1
ANALISIS PENGARUH KUALITAS LAYANAN, KUALITAS FILM, EFEK KOMUNITAS DAN PERSEPSI HARGA TERHADAP SIKAP MENONTON DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MINAT MENONTON (Studi Kasus Pada Penonton Bioskop Entertaiment Plaza Semarang Mahasiswa Fakultas
Ekonomika dan Bisnis UNDIP Semarang) EMA MARDIASTIKA Drs. Ec. Ibnu Widiyanto, MA, PhD
ABSTRACT This study aims to analyze influence the variable quality service, quality film, community effect and price perceptions and attitudes watching toward the influence of the variable watching interest. The use of these variable are expected to know the factors that influence a consumer’s attitudes watching directly affects the interest to watch a product(film). This study uses a sample of 150 respondents, namely the E-Plaza cinema audience at the Faculty of Economics and Business Diponegoro University Semarang through the dissemination of the quetionnaire by non random sampling method. Data analysis methods used in this study is a descriptive statistical analysis and regression analysis. Descriptive statistical analysis is the interpretation of data obtained in this study and the data processing which is executed by giving descriptions and explanations. Regression analysis include validity and reliability, the classical assumption test, multiple regression analysis, determination of test, test of Goodness of Fit via the F test and t test. The result of this study is quality service, quality film, community effect and price perceptions have a positive effect on attitudes watching and attitudes watching also has a positive effect on watching interest. Variable of quality film is the most influential of attitude watching and watching interest influenced by attitudes watching toward.
Keywords : qualiy service, quality film, effect community and price perceptions, attitudes watching, watching interest
2 PENDAHULUAN
Pada era saat ini, dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari terutama di kota-kota besar seperti Semarang banyak orang selalu sibuk dengan pekerjaan dan rutinitas harian sehari-hari. Hal ini menyebabkan banyak orang pasti membutuhkan suatu sarana untuk melepas ketegangan akibat rutinitas yang mereka lakukan. Karena jika bekerja terlalu lama maka mereka akan jenuh dengan pekerjaannya dan akan menyebabkan stres. Untuk menghindari hal tersebut, ketika sudah merasa jenuh, dapat diantisipasi dengan melakukan hiburan menonton film. Menonton film dapat dilakukan di dalam rumah dengan menonton acara di televisi, VCD, DVD.Menonton film pun dapat dilakukan di luar yaitu di bioskop. Bioskop di Indonesia ini berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Kategori dari bioskop di Indonesia adalah bioskop Cinema 21, XX1 dan the premiere. Mereka dibuat untuk ditargetkan sesuai dengan pangsa pasar yang berbeda mulai dari yang menengah kebawah sampai menengah keatas. Tetapi di Semarang hanya ada 21 dan XX1 saja dikarenakan untuk The Premiere, masyarakat Semarang belum butuh karena harga yang dipatok mulai dari tiket, makanan dan harga – harga penunjang lain sangat mahal. Cinema 21 memiliki jaringan bioskop terbanyak di Indonesia karena Cinema 21 adalah bioskop yang pertama berdiri sebelum adalanya XX1. Cinema 21 menguasai keseluruhan pangsa pasar penonton bioskop Indonesia dengan memberlakukan harga tiket bervariasi dan jenis film yang diputar, sesuai dengan lokasi dan target yang dituju. Cinema XXI yang diberi nama Studio XXI ini merupakan satu-satunya Cinema XXI yang menggunakan sofa empuk di keseluruhan studionya, dan memiliki sertifikat THX untuk semua studionya. Mayoritas film-film yang diputar di Cinema XXI merupakan film-film Hollywood, baik yang terbaru, ataupun yang telah tersimpan lama. Dengan banyaknya film-film yang masuk di bioskop membuat persaingan semakin meninggi baik diantara perusahaan bioskop yang satu dengan perusahaan bioskop lainnya.Sehingga mereka berusaha untuk meningkatkan serta menyempurnakan kualitas dan jasa hiburan yang ditawarkan agar sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Adanya persaingan yang terjadi menciptakan suatu keunggulan bersaing dimana perusahaan tidak hanya memenuhi kebutuhan konsumen, melainkan juga menjadikan mereka lebih baik dari pesaingnya. Demikian dengan bioskop 21 ternama di Semarang yaitu Entertaiment Plaza. Bioskop Entertaiment Plaza atau yang biasa disebut dengan E-Plaza adalah satu-satunya bioskop lama
3 yang masih bertahan hingga kini. Itupun setelah berganti konsep menjadi one stop entertainment, yaitu dimana E-Plaza tidak hanya menyediakan cinema saja tetapi menyediakan Lounge, Resto, dan Karaoke. Untuk itu, semakin berkembangnya bioskop-bioskop di Semarang maka E-Plaza Cinema harus berjuang keras agar para penonton semakin berminat untuk menonton di bioskop E-Plaza. Dan untuk meningkatkan minat menonton maka E-Plaza perlu meningkatkan kualitas layanan, kualitas film, efek komunitas dan persepsi harga sehingga timbul sikap penonton untuk ingin menonton di bioskop tersebut. Pelayanan yang baik juga harus didukung dengan fasilitas yang baik pula. Maka dari itu layanan yang diberikan mulai dari satpam, kasir sampai porter pun juga berpengaruh terhadap penonton. Dengan adanya fasilitas yang dirasakan dari jasa bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa, meliputi :kenyamanan ruangan, ketersediaan fasilitas penunjang (komputer, ATM, dan lain-lain), ketersediaan tempat parkir, penampilan pegawai serta kebersihan toilet. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas layanan yang dipersepsikan buruk (Tjiptono , 2008). Kesan kualitas memberikan nilai dalam beberapa bentuk diantaranya adalah alasan untuk membeli. Menurut penelitian Boyd dan Mason (1999) dimana menekankan pada karakteristik munculnya kategori produk yang akan mengakibatkan evaluasi konsumen potensial pada kategori. Jika karakteristik menjadi lebih menarik untuk semua konsumen, maka daya tarik pada kategori produk semakin bertambah pada mereka dan akan meningkatkan kemungkinan bilamana konsumen tersebut mengadopsi pembaharuan dan melakukan pembelian. Semakin up to date film yang ditawarkan kepada konsumen untuk ditonton, maka semakin banyak penonton yang akan menonton di bioskop ini. Selain itu keberadaan komunitas konsumen di sekitar kita merupakan suatu fenomena yang menarik untuk diamati. Keberadaan komunitas konsumen ini sangatlah menarik untuk dibahas karena ternyata memiliki dampak bagi dunia pemasaran. Komunitas bukanlah bahasa baru dalam ruang lingkup sosial. Komunitas sendiri didefinisikan sebagai unit spasial atau unit politik dari suatu organisasi sosial yang dapat memberikan individu perasaan kebersamaanatau perasan saling memiliki (sense of belonging). Perasaaan kebersamaan ini bisa didasarkan atas kebersamaan daerah tempat tinggal seperti kota tertentu atau hubungan ketetanggaan dan perasaman kebersamaan ini juga didasarkan dengan adanya perasaan saling memiliki identitas yang sama. Konsumen bioskop biasanya sangat menyukai adanya acara “nonton bareng”. Maka
4 ketika konsumen menginginkan untuk menonton bioskop maka mereka lebih cenderung memutuskan menonton bersama dengan komunitas atau orang-orang terdekat mereka. Persepsi harga didefinisikan sebagai sesuatu yang diberikan atau dikorbankan untuk mendapatkan jasa atau produk. Penonton film di bioskop biasanya sangat selektif memilih tempat menonton bioskop berdasarkan harga, mahasiswa biasanya, lebih memilih hari senin hingga kamis daripada hari libur dikarenakan pada hari itu harga tiket lebih murah. Sikap menonton adalah evaluasi keseluruhan terhadap aktivitas menonton bioskop yang dilakukan oleh konsumen dan merefleksikan respon konsumen untuk menonton di bioskop tersebut. Sikap menonton sering mempengaruhi apakah konsumen akan kembali atau tidak untuk menonton di bioskop yang sama. Berdasarkan ulasan
di atas, maka penelitian ini akan membahas tentang pengaruh
kualitas pelayanan, kualitas film, dan efek komunitas, dan persepsi harga terhadap sikap menonton, serta pengaruhnya terhadap minat menonton pada penonton bioskop E-Plaza Semarang.
TELAAH TEORI Minat Menonton Minat adalah rasa suka/senang dan rasa tertarik pada suatu objek atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh dan biasanya ada kecenderungan untuk mencari objek yang disenangi. Minat beli (willingness to buy) merupakan bagian dari komponen perilaku dalam sikap mengkonsumsi. Menurut Kinnear dan Taylor (2003), minat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Adapun minat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah minat menonton. adalah suatu proses yang disadari atau tidak disadari dimana penonton ditempatkan pada alam yang samara yang dihadapkan pada tumpuan cahaya dan membantu menghasilkan ilusi di atas layer. Suasana ini menimbulkan emosi, pikiran dan perhatian manusia dipengaruhi oleh film yang ditonton. Dengan demikian, dari beberapa pengertian tentang minat dan menonton, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan minat menonton dalam penelitian ini adalah suatu keadaan dimana diri individu atau khalayak terbangkit untuk mengarahkan perhatiannya secara sadar ingin melakukan pembelian produk (menonton film di bioskop).
5 Penelitian yang dilakukan oleh Bachriansyah (2011) menunjukan bahwa minat beli akan semakin kuat jika kualitas produk, daya tarik iklan, dan persepsi harga terhadap suatu produk meningkat.
Kualitas Layanan Menurut Parasuraman,et al, (1998), kualitas layanan mengidentifikasikan upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen. Kualitas layanan dapat diketahui dengan cara membandingkan presepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata mereka terima atau peroleh dengan pelayanan yang sesuangguhnya mereka terima atau mereka harapkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan. Dalam salah satu studi mengenai SERVQUAL menurut (Parasuraman, et al, 1988), terdapat lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut: 1. Realibilitas (reliability), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. Ini ditujukan oleh semua karyawan EPlaza bahkan satpam yang bekerja disana. 2. Daya tanggap (responsiveness), yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada konsumen, dengan penyampaian informasi yang jelas. Pelayanan yang cepat dikhususkan kepada karyawan yang melayani tiket bioskop di E-Plaza, sehingga tidak terjadi kejenuhan dan terlalu lama mengantri. Karena jika itu terjadi maka penonton yang tadinya berminat untuk menonton akan malas kemudian membatalkan minat tersebut. 3. Jaminan (assurance), yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. 4. Empati (empathy), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. 5. Bukti fisik (tangibles), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, toilet, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.
6 Parasuraman, et al, (1998) berpendapat bahwa kualitas layanan merupakan hasil penelitian pelanggan atas keunggulan atau keistimewaan layanan secara menyeluruh. Bila penelitian yang dihasilkan merupakan penelitian yang positif, maka kualitas layanan ini akan berdampak pada terjadinya sikap yang akan mempengaruhi minat beli. H1 : kualitas layanan berpengaruh positif terhadap sikap menonton terhadap minat menonton. Kualitas Film Menurut (Kotler dan Amstrong, 2001) kualitas produk mencerminkan kemampuan produk untuk menjalankan tugasnya mencangkup daya tahan, kehandalan, atau kemajuan, kekuatan, kemudahan, dalam pengemasan reparasi produk dan ciri-cirinya. Tjiptono (2008), berpendapat bahwa dimensi kualitas produk (film) meliputi itu meliputi : 1. Kinerja (performance) Yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli, misalnya kenyamanan dalam menonton, sound system bioskop, gambar film. 2. Keistimewaan tambahan (features) Yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti AC, sound system, kursi bioskop, tempat meletakkan minuman di samping kursi bioskop, dan sebagainya. 3. Keandalan (reliability) Yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau kecacatan, misalnya film terlambat main dari jadwal yang ditentukan,kursi ada yang goyang,dan sebagainya. 4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications) Yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan, suara dari sound system yang bagus, fasilitas memadai. 5. Daya tahan (durability) Berkaitan dengan berapa lama film tersebut dapat terus ditonton. Dimensi ini mencakup lamanya penayangan suatu film di bioskop.
7 6. Estetika (asthethic) Yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Karena produk di penelitian ini adalah film maka estetika yang bisa dilihat bagusnya bentuk gedung, gambar film, serta pencahayaan yang pas . Definisi Film Menurut UU 8/1992, adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem Proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya. Kualitas film dibentuk oleh beberapa indikator antara lain, film yang ditayangkan up to date, film menarik untuk dilihat dan tidak rusak atau putus-putus ketika ditayangkan. Menurut Amstrong (2001) kualitas adalah karakteristik dari produk dalam kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ditentukan dan bersifat laten. Untuk mencapai kualitas produk yang diinginkan maka diperlukan standarisasi kualitas yang akan menimbulkan sikap seseorang terhadap minat menonton film di bioskop. H2 : kualitas film berpengaruh positif terhadap sikap menonton terhadap minat menonton. Efek Komunitas Efek komunitas adalah pengaruh sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values (Hermawan Kertajaya, 2010). Di dalam komunitas tersebut, terdapat individu-individu yang memiliki tujuan, kebutuhan,dan kondisi lainnya yang serupa. Sedangkan menurut Syahyuti (2003), komunitas adalah sekelompok orang hidup bersama pada lokasi yang sama, sehingga mereka telah berkembang menjadi kelompok hidup (group lives) yang diikat oleh kesamaan kepentingan (common interest). Kekuatan terbesar dalam suatu komunitas adalah
kepentingan bersama
dalam memenuhi kebutuhan hidup sosial, yang biasanya didasarkan pada kesamaan latar
8 belakang budaya, ideologi, dan sosial-ekonomi. Itu berarti adanya hubungan sosial yang kuat antar individu di dalam komunitas tersebut. Tetapi dalam kasus keputusan menonton di boskop E-Plaza ini, konsumen mungkin lebih terpengaruh pada efek komunitas dari lingkungan luar terutama teman-teman dan pergaulan. Pengaruh pergaulan ketika suatu komunitas atau kelompok organisasi ingin mengadakan acara “nonton bareng” maka penonton akan lebih tertarik sehingga menumbuhkan sikap yang akan mempengaruhi minat untuk menonton di bioskop tersebut. Penonton dalam komunitas yang puas terhadap terhadap film yang mereka tonton, juga tempat menontonnya, mereka akan menceritakan pengalaman positif mereka terhadap kepada orang lain dan selanjutnya akan merekomendasikan film dan tempat menonton tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Octaviasari (2011) menunjukkan efek komunitas berpengaruh positif terhadap sikap, semakin tinggi efek komunitas maka semakin tinggi sikap konsumen untuk mencapai minat. H3 : efek komunitas berpengaruh positif terhadap sikap menonton terhadap minat menonton. Persepsi Harga Persepsi harga didefinisikan sebagai sesuatu yang diberikan atau dikorbankan untuk mendapatkan jasa atau produk (Athanasopoulus, 2000; Cronin, Brudy and Hult, 2000; Voss, Parasuraman and Grewal, 1998). Dalam memandang suatu harga konsumen mempunyai beberapa pandangan berbeda. Harga yang ditetapkan di atas harga pesaing dipandang mencerminkan kualitas yang lebih baik atau mungkin juga dipandang sebagai harga yang terlalu mahal. Sementara harga yang ditetapkan di bawah harga produk pesaing akan dipandang sebagai produk yang murah atau dipandang sebagai produk yang berkualitas rendah (Leliana dan Suryandari, 2004). Penonton bioskop terutama mahasiswa cenderung untuk lebih memilih tontonan yang murah ketimbang yang mahal. Maka dari itu pihak manajemen E-Plaza perlu untuk memperhatikan harga tiket yang dipatok. Biasanya banyak orang lebih memilih menonton bioskop hari senin-kamis dikarenakan harga lebih murah. Harga penunjang yang lain pun juga harus diperhatikan seperti harga cemilan, minuman, parker, dll. Penelitian yang dilakukan oleh
9 Mandasari (2011) menunjukkan persepsi harga berpengaruh positif terhadap sikap yang akan mempengaruhi minat beli. H4 : persepsi harga berpengaruh positif terhadap sikap menonton terhadap minat menonton. Sikap Menonton Pengertian sikap menurut (Gerungan : 1983) itu dapat kita terjemahkan dengan sikap yang obyektif tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut di sertai sikap kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap obyektif. Sikap terhadap merek seperti sikap pada umumnya dibentuk dari beberapa aspek. Menurut Azwar (2005) sikap memiliki tiga komponen, yaitu: 1. Komponen kognitif merupakan kepercayaan seseorang terhadap suatu
merek produk.
2. Komponen afektif merupakan evaluasi emosional atau perasaan seseorang terhadap suatu merek produk. 3. Komponen konatif merupakan kecenderungan seseorang untuk berperilaku atau melakukan suatu tindakan. Sikap menonton adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu suatu tontonan di bioskop tertentu yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif dan konatif. Sikap menonton sering mempengaruhi minat apakah konsumen ingin menonton atau tidak. Sikap positif terhadap film tertentu akan memungkinkan konsumen melakukan menonton ulang di bioskop tersebut. Sebaliknya sikap negatif akan menghalangi konsumen untuk menonton lagi (Sutisna, 2001). Oleh karena itu pemasar perlu menciptakan aktivitas-aktivitas yang akan menumbuhkan sikap yang positif terhadap bioskop. Menurut Kotler (2005) terdapat dua faktor yang mempengaruhi minat beli seseorang dalam proses pengambilan keputusan pembelian, yaitu situasi tidak terduga (Unexpected situation) dan sikap khalayak.
H5 : sikap menonton berpengaruh positif terhadap minat menonton terhadap bioskop EP Semarang.
10
Kualitas Layanan (X1)
Kualitas Film (X2)
Efek Komunitas
Sikap Untuk Menonton (Y1)
Minat Menonton (Y2)
(X3)
Persepsi Harga (X4)
Gambar 1 Model Penelitian Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1
: kualitas layanan berpengaruh positif terhadap sikap menonton.
H2
: kualitas film berpengaruh positif terhadap sikap menonton.
H3
: efek komunitas berpengaruh positif terhadap sikap menonton.
H4
: persepsi harga berpengaruh postif terhadap sikap menonton.
H5
: sikap menonton berpengaruh positif terhadap minat menonton suatu bioskop
METODE PENELITIAN Variabel yang akan diteliti : 1. Kualitas layanan (X1)
11 Kualitas layanan adalah suatu bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat layanan yang diterima (perceived service) dengan tingkat layanan yang diharapkan (Parasuraman 1988) Indikator yang bisa dilihat yaitu : -
Toilet bioskop E-Plaza bersih
-
Karyawan E-Plaza cepat dalam bekerja
-
Tempat tunggu luas
2. Kualitas Film Atraktivitas film (produk) yang mencerminkan kemampuan produk untuk menjalankan tugasnya mencangkup daya tahan, kehandalan, atau kemajuan, kekuatan, kemudahan, dalam pengemasan reparasi produk dan ciri-cirinya. Indikator yang bisa dilihat yaitu : -
film yang diputar selalu berganti mengikuti tren film yang ada
-
film yang diputar popular di kangan nasional maupun internasional
-
film yang ditayangkan selalu menjadi bahan perbincangan masyarakat
3. Efek Komunitas Efek komunitas adalah pengaruh sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values (Hermawan Kertajaya 2010). Indikator yang bisa dilihat yaitu : -
keluarga mengajak saya untuk menonton film bersama di E-Plaza Semarang.
-
adanya acara nonton bareng dengan komunitas mempengaruhi saya untuk menonton fim bersama di E-Plaza Semarang.
-
saya dibujuk, diajak teman menonton bioskop di E-Plaza Semarang.
4. Persepsi Harga Persepsi harga adalah sesuatu yang diberikan atau dikorbankan untuk mendapatkan suatu produk atau film yang ingin ditonton. Indikator yang bisa dilihat yaitu : -
harga tiket E-Plaza lebih murah dibanding para pesaing
-
harga tiket E-Plaza bersaing dengan bioskop lain
-
harga makanan dan minuman untuk cemilan menonton terjangkau
5. Sikap Menonton Sikap menonton adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu suatu tontonan di bioskop tertentu yang merupakan hasil
12 dari interaksi komponen kognitif, afektif dan konatif. (Azwar : 2007). Indikator yang bisa dilihat yaitu : -
saya menyukai menonton film di bioskop E-Plaza.
-
saya tertarik menonton di E-Plaza.
-
bioskop E-Plaza memberikan kesan positif.
6. Minat Menonton Minat menonton adalah tahap kecenderungan konsumen untuk bertindak sebelum keputusan menonton bioskop benar-benar dilaksanakan. Indikator yang bisa dilihat yaitu : -
Timbul keinginan untuk mengajak teman atau keluarga untuk menonton film di bioskop E-Plaza.
-
Mencari informasi harga tiket dan film di bioskop E-Plaza.
-
Keinginan segera menonton film di E-Plaza.
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang yang suka menonton fim di E-Plaza. Karena untuk lebih mudah mendapatkan responden dan mahasiswa dianggap mandiri juga bisa mewakili penelitian ini. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini denga metode non random sampling adalah dengan cara mengambil sampel di Fakultas Ekonomika dan Bisnis dengan memberikan kuesioner kepada responden yaitu Mahasiswa Fakultas Ekomonika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang. Karena populasi dalam penelitian ini sangat banyak, maka diambil beberapa sampel untuk mewakili populasi tersebut. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Rao Purba (1996) sebagai berikut : n= n= n = 97
13 dimana : n
= jumlah sampel
Z
= tingkat keyakinan yang dibutuhkan dalam penentuan sampel sebesar 95% ~ 1,96
moe = margin of error, atau kesalahan maksimal yang bisa ditoleransi. Biasanya sebesar 10%. Sehingga, jumlah sampel yang dibutuhkan ialah sebanyak 97 orang. Menurut Hair et al (2010) untuk metode penentuan sampel digunakan dengan menetukan jumlah variabel indipenden dikalikan dengan 25, variabel indipenden pada penelitian ini sebanyak 5, maka dengan metode Hair et al (2010) 5 x 25 = 125. Untuk memperoleh data yang lebih valid, maka total responden yang diperlukan ialah 150 orang. Cara mendapatkan 150 responden tersebut ialah dengan cara people assist method yaitu responden dibantu atau ditunggui ketika mengisi kuesioner yang diberikanUntuk memudahkan penelitian, untuk mempermudah pengolahan data maka peneliti mengambil sebanyak 150. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Uji Statistik Deskriptif Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran deskriptif mengenai responden penelitian ini, khususnya variabel-variabel penelitian yang digunakan. Dalam penelitian ini, kuesioner yang dibagikan menggunakan skala Agree-Disagree Scale 1-10. Maka perhitungan indeks jawaban responden yang dilakukan dengan rumus sebagai berikut : Nilai Indeks = ((F1 x 1) + (F2 x 2) + (F3 x 3) + (F4 x 4) + (F5 x 5) + (F6 x 6) + (F7 x 7) + (F8 x 8) + (F9 x 9) + (F10 x 10))/10
Dimana : F1 adalah frekuensi jawaban responden yang menjawab 1 F2 adalah frekuensi jawaban responden yang menjawab 2 F3 adalah frekuensi jawaban responden yang menjawab 3 Dan seterusnya hingga F10 untuk menjawab skor 10 yang digunakan dalam kuesioner penelitian.
14 Pengujian Instrumen Uji Validitas Untuk menguji valid dan tidaknya pertanyaan yang akan diajukan dengan membandingkan nilai r hitung, dibandingkan dengan r tabel. Apabila r hitung > r tabel, maka pertanyaan valid, sebaliknya apabila r hitung < r tabel, maka pertanyaan tidak valid. Tabel 1 Uji Validitas Variabel Kualitas layanan
Kualitas film
Efek komunitas
Persepsi Harga
Sikap menonton bioskop
Minat menonton bioskop
No. Item
r hitung
r tabel
Keterangan
X1.1
0,376
>
0,159
Valid
X1.2
0,561
>
0,159
Valid
X1.3
0,325
>
0,159
Valid
X2.1
0,412
>
0,159
Valid
X2.2
0,563
>
0,159
Valid
X2.3
0,387
>
0,159
Valid
X3.1
0,560
>
0,159
Valid
X3.2
0,506
>
0,159
Valid
X3.3
0,497
>
0,159
Valid
X4.1
0,454
>
0,159
Valid
X4.2
0,550
>
0,159
Valid
X4.3
0,492
>
0,159
Valid
Y1.1
0,358
>
0,159
Valid
Y1.2
0,560
>
0,159
Valid
Y1.3
0,344
>
0,159
Valid
Y2.1
0,403
>
0,159
Valid
Y2.2
0,547
>
0,159
Valid
Y2.3
0,344
>
0,159
Valid
15 Dari hasil dapat dijelaskan nilai r hitung > r tabel (0,159) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua item dalam indikator variabel kualitas layanan, kualitas produk, efek komunitas, persepsi harga, sikap menonton dan minat menonton adalah valid.
Uji Reliabilitas Uji reliabilitas merupakan pengujian terhadap konsistensi pertanyaan, apakah reliabel setiap waktu. Adapun hasil uji reliabilitas antara kualitas layanan, kualitas produk, efek komunitas, persepsi harga, sikap menonton dan minat menonton dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2 Uji Reliabilitas No.
Variabel
Batas
Nilai r
Cronbach
Alpha
Keterangan
Alpha 1.
Kualitas pelayanan
0,6
<
0,606
Reliabel
2.
Kualitas film
0,6
<
0,641
Reliabel
3.
Efek komunitas
0,6
<
0,704
Reliabel
4.
Persepsi harga
0,6
<
0,683
Reliabel
5.
Sikap menonton bioskop
0,6
<
0,607
Reliabel
6.
Minat menonton bioskop
0,6
<
0,618
Reliabel
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa masing-masing variabel antara kualitas layanan, kualitas produk, efek komunitas, persepsi harga, sikap menonton dan minat menonton ternyata diperoleh cronbach alpha lebih besar dari 0,6. Dengan demikian, maka hasil uji reliabilitas terhadap keseluruhan variabel adalah reliabel.
Uji Asumsi Klasik Normalitas Untuk menentukan normal tidaknya data pada variabel dependen dilakukan dengan melihat grafik plot normal. Apabila data distribusi normal, maka penyebaran plot akan berada disepanjang garis 45 o. Dari grafik plot normal (lampiran) dapat diketahui bahwa penyebaran plot
16 berada di sepanjang garis 45
o
sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara
normal. Keterangan diatas dapat digambarkan sebagai berikut :
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Sikap menonton 1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Gambar 2 : Normalitas
Uji Multikolinearitas Pada dasarnya model persamaan regresi ganda dengan menggunakan dua variabel bebas atau lebih, hampir selalu terdapat kolinier ganda. Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk mengetahui adanya hubungan yang sempurna antara variabel bebas dalam model regresi. Apabila terjadi multikolinieritas maka variabel bebas yang berkolinier dapat dihilangkan. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinier menurut perhitungan yang dilakukan dengan program SPSS dapat diketahui dengan berpedoman bahwa nilai VIF < 10 dan Tolerance > 0,1. (Imam Ghozali, 2005:92). Mengacu pada kedua pendapat di atas maka berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh nilai :
17 Tabel 3 Multikolinearitas No.
Variabel
VIF
Tolerance
1.
Kualitas pelayanan
4,148
0,241
2.
Kualitas film
3,969
0,252
3.
Efek komunitas
4,172
0,240
4.
Persepsi harga
2,811
0,356
Berdasarkan hasil tersebut maka tidak terjadi hubungan yang sempurna antar variabel (multikolinieritas) untuk variabel kualitas layanan, kualitas film, efek komunitas, persepsi harga, karena VIF < 10 dan Tolerance > 0,1.
Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi apabila tidak ada kesamaan deviasi standar nilai variabel dependen pada setiap variabel independen. Deteksi dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik. Berdasarkan grafik hasil penelitian, deteksi yang ada adalah penyebaran, dan tidak membentuk pola tertentu, sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas. Keterangan di atas dapat di gambarkan sebagai berikut : Gambar 3 Heteroskedastisitas Scatterplot
Dependent Variable: Sikap menonton
Regression Standardized Predicted Value
2
1
0
-1
-2
-3 -4
-2
0
Regression Studentized Residual
2
18 Analisis Regresi Persamaan Pertama Koefisien Determinasi
Tabel 4 b Model Sum m ary
Model 1
R ,929 a
R Square ,863
Adjusted R Square ,859
Std. Error of the Estimate ,656
a. Predictors: (Constant), persepsi harga, Efek komunitas, Kualitas produk, Kualitas lay anan b. Dependent Variable: Sikap menonton
Nilai koefisien determinasi yang ditunjukan dengan nilai adjusted R square adalah sebesar 0,859. Hal ini dapat di artikan bahwa variabel independen (kualitas layanan, kualitas film, efek komunitas, persepsi harga) dapat menjelaskan variabel bebas (sikap menonton bioskop) sebesar 85,90 %, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini.
Uji F (Uji Kebaikan Model) Uji F dipergunakan untuk menguji apakah model regresi dalam penelitian ini adalah baik atau layak atau tidak. Berikut ini hasil pengujian uji F. Tabel 8 Uji F Model ANOV Ab Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 392,650 62,423 455,073
df 4 145 149
Mean Square 98,163 ,431
F 228,017
Sig. ,000 a
a. Predictors: (Constant), pers epsi harga, Ef ek komunitas , Kualitas produk, Kualitas layanan b. Dependent Variable: Sikap menonton
Berdasarkan hasil perhitungan dengan statistik manual diperoleh nilai F hitung = 228,017. Sedangkan dengan menggunakan tingkat signifikansi α =0,05 maka nilai F tabel dengan df 1=4 dan df2 = 145 diperoleh F tabel sebesar 2,37, Maka F hitung > F tabel, yaitu 228,017 >
19 2,37. Sedangkan dengan menggunakan SPSS 15 diperoleh tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Dengan demikian model regresi dalam penelitian ini adalah baik. Hasil Regeresi Persamaan Kedua Berdasarkan perhitungan regresi antara sikap menonton terhadap minat menonton dengan dibantu program SPSS dalam proses penghitungannya dapat diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 9 Coe fficientsa
Model 1
(Cons tant) Sikap menonton
Unstandardiz ed Coef f icients B Std. Error 4,319 1,471 ,813 ,056
Standardized Coef f icients Beta ,765
t 2,936 14,460
Sig. ,004 ,000
a. Dependent Variable: Minat menonton
Y2 = 0,765Y1 Hasil persamaan regresi berganda tersebut di atas memberikan pengertian bahwa nilai koefisien regresi sikap menonton bioskop bernilai positif, sebesar 0,765, hal ini dapat diartikan bahwa apabila sikap menonton bioskop semakin baik, maka minat menonton bioskop semakin meningkat. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung
adalah 14,460
dan dengan
menggunakan level significance (taraf signifikan) sebesar 5 % diperoleh t tabel sebesar 1,6554 yang berarti bahwa nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel yaitu 14,460 > 1,661. Signifikasi t kurang dari 5 % (0,000), menandakan bahwa sikap menonton bioskop mempunyai pengaruh terhadap minat menonton bioskop. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesis yang menyatakan dugaan adanya pengaruh sikap menonton bioskop terhadap minat menonton dapat diterima.
Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Sikap Menonton Kualitas layanan berpengaruh terhadap sikap menonton bioskop dengan arah koefisien regresi positif, artinya apabila kualitas layanan semakin baik, maka sikap orang menonton bioskop konsumen semakin meningkat. Berdasarkan hasil jawaban responden diperoleh hasil tanggapan responden terhadap variabel kualitas pelayanan yang tinggi untuk indikator
20 kebersihan toilet yang dimiliki Bioskop E-Plaza, kecepatan karyawan dalam melakukan penjualan tiket, dan kenyamanan ruang tunggu. Toilet E-Plaza memiliki toilet yang modern, bersih, tidak becek, tersedia tissue dan pengharum ruangan sehingga tidak bau. Tempat sampah pun juga tersedia di tiap-tiap toilet. Dan cleaning service juga akan selalu siap sedia jika tiba-tiba toilet kotor. Karyawan juga cepat dalam menangani penjualan tiket. Sehingga antrian tiket dapat teratur, petugas pelayanan juga berpengalaman dan mereka juga berpenampilan rapi. Selain itu karyawan juga dituntut ramah agar penonton tidak merasa kecewa karena perlakuan karyawan yang kasar. Tempat tunggu di bioskop E-Plaza juga luas, ber-AC, ada TV LCD, sofa empuk dan tentunya nyaman untuk menunggu. Kenyamanan inilah yang menjadi salah satu menonton untuk berminat menonton kembali di bioskop E-Plaza.
Pengaruh Kualitas Film Terhadap Sikap Menonton bioskop Kualitas berpengaruh terhadap sikap menonton bioskop dengan arah koefisien regresi positif, artinya apabila kualitas film semakin baik, maka sikap orang menonton film di bioskop akan meningkat. Berdasarkan hasil jawaban responden diperoleh hasil tanggapan responden terhadap variabel kualitas film dengan indikator film yang diputar mengikuti perkembangan jaman, film yang diputar selalu populer di kalangan masyarakat, dan film yang diputar selalu dijadikan bahan pembicaraan oleh masyarakat adalah tinggi. Pertimbangan orang paling banyak untuk menonton bioskop adalah karena filmnya. Film di suatu bioskop itu dituntut untuk menayangkan film yang berkualitas, yang tentunya masuk box office, dan minimal bintang 3. Sehingga orang-orang banyak yang berminat untuk menonton. Begitu pula dengan E-Plaza, walaupun standart 21 tetapi E-Plaza tetap menayangkan film yang sering masuk box office, ya walaupun masih kalah dengan XX1 Paragon. E-Plaza juga menayangkan film-film lokal dan tentunya up to date.
Pengaruh Efek Komunitas Terhadap Sikap Menonton bioskop Efek komunitas berpengaruh terhadap sikap menonton bioskop dengan arah koefisien regresi positif, artinya apabila efek komunitas semakin meningkat, maka sikap orang menonton bioskop konsumen terhadap suatu film akan meningkat. Berdasarkan hasil jawaban responden
21 diperoleh hasil tanggapan responden terhadap variabel efek komunitas tentang indikator sering diajak keluarga untuk menonton bioskop film di Bioskop E-Plaza, sering nonton bareng di Bioskop E-Plaza, dan sering diajak teman untuk menonton bioskop film di Bioskop E-Plaza adalah tinggi. Ajakan teman, keluarga maupun pacar sangatlah menambah keinginan penonton untuk menonton film di bioskop. Apalagi dengan adanya nonton bareng bersama para komunitas dalam jumlah besar. Karena orang menonton sebagian besar pasti membawa teman maupun keluarga. Jadi komunitas adalah salah satu pengaruh yang sangat besar untuk menonton bioskop.
Pengaruh Persepsi Harga Terhadap Sikap Menonton Bioskop Persepsi harga berpengaruh terhadap sikap menonton bioskop dengan arah koefisien regresi positif, artinya apabila persepsi harga semakin meningkat, maka sikap orang menonton bisokop akan semakin meningkat.
Berdasarkan hasil jawaban responden diperoleh hasil
tanggapan responden terhadap variabel
persepsi harga tentang indikator harga tiket yang
ditetapkan Bioskop E-Plaza, harga tiket dibandingkan bioskop XX1 Paragon, dan harga makanan yang ditetapkan di Bioskop E-Plaza adalah tinggi. Dalam harga, E-Plaza mematok harga 20.000-25.000 untuk harga tiket. Dan itu adalah harga yang sangat murah untuk kalangan bioskop 21 dan tentunya kalangan pelajar maupun mahasiswa. Tetapi E-Plaza juga wajib memperhatikan harga cemilan, minuman dan laian-lain. Karena itu juga salah satu yang menarik perhatian penonton untuk menonton di E-Plaza.
Pengaruh Sikap Menonton bioskop Terhadap Minat Menonton Bioskop Sikap orang menonton bioskop berpengaruh terhadap minat menonton bioskop dengan arah koefisien regresi positif, artinya apabila sikap orang menonton bioskop semakin meningkat, maka minat menonton bioskop
akan meningkat.
Berdasarkan hasil jawaban responden
diperoleh hasil tanggapan responden terhadap variabel sikap orang menonton bioskop tentang indikator suka menonton bioskop film di Bioskop E-Plaza, tertarik menonton bioskop di Bioskop E-Plaza, dan memiliki kesan positif terhadap Bioskop E-Plaza yang tinggi. Apabila penonton sudah merasa suka, tertarik dan mempunya kesan positif pasti penonton akan melakukan sesuatu untuk mendukung minat menontonnya seperti melihat jadwal film di E-Plaza, membuka web E-Plaza, pada akhirnya mereka akan melakukan keputusan
22 menonton untuk menonton di E-Plaza. Dan hal tersebut bisa berulang-ulang juka variabelvariabel seperti kualitas layabab, kualitas film, efek komunitas dan persepsi harga juga variabelvariabel lain yang tidak tertulis di dalam penelitian ini deperhatikan untuk dapat menjada sikap positif konsumen akan E-Plaza sehingga mereka akan melakukan menonton ulang di bioskop yang sama.
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Kualitas layanan berpengaruh terhadap sikap menonton
dengan arah positif, hal ini
ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi 0,287 dan nilai signifikasi 0,000 < 0,05. Arah koefisien regresi positif artinya apabila kualitas layanan semakin baik, yang ditunjukkan dengan konsumen bioskop tidak pernah mengeluh soal toilet, pelayanan tiket cepat, ruang tunggu nyaman, maka sikap menonton konsumen terhadap suatu produk akan meningkat. 2. Kualitas film berpengaruh terhadap sikap menonton dengan arah positif, hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi 0,353 dan nilai signifikasi 0,000 < 0,05. Arah koefisien regresi positif artinya apabila kualitas film semakin baik, yang ditunjukkan dengan menayangkan film-film box office yang berbintang minimal 3, menampilkan film yang bergenre action, drama dan horror sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan. Selain itu film selalu baru, film yang diputar selalu popular, film selalu jadi bahan perbincangan, maka sikap menonton konsumen terhadap film tersebut akan meningkat. 3. Efek komunitas
berpengaruh terhadap sikap menonton
dengan arah positif, hal ini
ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi 0,243 dan nilai signifikasi 0,000 < 0,05. Arah koefisien regresi positif artinya apabila efek komunitas semakin baik, yang ditunjukkan dengan adanya bujukan keluarga, ajakan komunitas dan bujukan teman untuk menonton, maka sikap menonton konsumen terhadap suatu produk akan meningkat.
23 4. Persepsi harga
berpengaruh terhadap sikap menonton
dengan arah positif, hal ini
ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi 0,123 dan nilai signifikasi 0,019 < 0,05. Arah koefisien regresi positif artinya apabila persepsi harga semakin baik, yang ditunjukkan dengan harga tiket murah, harga tiket bersaing dan harga makanan terjangkau, maka sikap menonton konsumen terhadap suatu produk akan meningkat. 5. Variabel dominan yang mempengaruhi sikap menonton adalah kualitas produk (film), hal ini ditujukkan dengan nilai koefisien regresi standardized koefisien paling besar yaitu 0,353, kemudian kualitas layanan sebesar 0,287, lalu efek komunitas sebesar 0,287 dan persepsi harga sebesar 0,123. Kualitas produk (film) adalah variabel dominan yang mempengaruhi sikap menonton. 6. Sikap menonton berpengaruh terhadap minat menonton film dengan arah positif, hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi 0,765 dan nilai signifikasi 0,000 < 0,05. Arah koefisien regresi positif artinya apabila sikap menonton meningkat, maka yang ditunjukkan oleh konsumen merasa suka menonton di E-Plaza, tertarik untuk menonton di E-Plaza, dan memiliki kesan positif terhadap E-Plaza, maka minat menonton film akan meningkat.
Keterbatasan Penelitian 1. Responden di dalam penelitian ini hanya untuk mahasiswa Fakultas Ekomonika dan Bisnis karena menggunakan non random sampling. Jadi tidak berlaku untuk yang lain. 2. Nilai koefisien determinasi ditunjukkan oleh nilai Adjusted R Square yaitu sebesar 0,859 yang menunjukkan bahwa antara kualitas layanan, kualitas produk (film), efek komunitas, dan persepsi harga secara bersama-sama dapat menjelaskan sikap menonton film di E-Plaza sebesar 85,90%, sedangkan sisanya 14,10% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti, seperti perasaan emosional dan lain-lain. Sedangkan sikap menonton dapat menjelaskan minat menonton di E-Plaza sebesar 58,60 %, sedangkan sisanya sebesar 61,40 % dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti, seperti kepuasan, dan lain-lain. 3. Agenda penelitian yang akan datang dengan menambah variabel independen yaitu daya tarik iklan, fasilitas, dan lain-lain.
24 Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang diberikan adalah : 1. Kualitas film dapat dimanfaatkan oleh bioskop E-Plaza untuk meningkatkan minat menonton di E-Plaza dengan menampilkan tayangan film-film berbintang minimal 3 dan yang selalu baru sesuai dengan peredaran film yang masuk di industri perfilman Indonesia, film juga harus beragam dengan menampilkan film lokal maupun asing. Film yang diputar di E-Plaza juga ada di bioskop lain, diputar di luar negeri, dan tentunya masuk box office dunia maupun lokal. Film yang diputar juga setidaknya menjadi perbincangan khalayak karena kualitasnya dan akan up to date nya film yang diputar di bioskop E-Plaza. Dan juga pada crosstab terhadap jenis film menunjukkan total dari keseluruhan crosstab terhadap jenis kelamin, usia maupun jurusan menunjukkan bahwa responden lebih banyak menyukai film action. Maka dari itu pihak manajemen E-Plaza untuk lebih meningkatkan penayangan film-film bergenre action dan tentunya masuk dalam box office. 2. Selain meningkatkan kualitas film, kualitas layanan di dalam E-Plaza pun dapat meningkatkan sikap untuk menjadikannya minat menonton di E-Plaza dengan cara menjaga kebersihan toilet yang meliputi selalu mengganti tissue toilet dan pewangi ruangan jika habis dan selalu membersihkan toilet setiap hari agar tidak bau. Kecepatan dan ketepatan karyawan dalam melayani penjualan tiket pun juga harus diperhatikan dengan cara berpenampilan rapi, ramah kepada pengunjung dan penonton. Rungan tunggu yang bersih, bwe AC, tempat duduk sofa, dan ruangan smooking maupun no smooking juga akan mempengaruhi penonton untuk meningkatkan sikap sehingga menciptakan minat menonton. 3. Efek komunitas bisa menjadi salah satu cara untuk mewujudkan minat menonton, cara yang bisa dilakukan ialah melakukan nonton bareng dengan teman-teman terdekat, karena semakin banyak ajakan menonton di E-Plaza oleh teman maupun keluarga maka semakin mau orang tersebut ingin menonton. Maka baiknya pihak manajemen E-Plaza memberikan suatu promo atau voucher untuk siapa saja yang akan mengadakan nonton bareng dengan jumlah penonton yang ditentukan. 4. Persepsi harga pun menjadi salah satu acuan orang untuk menonton. Semakin murah harganya maka biasanya konsumen semakin ingin menonton. Tetapi harus dilengkapi dengan film dan fasilitas yang bagus pula. Apalagi untuk ukuran mahasiswa, biasanya mahasiswa
25 menyukai tontonan dengan harga yang murah dan fasilitas yang memadai. Harga tiket yang ditawarkan pun jangan mau kalah bersaing dengan bioskop lain sesuai dengan standar bioskopnya. Dan juga pihak E-Plaza perlu memperhatikan harga-harga penunjang lain seperti harga makanan, cemilan maupun minuman yang dirasa masih mahal untuk masyarakat Semarang terutama anak muda dan mahasiswa.
26
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Gary. 2001. “Prinsip-Prinsip Pemasaran”. Jilid 2. Edisi 8. Jakarta : Erlangga Azwar, Syaifuddin. 2007. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:Pustaka Pelajar Offset. Bachriansyah, Rizky Amalina. 2011. “Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Daya Tarik Iklan, dan Persepsi Harga Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Produk Ponsel Nokia (Studi Kasus Pada Masyarakat di Kota Semarang)”. Skripsi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Basu Swastha, 2000, Pengantar Bisnis Modern, Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern, Jakarta : Liberty. Boyd, Thomas C.and Mason, Charlotte H., 1999, “The Link Between Attractiveness of “Extranrand” Attributes and Adoption of Innovations”, Journal of Academy of Marketing Research, Vol.27, No.3. Ferdinand, Agusty. 2006. Metode Penelitian Manajemen: Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Ilmu Manajemen.Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. ____________, (2002), Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen, Edisi ke 2, BP UNDIP, Semarang. Gerungan, W.A. 1991, Psikologi Sosial, Bandung:Eresco. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi 3. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. ____________. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hair, J. F., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E. 2010. Multivariate Data Analysis. New Jersey : Upper saddle river Keller, K. L. 1993. Conceptualizing, measuring and managing customer-based brand equity. Journal of Marketing, 57, 1–22. Kinnear, Thomas C, dan Taylor, James R., (1998). Riset Pemasaran, Edisi 3, Jakarta: Erlangga. Kotler, Philip dan Armstrong. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran.Jakarta: Erlangga. Kotler, Philip. 2005. Manajamen Pemasaran. Jilid 1 dan 2. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia. Kotler, Philip dan K. L, Keller. 2007. Manajemen Pemasaran Jilid 1 . Edisi 12. Jakarta: Indeks
27 Kertajaya, Hermawan. 2010. Marketing Plus 2000, Siasat Memenangkan Persaingan Global. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Krajewski dan Ritzman, 1996. Operations Management: Strategi and Analysis, AddisonWesley, Massachusetts. Lamb, Hair, Mc Daniel. 2001. Pemasaran. Jakarta : Salemba Empat. Leliana dan Retno Tanding Suryandari. 2004. “Persepsi Harga dalam Perilaku Belanja Konsumen (Studi Kasus pada Perusahaan Ritel di Surakarta).” Jurnal Bisnis & Manajemen” Vol. 4 Loudon, Davis L & Bitta, Albert J. Della. 1993. Consumer Behavior . New York: Mc. Graw Hill. Lucas, D.B & Britt, S.H, 2003. Advertising Psychology and Research, New York: Mc. Graw Hill. Mandasari, Kartika.2011. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Beli Konsumen Dalam Memilih Jasa Perhotelan (Studi kasus pada Hotel GRASIA Semarang)”. Skripsi.Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Parasuraman, Zeithaml, dan A.A Berry. 1988. Delivery Service Quality : Balancing Customer Perceptions and Expectation, The Free Press, New York. Purwanto, Heri. 1999. Pengantar Perilaku Manusia. Jakarta : Kedokteran EGC Robbins, Stephen P. Diterjemahkan Oleh Tim Index 2003. Perilaku Organisasi. Jilid 2. Edisi 9. Jakarta : Gramedia. Sukardi, Dewi Ketut. 1987. Bimbingan Karier di Sekolah. Jakarta:Galia Indonesia. Super, Donald E. and Crites, John E. 1998 Appraising Vocational Fitness. New York : Harper & Row Susanto, Dwi. 2011.”Analisis Pengaruh Efek Komunitas dan Kualitas Produk terhadap Kepuasan Konsumen dan Implikasinya terhadap Sikap terhadap Merek (Attitude Toward Brand) Pada Konsumen Notebook Merek Acer di Kota Semarang“. Skripsi.Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: P.T Remaja Rosdakarya Bandung. Syahyuti, 2005. Pembangunan Pertanian dengan Pendekatan Komunitas, Forum Penelitian Agro Ekonomi. Vol. 23. Tjiptono, Fandy. 2006. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi. ____________. 2008. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi.
28 Wenger, Etienne. 2004. Knowledge Management as A Doughnut: Shaping Your Knowledge Strategy Through 95 Communities of Practice.