III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara dan untuk keperluan pengambilan data persentase tutupan lamun dilakukan pada 15 site yang diplotkan kedalam 5 stasiun penelitian (Gambar 5), untuk data DPSIR dan data CVM sebagian besar diperoleh melalui hasil wawancara dengan nelayan setempat yang memanfaatkan ekosistem lamun sebagai daerah penangkapan ikan dan pengambilan biota non ikan yang meliputi Desa Posi-Posi, Desa Laluin, Desa Pasir Putih, Desa Sagaole, Desa Ngute-Ngute dan Desa Orimakurunga. Selanjutnya jadwal kegiatan penelitian terdiri dari kegiatan pengambilan data primer dan data sekunder yang dimulai pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2011. 3.2 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan sumber data, data yang di kumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer di peroleh melalui pengamatan lapangan atau observasi dan wawancara dengan responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Secara khusus data primer yang diperoleh meliputi : -
Data aspek biofisik-kimia perairan terdiri dari : -
Kondisi perairan : diperoleh melalui hasil pengukuran parameter fisikakimia perairan yang meliputi suhu, salinitas, kecepatan arus, oksigen, dan pH air
-
Kondisi
ekosistem
lamun:
meliputi
persentase
tutupan
lamun,
identifikasi lamun, dan luasan lamun -
Data DPSIR ( Driving force-Pressure-State-Impact-Response). -
Aktivitas pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat, pengusaha perikanan pada ekosistem lamun
-
Tingkat pemahaman masyarakat terhadap ekosistem lamun
Data Effect on Production (EoP) Estimasi nilai ekonomi dari fungsi dan manfaat ekosistim lamun di Pulau Waidoba
24
Gambar 5 Peta Lokasi Penelitian -
Data Non Use Value (nilai bukan Manfaat) Kesediaan masyarakat dalam berpartisipasi untuk menjaga keberadaan dan kelestarian/keberlangsungan dari suatu sumber daya melalui kesediaan membayar (willingness to pay/WTP) Adapun data sekunder diperoleh dari studi literatur dan berbagai instansi
terkait. Studi literatur dibutuhkan untuk membandingkan nilai ekonomi yang didapatkan dari kawasan Pulau Waidoba dengan nilai ekonomi yang didapatkan pada kawasan ekosistem lamun yang lain. Jenis dan sumber data lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2.
25
Tabel 2 Matriks Jenis dan Sumber Data No
Tujuan
Metode Analisis
1
Mengidentifikasi aspek ekologi perairan ekosistem lamun
-
2
-
Mengidentifikasi aspek sosial ekonomi, DPSIR. - Sosial ekonomi : Jumlah penduduk dan mata Analisis Deskriptif pencarian - DPSIR : karakteristik masyarakat, bentuk dan tingkat pemanfaatan, persepsi dan pemahaman masyarakat terhadap ekosistem lamun, dan peran pemerintah.
3
Persentase tutupan lamun Pengukuran kualitas perairan
Mengestimasi nilai ekonomi dari fungsi dan manfaat ekosistim lamun di Pulau Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan. -
Jenis Data Primer
Sumber Data
Primer
Observasi
Sekunder
Statistik Kecamatan & KUD Khatulistiwa
Analisis Kualitatif
Efect on Production (EoP) Benefit Transfer
Observasi
Primer
Responden/ Kuesioner
Primer/ Sekunder Sekunder/ Primer Primer
Responden/ Literatur Responden/ Literatur Responden/ kuesioner
Non Use Value (CVM)
3.3 Metode Pengambilan Data a. Data Ekologis Penelitian
mengenai
valuasi
ekonomi
ekosistem
lamun
melalui
pendekatan ekologis di Pulau Waidoba Kecamatan Kayoa Selatan, Provinsi Maluku Utara membutuhkan informasi data yang lengkap dan “up to date” yang meliputi data primer dan sekunder, serta analisis yang tepat dan akurat. Pengumpulan
data
ekologis
dilakukan
secara
langsung
melalui
pengukuran dan pengamatan terhadap kondisi perairan dan kondisi ekosistem lamun pada masing-masing stasiun penelitian, yaitu :
26
a. Pengukuran kualitas perairan (suhu, salinitas, kecepatan arus, oksigen terlarut, dan pH air) b. Pengukuran kondisi padang lamun merupakan gabungan metode Transek dan Petak Contoh (Transect Plot) dengan penentuan secara cepat persen penutupan lamun di lapangan (sumber: Marine Plant Ecology Group, northerm Fisheries Centre CAIRNS, Australia). Metode Transek dan Petak Contoh (Transect Plot) adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu komunitas dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem lamun tersebut. Adapun langkah-langkah pengambilan data dilapangan sebagai berikut; 1
Menentukan lokasi transek yang dipilih untuk pengamatan. Setiap stasiun terdiri dari 3 transek (sub stasiun) yang ditempatkan secara vertikal atau tegak lurus ke laut, dengan panjang 50 meter.
2
Pada setiap garis transek ditempatkan kuadrat 50 x 50 cm sebanyak 5 kali mengikuti garis transek.
3
Menentukan persen penutupan lamun di lapangan.
c. Luasan lamun dilakukan melalui bantuan GPS. b. Data DPSIR ( Driving force-Pressure-State-Impact-Response) Pengumpulan data ini dilakukan melalui identifikasi secara langsung berdasarkan karakteristik dampak dan melalui hasil wawancara secara interview dari 60 responden. Penentuan responden dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa responden adalah pihak-pihak yang terkait langsung dengan kegiatan pemanfaatan ekosistem dan sumberdaya lamun. c. Data Efect on Production (EoP) Pengumpulan data effect on production (EoP) melalui hasil wawancara secara interview dari 50 responden. Penentuan responden dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa responden adalah pihak-pihak yang terkait langsung dengan kegiatan pemanfaatan ekosistem dan sumberdaya lamun. Responden diwancarai untuk mengetahui berapa besar produksi sumber daya alam yang mereka manfaatkan.
27
d. Data Nilai Bukan Manfaat ( Non Use Value) Pengumpulan data nilai bukan manfaat (non use value) menggunakan metode contingent valuation method (CVM). Responden untuk data non use value terdiri dari nilai pilihan, nilai warisan, dan nilai keberadaan. Untuk nilai pilihan (option value) responden yang berhasil diwawancarai berjumlah 75 orang, sedangkan untuk nilai warisan (bequest value) dan nilai keberdaan (existensi value) masing-masing responden berjumlah 45 orang. Penentuan responden dilakukan secara sengaja. Responden yang didapat diwancarai untuk mengetahui kesediaan membayar (willingness to pay) masyarakat terhadap ketersediaan sumber daya alam dan lingkungan di Pulau Waidoba. 3.4 Metode Analisis Data Metode analisis data yang dilakukan dalam melakukan valuasi ekonomi sumber daya alam dan lingkungan adalah sebagai berikut : 3.4.1 Analisis Ekologis Untuk mengetahui luas area penutupan lamun, digunakan Metode Saito dan Adobe (1970). Adapun metode perhitungannya adalah sebagai berikut : 1.
Petak contoh yang digunakan pengambilan contoh berukuran 50 cm x 50 cm yang masih dibagi-bagi lagi menjadi 25 sub petak, berukuran 10 cm x 10 cm, petak contoh yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 6.
2.
Menentukkan persentase tutupan lamun pada tiap sub petak dan dimasukkan kedalam kelas kehadiran berdasarkan Tabel 3.
Gambar 6 Petak Contoh Untuk Persentase Penutupan Lamun
28
Tabel 3 Luas Area Penutupan Jenis Lamun Kelas
% Selang Kelas penutupan Area
% NilaiTengah Kelas (M)
5
50 – 100
75
4
25 – 50
37,5
3
12,5 – 25
18,75
2
6,25 – 12,5
9,38
1
< 6,25
3,13
0
0
0
3. Adapun perhitungan persen penutupan lamun pada masing-masing
petak
dilakukan dengan menggunakan rumus : ...............................................................(1) Keterangan : C = Persentase tutupan lamun ke-i (%) Mi = Nilai tengah kelas persen penutupan lamun pada tiap sub petak/plot f
= Banyaknya sub petak pada persentase selang kelas penutupan jenis lamun ke-i
3.4.2 Analisis Deskriptif Analisis
deskriptif
adalah
suatu
analisis
yang
digunakan
untuk
menggambarkan perkembangan karakteristik kondisi ekonomi dan sosial tertentu dari suatu daerah. Beberapa kondisi ekonomi dan sosial yang perlu dideskripsikan misalnya, laju pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, gambaran sektor pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu populasi. Data yang dianalisis dapat berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Deskripsi dari lokasi sosial dan ekonomi suatu daerah bisa beragam bentuknya, bisa berupa tabulasi silang, grafik histogram dan sebagainya. Bentuk deskripsi ini dipilih sesuai dengan keperluan analisis agar tujuan penelitian ini bisa dicapai.
29
3.4.3 Analisis DPSIR Analisis mengenai pola pemanfaatan dan permasalahan yang berkaitan dengan sumberdaya padang lamun yang ada di kawasan pulau Waidoba di gambarkan secara kualitatif dengan menggunakan pendekatan Driving Force, Pressure, State, Impact and Response (DPSIR) yang merupakan pengembangan dari model analisis PSR (Pressure-State-Response) (OECD 1993 dalam Zacharias et al. 2008). Pendekatan ini didasarkan pada deskripsi tipologi usaha, jenis sumberdaya, pola pemanfaatan dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Studi ini mengandalkan pendekatan ex-ante dimana gambaran kerangka analisis DPSIR sebelum dan setelah terjadi kerusakan pada ekosistim lamun akan digambarkan secara kualitatif melalui bantuan kuisioner yang terstruktur. Untuk mendapatkan informasi mengenai keadaan lingkungan dan hubungan antara aktivitas manusia dan kemungkinan adanya perubahan lingkungan khususnya ekosistem lamun di Pulau Waidoba dilakukan analisis DPSIR (Driving force-Pressure-State-Impact-Response). Pendekatan ini didasarkan pada konsep rantai hubungan sebab akibat yang dimulai dengan aktivitas manusia (faktor pemicu) yang menyebabkan adanya tekanan terhadap lingkungan dan kemudian mengubah
kualitas
dan
kuantitas
sumberdaya
alam
hingga
akhirnya
mengakibatkan munculnya berbagai tanggapan masyarakat. Driving Force merupakan aktivitas manusia yang mengarah pada berbagai kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan tekanan terhadap lingkungan. Faktor pemicu utama bagi seorang individu adalah kebutuhan, seperti kebutuhan akan tempat tinggal dan makanan. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tempat tinggal menyebabkan terjadinya eksploitasi terhadap sumber daya alam. Faktor pemicu sekunder adalah kebutuhan untuk mobilitas, hiburan, budaya dan lain-lain. Pressure adalah akibat dari proses produksi atau konsumsi yang disebabkan oleh adanya faktor pemicu yakni aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Tingkat tekanan terhadap lingkungan bergantung pada faktor pemicu dan faktor faktor lain yang berkaitan dengan interaksi manusia dan lingkungannya. Beberapa aktivitas manusia yang dapat menimbulkan pressure yaitu pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan yang berlebihan, perubahan
30
dalam penggunaan sumberdaya dan emisi (bahan kimia, limbah, radiasi, kebisingan) ke udara, air dan tanah. State adalah hasil dari pressure terhadap lingkungan di suatu kawasan. State merupakan kondisi fisik, kimia dan biologis suatu kawasan misalnya tingkat pencemaran, degradasi sumberdaya dan lain-lain. Perubahan secara fisik, kimia atau biologis yang terjadi pada sumberdaya alam dan lingkungan dalam suatu kawasan mempengaruhi kualitas ekosistem dan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan kata lain perubahan state berdampak (impact) pada lingkungan dalam fungsinya sebagai ekosistem, kemampuan pendukung hidup ekosistem dan akhirnya berdampak pada tingkat kesehatan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Response
(tanggapan)
masyarakat
atau
para
pembuat
kebijakan
merupakan hasil dari dampak yang tidak diinginkan dan dapat mempengaruhi setiap bagian dari mata rantai hubungan sebab akibat dari faktor pemicu sampai dampak-dampak yang terjadi pada lingkungan. Response meliputi penetapan peraturan, perubahan strategi manajemen dan lain-lain. Contoh response yang dilakukan oleh nelayan dalam mengantisipasi dampak perubahan hasil tangkapan adalah dengan memodifikasi alat tangkap. Seiring dengan pandangan sistem analisis DPSIR, pengembangan sosial dan ekonomi menyebabkan mendorong terjadinya tekanan pada lingkungan, secara konsekuen terjadi perubahan pada keberadaan/kondisi lingkungan. Hal tersebut berdampak pada fungsi ekosistem. Akhirnya masyarakat memberikan responnya baik secara langsung maupun tidak lansung terhadap adanya perubahan dalam sistemnya (Gambar 7).
31
Kebijakan dan Target Responses
Aktivitas Driving force
Impact
Pressure
Kesehatan ekosistem
Polutan Kualitas State
Gambar 7 Kerangka DPSIR (Stanners et al 2007)
3.4.4 Analisis Valuasi Ekonomi Analisis data yang digunakan menggunakan teknik valuasi ekonomi untuk menghitung nilai total ekonomi (total economic value) dari ekosistem lamun. Nilai ekonomi total adalah nilai-nilai ekonomi yang terkandung dalam suatu sumberdaya alam, baik nilai guna maupun nilai fungsional yang harus diperhitungkan dalam menyusun kebijakan pengelolaannya sehingga alokasi dan alternatif penggunaannya dapat di tentukan secara benar dan mengenai sasaran (Nilwan et al, 2003). Total economic value dapat ditulis secara matematis (CSERGE,1994 dalam Nilwan et al, 2003): TEV = UV + NUV = (DUV+IUV+OV)+(XV+BV) ..................... (2) dimana : TEV = Total Economic Value
IUV
= Indirect Use Value
UV = Use Values
OV
= Option Value
NUV = Non Use Values
XV
= Existence Value
DUV = Direct Use Value
BV
= Bequest Value
32
Dalam penelitian ini, nilai-nilai yang ada di sumberdaya (use value, dan non-use value), berikut teknik valuasi yang digunakan, secara ringkas tercantum pada Tabel 4. Tabel 4 Hubungan Nilai Dengan Teknik Valuasi Yang Digunakan Nilai (Value)
Teknik Valuasi
A. Use Value A1. Direct Use Value - Tangkapan ikan - Tangkapan biota non ikan A2. Indirect Use Value - Fungsi pendukung biologi ekosistem lamun sebagai tempat nursery ground - Fungsi jasa lingkungan sebagai blue carbon
Effect on Production (EoP) Effect on Production (EoP) Benefit Tranfer Benefit Tranfer
B. Non Use Value Option Value Existence Value Bequest Value
Contingent Valuation Method Contingent Valuation Method Contingent Valuation Method
Sementara itu, teknik valuasi yang akan digunakan terhadap masing-masing nilai menggunakan beberapa pendekatan, yaitu effect on production (EoP) dan contingent valuation method (CVM). Uraian masing-masing teknik valuasi berikut tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut : 1.
Effect on Production (EoP) Pendekatan untuk menduga nilai ekosistem pesisir berdasarkan fungsinya
terhadap produktivitas perikanan dikenal sebagai pendekatan effect on production (EoP). Metode yang digunakan berdasarkan kepada pendekatan hasil produksi (Effect on Production Approach, EoP) yaitu dengan mengalikan hasil produksi dan harga maka nilai manfaat langsung (benefit) dari ekosistem lamun dapat diestimasi. Berikut adalah langkah-langkah pendugaan nilai ekonomi sumberdaya berdasarkan konsumen surplus: 1. Membangun fungsi permintaan terhadap penggunaan suatu sumberdaya
33
.................................................. 3 Dimana; Q = Jumlah sumberdaya yang diminta selama setahun X1 = Harga sumberdaya yang diminta X2 = Umur responden X3 = Tingkat pendidikan responden X4 = Tingkat pendapatan per tahun responden X5 = Jumlah keluarga responden 2. Mentransformasi fungsi permintaan menjadi bentuk persamaan harga linear ………………………. 4 ………………… 5 …………………………………………………. 6
3. Mentransformasi kembali fungsi permintaan menjadi bentuk persamaan asal (Langkah 1)
…………………………… 7
4. Mentransformasi fungsi permintaan menjadi bentuk persamaan harga nonlinear
.................................................... 8
5. Mengestimasi Total Kesediaan Membayar …………………….…………………… 9
6. Mengestimasi Surplus Konsumen …..……….………………………………. 10
34
………….…………………..…………… 11 CS = U – PQ ……..……………………………………..12
2. Contingent Valuation Method (CVM) Metode valuasi kontingensi digunakan untuk mengistimasi nilai ekonomi untuk berbagai macam ekosistem dan jasa lingkungan yang tidak memiliki pasar, misal keindahan. Metode ini merupakan teknik dalam menyatakan preferensi, karena menanyakan orang untuk menyatakan penilaian, penghargaan mereka. Pendekatan ini juga memperlihatkan seberapa besar kepedulian terhadap suatu barang dan jasa lingkungan yang dilihat dari manfaatnya yang besar bagi semua pihak sehingga upaya pelestarian diperlukan agar tidak kehilangan manfaat itu (Suparmoko et al, 2007). Pendekatan ini disebut contingent (tergantung kondisi) karena pada prakteknya informasi yang diperoleh sangat bergantung dari hipotesis pasar yang dibangun, misalnya: seberapa besar yang harus ditanggung, bagaimana pembayarannya, dan sebangainya. Pendekatan CVM ini secara teknis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: teknis eksperimental melalui simulasi dan permainan dan melalui teknik survey. Pendekatan pertama lebih banyak dilakukan dengan melalui simulasi komputer sehingga penggunaannya di lapangan sangat sedikit. Pendekatan CVM pada hakikatnya betujuan untuk mengetahui keinginan membayar (willingness to pay) dari sekelompok masyarakat, misalnya terhadap perbaikan kualitas lingkungan dan keinginan menerima (willingness to accept) dari kerusakan suatu lingkungan. Hal ini didasarkan pada asumsi mendasar mengenai hak kepemilikan, jika individu yang ditanya tidak memiliki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam, pengukuran yang relevan adalah keinginan membayar yang maksimum untuk memperoleh barang tersebut. Sebaliknya, jika individu yang kita tanya memiliki hak atas sumber daya, pengukuran yang relevan adalah keinginan untuk menerima kompensasi yang paling minimum atas hilang atau rusaknya sumberdaya yang dia miliki.
35
Metode CVM merupakan metode valuasi melalui survei langsung mengenai penilaian respon secara individual dengan cara menanyakan kesediaan untuk membayar (willingness to pay) terhadap suatu komoditi lingkungan atau terhadap suatu sumberdaya non marketable. Dikatakan contingent, karena pada kondisi tersebut respon seolah-olah dihadapkan pada pasar yang sesungguhnya dimana sedang terjadi transaksi. Metode ini selain dapat digunakan untuk mengkuantifikasi nilai pilihan, nilai eksistensi dan nilai pewarisan juga dapat digunakan untuk menilai penurunan kualitas lingkungan perairan. Dalam operasionalnya untuk melakukan pendekatan CVM dilakukan lima tahapan kegiatan atau proses (Bakosurtanal, 2005) yaitu: 1. Membuat hipotesis pasar Pada awal proses kegiatan CVM, seorang peneliti terlebih dahulu harus membuat hipotesis pasar terhadap sumber daya yang akan dievaluasi. Dalam hal ini kita bisa membuat suatu kuesioner yang berisi informasi lengkap mengenai kegiatan atau proyek yang akan dilaksanakan. 2. Mendapatkan nilai lelang (bids) Untuk mempeoleh nilai lelang dilakukan dengan menggunakan survei baik melalui survei langsung dengan kuesioner, interview via telepon maupun lewat surat. Tujuan dari survei ini untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar (WTP) dari responden terhadap suatu proyek misalnya perbaikan lingkungan. Nilai lelang ini bisa dilakukan dengan teknik: pertanyaan berstruktur dangan membuat kuesioner yang berstruktur sehingga akan diperoleh nilai WTP yang maksimum, pertanyaan terbuka yaitu responden diberikan kebebasan untuk menyatakan nilai moneter (rupiah yang ingin dibayar) untuk suatu proyek perbaikan lingkungan, model referendum yaitu responden diberikan suatu nilai rupiah, kemudian kepada mereka diberikan pertanyaan setuju atau tidak. 3. Menghitung rataan WTP Setelah survei dilaksanakan, tahap berikutnya adalah menghitung nilai rataan dari WTP dan WTA dari setiap individu. Nilai ini didasarkan nilai lelang (bid) yang diperoleh pada tahap dua. 4. Memperkirakan kurva lelang (bid curve)
36
Kurva lelang (bid curve) diperoleh misalnya dengan me-regresikan WTP/WTA sebagai variabel tidak bebas (dependent variable) dengan beberapa variabel bebas. Misalnya saja kita ingin memformulasikan bahwa WTP dari seseorang individu akan dipengaruhi oleh pendapatan (I), pendidikan (E), umur (A), dan kualitas lingkungan (Q), maka secara matematis bisa dituliskan sebagai berikut:
…………..……………………12
Persamaan diatas secara lebih eksplisit bisa dituliskan dalam fungsi logarithmic sehingga bisa diestimasi dengan metode regresi biasa, misalnya:
……………13
dimana I menunjukan indeks responden, W adalah variabel WTP, sedangkan variabel lainnya sama dengan definisi diatas. 5. Mengagretkan data Tahap terakhir dalam teknik CVM adalah mengagregatkan rataan lelang yang diperoleh pada tahap ke-tiga. Proses ini melibatkan konversi dari rataan sampel kerataan populasi secara keseluruhan. Salah satu cara untuk mengkonversi ini adalah mengalikan rataan sampel dengan jumlah rumah tangga didalam populasi. Data yang telah dikumpulkan kemudian dipilah dan ditabulasi agar memenuhi keperluan analisis. Analisis data pada Teknik CVM menggunakan perhitungan Total Benefit sebagai analisis dasar untuk menghitung WTP. Untuk mendapatkan dugaan hubungan antara WTP (nilai keberadaan sumber daya) dengan karakteristik responden. maka didekati dengan menggunakan formula sebagai berikut: ………………………….………. 14
37
Dimana; WTPi
= Kesediaan membayar pengguna terhadap suatu sumber daya
n
= Jumlah Responden
Xi
= Parameter penjelas ke-i (seperti usia, pendidikan, pengalaman, pendapatan). Persamaan di atas, dinormalisasikan agar menyesuaikan bentuk data yang
telah dikumpulkan. Penggunaan metoda yang digunakan Grigalunas and Congar, (1995) umumnya digunakan untuk data yang memiliki nilai sebaran yang relatif seragam dengan interval tidak terlalu besar, sehingga untuk memudahkan analisis data maka dapat digunakan metoda seperti yang digunakan oleh Yaping, (1999).
Dimana: WTP = Willingness To Pay (Nilai Kesediaan Membayar) a
= Konstanta
E
= Tingkat Pendidikan (hasil pembobotan)
I
= Pendapatan per tahun
A
= Usia Responden (tahun),
XP
= Pengalaman
n
= Jumlah responden
3. Benefit Transfer Benefit transfer adalah suatu transfer nilai moneter suatu hasil studi valuasi ekonomi dari suatu lokasi (yang memiliki data) ke lokasi yang tidak ada datanya. Metode ini menilai perkiraan benefit dari tempat lain (dimana sumberdaya tersedia) kemudian benefit tersebut ditransfer untuk memperoleh perkiraan yang kasar mengenai manfaat dari lingkungan (Fauzi, 2003). Valuasi ekonomi merupakan aktivitas yang cukup memerlukan waktu dan biaya. Keterbatasan hasil studi/penelitian khususnya pada ekosistem lamun dan banyaknya kendala untuk suatu penghitungan sehingga metode benefit transfer merupakan solusi dalam melakukan valuasi SDAL. Metode ini digunakan dengan
38
asumsi nilai asuhan ikan (nursery ground) pada usaha budidaya ikan baronang secara intensif di tambak per hektar (Kordi, 2010) dikalikan dengan harga bibit ikan dan dibagi lagi dengan biaya investasi dikeluarkan 5 tahun sekali sesuai dengan umur tambak (Suparmoko et al, 2004). Sedangkan untuk nilai serapan karbon pada ekosistem lamun merupakan total hamparan ekosistem padang lamun di Indonesia seluas 30.000 kilometer persegi yang mampu menyerap carbon 56,3 juta ton/thn.