Panduan Yaa Siin, Tahlil, Pelaksanaan Janaiz, & Marhaban
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom
BAB-2 TATA CARA PELAKSANAAN JANAIZ (Bahasan Ringkas) 1. MENJELANG AJAL Apabila orang yang sakit sedang menghadapi ajalnya (sakaratulmaut), maka dianjurkan bagi anggota keluarga atau yang hadir di tempat itu utk menciptakan suasana tenang dan tidak gaduh, serta di sunnahkan untuk melakukan : 1. Talqin, yaitu menuntun orang yang sedang menghadapi ajalnya (sakaratulmaut) untuk mengucapkan kalimat Laa ilaha illallah. 2. Menghadapkan ke arah kiblat dalam keadaan berbaring dengan posisi badan miring ke sebelah kanan. 3. Membacakan surat Yaa Siin. 4. Menutupkan kedua matanya bila telah meninggal. 5. Menyelimutinya agar tidak terbuka, dan supaya rupanya yang berubah tertutup dari pandangan. 6. Segera menyelenggarakan pemakamannya bila telah diyakini kematiannya (telah diakui oleh dokter atau orang-orang yang telah berpengalaman/menyaksikan beberapa ematian sebelumnya). 7. Membayar hutangnya.
2. SESAAT SETELAH MENINGGAL DUNIA (SEBELUM DIMANDIKAN, DIKAFANI, DISHALATKAN, DAN DIKUBURKAN) 1. Diutamakan mengucapkan inna lillahi wa inna illahi raaji’uun dan berdo’a kepada Allah, jika mengalami kematian salah seorang keluarganya, atau mendengar berita kematian seorang muslimin / muslimat. 2. Disunnahkan memberitahukan kematian seseorang kepada kaum kerabat dan handai taulannya. 3. Menangisi Mayat. Para ulama telah ‘Ijma bahwa menagisi mayat itu hukumnya boleh, asal tidak disertai ratapan dan pekikan. 4. Menangis Meraung-raung (An-niyahah) Menangis dengan meraung-raung tidak diperbolehkan, bahkan ada beberapa hadits yang mengharamkannya. 5. Dibolehkan berkabung bagi wanita yang keluraganya mengalami kematian. 6. Disunnahkan menyediakan makanan bagi keluarga yang meninggal. 7. Boleh menyediakan kain kafan dan makam sebelum meninggal. 8. Sunnah meminta meninggal pada salah satu tanah suci Disunnahkan meminta meninggal pada salah satu tanah suci Mekkah dan Madinah. Tata Cara Pelaksanaan Janaiz (Bahasan Ringkas)
44
Panduan Yaa Siin, Tahlil, Pelaksanaan Janaiz, & Marhaban
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom
9. Pahala bagi orang yang kematian anak. Diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas, bahwa Nabi SAW bersabda yang artinya : “Tidak seorang manusia muslimpun, yang mengalami kematian tiga orang anak yang belum dibebani dosa (belum baligh), kecuali akan dimasukkan Allah kedalam surga, disebabkan belas kasihNya kepada anakanak itu”. 10. Usia umat Muhammad SAW antara 60 hingga 70 tahun 11. Ta’ziyah (melayat) Melayat ahli mayat/keluarga yang ditinggalkannya itu sunnah dalam tiga hari sesudah ia meninggal dunia, yang lebih baik adalah sebelum ia dikuburkan. Tujuan melayat adalah menghibur ahli mayat/keluarga yang ditinggalkannya untuk selalu bersabar, jangan berkeluh kesah, mendo’akan mayat supaya mendapatkan ampunan, dan juga supaya malapetaka itu berganti dengan kebaikan.
3. PENYELENGGARAAN JENAZAH Wajib hukumnya menyelenggarakan jenazah, hingga harus dimandikan, di kafani, dishalatkan, dan di makamkan.
= MEMANDIKANNYA = A. HUKUMNYA Jumhur ulama berpendapat bahwa memandikan mayat muslim hukumnya adalah Fardlu Kifayah, artinya bila sudah dilaksanakan oleh sebagian orang, maka gugurlah kewajiban seluruh Muslim. B. MEMANDIKAN SEBAGIAN TUBUH MAYAT Imam Syafi’i, Ahmad dan Ibnu Hazmin berpendapat bahwa hendaklah bagian tubuh tersebut dimandikan, dikafani dan di sembahyangkan C. ORANG YANG MATI SYAHID TIDAK DIMANDIKAN Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Janganlah kamu memandikan mereka, karena setiap luka atau setiap tetes darah akan semerbak dengan bau yang wangi pada hari kiamat.” D. CARA MEMANDIKAN Yang wajib dalam memandikan mayat itu ialah menyampaikan air satu kali keseluruh tubuhnya, walaupun ia sedang junub atau haidh sekalipun. Lebih utama meletakkan mayat ditempat yang gak tinggi, ditanggalkan pakaiannya dan ditaruh diatasnya sesuatu yang dapat menutupi auratnya (Hal ini berlaku, jika mayat itu bukan mayat seorang anak kecil). Ketika memandikan itu tidak boleh hadir kecuali orang yang diperlukan kehadirannya. Dan hendaklah yang akan memandikan itu orang yang jujur, saleh dan dapat dipercaya, agar ia hanya menyiarkan dari pengalamannya nanti manamana yang baik dan menutupi mana-mana yang jelek yang di temukan pada si mayat Tata Cara Pelaksanaan Janaiz (Bahasan Ringkas)
45
Panduan Yaa Siin, Tahlil, Pelaksanaan Janaiz, & Marhaban
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom
Ia wajib berniat, karena dialah yang terpanggil untuk memandikannya. Setelah itu hendaklah dimulainya dengan memijat perut mayat dengan lunak, untuk mengeluarkan isinya kalau ada. Serta hendaklah dibersihkannya najis yang terdapat di badannya, dan ketika hendak membersihkan auratnya, hendaklah dilapisinya tangan dengan kain, karena menyentuh aurat itu hukumnya haram. Kemudian hendaklah diwudhukannya mayat itu seperti wudhu akan sembahyang. Setelah itu hendaklah dimandikan tiga kali dengan air dan sabun atau dengan air bidara, dengan memulainya pada bagian kanan. Seandainya tiga kali itu tidak cukup, misalnya belum bersih dan sebagainya, maka hendaklah dilebihinya menjadi lima atau tujuh kali. Jika telah selesai memandikan mayat, hendaklah tubuhnya dikeringkan degan kain atau handuk yang bersih, agar kain kafannya tidak basah ,lalu ditaruh diatasnya minyak wangi. Jumhur ulama menganggap makruh memotong kuku, begitupun mencabut rambut kumis, ketiak atau kemaluan mayat, walaupun sehelai. Tetapi Ibnu Hazmin membolehkannya. Mereka sepakat bahwa seandainya dari dalam perutnya keluar sesuatu setelah mandi dan sebelum dikafani, maka wajib mencuci tubuh yang kena najis itu. Tetapi tentang mengulangi kembali memandikannya terdapat pertikaian. Ada ulama yang mengatakan tidak wajib. Ada pula ulama yang mengatakan wajib mewudhukannya. Dan ada ulama yang berpendapat wajib mengulangi mandi kembali. Hikmah mencampur air dengan kapur barus seperti disebutkan oleh para ulama, ialah karena baunya yang harum, justru pada saat hadirnya malaikat. Juga ia mengandung khasiat yang baik untuk mengawetkan dan mengeraskan tubuh mayat hingga tidak cepat busuk, begitupun untuk mengusir binatang-binatang buas. Dan seandainya kapur barus itu tidak ada, boleh diganti dengan bahanbahan lain yang mengandung semua atau sebagian dari khasiat-khasiatnya. E. TAYAMMUM BAGI MAYAT DI WAKTU TAK ADA AIR Jika tak ada air, hendaklah mayat ditayammumkan, berdasarkan firman Allah SWT yang artinya: ”jika kamu tidak memperoleh air, maka hendaklah bertayammum!”. (QS.An-Nisaa’ : 43). Dan sabda Rasulullah SAW yang artinya : ”Dijadikan tanah bagiku sebagai mesjid dan untuk pembersihan”. Begitu juga ditayamumkan menjadi sangat di anjurkan, jika tubuh si mayat akan bertambah hancur dan terpisah-pisah seandainya dimandikan. Juga wanita yang meninggal ditengah laki-laki asing(tanpa ada muhrimnya), atau laki-laki yang meninggal ditengah wanita-wanita asing(tanpa ada muhrimnya), maka hanya ditayamumkan saja, tidak perlu di mandikan. F. SUAMI MEMANDIKAN ISTERI ATAU SEBALIKNYA Para fuqaha sependapat atas bolehnya wanita memandikan suaminya. Tetapi mereka berbeda pendapat tentang boleh tidaknya suami memandikan isterinya. G. WANITA MEMANDIKAN ANAK KECIL Berkata Ibnul Mundzir: ”Semua ulama yang dikenal telah ijma’ bahwa wanita boleh memandikan anak yang masih kecil”. Tata Cara Pelaksanaan Janaiz (Bahasan Ringkas)
46
Panduan Yaa Siin, Tahlil, Pelaksanaan Janaiz, & Marhaban
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom
= MENGAFANI MAYAT = A. HUKUMNYA Mengafani mayat dengan apa saja yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain, hukumnya adalah fardhu kifayah. B. HAL-HAL YANG DIUTAMAKAN Mengenai kain kafan ini disunatkan hal-hal berikut : 1. Hendaklah bagus, bersih dan menutupi seluruh tubuh, dan Hendaklah putih warnanya 2. Hendaklah diasapi dengan kemenyan dan wangi-wangian 3. Bagi laki-laki hendaklah tiga lapis, sedang bagi wanita lima lapis. C. MENGAFANI MAYAT ORANG YANG SEDANG IHRAM Jika seorang yang sedang melakukan ihram meninggal, maka ia dimandikan seperti orang yang bukan ihram, dan dikafani dengan pakaian ihramnya itu. Kepalanya tidak ditutupi dan tidak diberi minyak wangi, karena masih berlakunya hukum ihram kepadanya. D. MAKRUH BERLEBIH-LEBIHAN DALAM KAIN KAFAN Hendaklah kain kafan itu yang bagus tetapi tidak terlalu mahal harganya atau sampai seseorang itu memaksakan sesuatu yang diluar kemampuannya. E. KAIN KAFAN DARI HARTA / MODAL SENDIRI Jika seorang meninggal dunia, dan ia meninggalkan harta, maka biaya mengafaninya diambilkan dari hartanya itu. Seandainya ia tidak berharta, maka menjadi kewajiban bagi orang yang memikul nafkahnya. Dan jika tidak ada orang yang wajib menafkahinya, maka kain kafannya diambilkan dari perbendaharaan negara(Baitul mal) muslimin.
= MENYEMBAHYANGKAN JENAZAH = A. HUKUMNYA Telah disepakati oleh imam-imam ahli fiqih bahwa menyembahyangkan mayat itu hukumnya fardhu kifayah. B. SYARAT-SYARATNYA Shalat jenazah termasuk dalam ibadah shalat, maka disyaratkan padanya syarat-syarat yang telah diwajibkan pada shalat-shalat fardhu lainnya, baik berupa kesucian yang sempurna dan bersih dari hadats besar maupun kecil, menghadap kiblat dan menutup aurat. D. RUKUN-RUKUNNYA Rukun shalat jenazah adalah : 1. Berniat. 2. Berdiri bagi yang kuasa. 3. Empat kali takbir 4. Membaca Al-fatihah secara sir(bisik-bisik) 5. Membaca Shalawat Nabi secara sir(bisik-bisik) Tata Cara Pelaksanaan Janaiz (Bahasan Ringkas)
47
Panduan Yaa Siin, Tahlil, Pelaksanaan Janaiz, & Marhaban
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom
Shalawat dan salam atas Nabi itu diucapkan dengan kalimat manapun juga. Dan seandainya seseorang mengucapkan ”Allahumma shalli ’ala muhammad” maka itu sudah cukup. Tetapi mengikuti apa yang diajarkan oleh Nabi SAW adalah lebih utama seperti: ”Ya Allah, limpahkanlah karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga muhammad,sebagaimana telah engkau limpahkan atas Nabi Ibrahim serta keluarga Ibrahim, dan berilah berkah kepada Muhammad serta keluarga Muhammad sebagaimana telah engkau berikan kepada Ibrahim serta keluarga Ibrahim, diantara seluruh penduduk alam, sungguh engkau ya Allah, Maha Terpuji Lagi Maha Mulia”. 6. Berdoa Disunnatkan mengucapkan salah satu doa dari doa-doa berikut : 6.1. Kata Abu Hurairah, ”Rasulullah SAW mengucapkan doa waktu shalat jenazah sebagai berikut :
Artinya: ”Ya Allah, Engkau Tuhannya, engkau yang menciptakannya, Engkau yang menunjukinya menganut islam, dan Engkau pula yang mencabut nyawanya serta Engkau lebih mengetahui batin dan lahirnya. Kami datang sebagai perantara untuk mohon pertolongan baginya, maka ampunilah dosanya”. (Hadist diatas diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud). 6.2. Diterima dari ’Aut bin Malik, katanya, ”Saya dengar Rasulullah SAW bersabda (yakni ketika ia menyembahyangkan jenazah) :
Artinya: ”Ya Allah, ampunilah dia, kasihanilah dia, maafkan dia, selamatkan dia, muliakan dia, lapangkan tempatnya,dan bersihkanlah dia dengan air, air salju dan air embun. Sucikan dia dari dosa sebagai halnya kain yang putih, bila disucikan dari noda. Dan gantilah rumahnya dengan Tata Cara Pelaksanaan Janaiz (Bahasan Ringkas)
48
Panduan Yaa Siin, Tahlil, Pelaksanaan Janaiz, & Marhaban
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom
tempat kediaman yang lebih baik, begitupun keluarga serta istrinya dengan yang lebih berbakti, serta lindungilah dia dari bencana kubur dan siksa neraka”. (HR. Muslim). 6.3. Diterima dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW menyembahyangkan jenazah, maka sabdanya waktu berdo’a :
Artinya: ”Ya Allah, berilah keampuan bagi kami, baik yang hidup maupun yang mati, yang kecil atau yang besar, laki-laki atau wanita, yang hadir maupun sedang bepergian”. Ya Allah, siapa-siapa yang Engkau wafatkan, mohon di wafatkan dalam keimana! Ya Allah, janganlah kami terhalang buat beroleh pahalanya, dan janganlah kami disesatkan sepeninggalnya”. (HR. Ahmad dan Ash-habus Sunan) Dan jika jenazah tersebut seorang anak, disunatkan bagi yang menyembahyangkan mengucapkan do’a :
Artinya: ”Ya Allah, jadikanlah ia bagi kami sebagai titipan, sebagai imbuhan dan simpanan” (HR. Bukhari dan Baihaqi dari ucapan Hasan) Berkata Nawawi : ”Jika yang meninggal itu seorang anak kecil, laki-laki atau perempuan, cukuplah ia membaca : ”Ya Allah, berilah keampuan bagi kami, baik yang hidup maupun yang mati”, tetapi ditambah dengan :
Tata Cara Pelaksanaan Janaiz (Bahasan Ringkas)
49
Panduan Yaa Siin, Tahlil, Pelaksanaan Janaiz, & Marhaban
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom
Artinya: ”Ya Allah, jadikanlah ia sebagi imbuhan bagi kedua orang tuanya, sebagai titipan dan simpanan, menjadi cermin perbandingan dan pemberi syafa’at, dan beratkanlah denan timbangan keduanya, dan limpahkanlah kesabaran atas hati mereka, serta hindarkanlah fitnah dari mereka sepeninggalnya, dan janganlah mereka terhalang buat mendapatkan pahalanya” (HR. Bukhari dan Baihaqi dari ucapan Hasan) 7. Do’a Setelah Takbir ke -empat Disunatkan berdo’a setelah takbir ke-empat, walaupun seseorang telah berdoa setelah takbir ke-tiga. Berkata Syafi’i setelah takbir ke-empat itu hendaklah membaca :”Allahumma la tahrimula ajrahu wala taftinna ba’dahu (Ya Allah, janganlah kami terhalang buat beroleh pahalanya, dan hindarkanlah fitnah dari kami sepeninggalnya)”. 8. Memberi Salam
= KAIFIAT ATAU TATA CARA SHALAT JENAZAH = Setelah dipenuhinya semua syarat shalat hendaklah orang yang akan mengerjakan shalat jenazah itu berdiri lurus dan berniat menyembahyangkan jenazah di depannya, lalu mengangkat kedua tangan sambil membaca takbiratul ihram. Kemudian meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri dan mulai membaca Al-Fatihah. Setelah itu membaca takbir lagi dan membaca shalawat nabi, lalu takbir ketiga dan berdo’a untuk jenazah, kemudian takbir ke-empat dan berdo’a lagi. Dan akhirnya memberi salam. A. TEMPAT BERDIRI IMAM TERHADAP MAYAT PRIA DAN WANITA Menurut sunnah hendaklah imam berdiri sejajar dengan kepala jenazah lakilaki, dan sejajar dengan pinggang jenazah perempuan. B. MENYEMBAHYANGKAN JENAZAH LEBIH DARI SATU Jika kebetulan ada beberapa mayat, terdiri dari laki-laki atau wanita saja, hendaklah dibariskan satu persatu diantara imam dan kiblat, agar semuanya berada di depan imam. Dan hendaklah yang ditaruh di dekat imam itu yang lebih utama, lalu mereka di shalatkan bersama-sama sekaligus. C. SUNAT MEMBENTUK TIGA SHAF, DAN MERATAKANNYA Disunatkan bagi orang-orang yang menyalatkan jenazah itu membentuk tiga shaf dan berbaris lurus. Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Malik bin Hubairah, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda yang artinya : ”Tidak seorang mu’minpun yang meninggal, kemudian di shalatkan oleh umat Islam yang banyaknya sampai tiga shaf, kecuali akan diampuni dosanya”. –Oleh sebab itu Malik bin Hubairah selalu berusaha membentuk tiga shaf, jika jumlah orang yang shalat jenazah itu tidak banyak”. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah Juga oleh Turmudzi yang menyatakannya hasan, serta oleh Hakim yang menyatakannya shahih) E. ORANG YANG KETINGGALAN DALAM SHALAT JENAZAH Orang yang ketinggalan membaca takbir dalam shalat jenazah, disunahkan untuk mengqadhanya secara berturut-turut. Menurut Ibnu Umar, Hasan, Alyub Tata Cara Pelaksanaan Janaiz (Bahasan Ringkas)
50
Panduan Yaa Siin, Tahlil, Pelaksanaan Janaiz, & Marhaban
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom
Sakhtiyani, dan Auza’i, tidak perlu ia mengqadho takbir yang tertinggal, tetapi terus memberi salam bersama Imam. F. MENYALATKAN BAYI YANG KEGUGURAN Janin (bayi) yang gugur yang belum berumur empat bulan dalam kandungan, tidaklah dimandikan dan di shalatkan. Hanya di balut dengan secarik kain, lalu di tanam. Demikianlah pendapat fuqaha. Jika janin (bayi) tersebut telah berusia empat bulan atau lebih dan menunjukkan ciri-ciri hidup, maka menurut kesepakatan fuqaha, hendaklah dimandikan dan di shalatkan. Seandainya tidak menunjukkan tanda-tanda hidup, maka menurut golongan Hanafi, Malik, Auza’i dan Hasan, tidak lah perlu di shalatkan. G. SHALAT TERHADAP ORANG YANG TEWAS DALAM MENGGELAPKAN HARTA RAMPASAN, YANG BUNUH DIRI, DAN ORANG-ORANG DURHAKA LAINNYA Jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang menggelapkan harta rampasan, yang bunuh diri, dan orang-orang durhaka lainnya hendaklah di shalatkan. Berkata Ibnu Hazim :”Hendaklah di shalatkan setiap orang yang beragama Islam, baik ia seorang yang budiman atau durjana, tewas sewaktu menjalani hukuman, waktu merampok, atau waktu mendurhaka. Demikian juga halnya terhadap orang yang berbuat bid’ah, selama tidak jatuh kepada kufur, juga terhadap orang yang bunuh diri atau membunuh orang lain. Walau ia adalah orang yang paling jelek dimuka bumi ini, namun saat meninggal ia masih dalam keadaan Islam, tidak berikrar/menyatakan keluar dari Islam, maka kita harus tetap berpedoman terhadap sabda Nabi SAW ”Shalatkanlah sahabatmu”, sedangkan setiap muslim itu merupakan sahabat bagi kita. Maka orang yang melarang menyolatkan seorang muslim, berarti ia telah mengeluarkan ucapan yang berat sekali tanggung-jawabnya. Apalagi orang yang fasik itu lebih memerlukan do’a saudara-saudaranya sesama mu’min, dari pada orang budiman yang di rahamti Allah. Diterima pula riwayat yang syah bahwa ’Atha’ menyalatkan anak zina, begitupun ibunya yang melakukan perzinahan itu, sepasang orang yang dikutuk, orang yang di hukum pancung, dihukum rajam, orang yang lari dari medan pertempuran lalu di bunuh. Kata ’Atha’ ”Saya tidak meningglakan sholat terhadap orang yang membaca ’La ilaha illal lah”. Qatadah juga mengatakan :”Sepengetahuanku tak seorangpun ulama yang menghindari shalat terhadap orang yang mengucapakan ’La ilaha illal lah’”. Juga Hasan berkata :”Hendaklah dishalatkan orang yang mengucapakan ’La ilaha illal lah’ dan ia sembahyang menghadap kiblat. Hal itu merupakan syafa’at baginya.” H. SHALAT TERHADAP ORANG KAFIR Tidak boleh bagi seorang muslim menyalatkan orang kafir, berdasarkan firman Allah SWA yang artinya : ”Dan janganlah kamu shalatkan seorangpun diatara mereka yang meninggal buat selama-lamanya! Dan janganlah kamu berdiri di makamnya buat berdo’a. Mereka telah ingkar kepada Allah dan Rasulnya”. (QS. Tata Cara Pelaksanaan Janaiz (Bahasan Ringkas)
51
Panduan Yaa Siin, Tahlil, Pelaksanaan Janaiz, & Marhaban
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom
At-Taubah:85), dan di ayat lain Allah berfirman : ”Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orangorang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, Maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi Penyantun”. (QS.At-Taubah:113-114) I. SHALAT DI MAKAM Dibolehkan menyalatkan mayat yang telah dikubur pada sembarang waktu, walau ia telah di shalatkan sebelum di kuburkan. Dari beberapa hadits diatas terlihat bahwa Rasulullah SAW menyalatkan syuhada korban perang Uhud, setelah berselang masa delapan tahun. J. SHALAT GHAIB Boleh melakukan shalat terhadap mayat yang ghaib, yang jenazahnya tidak ada dihadapan kita. Tata cara pelaksanaannya sama dengan shalat jenazah yang telah di bahas sebelumnya. Berkata Ibnu Hazmin : ”Mayat ghaib itu di shalatkan secara berjama’ah dengan memakai imam. Rasulullah SAW telah menyalatkan Najasyi ra yang mangkat di Habsyi bersama para sahabat yang berdiri bershafshaf. Hal ini merupakan ijma’ yang tak dapat diingkari.
= MENGUBURKAN = A. MEMBAWA JENAZAH KE KUBUR Sesudah Mayat dimandikan, di kafani, dan di shalatkan, lalu di bawa ke kubur, dipikul pada emapt penjuru. Berjalan membawa jenazah hendaklah dengan segera. Berjalan mengantarkan jenazah adalah suatu amal kebaikan. Caranya, sebagaian ulama berpendapat bahwa orang yang mengantarkan jenazah itu sebaiknya berjalan lebih dahulu dari mayat (mazhab Syafi’i); sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat, sebaiknya orang yang mengantar itu berjalan di belakang mayat (mazhab Abu Hanifah). B. MENGUBURKAN MAYAT Kewajiban yang keempat terhadap mayat ialah menguburkannya. Hukum menguburkan mayat ialah fardhu kifayah atas yang masih hidup. Dalamnya kuburan sekurang-kurangnya tidak tercium bau busuk mayat itu dari atas kubur dan tidak bisa dibongkar olEh binatang buas. Sebab tujuan menguburkan mayat adalah untuk menjaga kehormatan mayat itu dan menjaga kesehatan orang-orang yang berada di sekitar tempat itu. Lubang kubur disunatkan memakai lubang lahat jika tanah pekuburan itu keras. Lubang lahat adalah relung di lubang kubur tempat meletakkan mayat, kemudian di tutup dengan papan, bambu atau sebagainya. C. BEBERAPA SUNAT YANG BERKAITAN DENGAN KUBUR Tata Cara Pelaksanaan Janaiz (Bahasan Ringkas)
52
Panduan Yaa Siin, Tahlil, Pelaksanaan Janaiz, & Marhaban
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom
1. Ketika memasukkan mayat ke dalam kubur, disunnahkan menutupi bagian atas dengan kain atau yang lainnya kalau mayat itu perempuan. 2. Kuburan itu disunahkan ditinggikan kirta-kira sejengkal dari tanah biasa, agar bisa diketahui. 3. Kuburan lebih baik didatarkan dari pada di munjungkan 4. Menandai kuburan dengan batu atau yang lainnya disebelah kepalanya 5. Menaruh kerikil (batu-batu kecil) diatas kuburan 6. Meletakkan pelepah yang basah diatas kuburan. 7. Menyiram kuburan dengan air 8. Sesudah mayat dikuburkan, orang yang mengantarkannya disunnahkan berhenti sebentar untuk mendo’akannya (memintakan ampun dan minta supaya ia mempunyai keteguhan dalam menjawab pertanyaan malaikat. D. LARANGAN YANG BERKAITAN DENGAN KUBURAN 1. Menembok kuburan 2. Duduk diatasnya 3. Membuat rumah diatasnya 4. Membuat tulisan-tulisan diatasnya 5. Membuat pekuburan menjadi masjid E. MEMINDAHKAN MAYAT Hukum membawa mayat dari negeri tempat meninggalnya untuk di kuburkan di negeri lain, sebagian ulama berpendapat bahwa hukumnya haram, karena di khawatirkan akan merusak kehormatan si mayat. Tetapi sebagian ulama lain berpendapat hal itu tidak ada halangan, asal terjaga dengan baik, karena asal hukum sesuatu adalah harus (boleh), sementara untuk hal ini tidak ada dalil yang mengharamkannya. F.MEMBONGKAR KUBURAN Apabila mayat sudah dikubur tidak boleh dibongkar (haram dibongkar) karena hal itu akan merusak kehormatan si mayat kecuali terjadi beberapa hal berikut : 1. Mayat yang di kubur belum di mandikan, atau belum dikafani 2. Mayat yang di kubur belum di shalatkan 3. Mayat yang di kubur tidak menghadap ke kiblat 4. Dikuburkan di tanah yang dirampas 5. Dikuburkan dengan kain yang di rampas, sedangkan si pemilik minta dikembalikan 6. Jatuh suatu barang yang berharaga kedalam kuburan tersebut Jika terjadi salah satu dari hal-hal tersebut diatas, maka kuburan boleh di bongkar selama mayat belum membusuk. Sementara membongkar kuburan yang sudah lama, tidak ada halangan asal mayat sudah hancur. Untuk mengetahui berapa lamanya baru hancur, hendaklah ditanyakan kepada yang ahli tentang hal itu, karena keadaan tempat tidak sama, bergantung kepada keadaan tanah ditempat itu, kering atau basah. Tata Cara Pelaksanaan Janaiz (Bahasan Ringkas)
53