BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bahaya dan risiko terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja terdapat pada setiap pekerjaan. Besarnya risiko yang terjadi tergantung dari jenis industri, teknologi serta upaya pengendalian risiko yang dilakukan. Kecelakaan kerja secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS 18001 menyebutkan risiko adalah kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian berbahaya atau paparan dengan keparahan dari cedera atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut. (1) Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) berintikan manajemen risiko. Aspek K3 timbul karena adanya risiko yang harus dikelola dan sebaliknya jika tidak ada bahaya, artinya tidak ada risiko sehingga manajemen K3 tidak diperlukan. Kepmenaker No 05/1996 memberlakukan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan secara internasional berlaku OHSAS 18001:2007 yang menempatkan manajemen risiko menjadi salah satu elemen penting. Manajemen risiko itu sendiri terdiri dari Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko, biasanya disebut dengan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment And Risk Control). Manajemen risiko ini dilakukan untuk mengelola risiko agar tidak terjadinya kecelakaan atau kejadian yang tidak diinginkan
melalui
proses
identifikasi
bahaya,
penilaian
risiko
dan
pengendaliannya.(2) Data International Labour Organization (ILO) tahun 2013 dalam artikel yang dipublikasikan oleh Departemen Kesehatan bulan Oktober 2014 menyebutkan bahwa 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatat angka
2
kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun. Lebih lanjut dr. Muchtaruddin mengungkapkan dalam hasil laporan pelaksanaan kesehatan kerja di seluruh provinsi di Indonesia tahun 2013, jumlah kasus penyakit umum pada pekerja ada sekitar 2.998.766 kasus, dan jumlah kasus penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan berjumlah 428.844
kasus.
Rendahnya jumlah kasus terkait kerja yang relatif rendah tidak menggambarkan keadaan sesungguhnya, tetapi lebih pada tidak terdeteksi dan terdiagnosis. (3) Infodatin Kementerian Kesehatan RI 2015 menyebutkan bahwa jumlah kasus kecelakaan akibat kerja tahun 2011-2014 yang paling tinggi pada 2013 yaitu 35.917 kasus. Tahun 2011 sebanyak 9.891; tahun 2012 sebanyak 21.735; tahun 2014 sebanyak 24.910. Sedangkan, di Sumatera Barat angka kecelakaan kerja yang dialporkan oleh PT. Jamsostek tahun 2009 adalah sebanyak 892 kasus, tahun 2010 sebanyak 804 kasus, tahun 2011 sebanyak 837 kasus, tahun 2012 sebanyak 702 kasus dan tahun 2013 sebanyak 451 kasus, tahun 2015 sebanyak 408 kasus. Jumlah penyakit akibat kerja di Indonesia mengalami fluktuasi dari tahun 2011-2014. Tahun 2011 sebanyak 57.929 ; tahun 2012 sebanyak 60.322 ; tahun 2013 sebanyak 97.144 dan tahun 2014 sebanyak 40. 694. Sedangkan, di Sumatera Barat tercatat 689 kasus pada tahun 2013. (4, 5) Penyebab terbesar dari kejadian kecelakaan kerja menurut para ahli adalah faktor manusia (human error) hampir 88% kejadian kecelakaan disebabkan oleh kesalahan manusia (melakukan tindakan tidak aman), 10% disebabkan oleh kondisi tidak aman dari lingkungan kerja, dan sisanya 2% lagi disebabkan oleh hal-hal di luar kemampuan kontrol manusia. Kecelakaan kerja juga sering terjadi disebabkan oleh keengganan para pekerja memakai alat pelindung diri (sepatu kerja, pakaian kerja, kacamata, masker, helm, sarung tangan, dan sebagainya). Kesalahan dalam
3
prosedur atau posisi kerja dapat menyebabkan kecelakaan. Bekerja dalam posisi yang tidak aman, misalnya pada bidang antara dua lantai yang tidak sama tinggi dapat menyebabkan kecelakaan, karena pada waktu bekerja dengan serius, orang serius menjadi lupa bahwa dia dalam posisi yang berbahaya tersebut. Demikian juga halnya dengan posisi kerja, misalkan jika salah dalam posisi mengangkat barang yang berat dapat menyebabkan cedera otot pinggang atau punggung, sehingga bisa menimbulkan kelumpuhan,impotensi, dan sebagainya. (6) Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. Begitu juga dengan tempat dan peralatan produksi senantiasa berada dalam keadaaan selamat dan aman bagi pekerja. Pekerja formal maupun informal mempunyai hak yang sama dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 158 dan 159 menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja sektor informal dan luar hubungan kerja berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja dan memperoleh keselamatan dalam melakukan pekerjaan.(7, 8) Jumlah tenaga kerja Indonesia di sektor informal pada tahun 2014 menurut artikel yang diterbitkan ILO mencapai 53,6% dari seluruh angkatan kerja. Pekerja tersebut bekerja tanpa perlindungan sosial seperti asuransi kecelakan kerja, kesehatan, perlindungan keluarga, dan jaminan hari tua. Padahal setiap pekerjaan baik formal maupun informal sama-sama memiliki bahaya dan risiko kerja masingmasing. Kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja terdapat pekerjaan informal karena sektor informal umumnya masing kurang pengawasan dari
4
pihak pemerintah dan kurangnya kesadaran dari pihak pekerja sektor informal itu sendiri. (9) Nagari Tapi Selo, Kec. Lintau Buo Utara, Kab.Tanah Datar adalah salah satu nagari dengan usaha pandai besi terbesar di Sumatera Barat. Usaha ini merupakan usaha yang telah dikembangkan secara turun temurun dari zaman penjajahan sampai sekarang. Usaha tersebut menghasilkan sabit, parang, pisau, dan lain-lain. Satu usaha pandai besi terdapat 2 pekerja termasuk pemilik usaha itu sendiri. Jumlah pekerja pandai besi di Nagari Tapi Selo sebanyak 78 orang dengan 39 tempat produksi (10) Tahapan pekerjaan pada pandai besi ini dimulai dari pemotongan besi sesuai dengan bentuk yang diinginkan dengan melakukan pemanasan besi dan menempa besi dengan palu. Setelah dilakukan pemotongan maka besi tersebut ditempa menjadi lebih berbentuk seperti membengkok ataupun bagian sisi lain menjadi lebih tipis. Besi yang telah telah mempunyai sisi yang tipis diasah menggunakan mesin gerinda. Berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja pandai besi di Nagari Tapi Selo diperoleh bahwa mereka merasa kurang diperhatikan dalam keselamatan dan kesehatan kerja dari pihak pemerintah, padahal setiap orang yang bekerja baik itu di usaha formal maupun informal punya hak yang sama dalam keselamatan dan kesehatan kerja.
Usaha informal khususnya pandai besi bukanlah usaha yang
memiliki standar operasional dalam proses pekerjaan yang harus diikuti. Pekerja hanya berorientasi pada hasil produksi yang akan dihasilkan agar sesuai dengan yang diharapkan. Pekerja tidak terlalu mementingkan keselamatan dan kesehatan kerja pada diri mereka sendiri, terbukti dengan pekerja tidak memakai baju ketika bekerja padahal percikan besi panas sangat berisiko untuk mengenai badan pekerja yang akan menimbulkan luka bakar pada badan pekerja. Pekerja mengetahui bahwa terdapat berbagai macam bahaya pada proses pengolahan besi yaitu ada api, besi
5
panas, palu penempa dan mesin gerinda dengan berbagai risiko yang akan ditimbulkan. Namun, pekerja sudah terbiasa dengan hal tersebut sehingga menganggap terlalu penting untuk diperhatikan dan menimbulkan kecelakaan kerja yang sama dan berulang setiap harinya. Wawancara dengan 5 pekerja, didapatkan hasil 60% mengalami cedera parah dalam 5 tahun terakhir, seperti palu untuk memukul besi lepas dan mengenai kepala sehingga terjadi perdarahan hebat di kepala dan 100% pekerja hampir setiap hari mengalami luka bakar. Keluhan kesehatan yang sering dialami oleh pekerja adalah sakit di bagian bahu dan lengan atas walaupun tidak terlalu signifikan dirasakan oleh semua pekerja yang diwawancarai pada survei pendahuluan. Hal ini hanya dialami oleh pekerja yang berumur sekitar 50-60 tahun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sofyan R. Fau tahun 2008 mengenai gambaran keluhan keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja pandai besi dari sikap kerja di Kwala Begumit Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat diperoleh bahwa gangguan kesehatan yang dialami pekerja pandai besi berupa rasa sakit sesaat setelah bekerja di punggung, pinggang, telapak tangan kiri, dan lengan bawah kanan sebanyak 16 pekerja (84,21%). Pada lengan bawah kiri, jari-jari tangan kiri, dan jarijari tangan kanan 15 pekerja (78,94%) merasakan sakit, serta pada telapak tangan kanan 17 pekerja (89,47%) merasakan sakit. (11) Hasil penelitian Karel F. Sihombing pada tahun 2006 mengenai pengukuran kadar debu dan gangguan saluran pernapasan pekerja bengkel pandai besi di Desa Sitampurung Kec. Siborong-borong Kab. Tapanuli Utara tahun 2006 diperoleh bahwa dari 15 bengkel pandai besi, 9 diantaranya tidak memenuhi syarat dan 6 bengkel pandai besi memenuhi syarat. Jumlah pekerja yang mengalami gangguan saluran pernapasan sebanyak 38 orang (38,77%) dan yang tidak mengalami
6
gangguan saluran pernapasan sebanyak 60 orang (61,23%). Berdasarkan data dan penjabaran diatas, penulis tertarik meneliti untuk menganalisis risiko keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja pandai besi di Nagari Tapi Selo Kab. Tanah Datar tahun 2016.(12) 1.2 Perumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah
“Bagaimana risiko
keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja pandai besi di Nagari Tapi Selo Tanah Datar pada tahun 2016 ?”. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui risiko keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja pandai besi di Nagari Tapi Selo Tanah Datar tahun 2016. 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui risiko keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja pandai besi di Nagari Tapi Selo Tanah Datar tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui bahaya, jenis bahaya dan risiko dalam mengidentifikasi bahaya yang terdapat pada proses pekerjaan pandai besi. 2. Untuk mengetahui tingkat kemungkinan, konsekuensi, dan tingkat risiko dalam menilai risiko yang terdapat pada proses pekerjaan pandai besi. 3. Untuk mengetahui upaya pengendalian risiko pada proses pekerjaan pandai besi. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi pekerja, yang menjadi sasaran penelitian, dalam hal ini pekerja pandai besi di Nagari Tapi Selo Kab.Tanah Datar, diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran dalam upaya mengurangi kecelakaan kerja dan menjaga kesehatan pekerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas serta meningkatkan kesejahteraan pekerja.
7
2. Bagi pemerintah, tepatnya Nagari Tapi Selo Kab. Tanah Datar, diharapkan dengan adanya penelitian ini pemerintah dapat lebih memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja warganya khususnya pekerja pandai besi. 3. Bagi peneliti, diharapkan dapat memberikan pengalaman dalam meneliti dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah. 4. Bagi institusi pendidikan, khususnya Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, diharapkan menjadi informasi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian lebih lanjut terkait analisis risiko dan manajemen risiko. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berjudul analisis risiko keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja pandai besi di Nagari Tapi Selo Tanah Datar tahun 2016. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi bahaya yaitu menentukan bahaya, jenis bahaya dan risiko yang terdapat pada pengolahan besi, kemudian didapatkan risiko yang akan dinilai menggunakan risk matriks dan ditentukan upaya pengendalian risiko yang tepat pada pengolahan besi.