disampaikan oleh Majelis Tabligh PCA Ngadiluwih dalam Pelatihan Merawat Jenazah
٧٥ : العنكبؤت Artinya : “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan. (QS. Al-„Ankabuut : 57) Merawat jenazah adalah hukumnya wajib kifayah, artinya cukup dikerjakan oleh sebagian masyarakat,bila seluruh masyarakat tidak ada yang merawat maka seluruh masyarakat akan dituntut dihadapan Allah Swt.sedang bagi orang yang mengerjakannya,mendapat pahala yang banyak.disisi Allah Swt. Namun setiap orang hendaknya wajib mengetahui tatacara bagaimana merawat jenazah yang sesuai dengan tuntunan Islam. Karena kewajiban merawat jenazah yang pertama yaitu keluarga terdekat, apalagi kalau yang meninggal adalah orangtua atau anak kita. Apabila telah nyata atau jelas ajalnya, maka harus disegerakan perawatannya, yang meliputi : (1) Memejamkan matanya (2) Melemaskan anggota badan terutama kaki dan tangannya diluruskan (3) Mengatupkan mulutnya dengan mengikatkan kain dan melingkarkan pada dagu, pelipis sampai ubun-ubun (4) Menelentangkan dengan arah membujur, posisi kepala di sebelah kanan kiblat (5) Menutup muka atau wajahnya serta seluruh tubuhnya (6) Mengucapkan kalimat tarji‟ untuk istirja‟ (pasrah dengan ikhlas dan ingat bahwa kita semua akan mengalami kematian) (7) Mendoakannya (8) Mempersiapkan keperluan perawatan jenazahnya, meliputi keperluan untuk memandikannya, mengkafani, menyolati dan menguburkannya. Ada beberapa jenazah yang memiliki perlakuan yang berbeda dari jenazah pada umumnya, diantaranya adalah : (1) Mati sahid dalam peperangan tidak perlu dimandikan dan dikafani cukup dimakamkan dengan pakaiannya yang melekat. (2) Mati di atas perjalanan laut,tak perlu dibawa ke darat untuk dimakamkan apabila untuk mencapai daratan perlu waktu lama. (3) Mati saat Ihrom,maka kain kafannya cukup pakaian ihromnya dan tidak boleh diberi parfum sebagaimana jenazah biasa. Adapun tatacara perawatan jenazah secara detail adalah sebagai berikut : 1.
MEMANDIKAN JENAZAH (a) Persiapan bagi orang yang akan memandikan jenazah, antara lain : 1. Yang memandikan haruslah orang muslim, sedangkan yang lebih berhak adalah keluarganya. 2. Atau orang yang diamanati/diwasiati untuk memandikannya, jika si mayyit sebelumnya berwasiat.
3. Jumlah yang memandikan dua sampai tiga orang saja, kecuali jika anak kecil, cukup seorang. 4. Yang memandikannya hendaklah orang yang paham agama, bukan orang maksiat, ahli ibadah. Dimaksudkan adalah orang yang paham cara memandikan jenazah dan mampu merahasiakan keadaan si mayyit. Dan diutamakan juga hendaknya sama jenis kelaminnya dengan si mayyit, kecuali muhrimnya. 5. Ruang memandikan hendaknya tertutup atas dan samping, tidak dilihat banyak orang. (b)
(c)
2.
Alat dan bahan yang digunakan untuk memandikan jenazah adalah sebagai berikut : Dipan untuk memandikan jenazah Sarung tangan untuk yang memandikan Kapur barus, sebaiknya yang sudah dihancurkan Sabun cair atau sabun batangan yang telah direndam atau daun bidara Sedikit kapas Kain tangan (wash lap) Shampoo Cara memandikan jenazah : 1. Jenazah yang akan dimandikan hendaknya ditutup bagian auratnya mulai pusat sampai lutut dengan kain tebal seperti handuk dengan ukuran 1 x 1 m 2. Letakkan jenazah di atas dipan untuk memandikan jenazah di tempat tertutup 3. Lepas kain yang melekat pada badan jenazah dengan pelan-pelan, jika mengalami kesulitan bisa menggunakan gunting. 4. Mengambil kain kecil untuk membersihkan kotoran dubur dan qubul, tanpa harus melihat auratnya, lalu membuang kain tersebut. 5. Membasahi kain tangan dengan air untuk membersihkan hidung dan mulut tanpa memasukkan air ke hidung dan mulut. 6. Membasuh muka jenazah dan kedua tangannya sampai siku, kepala, kedua kakinya sampai mata kaki. Kesemuanya dimulai dari bagian sebelah kanan lalu bagian kiri. 7. Menggosok semua badan jenazah dengan air campur perasan daun bidara atau sabun dengan membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian membasuh belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama membasuh anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, dengan membalikkannya hingga miring ke sebelah kanan dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali membasuh bagian perut si mayit apabila keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan. 8. Lalu dibilas / disiram dengan air campur kapur barus agar berbau harum. 9. Disisir rambutnya, apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya). 10. Jika mayat terpotong-potong atau lepas anggota badannya, maka dikumpulkan atau ditata, jika dalam mulutnya ada gigi mas atau berharga, boleh dilepas jika tidak merusak mulutnya.
MENGKAFANI JENAZAH (a) Alat dan bahan yang perlu disiapkan adalah : Kain kafan Gunting
(b)
(c)
Kapas Mintak wangi / kapur barus Meteran Cara mengukur kain kafan, sebagai berikut : Lebar badan dikalikan 3, seandainya lebar badan 30 cm maka lebar kainnnya adalah 90 cm Tinggi badan ditambah 1/3 nya, seandainya tinggi badan 180 cm maka panjang kainnya 180 cm + 60 cm = 240 cm Cara menkafani jenazah (untuk perempuan) 1. Siapkan dipan / meja untuk menata kain kafan dalam keadaan kering dan bersih. 2. Letakkan tali di atas dipan jenazah sejumlah 3 atau 5 helai, ditata dari arah kepala sampai kaki, posisinya di atas kepala, di tempat tangan disedekapkan dan di bawah kaki. 3. Letakkan kain kafan sebanyak 2 helai, letakkan kedua lapis kain ini dengan posisi saling menyilang, lihat gambar 1 Gambar 1
4. 5.
6.
Di atas kain lapis terluar ini, letakkan kain untuk rok di setengah bagian bawah, lihat gambar 2. Di bagian atas rok, letakkan kain untuk baju. Panjang 1,5 meter (lebarnya mengikuti lebar kain kafan). Untuk membuat bentuk baju cukup mudah dengan membelah bagian tengah kain hingga membentuk V-neck, lihat gambar 3 Di atas baju, letakkan kain kerudung berukuran panjang 0,5 meter (lebarnya mengikuti lebar kain kafan), lihat gambar 4. Gambar 3
7.
Gambar 2
Gambar 4
Taburkan kapur barus dan minyak wangi di atas semua permukaan kain kafan bagian atas.
8.
Letakkan jenazah yang sudah dimandikan di atas kain kafan yang telah disusun dalam keadaan tertutup auratnya 9. Secara bertahap buka sedikit demi sedikit kain penutup, lalu tutupi kepala jenazah dengan kain kerudung. Tutupi mata, hidung, telinga dan mulut jenazah dengan kapas yang telah diberi kapur barus atau harum-haruman. Gunakan kapas gumpalan, bukan kapas kecantikan agar lebih mudah menyerap cairan yang akan keluar dari lubanglubang di jasad. 10. Dengan posisi kain penutup masih menutupi jenazah, tangkupkan kain baju ke atas badan penutup jenazah, dari kanan ke kiri. Sisipkan di bawah tubuh jenazah dengan kencang. Lalu copot kain penutup dengan cara menariknya ke bawah. Dengan demikian aurat jenazah tidak terbuka. Lapisi bagian ketiak, leher, dada, bagian dalam siku dan pergelangan tangan dengan kapas. 11. Buka ke bawah lagi, tutup bagian lubang kemaluan dan dubur dengan kapas. Pakaikan roknya dari arah kanan ke kiri. 12. Terakhir, buka sisa kain penutup dan bungkus jenazah dengan 2 lapis kafan terluar.Ingat! Tangkupkan dulu bagian kanan, sisipkan ke bawah tubuh jenazah, kencangkan, baru disusul kain sebelah kiri agar saat diletakkan di liang lahat tidak terbuka. Setelah kencang, tarik ujung atas dan bawah bersamaan, pelintir lalu ikat kuat. Buat simpul yang kuat tapi mudah dibuka. Setelah rapi, letakkan di keranda dan tutupi lagi dengan kain penutup. 3.
MENYOLATI JENAZAH Berdasarkan Sunnah Rasulullah saw, Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah di dalam Kitab Himpunan Putusan Tarjih menjelaskan tata cara shalat Jenazah sebagai berikut: (1)
Mengikhlaskan niat semata-mata mencari ridla Allah swt. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah saw: ” ٛ – سٗآ اىثخاسَٙ٘ َّ ب ٍَا ِ َّاِّْٞئَِّّ ََا األَ ْػ ََا ُه تِاى ٍ َٗئَِّّ ََا ىِ ُن ِّو ا ٍْ ِش،خ “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; (HR Bukhari).
(2)
Lebih utama dilakukan dengan berjamaah dan makmum hendaklah dibagi menjadi 3 baris.
َّ َّٚصي ِٔ ْٞ َ َػيِّٜصي ُ قَا َه َس: قَا َه، َ َشجْٞ َػَِْ ٍَاىِ ِل ْت ِِ ُٕث َ َُٞ ف، َُ َُ٘خٝ ٍِ ٍِ ٍَا ٍِِْ ٍُ ْإ: ٌَ َّسي َ َٗ ِٔ ْٞ َهللاُ َػي َ ِس٘ ُه هللا َ َ ََ ُنُّ٘٘ا شٝ َُْ َثَيَ ُ٘اٝ ََِِٞ ُِ ٍَّحٌة ٍَِِ ا ْى َُ ْ ي ئِ َرا قَ َّوَٙر ََح َّشٝ َ َشجْٞ َ قَا َه فَ َناَُ ٍَاىِ ُل تُِْ ُٕث.َُٔ٘و ئِ َّ ُ ِ َش ى ُ ز ٍ ُص ٘و – سٗآ حَذ ُ ََ ْع َؼيَ ُٖ ٌْ شَ َ شَحٝ َُْ َ ْٕ ُو َظَْاصَ ٍج ٍ ُص Dari Malik bin Hubarah berkata; Rasulullah Shallallahu‟alaihiwasallam bersabda: “Tidaklah seorang mukmin yang meninggal lalu ada sekelompok orang yang menshalatinya sampai tiga shaf kecuali pasti dia diampuni.” (Martsad bin Abdullah Al Yazani Radliyallahu‟aanhu) berkata; jika keluarga jenazah sedikit, Malik bin Hubarah tetap menjaga agar bisa dijadikan tiga shaf. (HR Ahmad)
(3)
Hendaklah imam berdiri pada arah kepala mayat pria dan pada arah kepala mayat wanita. Hal ini didasarkan pada hadits berikut:
فَيَ ََّا، ِٔ س َ : قَا َه، َُّاطٞة ا ْى َخ َ س تَِْ ٍَاىِ ٍل َ ََّ ُش ِٖذْخ ِ ْ فَقَا ًَ ِػ ْْ َذ َس، ِظَْاصَ ِج َس ُظ ٍوَٚ َػيَّٚصي ٍ َِح َّذشََْا َتُ٘ َ اى ، ٍُ َ ُ َٕ ِز ِٓ ِظَْاصَ جُ فُ ََّحَ ا ْتَْ ِح ف، ََا َتَا َح َْضَ جٝ : َُٔ َو ىِٞصا ِس فَق َ ّْ َش َ ْٗ ٍَِِ األ ٍ ْٝ تِ ِعَْاصَ ِج ا ٍْ َش َ ٍج ٍِِْ قُ َشَٜ ُِسفِ َؼدْ ُذ ْ َٙ فَيَ ََّا َس، ٛ ََٚا ٍِ ِٔ َػيِٞاخرِ َوَ ق ُّ ِٗ َا ٍد ا ْى َؼ َذَْٝا ا ْى َؼ َ ُء تُِْ ِصِٞسطَ َٖا َٗف َ َٗ ًَ فَقَا، َٖاْٞ َ َػيَّٚصي َ َ َٖا فْٞ َص ِّو َػي َ َف َّ َّٚصي َقُ٘ ًُ ٍَِِ اى َّش ُظ ِوٝ صْغٝ ٌَ َّسي ُ َٕ َن َزا َماَُ َس، ََا َتَا َح َْضَ جٝ : قَا َه، اى َّش ُظ ِو َٗا ْى ََ ْش َ ِج َ َٗ ِٔ ْٞ َهللاُ َػي َ ِس٘ ُه هللا ُ ْٞ َٗ ٍَِِ ا ْى ََ ْش َ ِج َح، َس قُ َْد ُ ْٞ َح – سٗآ حَذ.اح َظُ٘ا ْ : َْا ا ْى َؼ َ ُء فَقَا َهْٞ َ فَا ْىرَ َدَ ئِى: َّ َؼ ٌْ قَا َه: س قُ َْدَ ؟ قَا َه
Telah mengabarkan kepada kami Abu Ghalib Al-Khayyat berkata, saya melihat Anas menyalati jenazah seorang laki-laki, maka beliau berdiri di dekat kepalanya. Setelah jenazah itu diangkat, datang lagi jenazah wanita dari Quraisy atau dari anshar, dan ia diberitahu, wahai Abu Hamzah, ini adalah jenazah wanita fulanah binti fulan, shalatkanlah! lalu beliau berdiri didekat pusarnya. Diantara kami saat itu ada al-„Ala‟ Bin Ziyad Al„Adawi. Tatkala „Ala‟ bin Ziyad melihat perbedaan letak berdiri Anas radhiyallahu‟anhu antara jenazah laki-laki dan wanita, „Ala‟ bertanya, wahai Abu Hamzah, begitukah cara Rasulullah shallahu‟alaihi wasallam berdiri saat menyalatkan jenazah, yaitu seperti yang anda lakukan?. (Anas bin Malik radhiyallahu‟anhu) menjawab „iya‟. Abu Ghalib Khayyat berkata, lalu „Ala‟ menoleh kami dan mengatakan, jagalah!. (HR Ahmad)
Kiblat
(4)
Dilakukan dengan berdiri tanpa ruku’, tanpa sujud dan tanpa duduk; namun cukup dengan bertakbir sebanyak empat kali, termasuk takbiratul ihram. Hal ini didasarkan pada hadits:
َّ َّٚصي َّ َٜ ض ص ُّ٘ا ْ َ َٚسيَّ ٌَ ئِى َ َ شُ ٌَّ ذَقَ َّذ ًَ فَّٜ اش َ َٗ ِٔ ْٞ َهللاُ َػي َ ُّٜ ِ اىَّْثٚهللاُ َػ ُْْٔ قَا َه َّ َؼ ِ ص َحاتِ ِٔ اىَّْ َع ِ َشجَ َسْٝ ٕ َُشِٜػِ َت ٛ – سٗآ اىثخاس. َخ ْي َُٔ فَ َنثَّ َش َ ْستَ ًؼا Dari Abu Hurairah radliallahu „anhu berkata,: Nabi Shallallahu‟alaihiwasallam mengumumkan kematian An-Najasyi, kemudian Beliau maju dan membuat barisan shaf di belakangnya, Beliau lalu takbir empat kali . (HR Bukhari) Setiap takbir dilakukan dengan mengangkat tangan; berdasarkan riwayat yang disandarkan kepada Ibnu Umar:
ٜٖقٞ سٗآ اىث-. ا ْى َعَْاصَ ِجَٚش ٍج َػيٞ َ ِ ُم ِّو ذَ ْنثِٜ ِٔ فْٝ َ َذٝ َ ْشفَ ُغٝ ََُِ ا ْت ِِ ُػ ََ َش ََُّّٔ َما ِ ػ, ػَِْ َّافِ ٍغ
Dari Nafi‟ dari Ibnu Umar bahwasanya beliau mengangkat kedua tangannya dalam setiap takbir pada shalat jenazah. (HR Baihaqi)
(5)
Sesudah takbiratul ihram hendaklah dilanjutkan dengan membaca surat al-Fatihah dan membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw. Hal ini didasarkan pada hadits:
َّ َّٚصي ٌَّ ُسيَّ ٌَ ش َ َٗ ِٔ ْٞ َهللاُ َػي َ ِّٜ ِ اىَّْثَٚ َػيَٜ ِّصي َ َُٝٗ ب ِ َاذِ َح ِح ا ْى ِنرَا قَا َه. َٚ ا ْى َُ ْْرَقِٜ َٗ َ ْخ َش َظُٔ اِتُِْ ا ْى َعا ُسٗ ِد ف، ٌَ ُِّ َ يٝ ٌَّ ٍَُ َّشجً ش
َّ اىِٜئَُِّ اى ُّ َّْحَ ف َِ ْق َش َ تٝ َُْ ا ْى ِعَْاصَ ِجَٚص َ ِج َػي َّ َِ ْق َش َ ئٝ َ َٗ َ ْ َش َعٝ َّٚد َحر ُ ُِ ْخيٝ ِ ََِّٞ ص اى ُّذػَا َء ىِ ْي ِِ ْٞ حٞ َّ اىِٜ َٗ ِس َظاىُُٔ ٍُ َخ َّش ٌةض ىَ ُٖ ٌْ ف: ُا ْى َحافِظ َ ص ِح
“Sungguh menurut sunnah dalam menyalatkan jenazah adalah hendaklah seseorang membaca surat al fatihah dan membaca shalawat atas Nabi saw lalu dengan ikhlas mendo‟akan bagi mayit sampai selesai dan ia tidak membaca kecuali sekali kemudian salam” ( HR Ibnul Jarud di dalam kitab al-Muntaqo”) al-Hafidz berkata : para perawi Hadits ini tersebut di dalam kitab Bukhari dan Muslim. Bacaan do‟a diucapkan dengan suara lembut, sebagaimana dijelaskan dalan hadits:
ُآ َّ اىِٜ ئَُِّ اى ُّ َّْحَ ف: ُ ٍَا ٍَحَ ََُّّٔ قَا َهِٜػَِْ َت َ ِ اىرَّ ْنثُِٜ ْق َش َ فٝ َُْ ا ْى َعَْائِ ِضَٚص َ ِج َػي ِ تِأ ُ ًِّ ا ْىقُ ْشَٚش ِج األُٗىٞ ٜخ َش ِج) سٗآ ىْ ائٟا ِ ٌُ ِػ ْْ َذُِٞ َنثِّش شَ َشًا َٗاىرَّ ْ يٝ ٌَّ ٍُُ َخافَرَحً ش Dari Umamah, dia berkata: “ Sesunguhnya sunnah didalam shalat jenazah ialah membaca al-al-fatihah pada takbir pertama dengan suara lembut kemudian bertakbir 3 kali dan salam di akhir shalat. (HR an_Nasa‟i) (6)
Setelah takbir yang kedua, ketiga dan keempat, dilanjutkan dengan berdo’a kepada Allah secara ikhlas untuk mayit. Hal ini didasarkan pada Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: « – سٗآ ت٘ داٗد.» ص٘ا ىَُٔ اى ُّذػَا َء ُ ِد فَأ َ ْخي َ ئِ َرا ِ ََِّٞ ا ْىَٚرُ ٌْ َػيْٞ َّصي “Apabila kalian menshalatkan mayit, maka ikhlaskanlah doa untuknya.” (HR Abu Dawud) Adapun do‟a-do‟a yang dibaca dalam shalat jenazah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw adalah sebagai berikut: Pertama: Riwayat Imam Muslim dan an-Nasa‟i:
ِٔ ِّط َٗتَ َش ٍد ََّٗق ْ َٗ َُٔاىيَّ ُٖ ٌَّ ا ْ ِ ْش ى ِّ َٗ َٗ َُٔاس َح َُْٔ َٗاػْفُ َػ ُْْٔ َٗػَافِ ِٔ َٗ َ ْم ِش ًْ ُّ ُضى ٍ س ْغ ٍُذ َْخئَُ َٗا ْ ِ ْئُ تِ ََا ٍء َٗشَ ْي ًشا ٍِِْ َ ْٕيِ ِٔ َٗصَ ْٗ ًظاْٞ ًشا ٍِِْ دَا ِس ِٓ َٗ َ ْٕ ً َخْٞ س َٗ َ ْت ِذ ْىُٔ دَا ًسا َخ ُ َٞب األَ ْت ُ ْ٘ َّ اىصََُّْٚقٝ َا َم ََاٍَِِٝ ا ْى َخطَا ِ َّض ٍَِِ اى َّذ اب اىَّْا ِس َ ًشا ٍِِْ صَ ْٗ ِظ ِٔ َٗقِ ِٔ فِ ْرَْحَ ا ْىقَ ْث ِش َٗ َػ َزْٞ َخ Ya Allah, Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, maafkanlah dia dan selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka.
Kedua: Riwayat Ibnu Majah, dan lain-lain:
رَُٔ ٍَِّْاْٞ َٞ اىيَّ ُٖ ٌَّ ٍَِْ َ ْح، َٗ َر َم ِشَّا َٗ ُ ّْصَاَّا، ِشَّاِٞ ِشَّا َٗ َمثٞ ِ ص َ َٗ ، َٗشَا ِٕ ِذَّا َٗ َ ائِثَِْا، ِّرَِْاٍَٞ َٗ َِّْاٞاىيَّ ُٖ ٌَّ ا ْ ِ ْش ىِ َح ْ اا ُٓ َٗ َ ذُ ِ يََّْا تَ ْؼ َذ، ُٓ اىيَّ ُٖ ٌَّ َ ذ َْح ِش ٍَْْا َ ْظ َش، ُا ِ ََ ٝاا ِ َٚرَُٔ ٍَِّْا فَر ََ٘فَُّٔ َػيْٞ َّ َٗ ٍَِْ ذ ََ٘ف، ًِ َ س ِ َِٚ ِٔ َػيٞفَأ َ ْح. (Ya Allah, ampunilah kami yang masih hidup, yang telah meninggal dari kami, yang masih ada, yang telah tiada, anak kecil kami, orang tua kami, lelaki kami, perempuan kami. Ya Allah, siapa saja yang Engkau hidupkan dari kami, maka hidupkanlah di atas Islam, dan siapa saja yang Engkau wafatkan dari kami, maka wafatkanlah di atas iman. Ya Allah, janganlah Engkau haramkan bagi kami pahalanya, dan janganlah Engkau sesatkan kami sepeninggalnya. “ Ketiga: Riwayat Abu Dawud:
ِر ٍَّرِلَ فَقِ ِٔ فِ ْرَْحَ ا ْىقَ ْث ِش قَا َه َػ ْث ُذ اى َّش ْح ََ ِِ ٍِِْ ِر ٍَّرِلَ َٗ َح ْث ِو ِظ َ٘ا ِسكَ فَقِ ِٔ ٍِِْ فِ ْرَْ ِحِٜاىيَّ ُٖ ٌَّ ئَُِّ فُ َ َُ تَِْ فُ َ ٍُ ف ٌُ ٞاس َح َُْٔ ئَِّّلَ َ ّْدَ ا ْى َ ُ٘ ُس اى َّش ِح ْ َٗ َُٔب اىَّْا ِس َٗ َ ّْدَ َ ْٕ ُو ا ْى َ٘فَا ِء َٗا ْى َح َْ ِذ اىيَّ ُٖ ٌَّ فَا ْ ِ ْش ى ِ ا ْىقَ ْث ِش َٗ َػ َزا “Ya Allah, sesungguhnya Fulan bin Fulan berada dalam jaminanMu maka lindungilah dia dari Fitnah kubur.” Sedang Abdurrahman berkata; dari jaminanMu. Berada dalam jaminan keamananMu, maka lindungilah dirinya dari fitnah kubur, serta adzab neraka. Engkau senantiasa menepati janji dan Pemilik segala pujian. Ya Allah, ampunilah dosanya dan sayangilah dia, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Catatan: Lafadz ُف اَل اَل ْب اَل ُف اَل ٍنpada do‟a di atas agar diganti dengan nama jenazah yang dishalatkan. Keempat: Riwayat Al-Baihaqi dan at-Tabrani:
،ِٔ ِّ ئِ ْح َ اِٜ فَاُِْ َماَُ ٍُ ْح ِ ًْا فَ ِض ْد ف،ِٔ ِ ػَِْ َػ َزاتٌّٜ ِْ َ َ َٗ َ ّْد،َ َس ْح ََرِلََٚاض ئِى ْ َاىيَّ ُٖ ٌَّ َػ ْثذُكَ َٗاتُِْ َ ٍَرِل َ احر ُْْٔ اٗ ْص َػ َ يًا فَر ََعٞ ِ ٍُ ََُٗئُِْ َما “ Ya Allah hambaMu dan putra hamba perempuanMu membutuhkan rahmatMu, Engkau tidak membutuhkan akan siksaannya. Jika dia orang yang baik, tambahilah kebaikannya dan jika ia orang yang jahat ampunilah kejahatannya” Kemudian hendaklah seseorang berdo‟a sekehendaknya. Jika mayat seorang anak, do‟a yang diajarkan oleh Rasulullah saw adalah sebagai berikut:
سيَ ًا َٗ َ ْظ ًشا ْ ٌَّ ُٖ َّاىي. َ َٗ اظ َؼ ْئُ ىََْا فَ َشطًا “ Ya Allah jadikanlah ia bagi kami sebagai imbuhan, titipan dan pahala” (HR Baihaqi) (7)
Mengucapkan salam secara sempurna dengan menoleh ke sebelah kanan dan kekiri. Hal ini didasarkan pada Hadits yang diriwayatkan Ibnul Jarud di atas. Selain tata cara di atas, shalat jenazah dapat pula dilakukan dengan urutan-urutan sebagai berikut: Dimulai dengan niat kemudian bertakbir lalu membaca surat al-fatihah dilanjutkan takbir kedua lalu membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw kemudian bertakbir ketiga lalu berdo‟a untuk si mayit kemudian takbir keempat dilanjutkan salam.
ِٚس ًّشا ف َّ اىََُِّٚ اى ُّ َّْحَ ف َ ِب تَ ْؼ َذ اىرَّ ْنث ِ َٚش ِج األُٗىٞ ِ َ ْق َش ُ تِ َاذِ َح ِح ا ْى ِنرَاٝ ٌَّ ُ ش، ًُ اا ٍَا ِ ُ َنثِّ َشٝ َُْ ا ْى َعَْاصَ ِجَٚص َ ِج َػي َِٚ ْق َش ُ فٝ َ خ ُ ُِ ْخيَٝٗ -ٌٔ ٗسيٞ هللا ػيٚصي- ِّٚ ِ اىَّْثَٚ َػيِّٚصي َ ِ اىرَّ ْنثِٚص اى ُّذػَا َء ىِ ْي َعَْاصَ ِج ف َ ُٝ ٌَّ ُ ش، ِٔ ِ ْ َّ ِ شاٞ ٜٖقٞ َّ ْ ِ ِٔ – سٗآ اىثِٚس ًّشا ف ِ ٌُ ُِّ َ يٝ ٌَّ ُ ش، َُِّٖ ْْ ٍِ ٍءَْٚ ش Sungguh menurut sunnah dalam menyalatkan jenazah adalah hendaklah seorang imam bertakbir kemudian membaca surat al fatihah dengan suara lirih setelah takbir pertama kemudian membaca shalawat atas Nabi saw dan ikhlas mendo‟akan bagi mayit pada takbir-takbir berikutnya dan ia tidak membaca apapun di dalamya (selain mendoakan mayit) kemudian salam dengan suara lirih (HR al- Baihaqi)
4.
MENGUBURKAN JENAZAH Setelah jenazah selesai dimandikan dan dikafani dengan sempurna, maka wajib (fardhu kifayah) atas yang masih hidup untuk mengusung dan mengantar jenazah muslim tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat mengantarkan jenazah adalah sebagai berikut : Setelah jenazah dishalati, diangkat untuk dibawa ke kubur, tidak ada acara sambutan setelah dishalati. Jenazah dipikul dengan keranda, tidak dengan gerobak atau kendaraan. Pengantar hendaknya laki-laki, sedangkan bagi perempuan hukumnya makruh. Pengantar dibolehkan untuk mengikuti jenazah, baik dengan berjalan di depannya maupun belakangnya, di sebelah kanannya maupun sebelah kirinya, berdekatan dengan jenazah tersebut, adapun yang berkendaraan, maka berada di belakangnya, sebagaimana sabda Rosululloh SAW : ثا ٍْٖاٝ قش، اسٕاٝ ِ ٗػ،ْٖاَٞٝ ِ ٗػ، خي ٖا ٗ ٍاٍٖا،س شاء ٍْٖاٞ حٜ ٗاىَاش،ش خيف اىعْاصجٞ ٝ اىشامة
"Seseorang yang berkendaraan berada di belakang jenazah. Sedangkan yang berjalan kaki, maka sekehendaknya, di belakang atau depannya, di sebelah kanan atau kirinya berdekatan dengan jenazah tersebut." (HR. Abu Dawud, Nasa'i, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Baihaqi dan selain mereka, dari Mughiroh bin Syu'bah rodhiyallohu 'anhu, dishohihkan Al Albani dalam Ahkamul Jana'iz, hal. 73) Tidak boleh mengantar jenazah dengan membawa api, bersuara keras, tangisan, melemparkan uang, bunyi sirine, menyapu jalan, memecah benda-benda. Disyariatkan untuk mempercepat langkah ketika mengiring jenazah tanpa berlari. Adapun tata cara mengubur jenazah adalah sebagai berikut : (1) Sebelum memasuki tempat pemakaman hendaknya membaca salam berikut :
ِ ٗاّااُ شاءهللا تکٌ حقُ٘ ّ أه هللاَِٞ ٗاىَ يٍْٞاسٍِ اىٌءٝکٌ إو اىذٞاى ٍؼي ]ٌىْاٗىکٌ [سؤآ ٍ ي Artinya: ”Selamat sejahtera atas kamu penduduk daerah kaum mukminin dan muslimin,dan bila Allah menghendaki kami akan menyusulmu,kami mohon kepada Allah untuk kami dan kamu agar sejahtera” (HR. Muslim) (2) Sebelum masuk kubur, alas kaki dilepas, dengan sikap diam, mengingat akhirat dan kematian. (3) Pengantar yang dekat dengan liang kubur, yang menurunkan jenazah, yang menurunkan bata/kayu, yang meratakan tanah. (4) Jenazah sebelum diturunkan ke liang kubur, diletakkan di sebelah kiblat atau sebelah selatan dengan posisi kepala ke arah utara.
(5) Dua atau tiga orang dari keluarga rerdekat jenazah dan diutamakan yang tidak junub pada malam hari sebelumnya, masuk ke dalam liang kubur dengan berdiri untuk menerima jenazah. (6) Jenazah dimasukkan dari arah kaki kubur dengan mendahulukan kepala, sambil membaca :
ِب اَل َّن ُهّللا ُف اَل اَل ْب ِب اَل اَل اَل اَل
ُف َّن ِب اَل ُف ْب ِب
ِب اَل اَل اَل
ِب ْب ِب
Artinya : “(Aku meletakkannya) dengan nama Allah dan menurut sunnah Rasulullah SAW” (7) Selanjutnya diterima oleh bagian penerima lalu dimasukkan ke liang lahad dalam posisi meghadap ke kiblat. Agar tidak berubah posisi, dapat ditahan di belakangnya dengan tanah liat dan serupanya, lalu ikatan dilepas dan jenazah ditutup dengan bata atau kayu. (8) Setelah itu kuburan ditimbun dengan tanah tanpa menambah tanah tambahan dari luar, tidak boleh ditinggikan dengan bangunan atau cor semen dan semisalnya, lalu diberi tanda dua patok setinggi satu jengkal tanpa menuliskan nama, dan sejenisnya. (9) Setelah selesai mengubur dianjurkan mendoakan jenazah secara perorangan tanpa dipimpin seorang imam. Nabi Muhammad SAW apabila selesai memakamkan jenazah, beliau berdiri di samping kuburannya, lalu bersabda,
والَوَت ْس ِف وا ِف َو ِف ُري ا ا ُر واَو ُرا ِف لَّت ْسِف ِف اوا َو ا ُر ْس َو ُرا ي ا َوِف َّت ُر ْس ْس َو َو ْس ُر ”Mintakanlah ampunan untuk saudara kalian, dan mintalah keteguhan untuknya. karena saat ini dia sedang diuji.” (HR. Abu Daud) Berdasarkan hadis di atas, seusai memakamkan jenazah, kita bisa membaca:
ا َّن ُف َّن ْباــِبــْب ااَلــ ُف ا َّن ُف َّن اَلـــــِّــــ ْبـ ُف Ya Allah, ampunilah dia ; Ya Allah, berilah keteguhan kepadanya