BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan landasan teori serta konsep-konsep yang mendukung dalam perancangan redesain Environmental Graphic Taman Bungkul Surabaya. 2.1
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu pernah dilakukan oleh mahasiswa Insitut Bisnis dan
Informasi Stikom Surabaya yang bernama Royyan Hidayat, dengan judul Perancangan Environmental Graphic Design Museum Sepuluh Nopember Surabaya sebagai Pendukung Program Wisata Surabaya City Tour. Perancangan difokuskan untuk merancang sebuah sistem grafis pada Museum Sepuluh Nopember Surabaya tanpa mengubah informasi yang ada pada gedung tersebut. Selain itu, penelitian ini juga membahas proses perancangan Environmental Graphic Design pada Museum Sepuluh Nopember Surabaya, yang meliputi sign system, wayfinding, dan signage pada koleksi museum yang berada di area komplek tugu pahlawan baik yang di dalam maupun di luar area Museum Sepuluh Nopember Surabaya. Perbedaan tujuan penelitian saat ini dengan tujuan penelitian terdahulu ada pada kategori pemilihan tempat serta proses perancangannya. Dimana pada penelitian terdahulu menciptakan desain dari sistem grafis yang belum tersedia pada Museum Sepuluh Nopember Surabaya, sedangkan penelitian saat ini bertujuan untuk meredesain sistem grafis yang sudah tersedia pada Taman
9
10
Bungkul Surabaya. Meskipun terdapat kesamaan tujuan, yaitu untuk merancang desain dari media informasi berupa environmental graphic kepada pengunjung, media pendukung yang digunakan oleh masing-masing peneliti. 2.2
Taman Bungkul Taman Bungkul Surabaya merupakan salah satu taman kota yang
mempunyai peranan sangat penting bagi perkembangan Kota Surabaya. Di taman inilah letak titik nol kilometer yaitu titik tengah/awal perhitungan jarak ke semua arah di Kota Surabaya. Dari pertimbangan aspek kesejarahan Taman Bungkul, awalnya taman ini terbangun karena keberadaan makam tokoh sejarah Ki Ageng Supo atau Empu Supo yang mendapat gelar Sunan Bungkul atau Mbah Bungkul. Sejak jaman kolonial keberadaan Taman Bungkul dipertahankan pemerintah kolonial bahkan disekitarnya selanjutnya didirikan kompleks perumahan warga Belanda yang dikenal dengan “Boven Stad” (Kota Atas). Kemewahan kawasan Darmo Boulevard tidak sampai menggusur makam dan Taman Bungkul, bahkan lahan hijau itu dinamai Boengkoel Park. Sejak awal taman ini telah difungsikan sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat warga Kota Surabaya yang bersifat harian maupun temporer (Insidentil). Seiring perjalanan waktu, koridor Jalan Raya Darmo berkembang sebagai koridor komersial penting di Surabaya yang juga mempengaruhi fungsi dan peran Taman Bungkul. Pedagang kaki lima (PKL) terus bermunculan dan berlokasi di sekeliling Taman Bungkul yang menambah kesan kawasan semrawut dan menjadikan taman tidak terawat. Terganggunya fungsi taman dan kawasan secara fisik, dan sosial mendorong Pemerintah Kota Surabaya untuk mengatasi perma-
11
salahan tersebut dengan upaya revitalisasi dengan lebih memfungsikan Taman Bungkul sebagai destinasi warga kota. Desain Taman Bungkul hadir dengan mengusung konsep ‘Sport, Education, dan Entertainment’ dengan fasilitas terdiri dari skateboard dan BMX track, jogging track, plaza (panggung untuk live performance), zona akses internet Wi-Fi, telepon umum, arena green park dengan kolam air mancur, playground dan pujasera (penataan dari PKL yang sudah ada sebelumnya) serta furniture taman (kursi, meja, signage, lampu dll). Menurut Alim (2007) Sejak Taman Bungkul diresmikan pada tanggal 21 Maret 2007, pengunjung terus meningkat dari segala macam usia dan latar belakang. Lokasi yang mudah dijangkau, suasana taman dan kawasan yang teduh di iklim Surabaya yang panas, keberadaan petugas keamanan 24 jam (tiga shift jaga), fasilitas yang ramah terhadap penyandang cacat dan lansia serta suasana terang di malam menjadikan Taman Bungkul mampu berfungsi sebagai destinasi baru di Kota Surabaya. Variasi event kegiatan di taman juga terus bertambah terutama kegiatankegiatan rutin (harian, mingguan) dan temporer yang digelar oleh berbagai komunitas (skateboard, BMX, bloger, dll), mahasiswa, organisasi masyarakat, partai politik maupun oleh masyarakat umum. Keramaian yang timbul kembali di taman ini berdasarkan pengamatan lapangan berpengaruh terhadap kawasan sekitar dimana perdagangan seperti FO (Factory Outlet), cafe, restoran, travel tour, dan sejenisnya lebih ramai dan mulai muncul beberapa tempat bisnis baru yang meramaikan kawasan. Pembangunan Taman Bungkul yang telah berfungsi sebagai destinasi serta mampu mendorong investor untuk melakukan bisnis
12
disekitar taman dan mendirikan beberapa fungsi komersial baru menjadikan taman telah
berfungsi
sebagai
katalis
urban
kota
lama
Surabaya
(http://medha.lecture.ub.ac.id). 2.3
Redesain Menurut Echols dan Shadily (dalam Noviyanto, 2004), Redesain adalah
kegiatan perencanaan dan perancangan kembali suatu perubahan sehingga terjadi perubahan fisik tanpa merubah fungsinya baik melalui perluasan maupun pemindahan lokasi. Kata redesain diadopsi dari bahasa Inggris “redesign” yang terdiri dari dua unsur kata, yaitu “re” yang berarti mengulang kembali dan “design” yang berarti merencanakan atau membentuk ulang sesuatu yang sudah ada. Redesain atau redesign adalah suatu perencanaan untuk melakukan perubahan pada struktur dan fungsi suatu benda, bangunan atau suatu sistem dengan tujuan untuk menghasilkan manfaat yang lebih baik dari desain semula; atau
untuk
menghasilkan
fungsi
yang
berbeda
dari
desain
semula
(en.wiktionary.org/wiki/redesign). Redesain akan dilakukan apabila hasil dari rancangan atau desain sebelumnya dirasa kurang fokus atau memiliki kecenderungan bermakna ganda. Diharapkan setelah melakukan redesain dapat menghasilkan pemaknaan yang baik pada obyek yang telah diredesain. 2.4
Prinsip Desain Untuk menghasilkan desain yang berkualitas diperlukan pertimbangan
yang cerdas dalam mengorganisasikan elemen-elemen grafis sesuai dengan
13
prinsip-prinsip desain secara tepat dengan memperhatikan keterbatasan bahan. Sehingga diperlukan kreativitas dalam menghasilkan desain yang kreatif. Menurut Sanyoto (2009: 157-264) ada beberapa prinsip-prinsip dasar seni dan desain yang perlu dipahami serta dianggap cukup efektif untuk digunakan sebagai panduan kerja maupun sebagai konsep desain. Prinsip-prinsip tersebut adalah
keseimbangan
keseimbangan/balans,
irama/ritme/keselarasan,
proporsi/proportion/perbandingan,
kesatuan/unity, kesederhanaan
(simplicity), kejelasan (clarity). 1.
Irama/ritme/keselarasan Irama berasal dari kata wirama (Jawa), wirahma (Sunda), rhutmos (Yunani),
semula berarti gerak berukuran, ukuran perbandingan, berkerabat dengan kata rhein yang artinya mengalir. Jadi irama dalam hal ini dapat diartikan sebagai gerak yang berukuran (teratur) dan mengalir. 2.
Kesatuan/unity Kesatuan (unity) merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa. Karya seni
atau desain harus tampak menyatu menjadi satu keutuhan. Seluruh bagian-bagian atau dari semua unsur atau elemen yang disusun harus saling mendukung, tidak ada bagian-bagian yang mengganggu, terasa keluar dari susunan atau dapat dipisahkan. 3.
Keseimbangan/balans Keseimbangan atau balans dari kata balance (Inggris) merupakan salah satu
prinsip dasar seni rupa. Karya seni/desain harus memiliki keseimbangan, agar
14
enak dilihat, tenang, tidak berat sebelah, tidak menggelisahkan, tindak nggelimpang (jomplang, jw). 4.
Proporsi/proportion/perbandingan Proporsi berasal dari kata Inggris proportion yang artinya perbandingan,
proposional artinya setimbang, sebanding. Dengan demikian, proporsi dapat diartikan perbandingan atau kesebandingan yakni dalam satu objek antara bagian satu dengan bagian lainnya sebanding. 5.
Kesederhanaan (Simplicity) Kesederhanaan (simplicity), barangkali menjadi tuntutan pada semua seni
maupun desain. Defenisi sederhana adalah tidak lebih dan tidak kurang, jika ditambah terasa menjadi ruwet dan jika dikurangi terasa ada yang hilang. 6.
Kejelasan (Clarity) Kejelasan (clarity) artinya mudah dipahami, mudah dimengerti, tidak
memiliki dua atau banyak arti. Untuk desain komunikasi visual, misalnya, suatu desain harus dapat dibaca dengan jelas, harus dapat dimengerti maksud dari isi desain. 2.5
Environmental Graphic Design Dalam sebuah jurnal “What Is Enviromental Graphic Design” yang
terdapat pada website cruxcreative.com, Michele Allen mengungkapkan bahwa Enviromental Graphic Design (EGD) adalah sebuah istilah bagi perancangan seperti pada museum atau toko retail yang lebih dari sekedar desain grafis. EGD adalah desain yang terintegrasi yang terdiri dari beberapa multidisiplin profesi. Tidak seperti namanya, environmental graphic desain bukan
15
merupakan sesuatu rancangan yang bersifat alami/natural, melainkan sebuah profesi desain yang terdiri dari interior desain, arsitektur, dan desain grafis. EGD merupakan sebuah usaha desain untuk membangun sebuah suasana dan komunikasi efektif kepada setiap orang yang melihat. Pola atau informasi visual digunakan bersamaan dengan warna dan terkadang merek untuk meningkatkan pesan/cerita yang ingin disampaikan (Theresa dan Achmad, 2014: 2) Terdapat empat kategori pendukung bagi sebuah rancangan EGD, yaitu Wayfinding dan Signage, Information Design, Architectural Spaces, dan Retail Design. 1.
Wayfinding dan Signage Wayfinding adalah aktivitas menggunakan informasi-informasi sensorik dari
lingkungan untuk merencanakan, memroses, dan mengeksekusi suatu perjalanan ketempat asing (Pradipta dan Sriwarno, 2014: 1). Sedangkan Signage menurut Kusrianto (2010: 23) adalah sejenis visual grafis dalam ukuran besar yang dibuat untuk menyampaikan informasi pada kalangan audience tertentu. Signage sebelumnya dikenal dalam bentuk tanda (sign) atau dalam bentuk aksara, seperti petunjuk arah tempat, nama suatu tempat dan sebagainya. 2.
Information Design Information Design adalah bidang dan pendekatan untuk merancang dengan
jelas, agar komunikasi dapat dimengerti dengan memperhatikan struktur, konteks, dan penyajian data dan informasi. Sebagai dasar, prinsip-prinsipnya berhubungan dengan semua produk komunikasi dan bidang, terlepas dari media (cetak, siaran,
16
digital, online, dll). Information Design adalah pada intinya, berkaitan dengan kejelasan (bukan kesederhanaan) dan pemahaman (Shedroff, 1999: 267-292). 3.
Architectural Spaces Ruang dalam arsitektur terdiri atas ruang terbangun dan ruang terbuka (built
and open space), dapat didefinisikan sebagai perwujudan dari ruang eksistensial manusia (Schulz, 1971: 12). 4.
Retail Design Retail Design adalah disiplin kreatif dan komersial yang menggabungkan
beberapa bidang keahlian yang berbeda bersama-sama dalam desain dan pembangunan retail space (Cooper dan Schindler, 2016: 68). 2.5.1
Fungsi Environmental Graphic Design Tujuan dari Environmental Graphic Design adalah untuk mengantarkan
masyarakat, memungkinkan mereka untuk menemukan jalan mereka sendiri tanpa harus bertanya arah tujuan ke orang lain, dan yang lebih penting adalah untuk mencegah seseorang dari hilang atau tersesat (Niron, 2009: 4) 2.5.2 Tanda Charles Sander Pierce (1839-1914), pencetus pragmatisme yang berasal dari Amerika Serikat, membedakan tanda-tanda ke dalam tiga kategori yaitu: 1.
Ikon Ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula
dikatakan, tanda yang memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan.
17
Gambar 2.1 Contoh Ikon Sumber: www.google.com, 2016
2.
Simbol Simbol adalah hubungan tanda dan acuannya ditentukan suatu peraturan yang
berlaku umum berdasarkan konvensi, peraturan atau perjanjian yang disepakati bersama yang bersifat universal. Sedangkan ikon tidak memerlukan konvensi. Contohnya simbol lingkaran dengan garis merah menyilang ditengahnya merupakan simbol larangan.
Gambar 2.2 Contoh Simbol Sumber: www.google.com, 2016
3.
Indeks Indeks adalah hubungan tanda dan acuannya berdasar kedekatan eksistensial.
Misalnya gambar asap menunjukkan ada sesuatu yang terbakar.
18
Gambar 2.3 Contoh Indeks Berupa Penunjuk Arah Sumber: www.skyscrapercity.com, 2016
2.5.3
Sign System Sign atau dalam bahasa Indonesia berarti tanda adalah bentuk komunikasi
yang dapat berbentuk verbal dan visual. Keberadaan tanda menjadi suatu kepentingan bagi masyarakat karena dapat menyampaikan informasi akan sesuatu. Menurut Piliang, dalam kata pengantarnya pada buku semiotika komunikasi visual (Tinarbuko, 2009) menyatakan bahwa suatu tanda bukan ilmu yang bersifat pasti, melainkan suatu hal yang dibangun oleh ‘pengetahuan’ yang lebih terbuka. Yang terpenting dalam sistem tanda pada desain komunikasi visual adalah fungsi dari tanda dalam menyampaikan pesan dari pengirim pesan kepada penerima, berdasarkan kode tertentu, yang dimediasi oleh media tertentu. Komunikasi informasi merupakan salah satu fungsi dari program sign system. Oleh karena itu, sistem konten informasi meliputi; informasi yang ditampilkan pada sign system; Bagaimana tanda pesan bernada; Dimana informasi sign system ini terletak; Bagaimana pesan dan lokasi dari berbagai program sign
19
system berhubungan satu sama lain dalam jaringan yang konsisten, sehingga dapat kohesif informatif (Calori, 2007: 63). Sign system dalam konteks desain komunikasi visual merupakan rangkaian representasi visual yang memilki tujuan sebagai media interaksi manusia dalam ruang publik (Tinarbuko, 2012: 12). Terdapat 4 (empat) bagian dari sign system yang meliputi traffic sign, commercial sign, wayfinding sign dan safety sign. 1.
Traffic Sign Yaitu sign system yang berada di jalan yang berguna untuk memberikan
informasi kepada pengguna jalan seperti penunjuk arah, peringatan, dan larangan.
Gambar 2.4 Traffic Sign Sumber: www.vboxaustralia.com.au, 2016
2.
Commercial Sign Yaitu sign system yang berfungsi komersil dimana penempatan sign pada
bangunan sebagai identitas pertokoan seperti papan nama (Name Plate), papan iklan (advertising sign) yang berada disepanjang jalan, atau blok bangunan.
20
Gambar 2.5 Commercial Sign Sumber: www.commercialsigncompany.com, 2016
3.
Wayfinding Sign Yaitu sign system yang bersifat mengarahkan dan menjadi penunjuk jalan.
Gambar 2.6 Wayfinding Sign Sumber: www.mcwhorteronline.com, 2016
21
4.
Safety Sign Yaitu sign system yang berfungsi untuk menginformasikan pesan yang
bersifat peringatan, larangan maupun himbauan guna mengingatkan pengguna mengenai suatu sistem keamanan.
Gambar 2.7 Safety Sign Sumber: www.safetysign.com, 2016
Berbagai jenis sign system diatas dapat digunakan berdasarkan fungsi dan keperluan pembuatannya. Misalnya dalam suatu lokasi/ruang umum, biasanya memiliki beberapa ruang atau lokasi yang berbeda sehingga membutuhkan media penunjuk seperti Wayfinding Sign yang dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menemukan jalan menuju suatu lokasi (Tanuwidjaja, 2012: 1). Informasi yang disampaikan dalam sign system sendiri bersifat deskriptif karena memang ditujukan untuk membedakan orang dan tempat secara khusus dan jelas. Hal ini dilakukan dengan mengelompokkan tempat dan memberikan nama pada tempat atau ruang. Informasi yang dikandung oleh informasi lingkungan ialah informasi tentang lokasi (Passini, 1984) dalam Tanuwidjaja (2012: 15).
22
Dalam menciptakan suatu sign system, diperhatikan pula hal-hal yang perlu dihindari seperti penggunaan tanda-tanda yang terlalu banyak sehingga menghasilkan kebingungan bagi penggunanya. Adapula peletakan lokasi serta tingkat keterbacaan yang kurang baik menyebabkan sign system tidak dapat berfungsi dengan baik. Penggunaan warna dan tekstur material yang digunakan juga mempengaruhi mudah-sulitnya ketersampaian informasi. Ukuran huruf dan pencahayaan juga akan berpengaruh, tergantung dari seberapa jauh jarak pandang yang dibutuhkan, juga jenis huruf apa yang digunakan. Dalam desain, terdapat beberapa sistem tanda yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah desain komunikasi visual lingkungan, berupa sign system, papan penunjuk arah, dan papan nama. Tujuan sign system bukan lagi menjadi sebagai pemisah, menurut Follins & Hammer (1979: 7) sign system justru merupakan bagian dari kesatuan lingkungan itu sendiri. Dalam pembuatan sign system terdapat elemen-elemen yang menjadi faktor kejelasan sign system yang meliputi elemen orientasi, elemen informasi arahan, elemen identifikasi tujuan dan elemen situasi dan identitas objek. 1.
Elemen Orientasi Diwujudkan dalam bentuk peta, denah setiap lantai, dan gedung yang
merupakan suatu bentuk informasi grafis awalyang berfungsi untuk memberikan informasi dalam pengambilan keputusan oleh seseorang di dalam lingkungan yang belum dikenali. Alat-alat ini berfungsi utama untuk menyadari di mana ia berada, ke mana ia akan pergi, dan rute apa yang sebaiknya dipilih.
23
2.
Elemen Informasi Arahan Biasanya berupa sign yang dilengkapi dengan tanda-tanda panah atau panel-
panel tombol. Elemen ini berfungsi bagi seseorang yang telah menemukan orientasinya, dan memberikan arahan melalui rute untuk menemukan lokasi yang ia tuju. 3.
Elemen Identifikasi Tujuan Elemen ini dapat berupa papan identitas dari nama gedung, identitas ruangan,
dan nomor lantai. Penanda jenis ini dapat berada di dalam maupun di luar ruangan karena berfungsi sebagai pembeda antara tempat yang satu dengan lainnya. 4.
Elemen Situasi dan Identitas Obyek Elemen ini berfungsi menginformasikan suatu kondisi/situasi yang berlaku di
dalam suatu lingkungan kepada orang-orang yang sedang berada di dalamnya. Misalnya papan pemberitahuan/arahan mengenai ruangan studio yang sedang on air agar masyarakat tidak membuat keributan. Pembuatan sign system yang baik menurut Sumbo Tinarbuko (2008: 1314) adalah harus memenuhi 4 (empat) kriteria mudah dilihat, mudah dibaca, mudah dimengerti dan dapat dipercaya. Dalam penempatan dan pembuatannya, sign system harus mudah diakses oleh orang, memiliki tingkat keterbacaan yang baik, dapat dipahami dengan benar dan informasinya tidak menyesatkan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merancang desain untuk sign system. a.
Memahami institusi dan lingkungannya serta mengetahui kegiatan utama institusi tersebut.
24
b.
Mengidentifikasi fasilitas yang akan dipersentasikan. Serta sign harus mengidentifikasikan fasilitas apa saja yang ada di institusi tersebut.
c.
Menentukan lokasi penempatan serta lokasi harus mudah dilihat dan mudah di akses oleh semua orang.
d.
Penerapan sign system. Selain desain, kita juga harus memperhatikan material dalam pembuatan sign. Sekarang ini, desain menarik dan informasi yang benar tidaklah cukup.
2.5.4
Wayfinding Istilah “wayfinding'' pertama kali digunakan oleh seorang arsitek bernama
Kevin Lynch di tahun 1960 ketika ia menyebut peta, nomor jalan, tanda petunjuk arah dan elemen lain sebagai alat atau cara dalam menemukan jalan (Krafft, 2001). Kata wayfinding sendiri tidak dapat ditemukan dalam kamus standard bahasa Inggris. Namun karena penggunaannya banyak muncul dalam literatur psikologi lingkungan, geografi dan bahkan psikologi eksperimen, maka masuk akal bila kata tersebut ditambahkan ke dalam daftar kosa kata penting dalam bidang-bidang tersebut. Menurut Golledge (1999: 6), wayfinding adalah proses menentukan dan mengikuti sebuah jalan atau rute antara titik awal dan tujuan. Wayfinding merupakan aktivitas yang terarah, memiliki tujuan, dan dilatari oleh motivasi dan bisa dilihat sebagai bukti dari tindakan sensorimotor dalam lingkungan. Allen (1999) membagi wayfinding dalam wayfinding task (tugas menemukan jalan) dan wayfinding means (cara menemukan jalan). Tugas
25
wayfinding dikategorikan dalam tiga tipe berdasarkan tujuannya yaitu commute, explore, quest. 1.
Commute Tugas ini melibatkan perjalanan antara dua tempat yang diketahui oleh
pejalan dengan melewati rute yang familiar atau dikenal. Kriteria utama pada tipe ini adalah efisiensi waktu. Ketidakpastian pada commute biasanya rendah karena rute yang dilewati adalah rute yang secara rutin dilewati sehingga usaha yang dilakukan untuk menemukan jalan kebanyakan sudah mencapai tahap otomatis. 2.
Explore Explore melibatkan perjalanan di dalam lingkungan tidak dikenal dengan
tujuan mempelajari mengenai lingkungan sekitar tersebut. Biasanya berawal dan berakhir di tempat yang sudah diketahui, tetapi tujuannya adalah untuk menemukan tempat dan rute baru yang kemudian dihubungkan satu sama lain dan dengan tempat yang sudah diketahui. Kriteria utama pada tugas ini adalah jumlah dan nilai tempat baru yang ditambahkan dalam pengetahuan mengenai lingkungan ketika pejalan tetap berorientasi pada tempat yang sudah diketahuinya. 3. Quest Tugas wayfinding ini melibatkan perjalanan dari tempat yang diketahui menuju tempat yang diketahui ada tapi belum pernah dikunjungi sebelumnya. Satu-satunya cara untuk mengetahui tempat tersebut adalah dengan menggunakan suatu cara baik itu peta ataupun deskripsi verbal. Ketidakpastian dalam tipe quest terlihat dari kepercayaan diri individu yang bervariasi sepanjang waktu ketika mengorientasikan posisinya saat itu dengan lokasi tujuan. Kriteria keberhasilan
26
seseorang dalam tugas quest adalah ketika ia mencapai lokasi yang dituju dengan mempertimbangkan waktu dan jarak. 2.6
Vektor Obyek berbasis vektor adalah sebuah gambar yang terbentuk dari garis dan
kurva termasuk warna dan letak posisi. Grafis jenis vektor merupakan perkembangan dari sistem grafis bitmap (digital). Grafis ini tidak tergantung pada banyaknya pixel penyusunannya dan kondisi monitor karena tampilan vektor tersusun atas garis-garis. Kelebihan dari gambar vektor adalah: a.
Ukuran
file
yang
dihasilkan
kecil,
sehingga
menghemat
memori
penyimpanan. b.
Objek gambar Vektor dapat diubah ukuran dan bentuknya tanpa menurunkan mutu tampilannya.
c.
Dapat dicetak pada resolusi tertinggi printer Anda.
d.
Menggambar dan menyunting bentuk Vektor relatif lebih mudah dan menyenangkan. Terdapat beberapa program aplikasi yang dapat digunakan dalam membuat
grafis vektor, diantaranya adalah Adobe Illustrator, CorelDRAW, Xara X1, Zoner Draw, Canvas 8, Creature House Expression dan lainnya. 2.7
Tipografi Tipografi bisa juga dapat dikatakan sebagai “visual language” atau dapat
berarti “bahasa yang dapat dilihat”. Tipografi atau typography menurut Roy
27
Brewer (1971) dapat memiliki pengertian luas yang meliputi penataan dan pola halaman, atau setiap barang cetak. Menurut Kusrianto (2010), sebelum era digital, tipografi adalah ilmu atau skill yang berkaitan dengan profesi penata aksara di percetakan maupun seniman seniman yang bekerja di perusahaan pembuatan aksara (disebut type foundry). Pendifinisian umum, tipografi adalah ilmu yang berkaitan dengan aksara cetak. Dan tipografi dalam pengertian yang lebih bersifat ilmiah adalah seni dan tekhnik dalam merancang maupun menata aksara dalam kaitannya untuk menyusun publikasi visual baik cetak maupun non cetak. Tujuan mendesain adalah menyampaikan informasi kepada pembaca secara cepat, mudah, dan menyenangkan, bukan sebaliknya. Maka pemilihan jenis dan karakter huruf, serta cara pengelolaanya akan sangat menentukan keberhasilan Desain Komunikasi Visual. Dibaca tidaknya sebuah pesan tergantung pada penggunaaan huruf (type face) dan cara penyusunanya. Informasi semenarik apapun bisa tidak dilirik pembaca karena disampaikan dengan tipografi yang buruk. Sebagai contoh, ukuran huruf terlalu kecil jenis huruf sulit dibaca, spasi terlalu rapat dan layout berdesakan (crowded) sehingga menyebabkan orang tidak berselera untuk membaca. Berdasarkan fungsinya, huruf dapat dipilah menjadi dua jenis, yaitu Huruf text (text type) dan huruf judul (display type). Huruf dapat digolongkan menjadi tujuh gaya atau style, yaitu Huruf Klasik (classical typefaces), Huruf Transisi (transitional), Huruf Modern Roman, Huruf Sans Serif, Huruf Berkait Balok, Huruf Tulis, dan Huruf Hiasan (decorative).
28
1.
Huruf Klasik (Classical Typefaces) Huruf yang memiliki kait (serif) lengkung ini juga disebut Old Style Roman,
memiliki bentuk yang cukup menarik, kemudahan membaca (redibility) cukup tinggi, salah satu contohnya adalah Garamond, memiliki kait (serif) sudut lengkung, dan tebal-tipis yang kontras.
Gambar 2.8 Font Garamond Sumber: www.google.com, 2016
2.
Huruf Transisi (Transitional) Hampir sama dengan huruf Old Style Roman, hanya berbeda pada ujung
kaitnya yang runcing dan memiliki sedikit perbedaan tebal-tipis pada tubuh huruf, font yang termasuk jensi transis adalah Baskerville dan Century.
29
Gambar 2.9 Font Baskerville Sumber: www.google.com, 2016
3.
Huruf Modern Roman Memilii ketebalan huruf sangat kontras bagian yang vertikal tebal, garis-garis
horizontal dan serifnya sangat tipis sehingga untuk text berukuran kecil sulit di baca bahkan sering tidak terbaca. 4.
Huruf Sans Serif Salah satu ciri huruf ini adalah memiliki bagian-bagian tubuh yang sama
tebalnya. Karakter huruf sans serif yang rounded atau huruf dengan ujung bulat, memiliki kesan santai, nyaman, dan menarik pada visual (Ambrose, 2005: 54). Contoh huruf sans serif yang populer antara lain Arial, Helvetica, Futura, dan Gill Sans. Sering digunakan untuk buku dan majalah karena memiliki kesan dinamis dan simple.
30
Gambar 2.10 Font Arial Sumber: www.google.com, 2016
5.
Huruf Berkait Balok Huruf Egyptian memiliki kait berbentuk balok yang ketebalanya hampir sama
dengan ketebalan tubuh huruf sehingga terkesan elegan, jantan dan kaku. 6.
Huruf Tulis Berasal dari tulisan tangan (hand-writting) sangat sulit dibaca dan melelahkan
jika dipakai untuk teks yang panjang. 7.
Huruf Hiasan (Decorative) Bukan termasuk huruf teks sehingga sngat tidak tepat jika digunakan untuk
teks panjang lebih cocok untuk satu kata atau judul yang pendek. 2.8
Warna Warna dapat didefenisikan secara objektif/fisik sebagai sifat cahaya yang
dipancarkan atau secara subyektif/psikologis sebagai bagian dari pengalaman indra penglihatan. Secara objektif atau fisik, warna dapat diberikan oleh panjang gelombang. Dilihat dari panjang gelombang, cahaya yang nampak oleh mata
31
merupakan salah satu bentuk pancaran energi yang merupakan bagian yang sempit dan gelombang elektromagnetik (Sanyoto, 2009: 11). Menurut kejadiannya warna dibagi menjadi dua, yaitu warna additive dan subtractive. Warna additive adalah warna yang berasal dari cahaya dan disebut spektrum. Sedangkan warna subtractive adalah warna yang berasal dari bahan dan disebut pigmen. Warna pokok additive adalah merah (Red), hijau (Green), biru (Blue), dalam komputer disebut model warna RGB. Warna pokok subtractive adalah Sian (Cyan), Magenta, dan Kuning (Yellow), dalam komputer disebut model warna CMY (Sanyoto, 2005: 17–19) Pada tahun 1831, Brewster (Ali Nugraha, 2008: 35) mengemukakan teori tentang pengelompokan warna. Teori Brewster membagi warna–warna yang ada di alam menjadi empat kelompok warna, yaitu warna primer, sekunder, tersier, dan netral. Kelompok warna mengacu pada lingkaran warna teori Brewster dipaparkan sebagai berikut: 1.
Warna Primer Warna primer adalah warna dasar yang tidak berasal dari campuran dari
warna–warna lain. Menurut teori warna pigmen dari Brewster, warna primer adalah warna–warna dasar (Ali Nugraha, 2008: 37). Warna–warna lain terbentuk dari kombinasi warna–warna primer. Menurut Prang, warna primer tersusun atas warna merah, kuning, dan hijau (Ali Nugraha, 2008: 37, Sulasmi Darma Prawira, 1989: 21). Akan tetapi, penelitian lebih lanjut menyatakan tiga warna primer yang masih dipakai sampai saat ini, yaitu merah seperti darah, biru seperti langit/laut,
32
dan kuning seperti kuning telur. Ketiga warna tersebut dikenal sebagai warna pigmen primer yang dipakai dalam seni rupa. Secara teknis, warna merah, kuning, dan biru bukan warna pigmen primer. Tiga warna pigmen primer adalah magenta, kuning, dan cyan. Oleh karena itu, apabila menyebut merah, kuning, biru sebagai warna pigmen primer, maka merah adalah cara yang kurang akurat untuk menyebutkan magenta, sedangkan biru adalah cara yang kurang akurat untuk menyebutkan cyan. 2.
Warna Sekunder Warna sekunder merupakan hasil campuran dua warna primer dengan
proporsi 1:1. Teori Blon (Sulasmi Darma Prawira, 1989: 18) membuktikan bahwa campuran warna–warna primer menghasilkan warna–warna sekunder. Warna jingga merupakan hasil campuran warna merah dengan kuning. Warna hijau adalah campuran biru dan kuning. Warna ungu adalah campuran merah dan biru. 3.
Warna Tersier Warna tersier merupakan campuran satu warna primer dengan satu warna
sekunder. Contoh, warna jingga kekuningan didapat dari pencampuran warna primer kuning dan warna sekunder jingga. Istilah warna tersier awalnya merujuk pada warna–warna netral yang dibuat dengan mencampur tiga warna primer dalam sebuah ruang warna. Pengertian tersebut masih umum dalam tulisan-tulisan teknis. 4.
Warna Netral Warna netral adalah hasil campuran ketiga warna dasar dalam proporsi 1:1:1.
Campuran menghasilkan warna putih atau kelabu dalam sistem warna cahaya
33
aditif, sedangkan dalam sistem warna subtraktif pada pigmen atau cat akan menghasilkan coklat, kelabu, atau hitam. Warna netral sering muncul sebagai penyeimbang warna–warna kontras di alam. Menurut Arwan (2012), Warna merupakan elemen yang penting dari seni visual. Warna akan menunjukkan sifat dan mood dari sebuah entitas. Setiap warna yang ada di bumi ini memiliki psikologi warna tersendiri yang bisa menyimbolkan tentang perasaan atau makna tersendiri. Meskipun dibeberapa negara simbol warna bisa mempunyai arti yang berbeda, namun sebuah warna bisa memiliki makna tertentus secara umum. 1.
Hitam Hitam adalah warna yang kuat yang membangkitkan otoritas, kekuasaan,
keberanian, keanggunan dan gaya. Dalam dunia fashion, warna hitam popular karena membuat orang menjadi tampak langsing. Warna hitam bisa juga berarti tunduk. Dalam kaitan dengan religi, seorang imam memakai warna hitam bisa dimaknakan ia tunduk kepada Tuhan. Disisi lain, warna hitam berarti sangat kuat, pemakainya akan terlihat jahat dan menyeramkan. Penjahat atau drakula sering memakai warna hitam sebagai simbol keabadian mereka. 2.
Putih Putih
adalah
warna
perdamaian.
Simbol
kepolosan,
kemurnian,
kesederhanaan, kesucian. Sangat populer di dunia mode karena warna putih akan Nampak bercahaya, netral dan bisa dikombinasikan dengan warna apapun. Begitu juga dalam desain grafis, warna putih sering digunakan sebagai teks yang menyala pada latar belakang warna yang lebih gelap.
34
3. Merah Warna yang paling emosional dan cenderung ekstrem. Menyimbolkan agresivitas, keberanian, gairah, kekuatan dan vitalitas. Warna merah akan lebih tampak menonjol dibandingkan warna lain pada pengaplikasian pekerjaan desain. 4. Biru Warna langit dan laut, salah satu warna paling popular diantara yang lain. Biru melambangkan kewenangan, martabat, keamanan dan kesetiaan. Warna biru yang tenang menyebabkan tubuh memproduksi bahan kimia yang menenangkan, sehingga sering digunakan dalam kamar tidur. Orang juga lebih produktif di ruangan biru. Studi menunjukkan angkat besi mampu menangani beban lebih berat di pusat kebugaran biru. Dalam desain logo, biru banyak digunakan sebagai warna dominan logo pemerintahan, pendidikan dan medis. 5. Hijau Warna hijau adalah warna alam dan kesuburan. Warna hijau melambakang kesegaran, ketenangan, alam, natural, kesehatan. Dalam relevansi dengan dunia desain, warna hijau banyak digunakan dalam bidang kesehatan, konstruksi, real estate, ekologi, konservasi alam dan olahraga semacam golf. 6. Kuning Warna kuning adalah warna optimis, akan tetapi warna yang paling sulit ditangkap oleh mata. Penggunaan warna kuning dalam desain sebaiknya tidak berlebihan.
35
7. Ungu Adalah
warna
kerajaan,
kemewahan,
spiritualitas,
kekayaan,
dan
kecanggihan. Hal ini juga melambangkan kekuasaan dan kedudukan. bisa juga menjadi warna yang feminin dan romantis. 8. Oranye Warna matahari dan senja. Oranye melambangkan energi, antusiasme, flamboyan dan perhatian. Sifatnya menarik, cerah, ceria sehingga menawarkan keterbukaan dan keramahan kepada yang melihatnya. 2.9
Garis Menurut Supriyono (2010: 58) Garis adalah elemen visual yang dapat
dipakai dimanapun dengan tujuan untuk memperjelas dan mempermudah pembaca. Garis mempunyai sifat-sifat yang dapat memiliki arti dan kesan. 1.
Garis Tegak, memiliki kesan kuat, kokoh, tegas dan hidup.
2.
Garis Datar, memiliki kesan lemah, tidur dan mati.
3.
Garis Lengkung, memliki kesan lemah, lembut dan mengarah
4.
Garis Patah, memiliki kesan hati-hati dan cermat.
5.
Garis Miring, memiliki kesan menyudutkan.
6.
Garis Berombak, memiliki kesan yang berirama.
2.10
Pengertian Segmentation, Targeting, dan Positioning (STP)
2.10.1 Segmentation Segmentation atau segmentasi merupakan upaya untuk membagi calon konsumen dalam kelompok-kelompok tertentu (Harjanto, 2009: 262). Upaya ini
36
dilakukan untuk memudahkan usaha penjualan seseorang karena segmentasinya yang dipertajam. Menurut Assauri (2012), segmentasi terbagi menjadi empat variabel utama bagi konsumen. Variabel segmentasi yang umum digunakan adalah variabel geografis, demografis, psikografis, dan perilaku. 1.
Segmentasi Geografis Segmentasi geografis digunakan untuk mengklasifikasikan pasar berdasarkan
lokasi yang akan mempengaruhi biaya operasional dan jumlah permintaan secara berbeda. Dalam segmentasi geografi, pasar dibagi menjadi unit geografis, seperti: negara, provinsi, kota atau lingkungan. Segmentasi pasar ini dilakukan dengan mengelompokkan konsumen menjadi bagian pasar menurut skala wilayah atau letak geografis yang dapat dibedakan berdasarkan wilayah, iklim, dan kota atau desa. a.
Wilayah. Dapat diperoleh segmen pasar yang berupa pasar lokal, pasar regional, pasar nasional, dan pasar luar negeri atau ekspor. Masing-masing pasar berdasarkan wilayah ini berbeda-beda potensi dan cara menanganinya.
b.
Iklim. Dengan dasar ini, diperoleh segmen pasar yang berupa pasar daerah pegunungan dan dataran tinggi serta pasar daerah pantai dan dataran rendah. Masing-masing pasar berdasarkan iklim ini berbeda kebutuhan, keinginan, dan preferensinya
c.
Kota atau desa. Dapat diperoleh segmen pasar yang berupa pasar daerah perkotaan dan pasar daerah desa atau pertanian. Masing-masing segmen pasar
37
ini berbeda potensi serta motif, perilaku, dan kebiasaan pembeliannya sehingga membutuhkan cara penanganan pemasaran berbeda. 2.
Segmentasi Demografis Dalam segmentasi demografis, pasar dibagi menjadi kelompok-kelompok
berdasarkan variabel-variabel demografis seperti usia, ukuran keluarga, siklus kehidupan keluarga, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, agama, ras, generasi kewarganegaraan, dan kelas sosial. Variabel-variabel demografis adalah dasar yang paling populer untuk membedakan kelompok-kelompok pelanggan. 3. Segmentasi Psikografis Segmentasi psikografis, segmen pasar ini dilakukan dengan mengelompokkan konsumen atau pembeli menjadi bagian pasar menurut variabel-variabel pola atau gaya hidup (life style) dan kepribadian (personality). Sebagai contoh, segmen pasar masyarakat yang bergaya hidup konsumtif dan mewah berbeda dengan segmen pasar masyarakat yang bergaya hidup produktif dan hemat yang mementingkan kualitas dengan harga yang relatif murah. 4. Segmentasi Perilaku Dalam segmentai perilaku pasar diklasifikasi dalam kelompok-kelompok yang dibedakan berdasarkan pengetahuan, sikap, penggunaan atau respon terhadap suatu produk.
38
2.10.2 Targeting Targeting mempunyai dua fungsi sekaligus yaitu menyeleksi pasar sasaran sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu (selecting) dan menjangkau pasar sasaran tersebut (reaching) untuk mengkomunikasikan nilai (Kasali, 2001: 371). Targeting pada dasarnya adalah menentukan segmentasi pasar yang mana yang akan menjadi tujuan pemasaran yang potensial (Kotler & Keller, 2006: 245). Terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi perusahaan dalam mengevaluasi dan menentukan segmen yang akan ditarget. a.
Memastikan bahwa segmen pasar yang dipilih cukup besar dan akan cukup menguntungkan bagi perusahaan.
b.
Strategi targeting itu harus didasarkan pada keunggulan kompetitif perusahaan yang bersangkutan. Keunggulan kompetitif merupakan cara untuk mengukur apakah perusahaan itu memiliki kekuatan untuk mendominasi segmen pasar yang dipilih.
c.
Segmen pasar yang dibidik itu harus didasarkan pada situasi persaingannya yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi daya tarik target segmen.
2.10.3 Positioning Menurut Kotler (1997: 262), positioning adalah tindakan dalam merancang permintaan perusahaan sehingga memenuhi nilai yang berbeda dan ditempatkan dalam pikiran target. Maknanya, mencari ‘posisi’ di dalam pasar, langkah ini dilakukan setelah menentukan strategi segmentasi yang dipakai. Dengan kata lain positioning adalah
39
suatu tindakan atau langkah-langkah dari produsen untuk mendesain citra perusahaan dan penawaran nilai dimana konsumen didalam suatu segmen tertentu mengerti dan menghargai apa yang dilakukan suatu segmen tertentu, mengerti dan menghargai apa yang dilakukan suatu perusahaan, dibandingkan dengan pesaingnya Sedangkan menurut Kasali (1998: 49) Positioning adalah suatu strategi untuk memasuki jendela otak konsumen. Positioning tidak dianggap penting selama barang-barang yang tersedia dalam suatu masyarakat tidak begitu banyak serta persaingan belum menjadi sesuatu yang penting dan positioning akan menjadi penting bilamana persaingan sudah sangat sengit. 2.11
Optimalisasi Dalam
Kamus
Bahasa
Indonesia
(Poerdwadarminta,
1997:
753)
dikemukakan bahwa: “Optimalisasi adalah hasil yang dicapai sesuai dengan keinginan, jadi optimalisasi merupakan pencapaian hasil sesuai harapan secara efektif dan efisien”. Optimalisasi merupakan suatu proses untuk mengoptimalkan suatu solusi agar ditemukannya solusi terbaik dari sekumpulan alternatif solusi yang ada dengan menggunakan formulasi matematika. Optimalisasi dilakukan dengan memaksimalkan atau meminimalkan suatu fungsi objektif dengan tidak melanggar batasan yang ada (Sianturi, 2012). Dengan adanya optimalisasi, suatu sistem dapat meningkatkan
efektifitasnya
seperti
meminimalisir
keuntungan, meminimalisir waktu proses, dan sebagainya.
biaya,
meningkatkan
40
2.12
Media Informasi Kata “media” berasal dari kata Latin, merupakan bentuk jamak dari kata
“medium”. Secara harfiah kata tersebut mempunyai arti perantara atau pengantar (Susilana dan Riyana, 2009: 6). Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan (Criticos, 1996). Sedangkan pengertian dari informasi secara umum informasi adalah data yang sudah diolah menjadi suatu bentuk lain yang lebih berguna yaitu pengetahuan atau keterangan yang ditujukan bagi penerima dalam pengambilan keputusan, baik masa sekarang atau yang akan datang (Davis, 1990: 11). Maka pengertian dari media informasi dapat disimpulkan sebagai alat untuk mengumpulkan dan menyusun kembali sebuah informasi sehingga menjadi bahan yang bermanfaat bagi penerima informasi, adapun penjelasan Sobur (2006) media informasi adalah “alat-alat grafis, fotografis atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual”.