ANALISIS PENGARUH BRAND COMMUNITY TERHADAP WORD OF MOUTH PADA BLACK MOTOR COMMUNITY
Nathashia Widhiyanti Utomo
Abstracts When the customers want to be assumed as fully individuals, the marketer must be humanist in marketing. The system needed is marketing strategy called New Wave Marketing. Promotion focuses on event as the primary power, that is involving public directly in that event (brand activation), that enhance the outcome of brand penetration process to public. This New Wave Marketing principle is adopted by Djarum Black Community as tools to build its brand. Hypotheses test indicates that Brand Resonance and Emotional Branding have significant effect on Brand Community. And Brand Communication has significant effect on Word of Mouth. The result of this research indicates that event can become an effective tool in marketing, to promote the number of the new product user. Keywords : Brand Resonance, Emotional Branding, Brand Community, Word of Mouth, Black Motor Community
PENDAHULUAN Suatu hal yang tidak dapat disangkal lagi bahwa persaingan akan semakin ketat dalam memasuki era globalisasi terutama pada bidang perdagangan. Para produsen nantinya tidak hanya menciptakan suatu produk dan jasa melainkan juga harus memiliki kemampuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi kebutuhan konsumennya, selanjutnya menyusun strategi pemasaran yang tepat agar akhirnya dapat menguasai pasar.Keberhasilan perusahaan dalam menjalin hubungan jangka panjang dengan pelanggannya secara berkesinambungan merupakan keunggulan kompetitif bagi perusahaan tersebut. Industri rokok Indonesia memiliki kekhasan dalam cita rasanya yang memadukan tembakau dan cengkeh yang dikenal dengan rokok kretek.Industri rokok Indonesia ini telah menjadi bagian dalam budaya Indonesia dan memiliki karakteristik penyerapan dalam jumlah tinggi.Dalam sejarah perkembangannya produksi rokok cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, Djarum meluncurkan produk rokok inovasinya yaitu Djarum Black Slimz, merupakan rokok kretek kertas hitam pertama di Indonesia. Produk ini diciptakan untuk membidik konsumen kaum urban (perkotaan) yang smart dalam memilih gaya hidup. Djarum Black dalam kegiatan promosinya juga memberikan nuansa pengalaman baru bagi konsumen, baik kegiatan promosi dalam bentuk iklan maupun event. Djarum Black lebih memfokuskan kegiatan promosi dalam bentuk event, karena berpotensi untuk menyedot audiens lebih banyak dengan harapan brand-nya dapat diterima di masyarakat.
Pada saat konsumen ingin dianggap sebagai individu yang utuh, maka pemasar harus lebih humanistis dalam praktek pemasarannya. Sistem yang diperlukan adalah strategi pemasaran yang lebih terbuka dimana pemasar melakukan engagement dengan konsumen secara horizontal, eksperiensial, komunal, dan juga mempergunakan platform teknologi seperti internet dan seluler agar tercipta suatu keadaan pasar yang selalu connected, catalyzed, dan civilized. Itulah yang disebut sebagai prinsip New Wave Marketing. Promosi yang dilakukan dengan cara memfokuskan event sebagai kekuatan utamanya, yaitu melibatkan publik secara langsung dalam event yang digelar (Brand Activation), akan semakin memperkuat hasil dari proses penanaman brand ke benak publik (mempengaruhi psikologis public secara komunal). Prinsip New Wave Marketing inilah yang diadopsi oleh Djarum Black sebagai spesifikasi dalam proses pembangunan brand-nya.
TELAAH PUSTAKA Brand Community Menurut McAlexander et. al (2002 : 39) tentang definisi komunitas merek berpusat pada pelanggan, di mana eksistensi dan makna komunitas di sini terletak pada pengalaman pelanggan dan jauh lebih baik daripada merek yang dikelilingi oleh pengalaman yang sedang berlangsung. Sedangkan menurut Muniz dan O’Guinn (2001 : 412), definisi komunitas merek adalah komunitas khusus, yang terikat secara non-geografis dan didasarkan pada seperangkat hubungan sosial di antara para pengagum suatu merek tertentu. Hal ini ditandai dengan berbagi kesadaran, ritual dan tradisi, dan rasa tanggung jawab moral. Berdasarkan kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunitas merek merupakansuatu komunitas yang berpusat pada pelanggan dan terbentuk berdasarkan hubungan sosial yang tercipta di antara para pengagum suatu merek tertentu. Menurut McAlexander et.al (2002:45), dalam komunitas merek terdapat empat hubungan yang berpusat pada pelanggan, yaitu: a. Customer-Product Relationship (Hubungan baik antara pelanggan dengan produk) b.Customer-Brand Relationship (Hubungan baik antara pelanggan dengan merek) c. Customer-Company Relationship (Hubungan baik antara pelanggan dengan perusahaan) d.Customer-Customer Relationship (Hubungan baik antara pelanggan dengan pelanggan lainnya) Resonansi Merek Resonansi merek menunjukkan hubungan merek konsumen yang mendalam yang berdasarkan pada loyalitas, attachment, dan rasa kesamaan atau afiliasi yang tahan lama. Hubungan ini sangat kuat bahwa anggota dari komunitas merek berkeinginan, sudi untuk membuat investasi (menanamkan uang) dari sumber daya mereka untuk tetap berhubungan dengan merek (Keller 2001 dalam Moore dan Wurster, 2007)
Selanjutnya Keller menjelaskan bahwa Resonansi merek mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan pelanggan terhadap merek spesifik.Resonansi tercermin pada intensitas atau kekuatan ikatan psikologis antara pelanggan dan merek, serta tingkat aktivitas yang ditimbulkan loyalitas tersebut (misalnya, tingkat pembelian ulang, usaha dan waktu yang dicurahkan untuk mencari informasi merek, dan seterusnya). Secara spesifik, resonansi meliputi loyalitas behavioral (Share of Category Requerements), loyalitas attitudinal, sense of community (identifikasi dengan brand community), dan keterlibatan aktif (berperan sebagai brand evangelists dan brand ambassadors) (Tjiptono, 2005) Untuk menciptakan resonansi tidak hanya dibutuhkan loyalitas perilaku tetapi dibutuhkan pendekatan personal yang kuat (attitudinal attachment).Para pelanggan sebaiknya mempunyai perilaku yang positif dalam melihat merek menjadi sesuatu yang khusus dalam kontes yang lebih luas. Merek mungkin mempunyai arti yang lebih luas bagi perasaan pelanggan pada komunitas. Mengidentifikasi sebuah komunitas merek mungkin menggambarkan pentingnya fenomena social, terutama yang berhubungan dengan perasaan pelanggan dan hal – hal lain yang di asosiasikan oleh masyarakat tentang merek. Hubungan – hubungan ini dapat mengikat para pengguna merek atau parapelanggan atau mungkin meningkatkan jumlah pegawai atau kerjasama perusahaan (Keller, 2004)
Emotional Branding Dalam atmosfir bisnis yang baru, ide adalah uang. Sebuah ide, terutama jika ide tersebut melibatkan suatu konsep merek yang hebat dapat mengubah seluruh masa depan sebuah perusahaan. Dalam pasar dengan persaingan yang sangat tinggi dimana barang atau jasa saja tidak cukup untuk menarik pasar baru atau bahkan mempertahankan pasar yang sudah ada. Aspek emotional dari produk serta system distribusinyalah yang menjadi kunci perbedaan antar pilihan akhir konsumen dengan harga yang akan mereka bayar. Emosional yang dimaksud disini adalah bagaimana sebuah merek menggugah perasaan dan emosi konsumen. Terdapat sepuluh perintah dalam Emotional Branding yang emosional yang diperlukan oleh merek untuk mengekspresikan dirinya sehingga menjadi disukai atau menarik perhatian konsumen (Marc Gobe, 2003), yaitu: 1. Dari Konsumen Menuju Manusia 2. Dari Produk Menuju Pengalaman 3. Dari Kejujuran Menuju Kepercayaan 4. Dari Kualitas Menuju Preferensi 5. Dari Kemasyuran Menuju Aspirasi 6. Dari Identitas Menuju Kepribadian 7. Dari Fungsi Menuju Perasaan 8. Dari Ubikuitas Menuju Kehadiran
9. Dari Komunikasi Menuju Dialog 10. Dari Pelayanan Menuju Hubungan
Word of Mouth Pemasaran sebagai suatu strategi untuk memenuhi kebutuhan individu memiliki tujuan akhir untuk memperoleh loyalitas konsumen (customer loyalty). Di era hypercompetition para pemasar sudah mampu memberikan pelayanan dan manfaat yang relatif sama atas merek yang dimilikinya sehingga hanya merek yang memberikan nilai lebih yang dapat memenangkan hati konsumen agar konsumen menjadi loyal (customer loyalty). Nilai lebih yang dimaksud tidak hanya keberhasilan untuk memenuhi kebutuhan dasar para konsumen, tetapi juga keberhasilan untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri konsumen dan sosialisasi seperti membuat komunitas untuk berinteraksi satu dengan yang lain. Sebuah merek dapat memiliki beberapa asosiasi, satu atau lebih diantaranya dapat mendominasi (Rosinta, 1996). Merek dapat menjadi sarana atau wahana untuk bertemu dengan orang lain, membangun relationships, dan menemukan orangorang yang memiliki satu minat di mana konsumen saling berinteraksi (Yuswohady, 2004). Wahana tersebut dikenal dengan komunitas. Komunitas merek adalah komunitas yang tidak terikat secara geografi dan mempunyai struktur social yang mengatur hubungan di antara pencinta merek (Muniz dan O’Guinn, 2001). Sementara menurut peneliti lain, komunitas merek merupakan customer centric, keberadaan dan arti dari komunitas tidak terpisahkan dari pengalaman konsumen daripada merek tersebut (McAlexander, Schouten, dan Koeing, 2002). Komunitas merek juga tidak terlepas dari interaksi antar anggotanya agar memperkuat soliditas komunitas merek. Hubungan dalam komunitas merek dapat dibagi menjadi empat macam hubungan, yaitu hubungan antara konsumen dengan produk (customer-product relationship), antara konsumen dengan merek (customer- brand relationship), antara konsumen dengan perusahaan (customercompany relationship), dan antara konsumen dengan konsumen (customer-customer relationship) (McAlexander, Schouten, dan Koeing, 2002). Kaitannya dengan komunitas, kita melihat mulai munculnya kesadaran perusahaan terhadap pentingnya komunitas. Hal ini ditunjukkan dengan adanya programprogram keanggotaan klub atau klub konsumen yang merupakan contoh komunitas yang dibentuk oleh produsen untuk meningkatkan hubungan mereka dengan konsumen (Kartajaya, 2003). Berbeda dengan klub konsumen, komunitas konsumen terbentuk karena adanya kebutuhan untuk bertukar pengetahuan dan berbagi pengalaman mengenai produk dan merek yang sama. Komunitas konsumen yang dimaksud adalah komunitas yang dapat memberikan kontribusi kepada produsen (Hasto Palupi, 2007). Word of mouth sendiri telah menjadi suatu fenomena yang menarik di dalam dunia pemasaran dan komunikasi, dimana word of mouth menjadi salah satu kekuatan dalam pasar (Kotler, 2000). Saat ini kekuatan word of mouth mulai disadari dan dimanfaatkan oleh banyak perusahaan, mengingat iklan-iklan di media massa tidak lagi efektif sebagai alat promosi karena konsumen hanya bisa mengingat lima sampai tujuh iklan per hari (Schiffman dan Kanuk, 2000). Word of mouth lebih dipercaya dibandingkan oleh seorang sales person, dan dapat menjangkau
konsumen lebih cepat daripada iklan maupun direct-mail, karena kekuatan word of mouth terletak pada kemampuannya dalam memberikan rekomendasi (referral). Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan Dye (2000) bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang senang sekali untuk membagi pengalamannya tentang sesuatu.
METODE PENELITIAN Populasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah anggota dari komunitas Black Motor Community yang ada di Indonesia. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non probability sampling. Teknik pengambilan data adalah Purposive Sampling dan Convenience Sampling Method. Analisis data dilakukan melalui dua jenis statistik, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial.
Hipotesis H1 : Semakin tinggi Resonansi Merek semakin tinggi Brand Community H2 : Semakin tinggi Emotional Branding semakin tinggi Brand Community
H3 : Semakin tinggi Brand Community semakin tinggi Word of Mouth
Resonansi Merek H1
Brand Community
H3
H2
Emotional Branding
Gambar 1 : Model Empiris
Word of Mouth
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis yang dilakukan berdasarkan data dari 130 responden yang memenuhi syarat untuk diolah lebih lanjut. Langkah pertama dalam pemodelan SEM, yaitu pengembangan sebuah model yang mempunyai justifikasi teoritis. Selanjutnya model tersebut divalidasi secara empirik melalui komputasi program SEM. . Teknik ini digunakan untuk menguji sebuah teori dimana untuk pembuktiannya dibutuhkan sebuah pengujian empirik. Dalam penelitian ini terdapat 13 indikator. Didalam pemodelan SEM, peneliti biasanya bekerja dengan construct atau factor. Konstrukkonstruk yang dibangun dapat dibedakan dalam dua kelompok konstruk yaitu konstruk eksogen dan konstruk endogen. Konstruk eksogen dikenal juga sebagai source variables atau independent variables yang tidak diprediksi oleh variabel yang lain dalam model. Variabel pada konstruk eksogen akan digunakan untuk memprediksi variabel endogen lainnya. Konstruk endogen adalah faktor-faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk endogen dapat memprediksi satu atau beberapa konstruk endogen lainnya, tetapi konstruk eksogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen. Konstruk eksogen dalam penelitian ini adalah resonansi merek (RM), dan emotional branding (EB). Sedangkan konstruk endogen terdiri dari, Brand Community (BC), dan word of mouth (WOM). e1
e2
1
X1
e3
1
1
X2
X3
1 RM d2
1
X7
e7
1
1
1
X8
e8
1
BC
X9
e9
1
d1
1 1
WOM
EB 1
X4
X5
X6
e4
e5
e6
1
X12 X13
X10
e10
X11
1
1
Gambar 2 : Path Diagram
1 e11
1 e12
1 e13
. Atas dasar model teoritis yang telah diuraikan, persamaan jalur dari model diagram alur dinyatakan sebagai berikut: BC WOM
= =
β1 RM + β2 EB + d1 β3 BC + d2
Untuk menguji uni-dimensional dari konstruk-konstruk eksogen dan endogen digunakan teknik confirmatory-factor analysis. Jika probabilitas yang dihasilkan signifikan, berarti hipotesis yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara matriks-kovarians sampel dan matriks kovarians populasi yang diestimasikan tidak dapat ditolak atau hipotesis nol diterima. Confirmatory factor analysis dilakukan dengan membuat hubungan dua anak panah () antara masing-masing konstruk yang melambangkan korelasi antara dua konstruk tersebut. Setelah analisis CFA, maka berikutnya adalah dilakukan analisis secara full model. Estimasi dilakukan dengan menganalisis full-model untuk melihat kesesuaian model dan hubungan kausalitas yang dibangun dalam model yang diuji. Full model dilakukan dengan mengganti dua anak panah korelasi dengan satu anak panah yang melambangkan hipotesis yang diberikan dalam penelitian ini.
Covariances: d2 e3 e7 e8 e4 e6 e6
<--> <--> <--> <--> <--> <--> <-->
d1 d2 e12 e7 d1 d1 e13
Variances:
M.I.
Par Change
10.2951 16.5548 4.0658 11.7673 4.5354 5.3297 5.0435
-0.1042 0.1398 -0.0516 0.0875 0.0447 -0.0532 0.0573
M.I.
Par Change
Regression Weights: M.I. Par Change Sumber: data primer diolah, 2012
Tabel 1 : Modification Indices Tampak bahwa dengan mengkorelasikan beberapa parameter (covariances) maka diperoleh penurunan nilai Chi Square (MI). Modifikasi ini harus didukung dengan teori. Korelasi yang digunakan untuk modifikasi adalah dengan mengkorelasikan e8 dengan e7 sehingga diperoleh penurunan Chi Square sebesar 11,7673 (perkiraan). Dukungan terhadap modifikasi ini adalah bahwa e8 dan e7 adalah error pada indikator yang membentuk konstruk yang sama yaitu BC. Indikator dalam suatu konstruk secara teori harus mempunyai korelasi. Dengan mengkorelasikan e8 dengan e7 maka tampak bahwa Chi Square menurun menjadi 77,325 dengan p sebesar 0,065 yang sudah di atas 0,05. Parameter yang lain juga telah memenuhi syarat kecuali AGFI yang masih di bawah 0,9 tetapi dekat dengan nilai batas tersebut. Dengan demikian model dapat diterima dan dinyatakan layak untuk dianalisis.
Goodness of fit index
Cut-off Value
Estimasi
Keterangan
Chi-square (χ2)
≤ 79,081
77,325
Good
Significance probability
≥ 0,05
0,065
Good
RMSEA
≤ 0,08
0,047
Good
GFI
≥ 0,90
0,919
Good
AGFI
≥ 0,90
0,877
Marjinal
CMIN/DF
≤ 3,00
1,289
Good
TLI
≥ 0,90
0,992
Good
CFI
≥ 0,90
0,994
Good
Sumber: data primer diolah, 2012
Tabel 2 : Goodness of Fit Indices Hasil estimasi di atas menunjukkan bahwa untuk signifikansi, RMSEA, GFI Cmin.df, TLI dan CFI telah memenuhi cut value yang disarankan. Parameter yang belum memenuhi syarat adalah AGFI tetapi dekat dengan nilai batasnya yaitu 0,9. Dengan demikian, model ini masih dinyatakan layak untuk dipergunakan sebagai alat dalam mengkonfirmasi teori yang telah dibangun berdasarkan data observasi yang ada.
Konstruk
Estimate
S.E
C.R
P
Hipotesis
BC
<-- RM 0.3970
0.0996 3.9874 0.0001 Diterima 1
BC
<-- EB
0.4818
0.0916 5.2577 0.0000 Diterima 2
WOM <-- BC
0.9954
0.0635 15.6714 0.0000 Diterima 3
Sumber: data primer diolah, 2012
Tabel 3 : Uji Hipotesis Nilai estimate BC RM adalah sebesar 0,3970 dengan Standard Error sebesar 0,0996 sehingga menghasilkan nilai C.R sebesar 3,9874 (> 1,96). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan RM terhadap BC. Pengaruh tersebut adalah positif di mana peningkatan RM akan diikuti pula dengan peningkatan BC Nilai estimate BC EB adalah sebesar 0,4818 dengan Standard Error sebesar 0,0916 sehingga menghasilkan nilai C.R sebesar 5,2577 (> 1,96). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan EB terhadap BC. Pengaruh tersebut adalah positif di mana peningkatan EB akan diikuti pula dengan peningkatan BC. Nilai estimate WOM BC adalah sebesar 0,9954 dengan Standard Error sebesar 0,0635 sehingga menghasilkan nilai C.R sebesar 15,6714 (> 1,96). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan BC terhadap WOM. Pengaruh tersebut adalah positif di mana peningkatan BC akan diikuti pula dengan peningkatan WOM. KESIMPULAN
Berikut adalah beberapa kesimpulan berdasarkan analisis terhadap data primer dari 130 responden: 1. Resonansi Merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap Brand Community. Hal ini ditunjukkan dengan Critical ratio sebesar 3,9874 > 1,96 dengan p-value 0,0001. Dengan demikian hipotesis 1 dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa Semakin tinggi resonansi merek semakin tinggi brand community diterima. 2. Emotional Branding berpengaruh positif dan signifikan terhadap Brand Community. Hal ini ditunjukkan dengan Critical ratio sebesar 5,2577> 1,96 dengan p-value 0,0000. Dengan demikian hipotesis 2 dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa Semakin tinggi emotional branding semakin tinggi brand community’ diterima. 3. Brand Community berpengaruh positif dan signifikan terhadap Words of Mouth. Hal ini ditunjukkan dengan Critical ratio sebesar 15,6714 > 1,96 dengan p-value 0,0000. Dengan demikian hipotesis 3 dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa Semakin tinggi brand community semakin tinggi words of mouth diterima DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David A, 1991, Managing Brand Equity: Capitalizing on The valueof a Brand Name, NewYork, The Free Press Basu Swasta Dharmmesta, 1999, Loyalitas Pelanggan: Sebuah Kajian Konseptual Sebagai Panduan bagi Peneliti, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.14. No. 3: 73-88 Boorstin, D.J. 1973. The American: The Democratic Experience. NY: Random House. Cooper R. G and E. J Kleinschmidt (1987), “What Makes a New Product a Winner: Success Factors at The Project Level”, R & D Management, 175-189 Degibson Siagian, Sugiarto. (2000). Metode Statistika Untuk Ekonomi dan Bisnis. Jakarta : Gramedia Dye, Renee. 2000. “The Buzz on Buzz,” Harvard Business Review, 78 (6). Ferdinand, Augusty, 2006, Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen: Aplikasi Model-Model Rumit dalam Penelitian untuk Tesis Magister dan Desertasi Doktor, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Gobe, Marc. (2003) Emotional Branding. Jakarta: Penerbit Erlangga Goodwin, C. 1997. Communality as a Dimension of Service Relationships. Journal of Consumer Psychology, Vol.5.
Guzman, Fransisca, (Esade), 2004, “Brand Building Toward Social Values, Associating to Public Goods”, Expert from PhD Thesis, A Brand Building Literature Review Hair, J.F., et al. (2010). Multivariate data analysis. (7th edition). New Jersey : Pearson Education Inc. Hasto Palupi, Dyah. 2007. Survei Konsumunitas 2007: Potensi dan Ekspresi Komunitas Konsumen Indonesia. Majalah SWA 24/XXIII/8 – 21 November 2007. Keller, Kevin Lane, 1993 “Conceptualizing, Measuring, and Managing Customer-Based Brand Equity,” Journal of Marketing, Vol. 57, January, pp. 1-22 ---------------------, 2001, Building Customer-Based Brand Equity, Creating brand resonance requires carefully sequenced brand-building efforts, MM. ---------------------, 2003, “Brand Synthesis: The multidimentionality of Brand Knowledge” Journal of Customer Research 29 (March) p. 595-601 ---------------------, 2004, Strategic Brand Management: Building, measuring, and managing brand Equity, Eastern Economic Edition, Prentice-Hall ofIndia Private Limited, New Delhi. --------------------, 2006,”Building Strong Brand: Three models for Developing and Implementing Brand Plans”, Carlson School of Management, University of Minnesota. Kelly, Lois. 2007. Beyond Buzz: the Next Generation of Word of Mouth Marketing. New York: AMACOM. Kotler, Philip, 2000, Marketing Management : Analysis, Planning, Implementation, and Control, 9 th ed, Upper Saddle River, Nj : Prentice Hall, Inc McAlexander, James H., John W. Schouten, and Harold F. Koenig, Building Brand Community, Journal of Marketing Vol. 66 (January 2002), 38-54. Mc Mullan, Rosalind. 2005. “A Multiple item scale for measuring customer loyalty development.” The Journal of Service Marketing. 2005; Vol.19 (7) Pg 470-481 Moore, David and Wurster, Dayna, 2007, “Self-Brand Connections and Brand Resonance: The Role of Gender and Consumer Emotions”, Advances in Consumer Research Vol. 34 Muniz, Albert and Thomas O’Guinn, Brand Community, Journal of Consumer Research, (March 2001), 412-432 Oliver, R.L. : (1999) , Whence Consumer Loyalty?’ Journal of Marketing, 63 (Special Issue 1999), 33 – 34.
Rindfleisch, Aric; Nancy wong dan James E. Burroughs, 2006, “Seeking Certainty via Brands: An Examining of Materialism and Brand Resonance”, Netherlands Organization for Scientific Research. Rosen, Emanuel. 2004. Kiat Pemasaran dari Mulut ke Mulut (Zoelkifli). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Schiffman, Rosinta, Febrina. 1996. Pengaruh Citra Merek terhadap Loyalitas Pelanggan Museum Nasional. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Bisnis dan Birokrasi, vol. 15, No. 1 (Januari). Schiffman, L.G., & Kanuk, L.L. 2000. Consumer Behavior. 7th edition. New Jersey: Prentice Hall International. Silverman, George. 2001. The Secrets of Word-of-Mouth Marketing: How to Trigger Expontential Sales through Runaway Word-of-Mouth. US: AmaCom. Singarimbun. 1989. Metode Penelitian Survey. Edisi Revisi, LP3ES. Jakarta Tjiptono, Fandy , 2005, Brand Management & Strategy, Andy Offset, Yogyakarta Wels, William D. & Prensky, David. 1996. Consumer Behavior. New York: John Wiley & Sons. Yuswohady. 2004. Great Community Marketing. WARTA EKONOMI no.14/THN XVI/14 Juli 2004. Yuswohady. 2008. CROWD: Marketing Becomes Horizontal. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.