LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TEMA:
PENGENTASAN KEMISKINAN (POVERTY ALLEVIATION) JUDUL PENELITIAN: PENGEMBANGAN MODEL PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN PELAKU USAHA PERIKANAN SKALA MIKRO DAN KECIL DALAM UPAYA MENINGKATKAN DAYA SAING PRODUK
TIM PENELITI: Dr. Nur Sulistyo Budi Ambarini, S.H.,M.Hum/NIDN.0023096006 Dr. Emelia Kontesa, S.H.,M.Hum/NIDN. 0001076406 Dra. Yayah Chanafiah, M.Hum/NIDN.0010086104
UNIVERSITAS BENGKULU 2014
RINGKASAN Tujuan penelitian ini untuk mendukung upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat nelayan (pesisir). Secara khusus bertujuan merumuskan model perlindungan hukum bagi perempuan pelaku usaha mikro kecil bidang perikanan. Dengan adanya perlindungan hukum akan memberi peluang bagi perempuan pelaku usaha mikro kecil perikanan untuk mengakses fasilitas dan sumber-sumber produktif untuk mengembangkan usaha. Dengan berkembangnya usaha maka akan memberikan dampak pada peningkatan pendapatan keluarga atau masyarakat, sehingga dapat mendukung upaya pengentasan kemiskinan. Penelitian ini dilakukan selama dua (2) tahun. Metode penelitian penelitian menggunakan pendekatan penelitian hukum non doktrinal dalam ranah kajian socio-legal research. Pada tahun pertama (1) : merumuskan draft naskah akademik mengenai perlindungan hukum bagi perempuan pelaku usaha mikro kecil bidang perikanan; Tahun kedua (2): melakukan uji publik draft naskah akademik, penyempurnaan dan menyusun naskah akademik sebagai muatan materi Raperda mengenai perlindungan hukum bagi perempuan usaha mikro kecil bidang perikanan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan baik melalui kajian perundangundangan maupun kajian lapangan berkaitan dengan bisnis perikanan yang melibatkan perempuan, dapat disimpulkan bahwa perempuan di wilayah pesisir di lokasi penelitian pada umumnya melakukan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dalam skala mikro dan kecil. Berdasarkan hasil kajian normatif terhadap peraturan yang berlaku, peran dan kedudukan perempuan sebagai pengolah dan pemasar hasil perikanan belum terakomodasi dalam peraturan perundangan yang berlaku. Khususnya di Propinsi Bengkulu belum ada peraturan daerah yang mengatur tentang usaha perikanan. Oleh sebab itu penelitian berupaya untuk menyusun draft naskah akademik model perlindungan hukum bagi perempuan usaha mikro kecil, yang dapat memberikan sumbangan materi bagi penyusunan peraturan perundangan dan kebijakan mengenai usaha perikanan dan perlindungan nelayan kecil/tradisional yang responsif gender dan berwawasan lingkungan. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk menyelesaikan masalah-masalah strategis bangsa baik pada level daerah maupun nasional, utamanya berkaitan dengan upaya pengentasan kemiskinan pada masyarakat pesisir.
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
7
BAB IV METODE PENELITIAN
8
BAB V HASIL YANG DICAPAI
10
BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
16
BAB VII
17
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN -. Artikel ilmiah (draft, bukti status submission) jika ada -. Produk penelitian
BAB I PENDAHULUAN Perikanan merupakan potensi sumberdaya alam yang sangat besar di Indonesia. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2011) menyebutkan luas wilayah laut Indonesia 7.7 juta km2 dengan potensi kurang lebih 6,4 juta ton ikan per tahun. Sumberdaya tersebut terdapat pada 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 1 Tahun 2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang membagi berdasarkan lokasi pendaratan ikan. Propinsi Bengkulu adalah daerah yang sebagian wilayahnya meliputi wilayah pesisir denngan garis pantai sepanjang 525 km. Wilayah perairannya termasuk dalam WPP-RI 572 yaitu
perairan
Samudera Indonesia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda. Pada WPP-RI 572 memiliki potensi yang masih under exploited untuk jenis ikan palagis besar, palagis kecil dan jenis lainnya. Berdasarkan data estimasi potensi KKP (2011) memiliki potensi 565,3 ribu ton/tahun. Perikanan adalah sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Selain sebagai sumber pangan (protein) hewani yang dibutuhkan tubuh manusia, juga merupakan bagian dari peradaban manusia sebagai cara hidup dan kebutuhan ekonomi. Pemanfaatan sumberdaya perikanan merupakan kegiatan ekonomi dan sosial budaya yang sangat penting dalam suatu daerah atau negara.
Di Indonesia, potensi sumberdaya
perikanan mempunyai peranan penting bagi pembangunan nasional baik dari aspek ekonomi, sosial, keamanan dan ekologis (Suhana, 2010: 1). Sebagaimana Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI 1945, pemanfaatan sumberdaya perikanan harus digunakan untuk mendukung terwujudnya pembangunan berkelanjutan dalam mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Secara yuridis berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UndangUndang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, menyebutkan bahwa perikanan merupakan suatu sistem bisnis perikanan yang meliputi kegiatan praproduksi, produksi, pengolahan dan pemasaran. Dalam pengertian tersebut menunjukkan perikanan merupakan kegiatan
ekonomi yang tidak terlepas dari faktor manusia sebagai subyek hukum. Sebagaimana dikatakan oleh Rohmin Dahuri, sistem bisnis perikanan didukung oleh subsistem sarana produksi yang mencakup sarana dan prasarana, finansial, Sumberdaya Manusia dan Iptek, serta hukum dan kelembagaan (Rohmin Dahuri, 2003: 13). Secara teknis, kegiatan ekonomi atau bisnis perikanan dikelompokkan dalam tiga sektor yaitu sektor primer, sekunder dan tersier. Berkaitan dengan judul penelitian, keterlibatan perempuan menempati posisi strategis. Secara umum terdapat pada sektor sekunder dan tersier yang berlangsung di darat (pesisir) yaitu sektor pengolahan dan pemasaran. Perannya sebagai pedagang pengecer, pengumpul ikan, pedagang besar maupun pengolah sangat menentukan berjalan atau tidaknya arus hasil perikanan dari produsen ke konsumen (Yohanes Widodo & Suadi, 2008: 32). Indonesia penghasil perikanan terbesar kelima dunia, tetapi nilai ekspor berada pada peringkat kesepuluh dunia karena hanya bertumpu pada peningkatan produksi. Dibanding dengan Vietnam, keberhasilan kinerja ekonomi perikanannya sangat didukung oleh 332 industri pengolahan ikan dan 100 industri pengolahan diantaranya memenuhi persyaratan pasar Uni Eropa (Suhana, 2010:24). Oleh karena itu pengembangan industri pengolahan hasil perikanan sangat penting untuk mendukung keberhasilan pembangunan perikanan nasional. Perempuan pada umumnya melakukan usaha pengolahan hasil perikanan, termasuk pada usaha skala mikro kecil dan menengah (UMKM). Dari sisi sumberdaya manusia (perempuan) maupun kelembagaan (UMKM) masih memiliki banyak kelemahan, sehingga usaha perikanan yang dilakukan perempuan belum berkembang dengan baik. Disisi lain juga merupakan sumberdaya yang cukup potensial
dikembangkan untuk
mengatasi persoalan kemiskinan dan mendukung pembangunan ekonomi nasional. Demikian halnya sumberdaya perikanan, termasuk yang ada di Propinsi Bengkulu. Secara struktural perempuan pelaku UMKM dalam melakukan kegiatan usaha umumnya masih banyak memiliki kelemahan-kelemahan. Kendala struktural tersebut diantaranya adalah faktor budaya dan kebijakan pemerintah dalam bentuk perundangundangan yang belum berpihak kepada perempuan pelaku UMKM. Dalam kaitannya
dengan pengembangan usaha, perempuan pelaku UMKM perikanan belum mendapatkan perlindungan hukum secara optimal. Meskipun berbagai peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah telah mengatur hal-hal berkaitan dengan sumberdaya perikanan dan pengembangan UMKM. Seperti ditemukan dalam penelitian terdahulu oleh peneliti (Nur SB Ambarini, 2012), bahwa Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dalam mengatur sub sektor pengolahan (Pasal 20-26), belum berpihak pada usaha skala mikro dan kecil. Orientasi pengaturannya lebih ditujukan kepada pengolah perusahaan besar. Sementara perempuan banyak terlibat dalam kegiatan ekonomi perikanan sebagai pelaku usaha pengolahan skala mikro dan kecil. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini berupaya mengkaji persoalan perlindungan hukum bagi perempuan pelaku UMKM di bidang perikanan, mengingat sebagian besar usaha perikanan yang dilakukan perempuan bersifat informal dan tidak memiliki legalitas yang secara yuridis dapat memberikan perlindungan hukum. Khususnya di Propinsi Bengkulu yang juga merupakan salah satu penyumbang produksi perikanan nasional. Wilayah Propinsi Bengkulu memiliki potensi perikanan yang cukup besar karena berbatasan dengan Samudera Indonesia yang termasuk pada WPP-RI. Walaupun demikian masyarakatnya terutama komunitas nelayan di wilayah pesisir, pada umumnya masih hidup dalam kondisi miskin (Nour Farozi Agus, 2009: 2). Untuk itu dengan penelitian ini diharapkan hasilnya akan dapat memberikan solusi dalam upaya mengentaskan kemiskinan masyarakat. Perlindungan hukum yang memadai dan optimal akan dapat memberikan keberdayaan bagi perempuan pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya di bidang perikanan. Keberhasilan usaha yang dilakukan perempuan akan memberikan pengaruh terhadap perubahan kehidupan keluarga nelayan. Dengan demikian dapat dimanfaatkan sebagai strategi untuk memberikan jalan keluar bagi persoalan-persoalan di daerah maupun pada tingkat nasional dalam upaya pengentasan kemiskinan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam dunia usaha keterlibatan perempuan cukup signifikan. Data statistik menyebutkan 60% dari 85,4 juta tenaga kerja disektor UKM adalah perempuan. Berkembangnya UKM perempuan tidak hanya berdampak pada perbaikan sosial ekonomi jutaan rumah tangga di Indonsia dan penciptaan tenaga kerja yang signifikan, tetapi juga berpotensi meningkatkan penerimaan negara (Marry Elka Pangestu, 2008). Alasan atau motivasi perempuan melakukan usaha sebagian besar adalah ingin mengurangi pengangguran atau menciptakan lapangan kerja (Jurnal Pengkajian Koperasi & UKM, 2006:45). Peningkatan UMKM perempuan berdampak positif untuk mengurangi angka kemiskinan. Namun UMKM perempuan masih banyak mengalami permasalahan karena ketidakadilan struktur maupun budaya (kbi.gemari.or.id, 24 Januari 2007). Perikanan merupakan sumber pangan (protein) yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan daerah, nasional maupun dunia.
Bidang padat karya yang dalam
pemanfaatannya menyerap tenaga kerja cukup besar, sehingga dapat berperan mengatasi persoalan pengangguran dan pengentasan kemiskinan. Isu-isu kemiskinan di Indonesia membuktikan bahwa peluang sumberdaya laut yang dimiliki tidak diimbangi dengan keberdayaan sumberdaya manusia nelayan yang memadai. Keberdayaan sumberdaya nelayan masih lemah (Nour Farozi Agus, 2009: 11). Demikian halnya di Kota Bengkulu, besarnya potensi perikanan belum memberikan kesejahteraan bagi kehidupan keluarga nelayan. Kemiskinan yang dihadapi nelayan di Kota Bengkulu disebabkan karena faktor alamiah, struktural dan kultural. Beberapa faktor struktural yang menyebabkan kemiskinan nelayan di Kota Bengkulu, menurut hasil penelitian Hajar Pramudya (2011: 155) diantaranya adalah tingkat pendidikan dan keterampilan yang masih rendah, birokrasi pemerintah yang tidak tepat dalam menentukan sasaran bantuan nelayan. Secara tradisional terdapat pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya perikanan. Laki-laki pada ranah laut untuk menangkap ikan, dan perempuan pada ranah darat untuk menangani, mengolah dan memasarkan hasil tangkapan ikan.
Keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi
perikanan mempunyai peranan penting, tidak hanya bagi kesejahteraan keluarga nelayan
tetapi juga bagi komunitas nelayan di wilayah pesisir pada umumnya. Berdasarkan konsep triple roles yang ditemukan Caroline Moser (1993), Dewayani dan Chotim (2004:25) mengatakan bahwa perempuan pesisir telah memainkan tiga peranan sekaligus untuk menangani pekerjaan domestik, produksi dan pengelolaan komunitas secara bersamaan (Kusnadi, 2009: 102). Ketiga peran tersebut menempatkan perempuan pesisir tidak hanya pada wilayah privat (domestik), tetapi juga pada wilayah publik menjalankan peran produktif untuk memperoleh penghasilan ekonomi dan ikut mengelola potensi komunitas yang berujung pada kepentingan sosial ekonomi keluarga. Seperti dikemukakan Ahmad Mulyadi, bahwa keterlibatan perempuan (istri nelayan) pada wilayah publik dalam keluarga pesisir tidak hanya bermanfaat bagi kelangsungan rumah tangga, peningkatan kapasitas diri, dan status sosial dan struktur sosial masyarakatnya, tetapi memberi kontribusi terhadap dinamika sosial-ekonomi masyarakat lokal. Karena itu kaum perempuan (istri) tidak hanya menjadi potensi sosial budaya tetapi juga sangat potensial dalam pengembangan ekonomi (Ahmad Mulyadi, 2011: 201). Di berbagai daerah di Indonesia, peran perempuan pesisir sangat penting dalam kehidupan keluarga nelayan. Seperti contohnya dalam komunitas nelayan masyarakat Mandar, perempuan dan laki-laki memiliki posisi yang sama-sama penting. Laki-laki aktif dalam mencari penghasilan di laut lepas, sedangkan perempuannya mencari penghasilan di wilayah pesisir dan daratan. Perempuan nelayan Mandar punya peran sebagai penyangga nafkah utama keluarga ketika laki-lakinya melaut. Selain sebagai pedagang ikan, mereka juga aktif dalam distribusi hasil tangkapan (Restiyati, 2005). Komunitas nelayan Mandar percaya adanya dewi laut yang menjaga laut sehari-hari. Dalam tradisi kelautan, perempuan terlibat kegiatan seperti pelepasan nelayan atau pelarungan hasil laut (Izzy ElFasha, 20...). Di Banyuwangi (Muncar), UKM (Usaha Kecil Menengah) didominasi kaum perempuan yang bergerak dalm pengolahan hasil perikanan. Selain itu juga sebagai tengkulak (pengamba) yang meminjamkan uang kepada nelayan yang akan melaut (Bachtiar Rifai, 2007: 67; Nur SB Ambarini, 2012: 391). Di Desa Percut Kabupaten Deli, perempuan tidak hanya sebagai pengolah hasil perikanan, tetapi juga melakukan penangkapan ikan di laut sebagai nelayan (Trisna Andayani, 2006). Demikian halnya di
Propinsi Bengkulu, perempuan pada umumnya melakukan pengolahan dan memasarkan ikan hasil tangkapan nelayan. Produksi perikanan nasional sebagian besar berasal dari perikanan rakyat dengan sistem tradisional (Mulyadi S, 2005:16, 27). Sub sektor pengolahan hasil perikanan banyak dikelola secara perorangan dalam industri rumah tangga (home industry) sebagai sumber mata pencaharian. Termasuk dalam skala UMKM yang tergolong tipe usaha pasif potensial dan aktif potensial (Victor P.H. Nikijuluw, 2005: 122-123). Pada sub sektor pengolahan dan pemasaran secara umum dilakukan oleh perempuan. Dalam hal ini perempuan menanggung dua peran sekaligus sebagai produsen pangan sekaligus penyedia pangan bagi keluarga. Situasi kemiskinan yang membelit memaksa perempuan bekerja lebih keras. Tidak hanya dalam hal memproduksi bahan pangannya tetapi juga mengolah, menyediakan, dan membagi pangan untuk anggota keluarga. Usaha pengolahan hasil perikanan yang banyak dilakukan perempuan mempunyai efek pengganda (multiplier effect) ke belakang maupun ke depan yang mampu mendorong pertumbuhan bidang usaha yang terkait sektor perikanan (Bachtiar Rofai, 2007: 62-65). Oleh karena itu untuk meningkatkan produksi baik kegiatan penangkapan, budidaaya dan pengolahan pasca panen perikanan, maka diperlukan mekanisme perencanaan yang komprehensif
dan
integral serta identifikasi kebutuhan secara cermat, dengan melibatkan masyrakat beserta sumberdaya lokal dan berorientasi pada upaya pemberdayaan masyarakat terutama dalam peningkatan pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan masyarakat nelayan (Jurnal
Pasir Laut, Vol. 2 No. 2, Januari 2007: 67-82). Kegiatan ekonomi perikanan merupakan hubungan kemasyarakatan yang didalamnya terdapat hubungan antar manusia dan sumberdaya alam (perikanan) untuk pemenuhan kebutuhan. Seperti dikemukakan Satjipto Rahadjo (1991, 160-161), bahwa sumberdaya adalah salah satu pendorong orang untuk berhubungan satu sama lain. Dalam sistem sosial tertentu memberikan pedoman-pedoman agar ada ketertiban dan keadilan di dalam hubungan antar manusia untuk memperoleh sumberdaya. Dalam konteks ini, maka kegiatan ekonomi perikanan dapat dikualifikasikan sebagai peristiwa atau perbuatan hukum yang didalamnya terdapat subyek hukum, hubungan-hubungan hukum, obyek hukum dan akibat hukum.
Oleh karena itu hukum mempunyai peranan penting dalam
kaitannya dengan pengaturan, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan,
termasuk untuk memberikan perlindungan hukum terhadap subyek maupun obyek hukum yang terlibat. Perempuan pelaku UMKM bidang perikanan adalah salah satu subyek hukum yang melakukan hubungan-hubungan hukum dalam kegiatan ekonomi perikanan. Hubungan hukum yang dilakukan mencerminkan adanya hak dan kewajiban sebagai subyek hukum. Hak dan kewajiban merupakan kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang sebagai subyek hukum. Hak adalah kepentingan yang dilindungi oleh hukum, dan kepentingan merupakan tuntutan seseorang atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Pada hakekatnya kepentingan mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam pelaksanaanya (Sudikno Mertokusumo, 2008: 42-43). Secara konstitusional kepentingan perempuan pelaku UMKM dalam kegiatan ekonomi perikanan dilindungi Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3)UUD Negara RI 1945. Namun dalam pelaksanaannya meskipun telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan seperti UU no. 20 tahun 2008 tentang UMKM dan UU No. 31 Tahun 2004 dan UU No. 45 tahun 2009 tentang perikanan, masih terdapat berbagai permasalahan terkait perlindungan hukum bagi perempuan pelaku UMKM di bidang perikanan. Fakta di lapangan, dilihat dari aspek hukum masih ada kesenjangan (gap) dalam kegiatan ekonomi perikanan, terutama dalam penerapan undang-undang yang berlaku. Rumusan peraturan perundang-undangan yang tidak implementable dan tidak enforceable (Sudharto P. Hadi,2002: v) menjadi salah satu penyebabnya. Hal tersebut menyebabkan peraturan yang ada belum dapat mendorong dan memberikan perlindungan bagi perempuan pelaku UMKM terutama yang terlibat pada sub sektor pengolahan ikan. Sebagai contoh beberapa kelemahan dalam undang-undang UMKM maupun perikanan: Berkaitan dengan legalitas usaha. Sebagian besar UMKM belum memiliki legalitas usaha, merupakan usaha informal yang kadang-kadang kegiatannya ilegal (Bank Dunia, 2007). Survei BPS menyebutkan 95,1 % dari jumlah unit usaha adalah UMKM yang tidak berbadan hukum. Untuk legalitas kegiatan usaha perikanan, Pasal 26 ayat (1) UU No. 31 tahun 2004 mewajibkan usaha pengolahan hasil perikanan memiliki SIUP. Faktanya dari total jumlah 60.117 UPI (Unit Pengolahan Ikan) di Indonesia, 55.909 unit tidak berbadan hukum (Dirjen P2HP-KKP, 2011). Demikian juga misalnya pendanaan UMKM yang diatur Pasal 7 ayat (1a) dan Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2008. Hal tersebut dilakukan dengan
Program perkuatan modal melalui KUR (Kredit Usaha Rakyat) berdasarkan Kebijakan INPRES No. 6 tahun 2007 tentang Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM. Program tersebut sulit diakses UMKM sektor perikanan. Jumlah kredit yang diterima sektor kelautan dan perikanan masih sangat rendah yaitu 0,28 % dari total kredit yang diluncurkan perbankan (Deddy Edward Tanjung, 2010). Pada dasarnya peran perempuan dalam kegiatan ekonomi perikanan tidak dapat diabaikan. Namun kenyataannya selain tidak terlihat dalam statistik formal pembangunan ekonomi (Sulistyowati Irianto ), pada saat ini telah terjadi peminggiran terhadap perempuan pesisir. Peran perempuan dalam pembangunan perikanan sebenarnya cukup signifikan. Perempuan memang tidak banyak terkait langsung dengan penangkapan ikan, namun terlibat dalam aspek produksi lainnya, distribusi dan konsumsi. Dan semua unsur itu adalah hubungan yang saling menguntungkan dan membutuhkan dalam pembangunan perikanan yang bertujuan untuk pengelolaan sumber daya laut. Produksi, konservasi dan distribusi sumber daya laut dan pembangunan terhadap komunitas nelayan terkait dengan pembangunan dan eksploitasi sumber daya laut. Dalam kenyataannya, perempuan sering tidak diikutsertakan dalam pembangunan perikanan dan dalam bermacam-macam keputusan pengembangannya. Peranan perempuan dalam keluarga lebih besar daripada laki-laki, terlihat selisih alokasi waktu sebesar 3,69 jam/hari. Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi sehingga perempuan harus terjun dalam kegiatan produktif untuk membantu pemenuhan kebutuhan keluarga. Pengambilan keputusan terhadap akses kontrol dalam reproduktif didominasi oleh peran perempuan. Peran perempuan juga seimbang dalam pengambilan keputusan di sektor publik. Adanya kesenjangan gender yang ada dialami oleh perempuan karena norma-norma agama, sosial dan budaya tidaklah dirasa sebagai perlakuan atau beban lebih, perempuan menerima perannya sebagai salah satu bagian dalam mewujudkan kesejahteraan keluarganya (Istiana, dkk. 2010). Penguatan posisi dan peran perempuan sebagai penyedia pangan menjadi penting dilakukan. Memberikan ruang, dan kesempatan bagi mereka untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan menjadi syarat utama. Perempuan harus ditempatkan sebagai aktor utama secara setara. Kesetaraan dan dominasi pengambilan keputusan perempuan pesisir tidak terlepas dari keterlibatan perempuan secara luas dalam kegiatan publik /ekonomi.
Perempuan pesisir yang memiliki akses terhadap kegiatan ekonomi dan berkontribusi dalam peningkatan pendapatan rumah tangga akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan
pada sektor domestik dan publik. Semakin produktif perempuan nelayan
memainkan peranan dalam kegiatan ekonomi dan semakin besar kontribusi pendapatan yang diberikan dalam menjaga keberlangsungan ekonomi rumah tangga maka akan semakin besar kesetaraan/dominasi dalam pengambilan keputusan yang diperankan perempuan nelayan. (Suratman, Akses Vol. 8 No. 1, 2011 ). Selama ini perempuan lebih sering tidak dilibatkan. Selain itu, perlu juga dibuka akses yang besar bagi perempuan. Akses tersebut antara lain akses terhadap modal, lahan dan sarana pertanian. Terbukanya akses ini sangat memungkinkan perempuan keluar dari situasi seperti saat ini. Berdayanya perempuan tidak hanya memungkinkan berkurangnya keluarga miskin tetapi juga menjamin ketahanan pangan nasional. 85% waktu perempuan nelayan digunakan dalam kegiatan memproduksi, mengolah, dan mendistribusi produk perikanan. “Berdasarkan temuan KIARA, perempuan nelayan merupakan subjek sekaligus aktor yang berperan mengatasi dampak sosial ekonomi. Perlindungan
hukum
dimaksudkan
pertama-tama
adalah
dalam
upaya
memberikan kesempatan mengakses fasilitas dan sumber-sumber daya produktif bagi UMKM untuk mengembangkan usaha. Sebagaimana Teguh Sulistia (2008: 22), perlindungan adalah memberi kesempatan usaha kecil memperoleh bantuan keuangan berupa kredit perbankan, pendidikan dan pelatihan, informasi bisnis, teknologi dan lokasi usaha, dan sebagainya. Perlindungan hukum yang diberikan adalah dalam konteks agar pelaku UMKM dapat mengakses sumber daya untuk dapat mengembangkan usaha dan meningkatkan taraf kehidupan yang layak. Sebagaimana pernyataan Philipus M Hadjon bahwa prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi rakyat (di Indonesia) adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip negara hukum yang berdasarkan Pancasila.
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mendukung upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat nelayan (pesisir). Untuk mencapai hal tersebut penelitian dilakukan selama dua tahun dengan tujuan khusus sebagai berikut: Pada Tahun Ke I (Pertama): a. Identifikasi dan evaluasi potensi sumberdaya manusia (perempuan pelaku UMKM perikanan), sumberdaya perikanan dan kearifan lokal dalam kegiatan perikanan di propinsi Bengkulu; b. Review peraturan perundangan yang berlaku dalam kegiatan bisnis perikanan pada tingkat nasional maupun daerah Propinsi Bengkulu;. c. Penyusunan draft hasil identifikasi dan evaluasi potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya perikanan berdasarkan kearifan lokal maupun peraturan perundangan yang berlaku; d. Deseminasi dan refleksi draft hasil identifikasi dan evaluasi kepada stakeholders secara terbatas; e. Penyusunan draft naskah akademik “Model Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Pelaku Usaha Mikro Kecil Bidang Perikanan di Propinsi Bengkulu”. Pada Tahun Ke II (Kedua): a. Uji publik draft naskah akademik kepada stakeholders dalam skala yang lebih luas; b. Evaluasi draft naskah akademik berdasarkan hasil uji publik; c. Penyempurnaan draft naskah akademik “Model Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Pelaku Usaha Mikro Kecil Bidang Perikanan di Propinsi Bengkulu”.
MANFAAT PENELITIAN
Penelitian mengenai perlindungan hukum bagi perempuan pelaku UMKM perikanan ini mempunyai urgensi tidak hanya bagi perempuan pelaku UMKM perikanan tetapi juga bagi kepentingan nelayan pada umumnya. Luaran hasil penelitian ini secara substansi
disusun dalam bentuk naskah akademik yang diharapkan dapat bermanfaat
untuk: a.
memberikan sumbangan bagi penyusunan draft Raperda tentang Usaha Perikanan yang responsif gender dan berwawasan lingkungan di tingkat daerah Propinsi Bengkulu.
b.
Secara nasional hasil penelitian ini juga akan memberikan sumbangan materi bagi penyusunan peraturan perundang-undangan mengenai Perlindungan Nelayan Kecil. Dengan adanya Peraturan Daerah tentang Usaha Perikanan dan Undang-Undang Perlindungan Nelayan Kecil/Tradisional yang responsif gender dan berwawasan lingkungan, pada akhirnya akan memberikan solusi bagi persoalan-persoalan strategis pada tingkat daerah maupun nasional berkaitan dengan pengentasan kemiskinan.
BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 2 (dua) tahun (2014-2015). Pendekatan penelitian menggunakan penelitian hukum non doktrinal (ranah kajian sociolegal research) karena merupakan kajian terhadap hukum dengan menggunakan pendekatan ilmu hukum dan ilmu sosial. Pendekatan ilmu hukum dilakukan dengan studi tekstual, pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan dan kebijakan terkait dengan bidang perikanan, untuk dapat menjelaskan makna dan implikasinya terhadap subyek hukum yaitu perempuan sebagai pelaku UMKM perikanan. Pendekatan sosial untuk mengkaji faktor-faktor eksternal di luar hukum (sosial, ekonomi, dan budaya), untuk mengetahu perilaku orang atau masyarakat berkaitan dengan topik penelitian. Lokasi penelitian di wilayah pesisir Propinsi Bengkulu yang meliputi: 1.
Kota Bengkulu, Kecamatan Kampung Melayu (Kelurahan Sumber Jaya);
2.
Kabupaten Bengkulu Tengah, Kecamatan Pondok Kelapa (Desa Pekik Nyaring dan Desa Pondok Kelapa);
3.
Kabupaten Bengkulu Utara, Kecamatan
4.
Kabupaten Muko-Muko, Kecamatan
Lokasi tersebut dipilih dengan beberapa pertimbangan
merupakan kabupaten yang
memiliki wilayah pesisir, hasil produksi perikanan cukup signifikan, terdapat sarana dan prasarana yang mendukung aktivitas bisnis perikanan. Populasi dan sampel atau subyek penelitian adalah masyarakat pesisir utamanya perempuan pelaku UMKM perikanan. Data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data tersebut diperoleh dari sumber-sumber, sebagai berikut: a.
Data primer, diperoleh melalui penelitian lapangan yang bersumber dari keterangan dan informmasi stakeholders yang terkait dengan aktivitas perempuan pelaku UMKM Perikanan. Informasi atau keterangan tersebut antara lain mengenai potensi, situasi, kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta norma-norma hukum dan budaya, kelembagaan masyarakat terkait dengan aktivitas usaha perikanan.
b.
Data sekunder adalah bahan-bahan hukum maupun non hukum yang diperoleh dengan studi atau penelusuran pustaka yang bersumber dari internet, perpustakaan, bukubuku dan tulisan-tulisan hukum koleksi pribadi, dokumen atau laporan institusi resmi, hasil penelitian, jurnal hukum dan sebagainya. Pengumpulan data dilakukan sesuai dengan jenis data dengan cara antara lain:
a.
Observasi atau pengamatan, dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai kondisi riil hal-hal yang terjadi di lapangan seperti di TPI, tempat pengolahan ikan, lingkungan sekitar dan sebagainya yang berkaitan dengan usaha perikanan. Pengamatan secara langsung ke lapangan untuk melihat perilaku dan kegiatan yang dilakukan perempuan di TPI, di tempat pengolahan ikan (rumah, tempat pengeringan) dan sebagainya.
b.
Wawancara mendalam (indepth interview), dilakukan terhadap informan kunci antara lain ketua kelompok pengolah perempuan, pengolah perempuan maupun laki-laki, ketua koperasi, petugas dan pejabat Dinas Kelautan dan Perikanan, tokoh masyarakat dan pejabat pemerintahan di lokasi penelitian. Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali informasi yang dibutuhkan dari pihak-pihak yang terkait dan mengetahui secara langsung kegiatan yang dilakukan perempuan di bidang usaha perikanan.
c.
Studi pustaka, dilakukan dengan penelusuran internet maupun membaca sumbersumber bahan hukum (primer, sekunder dan tersier) dan bahan-bahan non hukum yang berkaitan topik penelitian. Selanjutnya dilakukan review terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan usaha perikanan baik di tingkat nasional maupun daerah (provinsi bengkulu). Demikian juga terhadap bahan-bahan non hukum yang dapat merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi berlakunya peraturan hukum pada masyarakat. Pengecekan dan Validasi data, menggunakan teknik pengecekan keabsahan
ketekunan pengamatan dan triangulasi. Tehnik pengecekan ketekunan pengamatan untuk mengetahui unsur-unsur yang relevan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Metode triangulasi sumber dengan membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda.
Analisis Data dan interpretasi dilaksanakan terus menerus secara simultan sejak awal sampai akhir penelitian. Analisis dengan menggunakan model interaktif (flow model of analysis) dengan langkah-langkah: reduksi data, penyajian data, pengambilan kesimpulan dan verifikasi (Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992), yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Pengumpulan Data a. Data Primer b. Data sekunder c. Bahan hukum ( primer, sekunder, tersier) d. Bahan non hukum
Reduksi Data a.. Memilih, menyederhanakan, pengabstrakan dan transformasi data/informasi. b. Identifikasi satuan (unit) data c. Kategorisasi d-.Sintesisasi
Penyajian Data -. Deskriptif-Naratif -. Matrik -. Bagan/gambar
Penarikan Kesimpulan dan verifikasi: -. Jawaban Permasalahan -. Rekomendasi
BAB V HASIL YANG DICAPAI Pada tahap awal pelaksanaan penelitian dilakukan dengan pengumpulan data sekunder yang berkaitan dengan topik penelitian. Hasil yang telah dicapai pada tahap ini adalah bahan hukum primer dan sekunder serta bahan non hukum, yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Bahan Hukum Primer dan Sekunder Bahan hukum primer dan sekunder yang diinventarisasi dalam penelitian ini adalah peraturan perundangan berkaitan dengan sumberdaya perikanan dan perempuan pelaku usaha mikro kecil. Bahan hukum primer maupun sekunder merupakan sumber data untuk menganalisis persoalan yang dikaji dari aspek substansi hukum yang diatur dalam berbagai peraturan perundangan berkaitan dengan permasalahan antara lain: 1) Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 Pasal 27 ayat (2); Pasal 33 ayat (3,4) ; Pasal 27 ayat (2) UUD Negara RI 1945, memberikan jaminan atau hak kepada setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang layak. Untuk mendapatkan pekerjaan ataupun melakukan usaha, negara menjamin setiap warga negara dapat memanfaatkan sumberdaya alam sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI 1945, yang menyebutkan bahwa bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam didalamnya dikuasai dan da.............sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan melalui berbagai usaha atau kegiatan ekonomi, yang harus didasarkan pada prinsip-prinsip perekonomian nasional, termasuk prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sebagaimana disebutkan pada Pasal 33 ayat (4) UUD Negara RI 1945. 2) Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; Perikanan sebagaimana diatur pada Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2004 dan UU No. 45 Tahun 2009, merupakan rangkaian kegiatan bisnis yang meliputi kegiatan pra produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran.
Dari rangkaian kegiatan tersebut terdapat tiga (3) bidang kegiatan yang masingmasing merupakan suatu sistem yang berbeda dan berdiri sendiri, tetapi memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain. Demikian pula pelaku masingmasing kegiatan tersebut, pada umumnya dilakukan oleh subyek hukum yang berbeda baik orang ataupun badan hukum (perusahaan). Pelaku usaha/kegiatan perikanan pada masing-masing bidang dalam Undang-Undang Perikanan disebutkan pada beberapa pasal antara lain: a.
Bidang produksi dan praproduksi secara teknis merupakan sektor primer yang meliputi kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan. Pasal 1 butir (5): “Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya; Kegiatan penangkapan dilakukan oleh nelayan yang dalam Undang-Undang Perikanan disebutkan terdiri dari ‘nelayan’ dan ‘nelayan kecil’. Pasal 1 butir (10) menyebutkan: Nelayan adalah orang yang matapencahariannya melakukan penangkapan ikan; Pasal 1 butir (11), nelayan kecil adalah orang yang matapencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selanjutnya pembudidayaan ikan diatur pada Pasal 1 butir (6) yang menyebutkan Pembudidayaan ikan adalah kegiatan dalam hal ini adalah kegiatan memelihara, membesarkan, dan/atau membiakan ikan, serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani,
mengolah,
dan/atau
mengawetkannya;
Pelaku
kegiatan
pembudidayaan ikan disebutkan sebagai ‘pembudi daya ikan’ dan ‘pembudi daya-ikan kecil’. Pembudi daya ikan pada Pasal 1 butir (12) adalah orang yang matapencahariannya melakukan pembudidayaan ikan, sedangkan ‘pembudi daya-ikan
kecil’
pada
Pasal
1
butir
(13)
adalah
orang
yang
matapencahariannya melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
b.
Bidang pengolahan dalam rangkaian kegiatan perikanan adalah sektor sekunder yaitu kegiatan pasca panen untuk memberikan nilai tambah pada sumberdaya ikan sebagai bahan pangan produk olahan. Hal tersebut diatur pada Pasal 20 ayat (1), yang pada penjelasanya menyebutkan bahwa yang dimaksud ‘pengolahan ikan’ adalah rangkaian kegiatan dan/atau perlakuan dari bahan ikan sampai menjadi produk akhir untuk dikonsumsi manusia. Selain itu pasal tersebut juga
menyebutkan bahwa proses pengolahan ikan dan produk
perikanan wajib memenuhi persyarakatan kelayakan pengolahan ikan, sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. Lebih lanjut kegiatan pengolahan ikan diatur pada Pasal 20 – 26 UU No. 31 Tahun 2004 dan UU No. 45 tahun 2009. Pasal-pasal tersebut menetapkan kaidah-kaidah mengenai jaminan mutu dan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses pengolahan ikan antara lain: a.
Pasal 20 ayat (1) menentukan bahwa proses pengolahan ikan dan produk perikanan wajib memenuhi persyaratan kelayakan pengolahan ikan, sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan.
b.
Pasal 20 ayat (3) menyebutkan setiap orang yang melakukan penanganan dan pengolahan ikan wajib memenuhi dan menerapkan persyaratan kelayakan pengolahan perikanan ikan, sistem jaminan mutu, dan keamanan hasil perikanan.
c.
Pasal 20 ayat (6): ikan hasil penangkapan dan/atau pembudidayaan harus memenuhi standar mutu dan keamanan hasil perikanan;
d.
Pasal 20 ayat (7), produk hasil pengolahan perikanan harus memenuhi persyaratan dan/atau standar mutu, keamanan hasil perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b;
e.
Pasal 23 ayat (1), setiap orang dilarang menggunakan bahan baku, bahan tambahan makanan, bahan penolong dan/atau alat yang membahayakan kesehatan manusia dan/atau lingkungan dalam penanganan dan pengolahan ikan;
f.
Pasal 26 ayat (1), setiap orang yang melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan,
pengangkutan,
pengolahan,
dan pemasaran di
wilayah
pengelolaan perikanan (WPP) Republik Indonesia wajib memiliki SIUP; ayat (2) menyebutkan kewajiban memiliki SIUP sebagaimana ayat (1) tidak berlaku bagi nelayan kecil dan/atau pembudi daya-ikan kecil. Undang-Undang Perikanan No. 31 tahun 2004 maupun UU No. 45 Tahun 2009 tidak mengatur subyek hukum atau orang (pelaku) yang melakukan proses pengolahan ikan yaitu “pengolah” sebagaimana halnya ‘nelayan’ (Pasal 1 angka 10 dan 11) dan ‘pembudidaya ikan’ (Pasal 1 angka 12 dan 13) yang menjadi sebagai subyek hukum atau pelaku kegiatan produksi baik penangkapan ikan maupun budidaya ikan. Berkaitan dengan kegiatan pengolahan hasil perikanan di Indonesia pada umumnya diusahakan atau dilakukan oleh perempuan dan berlangsung di wilayah pesisir atau ranah daratan.
topik penelitian ini, pelaku usaha perempuan di bidang
perikanan pada umumnya ada di ranah kegiatan pengolahan dan pemasaran. Dalam konteks pengolahan hasil perikanan di Indonesia pada umumnya dilakukan oleh perempuan di wilayah daratan (pesisir). 3) Undang-Undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 1 butir (1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 menyebutkan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang dipergunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Mengacu pada pengertian tersebut, perikanan adalah salah satu sumber hayati yang menjadi bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan manusia. Dalam hal ini sumberdaya perikanan mempunyai peranan penting untuk mendukung ketahanan pangan nasional, sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 butir (4) Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Sumberdaya ikan sebagai bahan pangan dapat dikonsumsi dalam bentuk pangan segar maupun olahan. Pangan segar yaitu pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan (Pasal 1 butir 18). Sedangkan pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan (Pasal 1 butir 19). Secara umum bahan pangan ikan disediakan atau diproduksi oleh nelayan dan/atau petani ikan, termasuk perempuan nelayan untuk memproduksi atau mengusahakan pengolahan, pemasaran bahan pangan olahan ikan seperti ikan kering/asin, pindang, ikan asap, dan sebagainya. Berkaitan dengan produksi pangan, Pasal 1 butir (6) menyebutkan Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengubah bentuk pangan. Dalam memproduksi dan memperdagangkan pangan diwajibkan untuk memenuhi standar keamanan pangan dan mutu pangan sebagaimana diatur Pasal 86 ayat (2). Demikian pula untuk memproduksi dan memperdagangkan pangan olahan tertentu wajib menerapkan tata cara pengolahan pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan Gizi bahan baku pangan yang digunakan (Pasal 64 ayat 1). Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda
lainyang
dapat
mengganggu,
merugikan,
dan
membahayakan
kesehatanmanusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi (Pasal 1 butir 5). Sedangkan Mutu Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan Gizi Pangan. Lebih lanjut Pasal 86 ayat (2) menyebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan wajib memenuhi standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan. Demikian pula Pasal 89 menyebutkan bahwa setiap orang dilarang memperdagangkan Pangan yang tidak sesuai dengan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan yang tercantum dalam label Kemasan Pangan.
4) Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM merupakan dasar hukum pengembangan UMKM. Sebagaimana pengertian UMKM yang disebutkan pada Pasal 1 butir (1,2,3) dan kriteria UMKM pada Pasal 6, merupakan usaha yang perlu diberdayakan untuk mendukung perekonomian nasional. Pemberdayaan tersebut dilakukan dalam bentuk penumbuhan iklim usaha dan pengembangan usaha seperti dinyatakan pada Pasal 1 butir (8). Lebih lanjut Pasal 1 butir (10) menyebutkan pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat, untuk memberdayakan usaha mikro, Kecil dan Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing UMKM. Berkaitan dengan fokus penelitian ini, sesuai dengan pengertian dan kriteria pada Pasal 1 dan 6 Undang-Undang No. 20 tahun 2008, usaha perikanan yang dilakukan perempuan termasuk dalam skala UMKM. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan untuk dapat meningkatkan kemampuan dan daya saing produknya. Pengembangan tersebut dapat dilakukan dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumberdaya manusia, desain dan teknologi, sebagaimana disebutkan Pasal 16 ayat (1). 5) Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.05/Men/2008 Tentang Usaha Perikanan 6) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Per. 18/Men/2006 tentang Skala Usaha Pengolahan Hasil Perikanan Berkaitan dengan usaha pengolahan hasil perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Per. 18/Men/2006 ini membedakan dalam beberapa skala usaha sesuai dengan kriteria UMKM. Pembedaan tersebut didasarkan pada parameter, antara lain: omset, asset, jumlah tenaga kerja, status hukum dan perizinan, penerapan teknologi dan teknis serta manajerial. Parameter tersebut diberi bobot, indikator, skala dan nilai kumulatif.
7) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 06 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau kegiatan Pengolahan hasil Perikanan 8) Kesepakatan Bersama Antara Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 06/MEN/KB/III/2011-Nomor 12 tahun 2011 tentang Peningkatan Efektivitas Pengarusutamaan Gender di Bidang Kelautan dan Perikanan 9) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 12/PERMEN-KP/2014 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya ikan, dan Petambak Garam Rakyat yang terkena Bencana Alam. 10) Instruksi Presiden No.15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan 2.
Bahan Non Hukum Bahan non hukum yang dimaksudkan dalam hal ini adalah data sekunder mengenai hal-hal yang berkaitan dengan potensi daerah, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan perikanan di Provinsi Bengkulu. Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber melalui penelusuran pustaka maupun studi dokumentasi dari berbagai institusi terkait topik penelitian. Hasil dari studi pustaka tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Propinsi Bengkulu Secara administrasi, sebelumnya Provinsi Bengkulu adalah wilayah Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan. Kemudian dibentuk sebagai provinsi sendiri berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2828). Sejak tahun 2008 berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Bengkulu Tengah, secara administrasi Provinsi Bengkulu, terdiri dari 9 (Sembilan) Kabupaten dan 1(satu) Kota, dan 121 Kecamatan. Tabel. 1: Jumlah Kabupaten, Kecamatan, dan Desa/Kelurahan Provinsi Bengkulu
NO
KABUPATEN/KOTA
IBUKOTA
KECAMATAN
DESA/ KELURAHAN
1
Bengkulu Selatan
Manna
11
159
2
Rejang Lebong
Curup
15
156
3
Bengkulu Utara
Arga Makmur
14
224
4
Kaur
Bintuhan
15
196
5
Seluma
Tais
14
200
6
Mukomuko
Mukomuko
15
151
7
Lebong
Tubei
13
110
8
Kepahiang
Kepahiang
8
110
9
Bengkulu Tengah
Karang Tinggi
10
134
10
Kota Bengkulu
Kota Bengkulu
8
67
123
1507
Jumlah
Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, BDA Provinsi Bengkulu 2011
Provinsi Bengkulu terletak di pantai barat Pulau Sumatera pada garis lintang 2°16´ - 3°31’ LS dan garis bujur 101°1´ - 103°41’ BT. Secara administratif berbatasan dengan wilayah-wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara dengan Provinsi Sumatera Barat;Sebelah Selatan dengan Samudera Hindia dan Provinsi Lampung; Sebelah Timur dengan Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan; Sebelah Barat dengan Samudera Hindia. Luas wilayahProvinsi Bengkulu mencapai ± 34.724,69 Km² dengan luas daratan ± 19.795,15 Km² dan luas perairan (laut) mencapai ± 14.929. 54 Km² (Bakorsutanal, 2010). Terletak di pantai barat Pulau Sumatera memanjang sejajar dengan panjang garis pantai yang mencapai ±525 km yang seluruhnya terletak di bagian barat Provinsi Bengkulu. Selain itu, Provinsi Bengkulu memiliki beberapa pulau kecil baik yang berpenghuni seperti P. Enggano, serta
pulau-pulau yang tidak berpenghuni seperti P. Mega dan pulau-pulau kecil lainnya. Tabel.2 :Luas Wilayah Provinsi Bengkulu BerdasarkanKabupaten/Kota No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Kabupaten/Kota Bengkulu Selatan Rajang Lebong Bengkulu Utara Kaur Seluma Mukomuko Lebong Kepahiang Bengkulu Tengah Kota Bengkulu Jumlah
Ibukota Manna Curup Argamakmur Bintuhan Tais Mukomuko MuaraAman Kapahiang KarangTinggi Bengkulu
Luas Area (Km2) 1.185,70 1.515,76 4.424,60 2.363,00 2.400,44 4.036,70 1.929,24 664,80 1,123,94 144,52 19.788,70
Gambar .1. Peta Administratif Provinsi Bengkulu
Sumber: RKPD Provinsi Bengkulu tahun 2013
Provinsi Bengkulu memiliki potensi yang cukup besar pada sub sektor perikanan, terutama perikanan laut. Letak wilayah yang sebagian besar menghadap ke Samudera Hindia dengan panjang pantai mencapai 525 km, menyebabkan Provinsi Bengkulu memiliki luas Laut Teritorial sebesar 53.000 km2 dan luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE jarak 12 - 200 mil laut dari pantai) mencapai 685.000 km2. Di bidang kelautan dan perikanan, menurut data Departemen Kelautan dan Perikanan, Provinsi Bengkulu memiliki potensi sebesar 145.334 ton dengan hasil 39.203,3 ton, sedangkan untuk potensi perikanan darat, telah dimanfaatkan meski juga belum optimal. Data yang ada menunjukan hasil tangkapan tahun 2006 menghasilkan 145.334 ton ikan. Dengan sumber daya yang ada, maka potensi ikan demersal di wilayah Provinsi Bengkulu mencapai 27.000 ton per tahun, pelagis sebanyak 86.000 ton per tahun, tuna sebanyak 8600 ton per tahun, cakalang mencapai 13.000 ton, ikan karang sebanyak 1.250 ton, tenggiri 4.000 ton, tongkol 3.800 ton, lobster 320 ton, udang karang 2200 ton dan cumi-cumi sebanyak 169 ton per tahun. Penangkapan ikan di Bengkulu saat ini dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan kapal dan alat tangkap sederhana, dan jumlahnnya pun relatif sedikit. Kerena itu, Bengkulu masih terbuka lebar bagi pengusaha yang ingin berinvestasi di bidang penangkapan ikan. Dengan keterbatasan kapal dan alat tangkap itu, para nelayan tidak dapat melakukan eksploitasi potensi ikan secara maksimal terutama pada kawasan ZEE, berjarak 200 mil dari pantai. Potensi perikanan ZEE laut Bengkulu hingga kini berlum tergarap, padahal dalam kawasan itulah potensi terbesar berada. Nelayan hanya dapat melakukan penangkapan paling jauh hingga 4 mil karena itu hasil yang diperoleh pun masih minim. Potensi ikan terbesar berada di kawasan ZEE yang berjarak 200 mil dari pantai.
Dengan wilayah daratan maupun lautan tersebut, Provinsi Bengkulu memiliki potensi kelautan dan perikanan cukup besar baik perikanan laut (tangkap) maupun perikanan budidaya. Tabel. 3 : Luas Wilayah Perikanan Tangkap & Perikanan Budidaya No. A 1 2 B
Usaha Perikanan
Luas Produksi Areal (Ton) (Ha) 12.335,2 42.404 12.335,2 41.847,5 0 557,3 5.893,5 12.726,91
581.287.600 574.931.840 6.355.760 192.406.732
Rumah Tangga Nelayan 11.220 8.039 3.181 5.572
456 3.467
38.497.214 116.944.938
68 3.845
34.740.635 1.625.625
1.479 76
598.320
104
773.694.332
16.792
1 2
PENANGKAPAN Perikanan Laut Perairan Umum BUDIDAYA PERIKANAN Tambak Kolam
3 4
Sawah Keramba
692 1.275
5
Jaring apung
3.50
898,14 8.796, 05 2.860,40
Nilai (000Rp)
130,05 JUMLAH
42,27 18.227.7 55.131, 71
Sumber: Provinsi Bengkulu Dalam Angka, 2009. Wilayah laut yang meliputi laut teritorial seluas 53.000 km2, dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan batas jarak 12-200 mil laut dari pantai seluas 685.000 km2. Potensi lestari perikanan tangkap diperkirakan 126.217 ton/tahun, potensi sumberdaya perikanan laut yang telah dimanfaatkan pada areal 0 – 200 mil laut dan 0-12 mil laut, dengan armada tangkap yang ada potensi tersebut baru dimanfaatkan sebesar 33,90 %.
Sedangkan 188 mil laut
belum dimanfaatkan. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu, potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JBT) perikanan tangkap sebesar 119.805 ton/tahun menurut jenis ikan digambarkan sebagai berikut :
Tabel.4 : Potensi dan Jumlah tangkapan Yang Diperbolehkan (JBT), Sumber daya Perikanan Tangkap Menurut Jenis Ikan di Provinsi Bengkulu
No.
Jenis Ikan
Potensi/( ton/tahu n)
1 2 3 4 5
Tuna Besar (Thunus Spp) Cakalang (Katsuanus Sp) Tongkol (Euthynus Spp) Tenggiri (Scomobe aomoaus Spp) Setuhuk Makaira Spp) Pedang (Xiphias Sp) Layaran (Istiaphorus Sp) Cucut (Carcharias Sp) Pelagis Kecil ikan yang hidup dipermukaan perairan) Demersal (ikan yang hidup didasar perairan) Udang Penaide (Peneus Sp) Lobster (Panulirus Sp) Cumi-cumi (Loligo Sp) Ikan Karang
8.600 13.000 3.800 4.000 3.400
Jumlah boleh tangkap (JTB) ton/tahun 6.880 10.400 3.040 3.192 2.720
85.970
68.775
27.000 2.200 320 169 1.245
21.600 1.760 256 186 996
6 7 8 9 10 11
Sumber : Laporan Tahunan DKP Provinsi Bengkulu Tahun 2011
Jenis ikan tuna dan cakalang merupakan komoditas unggulan sebagai program utama dalam mewujudkan industrialisasi perikanan di Provinsi Bengkulu. Selain beberapa jenis komoditi perikanan yang dieksploitasi belum dimanfaatkan secara optimal walaupun memiliki nilai ekonomis tinggi seperti moluska, dan crustacae. Potensi ini juga ditunjang oleh island fishery walaupun secara kuantitas lebih kecil dibanding perikanan tangkap, namun cukup memberikan kontribusi yang baik dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan ikan. Potensi, tingkat pemanfaatan dan peluang pengembangan usaha perikanan tangkap di Provinsi Bengkulu sebagai berikut :
Tabel. 5 : Potensi, Tingkat Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Provinsi Bengkulu Jenis Kegiatan Perikanan Laut Perairan Umum Sumber :
Luas Potensi
Luas Potensi Lestari
(0-200 Mil)
Tingkat Pemanfaatan (Ton (%) 12.335,2Km² 41.847,5(33,26%)
6.330 ha
36.330 ha
557,03 (3,07%)
Peluang (Ton (%)) 84.369,5 (66,84%) 17,592,97 (96,93%)
Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Bengkulu
Dari potensi perikanan tangkap yang cukup besar di atas, hanya sebagian yang telah dimanfaatkan. Pada usaha perikanan budidaya atau pembudidayaan ikan di Provinsi Bengkulu didominasi oleh pembudidaya tradisional dengan 3 strata skala aplikasi tehnologi : tradisional (60%), semi intensif (32%), intensif (8%), kegiatan budidaya tersebar di 9 Kabupaten/Kota dengan segmen kegiatan pembenihan dan pembesaran. Usaha perikanan budidaya cukup potensial jika dilihat dari ketersediaan lahan budidaya, seperti lahan tambak. Potensi, tingkat pemanfaatan dan peluang pengembangan usaha perikanan budidaya di Provinsi Bengkulu sebagai berikut : Tabel. 6 : Produksi Benih, Budidaya Perikanan Darat menurut Kabupaten/ Kota di Bengkulu (Ton) Tahun 2009 – 2011 Kabupaten/
2009
2010
2011
Kota (Ekor x 1000) (ekor x 1000) (ekor x 1000) Bengkulu Selatan 18.825 34.657 62.452 Rejang Lebong 14.625 18525 13.731 Bengkulu Utara 40.057 40.193 17.087 Kaur 5.600 4.068 4.936 Seluma 7.880 5.540 9.807 Muko-Muko 10.933 5.460 20.941 Lebong 9.225 10.237 517.756 Kepahiang 18.284 18.489 2.107 Bengkulu Tengah 500 616 1.689 Kota Bengkulu 6.950 7.880 291.639 Sumber : Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Bengkulu
Usaha perikanan yang dikembangkan masyarakat digambarkan sebagai berikut : Tabel. 7 : Banyaknya Produksi Perikanan Laut Menurut Kabupaten/ Kota dan Jenis Alat Tangkap di Bengkulu (unit) Tahun 2011 Kabupaten/Kota
Pukat Pukat Pukat Jaring Udang Kantong Cincin Insang Bengkulu Selatan 0 0 0 530 Rejang Lebong 0 0 0 0 Bengkulu Utara 0 2.100 0 1.018 Kaur 0 0 0 696 Seluma 0 0 0 838 Muko-Muko 0 4.650 0 3.957 Lebong 0 0 0 0 Kepahiang 0 0 0 0 Bengkulu Tengah 0 400 0 733 Kota Bengkulu 0 6.737 0 8.708 Sumber : Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Bengkulu
Jaring Angkat 125 0 0 55 6 0 0 0 0 0
Tabel. 8 : Banyaknya Produksi Perikanan Laut Menurut Kabupaten/ Kota dan Jenis Alat Tangkap di Bengkulu (unit) Tahun 2011. Kabupaten/ Kota
Pancing
Perangkap
Alat Pengumpul Karang
Alat Pengumpul Rumput Laut
Bengkulu Selatan 501 35 0 0 Rejang Lebong 0 0 0 0 Bengkulu Utara 1.227 750 0 0 Kaur 475 10 1 7 Seluma 171 75 0 0 Muko-Muko 1.168 0 0 0 Lebong 0 0 0 0 Kepahiang 0 0 0 0 Bengkulu Tengah 83 25 0 0 Kota Bengkulu 3.999 0 1.576 8.708 Sumber : Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Bengkulu
Lainnya (jala, tombak dll) 0 0 0 9 15 0 0 0 1 0
Tabel. 9 : Banyaknya Produksi Perikanan Umum Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Alat Tangkap di Bengkulu (unit) Tahun 2011
Kabupaten/ Kota
Jaring Jaring Pancing Perangkap Insang Angkat Bengkulu Selatan 6 2 7 4 Rejang Lebong 8 4 11 7 Bengkulu Utara 29 6 30 25 Kaur 44 13 42 25 Seluma 54 1 56 44 Muko-Muko 30 2 22 18 Lebong 84 11 22 14 Kepahiang 47 12 24 48 Bengkulu Tengah 21 19 12 25 Kota Bengkulu 26 0 12 14 Sumber : Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Bengkulu
Lainnya 4 4 16 16 18 10 17 12 15 6
Tabel. 10 : Banyaknya Perahu/Kapal Penangkap Ikan Laut Menurut Kabupaten/ Kota dan Jenis Alat Tangkap di Bengkulu (unit) Tahun 2011 Kabupaten/ Kota
Perahu Tak Motor Tempel Bermotor Bengkulu Selatan 6 96 Rejang Lebong 8 0 Bengkulu Utara 73 390 Kaur 616 520 Seluma 107 77 Muko-Muko 50 232 Lebong 0 0 Kepahiang 0 0 Bengkulu Tengah 37 74 Kota Bengkulu 195 38 Sumber : Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Bengkulu
Kapal Motor 0 0 51 616 107 193 0 0 0 487
Potensi perikanan tangkap dan perikanan budidaya serta potensi budidaya rumput laut mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan di Provinsi Bengkulu. Hal tersebut dimungkinkan karena didukung juga tersedianya potensi luas lahan dan pangsa pasar, baik pasar lokal, regional, nasional maupun internasional. . b.
Kota Bengkulu Kota Bengkulu merupakan ibu Kota Provinsi yang secara geografis terletak di pesisir barat Pulau Sumatra, berhadapan dengan Samudara Indonesia pada koordinat 30o 45’ – 30o59’ Lintang selatan dan 102o 14’ – 102o 22’ Bujur Timur. Luas wilayah Kota Bengkulu 14.452 Km2 dan Panjang Pantai 17,6 Km2 dengan Luas
Perairan Laut 12.6720 M. Berdasarkan Luas wilayah Kota Bengkulu 14.452 Km2 dengan batas wilayah sebagai berikut 1.
Sebelah Utara Berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Tengah
2.
Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kabupaten Seluma
3.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Tengah
4.
Sebelah Barat berbatasan dengan Samudara Indonesia
Tabel 11. Luas Wilayah Kota Bengkulu berdasarkan ketinggian Tempat Tingkat Luas Kecamatan (Ha) Ketinggian Tempat Selebar Kampung Gading Ratu Ratu Teluk Sungai Muara Melayu Cempaka Samban Agung Segara Serut Bangkahulu (%) & Singaran Pati
Jumlah Ha
%
0-10
2.357
3.149
1.001
449
823
187
334
1.069 10.248 70,92
10-25
2.027
-
283
214
35
129
1.009
1.327
25-50
-
-
-
-
-
-
-
-
427
2,91
50-100
-
-
-
-
-
-
-
-
97
0,61
Jumlah
4.384
3.149
1.580
713
858
316
1.353
2.396 14.452
100
3.686 25,57
Sumber : BPN Kota Bengkulu
Secara Topografi wilayah Kota Bengkulu memiliki relif tanah bergelombang, terdiri dari daratan pantai, bukit-bukit kecil dan sebagian rawa serta cekungan-cekungan yang membentuk alur-alur kecil. Kota Bengkulu mencangkup 9 kecamatan dan 68 Kelurahan, dari jumlah kelurahan tersebut sebanyak 22 Kelurahan, merupakan kelurahan pesisir.
Secara demografi pada tahun 2011 jumlah penduduk Kota Bengkulu 308.544 jiwa, dengan jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Gading Cempaka sebesar 78.767 jiwa dan jumlah terkecil terdapat pada Kecamatan Sungai Serut yaitu sebesar 21.981 jiwa. Rasio jenis kelamin di Kota Bengkulu pada tahun
2011 sebesar 101. Rasio tersebut mengartikan bahwa dari setiap 100 penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki – laki. Tabel.12 : Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin menurut Kecamatan di Kota Bengkulu Tahun 2010 Penduduk Rasio Jenis Kelamin Laki - laki Perempuan Jumlah 1. Selebar 23.504 22.707 46.211 103,51 2. Kampung Melayu 14.519 13.853 28.372 104,81 3. Gading Cempaka 39.468 39.299 78.767 100,43 4. Ratu Agung 24.742 24.513 49.255 100,93 5. Ratu Samban 12.149 12.475 24.624 97,39 6. Teluk Segara 11.714 12.284 23.998 95,36 7. Sungai Serut 11.023 10.958 21.981 100,59 8. Muara Bangkahulu 18.169 17.167 35.336 105,84 Kota Bengkulu 155.288 153.256 308.544 101,33 Sumber : BPS Kota Bengkulu Dalam Angka, 2011 No.
Kecamatan
Tabel. 13
: Perkembangan Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Bengkulu Tahun 2008 - 2012
TAHUN
2012
2011
2010
2009
2008
Jumlah Pria (jiwa)
160.293
159.735
155.288
138.473 134.129
Jumlah Wanita (jiwa)
158.805
153.589
153.256
140.358 140.348
Total (jiwa)
319.098
313.324
308.544
278.831 274.477
Pertumbuhan Penduduk (%)
-
-
-
2
2
Kepadatan Penduduk (jiwa/Km²)
-
-
-
-
-
Sumber: BPS Provinsi Bengkulu Dalam Angka 2013
Penduduk Kota Bengkulu heterogen terdiri dari berbagai suku namun sebagian besar penduduk adalah suku Melayu Bengkulu yang merupakan penduduk asli Kota Bengkulu, suku Minang, Jawa, dan beberapa suku asli Bengkulu (Serawai, Lembak, Rejang), Batak dan China. Sebagian besar penduduk di wilayah pesisir bermatapencaharian sebagai nelayan dan bekerja di bidang yang terkait dengan kenelayanan seperti berdagang, pengolah hasil laut, buruh (nelayan/harian), tukang, dan juga bertani/berkebun. Secara geografis Kota Bengkulu terletak di pantai Barat Pulau Sumatera, yang menempatkan wilayah ini pada posisi sebagai daerah pesisir yang memiliki potensi kelautan dan perikanan cukup besar. Laut territorial Kota Bengkulu (0-12 Mil) mengandung potensi ikan 46,145 ton/tahun. Sedangkan laut ZEE (12-200 Mil) mengandung potensi lestari sumberdaya ikan sebesar 80.072 ton/per tahun. Potensi perikanan tangkap meliputi berbagai jenis ikan, mulai dari ikan palagis besar, kecil maupun demesal dan biota laut lainnya.. Selain itu juga potensi perikanan budidaya ikan air tawar dan payau. Potensi sumberdaya alam yang dihasilkan adalah perikanan tangkap (ikan dan kepiting); perikanan budidaya; pertanian (padi, sayuran); peternakan; perkebunan (kelapa). Total jumlah nelayan 3756 umumnya adalah nelayan tradisional yang melaut secara berkelompok (3-5 orang) maupun sendiri dengan menggunakan pukat atau sampan milik sendiri maupun milik seorang juragan. Lamanya melaut tergantung dari peralatan yang digunakan dan cuaca atau kondisi laut. Bagi nelayan yang berkelompok pembagian hasil tangkapan biasanya dibagi rata tergantung hasil tangkapan sesuai dengan hitungan yang ditentukan pemilik kapal. Hasil tersebut sebagian dikonsumsi untuk keluarga dan untuk di pasarkan dengan sistem niaga di jual langsung ikan segar di TPI, atau disetor kepada juragan kapal/ tauke atau di bawa langsung ke pasar tanpa diolah lebih dahulu. Dalam kehidupan sehari-hari, pesisir/pantai dan laut merupakan pusat kegiatan bagi masyarakat di lokasi penelitian.
Laut merupakan tempat sumber
penghidupan untuk memperoleh penghasilan sebagai nelayan yang sehari-sehari
melaut mencari ikan. Sementara di pesisir terutama di pusat-pusat pendaratan ikan merupakan pusat kegiatan berkumpulnya nelayan, juragan pemilik kapal, tauke/cingkau ikan, pedagang, buruh dan sebagainya. Pada waktu-waktu tertentu di tempat ini terjadi kegiatan ekonomi yaitu berbagai transaksi seperti penyerahan dan pembagian hasil laut dari nelayan kepada juragan pemilik kapal maupun antar nelayan (anggota kelompok nelayan), jual beli atau lelang
hasil laut,
dan
sebagainya. Jenis hasil tangkapan antara lain jenis pelagis besar, pelagis kecil, demersial, dan biota laut lain sekitar 108 jenis biota ikan maupun laut. Produk hasil perikanan dalam bentuk segar memasuki pasar ekspor, regional maupun lokal. Komoditi ekspor antara lain: tuna, cakalang, bawal, kerapu, udang putih, lobster, kakap, udang windu dan teripang. Sedangkan komoditi lokal dan regional antara lain: tenggiri, tongkol, cucut, udang dogol, cumi-cumi, gurita, layur dan lain-lain. Perkembangan perikanan laut di Kota Bengkulu dapat dilihat dari perkembangan jumlah armada penangkapan ikan, jenis alat tangkap dan produksi hasil perikanan yang tersaji dalam tabel berikut: Tabel.14. Perkembangan Armada Penangkapan Ikan JENIS
2006
2007
2008
2009
2010
2011
PTM
139
136
116
108
108
255
KM : < 5 GT
223
227
265
271
402
210
KM : 5-10 GT
66
69
74
79
95
157
KM : 10-30 GT
64
64
65
65
49
81
KM : 30-50 GT
15
17
20
20
5
25
KM : > 50 GT
14
14
15
17
17
25
JUMLAH
521
527
555
560
676
753
ALAT
Tabel.15. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Ikan di Kota Bengkulu Tahun 20062011 JENIS ALAT TANGKAP
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Trammel Net
64
67
72
72
72
83
Gill Net
115
118
149
156
228
540
Pancing Tetap
41
43
71
73
73
73
Pancing Tonda
32
36
36
39
39
39
Pancing Lainnya
267
271
273
275
275
275
Pukat Tepi
12
15
15
17
17
17
Pukat Dogol
71
73
73
102
102
102
Pukat Payang
92
95
99
75
35
35
Pukat Cincin
10
17
20
20
40
40
Pukat Lainnya
15
16
18
16
36
36
JUMLAH
681
706
752
771
917
1240
Tabel. 16 : Perkembangan Produksi Perikanan di Kota Bengkulu TON/TAHUN TAHUN 2006
2007
2008
2009
2010
2011
Perikanan Budidaya
1.615,50
1.795,10
1.994,55
2.288,15
2.754,4
2.876,99
Perikanan Tangkap
17.800,10
17.990.00 18.555,85
24.001,00
25.536,9
26.153,6
Produk Olahan
5.010.00
5.310,90
6.589,20
7.752,00
29.030,59
5.901,00
Sumber : Kota Bengkulu Dalam Angka 2012
Pada tahun 2011 total produksi hasil perikanan sebesar 29001,5 ton yaitu 36,22 % dari potensi lestarinya. Rata-rata 68 % dari total hasil perikanan merupakan komoditas perikanan bernilai ekonomis yang tinggi dan sekitar 90% dipasarkan dalam bentuk segar sebagai komoditi ekspor. Sementara itu sisanya 32% ikan bernilai non ekonomis dipasarkan lokal maupun regional dalam bentuk segar maupun olahan. Tata niaga hasil laut terutama perikanan tangkap dimulai di tempat pendaratan ikan (TPI/PPI) yang sudah ada di Kelurahan Kandang, Pondok Besi (kelurahan Malabero) dan Kelurahan Pasar Bengkulu.
Hasil laut di jual/lelang
langsung dalam bentuk segar kepada para cingkau/pedagang yang akan langsung mendistribusikan kepada pedagang di pasar-pasar lokal atau pedagang keliling bahkan langsung kepada konsumen. Aktivitas di tempat ini pada umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki dan sebagian kaum perempuan (pedagang ikan). Produk pengolahan ikan di Kota Bengkulu sebagian besar adalah pengeringan atau ikan asin dan hanya sebagian kecil diolah dalam bentuk jenis lain, seperti di dalam tabel berikut: Tabel 17: Jenis Pengolahan Ikan di Kota Bengkulu No. 1 2. 3. 4. 5
Jenis Pengolahan Ikan /UPI
Jumlah Pangsa Pasar (Unit) Ikan kering/asin 86 Lokal, Luar daerah Abon ikan 1 Lokal/Pesanan Terasi 2 Lokal/Pesanan Kerupuk 1 Lokal Bakso dan Nugget 4 Lokal Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bengkulu, 2009
Pengolahan ikan asin terutama terdapat di kelurahan
Sumber Jaya
Kecamatan Kampung Melayu merupakan sentra pengolahan terbesar di Kota Bengkulu, yang terletak dekat Pelabuhan Pulau Baai tidak jauh dari dermaga pendaratan kapal dan tempat pendaratan ikan (TPI). Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan informan Ibu Fatmawati dan Ibu Rosita (masing-masing Ketua Kelompok Pengolah) di Sentra pengolahan
Sumber Jaya,
terdapat 10 kelompok Pengolah Ikan Kering/Asin yang masing-
masing kelompok terdiri dari 10 orang pengolah yang seluruhnya adalah perempuan. Pada umumnya ikan yang diolah adalah ikan jenis komoditi non ekonomis seperti ikan lidah-lidah, ikan batu, ikan beledang (layu), ikan tamban, dencis kecil, dan lainlain. Bahan baku tersebut diperoleh dari nelayan yang mendaratkan perahu di sekitar tempat tinggalnya di kelurahan Sumber Jaya dan/atau di TPI P. Baai. Nelayan tersebut rata-rata adalah para suami/anak laki-laki dari pengolah yang memiliki perahu/kapal motor sendiri ataupun yang bekerja (buruh) pada perahu milik orang lain. Perolehan bahan baku biasanya diambil dahulu dari nelayan dengan cara pembayaran di belakang setelah ikan kering/asin terjual. Pada umumnya pengolah hanya memiliki modal kecil atau bahkan tidak memiliki modal, sehingga cara perolehan bahan baku tersebut sangat membantu dalam melakukan usaha. Untuk menambah modal, sebagaian pengolah meminjam kepada pemodal atau koperasi keliling menurut istilah setempat (rentenir) dengan bunga yang cukup besar (20%). Hanya sebagian kecil pengolah yang menjadi anggota Koperasi Bina Masyarakat Bengkulu, yang sejak awal (tahun 2002) adalah pemanfaat Program PEMP dari Dinas Kelautan dan Perikanan. Menurut Pengurus Koperasi Bina Masyarakat Bengkulu, pemanfaat Program PEMP yang terus berkelanjutan menjadi anggota Koperasi sampai saat ini, disebabkan sistem ‘jemput bola’ yang dilakukan dalam menjalankan usaha simpan pinjam Koperasi. Selain itu bantuan modal yang dapat diakses pengolah pada saat ini adalah dari Program PNPM Mandiri dan Program Dana Satu Desa Satu Milyar yang dikelola LKM Pemerintah Desa/Kelurahan Sumber Jaya yang baru berjalan satu (1) periode. Sampai dengan penelitian ini dilakukan, belum ada pengolah yang memanfaatkan kredit Bank, karena dalam praktik Program KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang disediakan untuk pelaku UMKM sulit untuk diakses oleh perempuan pelaku usaha di bidang perikanan. Berkaitan dengan program Perbankan telah diterbitkan Pola Pembiayaan UMKM Usaha Pengolahan Ikan Kering di Kota Bengkulu yang disusun oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu (2013).
Pola pembiayaan tersebut disusun berdasarkan hasil penelitian Bank
Indonesia yang bekerjasama dengan Laboratorium Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu pada tahun 2012. c.
Kabupaten Bengkulu Tengah Secara geografis Kabupaten Bengkulu Tengah terletak diantara koordinat
102° 11’ 24”-102° 37’ 12” Bujur Timur dan 3° 28’ 48”-3° 51’ 36” Lintang Selatan. Secara administrasi, wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah merupakan bagian dari wilayah Provinsi Bengkulu yang beribukota Kecamatan Karang Tinggi. Batas-batas Kabupaten Bengkulu Tengah adalah: Sebelah Utara
: Kecamatan Air Napal,
Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara, dan Kecamatan Curup Kabupaten Rejang Lebong; Sebelah Timur: Kecamatan Ujan Mas, Kepahiyang, dan Seberang Musi Kabupaten Kepahiang; Sebelah Selatan: Kecamatan Sukaraja Kabupaten Selumau; dan Sebelah Barat: Kecamatan Selebar, Sungai Serut, Muara Bangkahulu Kota Bengkulu dan Teluk Pering Samudera Indonesia. Kabupaten Bengkulu Tengah memiliki luas wilayah berdasarkan data dan informasi geografis (GIS/Geografis Information System) seluas 122.394 hektar, yang meliputi 10 (sepuluh) Kecamatan, 142 (seratus Empat puluh dua) desa, dan 1 (satu) kelurahan. Luas Wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah per Kecamatan, dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 18: Luas Wilayah Kecamatan No.
Kecamatan
Luas
Persentase
(km2)
(%)
1.
Karang Tinggi
137,47
11,23
2.
Talang Empat
93,62
7,65
3.
Pondok Kelapa
165,20
13,50
4.
Pematang Tiga
129,64
10,59
5.
Pagar Jati
188,57
15,41
6.
Taba Penanjung
148,38
12,12
7.
Pondok Kubang
92
7,52
8.
Bang Haji
70,71
5,78
9.
Merigi Kelindang
98,42
8,04
10.
Merigi Sakti
99,93
8,16
Total
1.223,94
100,00
Sumber : Bengkulu Tengah Dalam Angka, 2012 Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten
Bengkulu
Tengah pada tahun 2012, memiliki jumlah penduduk 111.84i jiwa, terdiri laki-laki 57.506 laki-laki dan 54.355 perempuan. Jumlah penduduk tersebut tersebar di seluruh kecamatan, yang dapat diuraikan sebagai berikut: Tabel 19: Jumlah Penduduk Per Kecamatan NO.
KECAMATAN
1
Karang Tinggi
7.003
6.676
13.709
2
Talang Empat
7.872
7.347
15219
3
Pondok Kelapa
14.692
13.910
28.662
4
Pematang Tiga
3.539
3.388
6.297
5
Pagar Jati
3.649
3.550
7.199
6
Taba Penanjung
5.960
5.636
11.596
7
Pondok Kubang
4.657
4.296
8.953
8
Bang Haji
3.227
3.047
6.274
9
Merigi Kelindang
3.491
3.328
6.819
10
Merigi Sakti
3.386
3.157
6.543
57.506
54.335
111.841
Jumlah
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
Sumber: Dukcapil Kabupaten Bengkulu Tengah, 2012 Penduduk Kabupaten Bengkulu Tengah terdiri dari penduduk asli yaitu Suku Rejang, Suku Lembak, pendatang yaitu Jawa, Batak, Sunda dan lainnya. Suku Rejang umumnya berada di Kecamatan Taba Penanjung, Karang Tinggi, Pagar Jati dan Pematang Tiga. Suku Lembak di Kecamatan Talang Empat, Karang Tinggi dan Pondok Kelapa. Potensi sumberdaya alam di kabupaten Bengkulu Tengah sangat potensial dikembangkan,
antara
lain
lahan
pertanian,
perkebunan,
kehutanan
dan
pertambangan. Selain itu secara geografis memiliki potensi yang besar untuk pengembangan perikanan baik perikanan budidaya maupun perikanan tangkap. Hal tersebut karena di wilayah ini terdapat banyak daerah aliran sungai (DAS) yang potensial dan jalur garis pantai sepanjang ± 38 Km2 dengan luas laut 2.052 Km2. Potensi perikanan tangkap terutama terdapat di Desa Pasar Pedati, Desa Pekik Nyaring dan Desa Pondok Kelapa, dengan jenis komoditi diantaranya adalah Ikan Tuna, Cakalang, Tongkol dan Udang. Walaupun demikian potensi perikanan yang ada bila dibandingkan dengan produktivitas nelayan yang baru, mencapai 39,78%, maka sesungguhnya secara riil masih banyak potensi perikanan yang belum termanfaatkan. Tabel. 20 : Luas Area Perikanan Per-Kecamatan di Kabupaten Bengkulu Tengah
No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Talang Empat Karang Tinggi Taba Penanjung Merigi Kelindang Pagar Jati Merigi Sakti Pondok Kelapa Pondok Kubang Pematang Tiga Bang Haji
Kolam
Perikanan Tambak Sawah Produk Luas Produk Luas Produk 6.07 0.31 0.62 0 0 0 73.5 1.4 0 0 154.93 0.59 79.54 0 0 0 0.49 3.56 0 0 0 0.97 1.97 0 0 0 1.32 1.2 0 0 59.23 1.19 2.28 157 314 0 0.32 0.46 0 0 0 0.87 1.25 0 0 0 0.24 1.14 0 0
Tebat Tehnis
Luas Produk Luas 49.81 79.93 1 47.59 72.42 3.2 38.73 52.27 2 41.23 32.17 0 45.18 69.18 0 28.42 34.56 0 43.83 83.41 10 48.24 34.56 0 33.14 47.91 0 42.54 36.12 0
Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kab. Bengkulu Tengah Th. 2009 d. Kabupaten Bengkulu Utara Kabupaten Bengkulu Utara dibentuk berdasarkan Undang– Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupatenkabupaten dalam Lingkungan Daerah propinsi Sumatera Selatan (lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1091). Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1976 Tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkulu Utara (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091). Secara geografis, Kabupaten Bengkulu Utara terletak pada 2015’ - 40 LS dan 102032’ - 1020 8’ BT. Kabupaten Bengkulu Utara memiliki luas wilayah sebesar 4.424,60 km2, yang terbagi menjadi 12 wilayah kecamatan. Batas administrasi Kabupaten Bengkulu Utara adalah : Sebelah utara berbatan dengan Kabupaten Mukomuko; Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu; Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jambi, Kabupaten Lebong, dan Kabupaten Kepahiang; Sebelah barta berbatasan dengan Samudera Indonesia. Tabel. 21: Luas Wilayah Kabupaten Bengkulu Utara per Kecamatan No.
Kecamatan
Luas(km2)
1
Enggano
400,60
2
Kerkap
162,41
3
Air Napal
123,32
4
Air Besi
139,17
5
Arga Makmur
100,00
6
Lais
335,51
7
Batik Nau
326,11
8
Giri Mulya
89,03
9
Padang Jaya
178,35
10
Ketahun
496,59
11
Napal Putih
960,09
12
Putri Hijau
1.113,42
Kabupaten Bengkulu Utara
4.424,60
Sumber : BPS Kabupaten Bengkulu Utara Dalam Angka 2011 Wilayah laut Kabupaten Bengkulu Utara dengan panjang pantai 262,63 Km, terdapat 40 desa pesisir dan jumlah nelayan 2.436 orang, memiliki potensi perikanan kurang lebih 13.060,30 ton. Selain juga terdapat sumberdaya alam hayati yang dapat diperbaruhi (renewable resources) seperti ; ikan, udang, moluska, kepiting, rumput laut, hutan mangrove, karang, padang lamun, penyu dan biota lainnya. Potensi sumberdaya pesisir dan laut yang tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena sarana dan prasarana yag belum memadai. Untuk pengembangan perikanan, Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkulu Utara menetapkan 4 (empat) kawasan pengembangan perikanan laut, yaitu: 1.
Kawasan
pertama
adalah
Desa
Pasar
sebelat,
merupakan
pusat
pengembangan ekonomi wilayah pesisir paling utara. Di kawasan ini telah dibangun perumahan nelayan TPI, Balai nelayan, alat tangkap ikan (perahu atau motor tempel), pondok wisata , jalan produksi masuk ke TPI, rumah pengasapan ikan dan penataan pinggir pantai, yang terdapat dalam 1 komplek. 2.
Kawasan kedua adalah Desa Pasar Ketahun kecamatan Ketahun yang berada di areal Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Kawasan ini merupakan pusat pengembangan ekonomi wilayah pesisir bagian tengah, yang berdekatan dengan lokasi Kota Terpadu Mandiri (KTM) Lais, Giri Mulya
dan Ketahun (LAGITA). Terdapat Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dengan berbagai prasarana antara lain Kantor PPI, TPI, Pabrik Es, Rumah Nelayan, gedung pos pengawas, Pom Bensin Mini dan armada kapal motor. 3.
Kawasan ketiga di Desa Palik kecamatan Air Napal, merupakan pusat pengembangan ekonomi wilayah pesisir bagian paling selatan. Di kawasan ini aktivitas nelayannya paling potensial dibanding dengan kawasan lain. Kawasan ini telah ditetapkan sebagai sentra Minapolitan perikanan tangkap, telah dibangun Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan gedung Pos Pengawas dan bronjong pengaman daratan dari abrasi sungai. Juga telah tersedia armada kapal penangkapan (kapal motor ukuran 5-10 GT).
4.
Kawasam keempat adalah Desa Kahyapu kecamatan Enggano, yang menjadi pusat pengembangan ekonomi wilayah pesisir kepulauan. Terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pabrik es mini, armada penangkapan (kapal motor ukuran 5 GT). Selain perikanan tangkap wilayah Kabupaten Bengkulu Utara memiliki
potensi perikanan air tawar terbesar di Provinsi Bengkulu, dengan produksi 40% dari total produksi ikan air tawar Provinsi Bengkulu. Sentra perikanan air tawar berada di kecamatan Padang Jaya yang telah ditetapkan sebagai Mina Politan perikanan air tawar. Usaha budidaya perikanan air tawar di kawasan ini didukung dengan adanya Balai Benih Ikan (BBI), Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBT) di Marga Sakti, dan Kolam Air Deras (KAD) Pagar Ruyung, sebagai berikut: Tabel. 22 : Pengembangan Budidaya Perikanan Air Tawar No .
Nama BBI
1.
BBI Lubuk Durian
2.
BBI Kemumu
3.
BBI Arga Makmur
Lokasi Lubuk Durian, Kec. Kerkap Talang Congok, Kec. Arga Makmur Gn. Alam, Kec. Arga
Luas areal (Ha)
Tahun Pembangunan
1,0
1957
0,5
1968
1,0
1976
4. 5. 7.
BBI Marga Sakti I BBI Marga Sakti II BBI Marga Sakti III BPBAT
8.
BBI Sebelat
6.
9.
BBI Pagar Mas
e.
Makmur Kec. Padang Jaya Kec. Padang Jaya
0,8 1,0
1977 1986
Kec. Padang Jaya
0,5
1986
Kec. Padang Jaya Kota Bani, Kec. Putri Hijau Kuro Tidur, Kec. Arga Makmur
8,0
1995
0,2
1985
3,5
2004
Kabupaten Muko-Muko Secara geografis Kabupaten Mukomuko terletak pada 101001’15,1” –
101051’29,6” Bujur Timur dan pada 02016’32,0” – 03007’46,0” Lintang Selatan dengan luas wilayah 403.670 Ha, dan luas wilayah laut 72.760 ha atau 727,60 km2 (dihitung sejauh 4 mil dari garis pantai). Kabupaten Mukomuko terletak di pantai barat Sumatera dan membujur sejajar Bukit Barisan. Batas-batas wilayah adalah: (a) Sebelah Utara
berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan, Propinsi Sumatera
barat; (b) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin Propinsi Jambi; (c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara; (d) Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas Kabupaten Muko-Muko dapat digambarkan pada tabel berikut: Tabel. 23 :Luas Wilayah Kabupaten MukoMuko per Kecamatan No.
Kecamatan
Luas(km2)
(%)
1
Ipuh
198,11
4,91
2
Air Rami
292,99
23,90
3
Malin Deman
964,60
7,26
4
Ponduk Suguh
219,98
5,45
5
Sungai Rumbai
511,30
12,67
6
Teramang Jaya
285,72
7,08
7
Teras Terunjam
144,36
3,58
8
Penarik
296,64
7,35
9
Selagan Raya
339,00
8,40
10
Kota Mukomuko
227,00
5,62
11
Air Dikit
91,00
2,25
12
XIV Koto
77,00
1,91
13
Lubuk Pinang
92,71
2,30
14
Air Manjunto
127,29
3,15
15
V Koto
169,00
4,19
Kabupaten Mukomuko
4.046,70
100,00
Sumber : BPS Kabupaten Mukomuko Dalam Angka 2011. Keadaan topografi di wilayah Kabupaten Mukomuko didominasi oleh kawasan landai sampai berbukit-bukit, sedikit sekali yang bergunung-gunung. Berdasarkan ketinggian tempat diatas permukaan laut, maka wilayah kabupaten Mukomuko mempunyai ketinggian dibawah 500 meter diatas permukaan laut sekitar 83,12%, dan hanya sekitar 16,88% yang memiliki ketinggian di atas 500 meter diatas permukaan laut. Berdasarkan kelerengannya, Kabupaten Mukomuko didominasi oleh kawasan yang mempunyai kelerengan antara 0 – 5% dengan luas 133.637 ha, diikuti kawasan yang mempunyai kelerengan antara 8 – 15% dengan luas 71.431,41 ha, diikuti kawasan yang mempunyai kelerengan antara 25-45% dengan luas 68.465,63 ha, dan selanjutnya kawasan yang mempunyai kelerengan paling kecil yaitu kelerengan 45% dengan luas 15.675,95 ha. Terdapat banyak sungai yang mempunyai arti penting bagi masyarakat sebagai sumber air (kebutuhan domestik dan pengairan), perikanan (sebagai campuran air untuk tambak udang), pemeliharaan hidrologi rawa dan lahan basah, dan sebagai sarana transportasi nelayan yang berada lebih dalam dari pesisir, serta tempat berlabuh kapal atau perahu nelayan. Kabupaten
Mukomuko memiliki 16 buah sungai utama dengan 45 buah cabang sungainya. Sungai-sungai besar tersebut semuanya mengalir kearah Barat Daya dan bermuara di Samudera Hindia. Penggunaan lahan di Kabupaten Mukomuko masih banyak yang belum diusahakan yaitu sebesar 231.242,41 ha atau 57,25% dari luah wilayah Kabupaten Mukomuko yang meliputi hutan belukar, hutan lebat, hutan sejenis, semak dan lainlain. Lahan yang telah diusahakan sebesar 144.961,32 ha atau 35,91% meliputi perkebunan besar swasta, perkebunan rakyat, persawahan dan tegalan/ladang. Tabel. 24: Penggunaan Lahan di Kabupaten Mukomuko No
Jenis Penggunaan Perkampungan Perkebunan Persawahan Tegalan Hutan Lain – lain
2 3 4 5 6
Luas ( Ha )
(%)
5.207,3 149.923,0 18.044,0 9.486,2 184.396,5 36.612,9
1,29 37,14 4,47 2,35 45,68 9,07
Jumlah 403.670 Sumber: BPN Provinsi Bengkulu (2006)
100
Sektor pertanian mencakup lima sub sektor, yaitu Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan, dan Perikanan. Sektor ini merupakan sektor utama pendukung pembangunan di Kabupaten Mukomuko, dimana sumbangannya terhadap PDRB sebesar 51,49 %. Kontribusi yang besar ini karena didukung oleh sekitar 78 persen penduduk kabupaten ini bergerak disektor tersebut. Secara spesifik pada sub sektor perikanan yang meliputi perikanan darat dan perikanan laut. Pada Tahun 2009 produksi perikanan darat mencapai 386 ton. Tabel .25: Jumlah Rumah Tangga Pembudidaya ikan dan nelayan menurut kecamatan di Kabupaten Mukomuko tahun 2008 No. 1.
Kecamatan Ipuh
Rumah Tangga Pembudidaya Ikan
Rumah Tangga Nelayan
105
320
2.
Air Rami
374
466
3.
Malin Deman
-
-
4.
Pondok Suguh
13
-
5.
Sungai Rumbai
-
-
6.
Teramang Jaya
-
980
7.
Teras Terunjam
62
-
8.
Penarik
267
-
9.
Selagan Raya
51
-
10.
Kota Mukomuko
22
800
11.
Air Dikit
-
20
12.
XIV Koto
105
-
13.
Lubuk Pinang
107
-
14.
Air Manjunto
186
-
15.
V Koto
20
-
1.312
2.586
Jumlah Sumber: Mukomuko dalam angka (2009)
Tabel . 26: Luas kolam dan produksi perikanan darat menurut kecamatan di Kabupaten Mukomuko No.
Kecamatan
Luas Kolam (m2)*)
Produksi (ton)**)
1.
Ipuh
13.020
33
2.
Air Rami
247.731
70
3.
Malin Deman
-
1
4.
Pondok Suguh
12.400
4
5.
Sungai Rumbai
-
1
6.
Teramang Jaya
-
2
7.
Teras Terunjam
8.850
4
8.
Penarik
394.641
80
9.
Selagan Raya
7.515
10
10.
Kota Mukomuko
2.600
9
11.
Air Dikit
-
2
12.
XIV Koto
44.723
20
13.
Lubuk Pinang
44.794
40
14.
Air Manjunto
150.984
70
15.
V Koto
18.750
40
Jumlah
946.008
386
Sumber : *) Mukomuko Dalam Angka (2009); **) Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Mukomuko (2009) Tabel. 27: Jumlah armada perikanan, alat tangkap dan produksi perikanan laut menurut kecamatan di Kabupaten Mukomuko tahun 2008 Armada Perikanan No
Kecamatan
1.
Alat Tangkap Payang Gillne Pancing t
Produksi (Ton)
KM
MT
PTM
Ipuh
-
18
24
20
25
53
822,06
2.
Air Rami
-
12
25
25
25
60
855,06
3.
Teramang Jaya
157
70
25
186
220
280
1.710,00
4.
Kota Mukomuko
-
152
110
200
195
230
1.623,00
Jumlah
157
252
184
431
465
623
5.010,12
Sumber: Mukomuko dalam angka (2009) Keterangan: KM : kapal motor, MT : perahu motor tempel, PTM: perahu tanpa motor
Kawasan Kecamatan Air Rami dan Kecamatan Teramang Raya memiliki keunggulan dibandingkan kawasan kecamatan-kecamatan lain, sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan dalam kawasan Minapolitan. Keunggulan tersebut adalah sebagai berikut: a. Kawasan minapolitan Air Rami dipusatkan di Desa Marga Mulya, dimana kawasan tersebut memiliki potensi lahan yang luas untuk pengembangan budidaya perikanan air tawar. Selain itu masyarakat di Desa Marga Mulya merupakan masyarakat transmigrasi yang sudah mempunyai budaya yang kuat dalam membudidayakan ikan air tawar. b. Kawasan Minopolitan Teramang Jaya dipusatkan di Desa Pasar Bantal, dimana kawasan tersebut memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai untuk pengembangan perikanan tangkap. Desa Pasar Bantal telah memiliki fasilitas PPI terbesar di Kabupaten Mukomuko, memiliki jumlah nelayan terbanyak dengan armada kapal motor terbanyak di Kabupaten Mukomuko, dan aksesbilitas yang relatif mudah sehingga memudahkan dalam mobilitas barang dan jasa.
BAB. VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahap pertama (tahun 2014) disusun draft Naskah Akademik “Perlindungan Hukum Usaha Perikanan”, yang responsif jender. Draft Naskah Akademik tersebut disusun dan diperuntukan sebagai acuan penyusunan Peraturan Daerah mengenai Usaha Perikanan di Provinsi Bengkulu. Oleh sebab itu penelitian tahap berikutnya (tahun II/2015) direncanakan kegiatan penelitian dalam rangka: 1.
Uji Publik Draft Naskah Akademik “Perlindungan Hukum Usaha Perikanan”, kepada stakeholders yang lebih luas (Penelitian lanjutan Tahap /Tahun II)
2.
Penyempurnaan Naskah Akademik “Perlindungan Hukum Usaha Perikanan”
Rencana kegiatan tahap berikutnya (tahun ke II) lebih lanjut disusun dalam Usulan Penelitian Tahun II (terlampir).
BAB. VII. KESIMPULAN DAN SARAN a.
Kesimpulan Dari hasil kajian peraturan perundang-undangan yang berlaku dan penelitian
lapangan melalui pengamatan dan wawancara kepada perempuan pelaku usaha perikanan di lokasi peneltian dapat disimpulkan bahwa aktivitas perempuan sebagai pelaku usaha UMKM di bidang perikanan belum memperoleh pengakuan secara formal dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan, seperti Undang-Undang Perikanan, Undang-Undang tentang Pangan dan sebagainya baik secara nasional maupun pada tingkat daerah. Pada tingkat daerah khususnya di Provinsi Bengkulu, belum ada peraturan daerah tentang usaha perikanan, kecuali yang mengatur tentang perijinan dan retribusi. Pada umumnya perempuan pelaku usaha perikanan di Provinsi Bengkulu bergerak di sektor pengolahan khususnya pengolahan ikan kering (asin) dan pemasaran ikan kering maupun dalam bentuk segar. Upaya-upaya yang dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum kepada perempuan pelaku usaha perikanan, baru pada tahap pemberian bantuan yang sifatnya merupakan program pemerintah sesuai dengan target kegiatan institusi yang bersangkutan. Belum ada upaya-upaya yang bersifat pendampingan secara kontinyu yang dapat memberikan daya kemampuan dalam mengembangan usaha secara mandiri; Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pemberdayaan dan perlindungan hukum bagi perempuan pelaku usaha perikanan. Upaya-upaya tersebut pertama-tama secara normatif perlu dilakukan evaluasi dan menyusun model perlindungan hukum dengan menyusun naskah akademik peraturan perundang-undangan yang responsif gender di tingkat daerah khususnya di Provinsi Bengkulu (Peraturan Daerah tentang Usaha Perikanan). b. Saran Selain secara formal dalam bentuk peraturan perundang-undangan (Peraturan Daerah), untuk memberikan perlindungan hukum kepada perempuan pelaku UMKM perikanan, perlu adanya komitmen pihak berwenang (Pemerintah). Selain pembinaan perlu dilakukan pendampingan secara berkesinambungan untuk memberikan penguatan kelembagaan UMKM perikanan.
DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad, 2004, Bakti, Bandung.
Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya
Adji Samekto, 2008, Justice Not For All, Kritik terhadap Hukum Modern dalam Persfektif Studi Hukum Kritis, Yogyakarta: Genta Press, Cet.1. Ahmad Mulyadi, 2011, Perempuan Madura Pesisir Meretas Budaya Mode Produksi Patriakhat”, Jurnal ‘Karsa’,Vol. 19, No. 2, 2011 Astrid Ekadiningsih, 2005, “Peran Wanita Dalam Peningkatan Pendapatan Keluarga Nelayan Di Desa Tasikagung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang Jawa Tengah”, Semarang: Fakultas Teknik-UNDIP, Tugas Akhir TKP-481. Emelia Kontesa; Nur SB Ambarini, 2005, Pemberdayaan Peran dan Kedudukan Sosial Ekonomi Perempuan Nelayan Dalam Pengembangan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut di Kota Bengkulu, Bengkulu: Laporan Penelitian Program SKW-UNIB, 2005 -----------------; Nur SB Ambarini, 2007, Revitalisasi Sistem Regulasi Penyaluran Kredit Mikro Mitra Mina (M3) Kepada Perempuan Nelayan sebagai Pelaku Usaha Kecil/Mikro yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, Bengkulu: Laporan Penelitian Program Hibah Bersaing-UNIB. Hajar G Pramudyasmono, dkk, 2011, “Perilaku Masyarakat Miskin di Kota Bengkulu dan Model Pengentasan Kemiskinan Berbasis Nilai Sosial dan Budaya Lokal,” Surabaya: Jurnal Ilmiah Unair, Vol. 24, No. 2 Tahun 2011. Johanes Widodo & Suadi,2008, Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, cet.2. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM No. 1 Tahun I- 2006 Jurnal Pasir Laut, Vol. 2 No. 2, Januari 2007: 67-82, diakses dari www.pdffactory.com, 12 Maret 2013, jam 20.10. Lexy Moleong, 1996, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya Marry Elka Pangestu, ViVaNews, 22 Desember 2008.
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, Jakarta:UI Press.
Mulyadi, 2005, Ekonomi Kelautan, Jakarta: PT RajaGrafindo, ed. 1-1
Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung: Tarsito, Cet.2 Nour Farozi Agus, Keberdayaan dan Strategi Pelaksanaan Penyuluhan Masyarakat Nelayan Kota Bengkulu, Bogor: Disertasi IPB. Nur SB Ambarini, et,al, 2005, Model pemberdayaan masyarakat nelayan miskin dalam pengembangan pengelolaan wilayah pesisir dan laut untuk menunjang pembangunan ekonomi di Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu, Bengkulu: Laporan Penelitian Hibah Bersaing-UNIB, 2005. ------------------; Wafiya, 2008, Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dan Dampaknya Terhadap Budaya Hukum Masyarakat Nelayan di Kota Bengkulu”, Laporan Penelitian Program Fundamental-UNIB. ------------------, 2010, Implementasi Ketentuan Undang-Undang Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Berkaitan Dengan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Sektor Perikanan”, Laporan Penelitian Program Hibah Doktor-UNDIP. --------------------, Perlindungan Hukum Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Bidang Perikanan Dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan, Semarang: Disertasi UNDIP. Restiyati, Dyah Wara. 2005. Pembangunan Perikanan Indonesia: Marjinalisasi Edisi II. No. 2. From: Perempuan Indonesia. http://www.kalyanamitra.or.id/kalyanamedia/2/2/opini.htm, diakses tanggal 22 Maret 2013. Bengkulu. Rohmin Dahuri, “Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan,” Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, 2003 Satjipto Rahardjo, 1991, Ilmu Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Cet.3. Sudharto P. Hadi, 2002, Dimensi Hukum Pembangunan Berkelanjutan: Kumpulan fakta dan Pemikiran, Semarang: Badan Penerbit UNDIP, Cet.1. Sudikno Mertokusumo, 2008, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty. Suhana, 2010, “Redesain Kebijakan Ekonomi Kelautan dan Perikanan Untuk Kesejahteraan Rakyat dan Kelestarian Sumberdaya”, Jurnal Transisi, Volume 6 No. 2/2010, ISSN:1978-4287, hlm. 1. Suratman, Analisis Dampak Proyek Pengembangan Aplikasi Garmeen Bank Dalam Meningkatkan Status Sosial Ekonomi Perempuan Nelayan Di Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu, Jurnal Akses, Vol. 8, No. 1, 2011, repository.unib.ac.id/137/1/4akses%20Vol%208%20no1.pdf.)
Teguh Sulistia, 2008, “Perlindungan Hukum dan Pemberdayaan Pengusaha Kecil Dalam Ekonomi Pasar Bebas”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27-No.1 Tahun 2008 Trisna Andayani,2006, Perubahan Peranan Wanita Dalam Ekonomi Keluarga Nelayan di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli, Jakarta: Makalah, Konferensi Nasional Sejarah VIII, Tanggal 14-17 Nopember 2006, diakses www.trisnaandayani.pdf, 6 Maret 2013. Victor P.H. Nikijuluw, 2005, Politik Ekonomi Perikanan, Bagaimana dan Kemana Bisnis Perikanan?, Jakarta: Feraco, Cet. 1.
LAMPIRAN. 1 : Foto-Foto
Potensi Sumberdaya Perikanan Jenis ikan komoditas ekonomis yang baru diturunkan nelayan di TPI P. Baai, jenis tuna, salam, tenggiri dan lain-lain
Kegiatan pemasaran ikan segar oleh para perempuan di TPI P. Baai dan TPI Pasar Bengkulu
Kegiatan pengolahan ikan kering/asin di Kelurahan Sumber Jaya-Kampung Melayu
Kondisi lingkungan tempat pengolahan ikan kering/asin di Kota Bengkulu
Ketua kelompok pengolah Ceria I dan II di RT 11 Kelurahan Sumber Jaya-Kampung Melayu
Produk ikan kering/asin
Lampiran 2: Instrumen Penelitian
DAFTAR PERTANYAAN (PELAKU USAHA/PENGOLAH HASIL PERIKANAN ) IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : 2. Jenis Olahan : 3. Alamat : PERTANYAAN: 1. Sejak kapan ibu/bapak melakukan kegiatan pengolahan ikan ? 2. Jenis olahan apa yang ibu/bapak lakukan: a. Ikan asin/kering b. Ikan asap c. Kerupuk ikan d. Terasi 3. Dari mana ibu/bapak mendapatkan bahan baku ikan untuk diolah? a. Membeli langsung dari nelayan waktu mendaratkan kapal b. Melalui pedagang perantara (cingkau) c. Membeli di TPI melalui proses lelang d. Diantar oleh nelayan/pedagang perantara 4. Berapa banyak dalam 1 hari ibu/bapak mengolah ikan ? 5. Apa bahan tambahan yang ibu gunakan untuk mengolah ikan ? (garam, minyak, bumbu-bumbu,............dll ) 6. Jenis ikan apa saja yang ibu/bapak olah ? (ikan beledang, lidah, teri, udang, ikan kepala batu, ikan gaguk, ikan pora-pora, ikan karang ................dll). 7. Bagaimana cara ibu pengolah ikan menjadi produk olahan ikan kering/asin ? 8. Jam berapa ibu mulai mengolah ikan setiap hari ? 9. Siapa yang membantu ibu melakukan pengolahan ikan ? a. Anggota keluarga (anak, suami) atau sanak keluarga lain b. Tetangga c. Orang upahan 10. Berapa orang yang membantu ibu melakukan pengolahan ikan ? 11. Berapa modal yang harus ibu/bapak keluarkan untuk mengolah ikan ? Rp.............. 12. Bagaimana ibu memperoleh modal untuk mengolah ikan ? a. Modal sendiri b. Meminjam saudara/keluarga/tetangga
c. Meminjam koperasi keliling d. Meminjam koperasi perikanan e. Meminjam bank (kredit) 13. Apakah ibu pernah meminjam modal dari bank ? 14. Bila pernah, dari bank apa ibu dapat memperoleh kredit/pinjaman modal ? a. Bank BRI b. Bank Bengkulu c. Bank Mandiri Syari’ah d. Lainnya..................... 15. Apa saja syarat yang harus ibu penuhi/siapkan untuk dapat kredit bank ? a. Harus ada ijin usaha b. Harus ada agunan/jaminan c. lainnya 16. Apakah ibu tergabung dalam kelompok pengolah ikan/ nelayan ? 17. Apa nama kelompok pengolah tempat ibu bergabung ? 18. Apakah ibu pernah mengikuti pelatihan mengenai pengolahan ikan ?? 19. Kalau pernah pelatihan/penyuluhan apa saja yang pernah ibu ikuti ? a. Penyuluhan tentang cara mengolah ikan yang baik dan sehat b. Penyuluhan tentang mengurus ijin usaha c. Pelatihan membuat abon ikan/baso ikan/nugget d. Pelatihan keterampilan lain di luar bidang perikanan e. Lainnya................................. 20. Siapa yang mengadakan pelatihan ? a. Pemerintah (Dinas Kelautan dan Perikanan; perindustrian; koperasi; dll) b. Koperasi c. Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) d. Perguruan Tinggi (dosen/mahasiswa) 21. Apakah ibu pernah memperoleh bantuan dari pemerintah ? 22. Kalau pernah, bantuan apa yang pernah ibu dapatkan dari pemerintah? a. Modal; b. Alat-alat c. Fasilitas (misalnya: ijin, tempat pengolahan, ........... dll). 23. Apakah ibu pernah memperoleh bantuan modal dari program pemerintah ? Bila pernah, program apa yang pernah diberikan ? a. PNPM Mandiri b. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) c. Program satu desa satu milyar d. Lainnya............................. 24. Bagaimana ibu memasarkan/menjual produk olahan ikan yang ibu hasilkan ? a. Dijual kepada pengumpul;
b. Langsung kepada konsumen di pasar atau di rumah; c. Melalui pedagang perantara. d. Lainnya............................ 25. Selain mengolah ikan, pekerjaan apa yang ibu lakukan untuk memperoleh penghasilan ? 26. Apa yang ibu lakukan pada saat tidak ada ikan (tidak musim ikan)?
DATA PERIKANAN KOTA/KABUPATEN BENGKULU ....... (Dinas Kelautan dan Perikanan/DKP; Bappeda; Biro Hukum)
1. Bagaimana potensi sumberdaya ikan dan tingkat pemanfaatannya di di Kabupaten Bengkulu ........ ? 2. Komoditi jenis ikan apa saja yang terdapat di Kabupaten Bengkulu ........? 3. Berapa jumlah tempat pendaratan ikan (TPI) di Kabupaten Bengkulu ........ dan terdapat dimana ? 4. Bagaimana kebijakan pengembangan potensi ekonomi perikanan di Kabupaten Bengkulu .........? 5. Bagaimana perkembangan jumlah nelayan dan petani ikan (tambak/kolam) di Kabupaten Bengkulu ........ tahun 2008- 2013 ? 6. Bagaimana perkembangan produksi perikanan di Kabupaten Bengkulu ....... tahun 2008-2013 7. Bagaimana perkembangan nilai produksi perikanan di Kabupaten Bengkulu ....... ? 8. Bagaimana perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten bengkulu ....... ? 9. Bagaimana perkembangan jenis dan jumlah usaha perikanan di Bengkulu ..... tahun 2008-2013 ? 10. Bagaimmana perkembangan jumlah tenaga kerja yang terserap pada usaha perikanan di bidang penangkapan (nelayan/petani ikan), pengolahan ikan dan pemasaran pada tahun 2008-2013 (data terpilah laki-laki dan perempuan ) ?? 11. Bagaimana perkembangan jumlah industri atau Unit Pengolahan Ikan (UPI) di Kabupaten Bengkulu ........ tahun 2008-2013 ? 12. Bagaimana status hukum industri (perusahaan) atau Unit Pengolahan Ikan di Kabupaten Bengkulu ....... ?
13. Bagaimana perkembangan produksi dan nilai produksi industri pengolahan perikanan? 14. Bagaima pendistribusian hasil perikanan di Kabupaten Bengkulu ....... ? a. Dalam bentuk segar langsung dipasarkan (ekspor/nasional/lokal)............%; b. Dalam bentuk olahan (..........%) 15. Apa saja bentuk olahan hasil perikanan yang dilakukan pada unit pengolahan ikan (UPI) di Kabupaten Bengkulu ..........? a. Ikan kering/asin (penggaraman):............. b. Pengasapan c. Pembekuan d. Pereduksian (terasi, tepung ikan ........ e. Dll..................................... 16. Bagaimana peranan sub sektor pengolahan hasil perikanan terhadap perekonomian daerah Kabupaten Bengkulu .......... ? 17. Apa saja jenis institusi ekonomi yang mendukung pengembangan usaha perikanan di Kabupaten Bengkulu ....... ? 18. Bagaimana kualitas institusi ekonomi usaha perikanan dalam mendukung pembangunan perikanan di Kabupaten Bengkulu ...... ? 19. Produk hukum apa saja yang mendukung kebijakan pembangunan usaha perikanan di Kabupaten Bengkulu ........ ? 20. Upaya-upaya apa yang dilakukan Pemerintah dalam mengembangkan usaha Unit Pengolahan hasil perikanan ? 21. Bagaimana mekanisme perijinan usaha perikanan di kabupaten Bengkulu T......?? 22. Fasilitas apa saja yang diberikan kepada pelaku usaha pengolahan ikan di Kabupaten Bengkulu ..... ? 23. Bagaimana pembinaan terhadap pelaku usaha pengolahan ikan di Kabupaten Bengkulu .......... ??
Lampiran. 3 : Organisasi Tim Peneliti
LAMPIRAN. 2 : SUSUNAN ORGANESASI TIM PENELITI DAN PEMBAGIAN TUGAS
No
Nama/NIDN
Instansi Asal
1
Dr. Nur Sulistyo Budi Ambarini, SH.MHum/0023096 006 Dr. Emelia Kontesa, SH.MHum/0001076 406
Fak. Hukum UNIB
2
3
Fak. Hukum UNIB
Dra. Yayah FKIP Chanafiah, UNIB M.Hum/0010086104
Bidang Ilmu)
Alokasi Uraian Tugas Waktu (Jam/Mingg u) Ilmu Hukum (Hk. 15 Koordinasi Ekonomi) jam/minggu seluruh pelaksanaan kegiatan penelitian Ilmu Hukum (Hk. 14 Melaksanakan Agraria) jam/minggu inventarisasi, evaluasi, analisis& interpretasi terkait fakta-fakta hukum dan non hukum Filologi/Pendidik 14 Melaksanakan an (kajian jender) jam/minggu inventarisasi, evaluasi, analisis& interpretasi terkait fakta-fakta non hukum dan jender
Lampiran. 4 : Borang Capaian Luaran Kegiatan FORMULIR EVALUASI ATAS CAPAIAN LUARAN KEGIATAN
Ketua Perguruan Tinggi Judul
: Dr. Nur Sulistyo Budi Ambarini,SH.MHum : Fakultas hukum Universitas Bengkulu : Pengembangan Model Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Pelaku Usaha Perikanan Skala Mikro Dan Kecil Dalam Upaya Meningkatkan Daya Saing Produk
Skema ktu Kegiatan
: :
Hibah Stranas (Strategi Nasional) Tahun ke-1 dari rencana 2 (dua) tahun
Luaran yang direncanakan dan capaian tertulis dalam proposal awal No. 1. 2. 3. 4.
Luaran yang direncanakan Publikasi Ilmiah Pembicara pada Pertemuan Ilmiah (Seminar/Simposium) Buku Ajar (Draft) Draft Naskah Akademik
Jumlah Capaian 1 2 1 1
Bukti capaian terlampir 1. PUBLIKASI ILMIAH Keterangan Artikel Jurnal Ke-1 Nama jurnal yang dituju Klasifikasi jurnal Impact faktor Publikasi Judul Artikel Status makalah (beri tanda 1) Draft Artikel Sudah di kirim ke jurnal Sedang ditelaah Sedang direvisi Revisi sudah dikirim ulang Sudah diterima Sudah terbit
Dinamika Hukum Jurnal Nasional Terakreditasi Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Pelaku Usaha Di Bidang Perikanan Draft Artikel
2. BUKU AJAR Judul buku Penulis Penerbit
: Hukum Perikanan (Peran Perempuan Dan Perlindungannya) : Nur Sulistyo Budi Ambarini; Emelia Kontesa, Yayah Chanafiyah : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) Universitas Bengkulu
3. PEMBICARA PADA PERTEMUAN ILMIAH (SEMINAR/SIMPOSIUM) Nasional Internasional Judul Makalah The Role of Women in Fisheries Business And Legal Protections Nama Ilmiah
Pertemuan
The 3nd International Conference On Multidiciplinary Research (ICMR) 2014 – Medan, 16-17 Oktober 2014
Tempat Pelaksanaan
Universitas Islam Sumatera Utara, Medan-Sumatera Utara 16-17 Oktober 2014 X X X
Waktu Pelaksanaan -. Draft Makalah -. Sudah dikirim -. Sudah direview -.Sudah dilaksanakan
X
4. PEMBICARA PADA PERTEMUAN ILMIAH (SEMINAR/SIMPOSIUM) Nasional Internasional Judul Makalah Impact Of Coal Waste As Fishermen Of Women Business Micro, Small And Medium Enterprises In The Coastal Fisheries Sector Nama Ilmiah
Pertemuan
KLIBEL 5 (Kuala Lumpur International Business, Economics and Law Conference)-2014, Kuala Lumpur-Malaysia, 29-30 Nopember
2014. Tempat Pelaksanaan Waktu Pelaksanaan -. Draft Makalah -. Sudah dikirim -. Sudah direview -.Sudah dilaksanakan
29-30 Nopember 2014. X X X
Bengkulu, 25 Oktober 2014 Ketua,
Dr. Nur SB Ambarini, SH.MHum