ANALISIS LEVEL PEMAHAMAN SISWA SMA KELAS X BERDASARKAN TEORI APOS TOPIK LOGARITMA Kristiono Novisita Ratu Inawati Budiono Program Studi S1 Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro 52-60 Salatiga Jawa Tengah Indonesia ABSTRACT Logarithm is an important topic in mathematics because it has many uses in everyday life. Despite this, many students have difficulty in understanding this topic. Student difficulties in understanding logarithms can be anticipated by understanding how students construct this concept of logarithms on in their minds. APOS theory can be used to identify students' understanding of logarithms. In this theory, a mathematical concepts is constructed by the students through four levels of understanding, namely action, process, object and scheme. This study is a qualitative descriptive study in purpose to analyze level of understanding of High School students class X by APOS theory on the topic of logarithms. Subjects of this study consisted of six high school students of class X that has been studied logarithms. Through the activity of working on the problems logarithm given and interviews with each subject were obtained descriptions of abilities in logarithms. These abilities demonstrate the level of understanding possessed high school students in a class X. Each logarithm ability demonstrated by each of the subjects described in this study, in the table form and paragraph form. The results of this study indicate that student with action level of logartihms determine the result of logarithm by guessing and limited to determining the result of the simpel natural logarithm. Students with procces level can determine logarithms of 1 as a result of interioritation of guessing action. Students with object level able to add, subtract, divide and multiply logarithms, but have not a full understanding of the definition of logarithms. Student with scheme level can associate with other concepts exponents logarithms and concept equations involving variable x. Keywords: Level of understanding, APOS Theory, Logarithms ABSTRAK Logaritma merupakan topik yang penting dalam matematika karena memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian, siswa banyak mengalami kesulitan dalam memahami topik logaritma. Kesulitan siswa dalam memahami logaritma dapat diantisipasi dengan memahami bagaimana siswa membangun konsep logaritma di dalam pikiran mereka. Teori APOS dapat digunakan untuk mengidentifikasi pemahaman siswa tentang logaritma. Suatu konsep matematika di dalam teori dikonstruk oleh siswa dengan melewati empat level pemahaman yaitu level aksi, proses, objek dan skema. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif tentang analisis level pemahaman siswa kelas X SMA berdasarkan teori APOS pada topik logaritma. Subjek penelitian ini terdiri dari 6 siswa SMA kelas X yang sudah mempelajari logaritma sebelumnya. Melalui aktivitas mengerjakan soal-soal logaritma yang diberikan kemudian wawancara terhadap setiap subjek penelitian diperoleh deskripsi tentang kemampuan-kemampuan dalam logaritma. Kemampuan-kemampuan tersebut menunjukkan level pemahaman yang 1
dimiliki siswa SMA kelas X. Setiap kemampuan dalam logaritma yang ditunjukkan oleh masing-masing subjek dideskripsikan dalam penelitian ini, baik dalam bentuk tabel, maupun dalam bentuk paragraf. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada siswa dengan level pemahaman aksi menentukan nilai logaritma dengan cara menerka dan terbatas pada menentukan nilai logaritma bilangan cacah yang sederhana saja. Siswa dengan level pemahaman proses dapat menentukan logaritma bilangan 1 sebagai hasil interiorisasi aksi menerka. Siswa dengan level pemahaman objek telah dapat menjumlahkan, mengurangkan, membagi dan mengalikan logaritma, akan tetapi belum memiliki pemahaman yang utuh tentang definisi logaritma. Siswa dengan level pemahaman skema dapat mengaitkan logaritma dengan konsep lain eksponen dan konsep persamaan yang melibatkan variabel đť‘Ą. Kata Kunci: Level Pemahaman, Teori APOS, Logaritma PENDAHULUAN Latar Belakang Matematika memiliki peranan yang penting dalam kehidupan sehari-hari karena banyak digunakan dalam berbagai bidang, antara lain dalam bidang ekonomi digunakan untuk perhitungan tabungan dan dalam bidang sains digunakan untuk menghitung tingkat intensitas bunyi (skala decibel). Logaritma sendiri merupakan operasi matematika yaitu invers dari perpangkatan atau eksponen. Konsep logaritma dipelajari di tingkat SMA kelas X dan menjadi materi prasyarat untuk materi fungsi logaritma materi di mata pelajaran lain seperti taraf intensitas bunyi di mata pelajaran fisika. Kurangnya pemahaman tentang logaritma juga tentunya akan mempengaruhi bagaimana siswa memahami aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai konsep yang penting pada kenyataannya logaritma sulit dipahami oleh siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Suryanih (2011) di MAN 7 Jakarta berusaha mendiagnosis kesulitan belajar siswa secara khusus pada materi eksponen dan logaritma. Berdasarkan tes diagnostik yang dilakukan, ditemukan bahwa dari 31 siswa yang menjadi subjek penelitiannya, sebanyak 27 siswa (83,87%) tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan nilai KKM 70. Mengatasi kesulitan belajar tentang logaritma bisa dilakukan secara efektif jika mengetahui sumber penyebabnya. Mengetahui penyebab kesulitan belajar siswa bisa dilakukan dengan mengidentifikasi apa yang yang terjadi pada pikiran siswa atau struktur kognitif siswa. Berdasarkan filsafat konstruktivisme, pengetahuan seseorang merupakan hasil konstruksi atau bentukan oleh siswa sendiri lewat pengalamannya (Suparno, 2001). Menurut Piaget (dalam Suparno, 2001), mengerti merupakan suatu proses adaptasi intelektual yaitu proses interaksi pengalaman-pengalaman baru atau ide-ide baru dengan apa yang sudah diketahui siswa. Tujuan interaksi ini adalah belajar untuk membentuk struktur pengetahuan yang baru. Pikiran siswa menyimpan struktur pengetahuan awal atau struktur kognitif yang disebut skema atau skemata (jamak). Setiap skema yang dimiliki siswa berperan sebagai filter atau fasilitator bagi pengalaman atau ide baru. Melalui kontak dengan pengalaman baru, skema dapat dikembangkan atau diubah sehingga membentuk pengetahuan baru. Piaget juga menjelaskan bahwa mengetahui sesuatu adalah bertindak atas sesuatu itu, yaitu membentuk sistem transformasi yang menjelaskan objek. Proses mengetahui juga disebut proses abstraksi. Menurut Piaget ada dua macam kemungkinan proses abstraksi, yaitu abstraksi sederhana dan 2
abstraksi reflektif. Abstraksi sederhana merupakan abstraksi yang didasarkan pada objek itu sendiri. Siswa menemukan pengertian dari sifat-sifat objek itu sendiri secara langsung, sedangkan abstraksi reflektif merupakan abstraksi yang didasarkan pada koordinasi, relasi, operasi, penggunaan yang tidak langsung keluar dari sifat-sifat objek itu. Abstraksi reflektif tidak ditarik dari objek melainkan dari tindakan terhadap objek. Abstraksi ini juga disebut abstraksi logis dan matematis dan membentuk pengetahuan logis matematis. Objek dalam matematika merupakan objek yang abstrak atau disebut objek mental. sehingga dalam membentuk pengetahuan matematika diperlukan abstraksi reflektif, bukan abstraksi sederhana. Siswa SMA berada pada tahap perkembangan operasional formal menurut tahap perkembangan kognitif Piaget. Siswa SMA tidak lagi membutuhkan benda-benda konkret untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika karena sudah mampu berpikir abstrak. Abstraksi yang dilakukan siswa SMA cukup hanya dengan simbol-simbol atau ide-ide matematika. Dubinsky (dalam Mulyono 2010) meyakini bahwa mekanisme abstraksi reflektif tidak hanya bekerja untuk konsep matematika yang dipelajari anak-anak, tetapi pendekatan yang sama juga bekerja pada konsep-konsep matematika yang lebih tinggi. Mengacu pada hal tersebut, kemudian dikembangkan teori APOS. Teori APOS ini hadir sebagai upaya untuk memahami mekanisme abstraksi refleksif yang diperkenalkan Piaget untuk menggambarkan perkembangan berpikir logis anak, dan memperluas ide ini untuk konsep-konsep matematika lanjut. Menurut Dubinsky (dalam Tabaghi, 2007) suatu konsep matematika yang dipelajari mengambil tempat dalam pikiran siswa melalui suatu proses mengonstruksi mental aksi, proses, objek dan mengorganisasikannya dalam skema untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Aksi (action), proses (process), objek (object) dan skema (schema) merupakan konstruksi atau struktur mental yang dibangun siswa, kemudian struktur mental tersebut disingkat menjadi kata APOS. Ilustrasi tentang bagaimana suatu konsep matematika dikonstruk oleh individu dapat dilihat pada berikut, Skema interiorisasi aksi proses objek
enkapsulasi de-enkapsulasi
Gambar. Struktur Mental dan Mekanisme Konstruksi Pengetahuan Matematika
Berdasarkan ilustrasi tersebut, Asiala, dkk (2004) menjelaskan bahwa memahami suatu konsep matematika diawali dengan memanipulasi objek mental (atau fisik) yang sebelumnya telah terkonstruk. Manipulasi ini untuk membentuk aksi. Aksi tersebut kemudian diinteriorisasi untuk membentuk proses. Proses terbentuk karena adanya pengulangan aksi dan refleksi terhadap aksi yang dilakukan. Proses kemudian dienkapsulasi menjadi objek. Objek berarti suatu konsep telah terbentuk dalam pikiran individu. Objek itu sendiri bisa mengalami deenkapsulasi kembali menjadi proses. Kemudian pada akhirnya aksi, proses, dan objek bersama dengan skema yang lain diorganisasi dalam skema yang utuh tentang suatu konsep dan dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah matematika. Setiap konstruksi mental yang dibentuk siswa tersebut mewakili level pemahaman siswa tentang konsep yang dipelajari. Ketika siswa 3
telah dapat membentuk konstruksi mental skema, maka level pemahaman siswa tersebut ada pada level skema. Aksi merupakan suatu transformasi objek matematika yang diterima individu sebagai hal yang eksternal. Transformasi dilakukan dengan merenspon petunjuk-petunjuk eksternal. Petunjuk-petunjuk tersebut yang memberikan rincian mengenai langkah-langkah apa yang harus diambil. Kinerja siswa pada tahap ini merupakan aktivitas prosedural. Siswa hanya bisa mengetahui bagaimana melakukan operasi yang berkaitan dengan konsep matematika jika diberi stimulus dari luar berupa tuntunan perintah yang jelas. Level pemahaman aksi pada konsep logaritma ditunjukkan dengan kemampuan menentukan nilai suatu logaritma dengan cara menerka. Cara menerka tersebut adalah dari logaritma alog b siswa akan menaikkan pangkat n dari bilangan dasar a kemudian mengeceknya sampai didapat apakah an = b. Kemampuan level aksi tidak lebih dari mengikuti instruksi dari luar. Jika siswa menggunakan metode menerka maka siswa tersebut sedang mengikuti instruksi (petunjuk) eksternal. Contohnya, ketika siswa diminta menentukan nilai 2log 8, yang dilakukan adalah mencoba mencari berapa nilai 22, kemudian 23 dan siswa dapat menentukan bahwa 2log 8 = 3 setelah mendapati 23 = 8. Aksi yang diulang-ulang kemudian siswa melakukan refleksi terhadapnya, maka aksi akan menjadi proses, yang disebut interiorisasi aksi menjadi proses (process). Interiorisasi merupakan transformasi objek dari eksternal ke internal siswa atau pikiran siswa. Oleh karena itu, proses dapat diartikan sesuatu yang dirasakan individu sebagai bagian internal dan berada di bawah kontrol individu tersebut (Mulqueeny, 2012). Konstruksi internal ini yang dibuat dengan melakukan aksi yang sama, tetapi sekarang tidak diarahkan oleh stimulus dari luar atau dengan kata lain siswa tidak lagi perlu dituntun untuk melakukan operasi yang diperlukan. Operasi-operasi yang dilakukan pada tahap aksi menjadi prosedur umum yang digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika terkait. Level pemahaman proses ditunjukkan dengan adanya kemampuan menentukan logaritma 1 dan logaritma pecahan berpembilang 1. Untuk menentukan logaritma-logaritma ini dibutuhkan pemahaman tentang pangkat 0 dan negatif yang lebih dari sekedar operasi hitung-hitungan biasa, sehingga siswa harus melakukan generalisasi aksi menerka. Generalisasi tersebut berarti bahwa aksi menerka pangkat dari basis yang menghasilkan bilangan basis (đť‘Žđť‘› = đť‘Ź) bukan hanya berlaku logaritma bilangan cacah lebih dari 1, tetapi juga berlaku pada logaritma 1 dan logaritma pecahan berpembilang 1. Ketika individu melakukan refleksi terhadap operasi-operasi yang ia diterapkan pada proses tertentu, individu mungkin menjadi sadar akan keseluruhan proses yang ia lakukan. Keseluruhan proses tersebut menjadi suatu kesatuan objek dalam diri individu tersebut. Refleksi terhadap proses-proses tersebut dilakukan dalam rangka mengisolasinya menjadi objek bagi individu tersebut, sehingga objek itu menjadi konsep di dalam diri individu yang ditandai dengan nama, simbol dan definisi tertentu (Tabaghi, 2007). Dalam kasus ini, Dubinsky menyatakan bahwa proses di-enkapsulasi menjadi objek. Oleh karena itu level objek dapat diartikan sebagai level dimana individu telah menyadari proses-proses yang dia lakukan adalah satu kesatuan, yaitu suatu objek matematika dalam pikiran individu tersebut. Kemampuan siswa pada level objek adalah siswa memahami simbol dan definisi logaritma serta adanya kemampuan untuk menjumlahkan, mengurangkan, membagi dan mengalikan logaritma. Kemampuan mengoperasikan logaritma ini berkaitan dengan pemahaman akan sifat-sifat logaritma. 4
Sekali dikonstruk, proses-proses dan objek-objek dapat dikaitkan dengan berbagai cara. Proses dan objek dihubungkan dengan fakta bahwa proses bertindak pada objek. Kumpulan dari proses-proses dan objek-objek ini dapat diorganisasi secara terstruktur dalam pikiran siswa. Tabaghi (2007) menjelaskan bahwa sekali siswa telah ada pada tahap objek, siswa bisa menciptakan berbagai aksi, proses dan objek mental untuk membentuk kesatuan yang utuh. Individu pada level ini telah membentuk skema yang koheren tentang suatu konsep matematika. Skema ini akhirnya dapat digunakan untuk menghadapi masalah-masalah matematika. Oleh karena itu, skema dapat diartikan sebagai kumpulan aksi, proses, objek dan skema lain yang diorganisasikan secara terstruktur membentuk pemahaman yang utuh tentang suatu konsep matematika. Kemampuan siswa pada level skema adalah siswa telah memahami objek logaritma sebagai suatu sistem dimana elemen-elemennya dibangun melalui hubungan konseptual dari definisi dan sifat-sifat logaritma. Siswa dapat mengaitkan logaritma dengan konsep-konsep lain serta siswa dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan logaritma Kerangka teori APOS sangat berguna dalam usaha memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep matematika dalam kalkulus, aljabar, statistika dan lain-lain (Dubinsky & Michael, 2004). Selain itu, teori ini dapat digunakan secara langsung untuk membandingkan keberhasilan dan kegagalan siswa dalam mengkonstruksi secara mental suatu konsep (Helma & Yerizon, 2011). Keberhasilan dan kegagalan siswa tersebut dilihat dari bagaimana pemahaman siswa akan konsep matematika yang dipelajari. Menggunakan teori APOS untuk mengetahui level pemahaman siswa tentang konsep logaritma akan sangat menolong guru dalam mengembangkan pembelajaran yang lebih efektif. Dengan demikian, maka masalah kesulitan belajar siswa akan konsep logaritma dapat diatasi. Berdasarkan uraian di atas, maka penting untuk dilakukan penelitian tentang analisis level pemahaman siswa SMA kelas X berdasarkan teori APOS pada topik logaritma. RUMUSAN MASALAH DAN TUJUAN PENELITIAN Rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimanakah level pemahaman siswa kelas X SMA berdasarkan teori APOS pada topik logaritma? Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan level pemahaman siswa kelas X SMA berdasarkan teori APOS pada topik logaritma. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi level pemahaman siswa SMA kelas X berdasarkan teori APOS pada topik logaritma. Subjek penelitian ini adalah 6 siswa kelas X yang sebelumnya telah mempelajari materi logaritma. Instrumen penelitian berupa sekumpulan soal logaritma yang dikelompokan menjadi 4 aktivitas berdasarkan bentuk soal dan urutan materi logaritma yang dipelajari siswa. Subjek juga diwawancari untuk menggali penjelasan subjek tentang jawaban-jawaban yang sudah dituliskan di lembar aktivitas Data yang diperoleh berupa jawaban siswa dan hasil wawancara. Data tersebut kemudian dianalisis dengan teknik analisis interaktif model Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2010), yang terdiri dari proses data collection, data reduction, data display dan conclusion drawing/verification. Data dianalisis untuk menemukan kemampuan-kemampuan tiap level pemahaman yang dimiliki oleh masing-masing subjek dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan 5
paragraf kemudian ditarik kesimpulan tentang level pemahaman yang dimiliki setiap subjek penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Subjek S Subjek S hanya menunjukkan kemampuan pada level pemahaman aksi saja, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pemahaman S tentang logaritma berdasarkan teori APOS adalah pada level aksi. Subjek S menentukan nilai logaritma dengan cara menerka, akan tetapi masih terbatas pada logaritma dengan basis dan numerus bilangan cacah yang relatif kecil seperti 2log 8, 2log 4, 3log 27. Aksi menerka ini belum terinteriorisasi menjadi proses karena untuk logaritma selain tersebut, subjek S tidak dapat menentukannya. Logaritma bilangan 1 dan logaritma pecahan belum bisa dikerjakan S dengan baik. Kemampuan level pemahaman objek juga belum dimiliki oleh subjek S. Meskipun subjek S dapat mengaplikasikan sifat pengurangan logaritma dan menyebutkannya secara lisan, S terlihat masih belum memahami sifat tersebut dan belum dapat menggunakannya untuk menentukan nilai suatu logaritma. Subjek S juga belum memiliki pemahaman yang benar tentang penjumlahan, perkalian dan pembagian logaritma. Definisi dan simbol logaritma juga belum dipahami S secara dengan benar. Selain itu, subjek S juga belum bisa mengaplikasikan konsep logaritma untuk memecahkan masalah, sehingga level pemahaman S juga belum sampai pada level skema. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa subjek S memiliki beragam cara untuk menentukan nilai logaritma, seperti dengan membagi numerus dengan basis, atau membagi numerus dengan pangkat dari numerus tersebut. Selain itu ditemukan juga bahwa subjek S kurang memperhatikan penulisan jawaban dan tanda “=”, misalnya menuliskan nilai yang harusnya berada pada coret-coretan pada jawaban dan memberi tanda “=”, kemudian menuliskan tanda sama dengan (=) dengan “:” yang lebih terlihat sebagai tanda pembagian. Subjek V Subjek V memiliki kemampuan pada level aksi, proses dan memiliki salah satu kemampuan pada level objek. Subjek V telah mencapai level pemahaman aksi. Interiorisasi proses sudah terjadi dengan adanya kemampuan menentukan nilai logaritma 1. Kemampuan menentukan logaritma pecahan secara langsung tidak dapat diketahui apakah dimiliki oleh subjek V atau tidak karena subjek V lebih memilih menggunakan sifat pengurangan logaritma yang merupakan indikator level objek. Sehingga dapat ditentukan bahwa level pemahaman subjek V berdasarkan teori APOS pada topik logaritma adalah pada level proses. Selain itu, subjek V juga sudah mulai berpindah dari level pemahaman proses ke level pemahaman objek. subjek V belum dikategorikan ke dalam level pemahaman objek karena baru muncul satu kemampuan level objek saja. Sebenarnya subjek V dapat menunjukkan pengaplikasian beberapa sifat logaritma antara lain penjumlahan logaritma, pengurangan logaritma, pembagian logaritma, perkalian logaritma dengan konstanta. Hal tersebut menunjukkan ada kemungkinan V dapat mencapai level objek. Akan tetapi, hal tersebut masih berupa proses yang berulang-ulang dilakukan V belum sepenuhnya dipahami, sehingga terjadi banyak kesalahan. Sebagai contoh V menggunakan mekanisme “jika kali maka ditambahkan, jika tambah maka dikalikan” untuk menjelaskan sifat penjumlahan logaritma. Definisi logaritma belum sepenuhnya dipahami V karena V tetap berusaha mengerjakan 2log (-8) meskipun sudah tidak memenuhi definisi logaritma. V juga 6
kurang memperhatikan penulisan simbol logaritma sehingga memperbesar kemungkinan melakukan kesalahan. Di samping dari kekurangan-kekurangan tersebut, subjek V memiliki kemungkinan dapat mencapai level pemahaman objek bahkan level skema. Hal ini karena subjek telah dapat mengaitkan konsep mencari nilai logaritma dengan konsep persamaan. Subjek A Subjek A dapat disimpulkan bahwa level pemahaman subjek A menurut teori APOS pada topik logaritma adalah level objek. Subjek A tidak lagi melakukan aksi menerka untuk menentukan nilai logaritma. Setiap bentuk logaritma yang diberikan diselesaikan A dengan mengaplikasikan sifat-sifat logaritma. Subjek A telah memahami logaritma sebagai suatu objek sehingga dapat melakukan penjumlahan logaritma, pengurangan logaritma, pembagian logaritma, perkalian dua logaritma dan perkalian logaritma dengan bilangan tertentu. Hanya saja pemahaman A tentang definisi dan simbol logaritma masih belum lengkap. Subjek A dapat mengorganisasi sifat-sifat logaritma tersebut untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah persamaan logaritma dan masalah taraf intensitas bunyi, akan tetapi keterbatasan pengetahuan akan penggunaan tabel logaritma sedikit menghambat kemampuan A untuk menyelesaikan masalah. Subjek A masih kurang dalam menggunakan logaritma dalam menyelesaikan masalah matematika. Meskipun demikian, dengan kemampuan subjek A di level objek yang sudah cukup baik, menunjukkan bahwa subjek A sangat berpotensi mencapai level pemahaman skema. Subjek J Subjek J tidak lagi melakukan aksi menerka dalam menentukan nilai logaritma bilangan cacah yang sederhana. Dengan demikian, subjek J telah melewati level pemahaman aksi. Kemudian dalam menentukan logaritma pecahan subjek J mengaplikasikan sifat logaritma, tidak secara langsung menentukan, sehingga dapat diketahui bahwa subjek J juga telah melewati level pemahaman proses. Subjek J dapat melakukan operasi perkalian dan pembagian logaritma dengan baik, sehingga menunjukkan bahwa subjek J memiliki kemampuan pada level pemahaman objek. Akan tetapi subjek J masih memiliki kekurangan dalam memahami operasi pengurangan dan penjumlahan logaritma, ditunjukkan dengan adanya ketidakkonsistenan J dalam mengaplikasikan sifat penjumlahan dan pengurangan logaritma. Selain itu, subjek J juga kurang memiliki pemahaman tentang definisi logaritma dan simbol logaritma. Subjek J juga dapat mengaitkan logaritma dengan konsep taraf intensitas bunyi meskipun masih sebatas menggunakan rumus yang diberikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek J sudah meninggalkan level pemahaman proses dan mulai memiliki level pemahaman objek, meskipun belum sepenuhnya memilikinya. Subjek J sangat berpotensi memiliki level pemahaman objek bahkan skema. Subjek M Level pemahaman subjek M berdasarkan teori APOS pada topik logaritma adalah pada level aksi. Subjek M menentukan nilai logaritma dengan cara menerka pangkat dari basis logaritma yang menghasilkan numerus. Subjek M telah mulai membangun hubungan antara eksponen dan logaritma karena dapat menggunakan konsep eksponen sebagai bukti hasil logaritma yang ditemukan. Interiorisasi aksi menjadi proses mulai terjadi dalam pikiran M terbukti dengan adanya kemampuan M menentukan nilai logaritma dengan numerus pecahan 7
1
(…). Meskipun demikian, pemahaman M tentang logaritma bentuk ini bukan dibangun atas dasar hubungan antara logaritma dan eksponen. M menggunakan prosedur “jika numerus seper , maka hasil log negatif dan jika numerus negatif, maka hasil log seper”. Akan tetapi, M belum dapat menentukan nilai logaritma dengan numerus 1 dan masih membutuhkan bantuan petunjuk dari eksternal. Sebelum dituntun, subjek M menentukan nilai logaritma 1 dengan membagi 1
numerus dengan basis, misalnya 2log 1=2. Kedua fakta tersebut menunjukkan bahwa aksi menerka belum menjadi proses dalam diri M. Kebanyakan jawaban yang melibatkan penggunaan sifat logaritma diselesaikan M dengan bantuan petunjuk dari peneliti seperti đť‘š tentang sifat perkalian đť‘Žđť‘› log đť‘Źđť‘š = đť‘› a log đť‘Ź dan sifat pengurangan logaritma. Meskipun demikian, ada kemungkinan M dapat mencapai level pemahaman proses karena selama penelitian M mampu berefleksi pada operasi-operasi tertentu sehingga tidak lagi membutuhkan petunjuk eksternal. Subjek M juga berpotensi mencapai level pemahaman objek karena memiliki kemampuan tentang sifat penjumlahan dan perkalian logaritma. Sedangkan untuk mencapai level skema, subjek M masih membutuhkan pemahaman tentang sifat-sifat logaritma yang lain dan kemampuan mengaitkan logaritma dengan konsep persamaan, bangun ruang, dan lain-lain. Subjek L Level pemahaman subjek L berdasarkan teori APOS pada topik logaritma adalah ada pada level skema. Subjek L dapat mengorganisasikan aksi, proses dan objek untuk menyelesaikan masalah logaritma. Selain itu subjek L juga dapat mengaitkan konsep logaritma dengan konsep eksponen, konsep persamaan yang melihatkan variabel đť‘Ą dan prinsip distributif dalam menyelesaikan masalah logaritma. Meskipun demikian masih ada kesalahan dalam penjelasan L menunjukkan bahwa masih ada kurang pemahaman pada sifat penjumlahan logaritma serta ada kesalahan konsep tentang bagaimana menyederhanakan pembagian dua buah operasi penjumlahan. Subjek L juga belum sepenuhnya memahami definisi logaritma. Selain itu subjek L tidak memiliki pengetahuan tentang penggunaan tabel logaritma sehingga terbatas dalam menyelesaikan masalah terutama jika logaritma menggunakan angka desimal. SIMPULAN Level pemahaman siswa SMA kelas X berdasarkan teori APOS pada topik logaritma bervariasi. Terdapat siswa yang memiliki level pemahaman aksi, proses, objek maupun skema. Berdasarkan hasil penelitian ini, dari enam subjek penelitian, dua siswa memiliki level pemahaman aksi, satu siswa memiliki level pemahaman proses, dua siswa memiliki level pemahaman objek dan satu siswa memiliki level pemahaman skema. Siswa yang memiliki level pemahaman aksi menentukan nilai logaritma dengan menerka pangkat dari basis logaritma yang dapat menghasilkan nilai yang sama dengan numerus. Siswa dengan level pemahaman aksi terbatas pada menentukan nilai logaritma bilangan cacah yang sederhana saja. Siswa yang memiliki level pemahaman proses dapat menentukan nilai logaritma bilangan cacah dengan aksi menerka. Aksi menerka berapa pangkat dari basis logaritma yang menghasilkan numerus telah menjadi prosedur umum menentukan nilai logaritma, sehingga
8
siswa dengan level pemahaman proses dapat menentukan logaritma bilangan 1. Logaritma bilangan 1 membutuhkan pemahaman tentang pangkat 0 (nol). Siswa yang memiliki level pemahaman objek tidak lagi menggunakan aksi menerka dalam menentukan nilai logaritma bilangan cacah, pecahan dan logaritma 1. Siswa dengan level pemahaman objek lebih banyak menggunakan sifat-sifat logaritma dalam menentukan nilai logaritma. Siswa dengan level pemahaman objek telah dapat menjumlahkan, mengurangkan, membagi dan mengalikan logaritma. Sifat logaritma yang paling banyak dikuasai oleh subjek penelitian ini adalah sifat perkalian yaitu alog bn = n.alog b. Akan tetapi pemahaman tentang definisi logaritma belum sepenuhnya dimiliki siswa. Bahkan keseluruhan subjek penelitian ini tidak dapat menentukan nilai 2log -8 dengan benar. Siswa yang memiliki level pemahaman skema dapat mengaitkan logaritma dengan konsep lain eksponen dan konsep persamaan yang melibatkan variabel 𝑥. Siswa tersebut menentukan nilai suatu logaritma dengan cara mengubah logaritma menjadi persamaan eksponensial dan lebih banyak menggunakan pemahaman tentang sifat-sifat eksponen. Selain itu siswa dengan level pemahaman skema juga memahami sifat-sifat logaritma. Siswa tersebut dapat mengorganisasikan aksi, proses dan objek untuk menyelesaikan masalah yang logaritma yang diberikan. Beberapa kesalahan yang dilakukan dalam menentukan nilai suatu logaritma yang dilakukan oleh siswa dalam penelitian ini antara lain, menentukan logaritma dengan membagi numerus dengan basis, kesalahan dalam memahami sifat logaritma yang digunakan dan kesalahan penulisan atau menghitung. DAFTAR PUSTAKA Asiala, Mark, dkk., 2004, “A Framework for Research and Curriculum Development in Undergraduate Mathematics Education”, diunduh dari http://www.math.kent.edu/~edd/publications.html. Diunduh pada: 20 September 2013 Davis, Gary E., & David O. Tall. 2002. What is a Scheme? [Online]. Tersedia pada: http://www.crme.soton.ac.uk/publications/gdpubs/schemes.html. Diakses pada: 15 Juni 2013. Depdiknas. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. Dubinsky, Ed & Michael A. McDonald. 2004. APOS: A Constructivist Theory of Learning in Undergraduate Mathematics Education Research, New ICMI Study Series. vol. 7: pp 275282. http://www.math.kent.edu/~edd/ICMIPaper.pdf. Diunduh pada: 23 September 2013 Dubinsky, Ed. 1991. Reflective Abstraction in Advanced Mathematical Thinking. Mathematics Education Library, vol. 11: pp 95-126. http://www.math.wisc.edu/~wilson/Courses/Math903/ReflectiveAbstraction.pdf. Diunduh pada : 20 September 2013 Dubinsky, Keith S., Devilyna N., Karen T. & Draga V. 1996. Understanding the Limit Concept: Beginning With a Coordinator Process Schema. Journal of Mathematic Behavior, vol. 15: pp. 167-192. http://www.eric.ed.gov . Diunduh pada: 13 Juni 2013. Febriana, Catur & Mega Teguh Budiarti. Profil Kemampuan Siswa SMA dalam Menyelesaikan Soal Fungsi Kuadrat Berdasarkan Teori APOS Ditinjau dari Perbedaan Kemampuan
9
Matematika. Ejournal. Unesa, Surabaya. http://ejournal.unesa.ac.id/article/6251/30/article.pdf. Diunduh pada : 3 September 2013. Helma & Yerizon. 2011. Peningkatan Pemahaman Dan Penalaran Matematis Mahasiswa Calon Guru Dengan Konstruksi Mental APOS. Laporan Penelitian. Padang: Universitas Negeri Padang. http://pustaka.unp.ac.id/abstrak/helma_2012.pdf. Diunduh pada: 11 Agustus 2013 Kemendikbud. 2013. Matematika. Jakarta: Politeknik Negeri Kreatif. Mulqueeny, Ellen. 2012. How Do Students Acquire an Understanding of Logarithmic Concept. Dissertation. Kent: Kent State University Graduate School of Education, Health, and Human Services, Kent, Ohio, USA. http://www.kent.edu/ehhs/oaa/dissertations/upload/mulqueeny.pdf. Diunduh pada: 7 September 2013 Mulyono. 2010. Perkembangan Skema Grafik Fungsi Mahasiswa yang Bergaya Kognitif Field Dependent. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2010 Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang, vol. 1, no.1: pp. 126-133. Mulyono. 2010. Proses Berpikir Mahasiswa dalam Mengkonstruk Konsep Matematika. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2010 Fakultas Teknik, Universitas Wahid Hasyim Semarang, vol. 1, no. 1: pp. 134-146 Mulyono. 2012. Pemahaman Mahasiswa Field Dependent dalam Merekonstruksi Konsep Grafik Fungsi, Jurnal Kreano. vol. 3: pp. 39-48. Shadiq, Fadjar. 2008. Psikologi Pembelajaran Matematika di SMA. Yogyakarta: P4TK Matematika. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suparno, Paul. 2001. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Suryanih. 2012. Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika Siswa dan Solusinya dengan Pembelajaran Remedial: Penelitian Deskriptif Analisis Di Man 7 Jakarta. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hadayatullah. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/194. Diunduh pada: 27 September 2013. Tabaghi, Shiva Gol. 2007. APOS Analysis of Student’s Understanding Of Logarthm. Thesis. Montreal: Concordia University Montreal, Quebec, Canada. http://spectrum.library.concordia.ca/975433/. Diunduh : 20 September 2013. Weber, K. (2002). Students’ Understanding of Exponential and Logarithmic Function. http://eric.ed.gov. Dunduh: 24 September 2013. Wirodikromo, Sartono. 2002. Matematika untuk SMA Kelas XII Semester 2. Jakarta : Erlangga. Wirodikromo, Sartono. 2003. Matematika untuk SMU Kelas 2. Jakarta : Erlangga. http://www.merriam-webster.com/dictionary/understanding
10