Review Penelitian dan Kakao 1 (1) 2013, 63-80 PotensiKopi dan teknologi diversifikasi limbah kopi menjadi produk bermutu dan bernilai tambah
POTENSI DAN TEKNOLOGI DIVERSIFIKASI LIMBAH KOPI MENJADI PRODUK BERMUTU DAN BERNILAI TAMBAH Potency and Technology of Coffee Trash Diversification Product to Increase Good Quality and Added Value Sukrisno Widyotomo1*) 1)
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember, Indonesia *) Alamat penulis (Corresponding Author):
[email protected] Naskah diterima (received) 29 Oktober 2012, disetujui (accepted) 21 Nopember 2012
Abstrak Kopi merupakan salah satu komoditas penyegar utama yang sangat potensial di Indonesia. Salah satu permalasahan utama dalam proses pengolahan kopi adalah penanganan limbah padat dan cair. Dalam setiap ton buah basah akan diperoleh 200 kg kulit kopi kering, dan diperlukan air untuk pengolahan sebanyak 20 l/kg kopi pasar. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengolahan kopi primer cara basah akan menghasilkan limbah padat maupun cair yang sangat besar. Kulit kopi memiliki kandungan nutrisi dan senyawa yang potensial untuk dapat diubah menjadi produk bernilai tambah. Tulisan ini bertujuan mengulas potensi dan teknologi diversifikasi limbah kopi menjadi produk bermutu dan bernilai tambah. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menghasilkan suatu teknologi yang dapat mengubah limbah pengolahan menjadi produk pangan dan non pangan dengan mutu serta nilai yang lebih baik. Bentuk diversifikasi produk yang dapat dihasilkan antara lain papan partikel, amelioran tanah, media tanam, kompos organik, minuman ringan beralkohol, minuman dengan kadar gula tinggi, media produksi protein sel tunggal C. utilis, pakan ternak, bioetanol, biodiesel, biogas, bahan bakar sumber panas proses pengeringan dan lain-lain. Teknologi diversifikasi tersebut sudah dapat diterapkan, namun masih ada beberapa teknologi yang perlu dikaji lebih mendalam untuk memperoleh kondisi optimum proses.
Abstract Coffee is one of main beverage comodities that very potential in Indonesia. One of main problems in coffee processing is to handle liquid and solid waste accuratly. In one ton of wet coffee cherries will be produce 200 kg of dried coffee pulp, and need water supply for primery processing about 20 liters per a kilogram green beans. Its indicated that primery coffee processing using fully wet method will be produce high waste, i.e. solid and liquid. Coffee pulp has nutrition content and potential chemical compound to convert as adde value product. The aims of this paper is to give an explanation of coffee waste potency and diversification technology that produce high quality and give more added value. Several research programs to develop technology that converted primery processing waste as diversification product (food and non food product) with high quality and added value have be done. Deversification products such as particleboard, soil amelioran, artificial soil of plant, organic compost, soft drink by low alcohol, water with high sugar
63
Widyotomo
content, production media for C. utilis single cell, feed for animal, bioethanol, biodiesel, biogas, energy source for drying process, etc. Its diversification technology have been applied, but few of technologies should be continouing by complete analysis to determine optimum process condition. Key words: coffee, waste, technology, diversification, quality, added value.
PENDAHULUAN Kopi merupakan salah satu penghasil sumber devisa Indonesia, dan memegang peranan penting dalam pengembangan industri perkebunan. Dalam kurun waktu 20 tahun luas areal dan produksi perkebunan kopi di Indonesia, khususnya perkebunan kopi rakyat mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pada tahun 1980, luas areal dan produksi perkebunan kopi rakyat masing-masing sebesar 663 ribu hektar dan 276 ribu ton, dan pada tahun 2009 terjadi peningkatan luas areal dan produksi yang masing-masing sebesar 1.241 juta hektar dan 676 ribu ton (Ditjenbun, 2010). Tahun 2010 luas areal kopi di Indonesia mencapai 1.210.000 ha dengan produksi 686.920 ton, ekspor 433.600 ton dengan nilai USD 814,3 juta. Sedangkan pada tahun 2011 angka sementara luas areal kopi 1.677.000 ha dengan produksi 633.990 ton, ekspor 387.870 ton dengan nilai USD 1.198,9 juta. Rata-rata laju pertumbuhan luas areal kopi, jumlah produksi, volume ekspor dan nilai ekspor selama 2007-2010 masing-masing sebesar 0,25%; 0,2%; 13,31% dan 12,61%. Intensifikasi kopi Arabika dan Robusta tahun 2012 mencapai 13.510 ha yang tersebar di provinsi NAD, Sumatera Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan. Selain program tersebut, pada tahun yang sama dilakukan perluasan areal kopi Arabika sebesar 1.650 ha dan peremajaan kopi Robusta sebesar 2.950 ha. Tahun 2012 luas areal kopi ditarget kan mencapai 1.354.000 ha dengan nilai produksi dan produktivitas masing-masing 733.000 ton dan 743 kg/ha (Azwar, 2012).
64
Delapan puluh dua persen luasan areal perkebunan kopi Indonesia didominasi oleh kopi jenis Robusta, sedangkan sisanya sebesar 18% berupa kopi Arabika. Harga kopi Robusta di pasaran domestik maupun internasional lebih murah jika dibandingkan dengan kopi Arabika (Gambar 1), kendati volume Arabika di pasar dunia mencapai 70%, sedangkan kopi Robusta hanya 30%. Berbeda dengan kondisi di Indonesia, produksi kopi Robusta mencapai 80%, sedangkan Arabika hanya 20% dari total produksi kopi (Barani, 2009). Biji kopi yang dihasilkan oleh petani kopi Indonesia dikenal dengan sebutan “kopi asalan” karena umumnya memiliki mutu yang rendah dengan nilai cacat lebih dari 225 (Misnawi & Sulistyowati, 2006). Wijaya (2003) melaporkan bahwa dari 280.405 ton kopi Robusta yang diekspor Indonesia ke mancanegara dalam kurun waktu 1997-2001, sebanyak 35.354 ton/tahun atau 12,6% diantaranya bermutu grade VI yang mulai dilarang diperdagangkan di pasar internasional berdasarkan resolusi ICO (International Coffee Organization) No.147. Peningkatan luas areal dan produksi kopi Indonesia yang didominasi oleh kopi Robusta dari perkebunan rakyat serta peluang pasar dunia merupakan potensi besar dalam peningkatan kesejahteraan petani Indonesia. Susila (1999) melaporkan bahwa perdagangan dan perkembangan industri kopi dunia, sedang dan akan terus mengalami perubahan sebagai akibat liberalisasi perdagangan yang berpangkal dari General Agreement on Tariff and Trade (GATT) Putaran Uruguay yang ditandatangani pada
Potensi dan teknologi diversifikasi limbah kopi menjadi produk bermutu dan bernilai tambah
Panen buahkopi kopi Panen buah
Penerimaan Penerimaan
Tangki Shipon Shipon
Pulping
Buahkopi kopihijau hijau Buah
Kotoran Kotoran
Pulp Pulp
Fermentasi Fermentasi
Pencucian Pencucian
Pengeringan Pengeringan
Pengeringan Pengeringan
Gelondong kering Gelondong kering
Kulit berkulit berkulitcangkang cangkang (HS) Kopi (HS) kering kering
Lendir Lendir
Pembersihan Pembersihan
Pengupasan kulit Pengupasan kulit kering kering
Kulitgelondong gelondong Kulit kering/kulit kering/kulit cangkang cangkangkering kering
Grading ukuran ukuran Grading
Sortasi Sortasi (densitas/warna) (densitas/warna) Kopi beans) Kopipasar pasar (green (green beans)
Penyimpanan Penyimpanan
Gambar 1. Tahapan pengolahan kopi cara kering dan basah serta produk limbah yang dihasilkan Figure. 1.
Coffee dry and wet processing steps and its by products
65
Widyotomo
tanggal 15 Desember 1993. Secara garis besar perubahan produksi atau stok akan segera diikuti oleh perubahan harga. Perubahan harga umumnya tidak secara cepat dapat diikuti dan direspon dengan baik oleh perubahan produksi atau konsumsi. Resistensi produk terhadap fluktuasi harga pasar kopi internasional perlu ditingkatkan salah satunya dengan pengembangan diversifikasi produk kopi yang memberikan bernilai tambah (Zaenudin & Abdoellah, 2003). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menghasilkan suatu teknologi yang dapat mengubah limbah kopi menjadi bentuk diversifikasi produk yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi tinggi. Tulisan ini akan mengulas potensi limbah kopi yang dihasilkan dari suatu proses pengolahan kopi dan teknologi diversifikasi limbah kopi menjadi produk samping yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomis tinggi yang akan memberikan peningkatan pendapatan, dan peluang usaha di sektor perkebunan kopi rakyat.
Pengolahan Kopi Saat ini dikenal dua cara pengolahan kopi dari bentuk buah segar sampai siap untuk dikonsumsi, yaitu cara basah (fully wet process) dan cara kering (dry process) dengan tahapan proses pengolahan sebagaimana ditampilkan pada Gambar 1 (Clarke & Macrae, 1989). Pada jaman kolonial Belanda, cara pengolahan kering dikenal dengan istilah Gewone Bereiding (GB), Droge Bereiding (DB), atau Oost Indische Bereiding (OIB) (Ismayadi, 2000). Pengolahan cara kering masih banyak diterapkan oleh petani kopi Robusta, dan perusahaan perkebunan besar untuk buah kopi inferior, yaitu buah muda, kering dan mengapung. Pengolahan kopi cara kering relatif lebih sederhana jika dibandingkan dengan pengolahan cara basah.
66
Tahapan pengolahan cara kering adalah panen buah kopi, pengeringan gelondong basah, pembersihan, pengupasan kulit kering, klasifikasi mutu berdasarkan ukuran (grading), klasifikasi mutu berdasarkan densitas dan warna (sortation) serta penyimpanan. Ada pendapat bahwa pengolahan cara basah diterapkan dengan tujuan untuk mempercepat proses pengolahan. Pada pengolahan cara kering diperlukan waktu lebih dari 15 hari untuk proses pengeringan buah kopi basah. Pada jaman kolonial Belanda, cara pengolahan basah dikenal dengan istilah West Indische Bereiding (WIB) atau Natte Bereiding (NB) (Ismayadi, 2000). Tahapan pengolahan cara basah adalah panen buah kopi, penerimaan buah, tangki siphon untuk proses pemisahan buah matang dari buah mudah dan terserang hama penyakit, pengupasan kulit buah basah (pulping), fermentasi kopi basah berkulit cangkang, pencucian (washing), pengeringan kopi berkulit cangkang tanpa lapisan lendir, pembersihan, pengupasan kulit kering (hulling), klasifikasi mutu berdasarkan ukuran (grading) (Widyotomo & Sri-Mulato, 2005; Widyotomo et al., 2006), klasifikasi mutu berdasarkan densitas dan warna (sortation) serta penyimpanan (Clarke & Macrae, 1989). Pengupasan kulit buah kopi (pulping) merupakan salah satu tahapan proses pengolahan kopi yang membedakan antara pengolahan kopi cara basah dengan kering. Mesin pengupas kulit buah kopi basah (pulper) digunakan untuk memisahkan atau melepaskan komponen kulit buah dari bagian kopi berkulit cangkang (Widyotomo, 2010). Pada pengolahan cara kering, buah kopi hasil panen segera dikeringkan baik dengan cara penjemuran maupun menggunakan pengering mekanis sampai diperoleh kadar air antara 12-13%. Buah kopi kering atau gelondong kering dan kopi berkulit cangkang kering dikupas dengan menggunakan mesin pengupas (huller) untuk memisahkan biji
Potensi dan teknologi diversifikasi limbah kopi menjadi produk bermutu dan bernilai tambah
kopi dari komponen kulit buah keringnya sebelum siap untuk dikemas dan dijual (Widyotomo & Mulato, 2004).
Potensi Limbah Kopi Potensi limbah yang diperoleh jika dilihat dari tahapan pengolahan kopi cara kering maupun basah adalah kulit buah basah, limbah cair yang mengadung lendir, dan kulit gelondong kering maupun cangkang kering. Buah kopi atau sering juga disebut sebagai kopi gelondong basah hasil panen memiliki kadar air antara 60-65%. Biji kopi masih terlindung oleh kulit buah, daging buah, lapisan lendir, kulit tanduk dan kulit ari. Kulitcangkang Kulit cangkang
Kulit luarluar Kulit Kulit buah Kulit buah
BijiBiji
Biji Biji Tangkai Tangkai
Kulit ariari Kulit
Gambar 2. Anatomi buah kopi Hasil analisis kesetimbangan massa buah kopi diperoleh bahwa dari 100 kg buah kopi yang diolah kering akan diperoleh 29 kg (29%) gelondong kering yang terdiri dari 15,95 kg biji kopi (55%) dan 13,05 kg kulit gelondong kering (45%). Kulit gelondong kering terdiri kulit cangkang, lendir dan kulit buah dengan perbandingan bobot kering 11,9 : 4,9 : 28,7. Kulit gelondong kering mengandung gula reduksi, gula non pereduksi dan senyawa pektat masing-masing sebesar 12,4%; 2,02% dan 6,52% (Wilbaux, 1963) dan 10,7% protein kasar serta 20,8% serat kasar (Elias, 1979). Lendir (muchilage)
kering mengandung pektin 35%, gula pereduksi 30%, gula non pereduksi 20% serta selulosa dan abu 17% (Bressani, 1979). Lebih lanjut Elias (1979) melaporkan bahwa buah kopi kering terdiri atas 55,4% biji kopi pasar, 28,7% kulit buah (pulpa) kering, 11,9% kulit cangkang, dan sisanya sebesar 4,9% berupa lendir kering. Pulpa kopi kering terdiri dari 12,6% air; 21% serat kasar; 8,3% abu; 12,4% gula pereduksi; 44,4% ekstrak nitrogen. Kulit cangkang kering terdiri dari 7,8% air; 77% serat kasar; 0,5% abu, dan 18,9% ekstrak nitrogen. Jika mengikuti proses pengolahan basah secara penuh, konsumsi air dapat mencapai 7-9 m3 per ton buah kopi yang diolah. Kebutuhan air untuk proses pencucian berkisar antara 5-6 m3 per ton biji kopi berkuit cangkang. Wahyudi & Yusianto (1993) melaporkan bahwa untuk setiap ton biji kopi kering dihasilkan sekitar 20 m3 limbah cair. Lebih lanjut Mulato et al. (1996) melaporkan bahwa dari tiap satu ton buah basah akan diperoleh lebih kurang 200 kg kulit kopi kering. Jumlah limbah kopi yang perlu ditangani sebesar 44,6% dari berat buah kopi kering (Bressani, 1979). Penelitian lain melaporkan bahwa limbah kulit buah kopi yang dihasilkan dari proses pengolahan cara basah mencapai 43% bobot buah (Ismayadi et al., 1997), dan air yang diperlukan untuk pengolahan mencapai 20 l/kg kopi pasar (green beans) (Ismayadi, 2000). Lebih lanjut Ditjenbun (2006) melaporkan bahwa dalam 1 ha areal pertanaman kopi akan memproduksi limbah segar sekitar 1,8 ton setara dengan produksi tepung limbah 630 kg. Oleh karena itu, limbah padat dan cair yang dihasilkan dari tahapan pengolahan kopi basah sangat tinggi. Upaya pemanfaatan limbah pengolahan kopi baik dalam bentuk padat maupun cair menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi perlu dilakukan
67
Widyotomo
sekaligus untuk menekan dampak negatif limbah terhadap pencemaran lingkungan.
Diversifikasi Limbah Kopi Limbah padat dan cair pengolahan kopi mengandung materi organik yang cukup tinggi dan sangat potensial sebagai media tumbuh mikroorganisme untuk dapat diubah menjadi produk bernilai tambah (Pandey et al., 2000). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia secara intensif melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk memperoleh teknologi diversifikasi produk limbah pengolahan kopi menjadi produk bermutu dan bernilai tambah. Beberapa bentuk diversifikasi produk dari bahan baku limbah pengolahan kopi yang telah dikembangkan adalah sebagai berikut :
Papan Partikel Papan partikel merupakan salah satu produk komposit yang sangat diperlukan dalam industri furniture dan bahan bangunan yang dibuat dengan cara diikat dengan perekat sintetis dan dikempa panas (Maloney, 1993). Pada umumnya papan partikel dibuat dengan bahan dasar kayu, dan dengan persediaan kayu dari hutan alam yang semakin berkurang, maka diperlukan inovasi teknologi produksi papan partikel dengan bahan dasar yang potensial dan ramah lingkungan. Braham & Bressani (1979) melaporkan bahwa buah kopi tersusun atas 55,4% biji kopi pasar, 28,7% kulit buah kering, dan 11,8% kulit cangkang. Penelitian pemanfaatan kulit buah kopi menjadi salah satu bahan baku pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Yusianto et al. (1999). Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan partikel yang dibuat dari kulit cangkang kopi memiliki kualitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan papan partikel yang dibuat dari kulit buah kopi. Komposisi
68
campuran perekat yang digunakan adalah 66,73% urea formaldehida, 5,53% NH4Cl (kadar 15%), 1,53% NH4OH (kadar 25%), dan 26,21% emulsi parafin (kadar 20%). Karakteristik papan partikel yang dihasilkan baik menggunakan kulit tanduk maupun kulit kopi adalah kuat rekat internal, kuat lentur, kuat tekan tegak lurus dan kuat pegang paku skrup masing-masing sebesar 1,07-4,29 kg/ cm2, 38,56-123,59 kg/cm2, 117,33-205 kg/ cm2 dan 11,4-24,85 kg. Haygreen & Bowyer (1996) melaporkan bahwa pada dasarnya sifat papan partikel dipengaruhi oleh bahan baku penyusunnya, jenis perekat dan formulasi yang digunakan serta proses pembuatannya.
Amelioran Tanah Amelioran tanah merupakan suatu materi atau bahan yang mampu memperbaiki atau membenahi kondisi fisik dan kesuburan tanah. Limbah kulit buah kopi dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku amelioran tanah alami yang berfungsi untuk meningkatkan daya dukung tanah bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Pujiyanto (2007) melaporkan bahwa amelioran tanah dapat dibuat dari kulit buah kopi segar (90% b/b) yang telah dicampur dengan 10% (b/b) bubuk bahan mineral berupa 50% zeolit dan 50% fosfat alam, diproses dengan cara penghalusan sampai membentuk pasta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah kulit buah kopi dapat dimanfaatkan sebagai amelioran tanah alami untuk meningkatkan daya dukung tanah bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Komposisi amelioran 90% pasta kulit buah kopi dengan 10% mineral memiliki karakter fisik dan kimia yang baik, yaitu memiliki kapasitas retensi air, kapasitas tukar kation, kadar C-organik, dan kadar P yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki tanah. Amelioran kulit buah kopi dengan pupuk buatan bekerja secara sinergis dalam
Potensi dan teknologi diversifikasi limbah kopi menjadi produk bermutu dan bernilai tambah
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Aplikasi amelioran kulit buah kopi meningkatkan keefektifan aplikasi pupuk anorganik.
Media Tanam Media tanam merupakan tempat hidup tanaman yang sesuai dengan persyaratan hidupnya. Menentukan media tanam yang tepat untuk suatu jenis tanaman merupakan hal yang sulit sehingga media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara. Limbah kulit buah kopi mengandung bahan organik dan unsur hara yang potensial untuk digunakan sebagai media tanam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar C-organik kulit buah kopi adalah 45,3%, kadar nitrogen 2,98%, fosfor 0,18% dan kalium 2,26% (Ditjenbun, 2006). Wibowo (2010) telah melakukan penelitian pemanfaatan limbah padat kopi sebagai media tanam Anthurium plowmanii Scoat, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi media tanam kompos kulit buah kopi dan kulit buah kopi kering dengan perbandingan 1 : 1 dapat digunakan sebagai media tanam alternatif dan memberikan pertumbuhan yang baik.
Kompos Organik Kompos adalah hasil penguraian parsial/ tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Isroi, 2007). Bahan baku untuk pembuatan kompos banyak tersedia di perkebunan kopi, diantaranya limbah kulit buah kopi, dan kulit cangkang/ tanduk yang dapat digunakan langsung
sebagai kompos jika telah memenuhi syarat, terutama nisbah C/N-nya tidak lebih dari 15 (Rathinavelu & Graziosi, 2005; Baon et al., 2003). Beberapa penelitian yang berkaitan dengan diversifikasi limbah kulit kopi menjadi kompos organik telah dilakukan. Winaryo et al. (1995) melaporkan bahwa pengomposan kulit kopi selama 3 bulan dengan komposisi bahan baku 130 kg kulit kopi, 10 kg kulit tanduk kopi, 10 kg sekam padi, 5 kg kapur, 25 kg vertiver, 25 sampah organik dan 15 kg pupuk kandang akan menghasilkan kompos dengan kualitas baik. Erwiyono et al (2001) melaporkan bahwa kompos organik yang diproduksi dari kulit buah kopi memiliki kandungan karbon (C) dan nitrogen (N) yang terus menyusut dari minggu pertama hingga minggu keenam dan dengan C/N rasio yang ‘relatif stabil pada periode yang sama. Melawati (2002) melaporkan bahwa limbah pabrik kopi dapat diolah menjadi pupuk organik dengan bantuan cacing tanah dengan lama proses pengomposan 9 minggu termasuk proses fermentasi. Kualitas kompos organik yang dihasilkan setara dengan kualitas kompos organik komersial. Campuran yang mengandung 25-50% limbah kopi dalam kotoran sapi dapat menghasilkan kompos organik dengan struktur yang baik. Pemanfaatan aktivator hayati dan anorganik dalam pengomposan kulit buah maupun kulit tanduk diantaranya telah dilakukan oleh Baon et al. (2000) dan Baon et al. (2005). Baon et al. (2005) melaporkan bahwa pemberian aktivator anorganik, khususnya ammonium sulfat, menghasilkan laju dan kualitas kompos yang lebih baik dibandingkan aktivator hayati. Pulpa buah kopi menghasilkan kompos dengan kualitas yang baik serta laju pengomposan yang lebih cepat dibandingkan dengan bahan mentah pengomposan yang lain. Laju pengomposan untuk mencapai nisbah C/N<15 untuk pulpa kopi sebagai bahan mentah hanya empat
69
Widyotomo
minggu dibandingkan kulit tanduk kopi yang memerlukan lebih dari delapan minggu. Lebih lanjut Baon et al. (2003) melaporkan bahwa laju pengomposan kulit buah kopi jauh lebih cepat dibandingkan dengan kulit tanduk maupun campuran keduanya. Penggunaan aktivator anorganik masih lebih baik jika dibandingkan dengan aktivator hayati.
Bahan Baku Minuman Salah satu alternatif diversifikasi kulit buah kopi yang potensial adalah proses produksi minuman ringan beralkohol (Rathinavelu & Graziosi, 2005). Pemanfaatan limbah kulit buah kopi basah sebagai sumber bahan baku minuman telah dilakukan oleh Muchlis (2011) dan Ismayadi et al. (1997). Muchlis (2011) memproses limbah kulit buah kopi basah dengan penambahan lemon menjadi sebuah minuman instan beraroma. Daulay (1991) dan Ismayadi et al. (1997) melaporkan bahwa kulit buah kopi mempunyai potensi sebagai bahan baku pembuatan minuman semacam cider, yaitu minuman dengan citarasa asam dan manis disamping rasa alkoholik. Cider dapat dibuat dari kulit buah kopi dengan konsentrasi zat padat terlarut 3% brix, inokulum Saccharomyces cerevisiae ditambah amonium sulfat 0,33 g/l. Hasil proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam asetat. Senyawa asam yang dihasilkan dari proses fermentasi kulit buah kopi adalah etanol, asam butirat dan propionat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi terbaik untuk pembuatan cider adalah penambahan gula sebanyak 25%, dan proses fermentasi dilakukan pada suhu 25-28 o C selama tiga hari. Cider yang dihasilkan memiliki kadar alkohol sekitar 8,35%, kadar gula pereduksi 6,17%, asam total 7,68 meq/100 ml, pH 3,81, zat padat terlarut total 11,75% brix.
70
Sumber Bahan Baku Cairan Gula Sukrosa merupakan salah satu komponen penting yang terdapat di dalam daging buah kopi. Kadar gula akan meningkat dengan cepat selama proses pematangan buah yang dapat diidentifikasikan dengan peningkatan rasa manis. Wilbaux (1963) melaporkan bahwa 40,17% buah kopi terdiri dari komponen kulit dan daging buah dengan kandungan gula total sebesar 45,8%. Limbah kulit buah kopi basah dapat diolah menjadi sumber gula cair dengan cara memanaskan air hasil cucian dan pengempaan kulit buah basah selama 3 jam dan kemudian akan terpisah antara air dengan gula. Rasio proses memasak air cucian 1 kg buah kopi akan menghasilkan 150 ml gula cair. Kadar sukrosa dalam gula kopi sebanyak 4,68% sedangkan dalam gula biasa kadar sukrosanya mencapai 99,8% (Ramadhanu & Putri, 2012).
Media Produksi Protein Sel Tunggal Candida utilis C. utilis merupakan salah satu jenis ragi (yeast) yang banyak digunakan dalam proses produksi minuman beralkohol (bir) maupun makanan (tape) karena memiliki ukuran sel yang besar dengan laju perbanyakan yang cukup tinggi dalam kondisi aerobik. Limbah cair proses produksi bir (brewer) banyak dimanfaatkan sebagai sumber protein untuk makanan hewan dan makanan dengan nutrisi tambahan karena masih mengandung protein dengan kadar 40-60% (Rodiah, 2007). Pemanfaatan ekstrak kulit buah kopi sebagai media produksi protein sel tunggal C. utilis dalam sistem kultur sinambung telah dilakukan oleh Ismayadi et al. (1987). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi substrat akan menurunkan efisiensi konversi substrat menjadi sel,
Potensi dan teknologi diversifikasi limbah kopi menjadi produk bermutu dan bernilai tambah
sedangkan hasil massa sel kering dan produktivitasnya semakin meningkat. Kondisi optimum proses diperoleh pada konsentrasi substrat 5% padatan terlarut total dan laju pengenceran 0,2/jam.
Pakan Ternak Beberapa penelitian menyebutkan bahwa limbah kulit buah kopi dapat menggantikan 20% kebutuhan konsentrat komersial yang digunakan sebagai pakan ternak, dan menekan biaya pakan hingga 30% (Rathinavelu & Graziosi, 2005). Dengan kandungan nutrisi yang cukup baik, maka kulit buah kopi berpotensi untuk dikonversi menjadi sumber bahan baku pakan ternak (Braham & Bressani, 1979). Beberapa hasil penelitian pemanfaatan kulit buah kopi untuk dikonversi menjadi pakan ternak ruminansia (kambing dan sapi) dan unggas (ayam) adalah sebagai berikut : a. Pakan kambing Zainuddin & Murtisari (1995) melaporkan bahwa kulit buah kopi ini cukup potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia termasuk kambing. Kandungan zat nutrisi yang terdapat pada kulit buah kopi seperti; protein kasar sebesar 10,4%, serat kasar sebesar 17,2% dan energi metabolis 14,34 MJ/kg relatif sebanding dengan zat nutrisi rumput. Hasil penelitian lain melaporkan bahwa penggunaan limbah kopi sebanyak 200 g/ekor/hari dan enzym philazim sebanyak 2,5 g/ekor/hari dapat meningkatnya produksi susu kambing Peranakan Etawah (PE atau Etawah grade goats). Penggunaan limbah kopi terfermentasi untuk pakan penguat mampu memberikan peningkatan berat badan dari rata-rata 68,41 g/ekor/hari menjadi 102.92 g/ekor/hari (Guntoro et al., 2002). Lebih lanjut Guntoro et al. (2004) melaporkan bahwa fermentasi limbah kopi
dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan kandungan gizi limbah kopi. Penggunaan tepung limbah kopi terfermentasi sebanyak 100 g/ekor/hari prasapih dan 200 g/ekor/hari pasca sapih dapat meningkatkan pertumbuhan anak kambing dari rata-rata 65 g/ekor/ hari (tanpa limbah kopi) menjadi 98 g/ekor/ hari. Perlakuan fermentasi limbah kulit kopi dengan Aspergillus niger mampu meningkatkan nilai gizi limbah kopi yang ditunjukkan dengan meningkatnya protein dari 6,67% menjadi 12,43% dan menurunkan kadar serat kasar dari 21,4% menjadi 11,05%. Pengamatan di lapangan menunjukkan tidak ada satupun ternak yang diberi asupan limbah hasil fermentasi menunjukkan gejala sakit ataupun mati; sehingga limbah kopi terfermentasi aman digunakan untuk pakan kambing (Guntoro et al., 2002). Kulit kopi baik dalam kondisi tanpa diproses ataupun yang telah difermentasi layak untuk dimanfaatkan sebagai komponen pakan penggemukan ternak domba (Prawirodigdo et al., 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan 200 g limbah kulit kopi kering dalam susunan pakan tidak berpengaruh negatif terhadap pertambahan bobot hidup ternak domba. Hal tersebut menunjukkan bahwa limbah kulit kopi kering dapat digunakan untuk membantu mengatasi kesulitan pakan ternak domba. Untuk dapat menghasilkan tingkat pertumbuhan ternak domba yang lebih baik, maka diperlukan proses pengolahan lebih lanjut terhadap kulit kopi sebelum diberikan kepada ternak (64 g/hari kulit kopi tanpa proses dan 101 g/hari kulit kopi yang difermentasi) (Prawirodigdo et al., 2007). Londra & Andri (2009) melaporkan bahwa pemberian limbah kopi terfermentasi dapat meningkatkan nilai keuntungan sebesar Rp. 244.620/ekor untuk pemeliharaan ternak kambing PE selama 150 hari.
71
Widyotomo
Proses produksi pakan ternak dapat dilakukan dengan cara kimia yang sering disebut amoniasi, yaitu menggunakan amoniak (NH3). Beberapa keuntungan dari metode ini adalah mudah dilakukan, murah, tidak mencemari lingkungan, meningkatkan daya cerna sekaligus meningkatkan kadar protein, dan dapat menghilangkan aflatoksin. Kulit kopi yang telah diamonasi mempunyai kandungan protein 17,88%, kecernaan 50% (dari 40%), VFA 143 mM (dari 102 mM) dan NH3 12,04 mM (dari 4,8 mM) (Tampoebolon, 2004). Selain itu telah ditemukan teknologi pembuatan kulit buah kopi dalam bentuk tepung dan teknologi silase yang merupakan teknologi altematif untuk mengawetkan kulit buah kopi sehingga dapat disimpan lebih lama untuk digunakan sebagai sumber bahan pakan ternak ruminansia. Tepung kulit buah kopi dan silase kulit buah kopi yang menggunakan bahan aditif molasses dan tepung tapioka sangat potensial digunakan sebagai bahan pakan temak kambing, dan dapat menggantikan sebagian komponen sumber serat (Simanihuruk, 2010).
untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan. Satu kilogram kulit kopi dapat ditambahkan dalam 2-3 kg konsentrat yang akan diberikan untuk pakan sapi dara dan bunting tua (Mariyono & Romjali, 2007). Penelitian yang membahas tingkat kelayakan penggunaan limbah kopi untuk penggemukan sapi potong juga telah dilakukan oleh Parwati et al. (2006) di Kabupaten Bangli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat discount factor 18% pada usaha penggemukan sapi dengan dedak kopi diperoleh nilai NPV (Net Present Value) Rp. 5.334.785,43; IRR (Internal Rate of Return) 23% dan B/C rasio 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembesaran sapi dengan dedak kopi layak untuk dikembangkan. Hernaman et al. (2005) melaporkan bahwa penggunaan kulit kopi sebesar 6% pada pakan ternak sapi potong tidak mempengaruhi kecernaan bahan kering dan organik. Semakin tinggi penggunaan kulit kopi akan menurunkan kecernaan bahan kering dan organik berturut-turut dengan pola persamaan regresi linear Y = 41,66– 0,17X, R2 = 0,57, dan Y = 43,02-0,23X, R2 = 0,70.
b. Pakan sapi Pakan ternak ruminansia terdiri dari komponen hijauan yang yang identik dengan sumber serat mencapai 60-70%. Teknologi pakan murah “lengkap” telah dikembangkan oleh indutri pakan komersial sejak 2002 karena semakin terbatasnya ketersediaan hijauan alami di lapangan. Pakan murah lengkap dikembangkan dalam bentuk konsentrat dengan kandungan air maksimum 13%, protein kasar minimum 12%, lemak kasar maksimum 5%, serat kasar maksimum 15%, kadar abu maksimum 10%, Total Digestible Nutrient (TDN) minimum 63%, Ca 0,9% dan P 0,5%. Konsentrat merupakan suatu bahan pakan dengan nilai gizi tinggi yang dipergunakan bersama bahan pakan lain
72
c. Pakan ayam Usaha tani ayam buras memiliki prospek masa depan yang cukup baik dengan semakin meningkatnya permintaan daging dan telur karena peningkatan pendapatan dan pengetahuan tentang pemenuhan gizi keluarga. Salah satu komponen terbesar dalam usaha tani ternak ayam buras adalah pakan yang mencapai 60-80% dari total biaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan zat gizi ayam buras lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan ayam ras karena sifat genetik dan pola pertumbuhannya berbeda. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diberikan formula ransum khusus ayam buras agar diperoleh tingkat pertumbuhan dan
Potensi dan teknologi diversifikasi limbah kopi menjadi produk bermutu dan bernilai tambah
produksi telur yang maksimal (Santoso, 1996). Zaenudin & Murtisari (1995) melaporkan bahwa kandungan protein kasar yang terdapat di dalam kulit buah kopi mencapai 10,4% yang mendekati kandungan protein yang terdapat pada bekatul. Penelitian yang membahas potensi limbah kulit kopi sebagai pakan ayam telah dilakukan oleh Muryanto et al. (2006). Hasil penelitian menunjukkan bawa bobot ayam umur 60 hari yang diberi pakan tanpa penggunaan kulit kopi memberikan hasil yang tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan pakan yang disusun menggunakan 5% limbah kulit. Komposisi pakan terdiri dari 20% konsentrat, 35% jagung kuning, 40% bekatul, dan 5% limbah kulit kopi. Biaya pembuatan 1 kg pakan ternak tersebut sebesar Rp. 1.702,-. Berdasarkan analisis input-output usaha, ditunjukkkan bahwa keuntungan yang diperoleh dari pembesaran ayam selama 60 hari dengan pakan kontrol dan pakan yang mengandung 5% limbah kulit kopi adalah Rp. 1.401,-/ekor dan Rp. 1.345,-/ekor dengan nilai B/C rasio sama yaitu 1,16.
Bahan Baku Bioetanol Bioetanol merupakan salah satu sumber energi baru yang memiliki kelebihan dibanding dengan Bahan Bakar Minyak (BBM), diantaranya memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi (35%) sehingga terbakar lebih sempurna, nilai oktan lebih tinggi, dapat diproduksi oleh mikroorganisme secara terus menerus dan lebih ramah lingkungan karena emisi gas CO yang dihasilkan lebih rendah 19-25% (Indartono, 2005; Sarjoko, 1991). Produksi bioetanol di berbagai negara telah dilakukan dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari hasil pertanian dan perkebunan (Sarjoko, 1991).
Siswati et al. (2012) melaporkan bahwa bioetanol dapat diproduksi dari proses fermentasi limbah kulit kopi. Kandungan selulosa di dalam limbah kulit kopi sebesar 65,2 % dan bahan selulosa memiliki potensi sebagai bahan baku alternatif pembuatan etanol. Tahap awal proses pembuatan bioetanol adalah dengan menghidrolisis kulit kopi menjadi glukosa. Proses hidrolisis kulit kopi dilakukan dengan menggunakan katalis HCl konsentrasi 20% (v/v) dan akan menghasilkan glukosa dengan kadar 10,04%. Proses fermentasi dengan penambahan starter 11% dan waktu fermentasi 7 hari menghasilkan bioetanol berkadar 9,04%. Pada proses fermentasi ini bakteri Z. mobilis mampu mengkonversi glukosa sebesar 97,99%, dan yield etanol diperoleh sebesar 51,02%. Proses destilasi yang dilakukan selama 8 jam akan menghasilkan bioetanol dengan kadar 38,68%. Gunasekaran (1999) melaporkan bahwa bioetanol hasil fermentasi dapat dimurnikan lagi dengan proses destilasi pada suhu 80 oC sesuai dengan kadar yang diinginkan. Z. mobilis adalah bakteri yang berbentuk batang, termasuk dalam bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, dan merupakan bakteri yang dapat bergerak (Lee et al., 1979). Z. mobilis memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan S. cerevisieae yaitu: dapat tumbuh secara anaerob fakultatif, mempunyai toleransi suhu yang tinggi, mempunyai kemampuan untuk mencapai konversi yang lebih tinggi, tahan terhadap kadar etanol yang tinggi dan pH yang rendah, dan mampu menghasilkan yield etanol 92% dari nilai teoritisnya. Penelitian yang membahas metabolime gula dan tingkat produksi alkohol yang dihasilkan dari proses hidrolisis limbah kulit buah kopi dengan menggunakan beberapa jenis yeast telah dilakukan oleh Musatto et al. (2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi
73
Widyotomo
etanol terbaik sebesar 11,7 g/l dan efisiensi 50,2% diperoleh dari proses hidrolisis ampas bubuk kopi (spent coffee grounds/SCG) dengan menggunakan yeast S. cerevisiae.
Bahan Baku Biodiesel Salah satu bioenergi yang terus dikembangkan untuk mengatasi krisis bahan bakar berbasis minyak bumi adalah biodiesel. Biodiesel memiliki sifat yang sangat mirip dengan petrodiesel (bahan bakar fosil), tetapi memiliki energi pembakaran dan angka oktan yang lebih tinggi sehingga proses pembakaran menjadi lebih efisien dengan gas buang yang ramah lingkungan (Iqbal et al., 2011). Canaki & Gerpen (2001) melaporkan bahwa di dalam minyak kopi terkandung komponen utama triglesirida sebanyak 81,3% yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biodiesel. Mukhriza (2010) melakukan studi potensi kulit kopi dan biji kopi kualitas rendah sebagai bahan baku biodiesel. Iqbal et al. (2011) melakukan penelitian pemanfaatan limbah kopi sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dengan metode ekstraksi minyak kopi menggunakan pelarut. Tahapan proses diawali dengan proses ekstraksi minyak kopi menggunakan pelarut dan dilanjutkan dengan degumming dan penyaringan sampai diperoleh minyak bebas gum. Analisis bilangan asam dilakukan sebelum dilakukan proses transesterifikasi dan pencucian yang akan menghasilkan biodiesel kotor. Tahap pemurnian perlu dilakukan agar diperoleh produk akhir biodiesel dengan tingkat kemurnian yang maksimum.
Bahan Baku Biogas Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik dalam kondisi anaerobik. Biogas tersusun dari
74
gas metana (CH4), karbondioksida (CO 2), nitrogen (N2), hidrogen (H2), hidrogen sufida (H2S) dan oksigen (O 2) dengan komposisi bervariasi tergantung asal bahan baku biomassa yang digunakan. Nilai kalori 1 m3 biogas setara dengan 6.000 Wh atau 0,5 l minyak diesel dan biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti bahan bakar minyak, LPG, batu bara, dan bahan-bahan lain yang berasal dari fosil. Limbah cair pengolahan kopi mengandung bahan-bahan organik yang dapat dimanfaatkan sebagai medium pertumbuhan mikroorganisme dalam proses biofermentasi (Wahyudi & Yusianto, 1993). Penelitian pemanfaatan limbah pengolahan kopi sebagai bahan baku proses produksi biogas telah banyak dilakukan (Neves et al., 2005; Rathinavelu & Graziosi, 2005; Dinsdale, 1996, Calzada et al., 1984). Kegiatan penelitian dan pengembangan proses produksi biogas dengan bahan baku limbah padat dan cair pengolahan kopi secara intensif dalam lima tahun terakhir telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Beberapa tipe reaktor biogas telah dikembangkan dengan berbagai kombinasi bahan konstruksi dan kapasitas tampung bahan baku antara 150 l sampai dengan 30 m 3. Biogas yang dihasilkan telah digunakan sebagai sumber energi panas proses pengolahan kopi, penerangan dan penggerak pompa sirkulasi (Mulato et al., 2006).
Sumber Panas Pengeringan Limbah kulit kopi kering memiliki potensi sebagai sumber energi panas (Saenger et al., 2001), dan dapat digunakan dalam proses pengeringan kopi (Rathinavelu & Graziosi, 2005). Reaksi pembakaran senyawa organik yang terkandung di dalam 1 kg kulit kopi kering dengan oksigen akan melepaskan
Potensi dan teknologi diversifikasi limbah kopi menjadi produk bermutu dan bernilai tambah
energi panas antara 3.100-3.300 kKal tergantung kadar airnya. Kulit kopi dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar proses pengeringan tembakau (Soepeno, 1989) dan kopi denga sistem fluidisasi (Mulato et al., 1996). Penggunaan kulit kopi sebagai bahan bakar sumber panas proses pengeringan tembakau cerutu Besuki dapat menekan biaya pengeringan sebesar Rp. 33.000,- per 100 kg krosok dengan kenampakan daun yang baik (Soepeno, 1989). Pembakaran 10 kg kulit kopi/jam dengan udara 200 m3/ jam menghasilkan suhu gas pembakaran antara 250-275oC dan mampu memanaskan udara pengering 1.500 m3/jam pada suhu antara 45-50 oC dengan kelembaban relatif 20-25%. Udara panas tersebut mampu mengeringkan satu ton buah kopi dari kadar air 65% menjadi 12% dalam waktu 65 sampai 70 jam (Sri-Mulato et al., 1996). Selain dalam bentuk bulky, diversifikasi limbah kulit kopi kering sumber energi panas dalam bentuk briket telah dilakukan oleh Nurlela & Supranto (2011) dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimal untuk pembuatan briket dengan bahan baku limbah kulit kopi Robusta adalah ukuran partikel 120 mesh, perbandingan perekat 1 : 8, dan suhu pirolisis 450°C. Karakteristik briket yang diperoleh adalah kadar air 6,34%; kadar abu 7,6%, volatile matter 5,34%, karbon terikat 81,72%, dan nilai kalor 5.626,183 kalori/g.
Potensi Diversifikasi Produk Lain Kegiatan penelitian dan pengembangan untuk memperoleh teknologi diversifikasi limbah padat dan cair pengolahan kopi masih terus dilakukan untuk memperoleh ragam produk dengan proses produksi yang efisien dan peningkatan nilai tambah yang lebih baik. Wahyudi & Yusianto (1993) melaporkan bahwa limbah cair pengolahan kopi dapat diproses menjadi makanan ternak berprotein
tinggi melalui proses biofermentasi, dan produksi asam cuka. Prata & Oliveira (2007) menggunakan kulit cangkang kopi sebagai sumber bahan baku potensial untuk menghasilkan antosianin. Rufford et al. (2008) membuat elektrode karbon nanoporos dari limbah padat biji kopi yang berfungsi sebagai superkapasitor dengan performa tinggi. Pengembangan proses gasifikasi limbah kulit cangkang kopi dengan suhu udara tinggi dilakukan oleh Wilson et al. (2010). Akasaka et al. (2011) memanfaatkan limbah padat kopi sebagai bahan baku fabrikasi karbon porous yang berfungsi untuk menyimpan hidrogen. Zuorro & Lavecchia (2011) memproses limbah padat bubuk kopi menjadi sumber campuran senyawa fenol dan bioenergi. Ekstraksi minyak kopi dari bahan baku limbah padat biji kopi dilakukan oleh Al-Hamamre et al. (2012) yaitu sebagai sumber bahan baku terbarukan melalui proses produksi asam lemak metil ester.
PENUTUP Limbah padat dan cair pengolahan kopi memiliki potensi untuk dapat diolah lanjut menjadi produk pangan dan non pangan dengan mutu serta nilai tambah yang lebih baik. Bentuk diversifikasi produk yang dapat dihasilkan antara lain papan partikel, amelioran tanah, media tanam, kompos organik, minuman ringan beralkohol, minuman dengan kadar gula tinggi, media produksi protein sel tunggal C. utilis, pakan ternak, bioetanol, biodiesel, biogas, bahan bakar sumber panas proses pengeringan dan lain-lain. Beberapa teknologi diversifikasi produk dapat diaplikasikan di lapangan disesuaikan dengan skala produksi dan prioritas fungsionalnya. Namun beberapa teknologi diversifikasi masih perlu dikaji lebih mendalam, terutama kajian awal skala laboratorium untuk memperoleh kondisi
75
Widyotomo
optimum proses jika diaplikasikan pada skala yang lebih besar. Diversifikasi produk dengan sumber bahan baku berupa limbah pengolahan kopi diharapkan dapat menekan serendah mungkin dampak negatifnya terhadap lingkungan dan memberikan peningkatan pendapatan, serta peluang usaha di sektor perkebunan kopi rakyat.
DAFTAR PUSTAKA Akasaka, H.; T. Takahata; I. Toda; H. Ono; S. Ohshio; S. Himeno; T. Kokubu & H. Saitoh (2011). Hydrogen storage ability of porous carbon material fabricated from coffee bean wastes. International Journal of Hydrogen Energy, 36, 580–585. Al-Hamamre, Z.; S. Foerster; F. Hartmann; M. Kröger & M. Kaltschmitt (2012). Oil extracted from spent coffee grounds as a renewable source for fatty acid methyl ester manufacturing. J. of Fuel, 96, 70–76. Azwar A.B. (2012). Intensifikasi kopi jadi program unggulan baru. Media Perkebunan, 99, 16-17. Baon, J.B.; R. Sukasih; Nurkholis & S. Abdoellah (2000). Role of inorganic and bio-activators and raw material composition in the rate of decomposition and quality of coffee shell composts. Paper presented at The International Congress and Symposiumon Southeast Asian Agricultural Science. Bogor. Indonesia. Baon, J.B.; R. Sukasih & Nurkholis (2005). Laju dekomposisi dan kualitas kompos limbah padat kopi: pengaruh aktivator dan bahan baku kompos. Pelita Perkebunan, 21, 31-42. Baon, J.B.; S. Abdoellah; Pujiyanto; A. Wibawa; R. Erwiyono; Zaenudin; A.M. Nur; E. Mardiono & S. Wiryadiputra (2003). Pengelolaan kesuburan tanah perkebunan kopi untuk mewujudkan
76
usaha tani yang ramah lingkungan. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 19, 107-123. Braham, J.E. & R. Bressani (1979). Coffee Pulp, Composition, Technology and Utilization. International Development Research Centre, Ottawa. Bressani, R. (1979). Potential uses of coffee berry by products. p. 17-24. In: J.E. Braham & R. Bressani. Coffee Pulp, Composition, Technology and Utilization. International Development Research Centre, Ottawa. Calzada, J.F.; E. de Porres; A. Yurrita; M.C. de Arriola; F. de Micheo; C. Rolz; J.F. Menchú & A. Cabello (1984). Biogas production from coffee pulp juice: One- and two-phase systems. Agricultural Wastes, 9, 217–230. Canaki, M. & J.V. Gaspen (2001). Biodiesel from oils and fats with hight free fatty acids. Trans. Am. Soc. Automotive Engine, 44, 1429-1436. Clarke R.J. & R. Macrae (1989). Coffee Technology. Vol. 2. Elsevier Applied Science. London and New York. Daulay, D. (1991). Pebuatan cider kopi (Coffea sp.). Skripsi. Departemen Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Dinsdale, R.M.; F.R. Hawkes & D.L. Hawkes (1996). The mesophilic and thermophilic anaerobic digestion of coffee waste containing coffee grounds. J of Water Research, 30, 371-377. Ditjenbun (2006). Pedoman pemanfaatan limbah dari pembukaan lahan. Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian. Elias, L.G. (1979). Chemical composition of coffee berry by product. p. 11-16. In:
Potensi dan teknologi diversifikasi limbah kopi menjadi produk bermutu dan bernilai tambah
J.E. Braham & R. Bressani. Coffee Pulp, Composition, Technology and Utilization. International Development Research Centre, Ottawa. Erwiyono, R.; Nurkholis & J.B. Baon (2001). Laju perombakan kulit buah kopi, jerami, dan cacahan kayu dengan perlakuan mikroorganisme dan kualitas kompos yang dihasilkan. Pelita Perkebunan, 17, 64-71.
fermentasi rumen dan kecernaan in vitro. Bionatura, 7, 46-58. Indartono, Y. (2005). Bioethanol, alternatif energi terbarukan: Kajian Prestasi Mesin dan Implementasi di lapangan. Fisika, LIPI. Iqbal, A.; A. Adri & D.A. Kartika (2011). Pemanfaatan limbah kopi sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Usulan Program Kreativitas Mahasiswa. IPB. Bogor.
Gunasekaran, P. & K.C. Raj (1999). Ethanol Fermentation Technology – Zymomonas mobilis. Current Science, 77, 56-68.
Ismayadi, C. (2000). Perkembangan teknologi pengolahan kopi arabika di Indonesia. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 16, 239-251.
Guntoro, S. & I.M.R. Yasa (2005). Pengaruh penggunaan limbah kopi terfermentasi terhadap produktivitas susu kambing. Prosiding Seminar Nasional Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Revitalisasi Pertanian dan Pedesaan di Lahan Marginal, Mataram 30-31 Agustus 2005. PSE, Bogor, p. 562-565.
Ismayadi, C.; T. Bantacut; A.A. Darwis & B. Djatmiko (1987). Optimasi produksi protein sel tunggal dari Candida utilis dalam ekstrak kulit buah kopi dengan kultur sinambung. Pelita Perkebunan, 2, 97-102.
Guntoro, S.; I.M.R. Yasa; Rubiyo & I.N. Suyasa (2004). Optimasi integrasi usaha tani kambing dengan tanaman kopi. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak, Denpasar, 20-22 Juli 2004, Haryanto, B.; Mathius I.W.; Prawiradiputra B.R.; Lubis D.; A. Priyanti & A. Djajanegara (eds.). Puslitbangnak, Bogor, p. 389-395. Guntoro, S.; M.R. Yasa & I Md. Londra (2002). Hasil Pengkajian Pemanfaatan Limbah Perkebunan (kakao dan kopi) Untuk Pakan Ternak: Laporan Penelitian Kerjasama BPTP Bali dengan Bappeda Prop. Bali, Denpasar.
Ismayadi, C.; T. Wahyudi; A. Pratiwi & D. Mangunwidjaja (1997). Kajian awal pemanfaatan kulit buah kopi untuk pembuatan minuman cider. Pelita Perkebunan, 13, 40-50. Isroi (2007). Pengomposan limbah kakao. Materi Pelatihan TOT Budidaya Kopi dan Kakao Staf BPTP di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember, 25 – 30 Juni 2007. Lee, K.J.; D.E. Tribe & P.L. Rogers (1979). Biotechnol. pp. 421. In: Lee, K.J.; Suku, D.E.; Rogers, P.L. 1979. Biotechnol. Lett., 1, 421.
Haygreen, J.G. & J.L. Bowyer (1996). Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar. Cetakan ketiga. Sutjipto A. Hadikusumo, penerjemah. Yogyakarta, UGM Press.
Londra, I.M. & K.B. Andri (2009). Potensi pemanfaatan limbah kopi untuk pakan penggemukan kambing peranakan Etawah. Prosiding Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, p. 536-542.
Hernaman, I.; U.H. Tanuwiria & M.F. Wiyatna (2005). Pengaruh penggunaan berbagai tingkat kulit kopi dalam ransum penggemukan sapi potong terhadap
Maloney, T.M. (1993). Modern Particleboard and Dry Process Fiberboard Manufacturing. Miller Freeman, Inc. San Fransisco.
77
Widyotomo
Mariyono & E. Romjali (2007). Petunjuk teknis teknologi inovasi “pakan murah” untuk usaha pembibitan sapi potong. Puslitbang Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian RI. Melawati, J. (2002). Reduksi biologi dari limbah pabrik kopi menggunakan cacing tanah Eisenia foetida. Buletin Kimia, Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, 2, 28-34. Muchlis. (2011). Pemanfaatan limbah kopi Robusta dan penambahan lemon sebagai bahan baku pembuatan minuman instan beraroma. Agricultural Product Technology, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Mukhriza, T. (2010). Studi potensi kulit kopi dan biji kopi kualitas rendah sebagai bahan baku biodiesel. Kegiatan Penelitian Dosen Muda Sumber Dana Hibah APBA 2010. LPPM Universitas Syiah Kuala. NAD. Muryanto; U. Nuschati; D. Pramono & T. Prasetyo (2006). Potensi limbah kulit kopi sebagai pakan ayam. Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdayasaing. BPTP Jawa Tengah. p.111-116. Musatto, S.I.; E.M.S. Machado; L.M. Carneiro & J.A. Teixeira (2012). Sugars metabolism and ethanol production by different yeast strains from coffee industry wastes hydrolysates. Journal of Applied Energy, 92, 763–768. Neves, L.; R. Ribeiro; R. Oliveira & M.M. Alves (2005). Anaerobic digestion of coffee waste. Volume 1: Session 6b: Process engineering, ADSW2005 Conference Proceedings. Nurlela & Supranto (2011). Pemanfaatan limbah kulit kopi sebagai bahan bakar alternatif dalam bentuk briket dan uji unjuk kerjanya. Tesis. Magister Sistem Teknik, Pascasarjana, UGM. Pandey, A.; C.R. Soccol; P. Nigam; D. Brand; R. Mohan & S. Roussos (2000). Bio-
78
chemical Engineering Journal, 6, 153–162. Parwati, I.A.; N. Suyasa & M. Rai Yasa (2006). Kelayakan penggunaan limbah kopi untuk penggemukan sapi potong di Kabupaten Bangli. Prosiding Seminar Nasional Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian sebagai Penggerak Ketahanan Pangan, Mataram, 5-6 September 2006. BBP2TP, p. 359-365. Prata, E.R.B.A. & L.S. Oliveira (2007). Fresh coffee husks as potential sources of anthocyanins. Food Science and Technology, 40, p. 1555–1560. Prawirodigdo, S.; B. Utomo & T. Herawati (2007). Prospek intensifikasi penggunaan kulit kopi dalam diet ternak domba di daerah marginal. Prosiding Inovasi dan Alih Teknologi Pertanian untuk Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan di Wilayah Marjinal: Inovasi Teknologi Produksi, Semarang, 8 Nov 2007. p. 316322. In: Muryanto; T. Prasetyo; S. Prawirodigdo; Yulianto; A. Hermawan E. Kushartanti; S. Mardiyanto; Sumardi & T. Herawati (eds.). BBP2TP Bogor. Prawirodigdo, S.; T. Herawati; B. Utomo; Muryanto; J. Purmianto & Sudarto (2007). Teknologi pembuatan formula pakan ternak domba dari limbah kopi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. p. 316-322. Prawirodigdo, S.; T. Herawati & B. Utomo (2005) Pemanfaatan kulit kopi sebagai komponen pakan seimbang untuk penggemukan ternak domba. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. p. 438-444. In: I.W. Mathius; S. Bahri; Tarmudji; L.H. Prasetyo; E. Triwulanningsih; B. Tiesnamurti; I. Sendow &
Potensi dan teknologi diversifikasi limbah kopi menjadi produk bermutu dan bernilai tambah
Suhardono (eds.). Puslit-bangnak, Bogor, 12-13 Sep 2005. Pujiyanto (2007). Pemanfaatan kulit buah kopi dan bahan mineral sebagai amelioran tanah alami. Pelita Perkebunan, 23, 104-117. Ramadhanu, S. & I Putri (2012). Pemanfaatan Daging Buah Kopi Sebagai Alternatif Pengganti Gula Pasir Untuk Mengurangi Risiko Terkena Diabetes. Karya Ilmiah ISPO. SMAN 1 Takengon Acah Tengah. Rathinavelu, R. & G. Graziosi (2005). Potential alternative uses of coffee wastes and by-products. ICS-UNIDO, Science Park, Department of Biology, University of Trieste, Italy. Rodiah (2007). Pengesktrakan dan sifat-sifat ekstrak yis daripada Candida utilis. Tesis Sarjana Sains. Universiti Sains Malaysia. Rufford, T.E.; D. Hulicova-Jurcakova; Z. Zhu & G. Qing Lu (2008). Nanoporous carbon electrode from wastecoffee beans for high performance supercapacitors. J. of Electrochemistry Communications, 10, 1594–1597. Saenger, M.; E.-U Hartge; J. Werther; T. Ogada, & Z. Siagi (2001). Combustion of coffee husks. J. of Renewable Energy, 23, 103-121.
meningkatkan laju pertumbuhan > 30% dan efisiensi pakan > 20% pada kambing Boerka. Laporan Akhir Penelitian Program Insentif Riset Terapan. Puslitbang Ternak. Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih. Sumatera Utara. Siswati, N.D.; M. Yatim & R. Hidayanto (2012). Bioetanol dari limbah kulit kopi dengan proses fermentasi. Skripsi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”, Jawa Timur. Soepeno (1989). Limbah kulit buah kopi sebagai bahan bakar dalam pengeringan tembakau Besuki Na-Oogst. Warta Balai Penelitian Perkebunan Jember, 8, 27-31. Sri-Mulato; O. Atmawinata & Yusianto (1996). Perancangan dan pengujian tungku pembakaran kulit kopi sistem fluidisasi. Pelita Perkebunan, 12, 108-118. Tampoebolon (2004). Amoniasi kulit kopi. Lab. Teknologi Makanan Ternak, Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Wahyudi, T. & Yusianto (1993). Karakteristik limbah cair pabrik pengolahan kopi. Pelita Perkebunan, 9, 113-123. Wibowo R. (2010). Pemanfaatan limbah kulit buah kopi sebagai media tanam alternatif untuk pertumbuhan tanaman anthurium (Anthurium plowmanii Scoat). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.
Santoso (1996). Pakan Ayam Buras. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. DKI Jakarta.
Widyotomo, S. (2010). Evaluasi kinerja mesin pengupas kulit buah kopi basah tipe silinder horisontal. Jurnal Enjiniring Pertanian, 8, 27-38.
Sardjoko (1991). Bioteknologi Latar Belakang dan Beberapa Penerapannya. Gramedia Pustaka Umum-Jakarta.
Widyotomo, S.; Sri-Mulato & E. Suharyanto (2006). Optimasi mesin sortasi biji kopi tipe meja konveyor untuk meningkatkan kinerja sortasi manual. Pelita Perkebunan, 22, 57-75.
Simanihuruk, K. (2010). Perakitan pakan komplit berbasis kulit kopi (sumber serat NDF dan ADF), kecernaan > 60% dan
Widyotomo, S. & Sri-Mulato (2004). Kinerja mesin pengupas kulit kopi kering tipe
79
Widyotomo
silinder horisontal. Pelita Perkebunan, 20, 75-96. Widyotomo, S. & Sri-Mulato (2005). Kinerja mesin sortasi biji kopi tipe meja getar. Pelita Perkebunan, 21, 55-72. Wilbaux R. (1963). Coffee Processing. Food and Agriculture Organization of United Nation. Rome. Wilson, L.; G.R. John; C.F. Mhilu; W. Yang & W. Blasiak (2010). Coffee husks gasification using high temperature air/ steam agent. Fuel Processing Technology , 91, 1330-1337. Winaryo; Usman & S. Mawardi (1995). Pengaruh komposisi bahan bakudan lama pengomposan terhadap mutu kompos. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 11, 26-32. Yusianto; S. Widyotomo & Sri-Mulato (1999). Studi pembuatan papan partikel dari kulit kopi kering. Pelita Perkebunan, 15, 188-202.
80
Zaenudin & S. Abdoellah (2003). Program pengembangan teknologi dalam rangka mendukung perkopian nasional yang tangguh. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 19, 39-44. Zainuddin, D. & T. Murtisari (1995). Penggunaan limbah agro-industri buah kopi (kulit buah kopi) dalam ransum ayam pedaging (Broiler). Pros. Pertemuan IImiah Komunikasi dan Penyaluran Hasil Penelitian. Semarang. Sub Balai Penelitian Klepu, Puslitbang Petemakan, Badan Litbang Pertanian, p. 71-78. Zuorro, A. & R. Lavecchia (2011). Spent coffee grounds as a valuable source of phenolic compounds and bioenergy. Journal of Cleaner Production, 34, 49-56. *********