BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Snack atau makanan ringan adalah makanan yang dikonsumsi di
sela-sela waktu makan dan bukan merupakan makanan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari secara teratur. Masyarakat di Indonesia mulai dari anak-anak hingga dewasa sebagian besar gemar mengkonsumsi makanan ringan. Makanan ringan di Indonesia hingga saat ini adalah makanan ringan berbasis pati sehingga mengandung karbohidrat dalam jumlah tinggi. Produk makanan ringan yang kurang bervariasi ini menyebabkan masyarakat di Indonesia menjadi sangat terbiasa dengan makanan ringan berbasis karbohidrat. Pengembangan inovasi baru untuk produk makanan ringan selain berbasis karbohidrat masih jarang dilakukan di Indonesia, oleh sebab itu perlu dilakukan inovasi produk makanan ringan misalnya dengan mengembangkan produk makanan ringan berbasis protein, terutama protein hewani. Hal ini juga bertujuan agar masyarakat di Indonesia dapat mengkonsumsi bahan pangan berbasis protein hewani dengan lebih praktis yaitu dalam bentuk makanan ringan yang siap makan. Alasan ini mendasari peneliti untuk mengembangkan produk inovasi berupa snack beef sebagai makanan ringan berbasis protein hewani. Produk snack beef hingga saat ini belum banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia, namun di beberapa negara seperti United States, New Mexico, Texas, Paris, Singapura (Espitia, 2006) mengenal snack beef sebagai dried beef jerky snack. Dried beef jerky snack merupakan daging sapi yang dipotong memanjang, berbentuk suatu lapisan tipis, dan dikeringkan dengan menggunakan panas matahari. Karakteristik lain dari 1
2 produk dried beef jerky snack ini adalah teksturnya yang agak keras dan berasa asin serta memiliki kandungan protein yang tinggi (Tyler, 1995). Pada penelitian ini snack beef yang dihasilkan diharapkan memiliki karakteristik berbentuk suatu lembaran tipis (± 1mm), kering, bertekstur renyah, kompak, berwarna coklat kemerahan, dan rasa khas daging sapi. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup tinggi yaitu sebesar 16-22% (Soeparno, 2009). Daging sapi ini juga memiliki
karakteristik
warna
merah
kecoklatan
sehingga
dapat
memberikan kenampakan warna yang menarik pada snack beef. Selain itu juga adanya rasa khas dari daging sapi juga dapat memberikan flavor khas pada snack beef yang dihasilkan. Daging sapi yang digunakan dalam proses pembuatan snack beef adalah daging sapi bagian paha. Daging sapi bagian paha dipilih sebagai bahan baku karena daging sapi bagian paha memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu sebesar 20,2% dan kandungan lemak relatif lebih rendah yaitu sebesar 12,3% (Price dan Schweigert, 1987). Pemilihan daging sapi bagian paha juga dikarenakan kemudahan saat proses preparasi bahan baku sehingga pengolahannya menjadi produk snack beef lebih mudah dan daging sapi bagian paha ini merupakan bagian daging sapi yang cukup sering diolah menjadi produk dendeng. Daging sapi bagian paha mudah diperoleh di pasar dalam jumlah besar dengan harga yang lebih ekonomis dibandingkan bagian has dalam. Snack beef yang dibuat tanpa penambahan pati pada penelitian pendahuluan tidak sesuai dengan karakteristik snack beef yang diharapkan, yaitu memiliki tekstur yang keras. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dibutuhkan adanya peranan pati dalam pembuatan snack beef untuk memperbaiki tekstur snack beef yang dihasilkan, yaitu agar tekstur snack beef menjadi renyah. Peranan pati pada olahan pangan salah satunya adalah dalam pengendalian tekstur (Haryadi, 1994).
3 Eliasson (2004) menyatakan bahwa amilosa berperan dalam menguatkan adonan, dan menurut Muchtadi (1988), amilopektin dalam pati bersifat merangsang terjadinya proses pengembangan produk sehingga dengan adanya kandungan amilopektin yang tinggi maka produk yang dihasilkan akan bersifat ringan, porus, dan renyah. Pati garut pada umumnya banyak digunakan sebagai bahan substitusi dalam proses pembuatan produk kue kering. Hal ini disebabkan karena pati garut memiliki kandungan protein yang rendah (0,14%db), dengan adanya kandungan protein yang rendah ini maka produk yang dihasilkan tidak akan menjadi keras (menjadi lebih renyah) (Doescher, 1987). Pemilihan pati garut juga didukung dari penelitian pendahuluan yang dilakukan, di mana snack beef dengan penambahan pati garut memiliki tekstur yang renyah dibandingkan pati maizena dan pati tapioka. Pati garut memiliki karakteristik yaitu, ukuran granulanya lebih besar dibandingkan pati tapioka dan maizena yaitu sebesar 25-50µm (Cecil et al., 1982). Ukuran granula pati akan berpengaruh terhadap kemampuan pengikatan dan pemerangkapan air saat gelatinisasi sehingga berdampak terhadap tekstur snack beef. Pati garut memiliki warna putih dan tidak ada rasa khas yang tertinggal dari umbi garut itu sendiri. Pati garut yang ditambahkan saat proses pembuatan snack beef dengan kondisi tergelatinisasi dan non-gelatinisasi dibuat sebagai larutan pati induk terlebih dahulu. Konsentrasi larutan induk pati garut (nongelatinisasi dan tergelatinisasi) yang ditambahkan ke dalam snack beef tersebut berkisar antara 5-15% dari berat daging. Pemilihan konsentrasi pati garut ini berdasarkan adanya penelitian pendahuluan. Snack beef tanpa penambahan pati garut menghasilkan tekstur yang keras, sedangkan snack beef yang dibuat dengan konsentrasi penambahan pati garut lebih dari 15% akan menghasilkan snack beef dengan karakteristik yang terlalu rapuh dan porus.
4 Kondisi pati (tergelatinisasi dan non-gelatinisasi) akan dapat berpengaruh terhadap sifat fisikokimia snack beef yang dihasilkan. Menurut Winarno (2004), pati mentah yang dimasukkan ke dalam air dingin granula patinya akan menyerap air dan membengkak secara terbatas karena jumlah air yang dapat terserap hanya mencapai kadar 30%. Larutan pati tersebut bila dipanaskan di dalam air pada suhu 55 0C650C maka air akan masuk ke dalam granula pati sehingga granula patinya akan membengkak. Perbedaan kondisi pati non-gelatinisasi dan tergelatinisasi menyebabkan perbedaan struktur granula pati sehingga berpengaruh
terhadap
karakteristik
snack
beef
yang
dihasilkan.
Mempertimbangkan bahwa karakteristik fisikokimia dan organoleptik snack beef dipengaruhi oleh kondisi pati dan konsentrasinya maka perlu diteliti lebih lanjut tentang kondisi pati (tergelatinisasi dan nongelatinisasi) serta konsentrasi pati garut terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik snack beef. 1.2.
Rumusan Masalah
1)
Bagaimana
pengaruh
kondisi
pati
garut
(non-gelatinisasi-
tergelatinisasi) terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik snack beef yang dihasilkan? 2)
Bagaimana pengaruh perbedaan konsentrasi larutan induk pati garut yang tersarang dalam kondisi pati garut (non-gelatinisasitergelatinisasi) terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik snack beef yang dihasilkan?
3)
Kondisi pati dan konsentrasi larutan induk pati garut manakah yang dapat menghasilkan snack beef yang paling disukai oleh konsumen?
5 1.3.
Tujuan Penelitian
1)
Mengetahui pengaruh
kondisi pati garut
(non-gelatinisasi-
tergelatinisasi) terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik snack beef yang dihasilkan. 2)
Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi larutan induk pati garut yang tersarang dalam kondisi pati garut (non-gelatinisasitergelatinisasi) terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik snack beef yang dihasilkan.
3)
Untuk mengetahui kondisi pati dan konsentrasi larutan induk pati garut yang dapat menghasilkan snack beef yang paling disukai oleh konsumen.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk menghasilkan suatu inovasi
produk makanan ringan (snack) yang berbasis protein daging, yaitu berupa snack beef yang dapat diterima konsumen.