22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritik 1. Definisi Bimbingan dan Konseling Pranikah Konseling pranikah adalah nasehat yang diberikan kepada pasangan sebelum menikah, menyangkut masalah medis, psikologis, seksual, dan sosial.1 Jadi, Konseling Pranikah dimaksudkan untuk membantu pasangan calon pengantin untuk menganalisis kemungkinan masalah dan tentangan yang akan muncul dalam rumah tangga mereka dan membekali mereka kecakapan untuk memecahkan masalah.2 Pranikah adalah masa sebelum adanya perjanjian antara laki-laki dan perempuan, tujuannya untuk bersuami istri dengan resmi berdasarkan undang-undang perkawinan agama maupun pemerintah. Dari pengertian ini, maka yang dimaksud dengan konseling pranikah ialah proses pemberian bantuan terhadap individu, sebelum melangsungkan kehidupan berumah tangga dan memberikan petunjuk untuk dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.3
1
http://kamuskesehatan.com/arti/konseling-pranikah/ Munira Lekovick Ezzeldine, Before the Wedding: 150 Question for Muslims to Ask getting Married. Terjemahan oleh Sri Murniati, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006), hal. 25-26 3 Thohari Musnamar dkk., Dasar-dasar Konseptual Bimbingan Dan Konseling Islam (Yogyakarta: UII Press, 1992), hal. 69 2
23
2. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam Pranikah a. Membantu pasangan calon pengantin untuk mengerti makna dari pernikahan. b. Membantu pasangan calon pengantin membangun pondasi kuat dan menyelelaraskan tujuan dalam membentuk rumah tangganya. c. Membantu pasangan calon pengantin mengerti akan fungsi dan peran masing-masing istri pada suami dan suami pada istri. d. Membantu
pasangan
calon
pengantin
mempersiapkan
dirinya
menjelang pernikahan meliputi fisik, psikologis dan spiritual.
3. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Pernikahan a. Asas Kebahagiaan Dunia Dan Akhirat Upaya membantu individu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Dalam hal ini kebahagiaan di dunia harus dijadikan sebagai sarana mencapai kebahagiaan akhirat. b. Asas Sakinah, Mawaddah Wa Rahmah Pernikahan dimaksudkan untuk mencapai keadaan keluarga atau rumah tangga yang “sakinah, mawaddah wa rahmah”. Keluarga yang tenteram, penuh kasih sayang. c. Asas Komunikasi Dan Musyawarah Ketentuan keluarga yang didasari rasa kasih sayang akan tercapai manakala dalam keluarga itu senantiasa ada komunikasi dan musyawarah. Dengan memperbanyak komunikasi segala isi hati dan
24
fikiran akan bisa dipahami oleh semua pihak, tidak ada hal-hal yang mengganjal dan tersembunyi. d. Asas Sabar Dan Tawakkal Membantu individu pertama-tama untuk bersikap sabar dan tawakkal dalam menghadapi masalah-masalah pernikahan dan kehidupan berumah tangga, sebab dengan bersabar dan bertawakkal akan diperoleh kejernihan dan pikiran, tidak tergesa-gesa terburu nafsu mengambil keputusan, dan dengan demikian akan terambil keputusan akhir yang lebih baik. e. Asas Manfaat (Maslahat) Islam banyak memberikan alternatif pemecahan masalah terhadap berbagai problem pernikahan dan keluarga, misalnya dengan membuka pintu poligami dan penceraian. Dengan bersabar dan bertawakkal terlebih dahulu, diharapkan pintu pemecahan masalah pernikahan dan rumah tangga maupun yang diambil nantinya oleh seorang, selalu berkiblat pada mencari manfaat maslahat yang sebesarbesarnya, baik bagi individu anggota keluarga, bagi keluarga secara keseluruhan, dan bagi masyarakat secara umum, termasuk bagi kehidupan kemanusiaan.4
4
Aunur Rahim Fiqih, Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta: UII press, 2001), hal. 89-92
25
4. Subjek Bimbingan dan Konseling Islam Pranikah Remaja atau pemuda yang akan atau sedang mempersiapkan diri untuk memasuki jenjang perkawinan atau hidup berumahtangga. Sifatnya preventif. Bimbingan dilakukan secara individual maupun kelompok.5
5. Tipe-tipe Bimbingan dan Konseling Pranikah a. Wawancara dan Dialog Khusus Jika yang dinasehati atau klien yang minta nasehat seorang diri atau satu pasang calon pengantin maka bentuk penasehatan yang baik adalah wawancara atau dialog secara tatap muka. Wawancara semacam ini dilakukan di tempat tertutup yang khusus disediakan untuk itu. Bobot wawancara tergantung pada masalah yang diajukan. Ada masalah yang rumit ada pula yang sederhana saja. Tetapi sering klien sulit mengemukakannya. Bahkan tidak jarang yang bersangkutan menyembunyikan hal-hal tertentu. Untuk itu maka penasehat harus berusaha dengan menggali pertanyaan-pertanyaan yang sistematik agar permasalahan lebih terbuka. Dewasa ini fungsi penasehat semacam ini sudah berkembang menjadi pusat informasi. Banyak perorangan atau pasangan calon pengantin ke klinik penasehatan hanya untuk mendapatkan informasi atau tambahan pengetahuan tentang seluk beluk perkawinan atau undang-undang
5
perkawinan
sehingga
segi
penasehatannya
Aunur Rahim Fiqih, Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta: UII press, 2001), hal. 93
26
(konselingnya) menjadi kurang. Klien yang semacam ini biasanya tidak membawa problem yang harus dipecahkan. Sebaliknya terdapat pula klien mempunyai permasalahan khusus yang perlu mendapat pengamatan lebih lanjut dari penasehat. Termasuk dalam kategori ini remaja usia kawin yang mempunyai problem khusus. Bentuk dialog khusus ini sangat lazim dipergunakan karena dapat menggali permasalahan secara mendalam dan bersifat rahasia. b. Wawancara atau Dialog Umum Dalam bimbingan dan konseling pranikah ini klien atau calon pengantin datang tidak ada kaitannya dengan masalah khusus. Tetapi klien meminta nasehat untuk menambah pengetahuan meraka untuk persiapan
memasuki
jenjang
perkawinan
yang
ditempuhnya.
Penasehatan seperti ini dapat dilakukan secara bersama-sama di tempat tertentu dengan metode ceramah dan tanya jawab serta jika perlu dengan latihan misalnya upacara ijab kabul pernikahan. Sejak dilaksanakannya Undang-undang Perkawinan, dengan memanfaatkan “waktu senggang 10 hari” sebelum akad nikah, kursus semacam ini ternyata sangat menolong pasangan-pasangan pengantin baru untuk memelihara kerukunan diantara pasangan tersebut serta menambah
pengetahuan
mereka
untuk
mengendalikan
rumah
tangganya. Pengembangan dari bentuk dialog umum ini dapat pula diberikan kepada siswa SMTA kelas terakhir dan mahasiswa dengan materi yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan mereka.
27
c. Kunjungan Rumah (home visit) Pada bentuk wawancara khusus sering terdapat klien yang sifat kasusnya khusus perlu diamati oleh penasehat lebih lanjut. Untuk itu, kadangkala seorang penasehat harus datang ke rumah klien yang bersangkutan. Dalam kunjungan rumah itu juga karena penasehat berpendapat bahawa suatu penasehatan harus diberikan kepada keluarganya. Penasehatan atau bimbingan demikian melahirkan bentuk kunjungan rumah (home visit). Sekarang ini kunjungan rumah menjadi suatu metode efektif untuk memberikan secara motivatif tampa melihat ada atau tidak adanya kasus. Dengan kunjungan rumah tersebut banyak pesan yang disampaikan oleh penasehat untuk memotivasi tujuan rumah tangga bahagia sejahtera. Kadang kala dalam bentuk kunjungan yang dilakukan oleh social worker maka banyak pesan-pesan yang dapat disampaikan kepada keluarga-keluarga di masyarakat. Metode yang dipakai adalah kunjungan silaturrahim dengan dialog secara santai dan diiringi pemberian bingkisan buku-buku atau bentuk lainnya.6
6. Materi Konseling Pranikah a. Pengertian Calon Pengantin Calon pengantin adalah pasangan yang belum mempunyai ikatan, baik secara hukum agama ataupun negara dan pasangan 6
Depag, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah (Surabaya: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dan Penyelenggaraan Haji Kementerian Agama RI, 2010), hal. 3336
28
tersebut berproses menuju pernikahan. Dan juga proses memenuhi persyaratan dalam melengkapi data-data yang diperlukan untuk pernikahan.
b. Persiapan Pranikah Bagi Calon Pengantin Persiapan pranikah adalah waktu berproses untuk menyiapkan keadaan lahir dan batin menuju pernikahan, dan persiapan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut; 1) Aspek Fisik / Biologis Menurut WHO (World Health Organization) tentang persiapan perkawinan yang ditulis oleh Hawari di dalam bukunya, aspek fisik dan biologiknya, meliputi: a) Usia yang Ideal menurut kesehatan dan juga program KB, maka usia antara 20-25 tahun bagi wanita dan usia antara 2530 tahun bagi pria adalah masa yang paling baik untuk berumah tangga. Lazimnya usia pria lebih daripada usia wanita, perbedaan usia relatif sifatnya. b) Kondisi fisik bagi mereka yang hendak berkeluarga amat dianjurkan untuk menjaga kesehatan, sehat jasmani dan sehat rohani. Kesehatan fisik meliputi kesehatan dalam arti orang itu tidak menghidap penyakit (apalagi penyakit menular) dan bebas dari penyakit keturunan.7
7
H. Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa (Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), hal. 107
29
Menurut Muhammad Zuhaily pula mengenai persiapan pranikah dari aspek fisik dan biologis adalah: a) Perawan (virgin) Disunahkan menikah dengan wanita yang masih gadis (virgin / perawan), yaitu seorang wanita yang belum pernah menikah sama sekali, karena sifat pemalu dari gadis perawan itu masih tetap dominan, juga karena ia jauh (asing) dari perbuatan-perbuatan atau perkataan-perkataan keji terhadap suami, dan dia akan rela jika dipandang sang suami. b) Subur (produktif) Termasuk karakter yang dituntut dalam pernikahan adalah, hendanya wanita yang akan dinikah termasuk wanita yang subur (produktif). Andaikata wanita tersebut masih perawan, maka sifat tersebut bisa diketahui melalui kerabatkerabatnya, misalnya melalui saudara perempuan dan bibinya. Adapun karakter laki-laki yang subur juga bisa diketahui melalui kerabat-kerabatnya.8
8
Muhammad Zuhaily, Fiqih Munakahat Kajian: Kajian Fiqih Pernikahan Dalam Perspektif Madzhab Syafi’i. Terjemahan oleh Mohammad Kholison (Surabaya: CV. IMTIYAZ, 2010), hal. 42-44
30
2) Aspek Mental / Psikologis, meliputi: a) Kepribadian Aspek kepribadian sangat penting karena hal ini akan mempengaruhi pasangan dalam kemampuan beradaptasi antar pribadi. Pasangan yang memiliki kematangan pribadi akan memiliki kemampuan yang baik dalam memberikan kebutuhan afeksional sebagai unsur penting dalam berumah tangga. Kenyataannya, tidak ada orang yang memiliki kepribadian ideal yang sempurna, tapi paling tidak masing-masing pasangan bisa saling memahami dan menghargai kelebihan dan kelemahan masing-masing, sehingga diharapkan akan bisa saling mengisi dan melengkapi. b) Pendidikan Tingkat kecerdasan dan pendidikan masing-masing pasangan hendaknya diperhatikan. Umumnya taraf kecerdasan dan pendidikan pria lebih tinggi dari wanita, meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi hal yang sebaliknya. Kalaupun hal ini terjadi, hendaknya keduanya memiliki kemampuan adaptasi dan saling menghargai yang cukup tinggi, karena walau
bagaimanapun,
laki-lakilah
yang kelak
manjadi
pemimpin dalam rumah tangganya, sebagai pihak yang nantinya akan banyak mengambil keputusan penting dalam keluarga. Karenanya, laki-laki dituntut memiliki kemampuan
31
berfikir yang cukup baik dan alangkah lebih baiknya lagi apabila tingkat kecerdasan baik kecerdasan intelektual, emosional, terlebih lagi kecerdasan spiritual (dalam hal iini tingkat pemahaman terhadap agama) laki-laki lebih tinggi daripada wanita.9
3) Aspek Psikososial dan Spiritual a) Beragama dan Berakhlak Mulia Maksud dari karakter ini ialah memiliki nilai keagamaan yang baik, konsisten pada hokum-hukum syara‟, mengerjakan ketaatan dan amal shalih, jauh dari perkaraperkara yang diharamkan, akhlak yang terpuji, dan perilaku yang lurus. Semua itu demi terjaminnya kesuksesan interaksi yang baik dan keawetan berumah tangga di atas jalan yang benar, agar laki-laki yang hendak meminang dan hendak dipinang sama-sama agamis dan berakhlak mulia.
Abu Hurairah r.a meriwayatkan sebuah hadis yang erat kaitannya dengan ciri ideal dalam memilih calon pasangan hidup:
9
Depag, Korps Penasihatan Perkawinan Dan Keluarga Sakinah (Jakarta: Dapartemen Negara RI, 2004), hal. 73-74
32
صلَّي هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َ ض َي هللاُ َع ْنهُ َع ِه النَّ ِب ِّي ِ ع َْه أَبِي هُ َز ْي َزةَ َر ُ" تُ ْن ُك ُح ا ْل َمزْ أَة:صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َ "تُ ْن َك ُح أَ َّن النَّبِ ِّي:قَا َل ْ َ ف، َولِ ِد ْي ِنهَا، َو ِل َح َسبِهَا َولِ َج َمالِهَا، لِ َمالِهَا:ِِلَرْ بَ ٍع ت ال ِّدي ِْه ِ اظفَزْ بِ َذا ْ َتَ ِزب ".ك َ ت يَدَا Dari Abu Huraira r.a dari Nabi SAW bersabda: “Perempuan dikawini lumrahnya karena empat hal: 1) karena hartanya, 2) karena keturunannya, 3) karena kecantikannya, 4) karena agamanya. Maka dapatkanlah wanita yang beragama (Islam), niscaya kedua tanganmu kaya (nescaya engkau akan selamat).” (HR. Bukhari)10
Hikmah yang terkandung dari mempertimbangkan agama dan akhlak dalam memilih pasangan hidup ialah; bahwa beragama (agamis) itu akan menguatkan hubungan keseharian rumah
tangga,
sedangkan
akhlak
yang
baik
akan
memperkokoh dan meluruskan pernikahan, sehingga rumah tangga akan berjalan seiring dengan berjalannya waktu. Artinya, dengan mempertimbangkan agama dalam mencari pasangan hidup lebih menjamin kekokohan dan kebahagiaan berumah tangga.
10
Imam Muslim, Ringkasan Shahih Muslim Jilid 4. Terjemahan oleh Syinqithy Djamaluddin dan H.M. Mochtar Zoerni (Bandung: Mizan, 2002), hal.430
33
b) Nasab (keturunan yang baik) Hendaknya pasangan yang akan dinikahi berasal dari keturunan yang baik, karena nasab itu memiliki pengaruh kuat terhadap etika dan perilaku seseorang. Umumnya orang yang berlatar belakang dari keturunan yang baik, akan terhindar dari kehinaan, kerendahan dan penyimpangan (jatuhnya buah tidak akan jauh dari pohonnya). Nasab yang baik merupakan media untuk memperoleh keturunan yang baik dan lebih mendekati pergaulan yang baik.11 c) Latar belakang Budaya Perbedaan suku bangsa bahkan perbedaan kebangsaan bukanlah halangan untuk bisa melakukan pernikahan, asalkan masih
seagama/
seaqidah.
Meskipun
demikian,
tetap
memperhatikan faktor adat istiadat / budaya yang berlaku diantara keduanya untuk diketahui masing-masing pihak agar dapat saling menghargai dan menyesuaikan diri dengan ralatif muda. d) Pergaulan Sebagai persiapan menuju pernikahan, sudah tentu masing-masing pasangan harus saling mengenal terlebih dahulu. Tapi perlu diperhatikan bahwa dalam pergaulan
11
Muhammad Zuhaily, Fiqih Munakahat Kajian: Kajian Fiqih Pernikahan Dalam Perspektif Madzhab Syafi’i. Terjemahan oleh Mohammad Kholison (Surabaya: CV. IMTIYAZ, 2010), hal. 38-40
34
keseharian antar calon pengantin harus tetap memegang nilainilai moral, etika dan kaidah agama yang berlaku.12 e) Persiapan Material Islam tidak menghendaki kita berfikiran materialistik, yaitu hidup hanya berorientasi pada materi. Akan tetapi bagi seorang suami, yang akan mengemban amanah sebagai kepala keluarga, maka diutamakan adanya kesiapan calon suami untuk menafkahi. Dan bagi pihak wanita, adanya kesiapan untuk mengelola keuangan keluarga.13 Berikut firman Allah SWT:
Artinya: “Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?” (QS. An-Nahl [16]: 72)14
12
Depag, Korps Penasihatan Perkawinan Dan Keluarga Sakinah (Jakarta: Dapartemen Negara RI, 2004), hal. 77-78 13 Nur „Aisyah Albantany, Panduan Praktis Menikah Untuk Wanita Menurut Al-Qur’an dan As-Sunah (Jakarta: Sealova Media, 2014), hal. 57 14 JAKIM, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Kuala Lumpur: Pustaka Darul Iman, 2007), hal. 274
35
Sedangkan menurut Asadullah Al-Faruq, persiapan pranikah adalah sebagai berikut: (1) Persiapan Ruhiyah Persiapan ruhiyah merupakan persiapan yang sangat penting karena segala keadaan manusia bergantung pada keadaan ruhiyahnya. Bila di dalam ruhiyah seseorang bersemayan keimanan yang kuat, maka dalam kehidupan sehari-hari akan tercermin nilai-nilai iman yang menghiasi setiap tutur kata perbuatannya. Persiapan ruhiyah menjadi sangat penting dilakukan sebelum pernikahan dengan harapan agar ketika menikah, kedua pengantin dalam keadaan ruhiyah yang sama-sama bagusnya, sehingga keduanya dapat melanjutkan untuk senantiasa menjada keadaan
ruhiyah
secara
bersama-sama
dan
saling
mengingatkan. (2) Memperbanyak Ibadah Sunnah Ibadah Adapun
sunnah
diantara
bermacam-macam
ibadah-ibadah
sunnah
bentuknya. yang
bisa
dikerjakan setiap saat dan tidak membutuhkan modal atau tenaga yang berat adalah shalat malam. Membiasakan diri untuk
melaksanakan
shalat
sunnah
akan
mampu
menguatkan keimanan yang ada pada diri kita, dan pada akhirnya kebiasaan itulah yang membentuk diri kita.
36
Selain shalat sunnah, puasa sunnah juga bisa dijadikan sebagai salah satu amaliyah sunnah yang dapat dikerjakan secara rutin. Memperbanyak
dzikrullah
dan
doa,
dzikir
(mengingat) kepada Allah merupakan kebutuhan hati setiap manusia. Dzikir sangat penting bagi hati. Dzikir yang dilakukan akan membuat hatinya mantap untuk menggenapkan separuh dien, sementara niatnya juga semakin terjaga untuk senantiasa lurus mengharap ridhaNya. Adapun berdoa kepada Allah agar kita dimudahkan dalam proses menuju pernikahan, adalah salah satu cara terbaik. Berdoa merupakan kebutuhan setiap makhluk. Mempelajari ilmu yang bermanfaat maksudnya adalah mempelajari agama. Semakin faham seseorang terhadap agama, maka ia akan semakin siap membentuk rumah tangga dan mengakrabkan diri dengan Al-Qur‟an, mengakrabkan artinya menjadikan kita dekat dengan AlQur‟an
yaitu
dengan
senantiasa
membacanya
dan
mempelajarinya. Karena itu, hendaknya engkau berniat untuk menikah, maka semakin giatlah dalam membaca dan mempelajari Al-Qur‟an dan jadikanlah hal itu sebagai suatu amalan yang tidak pernah engkau tinggalkan. Dengan demikian, engkau akan semakin mudah mengajak
37
keluarga barumu turut serta dalam mengakrabkan diri dengan kitab Allah. (3) Persiapan Konseptual Persiapan konseptual merupakan persiapan terhadap konsep pernikahan dan rumah tangga yang akan dijalani. Sebelum menikah, sudah selayaknya kita mempelajari ilmu tentang pernikahan dan rumah tangga islami agar rumah tangga yang baru kita bina akan berjalan sesuai dengan apa kita harapkan. Begitulah keluarga, karena sebuah rumah tangga identik dengan sebuah kapal. Ada seseorang yang bertugas sebagai navigator dan ada pula yang memiliki tugas-tugas lainnya dimana secara kesatuan semuanya saling mendukung. Mempelajari seluk beluk rumah tangga sejak awal akan lebih mudah bagi kita dalam beradaptasi pada masa-masa awal pernikahan, serta membantu kita mewujudkan sebuah keluarga yang harmonis dengan berlandaskan nilai-nilai Islam. Setiap pihak
memahami
peran
masing-masing,
hak
dan
kewajibannya, serta berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan bersama. (4) Persiapan Fisik Bagi sebagian orang, persiapan fisik dianggap tidak penting. Padahal dari keadaan fisik seseorang, kita dapat
38
mengetahui karakter orang yang bersangkutan atau paling tidak mengetahui kebiasaannya. Kesan fisik yang indah dan sehat pada hari pertama pernikahan dan akan menghadirkan kebahagiaan di awal pernikahan, kemudian akan terekam setiap episode perjalanan rumah tangga. (5) Persiapan Mental Banyak pengantin pria yang merasa gugup dan menjadi gagap ketika mengucapkan kalimat qobul. Mereka tidak mampu menetralisir ketegangan yang ada di dalam hati. Alhasil, mereka terpaksa harus mengulang berkali-kali mengucapkan akad di hadapan wali, saksi dan para tamu undangan. Hal semacam itu tidak hanya dialami oleh orang yang berpendidikan rendah. Secara umum, kejadian tersebut bisa terjadi pada siapa saja. Cara sederhana
mempersiapkan
mental
adalah
dengan
menyakinkan diri kita bahwa pernikahan itu adalah sebuah ibadah
yang
harus
dikerjakandengan
niat
ikhlas.
Mantapkan niat menikah sebagai bagian dari ibadah, insya Allah akan membantu terinstalnya sikap mental yang kuat, sehingga tidak mudah goyah hanya karena sedikit ketakutan yang tak beralasan.
39
(6) Persiapan Ekonomi Bagi seseorang yang hendak menikah, terutama laki-laki, memang harus memikirkan bagaimana cara ia menafkahi
keluarganya
setelah
menikah.
Nafkah
merupakan salah satu kewajiban yang harus ditunaikan oleh
seorang
suami
dan
dihukumi
berdosa
jika
mengabaikan persoalan ini. Ukuran seseorang dikatakan siap menikah dari sisi maisyah (pekerjaan) manakala pada dirinya terdapat kesiapan, bukan persiapan. Kalau persiapan bisa berupa mempunyai uang yang banyak, rumah yang layak, menjadi pegawai atau pengusaha dan lainnya. Bukan ukurannya, yang menjadi patokan seseorang layak nikah atau tidak adalah kesiapannya. Apakah ia siap untuk tetap berpenghasilan, meskipun belum memiliki pekerjaan tetap, ia memiliki rencana maisyah ke depan, ia memiliki semangat yang tinggi untuk memenuhi nafkah keluarga setelah menikah nanti.15
c. Hak dan Kewajiban dalam Keluarga 1) Hak-hak Istri atas Suami a) Bidang Pembelanjaan
15
Asadullah Al-Faruq, Aku Terima Nikahnya (Solo: As-Salam, 2011), hal. 59-72
40
Kebutuhan sehari-hari yang banyak itu tidak akan terpenuhi jika suami tidak memberikan nafkah secara wajar menurut kemampuannya. Sehingga dalam hal ini memang suami mempunyai tanggungjawab yang besar. Nafkah di sini bermaksud keperluan sehari-hari yang menyangkut kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Tetapi kebutuhan-kebutuhan yang lain meskipun tidak rutin seharihari seperti biaya pengobatan, perhiasan untuk istri, dan sebagainya jika mampu tidak boleh disepelekan. b) Bidang Pendidikan Keluarga Mengenai pendidikan anak-anak, orang tua terutama suami sebagai ayah harus memulai mendidik anak-anaknya sejak kecil. Terutama dalam pendidikan agama, yaitu tentang ketauhidan, kewajiban sebagai orang mukmin, akhlak, belajar A-Qur‟an dan sebagainya. Anak
juga
harus
diperkenalkan
dengan
Nabi
Muhammad SAW bahwasannya baginda adalah nabi terakhir yang tidak ada nabi lagi setelahnya. Diperkenalkan juga saerah baginda. Kemudian jika pada usia sekolah, anak harus disekolahkan karena pendidikan anak ini tanggungjawab orang tua terutama ayah sebagai kepala rumah tangga. Seorang suami juga mempunyai tugas mendidik atau membimbing istrinya untuk giat beribadah, beramal shalih, dan
41
menjaganya dari perbuatan maksiat sehingga menjadi keluarga yang tenang dan tenteram serta terhindar dari api neraka. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..” (QS. At-Tahrim [66]:6)16
Artinya: “Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya..” (QS. Thaha [20]: 132)17 c) Bidang Seksual Terjadi perkawinan antara lain karena adanya dorongan seksual. Meskipun ini bukan tujuan utama akan tetapi keberhasilan membangun rumah tangga yang harmonis tidak bisa lepas dari masalah seks ini. Oleh sebab itu selain mencukupi kebutuhan lahir, suami juga memperhatikan kebutuhan batin ini.18
16
JAKIM, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Kuala Lumpur: Pustaka Darul Iman, 2007),
17
JAKIM, Al-Qur’an dan Terjemahannya , hal. 321 Mahfudli Sahli, Menuju Rumah Tangga Harmonis (Pekalongan: Bahagia, 1995), hal.
hal. 560 18
30-34
42
Adapun hak dan kewajiban suami terhadap istri di dalam buku karangan Dr.Ahmad Hatta adalah: (1) Dibayar penuh maharnya.
Artinya: “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan.” (QS. An-Nisa [4]: 4)19 (2) Mendapatkan nafkah lahir dan batin serta tempat tinggal yang layak. (3) Diperlakukan dengan patut (muasyarah bil ma’ruf).
Artinya: “..dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut.” (QS. An-Nisa [4]: 19)20
Di antara bentuk perlakuan yang patut ini sebagai berikut: (a) Memberikan nafkah lebih layak.
Artinya:
“Hendaklah
orang
yang
mempunyai
keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya..” (QS. At-Thalaq [65]: 7)21
19
JAKIM, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Kuala Lumpur: Pustaka Darul Iman, 2007),
20
JAKIM, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 80
hal. 77
43
(b) Memperlakukannya
dengan
lemah
lembut,
dan
bersabar dalam menghadapi tabiatnya. (c) Tidak disakiti saat ada permasalahan keluarga.
Artinya: “…Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (QS. An-Nisa [4]: 19)22 (d) Mendapatkan pembelaan dan perlindungan dari suaminya terhadap diri dan hartanya. Sehingga, suami diharamkan untuk menyebarkan aib atau rahasia istri yang ia ketahui. (e) Mendapat
bantuan
suami
dalam
menjalankan
tugasnya di dalam rumah. (f) Mendapatkan hak-haknya dalam segala hal, seimbang dengan tujuan suami kepada mereka.
21
JAKIM, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Kuala Lumpur: Pustaka Darul Iman, 2007),
22
JAKIM, Al-Qur’an dan Terjemahannya , hal. 80
hal. 559
44
Artinya: “..dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut…” (QS.Al-Baqarah [2]: 228)23 (g) Istri berhak mendapatkan pengajaran, pendidikan, dan bimbingan dalam menjalankan agama dan akhlak yang mulia, sehingga bisa menjauhkannya dari adzab Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Firman Allah SWT:
Artinya:
“Hai
orang-orang
yang
beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu..” (QS. At-Tahrim [66]: 6)
Sehingga, suami memiliki rasa cemburu pada agama dan kehormatan dirinya, karena: (a) Memerintahkan kepadanya memakai jilbab
23
JAKIM, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Kuala Lumpur: Pustaka Darul Iman, 2007),
hal. 36
45
Artinya: “Wahai Nabi, katakanlah kepada istriistrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab [33]: 59)24 (b) Menundukkan pandangannya dari laki-laki lain.
Artinya: “Dan katakanlah kepada para perempuan yang
beriman,
agar
mereka
menjaga
pandangannya..” (QS An-Nur [24]: 31)
(c) Tidak memperlihatkan perhiasannya kecuali kepada suami / mahramnya.
24
hal. 426
JAKIM, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Kuala Lumpur: Pustaka Darul Iman, 2007),
46
Artinya:
“..dan
perhiasannya
janganlah
(auratnya),
menampakkan
kecuali
yang
(biasa)
terlihat…” (QS. An-Nur [24]: 31) 25 (d) Menjaga diri dari pergaulan bebas dengan bukan mahram (ikhtilat), meskipun suami membolehkan. (e) Menjaga diri dari berbagai hal yang akan membuat fitnah. (4) Dalam
kondisi
suami
berpoligami,
istri
berhak
mendapatkan keadilan dalam segala bentuk nafkah. Sehingga, kebolehan berpoligami digantungkan pada kemampuan suami untuk berlaku adil.26
2) Hak-hak Suami atas Istri a) Keputusan dan perintah suami berhak ditaati, selama perintahnya itu bukan dalam kemaksiatan.
25
JAKIM, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Kuala Lumpur: Pustaka Darul Iman, 2007),
hal. 353 26
Ahmad Hatta dkk, Bimbingan Islam Untuk Hidup Muslim: Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Dari Lahir Sampai Mati Berdasarkan Al-Qur’an Dan Sunnah (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2013), hal. 270-271
47
Artinya: “..jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. sungguh Allah Maha Tinggi, Maha Besar.” (QS. An-Nisa [4]: 34)27
Namun, pengambilan keputusan didasarkan atas musyawarah. Allah SWT berfirman:
Artinya: “..sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka..” (QS. Asy-Syura [42] : 38)28 b) Suami berhak dijaga harta, kehormatan, dan perasaan. Firman Allah SWT:
Artinya: “..maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)..” (QS. An-Nisa [4]: 34)29
c) Berhak dilayani ketika mengajak istrinya di atas ranjang. d) Istri tidak mengizinkan orang lain masuk ke rumahnya, kecuali atas izin suami.
27
JAKIM, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Kuala Lumpur: Pustaka Darul Iman, 2007),
28
JAKIM, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 487 JAKIM, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 84
hal. 84 29
48
e) Mengurus
rumah
tangga,
mendidik
anak-anak,
dan
memperlakukan keluarga suami dengan baik.30
B. Penelitian Terdahulu yang Relevan 1. Model Bimbingan Konseling Pada Pasangan Pranikah di Masjid AlAkbar Surabaya. Dalam skripsi ini membahas tentang model Bimbingan Konseling pranikah yang diterapkan di masjid Al-Akbar Surabaya. Persamaan dalam skripsi ini adalah membahas tentang konseling pranikah. Perbedaannya adalah pada metode kualitatif dengan pendekatan diskriptif komparatif
yang digunakan
dalam skripsi ini, yaitu
memberikan gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih. Setelah itu gejala tersebut baru di buat perbandingan. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode penulisan reseach and development dan juga dari prosedur pelaksanaan model konseling pranikah sedangkan pada skripsi ini hanya membuat perbandingan antara konseling pranikah yang dilakukan di Indonesia dengan Sarawak Malaysia.31
30
Ahmad Hatta dkk, Bimbingan Islam untuk Hidup Muslim: Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya dari Lahir Sampai Mati Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2013), hal. 272 31 Nurul Hidayati, Model Bimbingan Konseling Pranikah Pada Pasangan Pranikah di Masjid Al-Akbar Surabaya (Surabaya: BKI, 2007)
49
2. Layanan Konseling Pranikah Bagi Calon Pengantin Hamil Pranikah di KUA Kecamatan Gresik. Skripsi ini membahas tentang bagaimana proses pelayanan konseling pranikah bagi calon pengantin yang sudah hamil sebelum menikah. Persamaan pada skripsi ini adalah membahas tentang konseling pranikah dan juga menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif komparatif. Perbedaan penelitian ini terletak pada objek penelitian yaitu calon pengantin yang hamil sebelum menikah. Sedangkan objek penelitian pada skripsi ini adalah KEMENAG Kota Surabaya di Indonesia dengan JAIS Bagian Bintulu di Malaysia.32
3. Tanggapan Calon Pesangan Suami Istri Terhadap Bimbingan dan Penyuluhan Pranikah di BP4 Prambanan Sleman. Dalam skripsi ini membahas tentang badan penasehat perkawinan dan perselisihan yang menjelaskan proses konseling pranikah yang diperankan oleh BP4 di Prambanan Sleman. Persamaan pada skripsi ini terletak pada pembahasan tentang konseling pranikah serta metode penulisan yang menggunakan penulisan kualitatif.
32
Siti Ma‟rufatush Sholihah, Layanan Konseling Pranikah Bagi Calon Pengantin Hamil Pranikah di KUA Kecamatan Gresik (Surabaya: BKI, 2013)
50
Perbedaan penelitian ini terletak pada objek penelitian yaitu calon pengantin sedangkan
objek penelitian pada
skripsi
ini adalah
KEMENAG Kota Surabaya dan JAIS Bagian Bintulu.33
4. Konseling Keagamaan Islam dan Katolik; Studi Komparatif Konseling Pranikah di BP4 Gondokusuman dan Gereja Katolik ST Franciscus Xaverius Yogyakarta. Dalam skripsi ini membahas tentang konseling pranikah yang dilakukan oleh dua agama yaitu Agama Islam dan Katolik yang bertempat di BP4 Gondokusuman dan Gereja Katolik Yogyakarta. Persamaan pada skripsi ini terletak pada pembahasan yang membahas tentang konseling pranikah dan metode kualitatif dengan pendekatan komparatif. Perbedaan penelitian ini terletak pada sasaran penelitian yaitu penelitian ini membuat perbandingan konseling pranikah yang dilakukan oleh dua agama yang berbeda yaitu Agama Islam dengan Katolik, sedangkan pada skripsi ini membandingkan konseling pranikah yang dilakukan oleh dua buah negara yaitu Negara Indonesia dengan Negara Malaysia. Selain itu, objek dalam penelitian ini yaitu calon pengantin sedangkan objek penelitian pada skripsi ini terletak pada KEMENAG Kota Surabaya dan JAIS Bagian Bintulu.34
33
Ade Alifudin, Tanggapan Calon Pasangan Suami Istri Terhadap Bimbingan dan Penyuluhan Pranikah di BP4 Prambanan Sleman, (Yogyakarta: BPI, 2002) 34 Siti Aminah, Konseling Keagamaan Islam dan Katolik; Studi Komparatif Konseling Pranikah di BP4 Gondokusuman dan Gereja Katolik ST Franciscus Xaverius Yogyakarta (Yogyakarta: BPI, 2011)
51
5. Bimbingan Penyuluhan Pranikah Oleh H. Khotim Dalam Mengatasi Rasa Takut Kawin ; Studi Kasus Beberapa Pemuda Yang Memiliki Masalah Sstatus Sosial Di Desa Glaga Kec. Glaga Kab. Lamongan. Dalam skripsi ini membahas tentang beberapa pemuda di Glaga yang takut kawin karena minder dengan status sosial yang rata-rata dari strata ekonomi sosial rendah sehingga membuat mereka tidak yakin untuk memulai pernikahan. Persamaan dalam penelitian ini membahas tentang bimbingan penyuluhan pranikah dan di skripsi ini membahas tentang konseling pranikah dan juga metode penulisan menggunakan metode kualitatif. Perbedaannya terletak pada subjek dan lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian.35
6. Peran BP4 dalam Bimbingan Pranikah Di Kabupaten Kudus. Dalam skripsi ini menjelaskan tentang BP4 mengambil peranan yang sangat diperlukan dalam menangani segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah keluarga, yaitu pasangan pranikah dalam keluarga. Persamaan pada skripsi ini terletak pada bahasan mengenai konseling pranikah untuk calon pengantin dan juga metode yang digunakan adalah metode diskriptif kualitatif.
35
Syarifuddin, Bimbingan Penyuluhan Pranikah Oleh H. Khotim Dalam Mengatasi Rasa Takut Kawin ; Studi Kasus Beberapa Pemuda Yang Memiliki Masalah Sstatus Sosial Di Desa Glaga Kec. Glaga Kab. Lamongan (Surabaya: BPI, 1999)
52
Perbedaannya terletak pada lokasi penelitian yaitu di Kabupaten Kudus sedangkan lokasi pada penelitian ini di KEMENAG Masjid Agung dan JAIS Bagian Bintulu.