ANALISIS KONSUMSI SUSU PADA MAHASISWA INDONESIA DAN MALAYSIA
DINDA AYUVALIRA DWIPANGESTI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Konsumsi Susu pada Mahasiswa Indonesia dan Malaysia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Dinda Ayuvalira Dwipangesti NIM I14100009
ABSTRAK DINDA AYUVALIRA DWIPANGESTI. Analisis Konsumsi Susu pada Mahasiswa Indonesia dan Malaysia. Dibimbing oleh HADI RIYADI dan YAYAT HERYATNO. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis intensitas, kuantitas dan kualitas konsumsi susu mahasiswa Indonesia dan Malaysia serta berbagai faktor yang mempengaruhinya. Penelitian dilakukan di Indonesia dan Malaysia dengan metode Cross Sectional Study dengan penarikan subjek secara Proporsional Random Sampling pada 104 subjek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek pada kelompok Indonesia-Indonesian merupakan kelompok dengan tingkat ekonomi terendah dengan persentase pengeluaran pangan sebesar 72%. Rataan tingkat ekonomi mahasiswa berkebangsaan Malaysia lebih tinggi daripada mahasiswa asal Indonesia. Secara keseluruhan pengetahuan gizi tingkat lanjut subjek berada pada kategori sedang dan rendah. Produk susu yang paling banyak diminati adalah susu cair dalam kemasan. Alasan mahasiswa mengonsumsi produk susu sebagian besar karena rasanya. Ketersediaan produk susu lebih banyak di Malaysia, namun harga jualnya lebih murah di Indonesia. Konsumsi susu dan kontribusinya terhadap AKG pada mahasiswa Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa Malaysia. Harga susu tidak berpengaruh pada konsumsi, namun ketersediaan berpengaruh. Hubungan antara pengetahuan gizi dengan kuantitas konsumsi dan preferensinya berkorelasi nyata. Hubungan antara tingkat ekonomi dengan kuantitas konsumsi tidak berkorelasi nyata, namun hubungan antara tingkat ekonomi dengan preferensi konsumsi berkorelasi nyata. Hubungan antara kebiasaan meminum susu saat sarapan dengan konsumsi susu total berkorelasi. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa mengonsumsi susu saat sarapan dengan kuantitas yang paling tinggi dibandingkan dengan waktu makan lainnya.
Kata kunci: Indonesia, konsumsi susu, mahasiswa, Malaysia
ABSTRACT DINDA AYUVALIRA DWIPANGESTI. Analysis of Milk Consumption towards Indonesian and Malaysian Undergraduate Students. Supervised by HADI RIYADI and YAYAT HERYATNO. This study was aim to analyze about intensity, quantity and quality of milk consumption with various factors that influenced towards Indonesian and Malaysian students. The study was taken in Indonesia and Malaysia with Cross Sectional Study and Proporsional Random Sampling method to 104 subjects. This study shows that subject IndonesiaIndonesian has the lowest income per capita with 72% food expenditure. Malaysian student has higher average income per capita. Most of undergraduate student's knowledge of advance nutrition was categorized low to fair. The most favorite dairy product is processed fluid milk. The very reason in consuming dairy product is because its flavor. Availability of dairy product is better in Malaysia than Indonesia, but it is more expensive. Indonesian undergraduate students has lower milk consumption and its contribution to fulfill RDA than Malaysian. Milk consumption is not affected by price, but availability is. Correlation between nutritional knowledge and dairy product consumption and its preferences are significant. Personal income and dairy product consumption has no significant correlation, but its preferences has. Correlation between "breakfast by drinking fluid milk" habit and amount quantity of fluid milk consumption is significant. It shows that majority of undergraduate student have fluid milk for their breakfast with bigger quantity than other meal time. Key words: Indonesian, Malaysian, milk consumption, undergraduate students
ANALISIS KONSUMSI SUSU PADA MAHASISWA INDONESIA DAN MALAYSIA
DINDA AYUVALIRA DWIPANGESTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Program Studi Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat dari penyusunan tugas akhir Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan penelitian ini bertujuan sebagai bahan evaluasi demi kemajuan Bangsa Indonesia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hadi Riyadi MS dan Bapak Yayat Heryatno SP MPS selaku dosen pembimbing serta Beasiswa BIDIK MISI yang telah mendanai penelitian ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih pula kepada: 1. Teman-teman Perhimpunan Pelajar Indonesia Universiti Putra Malaysia (PPI UPM) dan Taufiq Caesar Hidayat selaku ketua PPI UPM 2013 atas kerjasama dan kehangatan keluarga yang dijalin. 2. Teman-teman Fakulti Food Science and Technology UPM atas kerjasama dan masukan yang sangat bermanfaat untuk penelitian ini. 3. Teman-teman Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia (PKMPI) Institut Pertanian Bogor, M Azree Jani dan Nur Harseena Nadia selaku pengurus PKMPI IPB atas kerjasama dan dukungannya untuk mewujudkan tersusunnya penelitian ini. 4. Teman-teman Tahap Persiapan Bersama IPB di Asrama Sylvasari dan Sylva Lestari, segenap rekan-rekan Senior Residen 2013-2014 dan Bapak Dr Ir Irmansyah MSi selaku Kepala Badan Pengelola Asrama TPB IPB atas kerjasama dan obrolan inspiratif yang memberikan semangat untuk berkontribusi lebih bagi Indonesia. 5. Teman–teman enumerator : Lulu Maknun, Mahardika Laksananingtyas, Reikyan Hanung P dan M Yulianto Kurniawan atas kerelaan dan semangatnya dalam membantu merealisasikan impian idealisme penulis. 6. Keluarga tercinta : Ayah (Bapak Bambang Tri Buntoro), Ibu (Ibu Siti Maryam Evyanti) kakak dan adik atas segala doa, dukungan moril dan kasih sayangnya. 7. Teman–teman dekat : Keluarga Pondok Iswara, Bianca Benning, Arief Pambudi, dan Wisnu A Pamungkas atas waktu berkeluh kesah yang dibalas dengan semangat dan dukungan tanpa henti. 8. Teman–teman Gizi Masyarakat 47, 48 dan 49 dan teman–teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala perhatian, dukungan, semangat dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat . Bogor, September 2014 Dinda Ayuvalira Dwipangesti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
DAFTAR ISI
xiii
PENDAHULUAN
15
Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian Manfaat Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN
15 2 2 3 3 3
METODE
5
Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subjek Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data DEFINISI OPERASIONAL HASIL DAN PEMBAHASAN
5 5 7 9 12 12
Status Ekonomi Pengetahuan Gizi Kebiasaan dan Pola Makan Alasan Mengonsumsi Karakteristik Lingkungan Konsumsi Susu Pengaruh Harga dan Ketersediaan terhadap Preferensi Konsumsi Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan Preferensi dan Konsumsi SIMPULAN DAN SARAN
12 15 16 17 17 20 22 23 30
Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
30 30 30
LAMPIRAN
34
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Jumlah subjek untuk setiap kelompok Variabel, jenis dan cara pengumpulan data Analisis data penelitian Kisaran nilai tukar Rupiah dan Ringgit periode Desember 2013Juni 2014 Tingkat ekonomi subjek per tahun Kategori penggolongan tingkat ekonomi Penggolongan tingkat ekonomi Persentase pengeluran pangan Pengetahuan gizi Harga jual rata-rata berbagai produk susu dan olahannya Tingkat ketersediaan berbagai produk susu dan olahannya Kategori tingkat ketersediaan berbagai produk susu dan olahannya Konsumsi susu Persentase pemenuhan AKG dari konsumsi susu Rata-rata tingkat pengetahuan gizi dan konsumsi susu Hubungan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi susu Rata-rata tingkat pengetahuan gizi dan preferensi konsumsi Hubungan antara pengetahuan gizi dengan preferensi konsumsi Rata-rata pendapatan dan konsumsi susu Hubungan antara tingkat ekonomi dengan konsumsi susu Rata-rata tingkat ekonomi dan preferensi konsumsi Hubungan antara tingkat ekonomi dengan preferensi konsumsi Rata-rata Kebiasaan sarapan dengan mengonsumsi susu dan konsumsi susu Hubungan antara kebiasaan sarapan dengan mengonsumsi susu dan konsumsi susu
6 7 11 13 13 14 14 14 15 18 19 19 21 22 24 24 25 25 26 26 27 27 29 29
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka pemikiran
4
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5.
Nilai tukar Rupiah, Ringgit dan Dolar Amerika Alasan mengonsumsi produk susu dan olahannya Kandungan gizi berbagai produk susu dan olahannya Preferensi konsumsi produk susu dan olahannya Preferensi konsumsi produk susu dan olahannya berdasarkan kebangsaan subjek
34 34 35 35 36
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tradisi meminum susu pertama kali dilakukan oleh para petani Eropa sekitar 6.000SM dengan ditemukannya ceruk minum susu dari zaman Neolitikum. Kebiasaan ini mulai menyebar di dataran Timur Tengah, India, Afrika Utara hingga kesemua dataran Eropa pada tahun 5.000-4.000SM. Tradisi meminum susu sapi mulai diperkenalkan ke Indonesia dan Malaysia diperkirakan berasal dari kebiasaan para pedagang dari Eropa yang singgah dan akhirnya menjajah dataran melayu. Awalnya meminum susu merupakan hal yang prestige dan hanya bisa dilakukan oleh kalangan menengah keatas dikarenakan harganya yang mahal dan ketersediaannya yang terbatas. Sebanyak 70% konsumsi produk susu dan olahannya dilakukan oleh masyarakat di perkotaan di pulau Jawa (USDA 2002). Seiring dengan perkembangan zaman tradisi meminum susu sudah menjadi kebiasaan yang diterapkan oleh masyarakat secara umum bahkan pemerintah sudah mengeluarkan SK Menteri Pertanian No 2182/Kpts/PD.420/5/2009 yang menetapkan Hari Susu Nasional dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya minum susu. Kebiasaan baik ini belum seluruhnya diterapkan oleh masyarakat di Indonesia dan negara-negara di sekitarnya. Hal ini diakibatkan oleh banyak faktor seperti produksi dan ketersediaanya yang kurang memadai, kualitasnya yang masih rendah serta kondisi fisiologis masyarakatnya yang belum terbiasa untuk mencerna laktosa dari susu hewan secara rutin akibat dari kebiasaan pola konsumsi susu yang rendah serta masih banyak lagi (Dong 2006; Song and Summer 1999). Terjadi perubahan konsumsi yang signifikan di berbagai negara di Asia yang dipengaruhi oleh berbagai teknik pemasaran produk makanan hasil dari perkembangan di bidang industri, pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, globalisasi dan pasar bebas (Arshad et al. 2006). Perubahan ini mempengaruhi konsumen untuk mengonsumsi produk pangan dengan kualitas yang lebih baik melalui teknik pemasaran dengan mengedepankan merek dagang, melampirkan informasi pada kemasan dan berbagai atribut lain yang mendorong konsumen untuk mengonsumsi produk yang beragam dan meningkatkan preferensinya (Ishida et al. 2003). Hal ini didukung oleh semakin tingginya pengetahuan masyarakat membuat mereka lebih memperhatikan tentang kesehatan melalui pilihan jenis makanan dan bentuk diet (Quah and Tan 2010). Berbagai faktor ini membawa perubahan yang signifikan dengan meningkatnya permintaan masyarakat akan produk makanan berkualitas, salah satunya adalah produk susu dan olahannya (Prescott et al. 2002; Warr et al. 2008). Efek ini juga terjadi secara global, namun perubahan sangat terasa pada produk olahan susu di negara berkembang (Ishida et al. 2003; Warr et al. 2008). Data menunjukkan konsumsi susu di Indonesia memang mengalami peningkatan, seperti pada tahun 2010 konsumsi susu sebanyak 11 liter, pada tahun 2011 menjadi 11,95 liter per tahun dan terus meningkat pada tahun 2012 menjadi
2 12,85 liter per kapita per tahun (USDA 2011). Kondisi ini masih kalah dibanding dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Malaysia dengan konsumsi susu sebanyak 50,9 Liter per kapita per tahun (USDA 2013a). Diduga bahwa tingkat konsumsi susu suatu negara dipengaruhi oleh akses pangan, status ekonomi dan karakteristik individu yang diwakili oleh preferensi terhadap susu dan tingkat pengetahuan gizi masyarakatnya. Penelitian ini mengukur tingkat konsumsi susu dan berbagai faktor yang mempengaruhinya pada mahasiswa Indonesia, mahasiswa Indonesia yang bersekolah di Malaysia, mahasiswa Malaysia dan mahasiswa Malaysia yang bersekolah di Indonesia. Mahasiswa dinilai sebagai representasi golongan umur ideal, golongan dengan kekuasaan penuh dalam pengalokasian pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan pangan pribadi sebagai gambaran konsumsi susu nasional negaranya. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan pokokpokok permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut: Konsumsi susu masyarakat Indonesia lebih tinggi atau rendah daripada masyarakat Malaysia. Terdapat pengaruh perbedaan lokasi tempat tinggal terhadap konsumsi susu seseorang. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Menganalisis intensitas, kuantitas dan kualitas konsumsi susu mahasiswa Indonesia dan Malaysia dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini antara lain: 1. Mengetahui karakteristik individu (pengetahuan gizi, pendapatan, kebiasaan dan pola makan) mahasiswa Indonesia dan Malaysia. 2. Mengetahui persepsi mahasiswa terhadap pangan (harga serta kegunaan susu dan produk olahannya) dan karakteristik lingkungan tempat tinggal (produksi/ketersediaan susu dan produk olahannya, akses pangan, serta kondisi sosial-ekonomi) mahasiswa di Indonesia dan Malaysia. 3. Mengetahui preferensi susu dan produk olahan yang dikonsumsi beserta alasan dan lokasi pembelian produk. 4. Menghitung kontribusi energi dan protein dari susu dan produk olahannya terhadap kecukupannya berdasarkan Angka Kecukupan Gizi rata-rata. 5. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu (pengetahuan gizi dan tingkat ekonomi) dengan preferensi meminum dan intensitas, kualitas serta kuantitas konsumsi susu subjek berdasarkan perbedaan tempat tinggal. 6. Menganalisis secara deskriptif hubungan antara persepsi mahasiswa terhadap pangan (harga susu dan produk olahannya) dan karakteristik lingkungan (produksi/ketersediaan susu dan produk olahannya, akses pangan, serta kondisi sosial-ekonomi) dengan preferensi meminum susu.
3 Hipotesis Penelitian Secara umum hipotesis pada penelitian ini adalah pengetahuan gizi, tingkat ekonomi, dan kebiasaan makan berpengaruh pada intensitas, kuantitas dan kualitas konsumsi susu seseorang. Hipotesis ini diuji pada setiap kelompok, kelompok mahasiswa yang dibedakan berdasarkan kebangsaannya dan subjek secara keseluruhan yang dijabarkan dalam poin-poin sebagai berikut: Hipotesis 1. Terdapat hubungan antara Pengetahuan Gizi dan Tingkat Ekonomi dengan Preferensi Mahasiswa terhadap Susu. Hipotesis 2. Terdapat Hubungan antara Karakteristik Individu (Pengetahuan Gizi, Tingkat ekonomi dan Kebiasaan Makan) dengan Konsumsi susu. Hipotesis 3. Lokasi/tempat tinggal mahasiswa berhubungan dengan intensitas, kuantitas dan kualitas konsumsi susu seseorang. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif untuk masyarakat dan memberikan gambaran mengenai analisis hubungan berbagai faktor yang mempengaruhi konsumsi susu di Indonesia dan Malaysia serta sebagai bentuk evaluasi dan acuan untuk meningkatkan konsumsi yang dirasa masih kurang. Selain itu penelitian ini juga dapat memberikan informasi mengenai konsumsi susu mahasiswa baik asing maupun lokal di kedua negara tersebut sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut.
KERANGKA PEMIKIRAN Menurut Sanjur (1982), konsumsi pangan masyarakat dipengaruhi oleh tiga faktor yakni; karakteristik individu, karakteristik pangan dan karakteristik lingkungan. Karakteristik individu meliputi umur, pendidikan, jenis kelamin, pendapatan, pengetahuan gizi, keterampilan memasak, kesehatan dan juga tingkat ekonomi. Karakteristik individu ini akan menentukan preferensi seseorang terhadap pangan yang dikonsumsinya. Karakteristik individu dapat dibentuk dari kebiasaan, pola asuh keluarga dan juga kondisi bawaan sejak lahir. Selain karakteristik individu, karakteristik pangan juga mempengaruhi preferensi seseorang dalam mengonsumsi pangan. Tipe dan bentuk makanan serta kombinasi pangan menjadi faktor pertimbangan dalam menentukan preferensi seseorang terhadap pangan. Tipe dan bentuk makanan dipengaruhi oleh proses pengolahan, pengemasan dan juga peruntukannya serta fungsi bahan makanan itu sendiri dalam menu makanan sehari-hari. Harga pangan merupakan pembatas seseorang dalam mengonsumsi bahan pangan. Seseorang akan memilih untuk membeli dan mengonsumsi bahan pangan dengan kuantitas serta kualitas bahan pangan yang disesuaikan dengan pendapatan serta alokasinya untuk pangan. Hal lain yang mempengaruhi preferensi seseorang terhadap pangan adalah karakteristik lingkungan. Karakteristik lingkungan lebih berpengaruh terhadap ketersediaan bahan pangan di alam yang menyangkut kualitas dan kuantitas hasil
4 produksi. Faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain adalah musim yang menentukan jenis dan jumlah bahan makanan yang dapat diproduksi. Keputusan yang terbentuk juga dapat dipengaruhi oleh teknik-teknik pemasaran yang dilakukan oleh pihak produsen untuk mengajak individu agar memiliki kecenderungan untuk mengambil keputusan kearah yang mereka inginkan.
Gambar 1 Kerangka pemikiran Keterangan: : hubungan yang diamati : hubungan yang tidak diamati : variabel yang diamati : variabel yang tidak diamati Perbedaan lingkungan yang diwakilkan dengan perbedaan negara sebagai otoritas tertinggi pembentuk iklim sosial dan ekonomi. Hal ini menjadi landasan pemikiran bahwa jika terdapat perbedaan lingkungan maka akan berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan dalam mengonsumsi suatu bahan pangan tertentu. Pertimbangan dengan tidak mengabaikan morfologi dan fisiologis tubuh serta pengaruh iklim yang dapat mempengaruhi kondisi dari lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu penelitian dilakukan di dua negara yang secara historis dan etnis masih dalam satu keturunan, terletak di lokasi geografis yang berdekatan dengan bentang lingkup alam yang mirip namun tetap memiliki perbedaan cukup signifikan dalam hal perkembangan sosial dan ekonominya. Penelitian dilakukan pada penduduk Indonesia yang mewakili lingkungan dengan status ekonomi yang cenderung lebih rendah dengan Malaysia yang mewakili lingkungan dengan status ekonomi yang cenderung lebih tinggi. Subjek merupakan mahasiswa dimana otoritas pengambilan keputusan untuk pemilihan bahan pangan menjadi hak penuh dari individu tersebut dan terlepas dari pengalokasian sumber daya yang dimiliki untuk mencukupi kebutuhan orang lain diluar dirinya sendiri. Mahasiswa merupakan subjek yang ideal karena dinilai sudah memiliki pengetahuan gizi yang baik hasil dari pengajaran serta kemudahan dalam mengakses informasi. Informasi dan pengajaran ini sudah dapat diserap dan dipertimbangkan sebagai faktor yang dapat mempengaruhi sikap.
5
METODE
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan dengan metode Cross Sectional Study di Universiti Putra Malaysia dan Institut Pertanian Bogor. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive berdasarkan pertimbangan kemudahan akses, kemiripan kondisi lingkungan dan komposisi mahasiswanya serta banyaknya jumlah subjek potensial untuk dilakukannya penelitian. Kerjasama peneliti dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia Universiti Putra Malaysia dan Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia dilakukan untuk menghimpun subjek. Waktu pengambilan data dilakukan selama Bulan Desember 2013- Juli 2014. Jumlah dan Cara Penarikan Subjek Penelitian dilakukan dengan teknik penarikan Proporsional Random Sampling. Populasi dalam penelitian ini terbagi ke dalam empat kelompok yakni mahasiswa Indonesia yang bersekolah di Indonesia, mahasiswa Indonesia yang bersekolah di Malaysia, mahasiswa Malaysia yang bersekolah di Indonesia dan mahasiswa Malaysia yang bersekolah di Malaysia. Pemilihan subjek dilakukan pada asrama atau lokasi tempat tinggal subjek yang cenderung berdekatan dengan iklim yang homogen untuk memudahkan analisis akses pangan dan lingkungan eksternal lain yang mempengaruhinya. Populasi subjek yang ditetapkan adalah populasi mahasiswa yang tinggal di asrama Sylvasari dan Sylvalesari Institut Peranian Bogor sebagai bentuk representatif mahasiswa Indonesia yang bersekolah di Indonesia. Sedangkan untuk mahasiswa Indonesia yang bersekolah di Malaysia diwakili oleh anggota PPI UPM yang tinggal berdekatan dalam satu lingkup kolej (asrama). Populasi subjek untuk mahasiswa Malaysia yang bersekolah di Indonesia diwakili oleh Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia (PKPMI) yang tinggal di sekitaran kampus IPB Dramaga dan mahasiswa UPM yang tinggal di kolej bilding putra dan putri sebagai representatif mahasiswa Malaysia yang bersekolah di Malaysia. Penentuan jumlah subjek dihitung berdasarkan rumus Lemeshow et al. (1997) n= n= n = 87,1 ≈ 88 orang Keterangan: n Z(1-α/2) Α P d
= jumlah subjek = tingkat signifikansi pada 95% (α = 0,05) = 1,96 = selang kepercayaan (0,05) = proporsi remaja dengan frekuensi konsumsi susu yang baik yaitu 34,8% (Sulistyorini 2004) = presisi/tingkat ketepatan yang diinginkan (0,1)
6 Setelah itu, dilakukan pendistribusian jumlah subjek berdasarkan populasi subjek yang direpresentasikan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kemudian didapat besarnya subjek per kelompok dengan persamaan:
Keterangan: fi Ni N n ni
= sampling fraction kelompok ke-i = jumlah populasi subjek kelompok ke-i = jumlah populasi subjek keseluruhan = jumlah populasi subjek = jumlah subjek kelompok ke-i
Berikut merupakan hasil pendistribusian perhitungan di atas: Tabel 1 Jumlah subjek untuk setiap kelompok Kebang -saan
Lokasi Tinggal
ID
ID
MY
MY ID MY
Nama Asrama/ Perkumpulan
Jumlah Populasi Subjek
Sylvasari dan Sylvalestari PPI UPM PKPMI Kolej Total
subjek
Sampling Fraction
114
0,30
58 110 92 374
0,16 0,29 0,25
penelitian
berdasarkan
Jumlah Subjek per Kelompok
Jumlah Subjek yang Diambil 27 35 14 26 22 88
14 30 25 104
Catatan: Indonesia (ID), Malaysia (MY)
Subjek yang dipilih harus memenuhi beberapa kriteria inklusi sebagai berikut; 1) Mahasiswa IPB dan UPM yang berumur 19-24 tahun; 2) Sehat, bukan seorang pemakai narkoba atau peminum minuman keras; 3) Terdaftar dan diakui sebagai anggota di asrama/perkumpulan pelajar tersebut; 4) Tinggal di lingkungan asrama minimal 6 bulan terakhir, dan menghabiskan lebih banyak waktu bermalam di lingkungan asrama/perkumpulan; 5) Tidak mengalami intoleransi terhadap laktosa; 6) Bukan seorang vegetarian atau menjalani diet khusus yang mengurangi atau meniadakan susu dan produk olahannya dalam menu makanannya; 7) Mau dan secara sukarela memberikan informasi mengenai dirinya. Subjek yang tidak memenuhi syarat di atas tidak akan diikutsertakan dalam penelitan. Persyaratan ini berlaku untuk keempat kelompok penelitian.
7 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari subjek dengan metode wawancara oleh enumerator dengan alat bantu kuesioner. Selain itu diuji pula pengetahuan gizi melalui 20 pertanyaan tertutup berbentuk pilihan ganda seputar susu dan manfaatnya bagi tubuh. Tabel 2 Variabel, jenis dan cara pengumpulan data Variabel Karakteristik subjek Identitas
Jenis Data
Cara Pengumpulan Data
Primer
Wawancara dengan kuesioner
Primer
Wawancara dengan kuesioner
Pendapatan Sumber pendapatan (perhari/minggu/ bulan/tahun)
Pengeluaran Alokasi pengeluaran (perhari/minggu/ bulan/tahun)
Primer
Wawancara dengan kuesioner
Konsumsi susu Merek yang sering dikonsumsi Frekuensi Ukuran per konsumsi
Primer
Qualitative and Quantitative Food Frequency Questionnaires (FFQ)
Pembelian susu Frekuensi Jumlah pembelian (per kemasan) Ukuran per kemasan Harga per kemasan
Primer
Wawancara dengan kuesioner
Primer
Wawancara dengan kuesioner
Preferensi konsumsi
Jenis Lokasi pembelian Waktu mengonsumsi Bentuk pengolahan Alasan mengonsumsi
Pengetahuan gizi
20 Pertanyaan
Jarak lokasi pembelian dari tempat tinggal subjek Harga jual Ketersediaan/stok Intensitas dan kontinuitas pengadaan barang Konsumsi susu nasional
Primer
Kuesioner
Primer Primer
Observasi menggunakan GPS for Android Observasi Observasi dan wawancara
Primer
Observasi dan wawancara
Primer
Sekunder
8 Preferensi konsumsi subjek terhadap susu diketahui berdasarkan berbagai pilihan bentuk susu (segar, cair dalam kemasan baik plain maupun yang berperisa, dan susu bubuk) serta produk olahannya (yogurt, susu berfermentasi, es krim, keju cheddar, dan keju singles) yang diukur frekuensi konsumsi dan pembeliannya. Jumlah pembelian, ukuran per kemasan dan harga per kemasan juga ditanyakan menggunakan kuesioner. Selain bentuk produk yang dikonsumsi dan frekuensinya, merek, lokasi subjek mendapatkan produk dan alasan mengonsumsi produk juga ditanyakan dalam kuesioner. Status ekonomi subjek diperoleh melalui kuesioner dengan pertanyaan seputar pendapatan atau uang saku (yang didapatkan dari berbagai sumber, meliputi: pemeberian orang tua, keluarga atau kerabat, beasiswa, hasil usaha sendiri dan lain-lain) serta alokasi penggunaannya baik untuk kebutuhan pangan maupun non pangan. Durasi penerimaan pendapatan dan pengalokasiannya untuk kebutuhan meliputi penerimaan dan penggunaan per hari, atau per minggu, atau per bulan atau per tahun. Data yang diisikan menggunakan mata uang yang berlaku di lokasi tinggal subjek yang akan dikonversikan ke Dolar Amerika yang berlaku pada saat penelitian. Data mengenai kebiasaan konsumsi susu yang diperoleh meliputi frekuensi konsumsi dalam sehari, seminggu atau sebulan, jumlah produk untuk setiap kali konsumsi, keterangan pembelian produk (sekali makan atau dapat disimpan kembali), dan bentuk pengolahan (dimakan langsung atau dimakan bersama pangan lain). Data primer lain diperoleh berdasarkan survey yakni akses subjek terhadap susu yang meliputi jarak tempat tinggal ke lokasi pembelian, harga, ketersediaan/stok serta intensitas dan kontinyuitas pengadaan barang dilakukan dengan metode survey. Sedangkan data sekunder meliputi tingkat konsumsi susu nasional di Indonesia dan Malaysia didapatkan melalui Annual Report USDA. Penggunaan FFQ yang dimodifikasi memudahkan responden untuk meruntut kebiasaan konsumsinya selama 1 bulan terakhir meliputi preferensi pemilihan produk yang terintegrasi dengan jumlah konsumsi dan pembelian sehingga beberapa informasi dapat diperoleh dari satu komponen kuesioner. Menurut Widajanti (2007 dan 2009) dan E-Siong et al. (2004) FFQ memiliki lebih banyak kelebihan dibandingkan dengan kekurangannya sehingga metode ini lebih sering digunakan dalam metode survey dan memiliki presisi yang cukup tinggi bila dilakukan pendampingan oleh enumerator ahli pada saat pengisian kuesioner oleh subjek. Pengambilan data sudah mengikuti kaidah validitas dan reliabilitas menurut Widajanti (2009) yakni: (1 dan 2) Pemilihan hari survey konsumsi gizi mewakili hari kerja dan hari libur, awal dan akhir bulan, (3) Kemampuan responden (mahasiswa) tergolong baik dalam mengingat makanan dan minuman apa saja yang sudah dikonsumsi, (4) Ketepatan responden dalam menyampaikan takaran saji setiap produk yang dikonsumsi (pengisian didampingi enumerator dengan menanyakan ukuran kemasan produk), (5) Ketepatan data base yang digunakan (berdasarkan label pangan di setiap produk) dan (6) Ketepatan koding pada saat pengolahan data.
9 Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Proses pengolahan data terdiri atas beberapa tahapan meliputi pengeditan (editing), pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Pengolahan data dilakukan menggunakan program komputer Microsoft Excell 2013 dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0. Proses pengolahan data diawali dengan menginput data primer sebagai berikut: Identitas, Preferensi dan Kebiasaan Pribadi Data identitas subjek (identitas pribadi dan orang tua, pendapatan dan pengeluaran) preferensi dan kebiasaan pribadi (jenis, cara pengolahan dan waktu mengonsumsi), serta alasan dan sikap ditabulasi secara deskriptif. Data primer berupa identitas pribadi diinput sesuai yang tertera pada kuesioner. Statistik deskriptif digunakan untuk mengukur tingkat preferensi seseorang dalam mengonsumsi susu berdasarkan karakteristik yang terbagi ke dalam beberapa bagian seperti jenis susu yang dikonsumsi, macam-macam lokasi mendapatkan produk, variasi waktu mengonsumsi susu, bentuk pengolahan susu pada saat dikonsumsi dan alasan mengonsumsi susu. Analisis dilakukan dengan menghitung proporsi subjek untuk setiap kategori pada setiap karakteristik yang diamati. Data preferensi dan kebiasaan sarapan dengan mengonsumsi susu diperoleh dengan pemberian nilai 1 untuk pemilihan kategori pada setiap variabel dan 0 untuk setiap kategori yang tidak dipilih. Preferensi konsumsi diperoleh dari kebiasaan subjek dalam mengonsumsi jenis susu dan produk olahannya. Preferensinya meliputi susu segar, susu cair dalam kemasan plain, susu cair dalam kemasan berperisa, susu bubuk, yogurt, susu berfermentasi, es krim, keju cheddar, dan keju singles. Nilai maksimal untuk preferensi konsumsi adalah 9 sedangkan nilai terendahnya adalah 0. Preferensi konsumsi yang tinggi menggambarkan produk susu dan olahan yang bisa dikonsumsi sangat beragam, begitu pula sebaliknya. Kebiasaan sarapan dengan mengonsumsi susu diperoleh dari keterangan konsumsi produk susu seperti susu segar, susu cair dalam kemasan plain, susu cair dalam kemasan berperisa dan susu bubuk dengan keterangan kebiasaan mengonsumsi pada saat sarapan. Jika terdapat minimal salah satu dari keempat produk tersebut dengan waktu mengonsumsi pada pagi hari (sarapan) maka subjek akan diberi nilai 1 sedangkan jika tidak akan diberi nilai 0. Pengetahuan Gizi Pengolahan data pengetahuan gizi diperoleh dari jawaban subjek terhadap kuesioner yang diberikan. Tipe kuesioner pengetahuan gizi yang disajikan berupa 20 pertanyaan tertutup berbentuk pilihan ganda. Secara umum kuesioner untuk mengukur pengetahuan gizi pada penelitian ini terdiri dari pengertian umum istilah-istilah gizi (misalnya pengertian zat gizi dan pengertian diet), macam dan fungsi zat gizi, istilah-istilah khusus ilmu gizi (misalnya kasein, rakitis, dan pasteurisasi), serta pengetahuan mengenai variasi komposisi dan zat gizi pada susu dan olahannya. Data pengetahuan gizi diukur menggunakan 20 pertanyaan pilihan berganda, dimana untuk jawaban yang benar diberi nilai 1 dan 0 untuk jawaban yang salah. Berdasarkan Khomsan (2000), jumlah skor yang diperoleh
10 kemudian dikategorikan menjadi tiga, yaitu: baik, jika skor >80% diperoleh dari perbandingan nilai skor >16 dengan nilai seluruhnya (20) dikalikan 100%; sedang, jika skor 60-80%diperoleh dari perbandingan nilai skor 12-16 dengan nilai skor seluruhnya (20) dikalikan 100%; kurang, jika skor <60% diperoleh perbandingan nilai skor <12 dengan nilai seluruhnya (20) dikalikan 100%. Status Ekonomi dan Pengeluaran Pangan Penggolongan ini didapatkan dari pendekatan pendapatan dan uang saku perbulan dengan menggunakan statistik dengan mengkategorikan pendapatan subjek ke dalam tiga klasifikasi besar, yakni tingkat ekonomi tinggi, sedang dan rendah. Data ini disesuaikan dengan kelompok subjek dan dikonversikan ke dalam Dolar ($) berdasarkan kurs rata-rata selama waktu pengambilan data.
Keterangan: IK : Interval Kelompok NT: Pendapatan Tertinggi (USD) NR: Pendapatan Terendah (USD) Kategori: Rendah, Sedang, Tinggi Rendah: < NR+1IK Sedang: NR + 1IK < X < NR + 2IK Tinggi: > NR + 2 IK Selain itu dilakukan pula penghitungan proporsi pengeluaran untuk pangan terhadap pengeluaran total dengan perhitungan sebagai berikut:
Keterangan: Qp : Proporsi pengeluaran konsumsi pangan (%) Kp : Pengeluaran konsumsi pangan (USD/bulan) Pd : Pengeluaran total (USD/bulan) Kontribusi Konsumsi Susu terhadap Angka Kecukupan Gizi Frekuensi konsumsi susu dan produk olahannya ditabulasikan untuk merepresentasikan intensitas, kuantitas dan kualitas konsumsi susu yang selanjutnya akan dianalisis secara deskriptif. Asupan susu yang berasal dari susu segar, susu cair dalam kemasan baik yang plain maupun yang berperisa dan susu bubuk yang telah dicampur dengan air akan dihitung kandungan energi dan protein menggunakan informasi langsung yang tertera dalam kemasan produk dengan hanya menghitung kontribusi zat gizi yang berasal dari susu cair dan susu bubuk tanpa proses nutrifikasi lainnya.
Konversi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
11 Kgij = (Bj/100) x Sj x Gij Keterangan : Kgij = kandungan zat-zat gizi-i dalam bahan makanan-j Bj = berat makanan-j yang dikonsumsi (g) Sj = kandungan susu dalam bahan makanan-j Gij = kandungan zat gizi dalam 100mL BDD bahan makanan-j Selanjutnya konsumsi rata-rata subjek akan dihitung kontribusinya terhadap kecukupan gizi berdasarkan Angka Kecukupan Gizi rata-rata berdasarkan PERMENKES RI nomor 75 Tahun 2013 sebesar 2150Kal energi dan 57g protein untuk setiap kelompok. Analisis Data Hubungan antar variabel dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Hubungan antara karakteristik individu dengan preferensi produk dan konsumsinya dianalisis menggunakan Pearson’s Correlation. Karakteristik individu dan persepsi subjek terhadap pangan dianalisis secara deskriptif dengan metode tabulasi silang, begitu pula dengan hubungan antara persepsi subjek terhadap pangan dan lingkungan dengan preferensi produk. Analisis dilakukan untuk setiap kelompok. Tabel 3 Analisis data penelitian Analisis Data Penelitian
Variabel Uji 1
Variabel Uji 2
Karakteristik Individu dengan Preferensi Produk
Pengetahuan Gizi
Preferensi Produk Preferensi Produk Konsumsi Konsumsi Konsumsi
Tingkat Ekonomi Karakteristik Individu dengan Konsumsi
Karakteristik Individu dan Pangan Persepsi subjek terhadap Pangan dengan Preferensi Produk Karakteristik Lingkungan dengan Preferensi Produk
Pengetahuan Gizi Tingkat Ekonomi Kebiasaan sarapan dengan meminum susu Pengeluaran Pangan Harga jual
Produksi/ Ketersediaan
Pengeluaran Total Preferensi Produk
Analisis Statistik
Pearson’s Correlation
Deskriptif
Preferensi Produk
Hipotesis diuji pada setiap kelompok, kelompok mahasiswa yang dibedakan berdasarkan kebangsaannya dan subjek secara keseluruhan yang dijabarkan dalam poin-poin sebagai berikut: A. Hubungan antara Pengetahuan Gizi dan Tingkat Ekonomi dengan Preferensi Mahasiswa terhadap Susu. H0 = Hubungan antara kedua variabel tidak signifikan. H1 = Hubungan antar variabel signifikan.
12 B. Hubungan Pengetahuan Gizi, Tingkat Ekonomi dan Kebiasaan Makan dengan Konsumsi susu H0 = Hubungan antara kedua variabel tidak signifikan. H1 = Hubungan antar variabel signifikan. Setelah diuji pada setiap kelompok, kelompok mahasiswa yang dibedakan berdasarkan kebangsaannya dan subjek secara keseluruhan maka dapat dilihat apakah lokasi tempat tinggal dapat mempengaruhi intensitas, kuantitas dan kualitas konsumsi susu seseorang. Selanjutnya hasil analisis korelasi dibedakan menjadi lima kriteria hubungan menurut Sugiyono (2011) sebagai berikut: a. 0.00-0.199 = Menunjukkan hubungan yang sangat rendah b. 0.20-0.399 = Menunjukkan hubungan yang rendah c. 0.40-0.599 = Menunjukkan hubungan yang sedang d. 0.60-0.799 = Menunjukkan hubungan yang kuat e. 0.80-1.000 = Menunjukkan hubungan yang sangat kuat DEFINISI OPERASIONAL Alasan mengonsumsi adalah hal-hal yang mendasari responden dalam mengonsumsi susu yang dikategorikan pada alasan kebiasaan keluarga, rasa, kesehatan dan kebugaran, kepraktisan, kemudahan akses, dan alergi terhadap produk lainnya. Konsumsi susu adalah jumah dan jenis susu yang dikonsumsi oleh responden pada hari kerja dan hari libur. Mahasiswa adalah seseorang yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Motivasi adalah dorongan yang timbul yang mempengaruhi responden untuk megonsumsi susu. Pengeluaran per bulan adalah jumlah pengeluaran responden yang dilakukan untuk pangan dan non pangan dalam satu bulan terakhir. Pengetahuan gizi adalah pengetahuan responden yang berkaitan dengan gizi, dan kesehatan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, meliputi fungsi-fungsi zat gizi, sumber-sumber zat gizi, akibat kekurangan zat gizi dan cara-cara menjaga kesehatan serta informasi lain seputar susu. Preferensi adalah tingkat kesukaan serta daya terima konsumen terhadap 9 jenis susu dan produk olahannya. Produk olahan susu adalah bahan pangan yang menggunakan susu sebagai bahan dasar dalam pembuatannya seperti yogurt, susu berfermentasi, es krim, keju cheddar dan singles. Susu adalah hasil pemerahan dari sapi baik yang sudah atau belum mengalami proses pengolahan yang bisa dikonsumsi baik dalam bentuk cair (susu segar dan susu cair dalam kemasan) maupun bubuk.
HASIL DAN PEMBAHASAN Status Ekonomi Pendapatan mahasiswa dapat berasal dari pemberian orang tua, beasiswa, pemberian keluarga/kerabat, upah kerja maupun lainnya. Frekuensi pendapatan
13 bisa didapatkan secara harian, mingguan, bulanan maupun tahunan. Data pendapatan mahasiswa ditabulasi secara deskriptif dan dikonversi ke dalam Dolar Amerika (USD) dengan nilai tukar antara bulan Desember 2013-Juni 2014 (Lampiran 1) dengan kisaran nilai konversi sebagai berikut: Tabel 4 Kisaran nilai tukar Rupiah dan Ringgit periode Desember 2013-Juni 2014 Kurs Nilai Tukar USD/MYR 3.257005229 USD /IDR 11 724.51471 IDR/MYR 3 631.20 Pendapatan mahasiswa diakumulasikan hingga menggambarkan pendapatan per tahunnya. Selanjutnya dianalisis secara deskriptif berdasarkan nilai pendapatan tertinggi, terendah, interval kelompok, dan jumlah subjek untuk setiap kelompoknya maupun secara keseluruhan dengan hasil sebagai berikut: Tabel 5 Tingkat ekonomi subjek per tahun Penda -patan NT NR IK
Indonesia
Malaysia
Total
INA
MYS
INA
MYS
INA
MYS
1 535.245 716.448 272.932
9 126.177 1 023.497 2 700.894
7 368.732 1 596.559 1 924.058
5 894.986 798.279 1 698.902
7 368.732 716.448 2 217.428
9 126.177 798.279 2 217.428
Catatan: Indonesian (INA), Malaysian (MYS)
Berdasarkan hasil tersebut, pendapatan tertinggi terdapat dalam kelompok Indonesia-Malaysian sedangkan pendapatan terendah terdapat dalam kelompok Indonesia-Indonesian. Kelompok mahasiswa yang memiliki interval kelompok paling besar adalah kelompok Indonesia-Malaysian yang menggambarkan keragaman dan perbedaan kondisi ekonomi yang cukup jauh. Sedangkan kelompok mahasiswa yang memiliki interval kelompok paling kecil adalah kelompok Indonesia-Indonesian yang menggambarkan kondisi ekonomi subjek yang cenderung homogen. Selanjutnya, pendapatan mahasiswa digolongkan ke dalam tiga kategori ekonomi yakni ekonomi rendah, sedang dan tinggi. Penggolongan ini dilakukan berdasarkan nilai pendapatan terendah dan tertinggi untuk setiap kelompoknya maupun secara keseluruhan (Tabel 6 dan 7). Berdasarkan hasil pengolahan, terlihat keberagaman kategori ekonomi untuk setiap kelompok. Sebagian besar mahasiswa tergolong ke dalam status ekonomi rendah hingga sedang. Hal ini diakibatkan oleh tingginya kesenjangan total tingkat ekonomi mahasiswa di setiap kelompok. Mahasiswa Indonesia dan Malaysia yang bersekolah di Malaysia memiliki rataan status ekonomi yang lebih baik dibandingkan yang bersekolah di Indonesia. Persebaran ini mengikuti biaya hidup Malaysia yang lebih tinggi daripada Indonesia. Hasil juga menunjukkan bahwa rataan status ekonomi mahasiswa Malaysia secara keseluruhan lebih tinggi daripada mahasiswa Indonesia. Hasil ini sesuai dengan penggolongan oleh Bank Dunia (2012) bahwa pendapatan per kapita per tahun Malaysia (21 430 USD) tergolong ke dalam negara dengan pendapatan menengah keatas sedangkan
14 Indonesia (8 740 USD) tergolong ke dalam negara dengan pendapatan menengah kebawah. Tabel 6 Kategori penggolongan tingkat ekonomi Lokasi Tinggal
Kebangsaan INA MYS INA MYS INA MYS Total
Indonesia Malaysia
Total
Rendah < 989.380 < 3 724.390 < 3 520.617 < 2 497.182 < 2 933.876 < 3 574.245 < 3 519.691
Status Ekonomi Sedang 989.380 ≤ x ≤ 3 519.691 3 724.390 ≤ x ≤ 6 425.284 3 520.617 ≤ x ≤ 5 444.675 2 497.182 ≤ x ≤ 4 196.084 2 933.876 ≤ x ≤ 5 151.304 3 574.245 ≤ x ≤ 6 350.211 3 519.691 ≤ x ≤ 6 322.934
Tinggi > 3 519.691 > 6 425.284 > 5 444.675 > 4 196.084 > 5 151.304 > 6 350.211 > 6 322.934
Tabel 7 Penggolongan tingkat ekonomi Indonesia Status Ekonomi
INA
Malaysia MYS
INA
MYS
n
%
n
%
n
%
n
%
Rendah Sedang Tinggi
19 13 3
54.29 37.14 8.57
22 5 3
73.33 16.67 10
4 6 4
28.57 42.86 28.57
15 7 3
60 28 12
Total
35
100
30
100
14
100
25
100
Setelah itu, dilakukan pula penghitungan proporsi pengeluaran mahasiswa untuk pangan terhadap pengeluaran total dan didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 8 Persentase pengeluran pangan Lokasi Tinggal Kebangsaan Persentase Pengeluaran Pangan INA 72.79 Indonesia MYS 39.94 INA 56.72 Malaysia MYS 62.45 INA 57.63 Total MYS 60.39 Total 59.01
Berdasarkan hasil pengolahan, diketahui bahwa kelompok mahasiswa dengan persentase alokasi pengeluaran untuk pangan terkecil adalah mahasiswa Malaysia yang berada di Indonesia, sedangkan yang terbesar adalah mahasiswa Indonesia yang berada di Indonesia. Hal ini menunjukkan secara umum status ekonomi mahasiswa Indonesia yang berada di Indonesia adalah rendah (pengeluaran untuk pangan diatas 70%) karena sebagian besar pendapatannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer (pangan). Namun, jika dikelompokkan berdasarkan kewarganegaraan, persentase pengeluaran pangan pada mahasiswa Malaysia lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa status
15 ekonomi mahasiswa yang tinggi berada pada kelompok Malaysia-Indonesian dan Indonesia-Malaysian, yakni mahasiswa yang belajar bukan di negara asalnya. Pengetahuan Gizi Pengukuran pengetahuan gizi dilakukan dengan menguji subjek melalui 20 pertanyaan tertutup berbentuk pilihan ganda dengan 4 opsi mengenai gizi dan pengetahuan umum seputar susu. Pertanyaan meliputi pengetahuan dasar mengenai gizi seperti definisi zat gizi, pengertian diet, dan zat pembangun. Pertanyaan selanjutnya mencakup pengetahuan dasar mengenai susu dan kandungan gizi susu seperti definisi susu, bentuk protein dalam susu dan penyakit akibat kekurangan kalsium. Setelah pengetahuan dasar, diberikan pertanyaan mengenai pengetahuan umum tentang susu seperti hewan yang menghasilkan susu, collostrum, definisi susu rendah lemak, produk turunan susu, dan kelainan mencerna susu. Selanjutnya diberikan pertanyaan lanjutan mengenai karakteristik susu yang baik dan informasi yang perlu diketahui sebagai konsumen susu seperti bentuk-bentuk pengolahan susu, pH ideal susu segar, rentang umur aman mengonsumsi susu sapi, dan detil masa simpan berbagai hasil pengolahan susu serta cirinya ketika sudah tidak layak konsumsi. Kuesioner ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris) namun konten dan pemahamannya tetap sama. Selanjutnya, data ditabulasi secara deskriptif dan digolongkan berdasarkan kategori Khomsan (2000) dengan hasil sebagai berikut: Tabel 9 Pengetahuan gizi Indonesia Pengetah-uan Gizi
INA n
Malaysia
MYS
%
n
%
INA n
Total
MYS
%
n
%
INA n
MYS
%
n
%
Rendah Sedang Tinggi
30 4 1
86 11 3
7 17 6
23 57 20
5 8 1
36 57 7
4 19 2
16 76 8
35 12 2
71 24 4
11 36 8
20 65 15
Total
35
100
30
100
14
100
25
100
49
100
55
100
Berdasarkan hasil yang diperoleh, didapat bahwa secara keseluruhan mahasiswa berkebangsaan Malaysia memiliki pengetahuan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa berkebangsaan Indonesia, walaupun mayoritas masih tergolong ke dalam kategori sedang. Secara keseluruhan pengetahuan gizi mahasiswa berada pada kategori sedang dan rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan mahasiswa mengenai gizi dan susu masih belum mendalam dan perlu ditingkatkan. Setelah dianalisis lebih lanjut, mahasiswa Indonesia baik yang bersekolah di Indonesia maupun di Malaysia mayoritas mengetahui pengetahuan dasar mengenai kandungan gizi susu dan tidak mengetahui informasi mengenai karakteristik susu. Sedangkan untuk mahasiswa Malaysia baik yang bersekolah di Indonesia maupun di Malaysia memahami informasi dasar mengenai kandungan gizi susu dan informasi yang perlu diketahui konsumen seperti rentang umur aman mengonsumsi susu sapi dan metode pengolahan produk susu. Namun, kelompok subjek ini mayoritas tidak mengetahui masa simpan produk susu untuk menjaga agar kualitasnya tetap baik.
16 Kebiasaan dan Pola Makan Kebiasaan dan pola makan meliputi jenis produk susu dan olahan yang dikonsumsi, cara pengolahannya, waktu mengonsumsi dan kedudukan produk susu dan olahannya dalam menu makanan. Data diperoleh melalui kuesioner Food Frequencies yang dimodifikasi sehingga menggambarkan kebiasaan dan pola makan subjek. Karakteristik kebiasaan dan pola makan berbeda untuk setiap kelompok (Lampiran 4 dan 5). Produk susu dan olahannya yang paling digemari oleh kelompok Malaysia-Malaysian adalah susu bubuk (64%) diikuti dengan yogurt (60%) dan susu cair plain dalam kemasan (48%). Sedangkan produk susu dan olahan yang paling digemari oleh kelompok Malaysia-Indonesian adalah susu cair dalam kemasan berperisa, susu bubuk dan yogurt dengan proporsi yang sama yakni 64.29%. Produk susu dan olahannya yang paling digemari oleh kelompok Indonesia-Malaysian adalah susu cair dalam kemasan plain (66.67%), diikuti dengan susu bubuk (60%) dan es krim (53.33%). Sedangkan produk susu dan olahan yang paling digemari oleh kelompok Indonesia-Indonesian adalah susu cair dalam kemasan berperisa (65.71%), diikuti dengan susu cair dalam kemasan plain dan es krim dengan proporsi sebesar 31.34% dan 34.29%. Perbedaan preferensi subjek antara susu cair dalam kemasan berperisa dengan plain mungkin diakibatkan oleh kebiasaan keluarga yang cenderung menyediakan susu cair dalam kemasan berperisa di rumah (Hendijani and AbKarim 2010). Menurut USDA (2011, 2012 & 2013a), terdapat tiga jenis produk yang mendominasi pasar di Indonesia yaitu susu siap minum UHT (26%), susu kental manis (35%), dan susu bubuk (39%). Selama tujuh tahun terakhir industri susu cair dalam kemasan mengalami pertumbuhan sebesar 17.39% sedangkan susu kental manis mengalami pertumbuhan sebesar 4.745%. Pertumbuhan penjualan susu kental manis menurun dan diprediksi akan semakin menurun seiring dengan perubahan preferensi konsumen yang semakin matang dengan beralih pada susu segar karena proses pembuatan susu kental manis menggunakan susu produksi lokal dengan kualitas yang rendah, gula dan susu bubuk impor. Namun, 57% pangsa pasar di Indonesia masih dikuasai oleh tiga produsen besar susu bubuk. Cara pengolahan produk susu dan olahannya untuk setiap kelompok hampir sama, yakni mengonsumsi langsung seluruh produk susu dan olahannya (84.21%). Hanya saja pada produk keju, baik keju cheddar maupun keju singles, mayoritas responden di semua kelompok lebih memilih untuk mengonsumsinya bersamaan dengan pangan lain. Sedangkan untuk susu cair dalam kemasan plain beberapa subjek memilih untuk mengonsumsinya bersamaan dengan pangan lain seperti sereal, walaupun mayoritas subjek tetap memilih untuk mengonsumsinya langsung tanpa disertai dengan pangan lain. Waktu mengonsumsi produk susu dan olahannya untuk setiap kelompok hampir sama, yakni mengonsumsi produk susu seperti susu segar, susu cair dalam kemasan baik yang berperisa maupun tidak dan susu bubuk untuk dikonsumsi sebagai sarapan dan snack. Sedangkan untuk yogurt, susu berfermentasi dan es krim lebih disukai untuk dikonsumsi sebagai snack. Produk keju seperti keju cheddar dan keju singles lebih dipilih untuk menjadi menu makan malam dan dikonsumsi sebagai snack.
17 Berdasarkan hasil tabulasi kuesioner, didapatkan kesimpulan bahwa produk susu seperti susu segar, susu cair dalam kemasan berperisa maupun plain dan susu bubuk lebih dipilih untuk dikonsumsi sebagai menu sarapan dengan kedudukan sebagai minuman. Sedangkan produk olahan susu seperti yogurt, susu berfermentasi dan es krim lebih disukai untuk dikonsumsi sebagai snack tanpa adanya campuran dengan bahan makanan lain. Produk keju seperti keju cheddar dan keju singles lebih dipilih untuk menjadi menu makan malam dan dikonsumsi sebagai snack bersamaan dengan makanan lain atau sebagai pelengkap menu yang dikonsumsi. Alasan Mengonsumsi Alasan subjek mengonsumsi produk susu dan olahannya dikategorikan menjadi 6 jenis, yakni faktor kebiasaan keluarga, fungsi organoleptik yang diwakili dengan rasa, alasan kesehatan, alasan kepraktisan, alasan kemudahan akses mendapatkan produk dan alasan karena menghindari produk lain (Boniface and Umberger 2012). Subjek diperbolehkan untuk memilih lebih dari satu alasan. Terdapat 304 jenis produk susu dan produk olahannya yang dikonsumsi oleh 104 responden di kedua negara. Adapun penguraian hasil tabulasi (Lampiran 4) adalah sebagai berikut: sebanyak 17.43% subjek memilih alasan kebiasaan keluarga, 48.68% memilih karena alasan rasa produk, 43.75% memilih produk karena alasan kesehatan. Sebanyak 12.83% subjek memilih produk karena alasan kepraktisan dan 13.49% memilih karena kemudahan mendapatkan produk susu dan produk olahannya. Tidak ada responden yang memilih produk susu dan olahannya karena menghindari produk lain. Alasan kesehatan merupakan alasan yang banyak dipilih oleh subjek. Hal ini dikarenakan masyarakat umum sudah mengetahui manfaat dan khasiat susu dan produk olahannya bagi kesehatan. Namun, alasan rasa produk menjadi alasan yang paling banyak dipilih. Hal ini sedikit berbeda dengan yang di sampaikan oleh Prescott et al. (2002) yang menyatakan bahwa alasan yang paling kuat bagi penduduk Malaysia untuk mengonsumsi susu adalah karena alasan kesehatan. Kandungan lemak dalam susu dan produk olahannya yang tinggi memberikan rasa creamy dan tekstur yang baik sehingga menghasilkan kombinasi rasa yang disukai oleh subjek. Karakteristik Lingkungan Karakteristik lingkungan meliputi akses subjek dalam mendapatkan pangan, ketersediaan dan produksi produk susu dan olahannya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi. Subjek tidak akan bisa mengonsumsi produk jika tidak ada akses ataupun ketersediaan produk di pasaran, walaupun subjek menginginkannya dan memiliki pendapatan yang cukup untuk membelinya. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, jenis produk susu dan olahan yang tersedia di Indonesia berbeda dengan yang tersedia di Malaysia. Terdapat 8 dari 9 jenis produk susu dan olahannya yang diamati dapat dijumpai di Malaysia, sedangkan seluruh produk susu dan olahannya yang diamati dapat dijumpai di Indonesia. Produk susu yang tidak dijumpai di Malaysia adalah produk susu segar (susu dengan pengolahan pemanasan sederhana tanpa adanya pengemasan khusus). Hal ini dikarenakan lokasi penelitian di Indonesia berdekatan dengan
18 peternakan sapi yang menyediakan susu segar. Namun, jumlah dan varian rasa ataupun bentuk produk susu dan olahannya lebih banyak dijumpai di pasar Malaysia. Harga dan ukuran setiap jenis produk susu berbeda di setiap negara. Di Malaysia, setiap jenis produk dengan ukuran kemasan yang sama memiliki harga yang sama, sedangkan di Indonesia harga setiap jenis produk bisa berbeda jauh antara merek dagang satu dengan yang lainnya, walaupun bentuk dan ukuran kemasannya sama. Hal ini mengakibatkan persaingan antar produsen Malaysia semakin kompetitif, dimana produsen dituntut untuk memberikan kualitas terbaik dengan harga pasar yang sama dengan kompetitornya untuk memperebutkan pasar. Sedangkan kompetisi produk susu di Indonesia cenderung lebih bebas. Mengantisipasi segmentasi pasar yang lebih luas dengan menjangkau pembeli dengan daya beli rendah, beberapa produsen produk susu di Indonesia mengeluarkan produk susu dalam kemasan yang lebih kecil dan produk susu berfermentasi yang memiliki kandungan susu lebih sedikit dibandingkan produk susu siap minum lainnya (USDA 2012). Tabel 10 Harga jual rata-rata berbagai produk susu dan olahannya Produk Susu Segar Susu Cair dalam Kemasan plain Susu Cair dalam Kemasan Berperisa Susu Bubuk Yogurt Susu Berfermentasi Es Krim Keju Cheddar Keju Singles**
Harga Jual rata-rata (USD)* Indonesia Malaysia 0.299 0 0.384 0.553 0.384 0.553 0.128 0.246 0.384 0.553 0.290 0.307 0.341 0.614 1.279 1.535 1.194 3.162
*per kemasan sesuai dengan takaran saji **kemasan dengan takaran saji terkecil
Harga untuk susu segar di Indonesia berkisar antara IDR 3000-3500 (0.2560.299USD) untuk ukuran kemasan 250mL. Sedangkan untuk susu cair dalam kemasan plain dan berperisa di Indonesia berkisar antara IDR 3700-4500 (0.3160.384USD) dan di Malaysia dijual dengan harga MYR 1.8 (0.553USD) untuk ukuran kemasan 250mL. Harga susu bubuk di Indonesia lebih murah dibandingkan dengan harga susu bubuk di Malaysia untuk setiap takaran sajinya (30gram) yakni IDR 1500 (0.128USD) dan MYR 0.8 (0.246USD). Namun, untuk jenis susu yang dilengkapi oat dengan takaran saji 35gram harga jual di Malaysia lebih mahal dibandingkan dengan di Indonesia yakni IDR 1000 (0.085USD) dan MYR 1.2 (0.368USD). Selain produk susu, terdapat pula produk olahan susu seperti yogurt, susu berfermentasi, es krim dan keju (cheddar dan singles). Secara umum, harga jual produk olahan susu yang dijual di Malaysia lebih mahal dibandingkan dengan produk yang dijual di Indonesia. Seperti yogurt dengan takaran saji 135gram harga jual di Indonesia adalah 0.384USD sedangkan di Malaysia adalah 0.553USD. Hal ini juga terjadi pada susu berfermentasi dengan takaran saji 150mL yakni 0.290USD dan 0.307USD, serta es krim dengan takaran saji 30gram
19 yakni 0.341USD dan 0.614USD. Produk olahan susu seperti keju cheddar kemasan 200gram memiliki nilai jual 1.279USD di Indonesia dan 1.535USD di Malaysia. Sedangkan untuk satu lembar keju singles dijual dengan harga 0.119USD di Indonesia dan 0.316USD di Malaysia. Akses subjek dalam memperoleh susu dan produk olahannya juga diobservasi secara langsung. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat 4 supermarket di Indonesia dan 1 supermarket di Malaysia dalam radius 2KM dari lokasi tempat tinggal subjek. Namun, jika diukur berdasarkan kapasitas dan ukuran penjualan, supermarket di Malaysia memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan supermarket-supermarket yang ada di Indonesia. Supermarket adalah lokasi yang paling diminati oleh subjek untuk mendapatkan susu dan produk olahannya (63.16%). Hal ini dikarenakan harga jual produk di supermarket cenderung lebih murah dengan pilihan varian, jenis dan ukuran kemasan yang lebih beragam sehingga meningkatkan preferensi konsumen untuk mengonsumsinya. Selain itu supermarket juga dinilai lebih baik dalam menangani dan menjaga kualitas produk yang mudah rusak seperti produk olahan susu (USDA 2013b). Tabel 11 Tingkat ketersediaan berbagai produk susu dan olahannya Produk Susu Segar Susu Cair dalam Kemasan Plain Susu Cair dalam Kemasan Berperisa Susu Bubuk Yogurt Susu Berfermentasi Es Krim Keju Cheddar Keju Singles
Tingkat Ketersediaan* Indonesia Malaysia 1 0 2 3 3 3 3 3 1 3 2 3 2 3 1 3 1 3
*berdasarkan kategori pada Tabel 12
Tabel 12 Kategori tingkat ketersediaan berbagai produk susu dan olahannya Kategori 0 1 2 3
Deskripsi
Jumlah Penjual
Tidak ada Kurang Cukup Banyak
0 <2 2-5 >5
Kuantitas dan Variasi Ketersediaan 0 <25% 25%-75% >75%
Intensitas Re-stock per Bulan 0 <5 5-10 >10
Selain supermarket, mini-market 24 jam juga diamati dalam penelitian ini. Mini market 24jam memiliki nilai preferensi 36.51%. Terdapat 5 jenis minimarket 24 jam yang terdapat di sekitar tempat tinggal subjek di Indonesia dengan jumlah 8 buah, sedangkan di Malaysia terdapat 2 jenis mini market 24 jam dengan jumlah 3 buah. Dyck et al. (2012) menyatakan bahwa masyarakat Indonesia cenderung lebih memilih berbelanja di mini-market 24 jam daripada di warung kelontong atau sumber penyedia lain yang tidak modern.
20 Sumber penyedia lain adalah warung kelontong dengan nilai preferensi sebesar 7.57%. Jumlah warung kelontong yang menyediakan susu dan produk olahannya di Indonesia mencapai lebih dari 30 toko sedangkan di Malaysia jumlahnya tidak lebih dari 10 toko. Jumlah dan varian susu dan produk olahan yang dijual lebih beragam di warung kelontong Malaysia jika dibandingkan dengan warung kelontong di Indonesia. Hal ini sesuai dengan USDA (2013b) yang menyatakan peran pengecer kecil (salah satu contohnya adalah warung kelontong) sebesar 56% dari total penjualan secara keseluruhan. Penyalur produk susu dan olahannya di Indonesia dilakukan oleh lembaga milik negara yakni “Susu Murni Nasional” yang mengolah hasil produksi para petani susu di pengalengan dengan preferensi sebesar 0.99%, sedangkan di Malaysia belum dijumpai penyalur harian seperti itu. Selain itu, di Malaysia tidak dijumpai pasar ataupun peternakan sapi di sekitar tempat tinggal subjek, sedangkan di Indonesia terdapat 2 buah pasar dengan preferensi sebesar 0.33% dan satu buah peternakan sapi di sekitar lokasi tempat tinggal subjek dengan preferensi sebesar 1.32%. Banyaknya jumlah varian produk olahan susu di Malaysia di stimulus oleh derasnya arus impor barang sehingga mendorong pertumbuhan industri makanan yang signifikan. Industri pangan Malaysia sebagian besar memfokuskan produksinya untuk memenuhi permintaan domestik, walaupun beberapa perusahaan besar menargetkan pangsa pasar ke ASEAN bahkan Jepang. Berdasarkan data Malaysian Investment Development Authority (MIDA) negara tersebut melakukan ekspor sebesar 4.4 Juta Dolar Amerika, termasuk didalamnya adalah produk olahan susu (USDA 2013b). Secara keseluruhan, akses produk susu dan olahannya lebih mudah dijumpai di Indonesia dibandingkan di Malaysia. Namun, dari segi ketersediaan jenis, jumlah dan varian produk lebih beragam pada produk yang dijual di Malaysia dibandingkan dengan yang disediakan di Indonesia. Teknik pemasaran dan distribusi di Malaysia dinilai lebih efektif dan efisien, sedangkan kompetisi pasar persaingan sempurna lebih terasa di penyedia susu dan produk olahan di Indonesia. Konsumsi Susu Penelitian ini mengukur intensitas dan kuantitas konsumsi responden yang diwakili dengan jumlah dan frekuensi mengonsumsi susu dalam kegiatan meminum susu, yang dalam hal ini berupa susu segar, susu cair dalam kemasan baik yang berperisa maupun tidak dan susu bubuk. Sedangkan kualitas konsumsi didapatkan dari kontribusi zat gizi dari pilihan jenis susu yang dikonsumsi terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata responden. Intensitas dan kuantitas konsumsi dinyatakan dalam total konsumsi. Sedangkan, kualitas konsumsi diukur berdasarkan kontribusi susu dalam memenuhi AKG rata-rata. Total konsumsi ditabulasi hingga merepresentasikan data konsumsi per tahun subjek dalam liter. Berdasarkan hasil akumulasi konsumsi susu subjek, diketahui bahwa kelompok dengan rataan konsumsi susu tertinggi adalah kelompok MalaysiaIndonesian sedangkan rataan konsumsi susu terendah adalah kelompok IndonesiaIndonesian. Namun, secara keseluruhan konsumsi susu mahasiswa Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa Malaysia. Hal ini sesuai dengan
21 data yang menunjukkan rata-rata konsumsi susu masyarakat Indonesia pertahun berkisar antara 11L (USDA 2011), 11.95L (KEMENPERIN & USDA 2012) sampai 12.83L (USDA 2013a). Jumlah ini masih jauh dibandingkan dengan ratarata konsumsi susu masyarakat Malaysia yang mencapai 50.9L/kapita/tahun (USDA 2013b). Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan jumlah konsumsi yang lebih tinggi. Hal ini bisa diakibatkan oleh pengetahuan akan manfaat susu bagi kesehatan mahasiswa lebih tinggi dibandingkan dengan pengetahuan masyarakat pada umumnya yang mendorong mahasiswa untuk lebih mengonsumsi susu dan memilih produk susu yang lebih segar serta lebih alami seperti susu segar dan susu cair dalam kemasan (USDA 2011 & 2012). Tabel 13 Konsumsi susu Nilai Minimum Maksimum Rata-rata Std. deviasi n
Indonesia INA MYS 0 0 270 276 51.771 78.500 61.838 77.156 35 30
Malaysia INA MYS 9 0 184.200 294 97.800 77.880 62.155 80.877 14 25
Total INA MYS 0 0 270 294 39.773 46.358 55.556 66.998 49 55
Kelompok dengan rata-rata konsumsi tertinggi dan terendah adalah kelompok subjek yang berkebangsaan Indonesia, hanya saja berbeda lokasi tempat tinggalnya. USDA (2013a) menyatakan bahwa pertumbuhan konsumsi susu siap minum di Indonesia didorong oleh berkembangnya kesadaran konsumen akan manfaat susu bagi kesehatan dan bertambahnya jumlah masyarakat kelompok menengah (dengan pengeluaran 2-20USD/hari) yang mengalami peningkatan sebanyak 56.5% di tahun 2010 dan berjumlah 37.6% dari populasi total pada tahun 2013. Mahasiswa yang bersekolah di Malaysia tergolong dalam kategori sosial ekonomi tinggi secara keseluruhan namun dengan proporsi pengeluaran pangan yang cukup besar yakni 56.72%. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh harga jual produk susu yang lebih tinggi di Malaysia sehingga mendorong perilaku yang lebih konsumtif pada subjek kelompok MalaysiaIndonesian. Selain itu, menurut laporan tahunan USDA (2013b), sebanyak 60% dari populasinya berada pada kelompok sosial menengah keatas dan mengalami peningkatan daya beli. Secara signifikan gaya hidup masyarakat Malaysia mengalami peningkatan kearah gaya hidup modern dan serba praktis. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan konsumsi makanan dan minuman impor dari negara barat. Hal ini juga mungkin mempengaruhi pelajar asal Indonesia yang belajar di sana. Secara umum, konsumsi susu seseorang dapat dipengaruhi oleh perbedaan tempat tinggal. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan bahwa kelompok subjek yang memiliki persentase pemenuhan dibawah rata-rata adalah kelompok IndonesiaIndonesian sedangkan kelompok subjek yang lain memiliki persen pemenuhan AKG diatas rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi konsumsi susu dalam pemenuhan AKG paling rendah untuk kelompok subjek mahasiswa Indonesia yang bersekolah di Indonesia. Jumlah ini dapat menjadi evaluasi untuk meningkatkan kontribusi konsumsi pangan sumber protein yang berasal dari pangan hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi harian masyarakat karena protein hewani memiliki daya cerna yang lebih baik dibandingkan dengan protein nabati
22 (Winarno 2000). Evaluasi dapat dilakukan dengan meningkatkan faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi susu. Tabel 14 Persentase pemenuhan AKG dari konsumsi susu Lokasi Tinggal Indonesia Malaysia Total
Kebangsaan INA MYS INA MYS INA MYS Total
Persen Pemenuhan AKG Energi Protein 4.02 7.96 6.10 12.07 7.60 15.04 6.05 11.98 5.81 11.50 6.08 12.03 5.95 11.76
Pengaruh Harga dan Ketersediaan terhadap Preferensi Konsumsi Harga suatu produk dapat mempengaruhi preferensi konsumen untuk memilih produk yang akan dikonsumsinya. Berdasarkan hasil pengolahan (Tabel 10, Lampiran 4 dan 5), harga jual suatu produk susu tidak selalu mempengaruhi preferensi konsumen untuk memilihnya. Terbukti dengan susu berfermentasi sebagai produk olahan susu termurah namun tidak memiliki pemilih yang paling banyak. Produk olahan susu yang paling digemari adalah yogurt. Namun, untuk produk susu, harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi. Terbukti dengan susu bubuk sebagai produk susu dengan harga jual termurah memiliki jumlah pemilih terbanyak, walaupun perbedaan jumlah konsumennya dengan produk susu cair dalam kemasan sangat sedikit. Preferensi konsumen terhadap susu dan produk olahannya tidak berdasarkan harga, namun lebih berdasarkan pada penggunaan serta kedudukan susu dan produk olahan pada menu makanan. Ketersediaan suatu produk juga dapat menjadi hal yang mempengaruhi preferensi konsumen. Berdasarkan Tabel 11, Lampiran 4 dan 5, dapat diketahui bahwa semakin baik tingkat ketersediaan suatu produk, maka semakin tinggi pula preferensi konsumen untuk mengonsumsi produk tersebut. Hal ini terlihat pada susu cair dalam kemasan dan susu bubuk yang memiliki tingkat ketersediaan paling baik dan jumlah konsumen paling banyak. Ketersediaan susu di kedua negara didominasi oleh produk impor. Produksi dalam negeri Indonesia berasal dari petani-petani susu yang memiliki dua sampai tiga sapi. Permasalahan yang dihadapi adalah produktivitas yang rendah, kualitas susu yang buruk, dan masa laktasi yang sebentar (Dong 2005). Berbagai program sudah dilakukan oleh pemerintah dan pihak swasta untuk mendorong produktivitas namun tidak membuahkan hasil yang memuaskan (USDA 2003; Riethmuller et al. 1999). Produksi lokal hanya dapat memenuhi 35% dari kebutuhan nasional (USDA 1999a). Berbeda dengan produksi susu, industri pengolahan susu dikuasai oleh produsen-produsen besar yang menguasai pasar susu segar sebanyak 80% (Riethmuller et al. 1999; USDA 1999a). Pemenuhan kebutuhan industri ini didapatkan melalui impor. Hal yang berbeda terjadi di Malaysia. Pertumbuhan industri produk susu berkembang seiring dengan bertambahnya imigran asal India pada awal abad ke20. Produksi susu terpusat pada area perkebunan karet dan kelapa sawit (USDA
23 1999b). Pada tahun 1971, pemerintah Malaysia memperkenalkan kebijakan Ekonomi Baru untuk mendukung perkembangan industri susu dalam negeri. Pada tahun 1990an, 60% hasil produksi susu ditampung dan di pasarkan langsung oleh badan khusus yang menangani masalah produksi susu secara nasional. Selain itu, pemerintah Malaysia juga melakukan pembatasan impor produk susu, program meminum susu di sekolah dan investasi untuk pengembanagan industri ini (Zhang et al. 2003). Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan Preferensi dan Konsumsi Hal yang mempengaruhi konsumsi produk susu dan produk pangan lain yang memiliki khasiat kesehatan yang baik di Malaysia salah satunya adalah tingkat ekonomi dan pengetahuan masyarakat mengenai gizi (Ong et al. 2008; Prescott et al. 2002; Quah and Tan, 2010; Radam et al. 2010; Rezai et al. 2010; Rezai, et al., 2011; Shaharudin et a.l 2010; Sheng et al. 2008). Hal ini mendorong terjadinya peningkatan permintaan akan produk susu seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat akan manfaat kesehatan yang diberikan oleh produk susu yang mengandung berbagai vitamin dan mineral essensial. Penelitian ini menguji korelasi antara pengetahuan gizi dan tingkat ekonomi dengan preferensi dan konsumsi susu subjek dikeempat kelompok. Subjek yang digolongkan sesuai dengan status kewarganegaraannya sebagai representatif konsumsi susu nasional negaranya serta penggabungan keempat kelompok subjek sebagai representasi konsumsi susu mahasiswa pada umumnya di Indonesia dan Malaysia. Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Konsumsi Susu Semakin tinggi pengetahuan seseorang akan gizi dan manfaat makanan bagi tubuhnya maka semakin tinggi pula konsumsinya pada makanan tersebut (Prescott et al. 2002). Hal ini tidak terbukti pada penelitian kali ini. Subjek pada kelompok Malaysia-Indonesian memiliki konsumsi yang paling tinggi, walaupun rataan pengetahuan gizinya bukan yang tertinggi. Kelompok Indonesia-Malaysian yang memiliki rataan pengetahuan gizi terbaik memiliki rataan konsumsi lebih rendah 19.3L susu per kapita per tahun dibandingkan dengan subjek pada kelompok Malaysia-Indonesian. Selanjutnya, hubungan antara pengetahuan gizi dengan kuantitas konsumsi diuji lebih lanjut dengan uji korelasi Pearson. Terdapat korelasi yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan kuantitas minum susu pada mahasiswa berkebangsaan Malaysia dengan tingkat keeratan hubungan yang rendah. Hal ini terlihat pada Tabel 15 yang menunjukkan rataan pengetahuan gizi dan konsumsi yang tidak berbeda jauh antara kelompok Malaysia-Malaysian dengan Indonesia-Malaysian. Bisa disimpulkan bahwa pengetahuan gizi berkorelasi positif terhadap konsumsi susu mahasiswa Malaysia, namun tidak berkorelasi nyata pada mahasiswa Indonesia. Hal ini mungkin diakibatkan oleh belum membudayanya kegiatan meminum susu di Indonesia. Selain itu, pemerintah Malaysia melakukan langkah yang lebih jauh untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya meminum susu melalui berbagai program seperti meminum susu di sekolah dan investasi untuk pengembangan industri produk susu (Zhang et al. 2003). Secara keseluruhan pengetahuan gizi mahasiswa Indonesia dan Malaysia berkorelasi nyata dengan kuantitas konsumsi minum susu walaupun taraf signifikasinya sangat rendah.
24 Tabel 15 Rata-rata tingkat pengetahuan gizi dan konsumsi susu Lokasi Tinggal Indonesia Malaysia Total
Kebangsaan INA MYS INA MYS INA MYS Total
Pengetahuan Gizi Rataan Std. Deviasi 9.43 2.524 13.7 3.485 12.36 2.678 13.56 2.043 10.27 2.871 13.64 2.895 11.69 3.301
Konsumsi Rataan Std. Deviasi 51 771.43 61 838.464 78 500.00 77 156.245 97 800.00 62 155.438 77 880.00 80 877.129 39 773.88 55 556.068 46 358.18 66 998.305 71 953.85 72 113.536
n 35 30 14 25 49 55 104
Tabel 16 Hubungan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi susu Lokasi Tinggal Kebangsaan Koefisien Korelasi Signifikasi INA -0.073 0.678 Indonesia MYS 0.348 0.059 INA -0.185 0.527 Malaysia MYS -0.080 0.705 INA -0.216 0.136 Total MYS 0.269* 0.047 Total 0.194* 0.049 *Uji korelasi (Pearson), p<0,05
Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Preferensi Konsumsi Susu Semakin tingginya pengetahuan masyarakat membuat mereka lebih memperhatikan tentang kesehatan melalui pilihan jenis makanan dan bentuk diet (Quah and Tan 2010). Dengan kata lain, pengetahuan gizi akan mempengaruhi preferensi konsumen dalam memilih produk olahan susu guna memenuhi kebutuhan gizinya. Hasil pengolahan data pengetahuan gizi dan preferensi konsumsi disajikan pada Tabel 17. Terlihat bahwa kelompok dengan rataan pengetahuan gizi tertinggi adalah kelompok Indonesia-Malaysian, sedangkan kelompok dengan rataan pengetahuan gizi terendah adalah kelompok IndonesiaIndonesian. Mahasiswa asal Malaysia secara umum memiliki pengetahuan gizi yang lebih baik daripada mahasiswa Indonesiaa. Hal ini terlihat dari rataan kelompok Malaysian yang lebih besar daripada kelompok Indonesian. Namun secara keseluruhan mahasiswa perlu meningkatkan pengetahuannya akan gizi dan informasi seputar susu, ditandai dengan rataan yang berada pada kategori sedang menurut Khomsan (2000). Preferensi subjek pada kelompok Indonesia-Malaysian memiliki rataan preferensi yang lebih beragam, walaupun hanya berbeda sedikit dengan subjek pada kelompok Malaysia-Indonesian. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang bersekolah di luar negeri memiliki preferensi yang lebih beragam dibandingkan dengan mahasiswa yang bersekolah di negaranya sendiri. Preferensi dapat dipengaruhi oleh pengetahuan gizi seperti yang terlihat pada Tabel 17, mahasiswa yang belajar di luar negeri memiliki pengetahuan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa berkebangsaan sama namun bersekolah di negara asalnya. Hal serupa terjadi pada kelompok subjek berdasarkan kewarganegaraan, pengetahuan gizi rata-rata kelompok Malaysian lebih tinggi dan preferensi konsumsinya lebih beragam dibandingkan dengan subjek pada kelompok Indonesian.
25 Tabel 17 Rata-rata tingkat pengetahuan gizi dan preferensi konsumsi Lokasi Tinggal Indonesia Malaysia Total
Kebangsaan INA MYS INA MYS INA MYS Total
Pengetahuan Gizi Preferensi Konsumsi n Rataan Std. Deviasi Rataan Std. Deviasi 9.43 2.524 1.97 0.985 35 13.7 3.485 3.80 2.538 30 12.36 2.678 3.86 1.791 14 13.56 2.043 2.64 1.319 25 10.27 2.871 2.49 1.502 49 13.64 2.895 3.25 2.136 55 11.69 3.301 2.91 1.901 104
Hubungan antara pengetahuan gizi dan preferensi diuji lebih lanjut menggunakan korelasi Pearson dengan hasil tertera pada Tabel 18. Tabel 18 Hubungan antara pengetahuan gizi dengan preferensi konsumsi Lokasi Tinggal Kebangsaan INA Indonesia MYS INA Malaysia MYS INA Total MYS Total
Koefisien Korelasi Signifikasi 0.005 0.977 0.044 0.819 * 0.557 0.039 0.294 0.153 ** 0.433 0.002 0.090 0.513 0.289** 0.003
*Uji korelasi (Pearson), p<0,05 **Uji korelasi (Pearson), p<0,01
Subjek di kelompok Malaysia-Indonesia menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan dengan taraf keeratan hubungan yang sedang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi maka semakin beragam pula produk susu dan olahan yang dikonsumsinya. Hal tersebut berdampak pada nilai korelasi kelompok Indonesian yang signifikan walaupun dengan taraf pengaruh yang sedang. Secara keseluruhan, pengetahuan gizi mahasiswa berkorelasi terhadap tingkat keberagaman susu dan produk olahan yang dikonsumsinya. Hubungan antara Tingkat Ekonomi dengan Konsumsi Hukum ekonomi menyatakan bahwa semakin tinggi sumber daya yang dimiliki oleh seseorang maka akan semakin tinggi pula peluang seseorang untuk mendapatkan barang dan atau jasa yang lebih banyak. Hal ini berlaku terbatas pada kebutuhan primer seperti makanan, karena manusia memiliki limitasi untuk menerima asupan makanan, walaupun pendapatannya cenderung tidak terbatas (Shaharudin et al. 2010; Sheng et al. 2008). Berdasarkan Tabel 19, kelompok dengan rataan pendapatan tertinggi adalah kelompok Malaysia-Indonesian dengan kuantitas minum susu paling tinggi pula. Hal yang bertentangan dengan hukum ekonomi yang dijabarkan diatas terjadi pada kelompok Malaysia-Malaysian dan Indonesia-Malaysian dimana rataan tingkat ekonomi yang tinggi tidak membuat rataan kuantitas meminum susunya menjadi lebih tinggi pula. Rataan konsumsi per kapita per tahunnya memiliki perbedaan jumlah dibawah 1L, walaupun rataan pendapatannya lebih dari 10 000USD per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan minum susu lebih
26 membudaya di mahasiswa Malaysia secara merata dan tidak terlalu dipengaruhi oleh tingkat ekonominya. Tabel 19 Rata-rata pendapatan dan konsumsi susu Lokasi Tinggal
Kebangsaan
Indonesia Malaysia Total
INA MYS INA MYS INA MYS Total
Pendapatan Rataan Std. Deviasi 1 004.49 214.696 3 552.10 2 137.906 4 241.50 2 057.454 2 573.56 1 310.039 1 929.35 1 833.601 3 107.31 1 859.883 2 552.31 1 931.176
Konsumsi n Rataan Std. Deviasi 51 771.43 61 838.464 35 78 500.00 77 156.245 30 97 800.00 62 155.438 14 77 880.00 80 877.129 25 39 773.88 55 556.068 49 46 358.18 66 998.305 55 71 953.85 72 113.536 104
Selanjutnya, hubungan antara tingkat ekonomi dengan kuantitas konsumsi diuji lebih lanjut dengan uji korelasi Pearson dengan hasil sebagai berikut: Tabel 20 Hubungan antara tingkat ekonomi dengan konsumsi susu Lokasi Tinggal Kebangsaan Koefisien Korelasi Signifikasi INA -0.047 0.787 Indonesia MYS 0.359 0.051 INA -0.525 0.054 Malaysia MYS -0.040 0.848 * INA -0.300 0.036 Total MYS 0.394** 0.003 Total 0.183 0.063 *Uji korelasi (Pearson), p<0,05 **Uji korelasi (Pearson), p<0,01
Terdapat korelasi negatif yang signifikan pada kelompok mahasiswa berkebangsaan Indonesia dan korelasi positif pada kelompok mahasiswa berkebangsaan Malaysia dengan taraf pengaruh yang rendah. Hal ini tidak berlaku pada keempat kelompok, meskipun pada kelompok mahasiswa yang bersekolah bukan di negara asalnya menunjukkan korelasi yang hampir signifikan. Hal ini diakibatkan karena ukuran sampel dapat mempengaruhi hasil pengujian korelasi Pearson (Usman dan Akbar 2000). Jika dilihat berdasarkan korelasi individu masing-masing subjek, besar rataan tingkat ekonomi dan konsumsi susu ternyata tidak menjamin adanya korelasi yang positif, melihat dari kecenderungan koefisien korelasi pada kelompok Malaysia-Indonesian. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ekonomi dan kuantitas konsumsi pada kelompok MalaysiaIndonesian cenderung homogen namun tidak berbanding lurus. Budaya meminum susu sudah melekat pada mahasiswa Malaysia. Terbukti dengan adanya korelasi positif antara tingkat ekonomi dengan jumlah susu yang diminum. Hal yang berbeda terjadi pada mahasiswa Indonesia. Mahasiswa Indonesia cenderung mengonsumsi produk lain selain susu yang diminum seiring dengan peningkatan tingkat ekonominya. Hal ini terbukti berdasarkan analisis hubungan tingkat ekonomi dengan intensitas dan kuantitas konsumsi susu yang telah dijabarkan di atas. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat ekonomi mahasiswa Indonesia maka akan semakin beragam preferensi konsumsi susu dan produk olahannya, namun kuantitas konsumsi susu yang diminumnya menurun. Pendistribusian alokasi pembelian produk yang
27 dikonsumsi akan mengurangi kuantitas pembelian beberapa produk karena manusia mempunyai limitasi dalam mengonsumsi produk pangan setiap harinya. Hubungan Tingkat Ekonomi dengan Preferensi Konsumsi Susu Dong (2006) dan Beghin (2006) memproyeksikan bahwa konsumsi susu pada masyarakat di Malaysia dan negara-negara ASEAN lain dalam sepuluh tahun kedepan akan meningkat dan semakin beragam seiring dengan keberlanjutan pertumbuhan populasi dan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang, maka semakin banyak dan berkualitas makanan yang dikonsumsinya (Rezai et al. 2011; Quah and Tan, 2010; Sheng et al. 2008). Berdasarkan Tabel 21, kelompok subjek yang memiliki rataan tingkat ekonomi tertinggi adalah kelompok Malaysia-Indonesian dengan tingkat keberagaman preferensi susu yang paling tinggi pula. Rataan tingkat ekonomi tertinggi setelahnya adalah kelompok Indonesia-Malaysian dengan rataan preferensi yang lebih rendah daripada kelompok Malaysia-Indonesian. Urutan selanjutnya adalah kelompok Malaysia-Malaysian dan Indonesia-Indonesian dengan rataan tingkat ekonomi dan keberagaman preferensi yang semakin menurun. Tabel 21 Rata-rata tingkat ekonomi dan preferensi konsumsi Lokasi Tinggal Kebangsaan Indonesia Malaysia Total
INA MYS INA MYS INA MYS Total
Pendapatan Preferensi Konsumsi Rataan Std. Deviasi Rataan Std. Deviasi 1 004.49 214.696 1.97 0.985 3 552.10 2 137.906 3.80 2.538 4 241.50 2 057.454 3.86 1.791 2 573.56 1 310.039 2.64 1.319 1 929.35 1 833.601 2.49 1.502 3 107.31 1 859.883 3.25 2.136 2 552.31 1 931.176 2.91 1.901
n 35 30 14 25 49 55 104
Hubungan antara tingkat ekonomi dan preferensi diuji lebih lanjut menggunakan korelasi Pearson tertera pada Tabel 22. Tabel 22 Hubungan antara tingkat ekonomi dengan preferensi konsumsi Lokasi Tinggal Kebangsaan INA Indonesia MYS INA Malaysia MYS INA Total MYS Total
Koefisien Korelasi 0.048 0.375* -0.029 -0.143 0.461** 0.319* 0.401**
Signifikasi 0.785 0.041 0.921 0.494 0.001 0.017 0
*Uji korelasi (Pearson), p<0,05 **Uji korelasi (Pearson), p<0,01
Secara umum mahasiswa yang bersekolah bukan di negara asalnya memiliki tingkat ekonomi rata-rata dan keberagaman konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang bersekolah di negaranya. Meskipun kelompok Malaysia-Indonesian merupakan kelompok subjek dengan rataan tingkat ekonomi dan preferensi konsumsi tertinggi, namun secara keseluruhan mahasiswa Indonesia memiliki rataan tingkat ekonomi dan preferensi yang lebih
28 rendah dibandingkan dengan mahasiswa Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan ekonomi pada mahasiswa Indonesia lebih tinggi daripada mahasiswa Malaysia. Dampak ini juga berpengaruh pada tingginya kesenjangan tingkat keberagaman konsumsi produk susu pada mahasiswa Indonesia, namun tidak berlaku pada mahasiswa Malaysia. Terdapat korelasi yang signifikan dengan pengaruh hubungan yang rendah pada kelompok Indonesia-Malaysian. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat ekonomi subjek Indonesia-Malaysian maka semakin beragam pula konsumsi produk susu dan olahannya. Hal ini tidak berlaku pada kelompok Malaysia-Malaysian, Malaysia-Indonesian dan Indonesia-Indonesian. Ini menunjukan pula bahwa tingkat ekonomi bukan merupakan faktor kunci yang mempengaruhi preferensi seseorang dalam mengonsumsi makanan yang beragam. Pemilihan produk susu dan olahan yang akan dikonsumsi merujuk pada tingkat kesukaan subjek terhadap masing-masing produk susu berdasarkan sifat organoleptik dan kebiasaan keluarga yang diterapkan. (Hendijani and AbKarim 2010). Terdapat subjek yang memiliki kebiasaan mengonsumsi susu plain bersama sereal sebagai menu sarapan pagi, terdapat pula subjek yang menjadikan susu berperisa sebagai snack. Terdapat subjek yang lebih meyukai yogurt, es krim atau susu berfermentasi sebagai snack. Kedudukan berbagai produk susu dan olahannya dalam menu makanan seseorang bersifat subtitusi ataupun komplementer, sehingga tingkat ekonomi tidak terlalu berpengaruh. Namun secara umum, tingkat ekonomi pada mahasiswa Indonesia dan Malaysia berkorelasi positif dengan keberagaman produk susu yang dikonsumsinya walaupun pengaruhnya rendah hingga sedang. Hubungan antara Kebiasaan Meminum Susu Saat Sarapan dengan Konsumsi Susu Mayoritas masyarakat menganggap bahwa meminum susu identik dilakukan di pagi hari sebagai salah satu menu sarapan atau bahan pelengkap menu sarapan seperti sereal. Kebiasaan ini sudah dilakukan sejak zaman dahulu oleh bangsabangsa Eropa yang membawa pengaruhnya ke dataran Melayu pada era penjajahan. Kondisi ini didukung oleh teknik-tenik pemasaran yang dilakukan produsen susu dengan berbagai bentuk kampanye dan ajakan persuasif untuk menjadikan susu sebagai bagian dari sarapan agar meningkatkan daya tahan tubuh dan kecerdasan otak. Hal ini menimbulkan dugaan apakah pengaruh dari teknik pemasaran yang dilakukan oleh produsen susu tersebut dapat berpengaruh pula pada keseluruhan kuantitas konsumsi susu harian seseorang. Pemberian 1 poin pada subjek yang biasa mengikutsertakan susu (cair ataupun bubuk) dalam menu makan paginya dan 0 poin pada subjek yang tidak melakukannya menjadikan batas kecenderungan penerapan kebiasaan ini adalah 0,5 poin. Tabel 23 menjabarkan hasil tabulasi kebiasaan sarapan dengan susu dan konsumsi minum susu per kapita per tahunnya. Hasil menunjukkan bahwa subjek pada kelompok Indonesia-Malaysian memiliki kecenderungan terbiasa sarapan dengan susu yang paling tinggi dengan poin yang paling mendekati angka 1. Sedangkan subjek pada kelompok Indonesia-Indonesian memiliki kecenderungan yang paling rendah. Kecenderungan memasukan susu pada menu sarapan juga terjadi pada kelompok yang berdomisili di Malaysia, baik mahasiswa yang berkebangsaan Malaysia maupun Indonesia dengan perbedaan yang cukup kecil
29 (0.04 poin). Hal ini semakin menguatkan bahwa budaya meminum susu lebih melekat pada masyarakat Malaysia dibandingkan dengan masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, dari keempat kelompok, subjek pada kelompok MalaysiaIndonesian memiliki kuantitas konsumsi meminum susu yang paling tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa subjek pada kelompok Malaysia-Indonesian juga mengonsumsi susu dalam jumlah yang cukup besar pada waktu makan lain selain sarapan. Tabel 23 Rata-rata Kebiasaan sarapan dengan mengonsumsi susu dan konsumsi susu Kebiasaan Sarapan Konsumsi dengan Meminum Susu Kebangsaan Rataan Std.Deviasi Rataan Std.Deviasi INA 0.26 0.443 51 771.43 61 838.464 Indonesia MYS 0.77 0.430 78 500.00 77 156.245 INA 0.64 0.497 97 800.00 62 155.438 Malaysia MYS 0.60 0.500 77 880.00 80 877.129 INA 0.37 0.487 39 773.88 55 556.068 Total MYS 0.69 0.466 46 358.18 66 998.305 Total 0.54 0.501 71 953.85 72 113.536 Lokasi Tinggal
n 35 30 14 25 49 55 104
Hubungan antara kebiasaan meminum susu saat sarapan dengan konsumsi minum susu total per kapita per tahun diuji lebih lanjut (Tabel 24). Tabel 24 Hubungan antara kebiasaan sarapan dengan mengonsumsi susu dan konsumsi susu Lokasi Tinggal Kebangsaan Koefisien Korelasi Indonesia INA 0.476** MYS 0.415* Malaysia INA -0.003 MYS 0.333 Total INA 0.217 MYS 0.351** Total 0.391**
Signifikasi 0.004 0.023 0.992 0.104 0.135 0.009 0
*Uji korelasi (Pearson), p<0,05 **Uji korelasi (Pearson), p<0,01
Terdapat korelasi positif yang signifikan dengan taraf pengaruh yang sedang pada subjek dalam kelompok Indonesia-Malaysian dan Indonesia-Indonesian. Hal ini menunjukkan bahwa anggapan meminum susu identik dilakukan di pagi hari dengan kuantitas yang paling besar dibandingkan meminum susu di waktu makan lainnya lebih berpengaruh di Indonesia daripada di Malaysia. Mahasiswa yang berdomisili di Malaysia tidak mengonsumsi susu dalam takaran saji yang lebih besar pada pagi hari dibandingkan waktu makan lainnya, hal ini ditunjukkan dengan nilai p>0.05. Walaupun demikian, secara keseluruhan kebiasaan meminum susu lebih membudaya di masyarakat Malaysia dan kebiasaan sarapan dengan meminum susu berkorelasi positif dengan konsumsi susu total pada mahasiswa berkebangsaan Malaysia. Korelasi positif juga terjadi pada mahasiswa Indonesia dan Malaysia secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa cenderung memasukan susu dalam menu sarapan dengan kuantitas konsumsi yang cukup
30 besar dibandingkan dengan meminum susu pada waktu makan lainnya. Dengan kata lain, mahasiswa yang mengonsumsi susu di pagi hari memiliki kuantitas konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mengikutsertakan susu dalam menu sarapannya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Subjek pada kelompok Indonesia-Indonesian merupakan kelompok dengan tingkat ekonomi terendah dengan persentase pengeluaran pangan sebesar 72%. Rataan tingkat ekonomi mahasiswa berkebangsaan Malaysia lebih tinggi daripada mahasiswa asal Indonesia. Secara keseluruhan pengetahuan gizi tingkat lanjut subjek berada pada kategori sedang dan rendah. Produk susu yang paling banyak diminati adalah susu cair dalam kemasan. Alasan mahasiswa mengonsumsi produk susu sebagian besar karena rasanya. Ketersediaan produk susu lebih banyak di Malaysia, namun harga jualnya lebih murah di Indonesia. Konsumsi susu dan kontribusinya terhadap AKG pada mahasiswa Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa Malaysia. Harga susu tidak berpengaruh pada konsumsi, namun ketersediaan berpengaruh. Hubungan antara pengetahuan gizi dengan kuantitas konsumsi dan preferensinya berkorelasi nyata. Hubungan antara tingkat ekonomi dengan kuantitas konsumsi tidak berkorelasi nyata, namun hubungan antara tingkat ekonomi dengan preferensi konsumsi berkorelasi nyata. Hubungan antara kebiasaan meminum susu saat sarapan dengan konsumsi susu total berkorelasi. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa mengonsumsi susu saat sarapan dengan kuantitas yang paling tinggi dibandingkan dengan waktu makan lainnya. Saran Konsumsi susu mahasiswa Indonesia (kategori umur dewasa muda) dirasa masih perlu ditingkatkan minimal 4 porsi/minggu (1L/minggu) untuk pemenuhan kebutuhan kalsiumnya. Jumlah ini sudah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Asia Pasifik berdasarkan anjuran meminum susu 0.5L/hari dari FAO. Salah satu strategi untuk meningkatkan konsumsi susu Indonesia dapat mengadaptasi kebijakan pemerintah Malaysia dengan mengadakan Program Minum Susu di Sekolah. Selain itu, pengetahuan mahasiswa mengenai gizi dan informasi seputar susu juga perlu ditingkatkan untuk mendorong konsumsinya agar semakin meningkat.
DAFTAR PUSTAKA Arshad FM, Mohamed Z, Latiff IA. 2006. Changes in Agri-Food Supply Change in Malaysia : Implications on Marketing Training Needs. In, FAO/AFMA/FAMA Regional Workshop on Agricultural Marketing Training Beghin J. (2006). Evolving dairy markets in Asia: Recent findings and implications. J Food Policy (31): 195-200. Ames (US): Iowa States University
31 Boniface B, Umberger WJ. 2012. Factors Influencing Malaysian consumers’ consumption of Diary Product. Fremantle (AU): Australian Agricultural & Resource Economics Society (AARES) Dong F. 2006. The Outlook for Asian Dairy Markets: The Role of Demographics, Income, and Prices. J Food Policy (31): 260-271. Dyck J, Woolverton AE, Rangkuti FY. 2012. Indonesia’s Modern Food Retail Sector: Interaction with Changing Food Consumption and Trade Patterns. Bull Informasi Ekonomi no 97. USDA Bull: 14-16 E-Siong T, Drop MC, Winichagoon P. 2004. Future Challenges: Proceedings of the Workshop on Food-Consumption Surveys in Developing Countries. Bull Food and Nutrition Vol 25(4): 407-414 [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). 20052009. Statistical database. Fu P, Zhang H, Siew SM, Wang S,Xue A, Hsu-Hage BH, Wahlqvist ML, Wang YF & Li XX (1998). Food Portion Sizes of Malaysian Foods Album 2002/2003. Malaysian Adult Nutrition Survey. Technical Committee for Malaysian Adult Nutrition Survey. 150pp. Asia Pacific J Clin Nutr 7(2): 117122. Hendijani B, Ab Karim MS. 2010. Factors Affecting Milk Consumption Among School Children in Urban and Rural Areas of Selangor, Malaysia. Int’l J Food Reserch (17): 651-660 Ishida A, Law, SH, Aita Y. 2003. Changes in Food Consumption Expenditure in Malaysia. J Agribusiness 19(1): 61-76. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): IPB Press. [Kementrian Perindustrian RI]. 2012. Konsumsi Susu Masih 11.9 Liter per Kapita. Diakses melalui: http://www.kemenperin.go.id/artikel/8890/Konsumsi-SusuMasih-11,09-Liter-per-Kapita [Kementrian Pertanian RI]. 2009. Peraturan Kementrian Pertanian No 2182/Kpts/PD.420/5/2009. Dokumen milik Negara. Jakarta (ID): KEMENTAN [Kementrian Kesehatan]. 2013. Peraturan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia no. 75 Tahun 2013. Dokumen milik Negara. Jakarta (ID): KEMENKES Lemeshow S. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Pramono D, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Press. [NCCFN] National Coordinating Committee on Food and Nutrition. 1999. Malaysian Dietary Guidelines. 1st ed, Ministry of Health. Kuala Lumpur. 50 pp. Ong FS, Kitchen JP, Jama AT. 2008. Consumption Patterns and Silver Marketing: An Anlysis of Older Consumers in Malaysia. Marketing Intelligence & Planning 26(7): 682-698. Prescott J, Young O, O'Neill L, Yau NJN, Stevens R. 2002. Motives for food choice: a comparison of consumers from Japan, Taiwan, Malaysia and New Zealand. J Food Quality and Preference 29(13): 489-495 Quah SH, Tan AKG. 2010. Consumer Purchase Decision of Organic Food Products: An Ethnic Analysis. J Inte’l Consumer Marketing 22(1): 47-58.
32 Radam A, MR Yacob, T Siew Bee, J Selamat. 2010. Consumers Perceptions, Attitudes and Willingness to Pay Towards Food Products With “No Added MSG” Labeling. Int’l Journal of Marketing Studies 2(1): 65-77. Rezai G, Mohamed Z, Shamsudin M N, Chiew EFC. 2010. Non-Muslims' awareness of Halal principles and related food products in Malaysia. Inte’l Food Research Journal (17): 667-674. Rezai G, Mohamed Z, Shamsudin MN. 2011. Malaysian Consumer's perceptive towards purchasing organically produce vegetable. Paper presented at the 2nd International Conference on Business and Economic Research, Holiday Villa Beach Resort and Spa, Langkawi, Kedah, Malaysia. Riethmuller et al. 1999. “The Mixing Ratio in the Indonesian Dairy Industry.” J Agricultural Economics (20): 51-56. Sanjur. 1982. Social and Cultural Perspectives in Nutrition. New Jersey (US): Englewood Cliffs Shaharudin MR, Pani JJ, Mansor SW, Elias SJ, Sadek DM. 2010. Factors Affecting Purchase Intention of Organic Food in Malaysia's Kedah State. Cross-Cultural Communication 6(2): 105-116. Sheng TY, MN Shamsudin, ZA Mohamed, AM Abdullah, A Radam. 2008. Food consumption behaviour of the Malays in Malaysia. IIUM J of Economics and Management 16 (2): 209-219. Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo (ID): Dabara Publisher. Song J, Sumner D. 1999. Dairy Demand, Supply and Policy in Korea: Potential for International Marketing in Diary Product. Malaysia (MY): UPM Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): CV Alfabeta. Sulistyorini. 2004. Konsumsi Susu pada Remaja. Jakarta (ID): Kanisius Tey Yeong Sheng et al. 2008. Food Consuption Behaviour of Malays in Malaysia. IIUM J of Economics and Management 16 (2): 209-219 [USDA] U.S. Department of Agriculture, Foreign Agricultural Service. 1999a. Indonesia Dairy Annual 1999. Washington DC (US): GAIN Report No. ID9082. ———. 1999b. Malaysia Dairy and Products Annual Report 1999. Washington DC (US): GAIN Report No. MY9079. ———. 2002. Indonesia Dairy and Products Annual Report 2002. Washington DC (US): GAIN Report No. ID2025. ———. 2003. Indonesia Dairy and Products Annual Report 2003. Washington DC (US): GAIN Report No. ID3026. ———. 2011. Indonesia Diary and Products Annual Report 2011. Washington DC (US): GAIN Report No. ID1138 ———. 2012. Indonesia Diary and Products Annual Report 2012. Washington DC (US): GAIN Report No. ID1232 ———.2013a. Indonesia Diary and Products Annual Report 2013. Washington DC (US): GAIN Report No. ID1356 ———.2013b. Malaysia Retail Foods Annual Report 2013. Washington DC (US): GAIN Report No. MY3014 Usman H, Akbar RPS . 2000. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): Bumi Aksara Warr S, Rodriguez G, Penm J. 2008. Changing food consumption and imports in Malaysia : opportunities for Australian agricultural exports. In, ABARE
33 research report o.86. Canberra (AU): Department of Agriculture, Fisheries and Forestry. Widajanti L. 2007. Buku Petunjuk Praktikum Survei Konsumsi Gizi. Semarang (ID) : FKM UNDIP . 2009. Survey Konsumsi Gizi. Semarang (ID): UNDIP Winarno FG. 2000. Susu dan Produk Fermentasinya. Bandung (ID): M-Brio Press [World Bank] Bank Dunia. GDP Indonesia and Malaysia (various years). Diakses pada www.worldbank.org. Statistic Database Zang et al. 2003. A Descriptive Analysis of Selected Southeast Asia Countries That Import United States Dairy Products. J MGTC 03-14. Florida (US): International Agricultural Trade and Policy Center, University of Florida.
34
LAMPIRAN
Lampiran 1 Nilai tukar Rupiah, Ringgit dan Dolar Amerika Konversi Nilai Tukar IDR/MYR Tanggal MYR/USD 3.22 3734.08 06 Desember 2013 MYR/USD 3.217 3735.74 09 Desember 2013 MYR/USD 3.277 3580.76 26 Februari 2014 MYR/USD 3.282 3510.60 10 Maret 2014 MYR/USD 3.281 3502.59 14 Maret 2014 MYR/USD 3.265 3472.06 18 Maret 2014 MYR/USD 3.2385 3545.17 17 April 2014 MYR/USD 3.268 3569.72 23 April 2014 MYR/USD 3.262 3575.24 24 April 2014 MYR/USD 3.269 3565.44 25 April 2014 MYR/USD 3.266 3551.40 30 April 2014 MYR/USD 3.2565 3547.68 05 Mei 2014 MYR/USD 3.2205 3688.92 06 Juni 2014 MYR/USD 3.233 3725.21 18 Juni 2014 MYR/USD 3.2145 3742.15 23 Juni 2014 MYR/USD 3.2275 3753.14 25 Juni 2014 MYR/USD 3.216 3775.36 26 Juni 2014 MYR/USD 3.207 3786.46 27 Juni 2014 MYR/USD 3.209 3749.69 30 Juni 2014 MYR/USD 3.2065 3698.95 01 Juli 2014 MYR/USD 3.205 3718.16 02 Juli 2014 MYR/USD 3.2055 3751.33 03 Juli 2014 MYR/USD 3.185 3748.35 04 Juli 2014 IDR/USD 11945.00 3601.15 14 Februari 2014
Lampiran 2 Alasan mengonsumsi produk susu dan olahannya Alasan Kebiasaan Keluarga Rasa Kesehatan Kepraktisan Kemudahan mendapatkan produk Menghindari produk lain
n 18 51 46 13 14
% 17.43 48.68 43.75 12.83 13.49
0
0
35 Lampiran 3 Kandungan gizi berbagai produk susu dan olahannya Kandungan Gizi per Takaran Saji Protein Lemak Karbohidrat (g) (g) (g) 8.00 9.60 11.40
Produk
Takaran Saji
Susu Cair Full Cream
240mL
Energi (Kal) 163.20
Susu Cair Low-Fat
240mL
112.80
8.64
4.32
11.52
297.60
Susu Cair Tanpa Lemak Susu Cair Berperisa
240mL
84.00
8.64
0.72
11.76
309.60
240mL
153.60
8.64
3.60
3.04
403.20
Susu Kental Manis
42g
166.50
4.25
5.00
27.80
145.00
Susu Bubuk
30g
150.00
8.00
8.00
12.00
200.00
65mL
50.00
1.00
0.00
12.00
20.00
Keju Cheddar
30g
171.40
10.60
14.10
0.50
222.00
Keju Singles
20g
148.00
22.70
1.00
11.70
122.00
Yogurt Buah
225g
168.30
6.80
2.00
31.70
274.50
Yogurt Vanila
225g
229.00
5.80
8.10
34.80
450.00
200mL
124.00
6.20
6.00
26.20
200.00
Ice Cream Vanila
75g
137.00
2.30
7.30
15.60
8.40
Ice Cream Strawberry
75g
253.40
4.20
11.10
36.40
8.40
Whipping Cream
30g
114.00
0.60
12.10
0.80
17.00
Susu Berfermentasi
Yogurt Siap Minum
Kalsium (mg) 292.80
Lampiran 4 Preferensi konsumsi produk susu dan olahannya Indonesia Produk Susu Segar Susu Cair dalam Kemasan Plain Susu Cair dalam Kemasan Berperisa Susu Bubuk Yogurt Susu Berfermentasi Es Krim Keju Cheddar Keju Singles Total Subjek
INA n 4 11 23 9 3 4 12 3 0 35
% 11.43 31.43 65.71 25.71 8.57 11.43 34.29 8.57 0.00
Malaysia
MYS n 3 20 11 18 13 6 16 14 13 30
% 10.00 66.67 36.67 60.00 43.33 20.00 53.33 46.67 43.33
INA n 0 7 9 9 9 8 5 4 3 14
% 0.00 50.00 64.29 64.29 64.29 57.14 35.71 28.57 21.43
MYS n 0 12 8 16 15 7 6 1 1 25
% 0.00 48.00 32.00 64.00 60.00 28.00 24.00 4.00 4.00
36 Lampiran 5 Preferensi konsumsi produk susu dan olahannya berdasarkan kebangsaan subjek
Produk Susu Segar Susu Cair dalam Kemasan Plain Susu Cair dalam Kemasan Berperisa Susu Bubuk Yogurt Susu Berfermentasi Es Krim Keju Cheddar Keju Singles Total Subjek
INA n % 4 8.16 18 36.74 32 65.30 18 36.73 12 24.49 12 24.49 17 34.70 7 14.28 3 6.12 49
Total MYS n % 3 5.45 32 58.18 19 34.55 34 61.82 28 50.91 13 23.64 22 40.00 15 27.27 14 25.45 55
Total n % 7 6.73 50 48.08 51 49.04 52 50.00 40 38.46 25 24.04 39 37.50 22 21.15 17 16.35 104
37
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 Nopember 1993. Penulis merupakan putra kedua dari pasangan Bambang Tri Buntoro dan Siti Maryam Evyanti. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1996-1999 di TK Tri Bakti Bogor dan melanjutkan pendidikan dasar pada tahun 1999-2005 di Sekolah Dasar Negeri Sukadamai 3 Bogor. Selanjutnya pendidikan menengah ditempuh di SMP Negeri 5 Bogor tahun 2005-2008. Penulis mengikuti program Akselerasi sebagai jalur pendidikan menengah atasnya di SMA Negeri 6 Bogor tahun 2008-2010. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2010. Setelah satu tahun mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis melanjutkan studi di mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Selama masa perkuliahan penulis aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan kemahasiswaan seperti HIMAGIZI 2011-2012 (Bendahara Divisi Kewirausahaan) 2012-2013 (Staf Divisi Keprofesian), UKM Panahan 2010-2012 (Bendahara Umum), Duta FEMA 2012, Klub Kulinari 2012 (Bendahara Kontinental) dan 2013 (Ketua Komunitas Kontinental) dan berbagai kepanitiaan besar di departemen (Nutrition Fair 2012-2013, Table Manner 2013, dll), fakultas (PEMIRA FEMA, ESPENT 4th-5th, dll), universitas (ISEE 2012, ISEE dan IDEA 2013) hingga antar universitas (Peduli Gizi Indonesia Wilayah 1 2012). Penulis juga aktif mengikuti kegiatan diluar kampus seperti Global Citizen Corps (2012) dan staf pengajar di PAUD Merak Bogor (2006 – Sekarang). Penulis merupakan peserta FORBIMINAS 2014. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan diluar akademis seperti menyanyi, menari dan memasak serta memenangkan berbagai kejuaraan baik ditingkat departemen maupun fakultas. Penulis memiliki ketertarikan dibidang debat Bahasa Inggris dan mengikuti Simulasi Sidang PBB pada Indonesian Model United Nations, Jakarta Model United Nations, Jogja International Model United Nations. Penulis juga kerap mengisi berbagai acara baik skala lokal hingga nasional sebagai MC dan Moderator. Penulis aktif sebagai asisten praktikum Ilmu Bahan Makanan (2012-2013 dan 2013-2014), Percobaan Makanan (2013-2014), Manajeman Jasa Makanan dan Gizi (2013-2014) dan Kulinari (2013-2014). Pada bulan Juli-Agustus 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Bunder, Kecamatan Widasari Kabupaten Indramayu dan pada Maret 2014 penulis mengikuti Internship Dietition (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong.