Jurnal KIAT Universitas Alkhairaat 7 (1) Desember 2015
ISSN : 0216-7530
ANALISIS KARAKTERISTIK DAN TITIK PULANG POKOK USAHATANI BAWANG MERAH LOKAL PALU DI KECAMATAN TANANTOVEA KABUPATEN DONGGALA Oleh : Christoporus *) ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik petani yaitu umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan pengalaman berisahatani, sedang break even point yaitu total biaya produksi, besarnya produksi fisik, harga jual, penerimaan yang diperoleh dalam usahatani sampai pada saat usahatani tersebut mencapai titik pulang pokok. Hasil penelitian terhadap karakteristik petani bawang merah lokal Palu menunjukkan bahwa petani memiliki tergolong usia produktif dengan rata-rata usia 40 tahun dan berpendidikan SLTA sehingga dianggap mampu menerapkan budiddaya bawang merah secara baik. Dengan tanggungan keluarga petani rata-rata 2 orang maka keterlibatan anggota keluarga mengelola usahatani dianggap tidak banyak terlibat. Namun jika dilhat dari pengalaman berusahatani yang dilakukan dianggap cukup berpengalaman sehingga dapat memperkecil resiko kegagalan. Dengan lahan usahatani bawang merah seluas 1,0 ha, petani mencapai titik pulang pokok, jika penerimaan mencapai Rp 4.200.000/ha/ MT, atau produksi rata-rata mencapai 105 kg, dengan harga jual Rp. 40.000 per kg, atau jika produksi mencapai mencapai 3.103 kg, maka petani akan mencapai titik pulang pokok, pada harga Rp. 1.392,20/kg. Penerimaan diperoleh sebesar Rp. 124.120.000/ha, dengan total biaya produksi rata-rata Rp 47.375.047/ha/MT, sehingga pendapatan yang diperoleh petani diketahui sebesar Rp. 74.154.153/ha/MT. Selanjutnya pada rata-rata lahan usahatani seluas 0,35 ha, petani akan mencapai titik pulang pokok, jika penerimaan 1.480.000/0,35 ha/ MT, atau produksi rata-rata 37 kg dengan harga jual Rp 40.000/kg atau jika produksi rata-rata sebanyak 1.086 kg umbi basah, dan dengan ratarata harga jual sebesar Rp. 40.000/kg diperoleh penerimaan sebesar Rp. 43.440.00/0,35/ha/MT, dengan total biaya produksi rata-rata sebesar Rp. 17.488.046/0,35ha/MT, diperoleh rata-rata pendapatan sebesar Rp. 25.953.953/0,35 ha/MT. Namun jika harga jual jatuh pada tingkat harga yang lebih rendah dari harga titik pulang pokok (TPP), yaitu pada tingkat harga sebesar Rp. 40.000/kg, produksi turun dibawah 1.086 kg, maka petani akan mengalami kerugian, karena total biaya produksi akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh. Katakunci : karakteristik, total biaya produksi, besarnya produksi fisik, harga jual, penerimaan dan titik pulang pokok
komoditi pangan maupun hortikultura, dan sekaligus meningkatkan pendapatan taraf hidup petani. Sakah sati komoditas hortikultura adalah bawang merah lokal Palu Komoditas bawang merah lokal Palu adalah varietas unggul dan termasuk dalam jenis tanaman hortikultura, yang setiap tahun mengalami peningkatan baik dalam aspek produksi maupun dalam aspek permintaan. Dengan Kapasitas
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam menunjang pengembangan sentra produksi pertanian pada wilayah pedesaan mempunyai potensi produksi komoditas pertanian yang specifik perlu digalakkan untuk menunjang ketersedian *)
Dosen Fakultas Tadulako Palu
Pertanian
Universitas
35
produktivitas yang relatif masih rendah yaitu, 6,46 ton/ha, jauh dibawah produksi nasional yang mencapai 9,30 ton/ha maka perlu dilakukan adopsi teknologi pada dan pengolahan pasca panen serta penggunaan faktor produksi untuk meningkatkan produksi (BPS dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2005). Mubyarto, 1989., mengemukakan bawah usahatani bawang merah termasuk usahatani bawang merah lokal Palu tidak terlepas dari besarnya biaya faktor produksi yang harus dikeluarkan serta resiko yang harus diterima. Keadaan ini perlu dicermati sehingga usahatani tersebut dapat meningkatkan produksi yang akan bermuara pada peningkatan pendapatan petani. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik petani bawang merah lokal palu (yaitu umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan pengalaman berisahatani), total biaya produksi, besarnya produksi fisik, harga jual, penerimaan yang diperoleh dalam usahatani sampai pada saat usahatani tersebut mencapai titik pulang pokok.
disiapkan sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti dokumen atau publikasi dari instansi terkait. Metode Analisi Data Berdasarkan tujuan penelitian, maka dilakukan pengujian terhadap karakteristik petani mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berusahatani dan analisis Titik Pulang Pokok agar terjawab tujuan yang diharapkan. Analisis Titik Pulang Pokok, yang secara matematis diformulasikan sebagai berikut : TR = TC TR = P x Q TC = TFC + TVC TC = TFC + ( AVC x Q ) Persamaan diatas disederhanakan menjadi : P x Q = TFC + (AV C x Q) P x Q - (AVC x Q) = TFC Q ( P - AVC ) = TFC Oleh Suratiyah, 2006., rumus Titik Pulang Pokok dalam satuan unit produk sebagai berikut : (dalam Suratiyah, 2006) : TFC Q = ----------------P - AVC Selanjutnya untuk menghitung Titik Pulang Pokok dalam satuan rupiah, maka satuan unit (Q) dikalikan dengan harga jual per unit (P) dengan persamaan sebagai berikut : TFC . P Q . P = ----------------------P . AVC
METODE PENELITIAN Penetapan Lokasi dan Pengumpulan Data Penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala merupakan salah satu daerah sentra produksi bawang merah Lokal Palu di Kabupaten Donggala. Pengumulan data dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) terhadap 30 petani yang berusahatani bawang merah lokal Palu secara kontinyu. . Data yang dikumpulkan primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah
TFC TR = ----------------------( P - AVC ) Sehingga diperoleh rumus Titik Pulang Pokok dalam satuan rupiah oleh Firdaus, 2009 sebagai berikut: TR
TFC = -------------------------1 - AVC / P
Keterangan : TR =Total Penerimaan ( Total revenue ) (Rp)
36
TC =Total Biaya (Total Cost) (Rp) TFC =Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost) (Rp) TVC =Total Biaya Variabel ( Total Variabel Cost) AVC =Rata-rata Biaya Variabel perunit (Average Variable Cost). Q =Total Produksi Dalam Usaha (Quantity)(Perunit) P =Harga Jual Perunit (Price) (Rp) Soekartawi, 2003., menyatakan bahwa untuk mencari nilai TPP Penerimaan, bisa dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu komponen karakteristik yang penting. Asumsi, tingkat pendidikan lebih tinggi akan lebih mampu berpikir secara rasional dan lebih terbuka menerima pembaharuan dibanding dengan mereka yang berpendidikan lebih rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden petani didominasi tingkat pendidikan SLTP. Tingkat pendidiakn tersebut umumnya juag dimiliki oleh petani yang berusahatani pada komoditi lainnya. Indikasi ini menunjukkan bahwa petani responden cukup memiliki kemampuan menerima inovasi teknologi baru untuk mengelola usahataninya secara intensif. Hal ini sesuai dengan pendapat Rukka, dkk., (2008), menyatakan bahwa pendidikan petani berkaitan erat dengan kemampuan berpikir secara rasional sehingga akan semakin efisien menggunakan faktor produksi.
TR = P . Q Keterangan: TR = Penerimaan pada posisi Titik Pulang Pokok, P = Harga pada posisi Titik Pulang Pokok, Q = Jumlah produksi pada posisi Titik Pulang Pokok. HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan anggota keluarga jika termasuk golongan usia produktif merupakan tenaga kerja yang telah tersedia untuk melakukan usahatani. Hasil penelitian terhadap jumlah tanggungan keluarga petani menunjukkan jumlah tanggungan keluarga petani responden relatif kecil, yaitu rata-rata hanya 2 orang anggota keluarga. Indikasi ini menunjukkan bahwa anggota keluarga dari petani responden tidak banyak yang terlibat dalam kegiatan usahatani. Hal ini sesuai dengan pendapat Penelitian Bello, et al. (2012) yang mengidentifikasi karakteristik petani seperti usia, ukuran rumah tangga, partisipasi sosial, pengalaman pertanian, luas lahan, pendapatan usahatani dan kontak penyuluhan menyumbang 67,0% variasi dalam penghentian penerapan teknologi padi oleh petani.
Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh responden sehubungan dengan usahatani yang dikelolanya, baik ditinjau dari umur responden, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, maupun dari segi pengalaman berusahatani. Umur Responden Komponen karakteristik umur seseorang mencerminkan tingkat kemampuan fisik melakukan usahatani. Hasil penelitian menunjukkan umur responden petani bawang merah lokal Palu berkisar antara 30 – 58 tahun, dengan rata-rata berumur 40 tahun berada dalam usia kerja produktif (15-64 tahun). Hal ini sesuai dengan pendapat Kebede (2001) yang menyatakan bahwa semakin tingginya umur, maka semakin banyak pengalaman bertani yang dimiliki petani.
Pengalaman Berusahatani Pengalaman berusahatani akan memberikan pengetahuan yang nyata pada 37
bidang yang digeluti. Dengan pengalaman tersebut maka jalan menuju kesusksedsan lebih terbukan. Hasil Penelitian menunjukkan pengalaman petani responden bervariasi antara 5-20 tahun, dengan rata-rata selama 12 tahun . Indikasi ini menunjukkan bahwa pengalaman petani dalam berusahatani bawang merah Lokal Palu relatif sudah cukup lama sehingga kegiatan usahatani dapat dilakukan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Rukka, dkk., (2006) yang menyatakan bahwa pengalaman merupakan pengadopsian suatu inovasi pada usahatani yang akan bermuara pada penggunaan faktor produksi untuk meningkatkan produksi. Pengalaman berusahatni merupakan kegiatan yang dilakukan berusahatani yang dengan sendirinya akan meningkatkan keterampilan petani khususnya pada penggunaan input produksi.
Hasil penelitian menunjukakn bahwa luas lahan rata-rata seluas 0,35 ha atau berkisar antara 0,25 – 0,75 ha. Indikasi ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan untuk berusahatani bawang merah lokal palu sangat kecil sehingga akan berdampak pada produksi dan pendapatan petani itu. Hal ini sesuai dengan pendapat Penelitian ini di dukung oleh Lawall, et al., 2013., bahwa kenaikan satu persen lahan pertanian yang digunakan oleh petani akan menghasilkan peningkatan 0,38 persen produksi padi di negeria. Penggunaan Benih Penggunaan benih berkailas baik sangat menentukan keberhasilan peningkaatan produktivitas dan produksi. Penggunaan benih varietas “Lokal Palu” atau “bawang vatu” yang diperoleh dari hasil tanam sebelumnya sehingga kualitas benih tidak sepenuhnya dapat memberikan produksi sesuai dengan yang diharapkan . Dengan luas lahan usahatani rata-rata seluas 0,35 ha, petani menggunakan sebanyak 280 kg, atau 800 per ha. Hal ini sesuai dengan BPTP, 2009., yang direkomendasikan secara nasional, yaitu sebanyak 700-800 kg per ha.
Penggunaan Faktor Produksi dan Biaya Faktor Produksi Luas Lahan Lahan sebagai media tumbuh tanaman merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam pengelolaan usahatani. Asumsi, bahwa semakin luas lahan usahatani, semakin tinggi pula produksi yang dihasilkan, demikian sebaliknya semakin sempit lahan usahatani, maka semakin rendah pula produksi yang dihasilkan.
Penggunaan Pupuk Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang dapat meningkatkan produksi sehubungan dengan pemenuhan unsur hara bagi tamanan untuk mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman. Penggunaan jenis pupuk dapat disajikan pada tabel pada tabel 1.
Tabel 1. Jenis pupuk, Harga dan Rata-rata Penggunaan Per 1 ha Pada usahatani Bawang Merah lokal Palu
Nama Dagang Pupuk
No
1. Urea 2. SP-36 3. KCl
Harga Per Kg 2500 3500 3500
Jumlah
Rata-rata Penggunaan Per 1 ha 200 180 175 555
(Data primer setelah diolah)
38
Nilai (Rp/ ha) 500.000 630.000 612.500 1.742.500
produksi tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pestisida untuk lahan 0,35 ha rata-rata menggunakan 1,650 liter dan lahan 1,0 ha rata-rata menggunakan 4,712 liter. Jenis pestisida, harga dan volume penggunaan disajikan ada tabel 2 di bawah ini.
Pestisida Pada bidang agronomi, pengunaan pestisida pada tanaman dimakksudkan untuk melindungi tanaman dari seragan hama dan penyakit tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan dan memperoleh hasil yang maksimal, tetapi pestisida bukan untuk meningatkan
Tabel 2. Jenis Pestisida, Harga Dan Volume P enggunaan Pada Usahatani Bawang Merah Lokal Palu per Musim Tanam di Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala
No
Nama Dagang Pestisida
Harga/ Liter Di Petani
1.
Roundop
78.500,00
2.
DM 6 120.000,00 825 SL Golma 240.000,00 240 EC Antaracol 110.000,00 70 MP Curacron 221.000,00 500 EC Arjuna 165.000,00 20 EC Jumlah
3. 4. 5. 6.
Rata-rata Penggunaan Liter/0,35/ Ha 0,300
23.793,24
0,857
67.274,50
0,140
17.323,95
0,399
47.880,00
0,310
74.028,17
0,886
212.640,00
0,320
35.238,73
0,914
100.571,43
0,290
63.187,32
0,828
182.988,00
0,290
48.454,23
0,828
136.620,00
1,650
262.025,64
4,712
747.973,93
Nilai Rp
Rata-rata Penggunaan Liter/1,0/Ha
Nilai Rp
(Sumber : Diolah dari data primer)
Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja yang efektif, baik jenis, serta memiliki kemampuan dan ketrampilan yang cukup memadai merupakan pendukung keberhasilan usahatani. Penggunaan tenaga kerja meliputi: pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit, pemungutan hasil (panen) serta pengangkutan. Hasil penel i t i an m enunj ukkan ba hw a penggunaan tenaga kerja rata-rata sebanyak 178 HOK per ha (sesuai dengan Agustina. S, 2011) dan dengan rata-rata upah sebesar Rp. 50.000/HOK (termasuk biaya makan), maka total biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan oleh petani responden bawang merah Lokal Palu di Kecamatan Tanantovea ini rata-rata mencapai Rp. 8.900.000 per ha.
Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan dimaksudkan untuk mengetahui besarnya pendapatan responden petani bawang merah Lokal Palu dalam usahatani bawang merah Lokal Palu di Kecamatan Tanantovea, dengan cara menghitung selisih antara jumlah penerimaan dengan biaya tetap dan biaya variabel. Penerimaan Usahatani Penerimaan dalam struktur usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, sehingga penerimaan ditentukan oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan serta harga dari produk tersebut. Dengan rata-rata luas lahan petani seluas 0,35 ha petani responden menghasilkan produksi rata–rata sebanyak 39
1.086 kg, atau kurang lebih sebesar 3.103 kg/ha. Jika diasumsikan harga jual ratarata Rp. 40.000/kg, maka penerimaan petani responden rata-rata akan mencapai Rp. 124.120.000 per ha.
Keterangan: TC = Total cost (total biaya produksi) FC = Fixed Cost (biaya tetap) VC = Variable Cost (biaya variabel) Dengan persamaan tersebut, diperoleh biaya tetap rata-rata mencapai sebesar Rp. 2.590.800/ha/MT, biaya variabel sebesar Rp. 47.375.047/ha/MT, sehingga total biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani rata-rata mencapai Rp. 49.965.847/ ha/MT.
Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang rutin dikeluarkan oleh petani dan jumlahnya relatif tetap meskipun prodksi yang diperoleh banyak atau sedikit (Hernanto, 1988; Soekartawi, 2002). Biaya tetap pajak, sewa lahan dan biaya penyusutan yang mencakup cangkul, selang, alat tugal, sube, dan hand-spayer. Hasil penelitian menunjukkan nilai sewa lahan rata-rata seluas 0,35 ha mencapai Rp. 1.000.000/MT atau sekitar Rp. 2.500.000,/ha/MT, pajak lahan Rp. 72.340/0,35 ha per MT atau Rp.160.000/ ha/MT. Untuk biaya penyusutan terdiri dari hand-sprayer rata-rata sebesar Rp. 9.403/MT/unit, cangkul sebesar Rp. 4.877 /MT/unit, subek sebesar Rp. 3.450/ MT/unit dan alat tugal sebesar Rp. 730/ MT/unit, sehingga diperoleh biaya penyusutan rata-rata sebesar Rp. 18.460/ MT/ha.
Pendapatan Usahatani Ukuran yang digunakan untuk menetapkan besarnya pendapatan yang diperoleh petani dari suatu usahatani, adalah selisih antara penerimaan dengan jumlah pengeluaran atau total biaya, yang terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: π = TR - TC π = TR - TC Katerangan : π = Pendapatan usahatani TR = Penerimaan = PXQ TC = Total biaya = FC + VC
Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Besarnya biaya variabel menunjukkan rata-rata biaya penggunaan benih Rp. 36.000.000/ha, biaya pupuk Rp. 1.742.500/ha, pestisida Rp. 747.973,93/ha dan biaya tenaga kerja Rp. 8.900.000/ha, sehingga total biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani bawang merah Lokal Palu di Kecamatan Tanantovea ini menjadi Rp. 47.375.047/ha/MT.
Tabel 3 menunjukkan, bahwa total biaya produksi usahatani sebesar Rp. 49.965.847/ ha/MT yang terdiri atas biaya tetap sebesar Rp. 2.590.800 dan biaya variabel sebesar Rp. 47.375.047 sehingga diperoleh hasil produksi sebanyak 3.103 kg/ha bawang basah. Dengan rata-rata harga jual sebesar Rp. 40.000/kg, diperoleh penerimaan ratarata sebesar Rp. 124.120.000, atau diperoleh pendapatan usahatani rata-rata sebesar Rp. 74.154.153/ha/MT.
Total Biaya Produksi Usahatani Soekartawi, 2003., menyatakan total biaya produksi secara sederhana dirumuskan sebagai penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel, yang dinyatakan dalam persamaan: TC = FC + VC
40
Tabel 3. Rata-rata Pendapatan Usahatani Bawang merah Lokal Palu per ha/MT di Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala No 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7.
Uraian Produksi (3.103 kg/ha) Harga (Rp. 40.000/kg) Penerimaan Biaya Produksi Usahatani Biaya Tetap Nilai sewa lahan Pajak lahan Penyusutan Biaya Variabel Benih Pupuk Pestisida Tenaga kerja Total Biaya Produksi Pendapatan Usahatani (3 – 5) R/C ( 3 /5 )
Nilai (Rp/ha)
124.120.000 2.590.800 2.500.000,00 72.340,00 18.460,00 36.000.000,00 1.742.500,00 747.973,93 8.900.000,00
47.375.047
49.965.847 74.154.153 2,48
(Sumber : Diolah dari data primer)
TR = P . Q
Analisis Titik Pulang Pokok Menurut Ahyari, 1986 dan Suratiyah, 2006., mengemukakan titik pulang pokok adalah suatu titik yang menunjukkan keadaan total penerimaan sama dengan total biaya dan merupakan salah satu cara analisis untuk mengetahui keadaan suatu usaha pada periode tertentu, apakah berada dalam posisi menguntungkan atau mengalami kerugian. Analisis titik pulang pokok (TPP) dapat dibedakan menjadi TPP Produksi (kg) dan TPP Penerimaan (Rp), dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: FC TPP Produksi (Q) (kg) = -------------P - AVC
Keterangan: TR FC VC AVC
Penerimaan pada posisi TPP Fixed Cost (biaya tetap) Variable Cost (biaya variabel) Average Variable Cost (biaya variabel per unit) P = Harga Produksi pada posisi TPP (Rp/kg) Q = Produksi pada posisi TPP (kg) Berdasarkan data hasil analisis usahatani bawang merah Lokal Palu seperti yang tercantum pada Tabel 2, diperoleh hasil perhitungan titik pulang pokok (TPP) sebagai berikut: Diketahui: - Produksi : Rp. 3.103 kg/ha - Harga : Rp. 40.000/kg - Biaya tetap : Rp. 2.590.800 - Biaya variable : Rp. 47.375.047 - AVC : Rp. 15.267 Suratiyah, K., 2006, mengemukakan bahwa menghitung volume produksi pada titik pulang pokok dengan rumus : 2.590.800 = 40.000 – 15.267
TFC . P TPP Penerimaan (TR) (Rp) = ------------P . AVC TFC TR = -------------1 - AV/P Sedangkan Soekartawi, 2003., menyatakan bahwa TPP Penerimaan disederhanakan menjadi:
41
= = = =
2.590.800
Hasil analisis titik pulang pokok pada tabel 2 dan gambar 1, didasarkan atas asumsi bahwa usahatani bawang merah lokal Palu tersebut diusahakan pada lahan seluas 1,00 ha, sedangkan jika dianalisis sesuai dengan fakta yang sebenarnya, yaitu pada lahan rata-rata seluas 0,35 ha, maka akan diperoleh hasil analisis titik pulang pokok sebagai berikut : Diketahui: - Luas lahan usahatani : 0,35 ha - Produksi : 1.086 kg - Harga : Rp. 40.000/kg - Biaya tetap : Rp. 906.780 - Biaya variabel : Rp. 16.581.266 - AVC : Rp. 15.268
= 24.733 = 104,75 kg atau 105 kg Jadi volume penjualan pada titik pulang pokok untuk produksi fisik bawang merah adalah sejumlah 105 kg, dengan harga jual Rp. 40.000 per kg. TFC Penerimaan pada Q posisi titik pulang P AVC pokok, dihitung dengan rumus : P . Q = 40.000 X 105 = 4.200.000 Jika hasil perhitungan Titik Pulang Pokok (TPP) tersebut dipadukan, maka akan diperoleh Grafik Titik Pulang Pokok, seperti yang digambarkan berikut ini:
A. Volume produksi pada titik pulang pokok dapat dihitung dengan rumus : 906.780 = 40.000 – 15.268 906.780 = 24.732 =
36,66 kg atau 37 kg
Jadi volume penjualan pada titik pulang pokok untuk produksi fisik bawang merah dengan rata-rata lahan seluas 0,35 ha di Kecamatan Tanantovea adalah sejumlah 37 kg, dengan harga jual Rp. 40.000 per kg.
Gambar 1. Grafik Titik Pulang Pokok usahatani Bawang merah Lokal Palu Pada Lahan Rata-rata Seluas 1 ha di Kecamatan Tanantovea
B. Penerimaan pada posisi titik pulang pokok, dihitung dengan rumus : TFC Q P AVC
Hasil perhitungan yang tercantum pada tabel 2 dan gambar 1, menunjukkan bahwa dengan rata-rata lahan usahatani bawang merah seluas 1,0 ha, petani akan mencapai titik pulang pokok atau tidak untung dan tidak rugi, jika penerimaan yang diperoleh mencapai Rp 4.200.000 per MT, atau produksi rata-rata mencapai 105 kg, dengan harga jual Rp. 40.000 per kg, atau jika produksi mencapai 3.103 kg maka petani akan mencapai titik pulang pokok, pada tingkat harga sebesar Rp. 1.392,20
P . Q = 40.000 x 37 = 1.480.000 Jika hasil perhitungan Titik Pulang Pokok (TPP) tersebut dipadukan, maka akan diperoleh Grafik Titik Pulang Pokok, seperti yang digambarkan berikut ini:
42
pada tingkat harga sebesar Rp. 40.000/kg, sedangkan produksi turun dibawah 1.086 kg pada lahan rata-rata seluas 0,35 ha, maka petani akan mengalami kerugian, karena total biaya produksi akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh. Pada kondisi seperti data yang ditunjukkan dalam tabel 2 dan gambar 1 serta gambar 2, diketahui bahwa para petani bawang merah Lokal Palu di Kecamatan Tanantovea telah beroperasi diatas titik pulang pokok, dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp. 25.953.953 /0,35 ha/MT, atau sebesar Rp. 74.154.153 /ha/MT, atau tingkat keuntungan mencapai 67,38 % dari total biaya produksi usahatani, baik untuk ratarata lahan usahatani seluas 0,35 ha maupun pada lahan seluas 1,00 ha. Ini mengindikasikan bahwa tingkat keuntungan yang dicapai lebih tinggi dari standar dalam etika bisnis, yang memberi tolerasi keuntungan sebesar 30,00% dari total biaya produksi bagi setiap usaha agribisnis. Pencapaian pendapatan sebesar 67,38.% tersebut, dikarenakan total biaya produksi yang dikeluarkan relatif lebih kecil daripada total biaya produksi yang seharusnya dikeluarkan, jika semua faktor produksi digunakan secara optimal.
Gambar 2. Grafik Titik Pulang Pokok Usahatani Bawang merah Lokal Palu Pada Lahan Rata-rata Seluas 0.41 ha di Kecamatan Tanantovea
Hasil perhitungan diketahui, bahwa pada dasarnya petani di Kecamatan Tanantovea, telah mengelola usahataninya diatas titik pulang pokok. Dengan ratarata lahan seluas 1 ha, diperoleh produksi rata-rata sebanyak 3.103 kg umbi basah, dan dengan rata-rata harga jual Rp. 40.000 per kg, diperoleh penerimaan sebesar Rp. 124.120.000/ha , sedangkan total biaya produksi rata-rata adalah sebesar Rp 49.965.847/ha/MT, sehingga pendapatan usahatani bawang merah Lokal Palu yang diperoleh petani diketahui sebesar Rp. 74.154.153 /ha/MT. Selanjutnya pada rata-rata lahan usahatani seluas 0,35 ha, diperoleh produksi rata-rata sebanyak 1.086 kg umbi basah, dan dengan rata-rata harga jual sebesar Rp. 40.000/kg diperoleh penerimaan sebesar Rp. 43.442.000 /0,35ha /MT, sedangkan total biaya produksi rata-rata sebesar Rp. 17.488.046/ 0,35 ha//MT, sehingga diperoleh rata-rata pendapatan sebesar Rp. 25.953.953/0,35 ha/MT. Hasil analisis titik pulang pokok ini juga memberikan informasi, jika suatu saat harga jual bawang merah Lokal Palu jatuh pada tingkat harga yang lebih rendah dari harga titik pulang pokok (TPP), yaitu
KESIMPULAN Petani bawang merah lokal Palu memiliki karakteristik yaitu : (1) umur petani rata-rata berumur 45 tahun dan tergolong dalam usia kerja produktif dan dianggap matang dalam mengelola usahatani, (2) pendidikann petani rata-rata berpendidikan SLTP dan dianggap cukup mampu menerima inovasi teknologi baru, (3) jumlah tanggungan keluarga petani responden relatif kecil, yaitu rata-rata hanya 2 orang anggota keluarga dan dianggap tidak banyak yang terlibat dalam kegiatan usahatani, (4) pengalaman petani rata-rata selama 12 tahun dan dianggap
43
relatif sudah cukup lama sehingga kegiatan usahatani dapat dilakukan dengan baik. Dengan rata-rata lahan usahatani bawang merah seluas 1,0 ha, petani akan mencapai titik pulang pokok, jika penerimaan yang diperoleh mencapai Rp 4.200.000/ha/ MT, atau produksi rata-rata mencapai 105 kg, dengan harga jual Rp. 40.000 per kg, atau jika produksi mencapai mencapai 3.103 kg, maka petani akan mencapai titik pulang pokok, pada tingkat harga sebesar Rp. 1.392,20/ kg. Penerimaan diperoleh sebesar Rp. 124.120.000/ha, dengan total biaya produksi rata-rata adalah sebesar Rp 47.375.047/ha/MT, sehingga pendapatan usahatani bawang merah Lokal Palu yang diperoleh petani diketahui sebesar Rp. 74.154.153/ha/MT Selanjutnya pada rata-rata lahan usahatani seluas 0,35 ha, petani akan mencapai titik pulang pokok, jika penerimaan diperoleh mencapai 1.480.000/0,35 ha/ MT, atau produksi rata -rata 37 kg dengan harga jual Rp 40.000/ kg atau jika diperoleh produksi rata-rata sebanyak 1.086 kg umbi basah, dan dengan rata-rata harga jual sebesar Rp. 40.000/kg diperoleh penerimaan sebesar Rp. 43.440.00/0,35/ha/MT, sedangkan biaya produksi rata-rata sebesar Rp. 17.488.046/0,35ha/MT, sehingga diperoleh rata-rata pendapatan sebesar Rp. 25.953.953/0,35 ha/MT. Namun jika harga jual jatuh pada tingkat harga yang lebih rendah dari harga titik pulang pokok (TPP), yaitu pada tingkat harga sebesar Rp. 40.000/kg, sedangkan produksi turun dibawah 1.086 kg, maka petani akan mengalami kerugian, karena total biaya produksi akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh.
Ahyari, A. 1986. Analisis Pulang Pokok. BPFE, Yogyakarta Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah. Departemen Pertanian, Jakarta. Badan Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah, 2009. Kajian Peningkatan Kualitas Bawang Merah Palu. BPTP Sulawesi Tengah, Biromaru, Palu. Bello, M., E. S. Salau, and L. Ezra, 2012. Analysis of Factors Influencing iscontinuance of Technology Adoption: The Situation with Some Nigerian Farmers. Sustainable Agriculture Research; Vol. 1, No. 2, 292 – 300. Dinas Pertanian Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, 2012. Standard Operating Procedure. Budidaya Bawang Merah Palu. Depatemen Pertanian. Direktorat jenderal Hortikultura. Direktorat Budidaya Sayuran dan Biofarmaka. Firdaus, M., 2008. Manajemen Agribisnis. PT Bumi Aksara, Jakarta. Hernanto, F., 1988. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya Jakarta. Kebede, T.A 2001. Farm Household Technical Efficiency: A Stochastic Frontier Analysis, A Studi of Rice Producers in Mardi Watershed in The Western Develompent Region of Nepal. A Master Thesis Submited to Departemen of Economics and Social Science, Agricultural University of Norway. Kushendrayati, 2006. Program Pemberdayaan Masyarakat Petani Bawang Merah Lokal Palu Melalui Pola Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat Di Desa Maku Kecamatan Dolo Kab. Donggala. Tesis. Magister Pembangunan Wilayah Pedesaan Program Pascasarjana Universitas Tadulako Palu. Lawal, A.M., Memudu1, I. J., Ayanlerez, A. F., Mohammed, A. B., Olajogun M. E.. 2013. Assesment Of The Economics and Resource – Us
DAFTAR PUSTAKA Agustina, S. 2011. Ilmu usahatani. UB Press. Malang. 44
Rukka, H., Buhaerah, dan Sahariah K. 2008. Peranan Kelompok Tani dalam Pemenuhan Kebutuhan Usahatani. Jumal Agrisistem, Vol 4 (2). Soekartawi, 2003. Teori Ekonomi Produksi. . PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suratiyah, K., 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta
Efficiency of Rice Production in Ogun State. Jurnal Agri on-line Papers in Economics and Informatics. Volume V Nmumber 3, 2013, Page 39 -40. Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi III. LP3ES, Jakarta Rukka, H., Buhaerah, dan Sunaryo. 2006. Hubungan Karakteristik Petani dengan Respon Petani terhadap Penggunaan Pupuk Organik pada Padi Sawah. Jumal Agrisistem, Vol 2 (1).
45