BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Botani Tanaman Mentimun Mentimun termasuk suku Cucurbitaceae (suku labu-labuan). Kedudukan tanaman mentimun dalam sistematika tumbuhan menurut Sumpena (2004) di klasifikasikan sebagai berikut : Diviso
: Spermatophyta
Sub-Diviso
: Dilleniidae
Kelas
: Magnoliopsida
Famili
: Cucurbitaceae
Genus
: Cucumis
Spesies
: Cucumis sativus L.
Selanjutnya bentuk morfologi mentimun yaitu : 1. Akar Perakaran mentimun memiliki akar tunggang dan bulu-bulu akar, tetapi daya tembus akar relatif dangkal, pada kedalaman sekitar 30-60 cm. Oleh sebab itu, tanaman mentimun termasuk peka terhadap kekurangan dan kelebihan air (Sumpena, 2004) 2. Batang Tanaman mentimun memiliki batang yang berwarna hijau, berbulu dengan panjang 0,5m-1,5m dan umumnya tanaman mentimun mengandunga air dan lunak. Mentimun mempunyai sulur dahan berbentuk spiral yang keluar di sisa tangkai daun. Sulur mentimun adalah batang yang termodifikasi dan ujungnya peka sentuhan bila menyentuh galah sulur akan mulai melingkarinya. Dalam 14 jam sulur itu telah melekat kuat pada galah/ajir (Sunarjono, 2006) 3. Bunga Bunga mentimun berbentuk terompet dan berwarna kuning bila sudah mekar. Mentimun termasuk tanaman berumah satu, artinya bunga jantan dan bunga betina letaknya terpisah, tetapi masih dalam satu tanaman. Bunga betina mempunyai bakal buah yang membengkok, terletak di bawah mahkota bunga,
5
sedangkan pada bunga jantan tidak mempunyai bagian bakal buah yang membengkok (Sumpena, 2004) 4. Buah Warna buah mentimun muda berkisar antara hijau, hijau gelap, hijau muda, dan hijau keputihan sampai putih, tergantung kultivar yang diusahakan. Sementara warna buah mentimun yang sudah tua (untuk produksi benih) berwarna cokelat, cokelat tua bersisik, kuning tua, dan putih bersisik. Panjang dan diameter buah mentimun antara 12-25 cm dengan diameter anatara 2-5 cm atau tergantung kultivar yang diusahakan. Bentuk-bentuk buah mentimun berkisar antara bentuk panjang, lonjong, bundar atau bulat, dan pangkal buah melekuk. Bentuk pangkal dan ujung buah berkisar ujung dan pangkal buah melekuk, ujung dan pangkal buah meruncing, ujung dan pangkal buah melingkar, dan ujung dan pangkal buah meruncing, tetapi tidak beraturan (Sumpena, 2004) 5. Daun Mentimun berdaun tunggal. Bentuk, ukuran, dan kedalaman lekuk daun mentimun bervariasi, tergantung dari spesies dan kultivarnya. Panjang daun antara 7-20 cm, panjang tangkai daun 5-15 cm, pinggiran daun berlekuk antara 3-5 cm, dengan susunan daun berselang-seling. Pada daun yang masih muda menyirip lima seperti pohon palem dan sudut-sudutnya meruncing. Sementara pada daun tua membentuk subcordatus, yaitu bangun daun menyerupai bulat telur, tetapi pangkal daun mempunyai lekukan (Sumpena, 2004) 1.2 Syarat Tumbuh Tanaman Mentimun 1. Kecocokan tanah dan ketinggian tempat Pada dasarnya mentimun dapat tumbuh dan beradaptasi di hampir semua jenis tanah. Tanah mineral yang bertekstur ringan sampai pada tanah yang bertekstur liat berat dan juga pada tanah organik, seperti tanah gambut dapat di usahakan sebagai lahan penanaman mentimun. Keasaman tanah yang optimal untuk mentimun adalah antara 5,5-6,5. Tanah yang banyak mengandung air, terutama pada waktu berbunga, merupakan jenis tanah yang baik untuk
6
penanaman mentimun. Jenis tanah yang cocok untuk penanaman mentimun di antaranya aluvial, latosol dan andosol. Tanaman mentimun dapat tumbuh baik pada ketinggian 0-1.000 m di atas permukaan air laut. Di ketinggian lebih dari 1.000 m dpl, penanaman mentimun harus menggunakan mulsa plastik perak hitam karena di ketinggian tersebut suhu tanah kurang dari 18° C dan suhu udara kurang dari 25° C. Dengan penggunaan mulsa tersebut dapat meningkatkan suhu tanah dan suhu di sekitar tanaman (Sumpena, 2004). 2. Iklim Pemilihan tempat dengan iklim yang sesuai untuk pertumbuhannya merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan budi daya mentimun. Berikut ini faktor-faktor iklim yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman mentimun, yaitu suhu, cahaya, kelembapan, dan curah hujan. a. Suhu Untuk tumbuh dengan baik, tanaman mentimun menginginkan suhu tanah antara 18-30° C. Dengan suhu di bawah atau di atas kisaran tersebut, pertumbuhan tanaman mentimun kurang optimal yang di butuhkan antara 2535°C. b. Cahaya Cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman mentimun. Penyerapan unsur hara akan berlangsung dengan optimal jika pencahayaan berlangsung antara 8-12 jam/hari. c. Kelembapan dan curah hujan Kelembapan relatif udara (RH) yang dikehendaki oleh tanaman mentimun untuk pertumbuhannya antara 50-85 %. Sementara curah hujan optimal yang diinginkan tanaman mentimun ini antara 200-400 mm/bulan. Curah hujan yang terlalu tinggi tidak baik untuk pertumbuhan tanaman ini, terlebih pada saat mulai berbunga karena curah hujan yang tinggi akan banyak menggugurkan bunga (Sumpena, 2004)
7
1.3 Jenis-jenis Mentimun Menurut Sunarjono (2006), jenis mentimun yang banyak di budidayakan dan diminati masyarakat di bagi atas 2 golongan yaitu mentimun yang buahnya berbintil-bintil dan mentimun krai. Mentimun yang buahnya terdapat bintil-bintil seperti jerawat, terutama pada bagian pangkal buah, terdiri dari tiga macam sebagai berikut. a. Mentimun biasa atau mentimun Kulit buah mentimun ini tipis dan lunak, saat muda buahnya berwarna hijau keputih-putihan, setelah tua berwarna coklat. Jenis mentimun inilah yang paling banyak ditanam di indonesia. b. Mentimun watang Kulit buah mentimun ini agak tebal dan keras, saat muda buahnya berwarna hijau keputih-putihan setelah tua menjadi kuning tua. c. Mentimun wuku Kulit buah mentimun ini agak tebal, saat muda buahnya berwarna kuning kecokelatan, setelah tua menjadi cokelat tua Adapun krai atau mentimun krai berbuah halus dan tidak berjerawat. Buahnya berwarna kekuning-kuningan dan bergaris-garis putih. Krai terbagi menjadi dua macam yaitu krai besar dan mentimun suri. Krai besar seperti mentimun biasa, baik bentuk buah maupun rasanya. Sementara buah mentimun suri besarnya hampir sepuluh kali mentimun biasa. 1.4 Peranan Mulsa Menurut Lakitan (1995) mulsa adalah bahan atau material yang di gunakan untuk menutupi permukaan tanah atau lahan pertanian dengan tujuan tertentu yang prinsipnya adalah untuk meningkatkan produksi tanaman. Secara teknis, penggunaan mulsa dapat memberikan keuntungan antara lain, menghemat penggunaan air dengan laju evaporasi dari permukaan tanah, memperkecil fluktuasi suhu tanah sehingga menguntung kan pertumbuhan tanaman mentimun dan mikroorganisme tanah, memperkecil laju erosi tanah akibat tumbukan butirbutir hujan dan menghambat laju pertumbuhan gulma (Marliah, 2012).
8
Menurut Mustafa, dkk. (1979) mulching adalah penutup tanah yang bersifat melindungi dengan menggunakan rumput, sisa-sisa tanaman dan bahanbahan lain yang disebarkan atau di tinggalkan pada permukaan tanah di antara barisan tanaman atau di sekitar pohon-pohonan. Bahan mulsa bisa berupa bahan organik, anorganik sintetis maupun alamiah. Mulsa dapat disebarkan membentuk lapisan dengan ketebalan tertentu tergantung pada bahan dan aplikasinya. Ada beberapa macam mulsa yang biasa di gunakan dalam pertanian di antaranya mulsa organik berupa sisa tanaman dan mulsa anorganik berupa aluminium dan plastik (Arif M. Azis, 1993). Bahan-bahan dari mulsa dapat berupa sisa-sisa tanaman atau bagian tanaman yang lalu dikelompokkan sebagai mulsa organik, dan bahan-bahan sintetis berupa plastik yang lalu dikelompokkan sebagai mulsa non-organik (Khusjananto, 2012). Penggunaan mulsa plastik sudah menjadi standar umum dalam produksi tanaman sayuran yang bernilai ekonomis tinggi, baik di negara-negara maju maupun di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bahan utama penyusun mulsa plastik adalah low-density polyethylene yang dihasilkan melalui proses polimerisasi etilen dengan menggunakan tekanan yang sangat tinggi. Penggunaan mulsa plastik, terutama mulsa plastik hitam perak, dalam produksi sayuran yang bernilai ekonomis tinggi seperti cabai, tomat, terong, semangka, melon dan mentimun, semakin hari semakin meningkat sejalan dengan peningkatan kebutuhan dan permintaan konsumen terhadap produk sayuran tersebut. Meskipun penggunaan mulsa plastik ini memerlukan biaya tambahan, tetapi nilai ekonomis dari hasil tanaman mampu menutupi biaya awal yang dikeluarkan (Fahrurrozi, 2009).
Mulsa ada dua jenis yaitu mulsa organik dan mulsa anorganik. Mulsa organik adalah mulsa yang berasal dari sisa panen, tanaman pupuk hijau atau limbah hasil kegiatan pertanian, yang dapat menutupi permukaan tanah. Seperti jerami, eceng gondok, sekam bakar dan batang jagung yang dapat melestarikan
9
produktivitas lahan untuk jangka waktu yang lama. Mulsa organik berupa mulsa plastik hitam dan perak. Mulsa anorganik adalah mulsa yang meliputi semua bahan yang bernilai ekonomis tinggi seperti plastik dan batuan dalam bentuk ukuran 2-10 cm. Secara umum pengetahuan mulsa organik dapat ditentukan oleh jenis mulsa, jenis tanaman dan tipe iklim. Perbedaan penggunaan bahan mulsa akan memberikan pengaruh yang berbeda pada pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun. Keuntungan dari mulsa organik lebih mudah didapatkan, dan dapat terurai sehingga menambah kandungan bahan organik dalam tanah (Marliah, 2012). Menurut Mawardi (2000) penggunaan mulsa plastik merupakan salah satu cara yang telah terbukti dapat meningkatkan hasil tanaman. Warna mulsa plastik yang umumnya digunakan adalah warna hitam, transparan (bening), hijua dan perak. Plastik warna hitam dapat menghambat pertumbuhan gulma dan dapat menyerap panas matahari lebih banyak. Mulsa plastik bening dapat menciptakan efek rumah kaca, sementara mulsa plastik perak dapat memantulkan kembali sebagian panas yang diserap sehingga mengurangi serangan kutu daun (aphid) pada tanaman (Kusumasiwi, 2011) Menurut bahan dan teknik yang di gunakan,mulsa di bagi menjadi empat kelompok yaitu : mulsa debu berupa mulsa yang di peroleh dengan menggemburkan bagian atas tanah yang berfungsi sebagai penghalang gerakan air, mulsa gulma atau serasah berupa potongan gulma dan sisa bahan tanaman lainnya yang di biarkan kering di atas permukaan tanah, mulsa tunggul berupa mulsa yang di peroleh dengan membiarkan sisa tanaman serealia tetap berada di lahan sehingga dapat menambah kekerasan permukaan tanah. Tujuan penggunaan mulsa adalah untuk meningkatkan hasil dan kualitas hasil tanaman dengan memodifikasi keadaan lingkungan, sehingga memperbaiki lingkungan perakaran yang pada akhirnya mempengarungi pertumbuhan serta produksi tanaman. Pemulsaan tanah dapat mempertahankan kelembaban dan suhu tanah sehingga dapat memperbaiki pengambilan zat hara oleh akar tanaman (Jufrin, 2013). Selanjutnya Arsyad (1989) dalam kutipan Jufrin (2013) menjelaskan bahwa fungsi mulsa adalah melindungi permukaan tanah agar lebih
10
permeabel, kemantapan agrerat dan aerasi, serta dapat ,mengendalikan tanaman pengganggu.
11