BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kaca Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang paling akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Dipandang dari segi fisika kaca merupakan zat cair yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel penyusunnya yang saling berjauhan seperti dalam zat cair namun kaca sendiri berwujud padat. Ini terjadi akibat proses pendinginan (cooling) yang sangat cepat, sehingga partikelpartikel silika tidak “sempat” menyusun diri secara teratur. Dari segi kimia, kaca adalah gabungan dari berbagai oksida an-organik yang tidak mudah menguap, yang dihasilkan dari dekomposisi dan peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai penyusun lainnya. Sifat-sifat kaca yang khas dipengaruhi oleh keunikan silika (SiO2) dan proses pembentukannya. Menurut Dian, kaca adalah bahan dibuat oleh silika kering dengan oksida dasar. Kekasaran dari kaca memberikan beton ketahanan terhadap abrasi yang hanya dapat dicapai oleh sedikit batu agregat alami. Kaca memiliki sifat-sifat khas dibanding dengan golongan kramik lainnya. Reaksi yang terjadi dalam pembuatan kaca secara ringkas pada persamaan (2-1) (Suwignyo, 2014). Na2CO3 + a.SiO2
Na2O.a.SiO2 + CO2
CaCO3 + b.SiO2
CaO.b.SiO2 + CO2
Na2SO4 + c. SiO2 + C
Na2O.c. SiO2 + SO2 + SO2 + CO
6
(2-1)
7
Karakteristik dari serbuk kaca dalam pembuatan beton adalah: 1. kaca merupakan bahan yang tidak menyerap air atau zero water absorption, 2. sifat kaca yang tidak menyerap air dapat mengisi rongga-rongga pada beton secara maksimal sehingga beton bersifat kedap air, 3. kaca dalam hal ini adalah serbuk kaca mempunyai sifat sebagai pozzoland yang dapat meningkatkan kuat tekan dari beton, 4. kaca tidak mengandung bahan yang berbahaya, sehingga pada saat pengerjaan beton aman bagi manusia, 5. serbuk kaca juga dapat digunakan sebagai bahan pengisi pori atau filler, sehingga diharapkan akan diperoleh beton yang lebih padat dengan porositas minimum sehingga kekuatan beton dapat meningkat. Ada beberapa kandungan kaca berdasarkan jenis-jenis kaca, yaitu: clear glass, amber glass, green glass, pyrex glass dan fused silica (Wibowo, 2013). Kandungan di dalam jenis-jenis kaca tersebut seperti pada tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1. Kandungan Kaca Jenis Kaca
Clear Glass
Amber Glass
SiO2
73,2 – 73,5
71,0 – 72,4
Green Glass 71,27
81
Fused Silica 99,87
Al2O3
1,7 – 1,9
1,7 – 1,8
2,22
2
-
Na2O + K2O
13,6 – 14,1
13,8 – 14,4
13,06
4
-
CaO + MgO SO3
10,7 – 10,8 0,2 – 0,24
11,6 0,12 – 0,14
12,17 0,052
-
-
Fe2O3
0,04 – 0,05
0,3
0,599
3,72
-
Cr2O3
-
0,01
0,43
12,0 – 13,0
-
Pyrex Glass
8
Kandungan kimia dalam serbuk kaca yaitu seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan CaO seperti tabel 2.2. Tabel 2.2. Kandungan Serbuk Kaca (Sumber : Hanafiah, 2011) Unsur SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO
Serbuk kaca 61,72% 3,45% 0,18% 2,59%
2.2 Pengaruh Sifat Reaktif Silika pada Kaca Penggunaan agregat halus kaca yang dibuat dari jenis kaca leburan soda lime, mulai dikembangkan untuk membuat beton kinerja tinggi. Agregat halus kaca ini dibuat dalam bentuk bubuk dengan ukuran dan distribusi yang serupa agregat halus/pasir alam. Penggunaannya diharapkan dapat memanfaatkan limbah dari hasil samping industri untuk komponen industri konstruksi dan untuk mengatasi kekurangan pasir alam yang tersedia. Berdasarkan ASTM C289-87 dilakukan tes kimia dan tes kereaktifan agregat didapat bahwa bubuk kaca masih layak digunakan sebagai agregat walaupun memiliki sifat "merugikan" karena mengandung silika reaktif yang dapat bereaksi dengan alkali semen, sehingga mengakibatkan terjadinya ekspansi beton (Wibowo, 2013).
9
2.3 Perkembangan Penelitian dengan Kaca Penelitian dengan menggunakan serbuk kaca dilakukan Wibowo (2013) yang berjudul “Pengaruh Penambahan Serbuk Kaca dan Water Reducing High Range Admixtures Terhadap Kuat Tekan dan Modulus Elastisitas pada Beton”. Pada penelitian ini, penggunaan serbuk kaca sebagai filler sehingga dapat memberikan nilai kuat tekan yang cukup tinggi. Nilai kuat tekan tertinggi pada penambahan serbuk kaca 3%. Hasil uji kuat tekan beton pada umur 28 hari pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.3. Dalam penelitian Eki & Tanzil (2013) yang berjudul “Pengaruh Sulfat Terhadap Kuat Tekan Beton Dengan Variasi Bubuk Kaca Substitusi Sebagian Pasir Dengan W/C 0,60 Dan 0,65, Untuk Desain W/C 0,65” diperoleh nilai kuat tekan beton dengan penambahan bubuk kaca mengalami peningkatan dengan bertambahnya persentase bubuk kaca. Nilai kuat tekan tertinggi didapat pada 20% penambahan bubuk kaca yaitu 30,78 MPa. Hasil uji kuat tekan beton pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.3. Hasil uji kuat tekan beton dengan serbuk kaca pada umur 28 hari (Sumber : Wibowo, 2013) Nilai Kuat Kode Benda Uji
Tekan (MPa)
Beton Normal (BN)
26,25
Beton Dengan Penambahan Serbuk Kaca 3% (BK 3%)
31,52
Beton Dengan Penambahan Serbuk Kaca 5% (BK 5%)
28,18
Beton Dengan Penambahan Serbuk Kaca 7% (BK 7%)
27,16
Beton Normal + Sikament LN (BNs)
30,99
10
Tabel 2.3. Lanjutan Nilai Kuat Tekan
Kode Benda Uji
(MPa) Beton Dengan Penambahan Serbuk Kaca 3% + Sikament LN (BKs 3%) Beton Dengan Penambahan Serbuk Kaca 5% + Sikament LN (BKs 5%) Beton Dengan Penambahan Serbuk Kaca 7% + Sikament LN (BKs 7%)
36,21
35,10
34,57
Tabel 2.4. Hasil uji kuat tekan beton dengan bubuk kaca (Sumber : Eki & Tanzil, 2013) Kadar Bubuk Kaca (%)
fc' 28 hari (MPa)
0% 5% 10% 15% 20%
28,28 29,04 29,62 30,49 30,78
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yulianti dan Rikardus (2013) mengenai “Pengaruh Penggunaan Serbuk Kaca Sebagai Bahan Substitusi Agregat Halus Terhadap Sifat Mekanik Beton”, kuat tekan beton cenderung menurun dengan semakin tingginya persentase serbuk kaca. Hal ini karena serbuk kaca yang digunakan terlalu halus yang lebih cocok sebagai bahan filler. Hasil uji kuat tekan dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.5.
11
Tabel 2.5. Hasil uji kuat tekan beton dengan serbuk kaca (Sumber : Yulianti dan Rikardus, 2013)
Kode Benda Uji Beton Normal (BN D) Beton Substitusi Serbuk Kaca 10% (BS 10% D) Beton Substitusi Serbuk Kaca 20% (BS 20% D) Beton Substitusi Serbuk Kaca 30% (BS 30% D)
Kuat Tekan Beton dengan fas 0,57 (MPa) 26,74
Kuat Tekan Beton dengan fas 0,46 (MPa) 31,3
19,45
26,33
18,05
20,96
15,6
18,09
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suwignyo (2014) mengenai “Pengaruh Substitusi Sebagian Agregat Halus Dengan Serbuk Kaca Terhadap Sifat Mekanik Beton”, kuat tekan beton menyebabkan kenaikan kuat tekan beton pada benda uji dengan substitusi 10% serbuk kaca, sedangkan untuk variasi lain mengalami sedikit penurunan dibanding beton normal (tanpa substitusi serbuk kaca), yaitu tidak lebih dari 15 %. Hasil pengujian kuat tekan pada umur 28 hari dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.6. Tabel 2.6. Hasil uji kuat tekan beton dengan serbuk kaca (Sumber : Suwignyo, 2014)
Kode
Kuat Tekan (MPa)
Selisih Terhadap Beton Normal (%)
Beton Normal (BN)
23,88
0,00
Beton Substitusi Sebagian Agregat Halus Dengan Serbuk Kaca 10% (BS 10%)
25,84
8,22
12
Tabel 2.6. Lanjutan
Kode
Kuat Tekan (MPa)
Selisih Terhadap Beton Normal (%)
Beton Substitusi Sebagian Agregat Halus Dengan Serbuk Kaca 20% (BS 20%)
20,40
-14,54
Beton Substitusi Sebagian Agregat Halus Dengan Serbuk Kaca 30% (BS 30%)
22,01
-7,80
Beton Substitusi Sebagian Agregat Halus Dengan Serbuk Kaca 40% (BS 40%)
22,33
-6,49
2.4 Beton Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air yang membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu atau lebih bahan tambah ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability),
durabilitas, dan waktu
pengerasan (McCormac, 2000). Kekuatan, keawetan, dan sifat beton yang lain tergantung pada sifat-sifat bahan-bahan dasar, nilai perbandingan bahan-bahannya, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan, dan cara perawatan selama proses pengerasan (Tjokrodimuljo, 1992). Agar dihasilkan kuat tekan beton yang sesuai dengan rencana diperlukan mix design untuk menentukan jumlah masing-masing bahan susun beton yang dibutuhkan. Selain itu, adukan beton diusahakan dalam kondisi yang benar-benar
13
homogen dengan kelecakan tertentu agar tidak terjadi pemisahan kerikil dari adukan (segregation) maupun pemisahan air dan semen dari adukan beton (bleeding). Hal ini karena segregasi dan bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan jelek (Tjokrodimuljo, 1992). Beton dalam keadaan mengeras mempunyai nilai kuat tekan yang tinggi. Dalam keadaan segar beton mudah dibentuk dan sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu beton juga tahan terhadap korosi. Secara umum kelebihan dan kekurangan beton sebagai berikut (Mulyono, 2005). 1. Kelebihan beton a. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi. b. Mampu memikul beban yang berat. c. Tahan terhadap temperatur yang tinggi. d. Biaya pemeliharaan yang kecil. 2. Kekurangan beton a. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah. b. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi. c. Berat. d. Daya pantul suara besar.
2.5 Bahan Penyusun Beton Beton adalah suatu elemen struktur yang memiliki karakteristik yang terdiri dari beberapa bahan penyusun seperti berikut:
14
2.5.1 Semen Portland Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lainnya (Tjokrodimuljo, 1992). Semen berfungsi untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang kompak atau padat. Selain itu juga mengisi rongga-rongga di antara butiran agregat. Perekatan ini terjadi akibat adanya reaksi semen dengan air yang sering dikenal dengan istilah proses hidrasi beton (Tjokrodimuljo, 1992). Semen portland di Indonesia (PUBI-1982) dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan penggunaannya. Jenis semen berdasarkan kegunaanya adalah sebagai berikut ini. 1. Jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada semen jenis lain. 2. Jenis II, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan terhadap sulfat atau panas hidrasi sedang. 3. Jenis III, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. 4. Jenis IV, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi yang rendah. 5. Jenis V, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi terhadap sulfat (Tjokrodimuljo, 1992).
15
Bahan-bahan dasar semen portland terdiri dari bahan-bahan yang mengandung unsur kimia sebagaimana tercantum pada Tabel 2.7 di bawah ini. Tabel 2.7 Susunan unsur semen portland (Sumber: Tjokrodimuljo, 1992) Unsur Kapur (CaO) Silika (SiO2) Alumina (Al2O3) Besi (Fe2O3) MSuwignyoia (MgO) Sulfur (SO3) Soda/potash (Na2O+K2O)
Komposisi (%) 60-65 17-25 3,0-8,0 0,5-6,0 0,5-4,0 1,0-2,0 0,5-1,0
2.5.2 Air Air diperlukan dalam campuran beton untuk bereaksi dengan semen, serta menjadi pelumas antara butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air yang diperlukan hanya sekitar 30% berat semen (Tjokrodimuljo, 1992). Menurut (Tjokrodimuljo, 1992) dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut: 1. tidak mengandung lumpur (benda melayang lainya) lebih dari 2 gram/liter, 2. tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter, 3. tidak mengandung khlorida (CI) lebih dari 0,5 gram/liter, 4. tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
16
2.5.3 Agregat Halus Agregat halus (pasir) adalah batuan yang mempunyai ukuran butir antara 0,15 mm–5 mm. Agregat halus dapat diperoleh dari dalam tanah, dasar sungai atau dari tepi laut. Oleh karena itu, pasir dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu: pasir galian, pasir sungai dan pasir laut. Agregat halus (pasir) menurut gradasinya sebagaimana tercantum pada Tabel 2.8 (Tjokrodimuljo, 1992): Tabel 2.8. Batas-batas gradasi agregat halus Lubang Ayakan (mm) 10 4,8 2,4 1,2 0,6 0,3 0,15
Kasar 100 90-100 60-95 30-70 15-34 5-20 0-10
Berat butir yang lewat ayakan (%) Agak Kasar Agak Halus 100 100 90-100 90-100 75-100 85-100 55-90 75-100 35-59 60-79 8-30 12-40 0-10 0-10
Halus 100 95-100 95-100 90-100 80-100 15-50 0-15
2.5.4 Agregat Kasar Agregrat kasar adalah batuan yang ukuran butirannya lebih besar dari 4,8 mm (Mulyono, 2005). Agregrat kasar untuk beton dapat berupa kerikil (koral) sebagai hasil pembentukan alami dari batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari pemecahan (Stone Crusher). Ukuran maksimal agregrat kasar dibagi menjadi 3 golongan yaitu gradasi agregrat dengan butir maksimum 40 mm, 20 mm, dan 10 mm. Ukuran maksimal agregrat dapat diketahui melalui analisa saringan terhadap agregrat kasar. Batasan-batasan gradasi agregrat kasar dapat dilihat pada tabel 2.9 di bawah ini.
17
Tabel 2.9. Batas agregrat kasar (Sumber : Mulyono, 2005) Ukuran saringan (mm) 76 38 19 9,6 4,8
Persentase lolos (%) Gradasi agregat 40 mm 20 mm 10 mm 100 95-100 100 35-70 95-100 100 Okt-40 30-60 50-85 0-5 0-10 0-10
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh agregat kasar menurut spesifikasi bahan bangunan bagian A (SK SNI S-04-1989-F) adalah sebagai berikut: 1. butir keras dan tidak berpori, 2. jumlah butir pipih dan panjang dapat dipakai jika kurang dari 20% berat keseluruhan, 3. bersifat kekal, 4. tidak mengandung zat-zat alkali, 5. kandungan lumpur kurang dari 1%, 6. ukuran butir beraneka ragam.
2.6 Workability Salah satu sifat beton sebelum mengeras (beton segar) adalah kemudahan pengerjaan (workability). Workability (kemudahan pengerjaan) adalah merupakan tingkat kemudahan adukan beton untuk diaduk, diangkut, dituang dan dipadatkan tanpa mengurangi homogenitas beton dan beton tidak terurai (bleeding) yang berlebihan untuk mencapai kekuatan yang direncanakan.
18
Workability akan menjadi lebih jelas pengertiannya dengan adanya sifat-sifat berikut ini. 1. Mobility adalah kemudahan adukan beton untuk mengalir dalam cetakan. 2. Stability adalah kemampuan adukan beton untuk selalu tetap homogen, selalu mengikat (koheren), dan tidak mengalami pemisahan butiran (segregasi dan bleeding). 3. Compactibility adalah kemudahan adukan beton untuk dipadatkan sehingga rongga-rongga udara dapat berkurang. 4. Finishibility adalah kemudahan adukan beton untuk mencapai tahap akhir yaitu mengeras dengan kondisi yang baik. Unsur-unsur yang mempengaruhi sifat workability antara lain adalah sebagai berikut ini. 1. Jumlah air yang digunakan dalam campuran adukan beton. Semakin banyak air yang digunakan, maka beton segar semakin mudah dikerjakan. 2. Penambahan semen dalam campuran juga akan memudahkan cara pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan bertambahnya air campuran untuk memperoleh nilai fas tetap. 3. Gradasi campuran pasir dan kerikil. Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan, maka adukan beton akan mudah dikerjakan. 4. Pemakaian butir-butir batuan yang bulat mempermudah cara pengerjaan beton. 5. Pemakaian butir maksimum kerikil yang dipakai juga berpengaruh terhadap tingkat kemudahan pada saat dikerjakan.
19
6. Cara pemadatan adukan beton akan menentukan sifat/cara pengerjaan. Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit daripada jika dipadatkan dengan tangan (Tjokrodimuljo, 1992).
2.7 Segregation Kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari campuran adukan beton dinamakan segregation. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil pada beton akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton (Mulyono, 2005). Segregasi disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1. campuran yang kurang semen, 2. terlalu banyak air, 3. ukuran maksimum butir agregat lebih dari 40 mm, 4. permukaan butir agregat kasar yang terlalu kasar. Kecenderungan terjadinya segregasi ini dapat dicegah dengan cara berikut: 1. tinggi jatuh diperpendek, 2. penggunaan air sesuai syarat, 3. cukup ruangan antara batang tulangan dengan acuan, 4. ukuran agregat sesuai dengan syarat, 5. pemadatan baik.
20
2.8 Bleeding Bleeding adalah kecenderungan air untuk naik ke permukaan (memisahkan diri) pada beton segar yang baru saja dipadatkan. Air akan naik membawa semen dan butir-butir halus pasir, yang pada saat beton mengeras nantinya akan membentuk selaput (laitance) (Mulyono, 2005). Bleeding biasanya terjadi pada campuran beton basah (kelebihan air) atau campuran adukan beton dengan nilai slump tinggi. Bleeding dipengaruhi oleh berbagai hal berikut ini. 1. Susunan butir agregat Jika komposisinya sesuai kemungkinan bleeding kecil. 2. Banyak air Semakin banyak air akan memungkinkan terjadinya bleeding. 3. Kecepatan hidrasi Semakin cepat beton mengeras semakin kecil terjadinya bleeding. 4. Proses pemadatan Pemadatan yang berlebihan akan menyebabkan bleeding. Bleeding dapat dikurangi dengan cara sebagai berikut: 1. memberi banyak semen, 2. menggunakan air sedikit mungkin, 3. menggunakan butir halus lebih banyak, 4. memasukkan sedikit udara dalam adukan untuk beton khusus.
21
2.9 Nilai Slump Nilai slump digunakan untuk pengukuran terhadap tingkat kelecakan suatu adukan beton, yang berpengaruh pada tingkat pengerjaan beton (workability). Semakin besar nilai slump maka beton semakin encer dan semakin mudah untuk dikerjakan, sebaliknya semakin kecil nilai slump, maka beton akan semakin kental dan semakin sulit untuk dikerjakan. Penetapan nilai slump untuk berbagai pengerjaan beton dapat dilihat pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10. Penetapan nilai slump adukan beton (Sumber: Tjokrodimuljo, 1992) Pemakaian Beton Nilai Slump (cm) (Berdasarkan Jenis Struktur yang Dibuat) Maksimum Minimum Dinding, plat fondasi dan fondasi telapak bertulang 12,5 5 Fondasi telapak tidak bertulang, kaison, dan 9 2,5 stuktur dibawah tanah Plat, balok, kolom, dinding 15 7,5 Perkerasan jalan 7,5 5 Pembetonan massal (beton massa) 7,5 2,5
2.10 Umur Beton Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Kekuatan beton akan naik secara cepat (linier) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya akan kecil. Kekuatan tekan beton pada kasus tertentu terus akan bertambah sampai beberapa tahun dimuka. Biasanya kekuatan tekan rencana beton dihitung pada umur 28 hari. Untuk struktur yang menghendaki awal tinggi, maka campuran dikombinasikan dengan semen khusus atau ditambah dengan bahan tambah kimia dengan tetap menggunakan jenis semen tipe I (OPC-1) (Mulyono, 2005).
22
Kuat tekan beton akan bertambah tinggi dengan bertambahnya umur. Yang dimaksud umur disini adalah dihitung sejak beton dicetak. Laju kenaikan kuat tekan beton mula-mula cepat, lama-lama laju kenaikan itu akan semakin lambat dan laju kenaikan itu akan menjadi relatif sangat kecil setelah berumur 28 hari. Sebagai standar kuat tekan beton (jika tidak disebutkan umur secara khusus) adalah kuat tekan beton pada umur 28 hari (Tjokrodimuljo, 1992). Laju kenaikan beton dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis semen portland, suhu keliling beton, faktor air-semen dan faktor lain yang sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton. Hubungan antara umur dan kuat tekan beton dapat dilihat pada Tabel 2.11. Tabel 2.11. Rasio kuat tekan beton pada berbagai umur (Sumber: Tjokrodimuljo, 1992) Umur beton Semen portland biasa Semen portland dengan kekuatan awal yang tinggi
3 0,4
7 0,65
14 0,88
21 0,95
28 1
90 1,2
365 1,35
0,55 0,75
0,9
0,95
1
1,15
1,2