskripsikan komponen-komponen penting, yaitu: 1. Genre atau tipe peristiwa komunikatif, misalnya lelucon, salam, perkenalan, dongeng, gosip, dll. Dalam penelitian ini ketika proses acara adat
perkawinan dalam penyambutan iringiring pihak calon pengantin laki-laki. Dan keluarga pihak perempuan menyiapkan tempat untuk rombongan iring-iring. 2. Topik peristiwa komunikatif. Dalam penelitian ini yang sebagai topiknya adalah acara inti dari sebuah pekawinan tersebut adalah acara ijab Qobul yang dilakukan kedua mempelai, ini adalah acara yang sangat sakral yang dilakukan dalam sebuah acara adat perkawinan, sebagai penentu. Ijab qobul atau akad nikah pakaian dipakai adalah pakaian adat suku Lembak. 3. Tujuan dan fungsi peristiwa secara umum dan juga fungsi dan tujuan partisipan secara individual. Dalam hal ini adalah rangkaian acara pijak telur, sungkeman, dahar klimah dan makna dari rangkaian acara teresebut. 4. Setting termasuk lokasi, waktu, musim, dan aspek fisik situasi yang lain (misalnya besarnya ruangan tata letak perabotan). Dalam penelitian ini musyawarah untuk membicarakan tentang ketua kerja, dan tugas-tugas lainnya. 5. Partisipan, termasuk usianya, jenis kelamin, etnik, status sosial, atau kategori lain yang relevan, dan hubungan satu sama lainnya. Dalam penelitian ini yang partisipannya adalah hubungan kedua mempelai setelah melakukkan adat perkawinan. 6. Bentuk pesan, termasuk saluran verbal non vokal, non verbal dan hakikat kode yang digunakan, misalnya bahasa mana dan varietas yang sama. Dalam penelitian ini bahasa apa yang dipakai dalam adat perkawinan suku Jawa dan suku Lembak 7. Isi pesan, mencakup apa yang dikomunikasikan, termasuk level konotatif dan referensi denotatif. Dalam penelitian ini isi pesan dari sebuah acara adat perkawinan untuk kedua mempelai ketika mereka mendapatkan wejangan atau nasehat 73
Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
dari penghulu tentang makna perkawinan menurut agama. 8. Urutan tindakan, atau urutan tindak komunikatif atau tindak tutur termasuk alih giliran atau fenomena percakapan. Dalam penelitian ini urutan tindakan adalah setelah melakukan pijak telur, sungkeman, dan dahar klimah adalah saat penyambutan tamu undangan yaitu nyumbang kepada tuan rumah. 9. Kaidah interaksi. Dalam penelitian ini kaidah interksi adalah pada saat srahsrahan yang diberikan oleh pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan berupa uang dapur. 10. Norma-norma interpretasi, termasuk pengetahuan umum, kebiasaan, nilai, norma yang dianut, tabu-tabu yang harus dihindari, dll. Dalam penelitian ini norma-norma atau kebiasaan adalah rangkaian acara slametan acara ini tidak boleh ditinggalkan karena sudah menjadi kebudayaan dan kewajiban sebagai wadah untuk memohon doa untuk kelancaran acara adat perkawinan. c.Tindak Komunikatif, yaitu fungsi interaksi tunggal, seperti pernyataan, permohonan, perintah, ataupun perilaku non verbal maka, yang menjadi tindak komunikatif adalah wejangan atau nasihat yang disampaikan oleh sesepuh untuk kedua mempelai pada saat setelah melakukan adat perkawinan dengan budaya yang berbeda. Teknik pengambilan informan dilakukan menggunakan purposive sampling yaitu teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu atau orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang akan diteliti sehingga mempermudahkan peneliti untuk meneliti. 1. Informan Pokok yaitu, mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang akan diteliti. Adapun yang menjadi informan pokok pada penelitian ini adalah Kepala Desa Margo Mulyo, ketua adat, beserta perangkatnya, dan keluarga yang pernah mengadakan prosesi adat
perkawinan antar suku Jawa dan suku Lembak. 2. Informan kunci (key informan) yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Adapun yang menjadi informan kunci pada penelitian ini adalah pasangan suami istri yang menikah dengan suku Jawa dengan suku Lembak yang ada di Desa Margo Mulyo Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah. 3. Informan ahli yaitu mereka yang lebih mengetahui atau yang lebih ahli berbagai informasi yang diperlukan dalam penelitian. Informan ahli dalam penelitian ini adalah ahli komunikasi, dan masyarakat Jawa dan masyarakat Lembak. Dengan jumlah informan keseluruhannya adalah 13 orang. Adapun penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuari 2016 sampai dengan April 2016. Dalam usaha mencari data yang diperlukan pada penelitian ini, dipilih Desa Margo Mulyo Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah, adapun lokasi penelitian ini berdasarkan pertimbangan: penduduk desa ini bersifat heterogen atau majemuk; letak lokasi mudah di jangkau dengan penghematan waktu, biaya dan tenaga; Desa Margo Mulyo Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu tengah memenuhi syarat untuk diteliti karena adat Jawadan Adat Lembak sudah lama berkembang; dan penulis ingin mengetahui tentang tata cara adat perkawinan antar suku Jawa dengan Suku Lembak di Desa Margo Mulyo Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah. Menurut Lotland dan Lofland (Moleong, 2004) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Maka untuk mendapatkan data, penelitian ini dengan wawancara, pengamatan partisipatif, dan dokumentasi.
74
Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
yang di sukai itu. Terus keluarga Muhammad apad sama si Sriwati Linda Sari ini langsung ngomongin masalah hari yang pas untuk acara perkawinan nanti, biasanya menggunakan itungan harinya” (hasil wawancara penelitian MaretApril 2016). Hal senada juga dikatakan oleh Keluarga yang pernah melakukan prosesi adat perkawinan suku jawa dengan suku Lembak yaitu pasangan Darti dan Joni: “Kalo pertama ya ngelamar Sriwati Linda Sari dulu, si Muhammad Apad bawa cincin buat ngelamar, Muhammad Apad ngasih cincin sebesar 2 gram sama Sriwati semua keluarga juga membicarakan hari yang tepat untuk membuat acara perkawinan nanti, biasanya pake itung-itungan hari” (hasil wawancara penelitian Maret-April 2016). Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa rangkaian acara sebeluma adat perkawinan suku Jawa dengan suku Lembak dimulai yang pertama dilakukan adalah ngelamar Sriwati Linda Sari terlebih dahulu kemudian keluarga Muhammad Apad membawa cincin untuk melamar Sriwati tersebut dan besarnya cincin yang diberikan adalah 2 gram dan jika lebih dari juga diperbolehkan. Kemudian kedua keluarga tersebut membicarakan hari yang pas untuk menentukan kapan hari perkawinan akan dilakukan dan semuanya itu menggunakan perhitungan. Pada saat ngelamar ini adat yang digunakan adalah adat suku Jawa. Dari hasil wawancara diatas tidak ada perbedaan dalam rangkaian acara sebelum adat perkawinan suku Jawa dengan suku Lembak dimulai, baik dari Kepala Desa, Sekretaris Desa, Ketua adat, maupun keluarga yang pernah melakukan proses adat perkawinan suku Jawa dengan suku Lembak. Sebelum acara adat perkawinan dimulai yang dilakukan keluarga dari Muhammad Apad setelah ngelamar dan menentukan hari perkawinan memberikan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Etnografi Komunikasi dalam Adat Perkawinan Suku Jawa dengan Suku Lembak A. Proses Lamaran Pada saat peneliti melakukan wawancara kepada informan tentang bagaimana etnografi komunikasi dalam tata cara adat perkawinan antara suku Jawa dan suku Lembak. Rangkaian acara adat perkawinan antar suku Jawa dan suku Lembak sebelum dimulai, seperti yang dikatakan oleh Kepala Desa yaitu Bpk. Tarman: “Sesuai dengan aturan dan kesepakatan yang dilakukan orang-orang sebelum kita dulu hal yang biasa dilakukan sebelum acara adat perkawinan antara suku Jawa dan suku Lembak yang biasanya dilakukan adalah tahap ngelamar ketika ngelamar saudara Muhammad Apad membawa cincin 2 gram yang nantinya untuk mengikat Sriwati Linda sari tersebut dan pada saat lamaran kedua keluarga langsung membahas hari perkawinannya” (hasil wawancara penelitiaan Maret-April 2016) Hal ini juga senada yang dikatakan oleh Sekretaris Desa yaitu Bpk. Goro: “Sebelum adat perkawinan dimulai, biasanya yo ngelamar dulu, keluarga Muhammad Apad bawa cincin 2 gram, yo buat mengikat si gadis yang dicintai dari si laki-laki itu. Pas lamaran keluarga juga ngomongin hari yang pas untuk acara hari H nya nanti” (hasil wawancara penelitian Maret-April 2016). Hal senada juga dikatan oleh Ketua adat Desa Margo Mulyo yaitu Bpk. Tamar: “Yang pertama ya ngelamar gadisnya dulu. Keluarga si Muhammad Apad ini membawa cincin 2 gram untuk ngiket gadis 75
Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
uang srah-srahan kepada keluarga Sriwati Linda Sari sebagai berikut, seperti yang dikatakan oleh Kepala Desa: “Keluarga Muhammad Apad sebelum hari perkawinan dilaksanakan, maka pihak laki-laki harus membawa uang dapur dan keperluan lainnya, kalo kami ngomong srah-srahan. Srahsrahannya berupa uanglah, uangnya juga sesuai kemampuan si Muhammad Apad, jadi gak ada tawar-menawarnya. Kalo yang paling sedikit Rp. 5.000.000,- kalo yang paling besar ya Rp. 10.000.000,-, kalo Muhammad Apad Rp.5.000.000,-. Karena yang terpenting ada srah-srahannya” (hasil wawancara Maret-April 2016). Hal ini juga senada seperti yang dikatakan oleh Sekretaris Desa yaitu Bpk. Goro: “Jadi setelah ngelamar, keluarga Muhammad Apad ngasih uang dapur, istilahnya ya srah-srahan. Disini gak ada pemaksaan harus bawa berapa, ya tergantung kemampuan si lakinya mau ngasih berapa, aklo paling sedikit biasanya Rp.5.000.000,paling banyak Rp.10.000.000,-, dan Muhammad Apad ngasih uang dapur Rp.5.000.000,-“ (hasil wawancara Maret-April 2016). Hal senada juga dikatakan oleh Ketua Adat yaitu Bpk.Tamar : “Kalo ngelamar udah, keluar lakilaki harus ngasih uang dapur atau srah-srahan. Ngasih uang dapurnya gak ada tawar menawar sesuai kemampuan dari Muhammad Apad aja, berapa mampunyai yang paling dikit ya Rp.5.000.000,- paling besar Rp.10.000.000,-. Kalo Muhammad Apad Rp.5.000.000,- ngasihnya” (hasil wawancara penelian MaretApril 2016). Hal ini juga senada dikatan oleh keluarga yang pernah melakukan prosesi
adat perkawinan suku Jawa dengan suku Lembak yaitu pasangan Darti dan Joni: “Setelah lamaran ya ngasih uang dapur, kalo kami ngomong srahsrahan, tapi ga dipaksa buat ngasih yang banyak yang penting ngasih kalo disini biasanya paling dikit ya Rp.5.000.000,- kalo paling banyak ya Rp.10.000.000,- Muhammad Apad ngasih uang dapurnya Rp.5.000.000,-“ (hasil wawancara penelitian Maret-April 2016). Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa setelah ngelamar, keluarga Muhammad Apad membawa uang dapur untuk pihak keluarga Sriwati Linda Sari untuk keperluan dapur nantinya berupa uang. Besarnya uang yang diberikan untuk Sriwati adalah sebesar Rp.5.000.000,-, dan keluarga Muhammad Apad dan Sriwati Linda Sari membicarakan hari yang pas untuk melakukan adat perkawinan nantinya dan membuat perhitungan hari yang pas untuk hari perkawinan. Pada saat Srahsrahan adat yang dipakai adalah adat suku Jawa. Dari wawancara diatas tidak ada perbedaan baik dari Kepala Desa, Sekretaris Desa, Ketua Adat, Maupun keluarga yang pernah melakukan prosesi adat perkawinan suku Jawa dengan suku Lembak. Adapun musyawarah yang dilakukan oleh kedua suku Jawa dan suku Lembak sebelum melangsungkan adat perkawinan, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Kepala Desa yaitu Bpk. Tarman: “Musyawarah yang biasanya dilakukan ya paling buat panitia kerja, sebelum hari adat perkawinan dimulai, yang pastinya ya buat tugas kerjalah. Misalnya si A tugasnya di penyambut tamu, intinya bagi-bagi kerjalah atau amingomongnya kumpulan” (hasil wawancara MaretApril 2016). Hal senada juga dikatakan oleh Sekretaris Desa yaitu Bpk.Goro: “Musyawarahnya ya buat ketua kerja panitia, siapa-siapa saja yang nantinya akan menjadi panitia waktu acara nanti, kita nyebutnya 76
Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
kumpulan” (hasil wawancara Penelitian Maret-April 2016). Hal senada juga dikatakan oleh Ketua Adat yaitu Bpk.Tamar: “Kalo musyawarahnya ya nentuin orang-orang yang kerja,ketuanya siapa,terus yang bagian lainnya siapa itu namanya kumpulan. Ya Cuma itu aja” (hasil wawancara penelitian Maret-April 2016). Hal senada juga diterangkan oleh keluarga yang pernah melakukan prosesi adat perkawinan suku Jawa dengan suku Lembak yaitu pasangan Darti dan Joni: “Musyawarahnya ya itu, ngumpulin orang buat panitia kerja. Membentuk bagian, misalnya saya bagian nyambut tamu, si A bagian masak itu namanya kumpulan” (hasil wawancara penelitian MaretApril 2016). Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa musyawarah yang dilakukan oleh antar kedua suku sebelum melangsungkan perkawinan yaitu memusyawarahkan tentang ketua kerja atau ketua panitia, yang nantinya bertugas menghendel atau mengatur anggotanya ketika hari H nantinya. Musyawarah, masyarakat suku Jawa dengan suku Lembak menyebutnya kumpulan. Pada saat musyawarah ini adat yang digunakan adalah adat Jawa. Seperti membagi bagian yang memasak, menyambut tamu, dan sebagainya. Dari hasil wawancara diatas tidak terdapat perbedaan antara Kepala Desa, Sekretaris Desa dan keluarga yang pernah melakukan prosesi adat perkawinan suku Jawa dengan suku Lembak. Begitu juga dengan yang dikatakan oleh Ketua Adat yaitu Bpk. Tamar: “Kalo udah kumpulan, sebelum acara adat perkawinan yang biasa dilakukan ya buat “ Slametan” ini adalah rangkaian yang tidak bisa ditinggalkan, karna ini sebagai meminta doa kepada yang maha kuasa untuk melancarkan segala acara adat perkawinan. Dan wujud
untuk meminta keselamatan” (hasil wawancara Maret-April 2016). B. Adat Perkawinan Suku Jawa Dengan Suku Lembak Adapun tata cara adat perkawinan antara suku Jawa dan suku Lembak seperti apa yang diungkapkan oleh pasangan suami isteri suku Jawa dengan suku Lembak: “Rangkaian acaranya ketika tiba adat perkawinan dimulai yang pertama yang dilakukan ya kita menyambut tamu iring-iring dari keluarga Muhammad Apad. Setelah itu kita mempersilahkan tamu iringiring itu masuk dan pihak tuan rumah memberikan suguhan makanan dan minuman dan setelah acara selesai baru tamu undangan dipersilahkan untuk makan besar atau makan siang yang disiapkan di meja makan. Acara selanjutnya ya acara inti ijab qobul, terus pijak telur, sungkeman, dahar klimah dan dilanjutkan dengan acara nyumbang dari kerabat saudara, dan teman, terus sampe malam baru selesai“ (hasil wawancara Maret-April 2016). Dapat dilihat dari wawancara diatas bahwa rangkaian acara pada saat adat perkawinan suku Jawa dengan suku lembak, yang pertama kali adalah iring-iring, kemudian tuan rumah memberikan suguhan makanan dan minuman kepada keluarga Muhammad Apad setelah acara selesai baru di suguhkan dengan makan besar atau makan siang yang disiapkan di meja makan. Kemudian dilakukannya acara ijab qobul, pijak telur,sungkeman, dahar klimah, dan dilanjutkan dengan acara nyumbang sampai malam hari. Pada saat ijab qobul menggunakan adat Lembak sedangkan yang lainnya menggunakan adat Jawa (hasil wawancara penelitian Maret-April 2016). Ketika melakukan adat perkawinan ini pakaian yang digunakan terdapat unsur Jawa dan Lembaknya seperti apa yang dinyatakan oleh pasangan suami isteri suku jawa dengan suku Lembak yaitu Yogi dan Eneng: 77
Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
“Kalo dalam adat perkawinan pakaian yang dipakai kalo acara ijab qobul atau akad nikah menggunakan pakaian adat Lembak pakai kain songket dan bajunya berwarna merah keemasan memakai mahkota emas ini untuk Sriwati kalo untuk Muhammad Apad sih Cuma pakai jas dalamannya kemeja putih terus memakai kain songket juga terus pake topi warna merah. Kalo ijab Qobul atau akad nikahnya udah selesai langsung acara pijak telur, dan sungkeman yang menggunakan pakaian adat Jawa yaitu memakai baju kebaya berwarna hitam, setelah pijak telur selesai pengantin duduk di pelaminan dengan memakai baju kebaya biasa dan malamnya menggunakan baju modern” (hasil wawancara Maret-April 2016). Dalam rangkaian acara adat perkawinan ini ada beberapa peralatan atau properti yang dipakai diantaranya dalah telur, baskom kecil, irus, tikar dan kain untu alasnya, dan sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Adat yaitu bpk Tamar: “Kalo alat yang dipake acara pijak telor biasanya ya telor, irus terus sama baskom kecil terus tikar sama kain untuk alasnya” (hasil wawancara Maret-April 2016). Dari hasil wawancara terhadap ketua adat diatas bahwa alat yang dipakai pada saat acara pijak telur adalah irus, baskom kecil, tikar dan kain sebagai alasnya. Ini merupakan adat Jawa. Dalam setiap rangkaian acara adat perkawinan ini mempunyai makna tersendiri diantaranya ketika rangkaian pijak telur dan sungkeman sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Desa yaitu Bpk.Tarman: “Ritual pijak telur sama sungkeman itu maknanya kalo telur melambangkan generasi penerus telur juga melambangkan keperawanan Sriwati, bagi laki-laki Muhammad Apad yang menginjak
telur itu bermakna bahwa laki-laki Muhammad Apad yang dominan dikeluarganya dan memecahkan telurnya artinya Muhammad Apad akan mendapatkan keprawanan Sriwati setelah akad nikah. Muhammad Apad menginjak telur tanpa alas kaki bermakna bahwa Muhammad Apad harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya,dan sakit tertusuk pecahan telur bermakna bahwa dalam mencari nafkah pasti ada rasa sakitnya dan lelah membuat Muhammad apad tidak boleh merengek meminta bantuan orang lain, kalo mencari nafkah untuk keluarga tidak mudah (hasil wawancara penelitian Maret-April 2016). Hal senada juga disampaikan oleh sekretaris Desa yaitu Bpk. Goro: “ Makna pijak telur, bagi Muhammad Apad-nya ya si Muhammad Apad ini ya dominan dikeluarganya, telurnya pecah berarti Muhammad Apad dapat keprawanan si Wati. Intinya si Apad ini harus kerja keras untuk menghidupi si istrinya” (hasil wawancara penelitian Maret-April 2016). Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa makna dari arti pijak telur itu sendiri adalah bagi si Apad akan mendapatkan keperawanan dari si Wati setelah akad nikah. Dan ketika memijak telur menandakan bahwa si Apad harus melewati rintangan, manis pahitnya mencari nafkah untuk si Wati. Rangkaian makna pijak telur ini adalah adat Jawa. Dan diantara Kepala Desa, Sekretaris Desa, Ketua Adat, dan keluarga yang pernah melakukan prosesi adat perkawinan suku Jawa dengan suku Lembak tidak ada perbedaan. Adapun bahasa yang dipakai dalam melakukan adat perkawinan antara suku Jawa dan suku Lembak adalah seperti yang
78
Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
dikatakan oleh Ketua Adat yaitu Bpk.Tamar: “Dalam acara adat perkawinan bahasa yang biasanya dalam adat perkawinan antara suku Jawa dan suku Lembak adalah ya bahasa Indonesia, karena kalau kita menggunakan bahasa Jawa atau Lembak nanti pasti salah satu dari kita tidak ada yang tau, jadi lebih baik menggunakan bahasa Indonesia jadi semuanya tau” (hasil wawancara penelitian Maret-April 2016). Ketika adat perkawinan telah selesai maka ada dari sesepuh yang menyampaikan wejangan atau nasihat setelah melakukan adat perkawinan. Adapun wejangan atau nasihat yang disampaikan adalah mengenai kehidupan setelah menjadi pasangan suami istri. Sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh ahli komunikasi yaitu Dwi: “Setiap pasangan yang sudah melakukan adat perkawinan pasti ada tujuannya ya, jadi pesan yang disampaikan oleh pihak sesepuh,tokoh masyarakat, maupun penghulu, semuanya tentang tata cara kehidupan, bagaimana menjalani kehidupan dengan dua budaya yang berbeda memberikan pelajaran buat kita bahwasannya kita hidup di masyarakat harus saling menghargai,menghormati, bukan berarti berbeda budaya kita saling berantem, tapi mengajarkan kita untuk saling menyayangi meskipun berbeda budaya, untuk saling mengetahui budaya masingmasing. Dengan melakukan adat perkawinan ini juga mngajarkan kepada pasangan untuk selalu sabar dalam menghadapi masalah, jadi tidak semua masalah harus diselesaikan dengan kekerasan fisik yang ada di dalam rumah tangga” (hasil wawancara penelitian MaretApril 2016).
Setelah melakukan adat perkawinan kedua suku tersebut membuat hubungan baik antara keduanya sesuai yang diungkapkan oleh masyarakat Jawa yaitu Is dan Aoh: “Ya kalo udah melakukan perkawinan sebisa mungkin saya dan pasangan saya menjalin hubungan yang baik -baik karena perkawinan ini cukup sekali saja, jadi intinya ya saling mengerti. Saya mengerti dia begitu juga dengan dia mengerti dengan saya, kalo ada masalah ya diselesaikan, itu wajar karena saya dan pasangan saya mempunyai budaya yang berbeda dan suku berbeda namun tetap saling menghormati” (hasil wawancara penelitian Maret-April 2016). Hal senada disampaikan oleh masyarakat Lembak yaitu Muhlisin dan Selfi: “Ya harus tetap jalin hubungan baik, ya intinya saling mengerti, percaya ama pasangan” (hasil wawancara penelitian Maret-April 2016). Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa wejangan yang disampaikan oleh penghulu menurut ahli komunikasi adalah tentang jalani kehidupan setelah menikah menurut aturan agama. Dari hasil penelitian, terdapat perpaduan dalam adat perkawinan suku Jawa dengan suku Lembak. Yang dulunya suku Jawa dan suku Lembak mempunyai adat masing-masing, tetapi setelah melakukan perkawinan antara suku jawa dengan suku Lembak, maka terdapat perpaduan adat, yaitu adat perkawinan suku Jawa dengan suku Lembak, selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
79
Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
Tabel 1 Tabel Adat Perkawinan. Suku Jawa
Suku Lembak
Tahap 1 (prosesi pembicaraan): Menindai congkong, salar, nontoni, ngelamar. Tahap 2 (prosesi kesaksian): srah- Betanye (bertanya) srahan, peningsetan, asok tukon, paseksen, gethok dina. Tahap 3 (prosesi siaga): sedhahan, Pertunangan kumbaran, jenggolan atau jonggolan. Tahap 4 (prosesi upacara): pasang tarub, kembar mayang, pasang tuwuhan, siraman, adol dhawet, paes, midadareni, slametan, nyanti atau nyantrik. Tahap 5 (acara resepsi): upacara ijab qobul, upacara panggih, upacara babak kawah, tumblek punjen, sungkeman, kirab.
Adat Perkawinan Suku Jawa dengan Suku Lembak Tahap 1: ngelamar, kumpulan, slametan. Tahap 2: ijab qobul, pijak telur, sungkeman, dahar klimah, sumbangan.
pengantin. Ketika menentukan hari perkawinan biasanya yang menentukkan adalah orang yang paling tua dari sebuah keluarga tersebut misalnya kakek, buyut, atuapun bapak dari calon pengantin. Dalam hal ini masyarakat suku Jawa dan Suku Lembak juga masih menggunakan hitungan orang zaman dulu untuk menghindari bahaya jika melakukan perkawinan dihari yang tidak sesuai. Pada saat ngelamar. Pada saat ngelamar dalam hal ini menggunakan adat Jawa. Peristiwa Komunikatif Peristiwa komunikatif dalam tata cara adat perkawinan antara suku Jawa dan Lembak berdasarkan diskripsi komponenkomponen menurut kerangka Hymes yang dikutip oleh (Kuswarno, 2014) terdapat 10 komponen komunikasi diantaranya adalah: Genre atau Tipe Peristiwa Komunikatif Menurut informan yang telah diwawancarai bahwa genre atau tipe peristiwa itu adalah saat penyambutan tamu dari pihak keluarga si Apad atau yang disebut Iring-iring. Ketika hari perkawinan tiba pihak keluarga si Apad serta membawa saudara, kerabat, teman, dan tetangganya untuk datang ke kediaman pihak perempuan dengan membawa makanan berupa kue dan gulai atau yang sering disebut bawaan. Pihak dari perempuan sendiri menyiapkan
Pembahasan Sesuai dengan teori yang dipakai dalam penelitian ini menurut Engkus Kuswarno tentang aktifitas komunikasi mengenai unit-unit diskrit aktifitas komunikasi diantaranya adalah: Situasi Komunikatif atau Konteks Terjadinya Komunikasi Situasi komunikatif dalam hal ini berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat di Desa Margo Mulyo adalah suasana pada saat ngelamar. Sebelum acara adat perkawinan dimulai yang pertama dilakukakan oleh keluarga Muhammad Apad adalah ngelamar. Ngelamar itu sendiri adalah untuk mengikat si Wati yang dilamar agar tidak diambil orang dan bagi Muhammad Apad menunjukkan keseriusannya kepada si Wati yang dilamar. Didalam ngelamar ini kedua pihak keluarga baik keluarga si Apad maupun si Wati saling membicarakan tentang hari perkawinan untuk keduanya. Kedua keluarga berunding dan menentukan hari, tanggal, bulan dan tahun yang pas untuk melaksanakan perkawinan tersebut. Waktu yang paling lama adalah 6 bulan setelah dilamar, jadi tidak boleh lebih dari 6 bulan karena jika lebih dari 6 bulan menurut masyarakat Desa Margo Mulyo takutnya akan menimbulkan fitnah bagi calon 80
Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
tempat untuk para iring-iringan dan menyuguhkan makanan berupa kue-kue dan minuman seperti teh manis hangat sebelum acara ijab qobul atau akad nikah dimulai. Pihak keluarga si Wati juga sudah menyiapkan makan siang untuk rombongan Iring-iringan dibantu oleh panitia yang membantu. Pihak keluarga si Wati juga akan memberikan bawaan kepada keluarga si Apad setelah acara selesai berupa makanan dan gulai juga. Masyarakat menyebutnya tukar-menukar bawaan. Topik Peristiwa Komunikatif Topik peristiwa komunikatif dalam tata cara adat perkawinan antara suku Jawa dan suku Lembak ini adalah pada saat ijab qobul atau akad nikah. Pada saat ijab qobul ini pihak dari si Apad dan pihak si Wati membawa saksi masing-masing 1 dan si Apad membawa mas kawin yang sudah menjadi kesepakatan. Si Apad menggunakan pakaian adat berupa jas berwarna hitam, kemeja warna putih, kain songket, dan songkok warna merah. Si Wati juga memakai pakaian adat baju berwarna merah keemasan dan kain songket serta mahkota emas diatasnya. Pakaian adat yang dipakai saat acara ijab qobul atau akad nikah adalah berunsur Lembak. Ketika ijab qobul dilangsungkan si Wati disandingkan dibelakang si Apad dengan didampingi oleh kedua orang tuanya. Tujuan dan Fungsi Peristiwa Tujuan dan fungsi peristiwa dalam tata cara adat perkawinan suku Jawa dan suku Lembak berdasarkan hasil wawancara masyarakat Desa Margo Mulyo adalah pada saat acara pijak telur dan sungkeman. Setelah acara ijab qobul atau akad nikah selesai si Apad dan si Wati langsung diriasi oleh tukang rias untuk acara pijak telur dan sungkeman. Adapun pakaian yang dipakai oleh si apad dan si Wati adalah kebaya berwarna hitam yang berunsur Jawa. Adapun alat yang digunakan / properti yang dipakai didalam acara pijak telur adalah tikar dan kain untuk alas, nampan yang berisi beras kuning, telur, baskom kecil yang berisi air bunga dan irus yang nantinya untuk membasuh kaki si Apad.
Adapun makna dari pijak telur itu sendiri adalah telur melambangkan awal atau permulaan sesuatu kehidupan dari ayam yang dapat diibaratkan sebagai sebuah wadah keluarga yang tertutup rapat dan harus terjaga agar bisa menghasilkan sebuah generasi penerus, telur juga melambangkan keprawanan dari perempuan yang masih utuh dan belum tersentuh dalamnya. Karena tentunya tidak ada orang yang bisa memegang isi dari telur tanpa memecahnya. Dan tentunya sama bagi si Apad tidak akan merasakan sebuah kenikmatan tanpa memecah keprawanan dari si Wati tersebut. Si Apad menginjak telur dimaksudkan bahwa si Apad yang harus dominan dalam keluarga, dan ia juga harus bekerja keras untuk keluarga. Dan saat si Apad menginjak telur sehingga telur itu pecah menggambarkan bahwa si Apad itulah yang nanti akan mendapatkan keperawanan perempuan tersebut selepas akad nikah. Ketika menginjak telur si Apad tidak boleh menggunakan alas kaki Itu menandakan bahwa si Apad yang nantinya akan menjadi kepala rumah tangga harus berjuang keras untuk mempertahankan dan menghidupi keluarga tanpa harus merengekrengek meminta bantuan orang atau bergantung dengan orang lain. Usaha yang dilakukan pasti tidak mudah, sama tidak mudahya dengan memecahkan telur tanpa alas kaki dan ia akan merasa kesakitan tertusuk-tusuk kulit. Sama halnya dalam kehidupan nyata, nantinya tidak mudah bagi si Apad menjalankan dan memperjuangkan keluarga pasti akan ada rasa sakit, lelah dan sebagainya. Kemudian si Wati membersihkan pecahan telur tindakan ini mengartikan bahwa si Wati itu harus mengabdi pada si Apad dengan senang hati dan ikhlas. Ini juga menunjukan bahwa si Wati haruslah patuh terhadap si Apad. Rasa sakit dan lelah yang dirasakan si Apad setelah bekerja kemudian dihilangkan dengan pengabdian si Wati di rumah. Keluarga inti kedua belah pihak juga menyaksikan dimaksudkan bahwa walaupun nanti sudah menjadi sebuah keluarga, diharapkan tidak 81
Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
melupakan orang tua dan tetap patuh terhadap orangtua, pada dasarnya karena orangtualah kita ada. Yang selanjutnya adalah sungkeman kepada orang tua, makna dari sungkeman tersebut adalah bahwa si Apad dan si Wati meminta restu kepada orang tuanya untuk membina rumah tangga dengan pasangannya, agar menjadi keluarga yang bahagia dan selalu langgeng. Kemudian setelah sungkeman adalah dahar klimah yaitu si Apad dan si wati saling suap-suapan yang mempunyai makna bahwa kedua mempelai akan hidup bahagia baik dalam situasi susah maupun senang, sedih bahagia dijalani bersama. Setelah rangkaian acara diatas maka pengantin baru bisa duduk di pelaminan dengan mengenakan kebaya biasa diwaktu sore dan mengenakan baju gaun pengantin modern bagi si Wati dan si Apad mengenakan jas pada malam harinya. Setelah rangkaian pijak telur, sungkeman, dahar klimah selesai dilanjutkan dengan acara sumbangan dari para tamu undangan untuk memberikan amplop yang berisikan uang kepada tuan rumah dengan memasukkan uang ke dalam kotak amplop. Ketika para tamu undangan datang yang pertama kali adalah di sambut oleh tuan rumah dan para penyambut tamu, kemudian dipersilahkan masuk, dan dipersilahkan duduk. Kemudian panitia menghidangkan makanan dan minuman berupa teh manis hangat dan dipersilahkan oleh panitia. Ketika para taamu menikmati makanan yang di hidangkan maka para tamu disuguhkan dengan hiburan seperti organ tunggal. Setelah cukup lama tamu undangan menikmati makanan dan minuman teh manis hangat, kemudian tamu undangan dipersilahkan untuk makan besar yang dipersiapkan oleh panitia di meja prancisan. Setelah selesai makan besar selesai maka dilanjutkan dengan sumbangan berupa uang dalam amplop dengan memasukkan ke kotak amplop yang sudah disediakan. Kemudian bersalaman dengan pengantin, dilanjutkan bersalaman dengan penyambut tamu dan tuan rumah. Kemudian dari pihak
panitia memberi kotak makanan kepada tamu undangan tapi khusus untuk tamu perempuan, tamu laki-laki tidak dapat. Setting Setting dalam tata cara adat perkawinan suku Jawa dan suku Lembak sesuai dengan hasil wawancara dengan informan adalah musyawarah sebelum diadakannya acara adat perkawinan dimulai. Pihak dari keluarga yang akan mengadakan adat perkawinan yaitu pihak keluarga sii Wati membuat semacam musyawarah atau masyarakat Desa Margo Mulyo menyebutnya sebagai kumpulan. Pihak keluarga mengundang kerabat, saudara, tetangga untuk kumpulan atau musyawarah tentang tugas-tugas apa yang perlu dilakukan seperti ketua panitia kerja, bagian konsumsi, bagian masak-memasak, bagian menyambut tamu, bagian melayani tamu undangan, dll. Pada saat kumpulan , ini adalah adat Jawa. Partisipan Dalam tata acara adat perkawinan suku Jawa dan suku Lembak partisipan adalah hubungan pasangan yang sudah melakukan adat perkawinan. Dimana hubungan pasangan yang selalu berusaha untuk menciptakan kebahagiaan dengan si Wati yang selalu menerima apa yang diberikan oleh si Apad dengan segala kekurangannya. Begitu juga dengan Si Apad yang selalu menerima dari kekurangan istri, meskipun mereka berasal dari budaya yang berbeda namun nereka berupaya untuk selalu selaras dalam berpfikir dan dalam menjalani kehidupan sehari-hari agar hubungannya selalu terjalin dengan baik meskipun berbeda. Bentuk Pesan Bentuk pesan dalam adat perkawinan suku Jawa dan suku Lembak ada bahasa yang dipakai dalam adat perkawinan kedua suku tersebut yaitu menggunakan bahasa Indonesia. Menurut masyarakat Desa Margo Mulyo bahasa yang dipakai dalam adat perkawinan adalah bahasa Indonesia karena dari suku yang berbeda membuat keduanya sepakat untuk menggunakan bahasa yang umum, sehingga kedua suku tersebut dapat 82
Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
saling memahami. Karena jika mengguunakan bahasa slah satu suku maka akan ada salah satu yang tidak mengetahui arti dari bahasa tersebut. Isi Pesan Isi pesan dalam adat perkawinan suku Jawa dan suku Lembak adalah pesan yang disampaikan oleh penghulu setelah melakukan ijab qobul atau akad nikah berupa tata cara mempergauli si Wati, tata peraturan perkawinan menurut agama. Si Apad tidak boleh meninggalkan si Wati lebih dari 3 bulan, si Apad juga tidak boleh melakukan tindakan kekerasan fisik kepada si Wati. Begitu juga dengan si wati harus menjaga kehormatan si Apad, tidak boleh membuka ataupun menceritakan aib dan kekurangan si Apad kepada orang lain, dan selalu meminta izin ketika hendak pergi kemanapun karena jika sudah menikah si Wati adalah tanggung jawab suami. Urutan Tindakan Urutan tindakan dalam tata cara adat perkawinan antara suku Jawa dan suku Lembak adalah yang pertama dilakukan adalah: 1) Lamaran Lamaran dilakukan sebelum acara adat perkawinan dimulai. Pihak keluarga si Apad ini datang ke kediaman si Wati dengan membawa cincin untuk mengikat si Wati yang dicintai oleh si Apad. Pada saat acara ngelamar kedua pihak keluarga juga merundingkan hari yang pas untuk melaksanakan adat perkawinan. 2) Srah-Srahan Pihak keluarga si Apad memberikan uang dapur kepada keluarga si Wati untuk keperluan adat perkawinan. Besar uang yang diberikan adalah Rp. 5.000.000,yang paling rendah Rp. 10.000.000,yang paling tinggi. Dan si Apad memberikan uang dapurnya atau srahsrahan sebesar Rp.5.000.000,-. Tetapi semua tergantung kemampuan dari calon pengantin laki-laki karena disini tidak dituntut untuk memberikan uang yang banyak. Pada saat srah-srahan ini adat yang digunakan adalah adat Jawa. 3) Kumpulan
Tetangga, kerabat dan keluarga mengadakan kumpulan yaitu memusyawarahkan tentang ketua kerja. Membagi tugas kepada semua panitia dari tugas di di dapur, penyambutan tamu, di meja makan,dsb. Pada kumpulan ini adat yang digunakan adalah adat Jawa. 4) Slamatan Sebelum acara adat perkawinan dimulai satu hari sebelum hari H, pihak perempuan maupun laki-laki mengadakan acara slamatan, yaitu untuk memohon doa kepada yang maha kuasa untuk kelancaran adat perkawinan yang akan dilaksanakan. Pada slametan ini adat yang digunakan adalah adat Jawa. 5) Penyambutan Tamu Penyambutan tamu yang dilakukan oleh pihak calon pengantin perempuan. Ketika iring-iringan (rombongan) dari calon pengantin laki-laki datang maka pihak wanita menyambutnya. Pada penyambutan tamu ini adat yang digunakan adalah adat Jawa. 6) Ijab Qobul / Akad Nikah Ijab qobul yang dilakukan oleh kedua mempelai dengan membawa saksi masing-masing, dan mengenakan pakaian adat suku Lembak pada saat Ijab Qobul. Pada ijab qobul ini adat yang digunakan adalah adat Lembak. 7) Pijak Telur Setelah Ijab Qobul/Akad Nikah dilakukan acara selanjutnya dalah pijak telur, yang dilakukan oleh kedua mempelai, kemudian dilanjutkan dengan acara sungkeman sebagai tanda untuk meminta doa restu kepada kedua orang tua. Kemudian dahar klimah yaitu suapsuapan yang dilakukan kedua mempelai. Kemudian dilanjutkan dengan acara sumbangan yaitu tamu undangan memberikan berupa uang kepada tuan rumah dengan memasukkan amplop di kotak amplop. Pada saat sungkeman, dan dahar klimah adat yang dipakai adalah adat Jawa. Kaidah Interaksi
83
Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
Kaidah interaksi dalam adat perkawinan suku Jawa dan suku Lembak adalah srah-srahan. Srah-srahan adalah pemberian uang dapur yang diberikan si Apad untuk si Wati. Uang dapur yang diberikan si Apad mengikuti harga kebutuhan pada saat sekarang. Jadi setiap masanya berbeda. Jika masa sekarang standarnya adalah Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) ini adalah yang paling sedikit dan yang paling tinggi adalah Rp. 10.000.000,(sepuluh juta rupiah) ini yang paling tinggi. Namun dalam pemberian uang dapur si Apad tidak pernah dibebankan untuk membayar uang dapurnya yang banyak, tetapi hanya semampunya saja. Karena yang terpenting dalam sebuah perkawinan adalah anak mereka saling mencintai dan rukun itu menurut mereka sudah lebih dari cukup. Pada saat srah-srahan adat yang digunakan adalah adat Jawa. Norma-norma kaidah Norma interpretasi dalam acara adat perkawinan suku Jawa dan suku Lembak adalah slametan. Slamatan dilakukan satu hari sebelum acara adat perkawinan dilakukan. Didalam slamatan ini memohon kepada kepada yang maha kuasa untuk melancarkan jalannya acara adat perkawinan nantinya. Acara slamatan ini dilakukan pada malam hari, dengan mengundang tetangga sekitar, saudara beserta kerabat. Didalam slamatan ini diisi dengan membaca do’a, tahlil, dan sholawatan. Acara slamatan ini adalah hal yang tidak boleh ditinggalkan karena ini sudah menjadi kebudayaan dan kewajiban dalam adat perkawinan. Pada saat slamatan adat yang dipakai adalah adat Jawa. Tindak Komunikatif Tindak komunikatif dalam adat perkawinan suku Jawa dan suku Lembak adalah wejangan-wejangan atau nasehat dari sesepuh untuk kedua mempelai dalam menjalankan kehidupan kedepannya. Meski berbeda budaya namun harus tetap rukun, dengan karakter suku Lembak yang cukup keras dan suku Jawa yang identik lemah lembut, meskipun begitu harus saling mengerti dan memahami antara satu dan
yang lainnya dengan adanya perkawinan antara suku Jawa dan suku Lembak memberikan wawasan bagi kita bahwasannya menyatukan dua suku yang berbeda membuat kita untuk saling hidup rukun antar suku. PENUTUP Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Situasi Komunikatikatif atau Konteks Terjadinya Komunikasi adalah suasana pada saat lamaran. 2. Peristiwa Komunikatif adalah keseluruhan komponen seperti: a. Genre adalah pada saat penyambutan tamu kepada pihak iring-iring dari pihak laki-laki. b. Topik Peristiwa Komunikatif adalah pada saat hal yang utama dalam adat perkawinan seperti Ijab Qobul atau Akad Nikah. c. Tujuan dan Fungsi Peristiwa adalah pemaknaan pijak telur yaitu permulaan dari kehidupan, sungkeman yang berarti meminta restu, dahar klimah (suap-suapan) yang berarti kedua mempelai akan hidup bahagia baik dalam keadaan bahagia maupun susah. Dan dilanjutkan dengan acara sumbangan yang dilakukan oleh tamu undangan. d. Setting adalah tempat atau situasi yaitu pada saat acara kumpulan yaitu musyawarah untuk menentukan ketua dan panitia kerja. e. Partisipan adalah hubungan yaitu hubungan pasangan yang sudah melakukan adat perkawinan. f. Bentuk pesan adalah bahasa yaitu bahasa yang dipakai dalam adat perkawinan yaitu bahasa Indonesia yang dipakai. g. Isi Pesan adalah pesan yang pertama kali disampaikan yaitu pesan yang disampaikan oleh penghulu setelah melakukan ijab qobul atau akad nikah berupa tata cara mempergauli istrinya, 84
Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
tata peraturan perkawinan menurut agama. h. Urutan Tindakan adalah Semua rangkaian urutan acara. Dari awal sampai akhir acara adat perkawinan yaitu: Lamaran, Srah-srahan, Kumpulan, Slamatan, Penyambutan Tamu, Ijab qobul/Akad Nikah, Pijak Telur, Kaidah interaksi, Norma-Norma Interpretasi 3. Tindak komunikatif dalam adat perkawinan suku Jawa dan suku Lembak adalah wejangan-wejangan atau nasehat dari sesepuh untuk kedua mempelai.
Greetz, Hildred. (1982). Keluarga Jawa. Jakarta: PT. Temprint. Haryani Okta. (2013). Kesenian Kearifan Sarafal Anam dan Nilai Yang Terkandung di Dalam Masyarakat Lembak dalam Adat Istiadat. Universitas Bengkulu. Ibrahim, Abd. Syukur. (1992). Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi. Surabaya: Usara Nasional. Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Liliweri, Alo. (2003). Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Liliweri, Alo. (2011). Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kuswarno, Engkus. (2008). Metode Penelitian Komunikasi Ertnografi Komunikasi. Bandung: Widya Padjadjaran. Moleong, Lexy J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Moleong, Lexy J. (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy dan Rahmat Jalaluddin. (2002). Komunikasi Antar Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy, dan Rahmat Jalaluddin. (2002). Komunikasi antar Budaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Onong Uchjana, Effendy. (2006). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Puji, Yuanita Alfia. (2010). Kearifan Lokal Tari Gandrung dan Upaya Pelestariannya. Universitas Negeri Malang. Purwadi. (2005). Upacara Tradisional Jawa Menggali Untaian Kearifan Lokal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saran Adapun saran yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan penelitian ini adalah: 1. Untuk Masyarakat Desa Margo Mulyo agar selalu mempertahankan kebudayaan yang ada, jangan sampai kebudayaan yang ada luntur dengan adanya perkembangan zaman yang semakin maju. 2. Untuk masyarakat Desa Margo Mulyo dan tokoh pemangku adat agar memberikan pelajaran tentang tata cara adat perkawinan antara suku Jawa dan suku Lembak kepada para pemuda desa. Karena pemuda zaman sekarang mudah terpengaruh dengan budaya luar dan kurang mengetahui kebudayaan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1994/1995). Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Bengkulu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1979). Adat Upacara Perkawinan Daerah Jawa Tengah : Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. Effendy, Rustam, dan Drawati riza Nila. (2010). Upacara Perkawinan Suku Lembak. Bengkulu: CV Citra Sahabat.
85
Jurnal Professional FIS UNIVED Vol. 3 No.1 Juni 2016
Rahardjo, Turnomo. (2005). Menghargai Perbedaan Kultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Spradley, P James. (1997). Metode Etnografi. Terjemahan oleh Misbah Zulva Elizabeth. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. Soerojo, Wignijodipoero. (1984). Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta: Gunung Agung. Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suwarno Handoyo. Ningrat. (1980). Pengantar Ilmu Studi dan Manajemen. Jakarta: CV. Haji Masugung. Sukanto Reksohadiprojo. (1986). Organisasi Perusahaan. Yogyakarta: edisi II BPFE. T. Handoko, Hany. (1986). Yogyakarta: Manajemen BPFE. Wulansari C. Dewi. (2010). Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. Bandung: PT Refika Aditama.
86