BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Produksi Secara umum, istilah produksi diartikan sebagai penggunaan atau pemanfaatan sumber daya yang mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lainnya yang sama sekali berbeda, baik dalam pengertian apa, dan dimana atau kapan komoditi-komoditi itu dilokasikan, maupun dalam pengertian apa yang dapat dikerjakan oleh konsumen terhadap komoditi itu. Istilah produksi berlaku untuk barang maupun jasa, karena istilah komoditi memang mengacu pada barang dan jasa. Keduanya sama-sama dihasilkan dengan mengerahkan modal dan tenaga kerja. Produksi merupakan konsep arus (flow concept), maksudnya adalah produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat-tingkat output per unit periode/waktu. Sedangkan outputnya sendiri senantiasa diasumsikan konstan kualitasnya (Miller dan Meirnes, 2000). Menurut Soekartawi (2003), dalam menunjang keberhasilan agribisnis, maka tersedianya bahan baku pertanian secara kontinu dalam jumlah yang tepat sangat diperlukan. Tersedianya produksi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain macam komoditi, luas lahan, tenaga kerja, modal, manajemen, iklim, dan faktor sosial ekonomi produsen. Besar kecilnya produksi sangat tergantung dari peranan input yang digunakan. Teori produksi digunakan untuk melihat hubungan antar input (faktor produksi) dan output (hasil produksi). Teori produksi diharapkan dapat menerangkan terjadinya suatu proses produksi dan dapat meramalkan apa yang akan terjadi.
2.2 Faktor-Faktor Produksi Usahatani Tomat Menurut Daniel (2001), dalam usaha pertanian, produksi diperoleh melalui suatu proses produksi yang cukup panjang dan penuh resiko. Panjangnya waktu yang dibutuhkan tegantung pada jenis komoditas yang diusahakan. Tidak hanya
5
waktu, kecukupan faktor produksi pun ikut sebagai penentu pencapaian produksi. Dalam melakukan dan mengembangkan suatu usahatani, seorang pengusaha atau seorang petani akan selalu berpikir bagaimana mengalokasikan input secara efisien dan efektif mungkin agar diperoleh produksi yang maksimal. Input yang dimaksud adalah faktor produksi (Soekartawi, 2003). Faktor produksi ini digunakan untuk menghasilkan produksi.Faktor produksi tersebut berupa lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen. Istilah faktor produksi sering pula disebut dengan “korbanan produksi” karena faktor produksi tersebut “dikorbankan” untuk menghasilkan produksi. Dalam bahasa Inggris, faktor produksi ini disebut dengan “input”. Macam faktor produksi atau input ini, berikut jumlah dan kualitasnya perlu diketahui oleh seorang produsen. Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu produk, maka diperlukan pengetahuan hubungan antara faktor produksi (input) dan produk (output). Hubungan antara input dan output ini disebut dengan “factor relationship” (Soekartawi, 2003) . Menurut
Soekartawi
(1999),
dalam
praktek
faktor-faktor
yang
mempengaruhi produksi dibedakan menjadi dua kelompok yaitu : a.
Faktor biologi seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, varitas, pupuk, obat-obatan, gulma dan sebagainya
b.
Faktor sosial ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tersedianya kredit, dan sebagainya. Menurut Daniel (2001), faktor produksi terdiri dari empat komponen, yaitu
tanah, modal, tenaga kerja dan skill atau manajemen. Masing-masing faktor memiliki fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain. Kalau salah satu faktor tidak tersedia maka proses produksi tidak akan berjalan, terutama tiga faktor terdahulu seperti tanah, modal, dan tenaga kerja. Bila hanya tersedia tanah, modal, dan manajemen saja, tentu proses produksi atau usahatani tidak akan jalan karena tidak ada tenaga kerja. Tanpa tenaga kerja apa yang dapat dilakukan, begitu juga dengan faktor lainnya seperti modal. Kalau tanah tersedia, tenaga kerja ada, tetapi tidak ada modal, apa yang akan ditanam atau dipelihara. Bagaimana cara membeli bibit, pupuk, dan lain-lainnya. Begitu juga kalau hanya ada modal dan tenaga kerja tanpa tanah, jelas usahatani tidak
6
bisa dilakukan, dimana usaha akan dilakukan atau dimana tanaman akan ditanam (Daniel, 2001). Tampak bahwa ketiga faktor produksi tersebut merupakan sesuatu yang mutlak harus tersedia, yang akan lebih sempurna kalau syarat kecukupan pun dapat dipenuhi. Lain halnya dengan faktor keempat manajemen atau pengelolaan ataupun skill, keberadaannya tidak menyebabkan proses produksi tidak berjalan atau batal. Karena timbulnya manajemen sebagai faktor produksi lebih ditekankan pada pada usahatani yang maju dan beroroentasi pasar dan keuntungan. Pada usahatani tradisonal atau usahatani rakyat, keberadaan skill belum begitu diperhitungakan karena tujuan usahatani masih subsistem, hanya sebatas memenuhi kebutuhan sendiri (Daniel, 2001). Dalam pertanian, untuk menghasilkan keluaran atau output yang maksimal diperlukan kemampuan petani dalam mengkombinasikan faktor- faktor produksi yang dimiliki agar output atau produksi yang dihasilkan maksimal. Faktor-faktor produksi yang digunakan petani dalam proses kegiatan pertanian adalah sebagai berikut : 2.2.1 Lahan Pertanian Lahan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses produksi ataupun usahatani. Lahan merupakan faktor produksi utama. Dalam banyak kenyataan, lahan pertanian dapat dibedakan dengan tanah pertanian. Lahan pertanian banyak diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan usaha tani misalnya sawah, tegal dan pekarangan. Sedangkan tanah pertanian adalah tanah yang belum tentu diusahakan dengan usaha pertanian. Dengan demikian, luas tanah pertanian selalu lebih luas daripada lahan pertanian (Soekartawi, 1990). Ukuran lahan pertanian sering dinyatakan dengan hektar. Tetapi, bagi petani-petani di pedesaan seringkali masih menggunakan ukuran tradisional misalnya “ru”, “bata”, “jengkal”, “patok”, “bahu”, dan sebagainya. Disamping ukuran luas lahan, maka ukuran nilai tanah juga perlu diperhatikan. Nilai tanah sawah berbeda dengan nilai tanah tegal atau pekarangan. Umumnya nilai tanah sawah lebih mahal bila dibandingkan dengan nilai tanah pekarangan.
7
Menurut Suratiyah (2006), dipandang dari sudut efisiensi, semakin luas lahan yang diusahakan maka semakin tinggi produksi dan pendapatan per kesatuan luasnya. Pengukuran luas usahatani dapat diukur dengan berdasarkan hal-hal sebagai berikut : a. Luas total lahan adalah jumlah seluruh tanah yang ada dalam usahatani termasuk sawah, tegal, pekarangan, jalan saluran dan sebagainya. b. Luas
lahan
pertanaman
adalah
jumlah
seluruh
tanah
yang
dapat
ditanami/diusahakan. c. Luas tanaman adalah jumlah luas tanaman yang ada pada suatu saat. Tanah mempunyai sifat istimewa antara lain bukan merupakan barang produksi, tidak dapat diperbanyak, dan tidak dapat dipindah-pindah. Oleh Karena itu, tanah dalam usahatani mempunyai nilai terbesar. 2.2.2
Tenaga Kerja Menurut Soekartawi (1990), faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor
produksi yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu diperhatikan. Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usaha tani yang sangat tergantung musim. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usaha tani keluarga (family farms), khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Rumah tangga tani yang umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga kerja keluarga sangat menentukan. Jika masih dapat diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga sendiri maka tidak perlu memberi upah tenaga luar, yang berarti menghemat biaya. Banyak sedikitnya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usahatani berbeda-beda, tergantung jenis tanaman yang diusahakan. Banyak sedikitnya tenaga luar yang dipergunakan tergantung pada dana yang tersedia untuk membiayai tenaga luar tersebut (Suratiyah, 2006). Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan dan menentukan pula kerja yang bagaimana diperlukan. Biasanya usaha pertanian skala kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang
8
tidak memerlukan tenaga ahli. Sebaliknya pada usaha pertanian skala besar, lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dengan cara sewa dan sering dijumpai diperlukannya tenaga kerja yang ahli, misalnya tenaga kerja pria, wanita, anak-anak, dan ternak. Perbedaan tentang hal ini karena setiap jenis tahapan pekerjaan dalam suatu usaha pertanian berbeda dan juga faktor kebiasaan menentukan. Misalnya pekerjaan pengolahan tanah yang memerlukan tenaga kerja yang keras kebanyakan dilakukan oleh pria atau ternak. Sebaliknya pekerjaan menanam atau membersihkan rumput-rumput masih banyak dilakukan oleh kaum wanita (Soekartawi, 1999). Menurut Soekartawi (2002), tenaga kerja dalam pertanian, memiliki ciri-ciri yang khas coraknya, yaitu : a.
Keperluan akan tenaga kerja dalam usaha tani tidaknya kontinyu dan merata.
b.
Pemakaian tenaga kerja dalam usahatani untuk tiap hektar terbatas. Untuk meningkatkan
daya
tampung
perhektarnya
dapat
ditempuh
dengan
intensifikasi kerja, perombakan pola tanam melalui peningkatan rotasi tanaman, penggunaan masukan dan sebagainya. c.
Keperluan tenaga kerja dalam suatu usaha tani cukup beraneka ragam coraknya dan seringkali tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
2.2.3 Modal (Sarana Produksi) Menurut Soekartawi (2003), dalam kegiatan proses produksi pertanian, modal dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tetap dan tidak tetap. Perbedaan tersebut disebabkan karena ciri
yang dimiliki oleh model
tersebut.Faktor produksi seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam kategori modal tetap. Dengan demikian modal tetap didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi tersebut. Peristiwa ini terjadi dalam waktu yang relative pendek dan tidak berlaku untuk jangka panjang.Sebaliknya dengan modal tidak tetap atau modal variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali dalam proses produksi tersebut, misalnya biaya
9
produksi yang dikeluarkan untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan, atau yang dibayarkan untuk pembayaran tenaga kerja. Menurut Suratiyah (2006), modal adalah syarat mutlak berlangsungnya suatu usaha, demikian pula dengan usahatani. Modal merupakan hal yang amat penting bagi para petani untuk menjalankan usahataninya. Dalam arti ekonomi perusahaan, modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk memproduksi kembali atau modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan. Modal ini digunakan untuk membiayai sarana produksi. Sarana produksi adalah sarana yang dibutuhkan dalam proses produksi. Sarana produksi yang dimaksud berupa benih, pupuk, pestisida, obat-obatan yang akan mempengaruhi hasil produksi usahatani. Benih merupakan biji tanaman yang digunakan untuk tujuan pertanaman. Unsur penggunaan benih unggul yang bermutu tinggi merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan produksi tanaman. Pengadaan benih tomat dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan cara membeli benih yang telah siap tanam atau dengan membuat benih sendiri (Firnanto, 2011). Pupuk ialah bahan yang diberikan kedalam tanah dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam faktor lingkungan yang baik. Berdasarkan bahan pembuatannya, pupuk dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari pelapukan bahan-bahan organik berupa sisa-sisa tanaman, kotoran hewan. Pupuk organik yang umum dikenal masyarakat adalah pupuk kandang, kompos, pupuk hijau. Sedangkan pupuk anorganik dikenal sebagai pupuk kimia. Pupuk ini berasal dari bahan mineral atau senyawa kimia yang telah diubah melalui proses produksi, sehingga menjadi bentuk senyawa kimia yang dapat diserap tanaman (Anonim, 2007). Keberhasilan produksi tanaman perlu juga dilakukan usaha pemberantasan hama penyakit. Usaha ini dapat dilakukan dengan secara alami maupun dengan menggunakan pestisida. Pestisida merupakan semua zat kimia dan bahan lain
10
yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak
tanaman,
bagian-bagian
tanaman
atau
hasil-hasil
pertanian.
Pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman pada prinsipnya sama, yang membedakan kedua teknik pengendalian itu hanyalah objeknya (Jumin, 2002). 2.2.4 Manajemen Menurut Daniel (2001), pengelolaan usaha tani adalah kemampuan petani bertindak sebagai pengelola atau manajer dari usahanya. Dalam hal ini ia harus pandai merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinasikan dan mengawasi penggunaan faktor-faktor produksi yang dikuasai sebaik mungkin untuk memperoleh produksi secara maksimal. Pengelolaan atau manajemen sangat penting. Bila faktor produksi tanah, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, dan modal dirasa cukup, tetapi tidak dikelola dengan baik, maka peningkatan produksi tidak akan tercapai serta usahatani tidak efisien. Perencanaan dengan program terhadap usahatani diajukan untuk memilih dan mengkombinasikan kegiatan tanam dan ternak untuk menghasilkan keadaan yang optimum. Perencanaan usahatani, secara nyata akan dapat menolong kehidupan keluarga tani. Karena dengan perencanaan, dapat mendidik para petani agar
mampu
berpikir
dalam
menciptakan
suatu
gagasan
yang
dapat
menguntungkan usahataninya, mendidik para petani agar mampu mengambil sikap atau suatu keputusan yang tegas dan tepat yang didasarkan pada pertimbangan yang ada, membantu petani dalam memperincikan secara jelas kebutuhan sarana produksi yang diperlukan, serta dapat membantu petani dalam memprediksi jumlah produksi dan pendapatan yang diharapkan (Entang, 1991). Pengawasan
pada
suatu
usahatani
meliputi
pengawasan
terhadap
penggunaan faktor produksi seperti lahan, bibit, pupuk, obat-obatan dan persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian (Soekartawi, 1999). Dengan pengawasan yang baik terhadap penggunaan faktor produksi dapat menentukan efisien tidaknya suatu usahatani.
11
2.3 Fungsi Produksi Menurut Soekartawi (2003), dalam fungsi produksi faktor produksi disebut juga korbanan produksi (input) yaitu unsur-unsur produksi yang secara spesifik telah dipergunakan untuk menjadikan barang-barang baru. Barang-barang baru yang diperoleh dari proses produksi atau hasil proses produksi disebut dengan produk atau output.Fungsi produksi merupakan suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Dalam usaha pertanian seorang petani selalu berpikir bagaimana mengalokasikan sarana produksi yang ia miliki seefisien mungkin sehingga dapat memperoleh produksi yang maksimal. Dalam ilmu ekonomi cara berfikir demikian sering disebut dengan pendekatan memaksimumkan keuntungan atau profit maximization. Dilain pihak, petani dihadapkan pada keterbatasan biaya dalam melaksanakan usahataninya, petani mencoba bagaimana meningkatkan keuntungan tersebut dengan kendala biaya yang ia miliki yang jumlahnya terbatas. Tindakan yang dapat dilakukan adalah memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan menekan biaya produksi sekecil-kecilnya, pendekatan ini dikenal dengan istilah meminimumkan biaya atau cost minimization (Soekartawi, 1990). Untuk memahami kedua pendekatan diatas, kita harus dapat memahami konsep hubungan antara input dan output. Hubungan fisik antara input dan output disebut dengan fungsi produksi. Misalnya penggunaan input pupuk urea dalam usahatani tomat akan menambah output atau produksi tomat. Bila jumlah pupuk tersebut ditambah kadang-kadang akan menyebabkan tambahan output. Begitu pula dengan penggunaan input yang lain. Tambahan input selain pupuk, juga akan mempengaruhi output, sehingga dengan demikian penambahan pupuk (X1), bibit (X2), obat-obatan (X3) dan sejumlah input yang lain (Xn) akan memperbesar jumlah produksi (Y) yang diperoleh. Dengan fungsi produksi, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1….Xndan X lainnya juga dapat diketahui (Soekartawi, 1990). Dalam faktor produksi dalam hubungannya dengan fungsi produksi dikenal dua jenis input yaitu input tetap (fixed factor of production) adalah input 12
yang tidak habis dipakai dalam satu proses produksi dan input variable (variable factor of production) adalah input yang habis dipakai dalam satu proses produksi. Menurut Soekartawi (1990), bentuk kenaikan hasil produksi dapat dinyatakan dalam tiga kategori : 1. Penambahan satu-satuan unit input X menyebabkan satu-satuan unit Y yang semakin menaik secara tidak proporsional, maka ini disebut dengan produktivitas yang menaik atau kenaikan hasil yang semakin bertambah (Increasing Return to Scale). 2. Penambahan setiap unit input X menyebabkan penambahan satu-satuan unit output Y secara proporsional, maka ini disebut dengan kenaikan hasil tetap (Constant Return to Scale). 3. Penambahan satu-satuan unit input X, menyebabkan satu-satuan unit output Y yang menurun, maka ini disebut kenaikan hasil yang semakin berkurang (Decreasing Return to Scale). Tiga bentuk kenaikan hasil produksi ini digunakan untuk mengukur skala ekonomi usahatani tomat apakah meningkat, tetap atau menurun.
2.4 Fungsi Produksi Cobb-Douglas Fungsi produksi Cobb-Douglas diperkenalkan oleh Cobb, C.W dan Douglass, P.H (1928), yang dituliskan dan dijelaskan Cobb, C.W dan Douglass, P.H dalam artikelnya “A Theory of Production”. Artikel ini dimuat dalam majalah American Economic Review 18, halaman 139-165 (Soekartawi, 1990). Dalam fungsi produksi, maka fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi produksi yang ingin memperlihatkan pengaruh input yang digunakan dengan output yang diinginkan. Dalam dunia ekonomi, pendekatan Cobb-Douglas merupakanbentuk fungsional dari fungsi produksi secara luas digunakan untuk mewakili hubungan output untuk input. Menurut Soekartawi (1990), fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yang dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan
13
X adalah biasanya dengan cara regresi dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Dengan demikian kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas. Menurut Soekartawi (1990), dalam penyelesaian fungsi selalu dilogaritmakan
dan
Cobb-Douglas
diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear.
Sebelum menggunakan fungsi Cobb-Douglas ada beberapa persyaratan yang harus di penuhi, antara lain : 1.
Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
2.
Fungsi produksi perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective technologies). Ini artinya, kalau fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model katakanlah dua model maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut.
3.
Tiap variable X adalah perfect competition.
4.
Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada factor kesalahan . Menurut Soekartawi (1990), fungsi Cobb-Douglas ini banyak dipakai oleh
para peneliti, karena ada tiga alasan pokok yaitu : 1.
Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi produksi.
2.
Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan elastisitas.
3.
Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran Return to Scale.Return to scale (RTS) digunakan untuk mengetahui apakah kegiatan dari
usahatani
tersebut
mengalami
kaidah
increasing,
constantatau
decreasingreturn to scale serta dapat menunjukkan efisiensi produksi secara tehnis. Fungsi Cobb-Douglas ini bersifat sederhana dan mudah penerapannya. Fungsi ini mampu menggambarkan keadaan skala hasil (return to scale), apakah
14
sedang meningkat, tetap atau menurun.Koefisien-koefisien fungsi produksi CobbDouglas secara langsung menggambarkan elastisitas produksi dari setiap input yang digunakan dan dipertimbangkan untuk dikaji dalam fungsi produksi CobbDouglas itu.Koefisien intersep dari fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan indeks efisiensi produksi yang secara langsung menggambarkan efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output dari sistem produksi yang dikaji.
2.5 Teori Efisiensi Prinsip optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut digunakan secara efisien mungkin. Pengertian efisiensi sangat relatif.Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input tertentu untukmenghasilkan output tertentu. Dalam terminologi ilmu ekonomi, maka pengertian efisien ini dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu : efisiensi teknis, efisiensi alokatif (efisiensi harga) dan efisiensi ekonomi (Soekartawi, 2003). Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang digunakan menghasilkan produksi yang maksimum. Sedangkan efisiensi harga (alokatif) dapat dicapai oleh seorang petani bila ia mampu memaksimumkan keuntungan. Dan efisiensi ekonomi kalau usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan juga mencapai efisiensi harga. Menurut Soekartawi (1993) ada tiga kegunaan mengukur efisiensi yaitu : a.
Sebagai tolok ukur untuk memperoleh efisiensi relatif, mempermudah perbandingan antara unit ekonomi satu dengan lainnya.
b.
Apabila terdapat variasi tingkat efisiensi dari beberapa unit ekonomi yang ada maka dapat dilakukan penelitian untuk menjawab faktor-faktor apa yang menentukan perbedaan tingkat efisiensi.
c.
Informasi mengenai efisiensi memiliki implikasi kebijakan karena manajer dapat menentukan kebijakan perusahaan secara tepat. Bila seseorang sudah memasukkan kata efisiensi dalam analisisnya maka
variabel baru yang harus dipertimbangkan dalam model analisisnya adalah
15
variabel harga. Menurut Soekartawi (1990), ada dua hal yang perlu diperhatikan sebelum analisis efisiensi ini dikerjakan, yaitu : a. Tingkat transformasi antara input dan output dalam fungsi produksi ; b. Perbandingan (nisbah) antara harga input dan harga output sebagai upaya untuk mencapai indikator efisiensi. Kemudian penggunaan input yang optimum dapat dicari, yaitu dengan melihat nilai tambahan dari satu-satuan pembinaan yang dihasilkan. Menurut Soekartawi (2002), seorang petani atau produsen sebelum mengelola usahataninya akan mempertimbangkan antara biaya dan pendapatan, dengan cara mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efesien, guna memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif jika seorang petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki sebaik mungkin dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya menghasilkan keluaran (output) melebihi input (masukan). Dalam menentukan efisien tidaknya penggunaan faktor-faktor produksi terhadap usahatani ada tiga kategori yang digunakan, yaitu : a. Jika NPM/Px>1 belum efisien, artinya penggunaan faktor produksi atau input perlu ditambah. b. Jika NPM/Px= 1, sudah efisien. c. Jika NPM/Px<1, tidak efisien, artinya penggunaan faktor produksi atau input perlu dikurangi.
2.6 Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Petani sebagai pelaksana mengharap produksi yang lebih besar lagi agar memperoleh pendapatan yang besar pula. Untuk itu, petani menggunakan tenaga, modal, dan sarana produksinya sebagai umpan untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Ada kalanya produksi yang diperoleh justru lebih kecil dan sebaliknya ada kalanya produksi yang diperoleh lebih besar. Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga luar serta sarana produksi yang lain (Suratiyah, 2006).
16
Menurut Soekartawi (2003), biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Jumlah tetap seluruhnya dan jumlah biaya variabel seluruhnya merupakan total biaya. Biaya tetap (FC) umumnya didefinisikan sebagai biaya yang harus dikeluarkan meskipun tidak melakukan proses produksi (usahatani) sifatnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi. Besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Contohnya pajak, biaya untuk pajak akan tetap dibayarkan walaupun hasil usahatani itu besar atau gagal sekalipun. Yang termasuk dalam biaya tetap ini seperti sewa tanah, pajak lahan, penyusutan alat, dan iuran irigasi. Biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, atau dengan kata lain biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan jika ada proses produksi, sifatnya berubah-ubah dan besar kecilnya dipengaruhi produksi. Contohnya biaya untuk sarana produksi. Kalau menginginkan produksi yang tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah, pupuk juga perlu ditambah dan sebagainya, sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah. Yang termasuk dalam biaya variabel adalah bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja luar keluarga (sewa TK), dan upah panen (Soekertawi, 1995). Dalam analisis usahatani, sering dilakukan dengan dua cara, yaitu : analisis finansial dan analisis ekonomi. Dalam analisis finansial, data biaya yang dipakai adalah data riil yang sebenarnya dikeluarkan. Misalnya jumlah tenaga kerja yang dipakai 100 HKSP (Hari Kerja Setara Pria) dengan upah Rp. 3.000/hari, maka biaya tenaga kerja adalah 100 x Rp. 3000 = Rp. 300.000. Bila diantara 100 HKSP tersebut, 25 HKSP di antaranya adalah tenaga dalam keluarga, maka nilai upah yang dihitung hanya upah tenaga kerja yang menyewa saja sebesar 75 HKSP tersebut (Soekartawi, 1995). Menurut Soekartawi (2003), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang di peroleh dengan harga jual. Penerimaan petani pada dasamya dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
17
a.
Penerimaan kotor yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan hasil produksi usahatani. Penghitungan penerimaan kotor ini diperoleh dari perkalian hasil produksi dengan harga jualnya.
b.
Penerimaan bersih yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan hasil produksi usahatani setelah dikurangi biaya total yang dikeluarkan. Menurut Suratiyah (2006), besarnya biaya dan pendapatan dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang sangatlah kompleks. Faktor tersebut dibagi kedalam dua golongan sebagai berikut : a.
Faktor internal dan Faktor eksternal Faktor internal terdiri dari umur petani, pendidikan, pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan, jumlah tenaga kerja keluarga, luas lahan, dan modal. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari : input (ketersediaan dan harga), output (permintaan dan harga). Faktor internal maupun eksternal akan bersama-sama mempengaruhi biaya dan pendapatan usahatani. Ditinjau dari segi umur, semakin tua akan semakin berpengalaman sehingga semakin baik dalam mengelola usahataninya. Namun, disisi lain semakin tua semakin menurun kemampuan fisiknya sehingga semakin memerlukan bantuan tenaga kerja, baik dalam keluarga maupun dari luar keluarga. Pendidikan, terutama pendidikan non formal, misalnya kursus keompok tani, penyuluhan, studi banding, akan membuka cakrawala petani, menambah ketrampilan dan pengalaman petani dalam mengelola usahataninya. Jumlah tenaga kerja dalam keluarga akan berpengaruh langsung pada biaya. Semakin banyak menggunakan tenaga kerja keluarga semakin sedikit biaya yang dikeluarkan untuk mengupah tenaga kerja luar keluarga. Namun demikian, tidak semua hal berlaku seperti ini. Ada pekerjaaan tertentu mengejar waktu sehubungan dengan iklim maka harus meminta bantuan tenaga kerja luar keluarga yang berarti harus mengeluarkan biaya. Petani lahan sempit dengan tenaga keluarga yang tersedia, dapat menyelesaikan pekerjaan usahataninya tanpa menggunakan tenaga kerja luar yang diupah. Dengan demikian, biaya per usahatani menjadi rendah. Namun jika lahan garapan lebih luas tentu tenaga kerja keluarga mampu mengengerjakan semua.
18
Hal ini dekarenakan adanya faktor-faktor musim tanam serentak sehingga segala kegiatan usahatani harus dapat diselesaikan tepat waktu dengan tenaga kerja luar. Biaya usahatani menjadi lebih tinggi karena harus memanfaatkan tenaga kerja luar yang diupah. Modal yang tersedia berhubungan langsung dengan peran petani sebagai manajer dan juru tani dalam mengelola usahataninya. Jenis komoditas yang akan diusahakan tergantung modal, demikian pula seberapa besar tingkat penggunaan faktor produksi tergantung pada modal yang tersedia. Sebagai juru tani harus tahu persis banyaknya masing-masing faktor produksi yang diperlukan. Oleh karena biasanya petani sebagai manajer tidak dapat menyediakan dana maka terpaksa penggunaan faktor produksi tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya, akibatnya produkstivitas rendah dan pendapatan juga rendah. Faktor eksternal dari segi faktor produski (input) terbagi dalam dua hal, yaitu ketersediaan dan harga. Lain halnya dengan faktor internal yang pada umumnya dapat diatasi petani. Faktor ketersediaan dan harga faktor produksi benar-benar tidak dapat dikuasai oleh petani sebagai individu berapa pun dana tersedia. Namun, jika sarana produksi tidak tersedia atau langka di pasaran maka petani akan mengurangi penggunaan faktor produksi. Demikian pula jika harga sarana produksi sangat tinggi bahkan tidak terjangkau. Semuanya itu pasti berpengaruh pada biaya, produktivitas dan pendapatan dari usahatani. Demikian juga dari segi produksi (output). Jika permintaan akan produksi tinggi maka harga ditingkat petani tinggi pula sehingga dengan biaya yang sama petani akan memperoleh pendapatan yang tinggi pula. Sebaliknya, jika petani telah berhasil meningkatkan produksi, tetapi harga turun maka pendapatan petani akan turun pula. b.
Faktor manajemen Disamping faktor internal dan eksternal maka manjemen juga sangat
menentukan. Petani sebagai manajer harus dapat mengambil keputusan dengan berbagai pertimbangan ekonomis sehingga diperoleh hasil yang memberikan pendapatan yang optimal. Petani sebagai juru tani harus dapat melaksanakan usahataninya dengan sebaik-baiknya yaitu penggunaan faktor produksi dan tenaga
19
kerja secara efisien sehingga akan diperoleh manfaat yang setingi-tingginya. Dalam pelaksanaannya sangat diperlukan berbagai informasi tentang kombinasi fakor produksi dan informasi harga baik harga faktor produksi maupun produk. Dengan bekal informasi tersebut petani dapat segera mengantisipasi perubahan yang ada agar tidak salah pilih dan merugi. Menurut Soekartawi (1995), berdasarkan komponen biaya dapat dianalisis keuntungan usahatani
dengan menggunakan analisis R/C Ratio. R/C adalah
singkatan dari Revenue/Cost Ratio) atau dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya.Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah usahatani itu menguntungkan atau tidak dan layak untuk dikembangkan. Dalam analisis R/C Ratio, ada kriteria keputusan yaitu : 1.
R/C Ratio 1, usahatani menguntungkan, artinya penerimaan yang di peroleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut.
2.
R/C Ratio = 1, usahatani impas (tidak untung/tidak rugi).
3.
R/C Ratio 1, usahatani rugi, artinya menunjukkan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh petani.
20
2.7 Telaah Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai analisis terhadap penggunaan faktor -faktor produksi dan keuntungan usahatani sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, meskipun demikian penulis masih tetap tertarik untuk melakukan penelitian yang serupa. Pada penelitian ini penulis ingin meneliti komoditi tomat terutama dilihat dari sisi efisiensi penggunaan faktor -faktor produksi dan keuntungan petani. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Warsana (2007) tentang penelitian Analisis Efisiensi dan Keuntungan Usahatani Jagung di Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora, salah satu hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah bahwa usahatani jagung belum memberikan tingkat keuntungan yang maksimum kepada petani, namun jika dilihat dari penggunaan input variabel menunjukan bahwa benih dan pestisida yang belum optimal sedangkan pengalokasian input variabel tenaga kerja dan pupuk telah mencapai optimal. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh I Dewa Gede Agung, dkk mengenai Analisis Usahatani Cabe Merah Didesa Perean Tengah, Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan, dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa usahatani cabe merah sangat layak diusahakan dan cabe merah memberikan sumbangan pendapatan sebesar 80,51% sehingga cabe merah merupakan sumber pendapatan utama bagi petani di Desa Perean Tengah. Rata-rata pendapatan usahatani cabe merah
sebesar
Rp.86.723.064,00/ha/musim
Rp.12.141.229,00/usahatani/musim tanam
sedangkan
keuntungan
petani
atau dalam
berusahatani cabe merah sebesar Rp.11.703.260,00/usahatani/musim atau Rp.83.594.714,00/ha/musim. Supriyo Imran (2007), melakukan penelitian mengenai Analisis FaktorFaktor Produksi Pada Usahatani Cabe Rawit Dengan Pendekatan Agribisnis dengan hasil penelitian bahwa skala ekonomi penggunaan faktor produksi berada dalam keadaan decreasing return to scale, penggunaan faktor produksi belum efisien
dan tidak efisien, dan usahatani cabe rawit yang diusahakan petani
menguntungkan. Sementara itu penelitian mengenai Efisiensi Produksi Kentang di Provinsi Aceh yang dilakukan oleh Suyanti Kasimin (2010) diketahui bahwa
21
produktivitas dan tingkat pendapatan tanaman kentang di Provinsi Aceh relatif rendah, pemakaian faktor produksi belum efisien, dan efisiensi produksi tercapai jika dilakukan penambahan saprodi bibit dan pupuk, serta penyesuaian pemakaian lahan, pestisida dan tenaga kerja.
2.8 Kerangka Teoritis Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka
maka dapat dibuat
kerangka teoritis sebagai berikut : USAHATANI TOMAT
KEBUTUHAN TOMAT
.
Faktor - faktor Produksi Yang Mempengaruhi Usahatani Tomat: - Luas Lahan - Tenaga Kerja - Modal (Sarana produksi) : Benih Pupuk Organik Pupuk Anorganik
Produksi
Analisis Efisiensi - Fungsi produksi CobbDouglas - Skala Ekonomi Usaha - Eisiensi penggunaan input
Analisis Keuntungan - Total Biaya (TC) - Penerimaan (TR) - Pendapatan - R/C Ratio
Keuntungan Usahatani
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritis 22
Dari Gambar 1 tersebut, dapat dijelaskan tomat sebagai salah satu komoditas pertanian yang bermanfaat bagi tubuh karena mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Tomat juga merupakan komoditas hortikultura yang memiliki berbagai macam manfaat yang dapat memberikan nilai tambah sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Beragamnya manfaat dan banyaknya permintaan konsumen akan kebutuhan tomat memberikan dorongan kepada petani untuk mengusahakan buah tomat sebagai usahatani. Dalam pengelolaan usahatani terdapat faktor-faktor produksi. Faktorfaktor produksi ini mempunyai peran yang sangat penting dalam pengelolaan usahatani tomat yang akan dikelola oleh petani. Faktor-faktor produksi yang dimaksud adalah lahan, tenaga kerja, modal untuk pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk organik, pupuk anorganik).Dengan penggunaan input secara efisien dan efektif diharapkan dapat menghasilkan produksi yang maksimal. Analisis efisiensi dan analisis keuntungan usahatani adalah analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini untuk melihat untuk melihat faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap produksi dan berapa besar keuntungan yang diperoleh petani dalam usahatani tomat. Analisis efisiensi meliputi fungsi produksi Cobb Douglas, skala usaha, efisiensi penggunaan input. Dalam fungsi produksi Cobb-Douglas data yang dianalisis berupa data penggunaan faktor-faktor produksi yang meliputi luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk organik dan pupuk anorganik. Analisis data selanjutnya adalah analisis skala usaha, analisis skala usaha ini digunakan untuk melihat bentuk kenaikan hasil produksi apakah meningkat, tetap, atau menurun.
Kemudian, analisis
efisiensi penggunaan input dilakukan untuk menentukan efisien tidaknya penggunaan faktor-faktor produksi (input). Analisis keuntungan usahatani meliputi total biaya (TC), penerimaan (TR), pendapatan (Pd) dan R/C Ratio. Biaya total (TC) merupakan pengeluaran tunai usahatani yang ditunjukan oleh jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Penerimaan (TR) merupakan nilai uang yang diperoleh dari hasil penjualan produk usahataninya. Penerimaan yang diterima oleh petani tomat dalam hal ini merupakan penerimaan atau pendapatan
23
kotor. Karena belum dikurangi dengan biaya-biaya yang keluar selama proses produksi.Pendapatan petani dari hasil usahataninya tidaklah tetap dari waktu ke waktu. Pendapatan ditentukan oleh produksi, harga produksi, dan biaya produksi.Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan (TR) dengan biaya total (TC).Bila total penerimaan lebih besar dari total biaya, berarti usahatani menguntungkan, dan bila total penerimaan lebih kecil dari total biaya maka usahatani merugi. Dari analisis tersebut akan diketahui tingkat keuntungan yang akan diperoleh petani dari usahatani tomat. Usahatani yang diusahakan apakah menguntungkan atau merugi.
2.9 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dan kerangka teoritis, maka disusun hipotesis sebagai berikut : 1. Penggunaan faktor-faktor produksi atau input yang terdiri dari luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk organik dan pupuk anorganik secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap total produksi usahatani tomat. 2. Penggunaan faktor-faktor produksi atau input pada usahatani tomat belum efisien. 3. Produksi usahatani tomat berada pada posisi menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkan.
24