INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017
23
CYBER RELIGIUS SEBAGAI PENGENDALI PRILAKU AMORAL PENGGUNA KOMPUTER Muhamad Danuri
1)
1) AMIK Jakarta Teknologi Cipta, 1)
[email protected],
2)
, Heru Sulistyo
2)
2)
STIE Dharma Putra Semarang
[email protected]
Abstrak Masyarakat pengguna teknologi digital seperti internet dan berbagai fasilitiasnya seperti media social, internet, games dan berbagai aplikasi lainnya memberikan berbagai macam pengaruh baik yang positif maupun negatif. efisiensi, keamanan, kenyamanan dan efektifitas merupakan dapat postitif dari teknologi ini namun ada juga dampak negative seperti menurunnya prilaku social, kejahatan dan kerawanan moral. Walau telah ada pedoman etika berinternet seperti Cyber Ethics namun belum dapat berperan secara maksimal untuk dapat mengendalikan dampak negative tersebut. Sehingga perlu adanya sebuah model pengendalian yang lebih mengikat setiap pengguna dalam mengunakan media digital agar tidak terjerumus kedalam prilaku yang tidak baik dan merugikan. Model Cyber religius adalah sebuah model pengendalian pengguna internet yang berbasis pada kepercayaan individu terhadap Tuhannya. Dalam model ini terdapat beberapa pengendalian yang bersifat memberi peringatan tentang hukuman dan akibat dari setiap tindakan yang tidak baik yang dilakukan di Media Digital tersebut. Setiap individu akan merasa diawasi oleh Tuhannya sehingga tidak akan berbuat yang tidak baik karena akan mengakibatkan dosa dan kerugian dikemudian hari. Tujuan penelitian ini adalah memberikan wawasan baru tentang pengendalian perilaku pengguna media digital terhadap prilaku-prilaku yang dapat mengakibatkan kejahatan dan kerugian terhadap orang banyak. Diharapkan model ini dapat di pakai di indonesia khususnya dan di seluruh dunia agar masyarakat digital terbebas dari pelanggaran dan kejahatan dari penggunanya. Kata Kunci: Cyber Religius, Computer, Media Digital, Internet, Prilaku Amoral, Cyber Crime
1. PENDAHULUAN Penggunaan berbagai aplikasi dimedia digital memberikan berbagai macam manfaat positif seperti efisiensi, keamanan, kenyamanan, efektifitas peningkatan kreativitas namun juga memberikan dampak negative seperti menurunnya prilaku social, kejahatan dan kerawanan moral. pedoman etika berinternet seperti Cyber Ethics sudah disebarluaskan namun belum dapat berperan secara maksimal untuk dapat mengendalikan dampak negative tersebut. Sehingga perlu adanya sebuah model pengendalian yang lebih mengikat setiap pengguna dalam mengunakan media digital agar tidak terjerumus kedalam prilaku yang tidak baik dan merugikan.
Cybercrime merupakan bentuk kejahatan yang timbul dalam pemanfaatan teknologi internet. Cybercrime menurut beberapa pendapat sebagai berikut ; The U.S. Department of Justice memberikan pengertian computer crime sebagai : “…any illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution ”. Kemudian dari Organization of European Community Development , mendefinisikan computer crime sebagai : “any illegal, unehtical or unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the transmission of data”. Sedangkan, dibawah ini beberapa makalah yang berhubungan dengan dampak Cybercrime : Menurut Suroso, 2007 , Cybercrime memiliki dampak negatif bagi perkembangan moral anak, dapat menyebabkan terjadinya krisis nilai, krisis moral, akhlak, budi pekerti terhadap bangsa Indonesia khususnya anak-anak adalah Cyber dibidang kesusilaan, yaitu Cyber Sex dan Cyber (child) Pornography berupa pemanfaatan/penggunaan internet untuk tujuan seksual. Hal ini memberikan pesan bahwa perlu adanya sebuah pengendalian secara mandiri dari keluarga dan dari diri pengguna internet untuk terbebas dari pengaruh hal-hal yang bersifat amoral dalam dunia internet.
24
INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017
Menurut Novianto, 2014 trend kejahatan di dunia maya kegiatan ilegal Cybercrime selama tahun 2014, yang disebut oleh Norton mencapai 1 juta setiap hari, menurun 0,5 juta dibandingkan tahun 2013 lalu. Penurunan kejahatan ini disebabkan semakin pedulinya sikap para pengguna terhadap tingkat keamanan ponsel mereka ditunjang perbaikan berbagai peranti lunak keamanan yang digunakan untuk memperkuat securitynya. Ini berarti bahwa kejahatan masih ada namun pihak penggunasudah mulai sadar akan keamanan dalam pemakain teknologi tersbut. Namun Modus operandi Cybercrime tahun 2014 masih tetap bertahan bahkan meningkatkan strategi penyerangan pada peranti Mobile Internet Devices dan Jejaring Sosial. Ini berarti bahwa kejahatan di internet mengalami pengubahan strategi untuk menemukan mangsanya. Kejahatan Cybercrime di Indonesia Menurut Lutfi, A, 2014 Secara keseluruhan, kasus Cybercrime mencapai jumlah 520 kasus di tahun 2011 dan 600 kasus di tahun 2012. Dimana 40 persen kasus Cybercrime, kasus pencemaran nama baik sekitar 30 persen dan kasus Hacking sebanyak 30 persen. Jumlah ini akan terus meningkat seiring meningkatnya laporan masyarakat. Peringkat Indonesia dalam kejahatan internet di dunia telah menggantikan posisi Ukraina yang sebelumnya menduduki posisi pertama. Menurut penelitian Verisign, perusahaan yang memberikan pelayanan intelijen di dunia maya yang berpusat di california Amerika Serikat Indonesia tercatat memiliki persentase paling tinggi terjadinya kejahatan ini.
Abidin DZ, 2015, menyimpulkan bahwa Semakin maraknya tindakan kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi yang berbasis komputer dan jaringan telekomunikasi ini semakin membuat para kalangan pengguna jaringan telekomunikasi menjadi resah. Secara umum trend kejahatan Cybercrime di Indonesia terus meningkat “ Trend serangan Cyber di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, dengan tipe dan variasi serangan yang berbeda dari tahun sebelumnya, namun ada juga yang masih sama. Kejahatan Cybercrime terjadi karena beberapa sebab, antara lain adanya pelaku kejahatan, modus kejahatan, kesempatan untuk melakukan kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan, dan hukum. Rata-rata menggunakan kemampuannya itu untuk melakukan akses yang tidak sah ke jaringan komputer orang lain. Jadi trend pelaku kejahatan Cyber cukup jelas mereka yang paham dan mahir dalam dunia Cyber ini.”
2. PEMBAHASAN 2.1. Perkembanga Teknologi informasi Perkembangan teknologi bidang informatika memberi banyak manfaat bagi manusia menjadi sarana membantu dan mendukung tercapainya efisiensi, keamanan, kenyamanan dan efektifitas dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-hari. Banyaknya manfaat teknologi informasi dalam membantu pekerjaan ini semakin memberikan banyak kemudahan dan alternative baru. Berbagai macam jenis teknologi informasi dalam bentuk digital menjadi popular dan diminati oleh masyarakat dunia, internet salah satunya. Dengan internet muncullah berbagai macam aplikasi yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna komputer seperti untuk berkompunikasi, mencari berita dan berbisnis. Hampir 1/3 penduduk dunia telah menggunakan internet dalam kehidupan sehari-harinya. Di Indonesia pengguna internet berkembang dengan pesat, berdasarkan data dari APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) tahun 2016 Jumlah pengguna Internet di Indonesia tahun 2016 adalah 132,7 juta user atau sekitar 51,5% dari total jumlah penduduk Indonesia sebesar 256,2 juta. ini berarti bahwa hampir setengah penduduk Indonesia memanfaatkan teknologi internet ini. Dimana 65 persen dari pulau jawa atau sekitar 86,3juta orang dan yang paling rendah di Maluku dan papua hanya 2,5 persen atau sekitar 3,3 juta orang. Dari hasil survey APJII tersebut terlihat sebaran pengguna internet yang hamper menyeluruh ke seluruh wilayah yang ada di Indonesia. Trend ini cukup membanggakan karena berbarti masyarakat telah dapat menikmati perkembangan teknologi informasi untuk dipergunakan dalam kehidupannya sehari-hari. Berdasarkan dari sumber yang sama disebutkan bahwa : Data Perilaku Pengguna Internet berdasarkan konten yang paling sering dikunjungi, didapatkan bahwa trend tertinggi pengunjung web onlineshop sebesar 82,2 juta atau 62%. Dan konten social media yang paling banyak dikujungi adalah Facebook sebesar 71,6 juta pengguna atau 54% dan urutan kedua adalah Instagram sebesar 19,9 juta pengguna atau 15%. Berdasarkan survey populasi jumlah pemakai internet dari tahun 1998 sampai tahun 2015 didunia terjadi peningkatan jumlah pengguna internet yang cukup pesat, hal ini dipengaruhi oleh mudahnya pengguna mengakses internet dari berbagai macam aplikasi dan dari berbagai macam perangkat. Hasil survey juga menunjukkan 6 jenis konten yang di akses oleh pengguna internet media social menduduki peringkat paling atas dengan jumlah 129,2 orang kemudian hiburan dan berita menduduki peringkat yang hamper sama di angka 96
25 INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017 persen. Setelah itu pendidikan dan komesial di angka 93 persen. Dimana layanan publik sebanyak 91,6 persen saja. Hal ini terlihat bahwa trend masyarakat masih menikmati konten media social dan hiburan dalam menggunakan internet. Pesatnya perkembangan ini juga membawa beberapa dampak bagi masyarakat, baik dampak positif maupun negative. Sebagai contoh dampak positif tersebut antara lain meningkatnya kreatifitas. Di samping itu disebutkan bahwa sebagian besar pengguna internet Indonesia menggunakan internet untuk mengakses media sosial dan hiburan.
2.2. Kejahatan cyber crime yang membutuhkan solusi dan penanganan Disatu sisi Teknologi informasi dapat memberikan manfaat, mempermudah dan mempercepat akses informasi yang kita butuhkan dalamsegala hal serta dapat mengubah model perekonomian dan model berbisnis. Namun dampak negatif pun tidak bisa dihindari. Seiring perkembangan teknologi internet, menyebabkan munculnya kejahatan baru yang disebut dengan new Cybercrime melalui jaringan internet. Munculnya beberapa kasus Cybercrime di Indonesia, seperti penipuan, hacking, penyadapan data orang lain, spaming email, dan manipulasi data dengan program komputer untuk mengakses data milik orang lain. Kejahatan-kejahatan yang ditimbulkan oleh pelaku Cybercrime telah merugikan dalam jumlah besar bagi korbannya serta perekonomian dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia. Untuk penanggulangan permasalahan kejahatan internet ini diperlukan Lembaga-lembaga khusus, baik milik pemerintah maupun NGO ( Non Government Organization). Penyalahgunaan teknologi informasi khususnya internet telah membuat kerugian material maupun non-material bagi sebagian orang, khususnya para penggunanya. permasalahan ini dapat menimbulkan penurunan moral dan kualitas bangsa. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mencegah hal tersebut, namun perlu ada cara yang lebih kuat lagi. Dari beberapa penelitian menunjukkan perkembangan kejahatan cybercrime dari waktu ke waktu terus meningkat dan segera membutuhkan solusi penangananya. 2.3. Penanganan Cybercrime Berbagai upaya Penanganan kejahatan internet (Cybercrime) telah dilakukan oleh berbagai lembaga di Indonesia. Namun perkembangan dan munculnya kejahatan baru (new Cybercrime) memaksa pemerintah dan masyarakat untuk juga turut mengawasi dan mencegah terjadinya kejahatan tersebut. Indonesia telah memiliki IDCERT (Indonesia Computer Emergency Rensponse Team). Unit ini merupakan point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah-masalah keamanan komputer. Selain itu CyberLaw (Undang – undang khusus dunia Cyber/Internet) di Indonesia menggunakan KUHP (pasal 362) dan ancaman hukumannya masih dikategorikan sebagai kejahatan ringan dan tahun 2016 diadakan perubahan diantaranya Memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik (Memberikan landasan yang kuat bagi pemerintah untuk mencegah penyebarluasan konten negatif di internet). Albrecht W. Steve, 2003, menyatakan bahwa untuk meminimalisir kejahatan Cybercrime dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu pencegahan, pendeteksian dan penginvestigasian. Upaya pencegahan Cybercrime adalah salah satu langkah yang penting karena sistem itu harus dibangun dengan pengendalian, baik itu yang bersifat physical access maupun logical access. Audit atas pengendalian physical access dilakukan melalui evaluasi atas pengamanan akses fisik ke lokasi pusat data dan sistem alarm untuk akses tanpa otorisasi pengamanan fisik lain terhadap hardware. Sedangkan audit atas pengendalian logical access dapat dilakukan dengan mengevaluasi kesesuaian otorisasi ataupun password dengan penetapan tanggung jawab (job description). Salah satu upaya pencegahan tersebut dilakukan dengan yang namanya audit atas teknologi informasi. 2.4. Pendekatan Religius untuk Pengendalian Prilaku amoral Atas Dasar tinjauan diatas di ketahui bahwa Permasalahan penyalahgunaan teknologi informasi khususnya media internet ini berawal dari masing-masing individu penggunanya. Perlu adanya pencegahan yang berawal dari kesadaran sebagai pengguna agar tidak melanggar etika dan melakukan hal-hal yang amoral dalam penggunaan media internet. Hal ini merupakan bentuk pencegahan dari level yang paling bawah atau paling dasar yaitu pengendalian diri sendiri.
26
INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017 Tabel 1 Penelitian Terdahulu tentang pendidikan, pengendalian Prilaku amoral dan Religius
No
Nama / Tahun
Tujuan Kebijakan
1
2
3
4
5
6
Suroso 2007
A.M. Wibowo 2012
Nazarudin Tianotak 2011
Heru Sulistiyo, 2014
Amiruddin, 2014 Dodo Zaenal Abidin, 2015
Kriminal
Cybercrime Terhadap Anak. Tinjauan Dalam Prespektif Hukum Dan Pendidikan Moral
Mengkaji Pengaruh implementasi pendidikan terhadap keagamaan didik
Metode Perlunya Kebijakan Kriminal
tentang agama perilaku peserta
Mengkaji
Urgensi
Dalam Penangan
Rangka
Pendidikan Agama
Cyberlaw Di Indonesia Cybercrime Perbankan
Disektor
Mengkaji tentang relevansi nilai religius dalam mencegah perilaku disfungsional audit Mengkaji tentang internalisasi nilai-nilai agama pada anak usia dini Mengkaji berbagai bentuk kejahatan dalam teknologi informasi dan komunikasi dan penanggulangannya
Hasil
Cyber Law
Nilai Religius
Nilai Agama
UU ITE
3
strategi
Cybercrime dengan : • • •
penanganan
Antisipasi Yuridis Antisipasi Teknologi Antisipasi sumberdaya manusia
Terdapat pengaruh antara implementasi pendidikan agama pada SMA di bawah yayasan keagamaan terhadap perilaku keagamaan peserta didiknya. Pengaruh tersebut ditunjukan pada perhitungan regresi dengan nilai signifkansi sebesar 0,000. Adapun pengaruh implementasi pendidikan agama terhadap perilaku keagamaan peserta didiknya adalah sebesar 27,4 %. Dengan demikian Hipotesis Nol yang berbunyi tidak ada pengaruh implementasi pendidikan agama terhadap perilaku keagamaan peserta didik ditolak. • Sistem perundang-undangan di Indonesia belum mengatur secara khusus mengenai kejahatan komputer melalui media internet. • Hambatan-hambatan yang ditemukan dalam upaya melakukan penyidikan terhadap Cybercrime agama telah terbukti berperan dalam mencegah perilaku menyimpang, karena individu dengan religius tinggi memiliki self monitoring, self control dan self regulation sehubungan dengan pandangan terdapat kekuatan yang maha tinggi sedang mengawasi mereka (God). Penanaman nilai agama kepada para siswa, namun belum disimpulkan hasilnya karena penelitian ini hanya memberikan tata cara penanaman nilai agama tersebut Kejahatan Masih meningkat dan bervariasi tiap tahunnya
Tabel 1 menunjukkan beberapa penelitian diatas telah ada upaya untuk penanggulangan kejahatan komputer dengan berbagai cara namun belum dapat menurunkannya, perlu adanya sebuah model penaggulangan yang lebih kuat dan melekat kepada masing-masing pengguna internet. 2.5. Cyber Religius Pendekatan Religius untuk Pengendalian Prilaku
Cyber religius adalah sebuah pengendalian tindakan amoral pengguna komputer yang mengambil prinsip religious atau ketuhanan yang aturannya terbukukan dalam kitab suci setiap agama. Pandangan ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Emerson dan Mckinney (2010) menyatakan pentingnya kembali pada kepercayaan beragama dalam membentuk sikap dalam bisnis, setelah terjadi kegagalan etika dalam bisnis.
27 INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017 Organisasi Buruh Dunia atau ILO (2012)menyatakan bahwa nilai spritual dan religius (agama) dapat menjadi pijakan umum,karena ada banyak untuk menginspirasi dan membimbing tindakan di masa depan dalam era globalisasi. Nilai spritual dan religius menjadi penting dalam upaya melakukan globalisasi yang adil. Nilai spritual dan religius yang kuat mempunyai peran penting di atas semua hubungan pekerjaan, keadilan sosial dan perdamaian.
Agama berperan mengurangi bahkan mencegah perilaku menyimpang, seperti: vandalisme, mencuri, penyalahgunaan narkoba, sex pra nikah, perkosaan atau penyerangan dan penyalahgunaan senjata. Pencegahan tersebut dapat dimungkinkan, karena orang yang memiliki religiusitas yang tinggi mempunyai kendali diri (self control)yang kuat, sehubungan dengan ajaran agama yang diyakininya melarang perbuatan tersebut. Peran agama terhadap pencegahan perilaku menyimpang tersebut dikemukakan oleh Cohran (1988), Shyam, Waller dan Zafer (2002) dan Desmond, Ulmer dan Bader (2013). Agama memainkan peranan yang penting dalam membentuk pribadi yang bersedia melakukan pemantauan diri (self monitoring) guna introspeksi atas perbuatan yang telah dilakukan. Sikap pemantauan diri tersebut terbentuk dari perasaan bahwa terdapat kekuatan yang maha besar, Allah, yang maha melihat setiap gerakan hati, ucapan dan perbuatan, baik yang tersembunyi maupun dinampakkan. Self monitoring menumbuhkan sikap kendali diri (self control) yang kuat yang berdampak pada sikap dan perilaku yang benar dan baik, sehingga perilaku menyimpang tidak terjadi. McCullough dan Willoughby (2009) mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat enam simpulan penelitian empiris mengenai peran agama, yaitu: (1) meningkatkan pengendalian diri (self control), (2) mengarahkan tujuan yang dipilih, dikejar, dan diorganisir, (3) memfasilitasi pemantauan diri (self monitoring), (4) mendorong pengembangan kekuatan pengaturan diri (self regulatory); (5) mengatur dan mendorong terbentuknya seperangkat perilaku pengaturan diri, dan (6) berpengaruh terhadap kesehatan, kesejahteraan, dan perilaku sosial yang ditimbulkan dari pengaruh kontrol diri dan pengaturan diri. Hasil penelitian diatas membuktikan bahwa agama telah menjadi perhatian para peneliti dan memainkan peran penting dengan cakupan luas dalam berbagai segi kehidupan manusia dan lingkungan. Peran penting agama tersebut disebabkan agama merupakan salah satu sumber etika yang diakui secara universal. Di samping itu, tidak ada satu agama yang menempatkan etika secara marjinal pada ajarannya yang bisa diterapkan sambil lalu. Setiap agama selalu menempatkan etika sebagai salah satu inti utama ajarannya (Kholis,2004). Adapun lima komponen dalam Cyber religius antara lain : 1. Setiap tindakan yang kita lakukan diawasi oleh Tuhan Hampir semua agama memberikan peringatan bahwa akan ada hari akhir kelak atau hari kiamat, dan pada hari itu semua perbuatan manusia akan dihitung dan dipertanggungjawabkan. Perbuatan yang bernilai jahat akan mendapatkan balasan berupa siksaan di neraka sedangkan perbuatan yang baik akan mendapatkan pahala dan surga. Carter, McCullough, dan Carver (2012) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa orang-orang yang lebih religius cenderung untuk memantau posisi pencapaian tujuan mereka ( self-monitoring) ke tingkat yang lebih besar, yang pada gilirannya berhubungan dengan kontrol diri (self control). Orang-orang religius cenderung percaya bahwa terdapat kekuatan yang maha tinggi sedang mengawasi mereka (God), yang terkait dengan pemantauan diri (self-monitoring) yang lebih besar, yang pada gilirannya terkait dengan kontrol diri (self control). 2. Perbuatan jahat mengakibatkan malapetaka Dalam hukum alam kekekalan energy, bahwa energy tidak dapat dimusnahkan, suatu perbuatan jahat adalah sebuah bentuk energy yang tidak dapat hilang/musna dan akhirnya akan kembali lagi ke sumber pembuat energy dalam bentuk yang lain seperti sakit, bencana, musibah maupun malapetaka. Namun jika perbuatan baik juga akan mendapat feedback energy yang baik dan menyenangkan seperti naiknya prestasi, keselamatan, ketentraman dan naiknya derajat dari makluk yang lain. Ada realitas yang berlawanan pada sebagian manusia yang justru merasa senang dan bahkan menjadi kebiasaan sikap dan perilakunya ketika membuat orang lain menjadi sengsara dan mengalami kesulitan dalam kehidupannya. Dalam perspektif psikologi agama, kepuasan dan bahkan
28
INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017 kebanggaan seseorang atas kesulitan hidup orang lain disebut sebagai orang yang sedang sakit jiwa/batinnya. Hal yang demikian menjadi parameter bahwa orang yang karakternya semacam itu dapat dikatakan bahwa hidupnya sama sekali tidak bermakna, bahkan menjadi malapetaka (madlarat) bagi dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan (Turhan, 2015).
3. Dosa dan Hukuman kita akibat dari perbuatan jahat kita Setiap manusia dalam melakukan kegiatan didunia ini sudah diatur oleh Tuhan, namun manusia dapat mengendalikan diri untuk meilih antara yang baik dan jelek. Perbuatan baik akan mendapatkan balasan baik dan perbuatan jahat mendapatkan balasan perbuatan jahat, dosa dan hukuman. Dalam Buku purnomo, B, 1982, Hugo De Groot mengatakan bahwa " malum passionis (quod ingligitur) propter malum actionis" yaitu penderitaan jahat menimpa dikarenakan oleh perbuatan jahat. John Kaplan membedakan teori retributive ( retribution) dalam dua teori yaituteori pembalasan (the revenge theory), dan teori penebusan dosa (the expiation theory.) Menurut John Kaplan kedua teori ini sebenarnya tidak berbeda, tergantung dari cara orang berpikir pada waktu menjatuhkan pidana yaitu apakah pidana itu dijatuhkan karena kita "menghutangkan sesuatu kepadanya" atau karena "ia berhutang sesuatu kepada kita". Pembalasan mengandung arti bahwa hutang si penjahat "telah dibayarkan kembali" (the criminal is paid back) sedangkan penebusan mengandung arti bahwa si penjahat "membayar kembali hutangnya" (the criminal pays back). 4. Satu kejahatan akan dibalas Tuhan dikemudian hari Tuhan sebagai pemilik makluk hidup memberikan pilihan kepada Manusia untuk melakukan takdirnya, kebebebasan memilih untuk menjalani hidup. Pilihan perbuatan yang jahat akan mendapatkan balasan berupa siksaan baik dinuia maupun di akhirat sedangkan perbuatan yang baik akan mendapatkan pahala dan kenikmatan naik didunia maupun diakhirat. Nilai agama bersumber dari Tuhan, mengatur hubungan manusia dengan Tuhan-nya, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya. Nilai agama cenderung bersifat mutlak, mangatur balasan ketaatan dengan kehidupan sejahtera dan ketidak taatan dengan kehidupan sengsara, baik di dunia maupun setelah meninggal dunia. Balasan tersebut yang memotivasi manusia mengendalikan perilakunya agar sesuai dengan tuntunan yang digariskan oleh agama. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk Tuhan sudah sewajarnya menganut nilai-nilai bersumber dari Penciptanya, yaitu agama. Karena semua agama bertujuan merealisasikan nilai kehidupan tertinggi manusia, yaitu hidup kekal di akhirat. Nilai-nilai kehidupan duniawi bukan merupakan tujuan akhir, tapi hanya tujuan antara, sebagai media untuk mencapai tujuan akhir, yaitu hidup kekal di akhirat (Agoes dan Ardana, 2013). 5. Hindari kejahatan yang hasilnya tidak akan memberi ketentraman Perbuatan jahat kadang menghasilakn sesuatu yang banyak dengan mudah, namun akhirnya nanti tidak aka nada ketentraman dalam hidup dengan hasil dari kejahatan. Semua itu tidak aka nada artinya karena didapat diatas penderitaan orang lain. Selaras dengan pemantauan diri dan kendali diri, pada akhirnya agama dapat mempengaruhi perasaan seseorang lebih tenteram, karena orang yang religiusitasnya tinggi cenderung mengikutkan Tuhan pada setiap gerak langkahnya. Hati menjadi longgar tidak terbebani, karena setiap masalah yang dihadapi diserahkan kepada Tuhan, akhirnya kebahagiaan meningkat. Kaitan dengan itu hasil penelitian Hacknney dan Hackney (2003) mengungkapkan bahwa relegiusitas berpengaruh dalam peningkatan kesehatan mental yang diproksi dengan ketahanan mental, kepuasan hidup dan aktualisasi diri. Demikian juga, Aghili dan Kumar (2008) telah meneliti hubungan sikap religius dengan kebahagiaan pekerja profesional di India dan Iran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sikap religius yang tinggi berkorelasi positif dengan kebahagiaan (happiness atauwell being) profesional di India dan Iran. Atas dasar uraian tersebut, maka peran agama relevan digunakan dalam memecahkan permasalahan mengenai perilaku amoral pemakai komputer. Asumsinya adalah agama memuat nilainilai kebenaran dan kebaikan yang dapat digunakan sebagai kendali sikap, niat dan perilaku bagi pengguna komputer. Pengguna komputer akan memiliki self monitoring, self control dan self regulation yang sangat penting diterapkan dalam kegiatan memanfaatkan komputer untuk kegiatannya. Dengan kemampuan tersebut, maka pengguna komputer akan dapat memanfaatkan fasilitas-fasilitas dari komputer dengan baik, dan akan mampu menghindari perilaku amoral.
29 INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017 Lima dasar materi Cyber religus diatas dapat diberikan dalam bentuk pelatihan dan atau pembelajaran kepada pengguna komputer untuk mengendalikan perbuatannya, sehingga setiap pengguna akan menghindari kejahatan. sampel penelitian dari mahasiswa AMIK JTC semarang, kelas regular pagi dengan populasi 46 mahasiswa, didapatkan sampel dengan metode pemilihan sampling untuk pengguna mahasiswa dilakukan dengan metode slovin dengan toleransi tingkat kesalahan sebesar 5%.
N
n= 1+ne2 Dimana : n : jumlah sampel N : jumlah populasi E : batas toleransi kesalahan (error tolerance) Jumlah Sampel = 46 / 1+(46 x 0,025)= 46/1,16 = 41 , maka akan didapat jumlah sampel sebanyak 41 mahasiswa. Dalam pengujian nantinya akan dibagi menjadi dua kelas yaitu kelas standart dan kelas treatment/eksperimen dimana masing-maisng kelas sebanyak 41 mahasiswa. Adapun questioner Cyber religius yang disebarkan kepada responden seperti di bawah ini : Tabel 2 Quesioner Cyber Religius Deskripsi Cyber religus
No
Setiap tindakan yang kita lakukan diawasi oleh Tuhan 1
Setiap tindakan yang kita lakukan diawasi oleh Tuhan
2
Kita Hidup didunia telah ditakdirkan oleh Tuhan
3
Kita diperbolehkan oleh tuhan untuk memilih perbuatan
4
Menurut anda perbuatan yang kita lakukan diawasi oleh Tuhan
5
Tuhan mencatat perbuatan Kita
6
Akan Ada hari akhir dan perbuatan kita akan dipertanggungjawabkan
Perbuatan Jahat mengakibatkan malapetaka 1
Berbuatlah kebaikan agar terhindar dari malapetaka
2
Hukum alam kekekalan energy, bahwa energy tidak dapat dimusnahkan, suatu perbuatan jahat adalah sebuah bentuk energy yang tidak dapat hilang/musna
3
Energi pada akhirnya akan kembali lagi ke sumber pembuat energy dalam bentuk yang lain
4
Energi yang jahat akan kembali dalam bentuk yang jahat seperti sakit, bencana, musibah maupun malapetaka
5
Energi yang baik akan kembali dalam bentuk yang baik seperti naiknya prestasi, keselamatan, ketentraman dan naiknya derajat dari makluk yang lain.
Dosa dan Hukuman kita akibat dari perbuatan jahat kita 1
Hukuman yang diterima akibat dari perbuatan jahat kita
2
Setiap manusia dalam melakukan kegiatan didunia ini sudah diatur oleh Tuhan
3
Manusia dapat mengendalikan diri untuk memilih antara yang baik dan jahat
4
Perbuatan baik akan mendapatkan pahala dan perbuatan jahat mendapatkan dosa
Satu kejahatan akan dibalas Tuhan dikemudian hari 1
Satu kejahatan akan dibalas Tuhan dikemudian hari
2
Tuhan sebagai pemilik makluk hidup memberikan pilihan kepada Manusia untuk melakukan takdirnya
3
Manusia diberi kebebebasan memilih untuk menjalani hidup dengan perbuatan-perbuatan
Hindari kejahatan yang hasilnya tidak akan memberi ketentraman 1
Hindari kejahatan yang hasilnya tidak akan memberi ketentraman
2
Perbuatan jahat kadang menghasilkan sesuatu yang banyak dengan mudah
30
INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017 Deskripsi Cyber religus
No 3
Tidak akan ada ketentraman dalam hidup dengan hasil dari kejahatan
4
Semua itu tidak akan ada artinya karena didapat diatas penderitaan orang lain.
Penilaian questioner di skor menggunakan skala likert, dengan score 1=Sangat Tidak Setuju, 2 =Tidak Setuju, 3= Ragu-ragu, 4=Setuju, 5=Sangat Setuju. 2.6. Pengujian model Cyber Religius Pengujian model Cyber Religius dilakukan metode eksperimen kuasi. Metode ini digunakan untuk memperoleh gambaran peningkatan moral perilaku mahasiswa dengan materi Cyber Religius. Sedangkan pengujian hipotesis menggunakan statistik uji beda paired samples test. Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah adakah perbedaan kelas yang diberi materi cyber religius dengan yang tidak terhadap perilaku moral penggunaan komputer. Responden adalah mahasiswa AMIK JTC Semarang, sebanyak 41 orang. Instrumen berupa Soal sebanyak 22 butir yang diujikan kepada mahasiswa yang telah mendapatkan materi Cyber Religius. Pemberian soal ini bertujuan untuk mengetahui valid atau tidaknya instrumen yang telah dibuat tersebut. Dari hasil uji instrumen terdapat 2 butir soal yang tidak valid. Dilakukan tes terhadap responden menggunakan 20 soal valid sebelum dan sesudah treatment. Perbedaan skor tes awal dan tes akhir ini diasumsikan sebagai efek dari treatment. Skor gain (gain actual) diperoleh dari selisih skor test awal dan tes akhir. Tes dilakukan pada saat pretest (tes awal) dan posttest (tes akhir). Tes ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pemahaman mahasiswa terhadap kerugian amoral dalam dunia Cyber sebelum kegiatan belajar mengajar dan setelah menggunakan model Cyber religius. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pilihan dengan Skala, karena dengan tes ini dapat mengetahui sejauh mana pemahaman tentang materi Cyber religius mahasiswa yang didapatkan setelah peserta diberikan treatment. Instrumen tes tersebut mencakup kedalam tujuan pembelajaran yang diberikan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Tes tersebut dilakukan didua kelas yang berbeda kelas eksperimen dan kontrol. Pretest tersebut untuk engetahui kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, sedangkan postest dilakukan untuk mengetahui kemampuan sisiwa kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diberikan perlakuan terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol. 2.7. Hasil penelitian Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan peningkatan prilaku antara mahaiswa A yang mendapat materi Cyber Religius dengan yang tidak mendapatkan materi. Hasil penelitian secara umum disajikan dalam tabel kedua berikut: Kelas
Skor Ratarata Pre-test
Tabel 3 Skor Rata-rata Pre-test dan Post-test Skor Rata-rata Keterangan Post-Tes
A
3.48
4.10
dengan pemberian Materi Cyber Religius
B
3.56
3.86
Tanpa Pemberian Materi
Hasil rata-rata pre-test yang diperoleh kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak memiliki perbedaan yang cukup tinggi. Kedua kelas ini hanya memiliki selisih nilai yang sedikit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelas ini memiliki kemampuan awal yang sama. Skor pre-test maksimum pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama yaitu 100. Tetapi berbeda dengan skor maksimal pre-test pada skor minimum dalam dua kelas ini terdapat perbedaan yaitu untuk kelas eksperimen 64 dan kelas kontrol 48. Pada kelas eksperimen yang mendapat materi Cyber religius siswa mengalami peningkatan moral dan menghindari tampilan-tampilan web yang tidak baik. Berbeda dengan kelas kontrol, siswa terlihat mencoba-coba masuk ke web-web yang mengandung unsur tidak baik dan segera menutup situs tersebut ketika ada pengawas, walaupun sama-sama diminta untuk membuka situs internet secara bebas. Dari kelas eksperimen dengan jumlah siswa 41 orang tidak terdapat siswa yang berhasil mencapai Kriteria Paham, sedangkan pada kelas kontrol 8 orang tidak berhasil mencapai kriteria Paham sedangkan 33 lainnya diatas kriteria tersebut. Hal tersebut dapat diartikan pada kelas eksperimen 100% siswa berhasil menghindari kegiatan amoral dalam menggunakan internet, sedang kelas control masih jauh dari harapan keberhasilan yaitu 57%. Pada uji hipotesis disimpulkan bahwa thitung> ttabel yaitu 1,9994 > 1,6648. Dengan demikian H0 ditolak dan Hi diterima. Jika H1 diterima maka berbunyi “Ada perbedaan prilaku antara kelas eksperimen yang mendapat materi Cyber religius dengan kelas kontrol”.
31 INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017 Hal ini berarti terjadi peningkatan pemahaman Cyber religius dapat mempengaruhi pengendalian diri mahasiswa terhadap tindakan amoral dalam penggunaan komputer.
3. KESIMPULAN Perkembangan internet yang pesat memberikan pengaruh yang beraneka ragam, salah satunya adalah pengaruh negative dan positif bagi masyarakat. Pengendalian pemakai internet agar tidak terjadi tindakan amoral sudah dilakukan namun belum secara maksimal mengurangi jumlah yang terjadi. Cyber religius merupakan sebuah model yang dapat dijadikan alternative untuk mengendalikan prilaku pemakai internet agar terhindar dari tindakan amoral, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat peningkatan prilaku yang baik mahasiswa pemakai internet dibanding dengan yang tidak menggunakan. Dengan pemberian materi cyber religious terjadi peningkatan prilaku baik dari mahasiswa yang mendapat materi Cyber religius dibanding dengan kelas yang tidak mendapatkan materi. Cyber religius dapat dijadikan alternative di Indonesia untuk penanggulangan kejahatan di internet, namun perlu adanya dukungan semua pihak agar tingkat kejahatan amoral di dunia internet dan komputer semakin menurun. DAFTAR PUSTAKA Abidin, DZ,2015, Mengkaji berbagai bentuk kejahatan dalam teknologi informasi dan komunikasi dan penanggulangannya, Jurnal Ilmiah Media Processor Vol.10 No.2 Oktober l 2015 ISSN 19076738 Aghili Mojtaba dan Kumar G. Venkatesh, 2008," Relationship between Religious Attitude and Happiness among Professional Employees," Journal of the IndianAcademy of Applied Psychology, April 2008, Vol. 34, Special Issue, 66-69. Agoes Sukrisno dan Ardana I Cenik, 2013, Etika Bisnis dan Profesi-TantanganMembangun Manusia Seutuhnya, Salemba Empat, Jakarta. Amiruddin, 2014, Te Internalization of Religious Values into Pre School in Raudhatul Atfal Perwanida1 Lipu Majene Regency, Jurnal "Al-Qalam" Volume 20 Nomor 1 Juni 2014 APJII, 2016, Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet di Indonesia., Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia Carter Evan C, McCullough Michael E dan Carver Charles S, 2012," The Mediating Role of Monitoring in the Association of Religion With Self-Control," Social Psychological and Personality Science, 3(6), 691-697, sagepub.com/journals Permissions.nav DOI: 10.1177/1948550612438925 http://spps.sagepub.com Cohran John K, 1988," The Effect of Religiosity on Secular and Ascetic Deviance,"Sociological Focus, Vol. 21, No. 4 (October 1988), pp. 293-306, Published by: Taylor & Francis, Ltd.Stable URL: http://www.jstor.org/stable/20831486 Desmond Scott A. , Jeffery T. Ulmer & Christopher D. Bader, 2013," Religion, Self Control, and Substance Use, Deviant Behavior, 34:5, 384-406 Emerson Tisha L. N. and Mckinney Joseph A, 2010," Importance of Religious Beliefs to Ethical Attitudes in Business," Journal of Religion and Business Ethics, Vol. 1: Iss. 2, Article 5, Available at: http://via.library.depaul.edu/jrbe/vol1/iss2/5 Hackney Charles H dan Sanders Glenn S, 2003," Religiosity and Mental Health: A MetaAnalysis of Recent Studies," Journal for the Scientific Study of Religion, 42:1 (2003) 43-55 ILO , 2012 , Convergences : Decent Work and Social Justice in Religious Traditions A Handbook Kholis Nur, 2004 ," Etika Kerja Dalam Perspektif Islam, Al Mawarid Edisi XI McCullough Michael E dan Willoughby Brian L. B, 2009," Religion, Self-Regulation,and Self-Control: Associations, Explanations, and Implications," Psychological Bulletin, Vol. 135, No. 1, 6993, American Psychological Association. Novianto, A, 2014, Trend Cybercrime Tahun 2014 Studi Kasus : 2014 Norton Cybercrime Report, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2014 Steve, A, W, Albrecht W. , 2003, Froud Examination, ohio: south-western. Sulistyo, H, 2014, Relevansi Nilai Religius Dalam Mencegah Perilaku Disfungsional Audit, Jurnal Ekonomi Manajemen Akuntansi.
32
INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017
Suroso, 2007, Kebijakan Kriminal Cybercrime Terhadap Anak ( Tinjauan Dalam Prespektif Hukum Dan Pendidikan Moral ), Universitas Diponegoro Semarang Tara, J, 2013, Fenomena Kejahatan Penipuan Internet dalam Kajian Hukum Republik Indonesia, NCB Interpol Indonesia , Minggu, 05 Maret 2017 jam 12:34 WIB\ Tianotak, N, 2011, URGENSI CYBERLAW DI INDONESIA DALAM RANGKA PENANGAN CYBERCRIME DISEKTOR PERBANKA, Jurnal Sasi Vol. 17 No. 4 Bulan Oktober - Desember 2011 Turhan, Y, 2015, Kontribusi Pendidikan Karakter Dalam Mencegah Nafsu (Potensi) Korupsi Dan Mewujudkan Hidup Bermakna, Prosiding Seminar Nasional 2015 Revolusi Pendidikan Karakter Bangsa. Wibowo, AM, 2012, The Influence of Implementation Religious Study on Students' Religious Behaviour at Senior High Schools Under Religious Foundation in Kupang East Nusa Tenggara, Jurnal "Analisa" Volume 19 Nomor 02 Juli - Desember 2012